1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah dan Penegasan Judul Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan dan peradapan manusia yang terus berkembang. Hal ini sejalan dengan pembawaan manusia yang memiliki potensi kreatif dan inovatif dalam segala bidang kehidupannya, sehingga dengan pendidikan manusia akan terbentuk kepribadiannya sesuai dengan nilainilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.1 Pendidikan sebagai suatu bentuk kegiatan manusia dalam kehidupannya juga menempatkan tujuan sebagai sesuatu yang hendak dicapai, baik tujuan yang dirumuskan itu bersifat abstrak sampai pada rumusan-rumusan yang dibentuk secara khusus untuk memudahkan pencapaian tujuan yang lebih tinggi. Pendidikan merupakan bimbingan terhadap perkembangan manusia kearah citacita tertentu. Maka yang merupakan masalah pokok bagi pendidikan ialah memilih arah atau tujuan yang ingin dicapai.2 Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengangkat harkat dan martabat diri seseorang. Allah Swt berfirman dalam surah AlMujadalah ayat 11 sebagai berikut. 1
1 Hasbullah. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004). Cet. ke-IV, h.1 2
Ibid, h. 10
2
Ayat di atas menerangkan bahwa pendidikan dan pembelajaran merupakan faktor yang sangat penting untuk mencapai kemajuan dan kemuliaan dalam diri seseorang. Semakin jelaslah bahwa orang yang beriman dan memiliki ilmu pengetahuan akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT. Begitu pentingnya pendidikan dalam kehidupan seseorang, keluarga, dan bangsa sehingga pemerintah menetapkan suatu tujuan pendidikan nasional sebagimana yang dirumuskan dalam Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional ayat 1 sebagai berikut. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.3
3 Kementrian Pendidikan Nasional, Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, (Jakarta: Kemendiknas, 2003) h.20
3
Tujuan pendidikan yang telah ditetapkan tersebut harus harus dicapai secara optimal oleh setiap lembaga pendidikan, maka setiap negara harus melakukan tujuan pendidikan tersebut secara nasional dan sesuai dengan falsafah masing-masing bangsa. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang membangun, menjadikan pendidikan sebagai modal dasar pembangunan untuk berupaya semaksimal mungkin mencerdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia seutuhnya dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab. Untuk memaksimalkan pencapaian hasil pendidikan sesuai dengan apa yang diinginkan diatas, para pendidik harus menyadari bahwa tiap-tiap pelajar yang datang ke sekolah membawa kepribadian sendiri yang telah menerima bermacam-macam pengaruh berasal dari rumah, lingkungan, dan sebagainya. Beberapa bentuk dari pengaruh itu membantu atau merintangi pelaksanaan pendidikan yang dilakukan atas dirinya.4 Dalam setiap studi tentang ilmu kependidikan, persoalan yang berkenaan dengan guru dan jabatan guru senantiasa disinggung, bahkan menjadi salah satu pokok bahasan yang mendapat tempat tersendiri di tengah-tengah ilmu kependidikan yang begitu luas dan kompleks. Dewasa ini, perhatian itu bertambah besar sehubungan dengan kemajuan pendidikan dan kebutuhan guru yang semakin meningkat, baik dalam mutu maupun jumlahnya. Secara gamblang dapat kita lihat, bahwa program pendidikan guru mendapat prioritas utama dalam program pembangunan pendidikan di negeri kita. Oleh karena itu, dengan adanya 4
Samuel Soeciti, Psikologi Pendidikan Mengutamakan Segi-Segi Perkembangan II, (Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 2002) cet. Ke.VIII, h.26
4
masalah tersebut, maka perlunya suatu lembaga pendidikan guru yang khusus berfungsi mempersiapkan tenaga guru yang terdidik dan terlatih dengan baik. Dari gagasan ini dapat memudahkan pembentukan guru yang berkualifikasi professional, serta dapat dilaksanakan secara efisien dalam kondisi sosial kultural masyarakat. Tugas seorang guru memang sangat berat tapi sangat mulia, karena mengajar adalah suatu pekerjaan yang sangat komplek. Berhasil tidaknya suatu pelajaran yang diberikan oleh guru tergantung bagaimana cara memberikan suatu pelajaran. Secara umum dapat dikatakan bahwa keberhasilan suatu pembelajaran tergantung kepada guru dan juga anak didik. Keberadaan pendidik atau guru dalam dunia pendidikan sangat menentukan keberhasilan tujuan pendidikan. Dalam dunia pendidikan, guru mempunyai peranan penting yang turut mendukung upaya peningkatan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Oleh karena itu, guru dituntut untuk meningkatkan dan mengembangkan diri baik ilmu pengetahuan, keterampilan, maupun kesiapan, maupun kesiapan mentalnya, dan juga guru harus mengelola proses pembelajaran yang memungkinkan keterlibatan siswa secara optimal, serta mampu mempergunakan berbagai metode mengajar yang membuat anak termotivasi untuk meningkatkan aktivitasnya dalam kegiatan belajar. Di samping itu guru juga melaksanakan berbagai upaya yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. 5 Keberhasilan seorang guru dalam memberikan pelajaran kepada siswa, ini merupakan hasil dari tepatnya strategi pembelajaran yang diterapkan. Strategi 5 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000) Cet. Ke-7. h.80
5
pembelajaran merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode pembelajaran, model pembelajaran dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Pemilihan model pembelajaan yang akan digunakan dalam proses pembelajaran harus berorientasi pada tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Selain itu, juga harus disesuaikan dengan jenis materi, karakteristik peserta didik, serta situasi atau kondisi dimana proses pembelajaran tersebut akan berlangsung. Dewasa ini, banyak model pembelajaran yang coba diterapkan kepada siswa, seperti model pembelajaran contextual teaching learning, everyone is a teacher here, card short, make a match, silent learning, dan lain-lain. Modelmodel pembelajaran ini bertujuan untuk meningkatkan minat dan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran yang disampaikan. Akan tetapi faktanya, inkonsistensi dan terlalu bervariasinya model pembelajaran yang diterapkan dapat berdampak pada penerimaan yang berbeda-beda pada siswa, apalagi model yang diterapkan adalah baru bagi mereka. Maka siswa butuh proses untuk terbiasa mengikuti pembelajaran dengan model tersebut. Fakta seperti ini juga dirasakan oleh siswa pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar. Sesuai dengan penjajakan awal ke lokasi penelitian, guru mata pelajaran Aqidah Akhlak termasuk guru yang variatif dan inovatif dalam menggunakan model pembelajaran, sehingga hampir setiap kali pertemuan pembelajaran yang dilakukan dalam materi-materi yang berbeda menggunakan variasi model pembelajaran yang berbeda pula. Padahal, untuk
6
menerapkan suatu model pembelajaran yang baru dikenal siswa membutuhkan proses agar siswa bisa terbiasa.6 Penerapan model pembelajaran yang variatif dan menarik tentu saja akan meningkatkan minat dan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran, akan tetapi guru juga banyak melakukan pertimbangan dalam memilih dan menggunakan suatu model pembelajaran. Di samping kesesuaian materi dan ketersediaan
fasilitas
pendukung,
tingkat
intelegensi
dan
karakteristik
penginderaan siswa merupakan salah satu bahan pertimbangan yang penting bagi seorang guru sebelum memilih suatu model pembelajaran. Apabila hal-hal tersebut kurang diperhatikan dalam memilih model pembelajaran, maka besar kemungkinan guru akan mengalami hambatan dalam menerapkan model pembelajaran yang dipilih. Berdasarkan data ketuntasan belajar siswa dalam pembelajaran Aqidah Akhlak selama bulan Agustus 2014 adalah sebagai berikut: Tabel 1.1. Hasil Belajar Siswa Kelas V pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Minggu Persentase Ketuntasan Ke N Bula KK Interval 1 2 3 o n M 1 2 3 Tida Tida Tida Ya Ya Ya k k k 1 2
90 – 100 70 – 89
6
7
3
3
4
8
9
0
5
5
5
8
8
7
70
96%
4%
97%
3%
97%
Hasil Observasi ke Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar, tanggal 21 Maret 2014.
3%
7
3
60 – 69
3
2
3
4
50 – 59
1
1
-
5
40 – 49
-
-
-
6
0 – 39
-
-
-
Sumber: Dokumen Guru Aqidah Akhlak MIN Sungai Lulut Kab. Banjar Data tabel di atas menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa dari minggu pertama bulan Agustus 2014 sampai pada minggu ketiga. Hal ini menunjukkan sebuah dugaan akan adanya pengaruh dari penerapan model pembelajaran yang variatif terhadap peningkatan hasil belajar siswa. Dugaan sementara ini dapat dibuktikan secara ilmiah melalui sebuah penelitian. Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan sebuah penelitian khusus tentang Pengaruh penerapan model-model pembelajaran yang variatif pada mata pelajaran Aqidah Akhlak terhadap prestasi belajar siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar dengan judul: Pengaruh Penerapan Model-Model Pembelajaran yang Variatif pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak terhadap Prestasi Belajar Siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar. B. Rumusan Masalah Adapun masalah dalam penelitian yang akan dilakukan oleh penulis sebagaimana rumusannya sebagai berikut: 1. Apa saja model pembelajaran Aqidah Akhlak yang diterapkan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar?
8
2. Apakah ada pengaruh dari penerapan model-model pembelajaran yang variatif pada mata pelajaran Aqidah Akhlak terhadap prestasi belajar siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar? C. Definisi Operasional dan Penegasan Judul Salah satu upaya yang dilakukan oleh penulis untuk menghindarkan penelitian ini dari misinterpretasi (kesalahan dalam menafsirkan judul), maka dirumuskanlah definisi operasional dan penegasan judul sebagai berikut: 1. Pengaruh Pengaruh adalah perubahan yang terjadi terhadap sesuatu sebagai akibat yang ditimbulkan oleh faktor-faktor lain.7 Yang dimaksud dengan pengaruh pada penelitian ini adalah tingkat signifikansi perubahan hasil belajar siswa yang diakibatkan oleh penerapan model pembelajaran yang variatif. 2. Penerapan Secara
sederhana
penerapan
bisa
diartikan
pelaksanaan
atau
implementasi.8 Yang dimaksud dengan penerapan pada penelitian ini adalah aktualisasi konsep model pembelajaran dalam proses belajar mengajar di kelas. 3. Model Pembelajaran Model Pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para 7
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994) Cet. ke-3, h.526 8 Syafruddin Nurdin, Guru Profesional & Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005), h. 70
9
perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar. 9 Adapun yang dimaksud dari model pembelajaran pada penelitian ini adalah model pembelajaran yang bersifat kooperatif (berkelompok) 4. Variatif Variatif merupakan kata sifat yang berasal dari kata variasi. Variasi adalah keanekaan yang membuat sesuatu tidak monoton dan begitu saja. Variasi di dalam kegiatan pembelajaran dapat menghilangkan kebosanan, meningkatkan minat dan keingintahuan siswa, melayani gaya belajar siswa yang beragam, serta meningkatkan kadar keaktifan siswa. 10
5. Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah penilaian pendidikan tentang kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di sekolah yang menyangkut pengetahuan atau kecakapan/keterampilan yang dinyatakan sesudah hasil penilaian.11 Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka yang dimaksud oleh judul penelitian ini adalah sebuah penelitian yang bertujuan untuk meneliti tentang tingkat signifikansi perubahan pengetahuan dan kecakapan/keterampilan siswa yang diakibatkan oleh penerapan model pembelajaran kooperatif yang variatif.
9
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010). h.
22 10
J.J. Hasibuan dan Moedjiono, op.cit., h.65 Ibid, h.24
11
10
D. Alasan Memilih Judul Adapun yang menjadi alasan penulis dalam pemilihan judul diatas adalah: 1. Model pembelajaran merupakan seperangkat rancangan yang berkenaan dengan pembelajaran yang bersifat praktis, dengan pemilihan dan penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan materi pelajaran, maka tujuan pembelajaran akan mudah untuk dicapai. 2. Mengingat pentingnya peran Aqidah Akhlak dalam pendidikan Islam, sebagai pondasi hidup yang wajib dikuasai oleh seorang muslim. 3. Fakta lapangan dalam pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar menggunakan berbagai jenis model pembelajaran yang sebagiannya merupakan model pembelajaran yang baru dikenal oleh siswa, sehingga butuh pembiasaan. E. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui model-model pembelajaran Aqidah Akhlak yang diterapkan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar. 2. Mengetahui pengaruh penerapan model-model pembelajaran yang variatif pada mata pelajaran Aqidah Akhlak terhadap prestasi belajar siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar. F. Signifikansi Penelitian
11
Hasil-hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan bisa berguna sebagai: 1. Bahan informasi bagaimana seorang guru menjalankan peranannya dalam meningkatkan minat siswa pada materi Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar, khususnya dalam hal pemilihan dan penerapan model pembelajaran yang tepat. 2. Bahan informasi bagi Kepala Madrasah dalam memotivasi dan meningkatkan kompetensi para guru, khususnya dalam hal memilih model pembelajaran yang akan digunakan. 3. Bahan informasi bagi peneliti berikutnya dalam mengadakan penelitian lebih mendalam lagi.
F. Identifikasi Variabel Identifikasi variabel ditunjukkan untuk memberikan tanggapan terhadap kriteria mana yang dimaksudkan sebagai pedoman di dalam pelaksanaan penelitian. Adapun identifikasi variabel pada penelitian ini terdiri dari : 1. Variabel independen (variabel bebas) yaitu penerapan model-model pembelajaran yang variatif pada mata pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar. 2. Variabel dependen (variabel terikat) yaitu prestasi belajar siswa pada mata pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar.
12
G. Kerangka Pemikiran Dalam kerangka pemikiran ini penulis menggambarkan korelasi sistematik antara variabel bebas X dengan variabel terikat Y, yakni pengaruh penerapan model-model pembelajaran yang variatif pada mata pelajaran Aqidah Akhlak (X) terhadap prestasi belajar siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar (Y) sebagai berikut: Gambar 1.1. Diagram Hubungan Antara Variabel Independen dengan Variabel Dependen X
Y
Keterangan: X = penerapan model-model pembelajaran yang variatif = prestasi belajar siswa
I. Hipotesis Di dalam penelitian ini penulis mencoba menganalisis dengan membuat hipotesis sebagai berikut: Ho
=
Diduga tidak ada pengaruh yang signifikan antara penerapan model-model pembelajaran yang variatif pada mata pelajaran Aqidah Akhlak terhadap prestasi belajar siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar
Ha
= Diduga terdapat hubungan yang signifikan antara penerapan model-model pembelajaran yang variatif pada mata pelajaran
13
Aqidah Akhlak terhadap prestasi belajar siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar. J. Sistematika Penulisan Sistematika dalam penulisan skripsi ini, terdiri dari lima bab, yaitu: Bab I Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, definisi operasional, alasan memilih judul, tujuan penelitian, signifikasi penelitian dan sistematika penulisan Bab II Tinjauan teoretis tentang pengertian model pembelajaran dan prestasi belajar, kemudian tentang jenis model pembelajaran dan langkah-langkah pelaksanaannya, fungsi model pembelajaran dalam menunjang keberhasilan belajar siswa, dan terakhir tentang manfaat dan tujuan penerapan model pembelajaran yang variatif. Bab III Metode penelitian, bab ini terdiri dari metode penelitian, objek dan subjek penelitian, data dan sumber data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis Bab IV Laporan hasil penelitian memuat tentang gambaran umum lokasi penelitian, penyajian data dan analisis data Bab V Penutup, bab ini terdiri dari simpulan dan saran-saran.
14
BAB II LANDASAN TEORETIS A. Pengertian Model Pembelajaran dan Prestasi Belajar 1. Pengertian Model Pembelajaran Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam toturial. Joyce dan Weil yang dikutip Trianto menyatakan bahwa: “Models of teaching are really models of learning. As help student
15
acquire information, ideals, skills, value, ways of thingking and means of expressing themselves, we are also teaching them how to learn”. 12 Hal ini berarti bahwa model mengajar merupakan model belajar dengan model tersebut guru dapat membantu siswa untuk mendapatkan atau memperoleh informasi, ide, keterampilan, cara berfikir, dan mengekspresikan ide diri sendiri. Selain itu, mereka juga mengajarkan bagaimana mereka belajar. Kardi, S. dan Nur dalam bahasa yang sama menyebutkan bahwa, model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuantujuan
pembelajaran,
tahap-tahap
kegiatan
pembelajaran,
lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Hal ini sesuai dengan pendapat Joyce bahwa “Each model guides us as we design intruction to help students achieve various objectives”.13 Maksud dari kutipan tersebut adalah bahwa setiap model mengarahkan kita merancang pembelajaran untuk membantu peserta didik sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran tercapai.14 Soekamto dan kawan-kawan mengemukakan maksud dari model pembelajaran adalah: “Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar”.
12
Trianto. Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2012). h. 51-52
13
Ibid. Ibid, h. 52
14
16
Dengan demikian, aktifitas pembelajaran benar-benar merupakan kegiatan bertujuan yang tertata secara sistematis.15 Arends yang dikutip Trianto menyeleksi enam model pengajaran yang sering dan praktis digunakan guru dalam mengajar, yaitu: presentasi, pengajaran langsung, pengajaran konsep, pembelajaran kooperatif, pengajaran berdasarkan masalah, dan diskusi kelas. Arends dan pakar model pembelajaran yang lain berpendapat, bahwa tidak ada suatu model pembelajaran yang paling baik di antara yang lainnya, karena masing-masing model pembelajaran dapat dirasakan baik, apabila telah diujicobakan untuk mengajarkan materi pelajaran tertentu. Oleh karena itu dari beberapa model pembelajaran yang ada perlu kiranya diseleksi model pembelajaran yang mana yang paling baik untuk mengajarkan suatu materi tertentu.16 Keberhasilan guru dalam mengajarkan suatu pokok bahasan (materi) tertentu harus dipilih model pembelajaran yang paling sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Oleh karena itu dalam memilih suatu model pembelajaran harus memiliki pertimbangan-pertimbangan. Misalnya, materi pelajaran, tingkat perkembangan kognitif siswa, dan sarana atau fasilitas yang tersedia, sehingga tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan tercapai. 2. Pengertian Prestasi Belajar
15
Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif, (Jakarta: Kencana, 2010).
h. 22 16
Ibid, h. 22-25
17
Prestasi belajar adalah sebuah kalimat yang terdiri dari dua kata, yakni “prestasi” dan “belajar”. Antara kata prestasi dan belajar, mempunyai arti berbeda. Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam bukunya Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, menyebutkan bahwa: “Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah dikerjakan, diciptakan, baik secara individual maupun kelompok”.17 Kemudian beliau menambahkan, “prestasi belajar adalah penilaian pendidikan tentang kemajuan siswa dalam segala hal yang dipelajari di sekolah yang menyangkut pengetahuan atau kecakapan/keterampilan yang dinyatakan sesudah hasil penilaian”.18 Sedangkan menurut Mas`ud Khasan Abdul Qohar menyebutkan: “Prestasi adalah apa yang telah diciptakan, hasil pekerjaan, hasil yang menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan keuletan kerja”.19 Nana Sudjana mengemukakan bahwa, prestasi adalah: “Kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.20 Belajar adalah proses memanusiakan manusia, di mana hanya dengan melalui belajarlah manusia mengaktualisasikan diri dari lingkungannya, hingga kualitas hidup dan kehidupan ini menjadi makin lebih baik.
17 Djamarah ,Syaiful Bahri, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, (Surabaya : Usaha Nasional, 2004), cet. Ke-III, h.19 18
Ibid, h.24
19
Abdul Qohar Mas`ud Khasan, dkk, Kamus Istilah Populer, (Surabaya :CV Bintang Pelajar,2000), cet. VI, h.198 20 Nana, Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Usaha Nasional,2007), Cet. Ke-5, h.22
18
Ayat yang pertama kali diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, telah menekankan perlunya orang belajar baca tulis dan belajar ilmu pengetahuan. Firman Allah dalam surah al-Alaq ayat 1-5:
Dari ayat-ayat tersebut, jelaslah bahwa ajaran Islam mendorong umatnya agar menjadi umat yang pandai, dimulai dengan belajar baca tulis dan diteruskan dengan belajar berbagai macam ilmu, baik ilmu agama maupun ilmu pengetahuan umum. Belajar merupakan proses yang kompleks, sehingga para ahli pendidikan bervariasi dalam memberikan batasan, sesuai dengan sudut pandang mereka masing-masing. Menurut Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Belajar, mengatakan bahwa “belajar adalah tahapan perubahan seluruh tingkah yang
relatif menetap
sebagai hasil pengalaman
dan
laku
individu
interaksi dengan
lingkungannya yang melibatkan proses kognitif.”21
21
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT. Logos Wacana Ilmu, 2005), h.43
19
Andrew B. Crider dan kawan-kawan dalam bukunya Psychology berpendapat: “Learning can be defined as a relatively permanent change in immediate or potential behavior that results from experience”.22 Menurut E. Stone dalam bukunya An Introduction to Educational Psychology: “Learning occurs whenever the activity of an organism brings about a Relatively permanent change in its behavior”.23 Selanjutnya, Slameto menyatakan: “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.24 Jadi, belajar mengandung pengertian sebagai proses
aktifitas
yang
menyebabkan perubahan pada orang yang belajar, baik yang berkenaan dengan sikap, tingkah laku, maupun keterampilan ke arah yang lebih baik. Melihat dari uraian di atas, dimaksud dengan prestasi belajar adalah perubahan yang terjadi pada individu baik pengetahuan, sikap dan tingkah laku maupun keterampilan ataupun perubahan positif lainnya menuju kearah yang lebih baik, yang dapat di ketahui dengan melalui test berupa angka-angka yang bersifat kuantitatif. B. Jenis Model Pembelajaran dan Langkah-Langkah Pelaksanaannya 22
Andrew B. Crider, et al, Psyychology, (Scott : Foresmen and Company, 2003), h.190
23
E. Stone, An Introduction to Educational Psychology, (London :Methuen and Co,Ltd, 2006), II New Fetter lane, h. 52 24 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, (Jakarta : PT. Rineka, 2005), Cet.Ke-VI h.2
20
1. Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif adalah rangkaian kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Ada empat unsur penting dalam strategi pembelajaran kooperatif, yakni: (1) adanya peserta didik dalam kelompok, (2) adanya aturan main (rule) dalam kelompok, (3) adanya upaya belajar setiap anggota kelompok; (4) adanya tujuan yang harus dicapai.25 Menurut Slavin yang dikutip Rusman menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah menggalakan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam kelompok.26 Dalam pembelajaran kooperatif ini peserta didik bertanggung jawab atas belajar mereka sendiri dan berusaha mengemukakan informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dihadapkan pada mereka. Guru bertindak sebagai fasilitator, memberikan dukungan tetapi tidak mengarahkan kelompok ke arah hasil yang sudah disiapkan sebelumnya. Eggen dan Kauchak yang dikutip Trianto menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif, siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok yang terdiri dari 4 atau 5 orang untuk bekerja sama dalam menguasai materi yang diberikan guru. Artzt dan Newman juga menyatakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok untuk mencapai tujuan bersama.27 Jadi, setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya.
25
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 241. 26
Rusman, Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), h. 201. 27
Trianto, op. cit. h. 56.
21
Model pembelajaran kooperatif ini dikembangkan dari teori belajar konstruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan Vigotsky. Menurut Ratna, berdasarkan penelitian Piaget yang pertama dikemukakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak.28 Teori yang melandasi pembelajaran kooperatif adalah teori konstruktivisme. Menurut Soejadi, pada dasarnya pendekatan teori konstruktivisme dalam belajar adalah suatu pendekatan di mana siswa harus kompleks, memeriksa informasi dengan aturan yang ada dan merevisinya bila perlu.29 Dalam teori konstruktivisme ini lebih mengutamakan pada pembelajaran siswa yang dihadapkan pada masalah kompleks untuk dicari solusinya, selanjutnya menemukan bagian-bagian yang lebih sederhana atau keterampilan yang diharapkan. Model pembelajaran kooperatif merupakan teknik-teknik kelas praktis yang dapat digunakan guru setiap hari untuk membantu siswanya belajar setiap mata pelajaran, mulai dari keterampilan-keterampilan dasar sampai pemecahan masalah yang kompleks. Dalam model pembelajaran kooperatif, siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu belajar satu sama lainnya.30 Berdasarkan pendapat di atas, bahwa pembelajaran kooperatif merupakan salah satu strategi kegiatan pembelajaran yang diterapkan oleh guru untuk mengapresiasikan materi pembelajaran dengan sasaran di mana siswa di dalam
28
Rusman, op. cit. h. 202
29
Ibid, h. 201
30
Mohammad Nur, Pembelajaran Kooperatif, (Jakarta: Dirjen Dikdasmen, 2008), h. 1
22
kelas diarahkan untuk belajar dalam suatu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok secara heterogen. Mereka saling bekerja sama, berdiskusi saling membantu, dan mengajak satu sama lain dalam memecahkan masalah. Dalam pembelajaran kooperatif mengkodisikan siswa untuk aktif dan saling memberi dukungan dalam kerja kelompok untuk melaksanakan tugas tertentu dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan oleh guru. Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan kepada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akedemik dalam pengertian penguasaan bahan pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk pengusaan materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas pewmbelajaran kooperatif.31 a) Konsep Dasar Pembelajaran Kooperatif Pada hakikatnya pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang mengatakan tidak ada sesuatu yang aneh dalam pembelajaran kooperatif karena mereka beranggapan telah biasa melakukan pembelajaran kooperatif dalam bentuk belajar kelompok. Walaupun sebenarnya tidak semua belajar kelompok dikatakan pembelajaran kooperatif, seperti dijelaskan Abdulhak bahwa “Pembelajaran cooperative dilaksanakan melalui sharing proses antara peserta pelajar, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri.”
31
Suriansyah, dkk, Strategi Pembelajaran, (Banjarmasin: PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lambung Mangkurat, 2008), h. 119
23
Nurulhayati, mengemukakan ada lima unsur dasar dalam model coopertative
learning,
yaitu:
(1)
ketergantungan
yang
positif,
(2)
pertanggungjawaban individual, (3) kemampuan bersosialisasi, (4) tatap muka, (5) evaluasi proses kelompok.32 Dalam pembelajaran ini akan tercipta sebuah interaksi yang lebih luas, yaitu interaksi dan komunikasi yang dilakukan antara guru dengan siswa, siswa dengan siswa, dan siswa dengan guru. Oleh karena itu, dalam model pembelajaran kooperatif ini siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok untuk belajar. Siswa belajar dalam sebuah kelompok kecil dan mereka dapat melakukannya seorang diri. Ketergantungan yang positif adalah suatu bentuk kerja sama yang sangat erat kaitannya antara anggota kelompok. Kerja sama ini dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Siswa benar-benar mengerti bahwa kesuksesan kelompok tergantung pada kesuksesan anggotanya. Maksud dari pertanggungjawaban individual adalah kelompok tergantung pada cara belajar perseorangan seluruh anggota kelompok. Pertanggungjawaban memfokuskan aktivitas kelompok dalam menjelaskan konsep pada satu orang dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok siap menghadapi aktifitas lain dimana siswa harus menerima tanpa pertolongan anggota kelompok. Kemampuan bersosialisasi adalah sebuah kemampuan bekerja sama yang biasa digunakan
32
Rusman, op.cit. h.203
24
dalam aktifitas kelompok. Kelompok tidak berfungsi secara efektif jika siswa tidak memiliki kemampuan bersosialisasi yang dibutuhkan. Setiap kelompok diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan interaksi ini akan memberi siswa bentuk sinergi yang menguntungkan
semua anggota.33 Guru menjadwalkan waktu bagi kelompok
untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama lebih efektif. Menurut Sanjaya, “Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila: (1) guru menekankan pentingnya usaha bersama di samping usaha secara individual, (2) guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam dalam belajar, (3) guru ingin menanamkan totur sebaya atau belajar melalui teman sendiri, (4) guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa, (5) guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan.”34 b) Karakteristik Model Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif berbeda dengan strategi pembelajaran yang lain. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari proses pembelajaran yang lebih menekankan pada proses kerja sama dalam kelompok. Tujuan yang ingin dicapai tidak hanya kemampuan akademik dalam pengertian penguasaan materi pelajaran, tetapi juga adanya unsur kerja sama untuk penguasaan materi tersebut. Adanya kerja sama inilah yang menjadi ciri khas dari pembelajaran kooperatif. Menurut Suprijono, “Pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan dalam beberapa perspektif, yaitu: (1) perspektif motivasi artinya penghargaan yang 33
Mohammad Nur, op.cit., h.12
34
Rusman, op.cit. h. 206
25
diberikan kepada kelompok yang dalam kegiatannya saling membantu untuk memperjuangkan keberhasilan kelompok, (2) perspektif sosial artinya melalui kooperatif setiap siswa akan saling membantu dalam belajar, karena mereka menginginkan semua anggota kelompok memperoleh keberhasilan, (3) perspektif perkembangan kognitif artinya dengan adanya interaksi antara anggota kelompok dapat mengembangkan prestasi siswa untuk berpikir mengolah berbagai informasi.” 35 Karakteristik atau ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah “pembelajaran secara tim, didasarkan pada manajemen kooperatif, kemauan untuk bekerja sama dan keterampilan bekerja sama.”36 Dalam penerapan pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain untuk mencapai satu penghargaan bersama. Mereka akan berbagi penghargaan tersebut seandainya mereka berhasil sebagai kelompok c) Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif Menurut Roger dan David ada lima unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif (cooperative learning), yaitu: 1) Prinsip ketergantungan positif (positive interdependence), yaitu dalam pembelajaran kooperatif, keberhasilan dalam penyelesaian tugas tergantung pada usaha yang dilakukan oleh kelompok tersebut. Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota kelompok. Oleh karena itu, semua anggota dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan. 2) Tanggungjawab perseorangan (individual 35
Agus Suprijono, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet.ke-3,
h. 24 36
Rusman, op.cit., h.207
26
accountability), yaitu keberhasilan kelompok sangat tergantung dari masingmasing anggota kelompoknya. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut. 3) Interaksi tatap muka (face to face promotion interaction), yaitu memberikan kesempatan yang luas kepada setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi untuk saling memberi dan menerima informasi dari anggota kelompok lain. 4) Partisipasi dan komunikasi (participation communication), yaitu melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran. 5) Evaluasi proses kelompok, yaitu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerja sama mereka, agar selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih efektif.37 d) Prosedur Pembelajaran Kooperatif Prosedur atau langkah-langkah pembelajaran kooperatif pada prinsipnya terdiri atas empat tahap, yaitu penjelasan materi, tahap ini merupakan tahapan penyampaian pokok-pokok materi pelajaran sebelum siswa belajar dalam kelompok. Tujuan utama tahapan ini adalah pemahaman siswa terhadap pokok materi pelajaran. Tahapan berikutnya adalah belajar kelompok, tahapan ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk sebelumnya. Kemudian dilanjutkan dengan tahapan penilaian. Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu
37
Agus Suprijono, op.cit., h.38-39
27
akan memberikan penilaian kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya.38 e) Model-model Pembelajaran Kooperatif Ada beberapa variasi jenis model dalam pembelajaran kooperatif, walaupun prinsip dasar dari pembelajaran kooperatif ini tidak berubah, jenis-jenis model tersebut, adalah: 1) Model Student Teams Achievement Division (STAD) 2) Model Jigsaw 3) Model Investigasi Kelompok (Group Investigation) 4) Model Make a Match (Membuat Pasangan) 5) Model TGT (Teams Games Tournaments) (6) Model Struktural.39 f) Langkah-Langkah Pelaksanaannya Setiap kegiatan
pasti memiliki langkah-langkah kegiatan
supaya
pelaksanaannya dapat maksimal. Terdapat 6 (enam) fase atau langkah utama dalam model pembelajaran kooperetif. Pembelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti siswa dengan penyajian informasi, sering dalam bentuk teks, bukan verbal. Selanjutnya sisiwa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahap ini diikuti bimbingan guru pada saat siswa bekerja sama menyelesaikan tugas mereka. Fase terakhir dari dari pembelajaran kooperatif yaitu penyajian hasil akhir kerja kelompok, dan mengetes apa yang telah mereka pelajari, serta memberikan penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok atau individu.40 38
Rusman, op.cit., h. 212-213
39
Ibid, h. 213-225
40
Zainal Aqib dan Elham Rohmanto, Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas Sekolah, (Bandung: CV Yrama Widya, 2007), h.72-73
28
Sebenarnya, pembagian yang kurang adil tidak perlu terjadi dalam kerja kelompok jika guru benar-benar menerapkan prosedur model pembelajaran kooperatif. Banyak guru yang hanya membagi peserta didik dalam kelompok kemudian memberi tugas untuk menyelesaikan sesuatu tanpa pedoman mengenai hal yang dikerjakan. Akhirnya, peserta didik merasa ditelantarkan. Karena mereka belum berpengalaman, mereka merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerja sama menyelesaikan tugas tersebut, akibatnya kelas jadi gaduh. Supaya hal ini tidak terjadi, sebagai guru wajib memahami sintak atau langkah-langkah dalam model pembelajaran kooperatif. Tabel 2.1 Sintak model pembelajaran kooperatif terdiri dari enam fase. FASE-FASE PERILAKU GURU Fase 1: Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan peserta didik. Fase 2: Menyajikan informasi
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan peserta didik siap belajar. Mempresentasikan informasi kepada peserta didik secara verbal.
Fase 3: Mengorganisir peserta kedalam tim-tim belajar.
Memberikan penjelasan kepada [eserta didik didik tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien. Fase 4: Membantu tim-tim belajar selama peserta Membantu kerja tim dan belajar didik mengerjakan tugasnya. Fase 5: Menguji pengetahuan peserta didik mengenai Mengevaluasi berbagai materi pembelajaran atau kelompokkelompok mempresentasikan hasil kerjanya Fase 6: Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha Memberikan pengakuan atau dan prestasi individu maupun kelompok. penghargaan Fase pertama, guru mengklarifikasi maksud pembelajaran kooperatif. Hal ini penting untuk dilakukan karena pserta didik harus memahami dengan jelas prosedur dan aturan dalam pembelajaran.
29
Fase kedua, guru menyampaikan informasi, sebab informasi ini merupakan isi akademik. Fase ketiga, kekacauan bisa terjadi pada fase ini, oleh sebab itu transisi pembelajaran dari dan ke kelompok-kelompok harus diorganisir dengan cermat. Sejumlah elemen perlu dipertimbangkan dalam menstrukturisasikan tugasnya. Guru harus menjelaskan bahwa peserta didik harus saling bekerja sama di dalam kelompok. Penyelesaian tugas kelompok harus merupakan tujuan kelompok. Tiap anggota
kelompok
memiliki
akuntabilitas
individual
untuk
mendukung
tercapainya tujuan kelompok. Pada fase ketiga ini yang terpenting jangan sampai ada free-rider atau anggota yang hanya menggantungkan tugas kelompok kepada individu lainnya. Fase keempat, guru perlu mendampingi tim-tim belajar, mengingatkan tentang tugas-tugas yang dikerjakan peserta didik dan waktu yang dialokasikan. Pada fase ini bantuan yang diberikan guru dapat berupa petunjuk, pengarahan, atau meminta beberapa peserta didik mengulangi hal yang sudah ditunjukannya. Fase kelima, guru melakukan evaluasi dengan menggunakan strategi evaluasi yang konsisten dengan tujuan pembelajaran. Fase keenam, guru mempersiapkan struktur reward yang akan diberikan kepada peserta didik. Variasi struktur reward bersifat individualistis, kompetitif, dan kooperatif. Struktur reward individualistis terjadi apabila sebuah reward dapat dicapai tanpa tergantung pada apa yang dilakukan orang lain. Struktur reward kompetitif adalah jika pserta didik diakui usaha individualnya berdasarkan
30
perbandingan dengan orang lain. Struktur reward kooperatif diberikan kepada tim meskipun anggota tim-timnya saling bersaing.41 2. Model Student Teams Achivement Division (STAD) Model ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin. Menurut Slavin yang dikutip Rusman menyatakan bahwa, model STAD (Student Teams Achievement Division) merupakan variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Model ini juga sangat mudah diadaptasi, telah digunakan dalam matematika, IPA, IPS, bahasa Inggris, teknik dan banyak subjek lainnya, dan pada tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Slavin juga memaparkan bahwa: “Gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai keterampilan yang diajarkan guru”.42 Dalam STAD, siswa dibagi menjadi kelompok beranggotakan empat orang yang beragam kemampuan, jenis kelamin, dan sukunya. Guru memberikan suatu pelajaran dan siswa-siswa di dalam kelompok memastikan bahwa semua anggota kelompok itu bisa menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya semua siswa menjalani kuis perseorangan tentang materi tersebut, dan pada saat itu mereka tidak boleh saling membantu satu sama lain. Nilai-nilai hasil kuis siswa diperbandingkan dengan nilai rata-rata mereka sendiri yang diperoleh sebelumnya, dan nilai-nilai itu diberi hadiah berdasarkan pada seberapa tinggi peningkatan yang bisa mereka capai atau seberapa tinggi nilai itu melampaui nilai mereka sebelumnya. Nilai41
Agus Suprijono, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), Cet.ke-3,
h. 65-66 42
Ibid, h. 213-214
31
nilai ini kemudian dijumlah untuk mendapatkan nilai kelompok, dan kelompok yang dapat mencapai kriteria tertentu bisa mendapatkan setrifikat atau hadiahhadiah yang lainnya. Keseluruhan aktifitas itu, mulai dari paparan guru ke kerja kelompok sampai kuis, biasanya memerlukan tiga sampai lima kali pertemuan kelas. Model ini merupakan salah satu tipe kooperatif yang menekankan pada adanya aktifitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal. a. Langkah-langkah dalam Pembelajaran Kooperatif Model STAD 1) Penyampain tujuan dan memotivasi, menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar. 2) Pembagian kelompok, siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang memprioritaskan heteroginitas (keragaman) kelas dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, rasa atau etnik. 3) Presentasi dari guru, guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut dipelajari. Guru memberi motivasi siswa agar dapat belajar dengan aktif dan kreatif. Di dalam proses pembelajaran guru dibantu oleh media, demontrasi, pertanyaan atau masalah nyata yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dijelaskan juga
32
tentang keterampilan dan kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta cara-cara mengerjakannya. 4) Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim), siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Guru menyiapkan lembaran kerja sebagai pedoman bagi kerja kelompok, sehingga semua anggota menguasai dan masingmasing memberikan kontribusi. Selama tim bekerja, guru melakukan pengamatan, memberikan bimbingan, dorongan dan bantuan bila diperlukan. Kerja tim ini merupakan ciri terpenting dari STAD. 5) Kuis (evaluasi), guru mengevaluasi hasil belajar siswa melalui pemberian kuis tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing kelompok. Siswa diberikan kursi secara individual dan tidak dibenarkan bekerja sama. Ini dilakukan untuk menjamin agar siswa secara individu bertanggung jawab kepada diri sendiri dalam memahami bahan ajar tersebut. Guru menetapkan skor batas penguasaan untuk setiap soal, misalnya 60, 75, 84, dan seterusnya sesuai dengan tingkat kesulitan siswa. 6) Penghargaan presentasi tim, setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru. Setelah masing-masing kelompok atau tim memperoleh predikat, guru memberikan hadiah atau penghargaan kepada masing-masing kelompok sesuai dengan prestasinya (kriteria tertentu yang ditetapkan guru).43 43
Rusman, op.cit, h. 215-217.
33
2. Model Pembelajaran Make a Match Model Pembelajaran Make-a Match artinya model pembelajaran Mencari Pasangan. Setiap murid mendapat sebuah kartu (bisa soal atau jawaban), lalu secepatnya mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang. Suasana pembelajaran dalam Model Pembelajaran Make-a Match akan riuh, tetapi sangat asik dan menyenangkan. Teknik ini biasanya digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik.44 Guna meningkatkan partisipasi dan keaktifan murid dalam kelas, guru menerapkan model Make–A Match atau mencari pasangan yang merupakan salah satu alternatif yang dapat diterapkan kepada murid. Adapun Langkah-langkah pembelajaran Make-a Match adalah sebagai berikut: a. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang mungkin cocok untuk sesi review (persiapan menjelang tes atau ujian). b. Buatlah kartu pertanyaan yang cukup untuk menyamai satu setengah jumlah murid. c. Tulislah jawaban bagi setiap pertanyaan-pertanyaan tersebut. d. Campurlah dua lembar kartu dan kocok beberapa kali sampai benar-benar tercampur. e. Berikan kepada setiap peserta didik, Setiap murid mendapat satu buah kartu. f. Setiap murid mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya. g. Murid bisa juga bergabung dengan dua atau tiga murid lain yang memegang kartu yang cocok. Misalnya, pemegang kartu 3 + 9 akan membentuk kelompok dengan pemegang kartu 3 x 4 dan 6 x 2. 45
44
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2011), h. 402. 45
Ibid.
34
Ketika
semua
pasangan
permainan
telah
menempati
tempatnya,
perintahkan setiap pasangan menguji peserta didik yang lain dengan membaca keras pertanyaannya dan menantang teman sekelas untuk menginformasikan jawaban kepadanya. 3. Model Pembelajaran Konvensional Menurut Djamarah model pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar dan pembelajaran.46 Selanjutnya menurut Roestiyah N.K cara mengajar yang paling tradisional dan telah lama dijalankan dalam sejarah pendidikan ialah cara mengajar dengan ceramah. Sejak dahulu guru dalam usaha menularkan pengetahuannya pada siswa, ialah secara lisan atau ceramah.47 Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajran yang bisa dilakukan oleh para guru. Bahwa, pembelajaran konvensional (tradisional) pada umumnya memiliki kekhasan tertentu, misalnya lebih
mengutamakan
hapalan
daripada
pengertian,
menekankan
kepada
keterampilan berpikir, mengutamakan hasil daripada proses, dan pengajaran berpusat pada guru. Model pembelajaran konvensional guru mengajar sejumlah siswa, biasanya antara 30 sampai 40 orang siswa dalam sebuah ruangan. Para siswa memiliki kemampuan minimum untuk tingkat itu dan diasumsikan mempunyai 46
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, strategi belajar mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 109. 47
Roestiyah N.K, Strategi belajar mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), cet. Ke-II, h.
136.
35
minat dan kecepatan belajar yang relatif sama. Dengan kondisi belajar seperti ini, kondisi belajar siswa secara individual baik menyangkut kecepatan belajar, kesulitan belajar dan minat belajar sukar diperhatikan guru. Pada umumnya cara guru dalam menentukan kecepatan menyajikan dan tingkat materi kepada siswanya berdasarkan pada informasi kemampuan siswa secara umum. Guru tampaknya sangat mendominasi dalam menentukan semua materi pembelajaran. Banyaknya materi yang diajarkan, urutan materi pelajaran, kecepatan guru mengajar dan lain-lain sepenuhnya ditangani guru. Dari uraian di atas, dapat di ambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran konvensional adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh guru dimana guru mengajar secara klasikal yang di dalamnya aktivitas guru mendominasi kelas dengan metode ceramah, dan siswa hanya menerima saja apa-apa yang disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat sangat kurang, sehingga siswa menjadi pasif dalam belajar, dan belajar siswa kurang bermakna karena lebih banyak hafalan.
C.
Fungsi Model Pembelajaran dalam Menunjang Keberhasilan Belajar Siswa Nu’man Sumantri dalam Syafruddin Nurdin menyatakan bahwa “beberapa
pelajaran yang diberikan di sekolah-sekolah sangat menjemukan, membosankan. Hal ini disebabkan penyajiannya bersifat monoton dan ekspositoris, sehingga
36
siswa kurang antusias yang dapat mengakibatkan pelajaran kurang menarik”.48 Salah satu kewajiban guru dalam mengajar adalah menarik minat siswa, agar pelajaran yang diberikannya bisa dikuasai oleh siswa dengan baik. Seperti yang ditegaskan Nursyid Sumaatmaja dalam Syafruddin Nurdin bahwa “guru wajib berusaha secara optimum merebut minat anak didik terhadap pelajaran, karena minat anak didik merupakan modal dasar mencapai keberhasilan pendidikan”.49 Hal ini menunjukkan, bahwa usaha untuk meningkatkan kualitas dalam pendidikan bukanlah permasalahan yang sederhana, tetapi merupakan persoalan yang kompleks dan saling kait berkait dengan kualitas pembelajaran serta mutu guru. Fungsi model pembelajaran di sini adalah sebagai pedoman bagi perancang pengajar dan para guru dalam melaksanakan pembelajaran. Seperti yang dikemukakan oleh Joyce dan Weil bahwa model pembelajaran adalah salah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajara turorial dan untuk menentukan perangkatperangkat pembelajaran seperti buku-buku, film, komputer dal lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa setiap model yang akan di gunakan dalam pembelajaran menentukan perangkat yang dipakai dalam pembelajaran tersebut.50
48
Syafruddin Nurdin, Model Pembelajaran yang Memperhatikan Keragaman Individu Siswa dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Quantum Teaching: PT Ciputat Press, 2005), h. 7. 49
Ibid, h. 7
50
Trianto, op.cit, h. 53-54
37
Oleh karena itu, guru perlu menguasai dan dapat menerapkan berbagai keterampilan mengajar, agar dapat mencapai tujuan pembelajaran yang beraneka ragam dan lingkungan belajar yang menjadi ciri sekolah pada dewasa ini. D. Manfaat dan Tujuan Penerapan Model Pembelajaran yang Variatif 1. Manfaat Penerapan Model Pembelajaran yang Variatif Manfaat dari penerapan model pembelajaran yang variatif adalah untuk menimbulkan dan meningkatkan perhatian siswa kepada aspek-aspek belajar yang relevan dan untuk memberikan kesempatan bagi perkembangan bakat ingin tahu dan ingin menyelidiki siswa tentang hal-hal baru. Penerapan model pembelajaran yang variatif juga bermanfaat untuk memupuk dan membentuk tingkah laku yang positif terhadap guru dan sekolah dengan berbagai model pembelajaran yang lebih hidup dan lingkungan belajar yang baik.51 JJ Hasibuan menambahkan bahwa salah satu manfaat penerapan model pembelajaran yang variatif adalah untuk mendorong aktivitas belajar dengan cara melibatkan siswa dengan berbagai kegiatan atau pengalaman belajar yang menarik dan berbagai tingkat kognitif.52 2. Tujuan Penerapan Model Pembelajaran yang Variatif Dalam penerapan model pembelajaran yang variatif pasti terdapat tujuan kongkrit mengapa guru harus menerapkan model pembelajaran yang variatif dalam penyampaian materi kepada siswa. Berikut ini dijelaskan tujuan dan manfaat penerapan model pembelajaran yang variatif dalam pengajaran. 51
Moh. Uzer Usman, op.cit., h.84
52
J.J. Hasibuan, op.cit. h.69
38
a. Meningkatkan dan Memelihara Perhatian Siswa terhadap Proses Belajar Mengajar Dalam proses belajar mengajar, perhatian siswa terhadap materi pelajaran yang diberikan guru merupakan masalah yang sangat penting karena dengan perhatian tersebut akan mendukung tercapainya tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Tujuan tersebut akan tercapai bila setiap siswa mencapai penguasaan terhadap materi yang diberikan dalam suatu pertemuan di kelas.53 b. Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa Motivasi memegang peranan yang sangat penting, karena tanpa motivasi seorang siswa tidak akan melakukan kegiatan belajar. Motivasi ada dua, yaitu motivasi intrinsik (dari dirinya sendiri) dan motivasi ekstrinsik (dari luar dirinya sendiri). Dalam proses belajar mengajar di kelas, tidak setiap siswa di dalam dirinya ada motivasi intrinsik yakni kesadarannya sendiri untuk memperhatikan penjelasan guru, rasa ingin tahu lebih banyak terhadap materi yang diberikan guru. Dalam pertemuan di kelas ada juga siswa yang tidak ada motivasi dalam dirinya (intrinsik), masalah inilah yang sering dihadapi guru. Guru selalu dihadapkan masalah motivasi yakni motivasi ekstrinsik, yang merupakan dorongan dari luar diri siswa yang mutlak diperlukan. Jadi siswa yang tidak terdapat motivasi di dalam dirinya (intrinsik) memerlukan motivasi ekstrinsik untuk melakukan kegiatan belajar. Disinilah peranan guru lebih dituntut untuk memerankan
53
Mohammad Sabeni, Keterampilan Mengadakan (http://beni64.wordpress.com/, diakses 27 Januari 2014)
Variasi
Gaya
Mengajar,
39
motivasi, yaitu motivasi sebagai alat mendorong siswa untuk berbuat, sebagai alat untuk menentukan arah dan sebagai alat untuk menyeleksi kegiatan. Penerapan model pembelajaran yang variatif memunculkan rasa penasaran dan rasa ingin tahu siswa terhadap model-model pembelajaran yang akan diterapkan oleh guru. Dengan adanya rasa ingin tahu siswa, maka motivasi intrinsik siswa yang bersangkutan akan meningkat. c. Membentuk sikap positif terhadap guru dan sekolah Tidak bisa dipungkiri bahwa kenyataan yang ada di kelas yakni adanya siswa atau siswi yang kurang senang terhadap dirinya. Sikap negatif ini bisa jadi disebabkan model pembelajaran yang diterapkan kurang bervariasi, akibatnya bidang studi yang diajarkan oleh guru tersebut menjadi tidak disenangi. Hal ini dapat dilihat dari sikap acuh tak acuh siswa ketika guru tersebut sedang menjelaskan materi pelajaran di kelas. d. Mendorong anak didik untuk belajar Menyediakan lingkungan belajar adalah tugas guru, kewajiban menyatu dalam sebuah interaksi pengajaran yang mana memerlukan lingkungan yang kondusif yakni lingkungan yang mampu mendorong anak didik untuk selalu belajar hingga berakhirnya kegiatan belajar mengajar. Belajar memang memerlukan motivasi sebagai pendorong anak didik. Namun, jarang ditemukan bahwa anak didik mempunyai motivasi yang sama terutama motivasi intrinsik. Dari perbedaan motivasi inilah terlihat dari sikap dan perbuatan siswa dalam menerima pelajaran ada yang senang, ada yang kurang senang. Dengan gejala tersebut bisa menghambat proses belajar mengajar.
40
Disinilah
diperlukan
peranan
guru
sebagai
upaya
menciptakan
lingkungan belajar yang mampu mendorong anak didik untuk senang dan bergairah dalam belajar. Untuk hal ini cara yang akurat yang mesti guru lakukan adalah menerapkan model pembelajaran yang variatif, karena dengan model pembelajaran yang variatif tersebut bisa menyeret anak didik untuk meningkatkan gairah belajar mereka dan menarik pengalaman dari berbagai tingkat kognitif. Sedangkan menurut Supriatna, penerapan model pembelajaran yang variatif bertujuan untuk: a. b. c. d. e.
Menghilangkan kebosanan siswa dalam belajar, Meningkatkan motivasi siswa, Mengembangkan keingintahuan siswa, Melayani gaya belajar siswa yang bervariasi, Meningkatkan kadar keaktifan siswa.54
Sesuai dengan pendapat di atas, dengan adanya model pembelajaran yang variatif maka siswa terhindarkan dari rasa bosan dan termotivasi untuk aktif dalam mengikuti semua proses pembelajaran yang dilaksanakan. Dalam proses belajar mengajar, kegiatan siswa menjadi pusat perhatian guru. Untuk itu agar kegiatan pengajaran dapat merangsang siswa untuk aktif dan kreatif belajar tentu saja diperlukan lingkungan belajar yang kondusif. Salah satu upaya ke arah itu adalah dengan cara memperhatikan beberapa prinsip penerapan model pembelajaran yang variatif. Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut. a. Model pembelajaran yang variatif hendaknya digunakan dengan suatu maksud tertentu yang relevan dengan tujuan yang hendak dicapai. b. Model pembelajaran yang variatif harus digunakan secara lancar, 54
Harun Supriatna, Keterampilan Mengadakan Variasi, (Bandung, Rosda Karya, 2009)
h.45
41
sehingga tidak akan merusak perhatian siswa dan tidak menganggu proses belajar mengajar. c. Model pembelajaran yang variatif seharusnya direncanakan dengan baik dan secara eksplisit dicantumkan dalam rencana pembelajaran. Jadi penggunaan model pembelajaran yang variatif ini harus benarbenar berstruktur dan direncanakan.55 Prinsip-prinsip penerapan model pembelajaran yang variatif di atas merupakan modal awal dan pondasi utama bagi seorang guru dalam menerapkan model pembelajaran yang variatif sehingga pembelajaran yang dilaksanakan menjadi lebih efektif dan terarah.
BAB III 55
Zakiah Dardjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang, 2005), h.31-32
42
METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian Populasi dari penelitian ini adalah guru Aqidah Akhlak dan seluruh siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar yang berjumlah 550 orang. 2. Sampel Penelitian Agar penelitian ini lebih terarah pada pokok pembahasan, maka diambil beberapa sampel dengan teknik purposive random sampling (sampel acak yang bertujuan). Penggunaan teknik pengambilan sampel ini karena penelitian disesuaikan dengan jam mengajar dan kelas yang diajar oleh guru Aqidah Akhlak selama penelitian berlangsung yakni dalam 3 kali pertemuan. Total sampel yang diambil secara acak dari kelas-kelas yang diajarkan oleh guru Aqidah Akhlak adalah 50 orang siswa. B. Data dan Sumber Data 1. Data Data yang digali dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan, sebagai berikut:
a. Data Pokok
41
43
1) Data tentang model pembelajaran Aqidah Akhlak yang diterapkan di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar, yang terdiri dari: a) Macam-macam model pembelajaran yang digunakan b) Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran yang digunakan c) Dokumen hasil belajar siswa 2) Data tentang pengaruh penerapan model-model pembelajaran yang variatif terhadap prestasi belajar siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar b. Data Penunjang Data ini merupakan data pelengkap yang bersifat mendukung data pokok. Data ini berhubungan dengan kondisi objektif lokasi penelitian, meliputi: 1) Sejarah singkat berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar. 2) Jumlah guru dan siswa. 3) Keadaan siswa, dewan guru dan staf tata usaha dan fasilitas Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar. 2. Sumber Data Dalam penelitian ini yang menjadi sumber data adalah: a. Responden, yaitu guru Aqidah Akhlak dan seluruh siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar yang telah ditetapkan sebagai sampel penelitian, yakni berjumlah 50 orang.
44
b. Informan yaitu siswa, kepala madrasah dan staf tata usaha. c. Dokumen yaitu berupa catatan-catatan yang terdapat di sekolah yang berhubungan dengan data yang digali terutama data penunjang. C. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data ini dipergunakan beberapa teknik sebagai berikut: 1. Observasi Teknik ini digunakan untuk meneliti secara langsung tentang keadaan Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar serta Model Pembelajaran Aqidah Akhlak Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar dan pengaruh penerapan model-model pembelajaran yang variatif terhadap prestasi belajar siswa. 2. Wawancara Dalam teknik ini mengadakan tanya jawab langsung kepada guru mengenai Model Pembelajaran Aqidah Akhlak Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar dan pengaruh penerapan model-model pembelajaran yang variatif terhadap prestasi belajar siswa serta data penunjang tentang gambaran umum lokasi penelitian.
3. Angket Dalam teknik ini diberikan poin-poin soal dengan pilihan jawaban berupa tingkat persetujuan dan perasaan dari sangat setuju sampai dengan jawaban sangat
45
tidak setuju kepada siswa mengenai pengaruh penerapan model-model pembelajaran yang variatif pada mata pelajaran Aqidah Akhlak terhadap prestasi belajar siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar. 4. Dokumenter Teknik ini digunakan sebagai penunjang teknik-teknik lain. Data yang digali berupa dokumen-dokumen yang berkenaan dengan data gambaran umum lokasi penelitian, seperti data keadaan siswa, guru, dan tata usaha serta keadaan fasilitas yang dimiliki oleh Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar. Untuk lebih jelasnya mengenai data, sumber data dan teknik pengumpulan data dapat dilihat pada matriks berikut: MATRIKS DATA, SUMBER DATA DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA No.
Data
1
Model Pembelajaran Aqidah Akhlak Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar, yang terdiri dari: a) Macam-macam model pembelajaran yang digunakan
2
b) Langkah-langkah pelaksanaan model pembelajaran yang digunakan c) Hasil belajar siswa Pengaruh penerapan modelmodel pembelajaran yang variatif terhadap prestasi belajar siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar
Sumber Data
Teknik Pengumpulan Data
Guru
Observasi, Wawancara & Dokumenter
Guru dan Siswa
Observasi, Wawancara & Dokumenter
Dokumen Guru & Siswa
Dokumenter Wawancara, Angket & Observasi
46
3
Gambaran umum lokasi penelitian, meliputi: a. Sejarah singkat berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar b. Jumlah guru dan siswa c. Keadaan guru, siswa dan staf tata usaha
Kamad, Dokumen
Wawancara, dokumenter
Kamad, Dokumen Kamad, dokumen
Wawancara, dokumenter Wawancara, Dokumenter
D. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini untuk menganalisis terhadap data yang diperoleh, penulis menggunakan metode kualitatif dan metode kuantitatif. a. Analisis data kualitatif Analisis data kualitatif yaitu analisis yang dikumpulkan berupa data yang tidak dapat diukur dengan angka sehingga memerlukan penjabaran melalui uraianuraian. b. Analisis data kuantitatif Analisis data kuantitatif yaitu analisis pada objek dalam bentuk angkaangka yang kemudian dijelaskan dan diinterpretasikan dalam suatu uraian. Data yang terkumpul terlebih dahulu diuji apakah data tersebut berdistribusi normal atau tidak. Dalam penelitian ini analisis yang akan digunakan untuk mengetahui pengaruh penggunaan model pembelajaran yang variatif terhadap prestasi belajar siswa yaitu dengan menggunakan analisis regresi sederhana. Regresi adalah alat
47
analisis yang digunakan untuk mempelajari pengaruh antara suatu variabel terhadap variabel lainnya.56 Persamaan regresinya adalah: a b
Di mana: Y a b X
: Prestasi belajar : Konstanta : Koefisien : Penggunaan model pembelajaran yang variatif
Rumus korelasi sederhana ( R2) satu prediktor: Ry
b
2
Uji signifikansi koefisien korelasi sederhana: F
R 2 ( N m 1) m(1 R 2 )
Jika F hitung > dari F tabel maka koefisien regresi yang diuji adalah signifikan untuk
5% dan
1%, sehingga dapat diberlakukan ke jawaban
angket. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan SPSS for Windows Release 17.0. No.
Interval Nilai
Kekuatan Pengaruh
1.
KK = 0,00
Tidak ada
2
0,00
Sangat rendah atau lemah sekali
3.
0,20
Rendah atau lemah tapi pasti
4.
0,40
Cukup berarti atau sedang
5.
0,70
Tinggi atau kuat
56 Singgih Santoso, Buku Latihan SPSS Statistik Parametrik, (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2000) h. 145.
48
6.
0,90
Sangat tinggi atau kuat sekali
7.
KK = 1,00
Sempurna
Semakin tinggi nilai koefisien regresi antara dua variabel (semakin mendekati 1), maka tingkat keeratan hubungan antara dua variabel tersebut semakin tinggi. Dan sebaliknya, semakin rendah nilai koefisien korelasi (semakin mendekati 0), maka tingkat keeratan hubungan antara dua variabel tersebut semakin lemah.57 E. Pemenuhan Asumsi 1. Uji Normalitas Tujuan uji normalitas ini dimaksudkan untuk menguji apakah dalam sebuah model korelasi, variabel dependen, variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal ataukah tidak. Model korelasi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal. Uji ini dilakukan pada variable yang ada dengan logika bahwa secara individual variabel memenuhi asumsi normalitas,58 Uji normalitas dapat dilakukan dengan grafik dan melihat besaran Kolmogrof-Smirnov.59 2. Uji Homogenitas
57
Alghifari, Analisis Statistik untuk Bisnis, (Yogyakarta: BPFE, 2007) h. 39.
58
Singgih Santosa, SPSS Statistik Multivariat (Jakarta: PT elex Media Kompotindo, 2002), h. 34 59
Ibid, h. 35
49
Uji homogenitas bertujuan untuk melihat apakah dua atau lebih kelompok data berasal dari populasi yang memiliki variansi yang hampir sama. Sedangkan pada analisis regresi, persyaratan analisis yang dibutuhkan adalah bahwa galat regresi untuk setiap pengelompokan berdasarkan variable terikatnya memiliki variansi yang sama. F. Prosedur Penelitian Dalam penelitian ini ada beberapa prosedur yang dilalui yaitu: 1. Tahap pendahuluan a. Penjajakan awal ke lokasi penelitian b. Berkonsultasi dengan dosen pembimbing c. Mengajukan desain proposal d. Mohon persetujuan judul 2. Tahap persiapan a. Mengadakan seminar proposal b. Revisi dengan pedoman pada hasil seminar dan petunjuk pembimbing c. Membuat pedoman wawancara dan pedoman observasi d. Menyiapkan surat riset kepada pihak yang terkait 3. Tahap pelaksanaan a. Melakukan wawancara terhadap responden dan informan b. Mengadakan observasi langsung kepada responden ketika berlangsung proses belajar-mengajar c. Pengumpulan data d. Pengolahan data dan analisis data
50
4. Tahap penyusunan laporan Dalam menyususun laporan penelitian ini penulis berkonsultasi kepada dosen pembimbing untuk diadakan perbaikan hingga disetujui dan laporan ini siap dibawa ke dalam sidang munaqasyah skripsi untuk dipertahankan dan disempurnakan.
51
BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar Terbentuknya dan berdirinya Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar disebabkan desakan dari masyarakat yang ingin menuntut ilmu agama, maka diadakan musyawarah antara tokoh agama setempat dengan masyarakat sekitarnya. Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar dulunya masih berstatus swasta yang kemudian pada tahun 1994 berubah status menjadi madrasah negeri dengan SK Menteri Agama No.0136B/Menag/MI/1994. Adapun
tujuan
didirikannya
Madrasah
tidak
lain
adalah
untuk
mengantisipasi perilaku-perilaku anak yang sudah banyak menyimpang dari ajaran Islam. 2. Visi dan Misi Visi dari Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar adalah “Generasi muslim yang beriman, taqwa, dan Iptek berlandaskan akhlakul karimah” Misi dari Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar adalah sebagai berikut: a. Meningkatkan layanan pendidikan b. Meningkatkan mutu pendidikan 50
52
c. Meningkatkan manajemen Madrasah d. Melengkapi sarana dan prasana e. Menyiapkan guru-guru professional di bidang masing-masing. f. Menciptakan lingkungan Madrasah yang agamis g. Menjalin kerja sama dengan pihak yang terkait h. Meningkatkan disiplin kerja Keadaan guru-guru dan TU periode tahun 2014-2015 adalah sebagai berikut. Tabel 4.1 Keadaan Guru-Guru dan TU periode tahun 2014-2015 Tempat No Nama
Tahun Pendidikan
Lahir
Lulus
1
Haderi, S.Pd.I
Kandangan
S1 Tarbiyah
2004
2
Ruyani, S.Pd.I
Jakarta
S1 Tarbiyah
2007
3
Hj. Dahana, S.Pd.I
Banjarmasin
S1 Tarbiyah
2004
4
Rusdiah, S.Ag
Banjarmasin
S1 Tarbiyah
1999
5
Eko Suriyanto
Boyolali
S1 FISIP
1999
6
Masjaitun, S.Pd.I
Kutai
S1 Tarbiyah
2001
7
Maisarah, S.Pd.I
Kandangan
S1 Tarbiyah
2009
8
Rini Wahyuni, SH.I
Banjarmasin
S1 Syari’ah
2009
9
Husnul Khatimah, S.Pd.I
Banjarmasin
S1 Tarbiyah
2005
10
Norhikmah, S.Pd.I
Banjarmasin
S1 Tarbiyah
2006
11
Marhamah,S.Pd.I
Kandangan
S1 Tarbiyah
2009
12
Muhdar,S.Ag
Barabai
S1 Tarbiyah
1999
53
13
Ahmad Husaini, S.Pd.I
Kandangan
S1 Tarbiyah
2007
14
Muhammad Nasir,S.Pd
Banjarmasin
S1 FKIP Unlam
2003
15
Dailami, S.Ag
Negara
S1 Tarbiyah
1998
16
Kamaruddin, A.Ma
Banjarmasin
D2 Tarbiyah
2001
17
Ah. Ramli, S.Pd.I
Banjarmasin
S1 Tarbiyah
2003
18
Fathurrahman, A.Ma
Barabai
D2 Tarbiyah
2005
19
H. Hasyim, SH.I
Banjarmasin
S1 Syari’ah
2003
20
Dahlia,S.Pd
Banjarmasin
S1 FKIP
2007
21
H. Mansur Al Hadisi,S.Pd.I
Martapura
S1 Tarbiyah
2008
22
Hairiah, S.Pd.I
Banjarmasin
S1 Tarbiyah
2004
23
Sri Siswa Herawati, S.Pd
Banjarmasin
S1 PMTK
2006
24
Syamsiariaty, S.Pd.I
Amuntai
S1 Tarbiyah
2001
25
Ainun Jariah, S.Pd.I
Rantau
S1 Tarbiyah
2005
26
Nur Hadi Ali, S.Pd.I
Banjarmasin
S1 Tarbiyah
2004
27
Endang
Banjarmasin
S1 Tarbiyah
1999
Farty
Naningdiah,
S.Ag 28
Wahidah, S.Pd.I
Martapura
S1 Tarbiyah
2002
29
Anang Armani,S.Pd.I
Banjarmasin
S1 Tarbiyah
2007
30
Masriani, S.Ag
Banjarmasin
S1 Tarbiyah
1999
31
Masridah
Banjarmasin
SLTA
1998
32
Saukani
Paringin
SLTA
1999
33
Murdiah
Banjarmasin
SLTP
2002
54
34
Fatmawati
Banjarmasin
SLTA
2004
Sumber: TU Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar tahun pelajaran 2014-2015 Berdasarkan tabel 4.1 di atas, diketahui bahwa jumlah keseluruhan guru dan karyawan yang ada di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar adalah 34 orang, dengan rincian 30 orang guru dan 4 orang karyawan. Adapun keadaan para siswa Tahun 2014-2015 Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar adalah sebagai berikut. Tabel 4.2 Keadaan Siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut, Tahun Pelajaran 2014/2015 Jumlah Siswa Seluruh Kelas ∑ Laki-laki Perempuan I 54 37 91 II 46 42 88 III 45 50 95 IV 41 47 88 V 49 51 100 VI 47 41 88 Jumlah Seluruhnya 282 268 550 Sumber: TU Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar tahun pelajaran 2014-2015 Berdasarkan data yang ada di tabel 4.2 di atas, diketahui bahwa jumlah keseluruhan siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar adalah 550 siswa dengan rincian 282 orang siswa laki-laki dan 268 orang siswa perempuan. 3. Sarana dan Prasarana Adapun sarana dan prasarana yang ada di MI Al Muhajirin Kota Banjarmasin dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.3 Keadaan Sarana dan Prasarana di Madrasah Ibtidaiyah Al Muhajirin Kota Banjarmasin tahun pelajaran 2014-2015
55
No
Jenis Ruangan Kelas Perpustakaan Kamar Mandi Wakamd Guru Guru BP TU UKS WC Guru WC Murid Koperasi Lab. Komputer
Jumlah Ruangan 18 1 1 1 1 1 1 2 6 2 1
Kondisi Baik Rusak Ringan 14 4 1 1 1 1 1 1 1 1 1 -
Rusak Berat -
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10 11 . 12 Mushalla 1 1 . Sumber: TU Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar tahun pelajaran 2014-2015 B. Penyajian Data Penyajian data tentang pelaksanaan model pembelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar akan disajikan dalam uraian berdasarkan data-data yang digali dalam penelitian ini, baik melalui wawancara maupun observasi, berdasarkan urutan masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1. Model Pembelajaran Aqidah Akhlak Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar a. Macam-macam Model Pembelajaran yang digunakan Model-model pembelajaran yang digunakan guru Akidah Akhlak sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan adalah model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning)60, model pembelajaran mencari pasangan (make 60 Hasil observasi pada hari Senin, Tanggal 08 dan 15 September 2014 pada pembelajaran Akidah Akhlak kelas IV MIN Sungai Lulut Kab. Banjar
56
a match)61 dan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD)62 b. Langkah-langkah pelaksanaan Model Pembelajaran yang digunakan Sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan yakni pada hari senin tanggal 08 September 2014 dari jam 08.00 WITA sampai jam 09.10 WITA pada kelas IV A pada materi pembelajaran “Adab dalam Bertamu” dengan model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning). Pada tahap pendahuluan setelah masuk kelas guru langsung memberi salam kepada siswa. Kemudian guru duduk dan membaca absensi murid. Kemudian guru bertanya kepada siswa “Siapa yang pernah bertamu ke rumah teman atau tetangga?. Sebagian siswa antusias dan mengangkat tangannya. Setelah selesai melakukan pre test, guru menyatakan bahwa judul materi yang akan dipelajari siswa pada pertemuan itu dan menuliskan judul materi yang akan dikembangkan dalam KBM di papan tulis dengan model pembelajaran kooperatif dengan jenis model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning). Guru Menjelaskan prosedur pelaksanaan model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning) kepada siswa secara jelas dan singkat dan mempersilahkan siswa untuk mencari sumber-sumber dari buku-buku yang ada di perpustakaan atau melalui wawancara dengan guru yang mereka temui terkait dengan “hal-hal yang harus dilakukan saat bertamu dan hal-hal yang harus dihindarkan saat bertamu”. 61
Hasil observasi pada hari Senin, Tanggal 22 September 2014 pada pembelajaran Akidah Akhlak kelas IV MIN Sungai Lulut Kab. Banjar 62
Hasil observasi pada hari Selasa, Tanggal 30 September 2014 pada pembelajaran Akidah Akhlak kelas V MIN Sungai Lulut Kab. Banjar
57
Kegiatan inti pada pertemuan ini dialokasikan sebanyak 45 menit. Langkah pertama yang dilakukan guru adalah memberikan pengarahan secara umum teknik-teknik pencarian data yang bisa dilakukan oleh siswa terkait dengan hal-hal yang harus dilakukan saat bertamu dan hal-hal yang harus dihindarkan saat bertamu. Siswa diminta untuk menyiapkan alat tulis dan spidol warna yang sudah diminta sehari sebelumnya. Kemudian siswa dibagikan ke dalam beberapa kelompok dengan jumlah maksimal 5 orang dalam satu kelompok. Setiap kelompok diberikan kertas karton berukuran besar yang digunakan untuk menulis laporan hasil-hasil pencarian mereka terkait dengan hal-hal yang harus dilakukan saat bertamu dan hal-hal yang harus dihindarkan saat bertamu. Siswa diminta untuk mendesain serapi mungkin untuk dipresentasikan di depan kelas. Pada pertemuan kali ini, alokasi waktu yang direncanakan (45 Menit) tidak sesuai dengan waktu yang dihabiskan selama implementasi pembelajaran dengan model berbasis proyek (Project Based Learning), sehingga laporan dan presentasi hasil kerja kelompok harus diundur pada minggu berikutnya. Kegiatan akhir yang direncanakan berdurasi selama 10 menit hanya tersisa 1 menit. Pada kegiatan akhir ini guru langsung menutup pelajaran dengan membaca hamdallah dan mengucap salam. Observasi dilanjutkan pada tanggal 15 September 2014, terkait dengan presentasi kelompok tentang pekerjaan proyek yang telah mereka laksanakan. Pada observasi kali ini, laporan hasil kerja siswa hanya berlangsung selama 45 menit, dan kemudian dilanjutkan dengan tanya jawab terkait dengan materi sampai akhir pelajaran.
58
Sesuai dengan hasil observasi yang dilakukan yakni pada hari senin tanggal 22 September 2014 dari jam 08.00 WITA sampai jam 09.10 WITA pada kelas IV pada materi pembelajaran “Adab dalam Menerima Tamu”. Pada tahap pendahuluan setelah masuk kelas guru langsung memberi salam kepada siswa. Kemudian guru duduk dan membaca absensi murid. Kemudian guru bertanya kepada siswa “Apa saja yang sebaiknya kita lakukan apabila ada orang yang bertamu ke rumah?. Sebagian siswa antusias dan mengangkat tangannya. Setelah selesai melakukan pre test, guru menyatakan bahwa judul materi yang akan dipelajari siswa pada pertemuan itu dan menuliskan judul materi yang akan dikembangkan dalam KBM di papan tulis dengan model pembelajaran kooperatif dengan jenis model make a match. Guru Menjelaskan prosedur pelaksanaan model pembelajaran Make a Match kepada siswa secara jelas dan singkat. Kegiatan inti pada pertemuan ini dialokasikan sebanyak 45 menit. Langkah pertama yang dilakukan guru adalah membagikan kartu soal dan jawaban yang sudah tercampur kepada semua murid. Setiap murid mendapat 1 soal atau jawaban. Guru menjelaskan kepada murid bahwa ini adalah latihan permainan, sebagian memegang kartu soal dan sebagian lain memegang kartu jawaban. Kemudian guru memerintahkan kepada murid untuk menemukan pasangan kartu permainannya. Guru memerintahkan murid yang bermain untuk mencari tempat duduk berpasangan dan memberitahu agar jangan menyatakan kepada murid lain apa yang ada pada kartunya. Setelah itu guru memerintahkan setiap pasangan untuk menguji murid yang lain dengan membaca keras
59
pertanyaan dan menantang teman sekelas untuk mengkonfirmasi jawaban kepadanya. Apabila bisa terjawab, maka tim penanya dianggap kalah dan apabila tidak bisa menjawab maka tim yang ditantang dianggap kalah. Pada akhir pelajaran tim yang kalah diperintahkan untuk membersihkan papan tulis dan ruang kelas. Pada pertemuan kali ini, alokasi waktu yang direncanakan (45 Menit) tidak sesuai dengan waktu yang dihabiskan selama implementasi pembelajaran dengan model make a match yakni sekitar 52 menit. Kegiatan akhir yang direncanakan berdurasi selama 10 menit hanya tersisa 4 menit. Pada kegiatan akhir ini guru bersama murid menyimpulkan pelajaran dan langsung menutup pelajaran dengan membaca hamdallah. Guru memberikan post test kepada siswa berupa tugas rumah dan keluar dari kelas dengan mengucap salam. Adapun pada observasi kedua yakni pada hari selasa tanggal 30 September 2014 dari jam 10.35 WITA sampai jam 11.45 WITA pada kelas VB pada materi pembelajaran “Kebersihan Tubuh dan Lingkungan”. Pada tahap pendahuluan setelah masuk kelas guru langsung memberi salam kepada siswa dan menanyakan keadaan siswa. Kemudian guru duduk dan membaca absensi murid. Kemudian guru berdiri dan bertanya kepada siswa tentang tips-tips menjaga kebersihan diri. Jawaban siswa sangat variatif, ada yang menjawab dengan mandi, memakai pakai yang bersih, cuci tangan sebelum makan, menggosok gigi dan lain-lain. Siswa kelas VB sangat antusias memperhatikan guru dan berebut menjawab pertanyaan guru. Setelah selesai memberikan
60
pertanyaan, guru menyatakan bahwa judul materi yang akan dipelajari siswa pada pertemuan itu adalah “Kebersihan Tubuh dan Lingkungan” dan kemudian menuliskan judul materi yang akan dikembangkan dalam KBM di papan tulis dengan model pembelajaran kooperatif dengan jenis model STAD. Pengantar pembelajaran diakhiri dengan penjelasan tentang prosedur pelaksanaan model pembelajaran STAD kepada siswa secara jelas dan singkat. Kegiatan inti pada pertemuan ini dialokasikan sebanyak 45 menit. Langkah pertama yang dilakukan guru adalah membagikan siswa menjadi beberapa kelompok kecil (5 sampai 6 orang perkelompok), kemudian membagikan teks materi tentang menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan kepada setiap kelompok (1. Jenis-Jenis Sampah, 2. Menjaga Kebersihan Tubuh, 3. Perbuatan-Perbuatan yang Mencemari Lingkungan, 4. Tips-Tips Memelihara Kebersihan Lingkungan Sekolah, 5. Tips-Tips Memelihara Kebersihan Rumah). Guru menjelaskan kepada murid bahwa ini adalah latihan permainan. Guru memerintahkan kepada setiap murid untuk membaca materi dan memberitahukan antara satu dengan yang lainnya hal-hal yang penting untuk digarisbawahi dan diingat. Setelah setiap kelompok saling membantu mempersiapkan diri, guru memberikan tugas kepada siswa dan dijawab secara individual. Penilaian dilakukan melalui dua tahapan, yakni penilaian individual dan penilaian hasil ratarata kelompok. Kelompok yang mendapatkan rata-rata nilai tertinggi akan mendapatkan hadiah berupa pulpen yang telah disiapkan oleh guru sebelum pembelajaran berlangsung.
61
Pada pertemuan kali ini, alokasi waktu yang direncanakan (45 Menit) dan belum sesuai dengan waktu yang dihabiskan selama implementasi pembelajaran dengan model STAD yakni selama kurang lebih 48 Menit. Kelebihan ini dapat ditolerir karena tidak terlalu lama. Pada kegiatan akhir ini guru bersama murid menyimpulkan pelajaran dan menutup pelajaran dengan membaca hamdallah. Guru memberikan kepada siswa berupa tugas rumah kemudian keluar dari kelas dengan mengucap salam. 2. Pengaruh Penerapan Model-Model Pembelajaran yang Variatif pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak terhadap Prestasi Belajar Siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar Data-data terkait dengan pengaruh penerapan model-model pembelajaran yang variatif pada mata pelajaran Aqidah Akhlak terhadap prestasi belajar siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar diperoleh melalui angket/kuesioner
yang
kemudian
dilakukan
pengukuran
hasil
angket
menggunakan program SPSS versi 17 untuk mengetahui kebenaran hipotesis penelitian yang telah diajukan. Adapun data hasil angket adalah sebagai berikut: Tabel 4.4 No 1 2 3 4 5
Penggunaan Model Pembelajaran yang Variatif Pernyataan Frekuensi Sangat Setuju 38 Setuju 10 Ragu-Ragu 2 Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 50 Sumber: Data Hasil Penelitian
Persentase 76 20 4 100%
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jawaban terbanyak siswa adalah pada pernyataan “sangat setuju” dengan persentase sebanyak 76% dari seluruh siswa yang dijadikan sampel. Untuk menambah kevalidan data table di
62
atas, penulis melakukan wawancara kepada beberapa siswa terkait penggunaan model pembelajaran yang variatif. Menurut Ainun Nadhirah (siswi kelas V) “Pembelajaran Aqidah Akhlak caranya sering berganti-ganti, kadang permainan, kadang
kerja
kelompok,
kadang
disuruh
memperhatikan
gambar
dan
menjelaskan”63 Tabel 4.5 No 1 2 3 4 5
Variasi Model Pembelajaran Berbentuk Kelompok Pernyataan Frekuensi Persentase Sangat Setuju 39 78 Setuju 9 18 Ragu-Ragu 2 4 Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 50 100% Sumber: Data Hasil Penelitian Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jawaban terbanyak siswa adalah pada pernyataan “sangat setuju” dengan persentase sebanyak 78% dari seluruh siswa yang dijadikan sampel. Data tabel di atas sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada beberapa siswa terkait dengan pembelajaran berbentuk kelompok. Hampir semua siswa yang ditanya menyatakan bahwa guru Aqidah Akhlak sering menggunakan pembelajaran berbentuk kelompok. Tabel 4.6 No 1 2 3 4 5
Variasi Langkah-Langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Pernyataan Frekuensi Persentase Sangat Setuju 39 78 Setuju 9 18 Ragu-Ragu 2 4 Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 50 100% Sumber: Data Hasil Penelitian
63
2014
Wawancara dengan Ainun Nadhirah, siswi kelas V, hari Selasa, Tanggal 30 September
63
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jawaban terbanyak siswa adalah pada pernyataan “sangat setuju” dengan persentase sebanyak 78% dari seluruh siswa yang dijadikan sampel. Hampir serupa dengan data pada table sebelumnya, data tabel 4.6 di atas juga sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan kepada beberapa siswa terkait dengan variasi langkah-langkah pembelajaran yang digunakan. Hampir semua siswa yang ditanya menyatakan bahwa guru Aqidah Akhlak sering menggunakan pembelajaran berbentuk kelompok. Menurut Ibu Maisarah, S.Pd.I, “perbedaan langkah-langkah pembelajaran terjadi karena setiap model pembelajaran yang digunakan berimplikasi terhadap perberdaan langkah-langkah penerapannya, karena model pembelajaran yang saya gunakan variatif, maka langkah-langkah pembelajaran juga akan menjadi variatif”.64 Tabel 4.7
Variasi Jenis Tuntutan Model Pembelajaran (Diskusi, Pengamatan, Permainan dan Kerja Kelompok) No Pernyataan Frekuensi Persentase 1 Sangat Setuju 48 96 2 Setuju 2 4 3 Ragu-Ragu 4 Tidak Setuju 5 Sangat Tidak Setuju Jumlah 50 100% Sumber: Data Hasil Penelitian Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jawaban terbanyak siswa adalah pada pernyataan “sangat setuju” dengan persentase sebanyak 96% dari seluruh siswa yang dijadikan sampel. Menurut Ibu Maisarah, S.Pd.I, “pergantian tuntutan pembelajaran dari mengamati, menjadi mendiskusikan atau menjadi 64 Wawancara dengan Ibu Maisarah, S.Pd.I, guru Aqidah Akhlak hari Selasa, Tanggal 30 September 2014, di MIN Sungai Lulut Kab. Banjar
64
permainan juga merupakan implikasi dari penerapan model-model pembelajaran yang berbeda-beda”.65
Tabel 4.8 No 1 2 3 4 5
Penerapan Lebih dari 3 Macam Model Pembelajaran Pernyataan Frekuensi Persentase Sangat Setuju 2 4 Setuju 44 88 Ragu-Ragu 4 8 Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 50 100% Sumber: Data Hasil Penelitian Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jawaban terbanyak siswa adalah pada pernyataan “setuju” dengan persentase sebanyak 88% dari seluruh siswa yang dijadikan sampel. Menurut Ibu Maisarah, S.Pd.I, “Sebenarnya model pembelajaran yang saya terapkan lebih dari 3 jenis model pembelajaran, mungkin siswa kurang memahami apa yang dimaksud model pembelajaran, sehingga jawaban mereka cenderung banyak memilih setuju saja”.66 Tabel 4.9 No 1 2 3 4 5
Peningkatan Minat Belajar Siswa Pernyataan Frekuensi Sangat Setuju 45 Setuju 2 Ragu-Ragu 3 Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju Jumlah 50 Sumber: Data Hasil Penelitian
Persentase 90 4 6 100%
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jawaban terbanyak siswa adalah pada pernyataan “sangat setuju” dengan persentase sebanyak 90% dari seluruh siswa yang dijadikan sampel. 65 66
Ibid. Ibid.
65
Menurut Indra Ridhani, Muhammad Ramadhan, Akhmad Rijal dan M. Rijali Wahdi Wayudi yang ditemui secara bersamaan, mereka mengaku sangat antusias dan senang dengan jenis pembelajaran yang bersifat permainan dan ada unsure pertandingan antara kelompok, mereka sangat bersemangat untuk memenangkan kelompok masing-masing.67 Tabel 4.10 Peningkatan Motivasi Belajar Siswa No Pernyataan Frekuensi 1 Sangat Setuju 27 2 Setuju 19 3 Ragu-Ragu 4 4 Tidak Setuju 5 Sangat Tidak Setuju Jumlah 50 Sumber: Data Hasil Penelitian
Persentase 54 38 8 100%
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jawaban terbanyak siswa adalah pada pernyataan “sangat setuju” dengan persentase sebanyak 54% dari seluruh siswa yang dijadikan sampel. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan beberapa siswa. Menurut Muhammad Ramadhan dan M. Rijali Wahdi Wayudi yang ditemui secara bersamaan, mereka sering meminta guru agar pada pertemuan selanjutnya guru masih menggunakan model pembelajaran yang serupa.68 Tabel 4.11 Peningkatan Sikap Tanggung Jawab No Pernyataan Frekuensi 1 Sangat Setuju 20 2 Setuju 30 3 Ragu-Ragu 4 Tidak Setuju 5 Sangat Tidak Setuju -
Persentase 40 60 -
67
Wawancara dengan Indra Ridhani, Muhammad Ramadhan, Akhmad Rijal dan M. Rijali Wahdi Wayudi, siswa kelas IV, hari hari Selasa, Tanggal 30 September 2014 68
Wawancara Muhammad Ramadhan dan M. Rijali Wahdi Wayudi, siswa kelas IV, hari hari Selasa, Tanggal 30 September 2014
66
Jumlah Sumber: Data Hasil Penelitian
50
100%
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jawaban terbanyak siswa adalah pada pernyataan “setuju” dengan persentase sebanyak 60% dari seluruh siswa yang dijadikan sampel. Menurut Ibu Maisarah, S.Pd.I, “Siswa-siswa yang kurang kooperatif menjadi lebih aktif dan bertanggungjawab terhadap tugas kelompok yang dibagikan, karena pada akhir pembelajaran saya selalu mengumumkan kelompok yang terbaik dan kelompok yang masih perlu ditingkatkan hasil kerjanya, sehingga semua siswa berusaha untuk meningkatkan kerjasamanya agar tidak diumumkan sebagai kelompok yang kalah”.69 Tabel 4.12 Peningkatan Keaktifan Siswa dalam Pembelajaran No Pernyataan Frekuensi 1 Sangat Setuju 45 2 Setuju 2 3 Ragu-Ragu 3 4 Tidak Setuju 5 Sangat Tidak Setuju Jumlah 50 Sumber: Data Hasil Penelitian
Persentase 90 4 6 100%
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jawaban terbanyak siswa adalah pada pernyataan “sangat setuju” dengan persentase sebanyak 90% dari seluruh siswa yang dijadikan sampel. Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, di samping sikap tanggung jawab siswa menjadi meningkat, keaktifan para siswa dalam bekerjasama dan saling mendukung dalam kelompok juga semakin meningkat dengan adanya model pembelajaran yang bersifat kompetitif.
69
Wawancara dengan Ibu Maisarah, S.Pd.I, guru Aqidah Akhlak hari Selasa, Tanggal 30 September 2014, di MIN Sungai Lulut Kab. Banjar.
67
Tabel 4.13 Peningkatan Hasil Belajar Siswa No Pernyataan Frekuensi 1 Sangat Setuju 34 2 Setuju 4 3 Ragu-Ragu 12 4 Tidak Setuju 5 Sangat Tidak Setuju Jumlah 50 Sumber: Data Hasil Penelitian
Persentase 68 8 24 100%
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa jawaban terbanyak siswa adalah pada pernyataan “sangat setuju” dengan persentase sebanyak 68% dari seluruh siswa yang dijadikan sampel. Menurut Ibu Maisarah, S.Pd.I, “Alhamdulillah setiap minggunya hasil belajar siswa menjadi meningkat, hal ini disebabkan oleh meningkatnya keaktifan mereka dalam mengikuti pembelajaran di kelas”.70 Untuk memperkuat kevalidan data-data di atas, di bawah ini dicantumkan hasil belajar siswa selama tiga minggu terakhir. Tabel 4.14. Hasil Belajar Siswa Kelas IV pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Minggu Persentase Ketuntasan Ke N Interva Bula KK 1 2 3 o l n M 1 2 3 Tida Tida Tida Ya Ya Ya k k k 1 2
90 –
9
3
4
5
100
3
6
6
70 – 89
5
4
3
70
Ibid.
70
94,3 %
5,7%
97,7 %
2,3%
100 %
-
68
0
0
2
3
60 – 69
5
2
-
4
50 – 59
-
-
-
5
40 – 49
-
-
-
6
0 – 39
-
-
-
Sumber: Dokumen Guru Aqidah Akhlak MIN Sungai Lulut Kab. Banjar Berdasarkan table 4.14 di atas, diketahui bahwa pencapaian KKM pada tiga minggu pembelajaran di bulan Oktober 2014 semuanya berada di atas 90%, bahkan pada minggu ketiga, 100% siswa kelas IV nilainya berada di atas KKM yang ditentukan. Ini membuktikan bahwa hasil belajar siswa dalam hitungan minggu semakin meningkat. Siswa yang masuk ke dalam kategori tidak/belum tuntas, maka akan diberikan beberapa tugas/soal sebagai remedial. Adapun hasil belajar mingguan untuk siswa kelas V yang tercatat dalam dokumen guru Aqidah Akhlah pada bulan September 2014 adalah sebagai berikut: Tabel 4.15. Hasil Belajar Siswa Kelas V pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak Minggu Persentase Ketuntasan Ke N Bula KK Interval 1 2 3 o n M 1 2 3 Tida Tida Tida Ya Ya Ya k k k 1 2
90 – 100 70 – 89
9
4
4
5
3
6
6
5
5
4
5
3
3
3
60 – 69
3
1
1
4
50 – 59
-
-
-
5
40 – 49
-
-
-
6
0 – 39
-
-
-
70
97%
3%
99%
1%
99%
1%
69
Sumber: Dokumen Guru Aqidah Akhlak MIN Sungai Lulut Kab. Banjar Berdasarkan table 4.15 di atas, diketahui bahwa pencapaian KKM pada tiga minggu pembelajaran untuk siswa kelas V di bulan September 2014 semuanya berada di atas 95%, meskipun tidak mencapai 100% tuntas, akan tetapi hasil belajar pada tiga minggu tersebut meningkat cukup signifikan.
C. Analisis Data 1. Analisis Kualitatif Terkait dengan pernyataan tentang guru Aqidah Akhlak mengajar dengan gaya dan model pembelajaran yang variatif (bermacam ragam), jawaban siswa yang terbanyak adalah pada kategori sangat setuju dengan persentase 76% atau dapat diinterpretasikan dengan kategori tinggi. Adapun hasil angket tentang pernyataan bahwa guru Aqidah Akhlak sering menggunakan pembelajaran yang berbentuk kelompok (siswa diminta untuk membuat kelompok dan bekerjasama), jawaban tertinggi juga terletak pada jawaban sangat setuju dengan persentasi 78% atau dapat diinterpretasikan dengan kategori tinggi. Data
angket
terkait
dengan
pernyataan
bahwa
langkah-langkah
pembelajaran berkelompok yang dilaksanakan lebih dari satu macam (variatif) jawaban terbanyak siswa adalah pada pernyataan “sangat setuju” dengan
70
persentase sebanyak 78% dari seluruh siswa yang dijadikan sampel, maka dapat diinterpretasikan dengan kategori tinggi. Jenis-jenis pembelajaran yang dilaksanakan yang biasa dilaksanakan adalah berbentuk diskusi, permainan, kerja kelompok dan pengamatan, pernyataan ini mendapat jawaban terbanyak pada kategori sangat setuju dengan jumlah 96% atau termasuk dalam kategori sangat tinggi. Pernyataan tentang model yang pernah digunakan guru berjumlah lebih dari tiga model (model STAD, Jigsaw, Make a Match (mencari pasangan), role play (bermain peran), Model Pembelajaran Berbasis Proyek, Investigasi Kelompok, Teams Games Tournaments (permainan/pertandingan kelompok) dan lain-lain) dijawab oleh sebagian besar siswa (88%) dengan jawaban setuju atau termasuk kategori sangat tinggi. Tentang peningkatan minat jawaban terbanyak siswa adalah pada pernyataan “sangat setuju” dengan persentase sebanyak 90% atau termasuk kategori sangat tinggi. Sedangkan tentang peningkatan motivasi belajar jawaban terbanyak siswa adalah pada pernyataan “sangat setuju” dengan persentase sebanyak 54% dan termasuk kategori sedang. Adapun tentang peningkatan sikap tanggung jawab dalam diri siswa, jawaban terbanyak adalah pada pernyataan “setuju” dengan persentase sebanyak 60% dan dapat diinterpretasikan dengan kategori sedang. Adapun terkait dengan peningkatan hasil belajar siswa (nilai siswa), jawaban terbanyak siswa adalah pada pernyataan “sangat setuju” dengan persentase sebanyak 68% atau termasuk kategori tinggi.
71
Berdasarkan pemaparan di atas diketahui bahwa penerapan model pembelajaran yang variatif berpengaruh secara signifikan terhadap minat dan keaktifan siswa yang sama-sama pada persentase 90% jawaban siswa berada pada kategori maksimal, yakni kategori “sangat setuju”. Dengan demikian pengaruh yang paling signifikan dalam penerapan model pembelajaran yang variatif adalah terhadap peningkatan minat siswa dan peningkatan keaktifan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas. Adapun pengaruh terendah penerapan model pembelajaran yang variatif adalah pada peningkatan sikap tanggung jawab siswa, karena hanya 20% dari siswa yang memilih jawaban “sangat setuju” dan jawaban terbanyak siswa terletak pada kategori “setuju” dengan 60% dari keseluruhan siswa. 2. Analisis Kuantitatif a. Uji Normalitas Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan histogram regression residual serta melihat diagram normal P-P plot regression standardized dengan bantuan SPSS 17 for windows yang dihasilkan gambar sebagai berikut: Tabel 4.16. Uji Normalitas Pengaruh Penerapan Model-Model Pembelajaran yang Variatif pada Mata Pelajaran Aqidah Akhlak terhadap Prestasi Belajar Siswa Kolmogorov-Smirnova Variasi Prestasi
Statistic
Df .260
Sig. 2
.000
Berdasarkan hasil uji normalitas data di atas menunjukkan bahwa, variabel omzet kios tradisional memiliki statistik KS=0.260 dengan p=0.000.
72
Jika digunakan tingkat signifikansi =5% atau 0.05; maka p(0.000)< (0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel pengaruh variasi model pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa mempunyai distribusi normal. Karena variabel pengaruh variasi model pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa memiliki distribusi normal, maka penggunaan analisis one sampel t test untuk menganalisis variabel pengaruh variasi model pembelajaran terhadap prestasi belajar siswa layak untuk dilakukan.
b. Uji one sampel t test Untuk mengetahui apakah penerapan model-model pembelajaran yang variatif berpengaruh terhadap prestasi belajar, maka dilakukan uji t dengan one samples t-test dengan hipotesis sebagai berikut: Ho
= Tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan modelmodel pembelajaran yang variatif dengan prestasi belajar siswa.
Ha
= Terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan modelmodel pembelajaran yang variatif dengan prestasi belajar siswa.
Kedua hipotesis di atas akan diuji beda dengan one samples t-test. Apabila Ho diterima maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan model-model pembelajaran yang variatif dengan prestasi belajar siswa, apabila Ha yang diterima maka terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan model-model pembelajaran yang variatif dengan
73
prestasi belajar siswa. Untuk uji t dengan one samples t-test dapat dilihat hasilnya sebagai berikut: Tabel 4.17. Uji T dengan One Samples T-Test Test Value = 0 95% Confidence Interval of the Difference T
Df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Lower
Upper
Variasi
26.924
4
.000
231.200
207.36
255.04
Prestasi
52.501
4
.000
231.600
219.35
243.85
Kriteria pengujian yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis nol (Ho) di atas adalah sebagai berikut: Jika p-value dari variabel variasi model pembelajaran <0.05, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Tetapi jika p-value dari variabel variasi model pembelajaran ≥0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. Sesuai dengan data pada tabel one samples t-test di atas, diketahui bahwa signifikansi pada pengaruh yang signifikan antara penerapan model pembelajaran yang variatif dengan prestasi belajar siswa adalah 0,000 jauh dibawah 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan model pembelajaran yang variatif dengan prestasi belajar siswa. Pengaruh yang signifikan ini menunjukkan bahwa penerapan model-model pembelajaran yang variatif sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa secara signifikan.
74
BAB V PENUTUP A. Simpulan Sesuai dengan hasil penyajian dan analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh penerapan model-model pembelajaran yang variatif pada mata pelajaran Aqidah Akhlak terhadap prestasi belajar siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar adalah sebagai berikut: 1. Model-model pembelajaran yang diterapkan pada pembelajaran Aqidah Akhlak adalah model pembelajaran berbasis proyek (Project Based Learning), model pembelajaran mencari pasangan (make a match) dan model pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD).
75
2. Analisis pengaruh penerapan model-model pembelajaran yang variatif pada mata pelajaran Aqidah Akhlak terhadap prestasi belajar siswa di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut Kabupaten Banjar a. Data tentang pengaruh penerapan model-model pembelajaran yang variatif terhadap prestasi belajar siswa berdistribusi normal. b. Signifikansi pada pengaruh penerapan model-model pembelajaran yang variatif terhadap prestasi belajar siswa adalah 0,000 jauh dibawah 0,05 dan dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima yang artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara penerapan model-model pembelajaran yang variatif terhadap prestasi belajar siswa.
B. Saran-Saran
73
1. Kepada Kepala Madrasah diharapkan untuk memberikan perhatian yang lebih dan memperkaya keterampilan guru dalam menggunakan modelmodel pembelajaran, sehingga kualitas pembelajaran yang dilaksanakan menjadi meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi belajar siswa secara signifikan. 2. Kepada guru bidang studi Akidah Akhlak dan kepada guru seluruh bidang studi pada umumnya, diharapkan untuk bisa saling berbagi keterampilan dalam menggunakan model-model pembelajaran yang variatif, sehingga seluruh guru pada Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut menjadi terampil dalam menggunakan berbagai macam model pembelajaran.
76
3. Kepada seluruh siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri Sungai Lulut diharapkan untuk meningkatkan keterlibatan mereka dalam proses pembelajaran, karena siswa yang aktif dan terlibat langsung dalam pelajaran dapat lebih mudah untuk memahami dan menguasai materi yang diberikan oleh guru.