BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan. Melalui pendidikan, manusia memperluas pengetahuan yang akan membentuk nilai, sikap, dan perilaku (Lamatenggo, dalam Uno 2008). Pendidikan juga merupakan salah satu tolok ukur keberhasilan suatu bangsa. Pendidikan berkewajiban menyiapkan sumber daya manusia (SDM) agar mampu bersaing di kancah global (Muliani, 2014). Hal tersebut dapat terwujud apabila pemberdayaan manusia di suatu bangsa diimbangi dengan mutu pendidikan yang tinggi. Pada kenyataannya, Indonesia masih menempati urutan bawah terkait dengan mutu pendidikannya. Berdasarkan survei
yang
dilakukan
oleh
lembaga
edukasi
dan
penerbitan
Pearson
2014
(www.thelearningcurve.pearson.com), empat negara Asia yang menempati urutan teratas dalam mutu pendidikan tingkat tinggi dan sekolah internasional adalah Korea Selatan, Jepang, Singapura, dan Hongkong. Sebagai negara yang memiliki mutu pendidikan terbaik dunia, Korea Selatan menargetkan produktivitas lulusannya dengan sangat baik. Pemerintah Korea Selatan memasang target anak-anak usia sekolah menempuh studi hingga perguruan tinggi. Berdasarkan data Kantor Statistik Nasional, tingkat lulusan SMA di Korea Selatan tahun 2011 mencapai 92,91 persen sedangkan pada 2009 tingkat lulusan perguruan tinggi adalah 63 persen. Jumlah pengangguran di Korea Selatan juga rendah, yakni hanya 0.55 persen dari lulusan perguruan tinggi (Nurfaudah, 2014). Sesuai dengan riset terbaru yang dilakukan oleh Economist Intelligence Unit, kesuksesan sistem pendidikan Korea Selatan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi di negara tersebut (www.bbc.co.uk). Seiring dengan meningkatnya tantangan global, dunia pendidikan juga mendapatkan tantangan yang semakin tinggi. Hal tersebut mendorong para siswa untuk mendapatkan prestasi yang terbaik (www.prestasi-iief.org). Di sisi lain, pemerintah terus meningkatkan 1
2 kualitas pendidikan sebagai upaya untuk mengimbangi perkembangan dunia global. Sebagai instansi pendidikan tertinggi, perguruan tinggi juga diharapkan mampu mengasah SDM yang unggul dan berkualitas. Adanya kolaborasi pemerintah dan perguruan tinggi yang semakin kuat, maka Indonesia diharapkan mampu mencetak SDM yang siap bersaing di kancah global. Suroso (2011) menyimpulkan individu (dalam hal ini mahasiswa) yang mampu menghadapi persaingan global adalah individu yang memiliki etika dan integritas, memiliki kemampuan manajemen waktu dan komitmen, mandiri dan kreatif, bersikap realistis, menguasai teknologi dan menggunakannya secara efisien, mampu berkomunikasi secara aktif, mampu memimpin dan dipimpin, cepat tanggap dan responsif, fleksibel dalam menghadapi sesuatu, serta memiliki semangat tinggi dan berorientasi pada prestasi. Kesuksesan pembelajar tidak hanya dilihat dari prestasi akademik saja. Mahasiswa diharapkan juga beraktivitas untuk mengembangkan soft skills-nya. Dalam era persaingan bebas dibutuhkan lulusan yang memiliki keseimbangan antara hard skills dan soft skills sehingga mahasiswa tidak hanya dituntut memiliki nilai akademik yang tinggi, namun juga diimbangi dengan prestasi dalam kegiatan non-akademik. Sebagai langkah mendukung fungsi tersebut, Pemerintah dan Perguruan Tinggi perlu mengidentifikasi mahasiswa yang memiliki kedua kemampuan tersebut dan memberikan penghargaan pada yang terbaik sebagai bentuk apresiasi dan upaya memotivasi mahasiswa untuk berprestasi. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi menyelenggarakan Program Pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Mapres) sebagai upaya perwujudan mahasiswa Indonesia cerdas, komprehensif,
dan
kompetitif.
Pemilihan
Mahasiswa
Berprestasi
(Mapres)
telah
diselenggarakan sejak tahun 2004 (www.dikti.go.id). Pemilihan ini melibatkan perwakilan mahasiswa terpilih dari perguruan tinggi yang berada di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pengertian Mahasiswa Berprestasi berdasarkan Pedoman Umum Pemilihan Mahasiswa Berprestasi 2014 adalah mahasiswa yang berhasil mencapai prestasi tinggi, baik kurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakurikuler sesuai dengan kriteria yang ditentukan.
3 Kegiatan kurikuler mencakup segala kegiatan yang berkaitan dengan pelaksanaan kurikulum, seperti belajar mengajar di kelas. Kegiatan ko-kurikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan di luar kegiatan kurikulum namun sangat menunjang kegiatan akademik, seperti lomba karya ilmiah atau bimbingan belajar. Kegiatan ekstrakulikuler adalah kegiatan yang dilaksanakan di luar kegiatan kurikuler dan tidak menunjang secara langsung kegiatan akademik, seperti organisasi kemahasiswaan maupun unit-unit kegiatan mahasiswa misal bidang olahraga, jurnalistik, seni, lingkungan hidup, bisnis dan kewirausahaan, kemanusiaan, dan keagamaan (Anwar, 2012). Adapun kriteria pemilihan Mahasiswa Berprestasi terdiri dari beberapa unsur, antara lain prestasi akademik (Indeks Prestasi Kumulatif ≥ 3.00), karya tulis ilmiah, prestasi atau kemampuan yang diunggulkan, kemampuan berbahasa Inggris/asing, dan kepribadian. Penyelenggaran Pemilihan Mapres memberikan dampak positif pada peningkatan kualitas prestasi dan atau karya mahasiswa di kalangan perguruan tinggi (Pedoman Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Program Sarjana, 2014). Penyelenggaraan Pemilihan Mapres diharapkan dapat mempersiapkan mahasiswa Indonesia yang berprestasi, tidak hanya menekuni ilmu di bidangnya saja namun juga giat beraktivitas dalam proses pengembangan soft skills agar menjadi lulusan yang mandiri, penuh inisiatif, tangguh, dan bertanggung jawab. Universitas Gadjah Mada (UGM) sebagai universitas terbaik Indonesia di tahun 2014 berdasarkan World Rank (www.yusuf.staff.ub.ac.id) memiliki visi dan misi untuk menjadi pelopor perguruan tinggi nasional berkelas dunia yang unggul dan inovatif. Peningkatan mutu dan kualitas pendidikan terus diupayakan agar mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi tinggi. Salah satu cara yang dilakukan adalah dengan memfasilitasi mahasiswa yang unggul baik dalam kegiatan kurikuler, kokurikuler, maupun ekstrakulikuler, untuk mengikuti pemilihan Mapres. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Sub Direktorat Kelembagaan dan Kegiatan Mahasiswa, Sidiq Purnomo, S.I.P., M.Si, diperoleh data bahwa Universitas Gadjah
4 Mada telah mengirimkan perwakilan mahasiswa terbaik untuk mengikuti seleksi Mapres di tingkat nasional. Namun hingga Penyelenggaraan Mapres tahun 2014, UGM masih belum mampu meraih gelar juara di tingkat nasional. Perolehan gelar juara Mapres 2014 pada program Sarjana dimenangkan oleh perwakilan Universitas Indonesia (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), dan Universitas Airlangga. Pada program Diploma dimenangkan oleh perwakilan mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Politeknik Negeri Bandung, dan Politeknik Negeri Bali (www.dikti.go.id). UGM memiliki harapan yang besar untuk meraih gelar juara di ajang bergengsi tersebut. Berbagai upaya terus dilakukan untuk mempersiapkan dan menjaring mahasiswa berprestasi. Mulai dari membentuk Komunitas Mahasiswa Berprestasi (Kommapres), berkoordinasi dengan Kepala Unit Kemahasiswaan Fakultas dan perwakilan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) untuk menjaring bibit-bibit unggul, serta persiapan proses seleksi yang dibuat semirip mungkin dengan seleksi Mapres tingkat nasional (inspirasi.ugm.ac.id). Idealnya, dengan adanya dukungan fasilitas yang lengkap dari universitas dan kompetensi yang dimiliki mahasiswa UGM, tingkat antusiasme mahasiswa untuk menjadi Mapres akan meningkat. Namun fakta di lapangan menunjukkan minat mahasiswa untuk mengikuti pemilihan Mapres terbilang cukup rendah. Mahasiswa dengan nilai akademik yang tinggi cenderung tidak tertarik memanfaatkan peluang untuk mengikuti kegiatan kokurikuler dan ekstrakulikuler. Sebaliknya, mahasiswa yang aktif dalam kegiatan organisasi kemahasiswaan atau yang terkait dengan pengembangan soft skills pada umumnya tidak memiliki nilai akademik yang tinggi. Kepala Unit Kemahasiswaan Fakultas Psikologi UGM menjelaskan bahwa mahasiswa harus terlebih dulu ditunjuk agar mau mengikuti pemilihan Mapres. Fakultas Kehutanan UGM juga memiliki kondisi yang tidak jauh berbeda. Bahkan mahasiswa yang telah ditunjuk pun tetap menolak untuk mengikuti pemilihan tersebut dengan berbagai alasan. Peneliti juga telah mengumpulkan informasi dengan melakukan studi awal kepada beberapa mahasiswa UGM untuk mengetahui tingkat antusiasme dalam mengikuti pemilihan Mapres. Studi awal dilakukan
5 secara acak pada dua kelompok mahasiswa, yakni pada kelompok mahasiswa yang mengikuti pemilihan Mapres dan pada kelompok mahasiswa yang tidak mengikuti pemilihan Mapres. Pada kelompok yang mengikuti pemilihan Mapres diketahui bahwa mengikuti pemilihan Mapres merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan nilai pribadi, yang meliputi nilai jual pribadi dan kompetensi. Alasan tersebut menerangkan bahwa mengikuti pemilihan Mapres adalah sebagai momentum untuk memacu diri sendiri. Mahasiswa tersebut menilai bahwa dengan mengikuti pemilihan Mapres meningkatkan motivasi untuk melakukan hal-hal baru. Pemilihan Mapres juga memotivasi untuk mencari tahu bagaimana membuat karya tulis ilmiah, bertemu dengan orang-orang yang migunani (bermanfaat), hingga mengembangkan daya kompetitif pribadi yakni dengan mengikuti berbagai macam lomba. Beberapa mahasiswa lainnya menambahkan bahwa dengan mengikuti pemilihan Mapres akan meningkatkan kepuasan batin, yakni dengan membuktikan bahwa fakultasnya dapat berprestasi tidak hanya di tingkat universitas, melainkan juga di tingkat nasional. Pada kelompok yang tidak mengikuti kegiatan pemilihan Mapres ditemukan jawaban yang bervariasi. Peneliti melakukan studi awal pada mahasiswa yang dianggap mewakili tiga golongan berdasarkan nilai prestasi kumulatif akademik (IPK), yakni mahasiswa dengan IPK tinggi (≥ 3.51), IPK rata-rata (2.76 – 3.50), dan mahasiswa dengan IPK rendah (< 2.75) untuk mengetahui penyebab mahasiswa tidak tertarik mengikuti pemilihan tersebut. Mahasiswa dengan IPK tinggi, mengaku tidak tertarik mengikuti pemilihan Mapres tersebut. Mereka beralasan tidak ingin kegiatan perkuliahan terganggu dengan tahapan seleksi yang rumit dan memerlukan banyak waktu. Sebaliknya, mahasiswa dengan IPK rendah cenderung mempunyai minat yang tinggi untuk mengikuti pemilihan Mapres. Seorang mahasiswa menjelaskan bahwa program Mapres sebenarnya lebih banyak diminati oleh mahasiswa yang aktif di organisasi. Namun yang menjadi kendala adalah IPK tidak memenuhi kriteria pendaftaran sehingga ia memilih mengurungkan niat untuk mengikuti pemilihan tersebut. Peneliti juga menemukan pendapat lain yakni dari mahasiswa dengan IPK rata-rata.
6 Mahasiswa tersebut merasa rendah diri apabila disejajarkan dengan kandidat lainnya. Ia berpendapat bahwa peserta yang mengikuti Mapres pastilah mahasiswa yang kecerdasannya di atas rata-rata dan memiliki segudang prestasi yang diakui, baik di tingkat nasional maupun internasional. Berdasarkan pemaparan tersebut terdapat perbedaan pernyataan yang menarik untuk diteliti. Mengapa sekelompok mahasiswa tertentu bisa tertarik untuk mengikuti pemilihan Mapres di saat mahasiswa pada umumnya tidak tertarik? Apa yang mendorong mahasiswa tertarik mengikuti proses pemilihan tersebut ? Setiap individu memiliki kondisi internal yang turut berperan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Salah satu kondisi internal tersebut adalah motivasi (Uno, 2008). Motivasi menjadi penting untuk dibahas karena motivasi menjelaskan mengapa seseorang berperilaku tertentu untuk mencapai serangkaian tujuan (Uno, 2008). Uno (2008) menyatakan tujuan yang dimaksud adalah hal di luar individu yang membuatnya berusaha lebih giat dalam melakukan sesuatu sehingga kegiatan individu tersebut cenderung lebih terarah. Sunaryo (2004) secara umum mendefinisikan motivasi sebagai suatu kebutuhan yang mendorong untuk berbuat atau beraksi. Dalam ilmu psikologi, terdapat berbagai perspektif yang membahas mengenai teori motivasi, antara lain: perspektif behavioris yang menekankan pada sumber eksternal sebagai pendorong munculnya perilaku; perspektif kognitif yang menekankan sumber motivasi pada proses mental, seperti atribusi, persepsi terhadap kompetensi diri, values, affects, goals, dan social comparison; perspektif humanistik yang memandang motivasi sebagai suatu sumber kekuatan yang mengarah pada tindakan atau perilaku untuk memenuhi kebutuhan (needs); perspektif sosial yang menekankan pada konteks dan keberadaan hubungan sosial dalam mempengaruhi motivasi seseorang; dan perspektif psikologi Islam mengaitkan antara hakekat dasar manusia sebagai self yang memiliki kebebasan untuk memilih (freedom to choose) dan sebagai makhluk spiritual (Anwar, 2012; Riyono, 2012; Schunk, et al., 2014; Febriyani, 2014).
7 McClelland (1987) dan Heller & Hinde (1998) memahami bahwa masing-masing individu termotivasi oleh beberapa dorongan yang berbeda. Dorongan-dorongan tersebut menjelaskan mengapa seorang individu memilih satu perilaku diantara pilihan perilaku yang tersedia (Atkinson, 1957; Vroom, 1964; Riyono, 2012) dan menimbulkan kekuatan yang mendorong perilaku kearah tertentu (Riyono, 2012). McClelland (1987) mengelompokkan tiga kebutuhan dominan yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang, yakni kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), kebutuhan akan kekuasaan (need for power), dan kebutuhan berafiliasi (need for affiliation). Walgito (2010) mengemukakan bahwa pada umumnya motivasi terdiri dari tiga komponen dasar, yaitu (1) dorongan dari dalam diri individu (driving state) karena adanya pemicu seperti misalnya kebutuhan, keadaan lingkungan, atau keadaan mental, (2) perilaku yang muncul dan terarah sebagai perwujudan dari dorongan dalam diri, dan (3) goal atau tujuan yang dituju dari perilaku tersebut. Individu dalam kaitannya untuk memenuhi kebutuhan, didorong oleh motif yang dapat berkembang secara intrinsik maupun ekstrinsik (Uno, 2008; Gunarsa, 2008; Febriyani, 2014). Motivasi intrinsik adalah motivasi yang berasal dari dalam diri individu. Sementara motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang muncul dari rangsangan di luar diri individu. Motivasi dapat diketahui melalui beberapa indikator perilaku, meliputi pilihan kegiatan atau minat, usaha, presistensi, dan pencapaian (Schunk et al., 2014). Ada banyak penelitian tentang motivasi pada mahasiswa (misal Gustian, 2011; Anwar, 2012; Wiyarsih, 2009; Haryani, 2009), namun belum dijumpai penelitian serupa terutama pada mahasiswa berprestasi, khususnya dalam konteks motivasi mengikuti pemilihan mahasiswa berprestasi di UGM. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan studi kasus dan bertujuan untuk melakukan eksplorasi secara mendalam dengan in-depth interview yang bersifat lentur dan terbuka mengenai motivasi Mapres dalam pemilihan Mapres UGM 2014. Berdasarkan latarbelakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengangkat
8 judul Studi Kasus Motivasi Mahasiswa Berprestasi (Mapres) pada Pemilihan Mapres UGM 2014.
B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi motivasi mahasiswa berprestasi (Mapres) pada pemilihan Mapres UGM 2014 sebagai bentuk gambaran terkait motivasi yang mendorong para mahasiswa mengikuti program tersebut.
C. Manfaat 1. Manfaat teoritis Penelitan ini dapat digunakan sebagai bahan kajian penelitian selanjutnya yang menjelaskan mengenai implementasi teori motivasi pada konteks mahasiswa berprestasi dan perguruan tinggi. 2. Manfaat praktis Penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan responden untuk lebih memahami dirinya terkait peran-peran yang mempengaruhi proses dirinya menjadi sosok mahasiswa berprestasi. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait motivasi pada mahasiswa yang mengikuti seleksi pemilihan Mapres sehingga dapat digunakan sebagai bahan inspirasi mahasiswa untuk meningkatkan minatnya mengikuti pemilihan Mapres selanjutnya. Diharapkan semakin banyak mahasiswa yang tertarik mengikuti program pemilihan Mapres karena pemilihan tersebut akan memberikan banyak keuntungan bagi mahasiswa sekaligus dapat memperbesar peluang UGM untuk memperoleh variasi insan berprestasi unggulan sehingga dapat bersaing di tingkat nasional.