BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Materi tentang hukum adalah materi dasar yang ada dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) baik kelas VII maupun kelas VIII, hal tersebut dapat dilihat dalam kurikulum yang dikembangkan dalam bentuk Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) oleh Bapak/Ibu guru mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan. Dalam materi pendidikan kewarganegaraan kelas VII Bab 1 terdapat materi tentang pengertian hukum dari beberapa tokoh, penggolongan hukum, arti penting hukum bagi warga negara, serta sikap kesadaran hukum. Selanjutnya dalam materi kelas VIII disebutkan juga materi tentang hukum meskipun materi yang disajikan adalah materi konstitusi, materi konsitusi ada di dalam Bab II, sehingga diharapkan kesadaran siswa terhadap hukum dari awal mulai terbentuk. Namun, kenyataannya pada jenjang pendidikan, baik di dalam maupun di luar sekolah, kesadaran hukum siswa belum sepenuhnya ditegakkan. Dari beberapa pengamatan guru dan media masa beberapa pelanggaran masih dilakukan oleh para siswa. Berbagai pelanggaran yang dilakukan para siswa menunjukkan bahwa kesadaran hukum para siswa masih sangat rendah. Para siswa sebagai kaum terpelajar sangat tidak layak apabila melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma-norma hukum. Disinilah peran guru, keluarga, lingkungan masyarakat, sangat dibutuhkan dalam upaya
1
menyadarkan para siswa untuk tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum. Di SMP Negeri 1 Rajagaluh masih belum tumbuhnya kesadaran hukum dapat dilihat dalam buku harian catatan pelanggaran siswa dari mulai bulan Februari 2011 sampai dengan bulan Juni 2011, banyak siswa yang melanggar peraturan sekolah berupa datang terlambat, memakai sepatu putih, tidak mengikuti upacara bendera, tidak memakai seragam sekolah sesuai jadwal, hampir di tingkatan kelas ada siswa yang melakukan pelanggaran ratarata lebih dari tiga kali pelanggaran terhadap peraturan sekolah. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebetulnya kesadaran hukum siswa masih belum tumbuh maksimal. Di Majalengka berdasarkan data dari Poilisi Resort (Polres) Majalengka pada tahun 2010 telah terjadi tindak kriminalitas sebanyak 429 kasus. Dari jumlah tersebut kasus yang sudah diselesaikan berjumlah 264 kasus, sementara sisanya berjumlah 165 kasus belum terselesaikan. Dari 429 kasus kriminalitas tersebut terbagi menjadi 42 jenis tindak kriminal dimana pelaku dan korban masih tergolong pada anak-anak berusia sekolah. Dalam data kriminalitas resmi Polres Majalengka pada tahun yang sama yaitu 2010 tercatat jenis kejadian kriminal berupa persetubuhan dengan anak di bawah umur sebanyak 2 (dua) kasus tepatnya pada bulan Januari dan bulan April 2010. Kasus tersebut sampai dengan sekarang belum terselesaikan. Selanjutnya jenis kasus yang melibatkan anak adalah pelanggaran terhadap Undang-Undang (UU) No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
2
sebanyak 18 kasus terjadi dalam kurun waktu Januari sampai dengan Desember 2010 dan sudah terselesaikan sebanyak 17 kasus, 1 kasus belum terselesaikan (Sumber Data Crime Total dan Penyelesaian Tahun 2010 Polres Majalengka). Dari data kriminalitas tersebut di atas terlihat jelas bahwa kesadaran hukum perlu ditingkatkan bagi setiap individu tidak terkecuali bagi anak usia sekolah maupun anak dibawah umur dengan berbagai usaha, minimalnya membiasakan diri untuk hidup tertib dan teratur sejak dini dalam lingkungan keluarga sehingga diharapkan dapat meminimalisir kejahatan yang mungkin akan muncul dari akibat rendahnya kesadaran hukum setiap individu. Banyak prilaku siswa sangat jauh menyimpang terhadap norma atau kaidah hukum diantaranya yang akhir-akhir ini terjadi adalah seperti halnya di Kediri Jawa Timur telah terjadi peristiwa yang menggemparkan publik berupa kasus pembuatan dan pengedaran video asusila oleh si pelaku yang masih belum dewasa (masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama) kemudian korban masih duduk di bangku sekolah dasar. Sungguh ironis memang apabila kita hidup dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana dalam kita bertingkah laku ada hukum dasar yang mengatur, namun pada kenyataanya banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran hukum, terlebih lagi apabila kita kaitkan terhadap kasus yang terjadi di Kediri Jawa Timur bahwa si pelaku adalah masih anak-anak dimana tuntutan berat maksimal 15 tahun penjara sudah menanti. Masih banyak lagi prilaku siswa yang menyimpang dengan peraturan hukum seperti: perkelahian atau tawuran antar siswa, sikap permusuhan, minum-minuman keras, pencurian dalam kelas, mengedarkan
3
pornografis, mengotori dan merusak fasilitas umum, dan masih banyak lagi perbuatan siswa yang dapat merugikan kepentingan pribadi dan masyarakat merupakan salah satu bukti bahwa kesadaran hukum para siswa masih sangatlah rendah. Hukum merupakan suatu sistem aturan tertulis dan tidak tertulis bersifat mengikat dibuat dan dikukuhkan secara resmi oleh penguasa, pemerintah atau otoritas melalui lembaga hukum. Aturan tertulis atau hukum tertulis tertuang dalam sebuah konstitusi negara. “Negara Indonesia adalah negara hukum”, demikian bunyi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (3). Dalam Penjelasan UUD NRI 1945 yang dinyatakan tidak berlaku, menurut Pasal II Aturan Peralihan Perubahan Keempat UUD NRI 1945 tahun 2002 yang dimaksud dengan negara hukum adalah bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtstaat). Penjelasan selanjutnya adalah bahwa pemerintahan berdasarkan atas konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas). Namun, pada kenyataannya kesadaran hukum masyarakat Indonesia belum optimal, hal ini ditandai oleh munculnya berbagai pelanggaran yang terjadi dalam kehidupan. Contoh kasus menarik adalah oknum hakim bernama Syarifuddin yang tertangkap tangan menerima uang suap sebesar Rp 250 juta dari Puguh Wirawan, seorang kurator yang menangani aset PT SCI, pada hari Rabu tanggal 1 Juni 2011 oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selain uang
4
tersebut turut diamankan sejumlah barang bukti berupa mobil Misubishi Pajero yang digunakan Puguh Wirawan, serta mata uang asing total nilai lebih dari Rp 2 Miliar. Uang tersebut berupa 116.128 dolar AS, 245.000 dolar Singapura, 20.000 yen, dan 12.600 riel Kamboja. Selanjutnya Hakim Syarifuddin telah diberhentikan oleh Mahkamah Agung (MA). (Pikiran Rakyat, 6 Juni 2011). Kasus yang tidak kalah menariknya adalah kasus yang disangkakan kepada mantan bendahara Partai Demokrat bernama Muhamad Nazarudin yang telah kabur ke Singapura sebelum surat pencekalan terhadap Nazarudin yang dibuat oleh KPK dikeluarkan tepatnya pada tanggal 23 Mei 2011 surat pencekalan dikeluarkan pada tanggal 24 Mei 2011. Muhamad Nazarudin dituduh oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlibat dalam kasus suap pembangunan wisma atlet Sea Games yang melibatkan banyak orang di Kantor Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga (Kemenpora) diantaranya adalah Sekretaris Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga (Sekmempora). Selain itu pula Muhamad Nazarudin dituduh melakukan korupsi di Kemendiknas tahun 2007. Kasus tersebut sampai dengan sekarang masih dalam proses belum sampai kepada penetapan sebagai tersangka baru sebatas pemanggilan saksisaksi yang terlibat di dalamnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berupa pemanggilan pertama dan kedua, karena pemanggilan pertama pihak Muhamad Nazarudin tidak hadir oleh (tvOne 8 Juni 2011). Selanjutnya yang sangat menarik adalah kasus hukum dengan tersangka Gayus Tambunan yang melibatkan banyak instansi terkait (instansi penegak
hukum) sebagai partner untuk melegalkan perbuatan yang
5
menyimpang yang ia lakukan. Beberapa oknum kepolisian, oknum hakim, oknum jaksa, oknum pengacara, dan oknum-oknum lain yang terlibat di dalamnya dengan berbagai jenis pelanggaran dari mulai gratifikasi, penggelapan uang negara, pencucian uang, permufakatan jahat, penyuapan teridentifikasi di dalamnya. Lebih mencengangkan lagi dalam menunggu proses peradilan yang akan berlangsung justru si akal bulus “Gayus” dapat bebas keluar masuk dari tahanan kepolisian untuk kepentingan pribadi (melihat pertandingan tenis di Bali, wisata ke Macau Cina, Singapura, Malaysia dan masih banyak tempat lain yang dikunjunginya) perbuatan tersebut jelas-jelas menyimpang dari peraturan hukum yang berlaku.
Realita terbaru yang dapat kita cermati bersama bahwa hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur memberikan putusan hukuman kepada hakim yang terbukti menerima suap dari oknum pegawai Ditjen pajak (Gayus H. Tambunan) hanya mendapatkan putusan hukuman 2 (dua) tahun penjara dan denda sebesar 50 juta rupiah (sumber tvOne 09 Desember 2010). Sekali lagi putusan ini dianggap ringan dan tidak adil bagi masyarakat awam jika dilihat kerugian yang ditimbulkan dari perbuatan oknum hakim tersebut, akibat akhirnya adalah masyarakat tidak percaya lagi terhadap proses penegakan hukum di Indonesia. Hukum belum sepenuhnya ditegakkan, sehingga negara hukum yang didambakan bakal menjadi impian belaka. Kesadaran hukum warga negara tidak lahir dengan sendirinya, tetapi harus dibina dan perlu ditumbuhkan serta dibiasakan melalui penegakan hukum dalam segala aspek kehidupan. Untuk menumbuhkan kesadaran hukum diperlukan adanya pemahaman warga negara terhadap nilai-nilai dan norma6
norma yang menjadi muatan hukum. Pemahaman tersebut menjadi dasar warga negara untuk dapat selalu menjadikan hukum sebagai rujukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Jika warga negara telah memahami hukum dasar dan menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, maka dengan sendirinya ia dapat mengetahui dan mempertahankan hak-haknya yang dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945). Selain itu, warga negara dapat berpartisipasi secara penuh terhadap penegakan hukum, baik melalui pelaksanaan hak dan kewajiban sebagai warga negara, berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan, maupun berperan sebagai pengontrol terhadap penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Warga negara dapat mencegah terjadinya penyimpangan ataupun penyalahgunaan hukum. Jika hal tersebut dilaksanakan, berarti telah terbentuk warga negara yang sadar hukum. Kesadaran hukum sangat berpengaruh terhadap penegakan hukum, sedangkan kesadaran hukum warga negara sangat dipengaruhi oleh rasa keadilan dalam masyarakat. Rakyat sangat mendambakan hukum dan keadilan, tetapi saat ini terjadi krisis kepercayaan akan hukum, masyarakat tidak percaya lagi terhadap proses penegakan hukum di Indonesia, dimana masyarakat sekarang sudah sangat kritis untuk mensikapi terhadap penyimpangan, pelanggaran, tindak pidana, korupsi, dan sebagainya yang dilakukan oleh para oknum pejabat, orang yang paham hukum, masyarakat ekonomi kelas atas sangat berharap penegakan hukum yang maksimal, justru para pelaku
7
kejahatan tersebut dapat seenaknya mempermainkan hukum, dengan kata lain hukum dapat dibeli. Dalam kehidupan bermasyarakat akhir-akhir ini
kita
sering melihat tindakan pelanggaran hukum secara nyata maupun melalui media masa.
Beberapa tayangan dan peristiwa seperti kriminalitas,
kekacauan/anarkis, gaya hidup yang melanggar norma-norma masyarakat, dekadensi moral semua terekam oleh masyarakat, terutama generasi muda dan para pelajar. Hal ini dapat berpengaruh buruk terhadap pola perilaku mereka bila tanpa dibekali nilai-nilai agama, kontrol keluarga, pendidikan di sekolah, dan lingkungan pergaulan yang baik Beberapa tingkah laku yang menyimpang dari hukum sejak dan selama bersekolah menurut Djamali (1984:131) dapat disebabkan oleh kemungkinan adanya: “(1) kurang perhatian orang tua terhadap kepentingan belajar anak, akan dapat menimbulkan pengaruh kepada teman yang dominan. (2) proses pembelajaran yang kurang tepat”. Guru dapat mengubah anak didik bertingkah laku menyimpang dari hukum bila Ia: “memperlakukan anak didik tidak sama; disiplin terlalu keras; hukuman yang diberikan tidak menunjang pendidikan”. Perbuatan melanggar hukum yang akhir-akhir ini terjadi, sebagian besar pelakunya adalah para siswa merupakan tantangan dan tanggung jawab segenap pihak termasuk lembaga pendidikan. Pembinaan kesadaran hukum di sekolah menjadi sangat penting disamping pembinaan kesadaran hukum dari orang tua, dan tokoh agama agama.
8
Kesadaran hukum di sekolah dibina melalui pembinaan, penanaman disiplin para peserta didik serta membiasakannya untuk selalu mantaati dan mematuhi tatatertib yang berlaku di sekolah dengan pemberian contoh yang tepat oleh guru sebagai panutan di sekolah. Hal ini ditujukan agar para siswa mampu berdiri sendiri dan terciptanya suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran sehingga mereka mentaati segala peraturan yang berlaku. Tanggung jawab guru dalam membentuk disiplin peserta didik ialah mengarahkan peserta didik, berbuat baik, menjadi tauladan, dengan penuh pengertian dan kesabaran. Menurut pendapat Mulyasa (2007:171) untuk membentuk disiplin diri (self discipline) peserta didik, guru dapat melakukan beberapa
hal
yaitu
sebagai
berikut:
“(1)
membantu
peserta
didik
mengembangkan perilaku untuk dirinya; (2) membantu peserta didik meningkatkan standar perilakunya; (3) menggunakan pelaksanan aturan sebagai alat untuk menegakkan disiplin”. Sekolah dibangun sebagai wahana pendidikan formal dalam rangka meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai peserta didik yang mampu melahirkan nilai-nilai kehidupan secara pribadi dalam menciptakan iklim budaya sekolah yang penuh makna. Untuk itu sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran dengan merealisasikan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan, termasuk di dalamnya adalah upaya peningkatan kesadaran hukum siswa dengan menguatkan pendidikan nilai. Secara konseptual pendidikan nilai merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan, karena pada dasarnya tujuan akhir
9
dari pendidikan sebagaimana tersurat dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Pasal 3) adalah “untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab”. Sejalan dengan hal tersebut Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia melalui koridor “value-based education”. Konfigurasi atau kerangka sistemik PKn dibangun atas dasar paradigma sebagai berikut: Pertama, PKn secara kurikuler dirancang sebagai subjek pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi individu agar menjadi warga negara Indonesia yang berakhlak mulia, cerdas, partisipatif, dan bertanggung jawab. Kedua, PKn secara teoretik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang memuat dimensidimensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang bersifat konfluen atau saling berpenetrasi dan terintegrasi dalam konteks subsatansi ide, nilai, konsep, dan moral Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara. Ketiga, PKn secara programatik dirancang sebagai subjek pembelajaran yang menekankan pada isi yang mengusung nilai-nilai (content embedding values) dan pengalaman belajar (learning experiences) dalam bentuk berbagai perilaku yang perlu diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari dan merupakan tuntunan hidup bagi warga negara dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagai penjabaran lebih lanjut dari ide, nilai, konsep, dan moral
10
Pancasila, kewarganegaraan yang demokratis, dan bela negara (Budimansyah dan Suryadi, 2008:68). Dengan diberikannya mata pelajaran yang bermuatan nilai, moral, dan norma yang merupakan disiplin pendidikan kewarganegaraan, serta disertai dengan contoh keteladan sikap dan prilaku yang baik (seimbang antara hak dan kewajiban) dari guru di sekolah secara terus menerus yang pada akhirnya memunculkan pembiasaan sikap siswa yang sesuai dengan hukum, ditambah dengan pemberian contoh yang baik dari keluarga, dan lingkungan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan kesadaran hukum siswa, mencegah mereka melakukan tindakan yang menyimpang, melanggar norma hukum, kesusilaan, kesopanan, atau norma agama. B. Rumusan Masalah Bertolak dari latar belakang masalah tersebut di atas, maka penulis memfokuskan pada pokok permasalahan penelitian: “Bagaimana proses penerapan
habituasi
melalui
Pendidikan
Kewarganegaraan
untuk
menumbuhkan kesadaran hukum?” Untuk
mempermudah
penulis
dalam
meneliti,
maka
pokok
permasalahan tersebut dijabarkan menjadi sub permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Bagaimana visibilitas (kejelasan) proses penerapan habituasi melalui PKn untuk menumbuhkan kesadaran hukum siswa? 2. Bagaimana proses dan strategi penerapan habituasi melalui PKn untuk menumbuhkan kesadaran hukum?
11
3. Bagaimana dukungan stakeholders, guru mata pelajaran lain dan komponen sekolah lainnya dalam menunjang proses penerapan habituasi melalui PKn untuk menumbuhkan kesadaran hukum? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan secara umum peneltian ini bertujuan untuk mengkaji proses habituasi melalui PKn untuk menumbuhkan kesadaran hukum siswa. 2. Tujuan Khusus Secara khusus penelitian ini bertujuan seabagai berikut: a. Mengetahui visibilitas (kejelasan) proses habituasi melalui PKn untuk menumbuhkan kesadaran hukum siswa. b. Mengetahui Proses dan strategi penerapan habituasi melalui PKn untuk menumbuhkan kesadaran hukum. c. Bagaimana dukungan stakeholders, guru mata pelajaran lain, dan komponen sekolah lainnya dalam menunjang proses habituasi melalui PKn untuk menumbuhkan kesadaran hukum. D. Definisi Konseptual 1. Konsep Habituasi/ Pembiasaan Habituasi adalah proses penciptaan aneka situasi dan kondisi (Budimansyah, 2010 : 62-63), yang berisi penguatan yang memungkinkan peserta didik pada satuan pendidikannya, di rumahnya, di lingkungan masyarakatnya membiasakan diri berperilaku sesuai dengan nilai dan menjadi
12
karakter yang telah diinternalisasi dan dipersonalisasi dari dan melalui proses intervensi (Desain Induk Pembangunan Karakter Bangsa Tahun 2010-2025, 2010 : 30). 2. Konsep Pendidikan Kewarganegaraan Kalidjernih (2010: 130) mendefinisikan pendidikan kewarganegaraan sebagai: pendidikan pengembangan karakteristik-karakteristik seorang warga negara melalui pengajaran tentang peraturan peraturan dan institusi masyarakat dan negara. Empat aspek yang lazim menjadi perhatian utama pendidikan ini adalah hak dan kewajiban, tanggung-jawab, partisipasi dan identitas dalam relasi negara-warga negara dan warga negara dan warga negara. 3. Konsep Kesadaran Hukum Kesadaran hukum berarti kesadaran akan kewajiban hukum kita terhadap orang lain.
“kesadaran
akan kewajiban tidak semata-mata
berhubungan dengan ketentuan undang-undang saja, tapi juga kepada hukum yang tidak tertulis. Kesadaran hukum mengandung sikap teposeliro atau toleransi” (Mertokusumo, 1981:145). 4. Penelitian Terdahulu Alianty (2008) mengatakan bahwa, peningkatan kesadaran hukum siswa dapat dikembangkan dan dibina melalui pembelajaran PKn dengan cara guru dan siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran melalui berbagai metoda dan media yang tersedia.
13
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis Dari penelitian ini dapat memberikan manfaat scara ilmiah bagi dunia pendidikan menengah pertama, untuk mengembangkan strategi pembelajaran yang kolaboratif, efektif, berkenaan dengan perencanaan, pengorganisasian, penyajian materi, metode dan evaluasi. Khusus dalam mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan,
dapat
dijadikan
pedoman
dasar
untuk
melaksanakan proses penerapan habituasi yang bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran hukum siswa pada SMPN 1 Rajagaluh Kabupaten Majalengka. 2. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Memberi masukkan kepada guru untuk meningkatkan profesionalismenya terutama dalam proses habituasi melalui pendidikan kewarganegaraan untuk menumbuhkan kesadaran hukum. Misalnya, Bapak dan Ibu guru mampu melaksanakan tugas dan fungsi guru sebagai pendidik sekaligus pengajar siswa berkenaan denagan materi pembelajaran dan perilaku siswa yang taat terhadap peraturan. b. Bagi siswa/peserta didik melalui penelitian ini, diharapkan memperoleh pengalaman baru dalam mempelajari pendidikan kewarganegaraan guna menumbuhkan kesadaran hukum, sehingga mampu menampilkan sikap dan perilaku yang taat dan sadar akan hukum. Siswa dapat mencontoh secara langsung proses penerapan habituasi melalui pendidikan kewarganegaraan,
14
misalnya, bagaimana cara bersikap dan berperilaku yang sopan, tidak melanggar peraturan, dan sebagainya, c. Memberi masukkan pada sekolah untuk meningkatkan mutu pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan terutama dalam menumbuhkan kesadaran hukum. Maksudnya adalah memberi masukkan kepada semua guru terhadap kewajibannya sebagai seorang pengajar dan pendidik untuk senantiasa mentaati peraturan dengan jalan membiasakan diri untuk bersikap dan berperilaku yang sesuai dengan peraturan. d. Bagi peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi wawasan baru dalam mengembangkan teori pendidikan di lapangan. F. Subjek dan Tempat Penelitian 1. Subjek Penelitian Menurut S. Nasution, subjek penelitian adalah sumber yang dapat memberikan informasi, dipilih secara purposif dan pelaksanaanya sesuai dengan purpose atau tujuan tertentu. Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Negeri 1 Rajagaluh yang berjumlah 930 siswa terdiri dari
473 siswa dan 457 siswi, serta 2 orang guru pendidikan
kewarganegaraan, 1 orang guru kelas VII, dan 1 orang guru kelas IX, di SMPN 1 Rajagaluh. 2. Tempat Penelitian Tempat dilaksanakannya penelitian ini adalah SMPN 1 Rajagaluh, Jalan Mutiara No. 77, Kecamatan Rajagaluh Kabupaten Majalengka Propinsi Jawa Barat, luas wilayah 3.500 M2, dengan luas bangunan 2.109 M2.
15
H. Tahap Penelitian 1. Tahap Orientasi Tahap ini berhubungan dengan mempersiapkan diri sebelum benarbenar menggali data, yaitu menyiapkan persyaratan administrasi berupa perizinan dan pendekatan secara informal dengan subjek penelitian. 2. Tahap Eksplorasi Tahap ini merupakan inti dari proses penelitian, dengan melibatkan diri secara langsung menggali data dari lapangan yang dibutuhkan. Baik melalui wawancara, studi dokumentasi maupun studi literatur. 3. Tahap Member Check Member check dilakukan untuk memperoleh tingkat keabsahan data setelah sebelumnya data tersebut dieksplorasi, baik setelah selesai secara keseluruhan maupun hanya bagian demi bagian.
16
I. Paradigma Penelitian
Membaca Al Qur’an sebelum belajar Berdo’a sebelum dan sesudah belajar
K P
E
E
S
M
A
B
P
I Bersalaman dengan Bapak/Ibu guru Berprilaku sopan dan santun Disiplin berpakaian dan taat aturan (dsb).
K
A
N
D A R
S
A
A
N
A
H
N
U K U M
Bagan 1.1. Paradigma Penelitian Penerapan Nilai-nilai Habituasi Melalui PKn Untuk Menumbuhkan Kesadaran Hukum Siswa
17