BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Padi (bahasa latin: Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban. Meskipun terutama mengacu pada jenis tanaman budidaya, padi juga digunakan untuk mengacu pada beberapa jenis dari marga (genus) yang sama, yang biasa disebut sebagai padi liar. Padi diduga berasal dari India atau Indocina dan masuk ke Indonesia dibawa oleh nenek moyang yang migrasi dari daratan Asia sekitar 1500 SM. Habitat tumbuhnya padi yaitu di areal pesawahan. Padi dapat tumbuh subur apabila areal tersebut suhunya rendah, intensitas cahayanya mencukupi, terdiri dari tanah lumpur yang gembur, dan mengandung banyak air. Namun fakta di lapangan menunjukan adanya kesenjangan dalam pertumbuhan tanaman padi berupa gangguan dari hama-hama pengganggu atau perusak tanaman padi. Dimana hama tersebut memakan tiap bagian dari tanaman padi seperti daun, batang dan biji padi. Hama-hama tersebut seperti Wereng coklat (Nilaparvata lugens), Wereng hijau (Nephotettix impicticeps), Lembing hijau (Nezara viridula), Walang sangit (Leptocorisa oratorius), Ganjur (Pachydiplosis oryzae), Lalat bibit (Arterigona exigua), Ulat tentara/Ulat grayak (Spodoptera litura dan S. exigua), Tikus sawah (Rattus argentiventer), dan Keong emas (Pomacea canaliculata).
1
2
Menurut Maskoeri Jasin (1992: 1997) berpendapat bahwa: Keong emas Pomacea canaliculata hidup di daerah yang berair tawar. Ekosistem persawahan adalah habitat yang paling disukai keong emas. Dalam ekosistem inilah keong emas dengan mudah mendapatkan makanan yaitu dedaunan dan batang tanaman budidaya, termasuk padi. Hewan ini meningkat aktifitas makannya pada waktu malam hari, walaupun pada waktu siang hari juga melakukan aktifitas makan. Indera penciuman sangat membantu dalam mendapatkan makanan. Keong emas mempunyai kemampuan berkembang biak yang cepat. Dalam satu periode bertelur, mampu menghasilkan telur sebanyak 500-700 butir. Kemampuan tersebut sangat mendukung cepatnya pertumbuhan populasi, dan kelangsungan hidup keong emas. Hal ini pula yang menyebabkan kerugian besar yang dialami oleh petani. Keong emas yang berkembang biak secara cepat dan perilaku keong emas yang memakan tanaman budidaya pertanian menyebabkan masalah dan kerugian panen yang dialami oleh para petani. Keong emas mempunyai potensi besar yang dapat digunakan oleh manusia. Potensi yang dapat digunakan adalah daya makan keong emas, kemampuan memakan tanaman oleh keong emas dapat digunakan untuk memecahkan permasalahan menumpuknya sampah terutama sampah organik di daerah perkotaan. Telah diketahui, daerah perkotaan mengalami krisis lahan guna menangani sampah. “Sampah-sampah perkotaan diklasifikasikan menjadi berbagai jenis. Salah satunya adalah jenis sampah organik. Untuk kota-kota Negara berkembang (Indonesia) hampir 60% dari total sampah merupakan sampah organik bahan kompos” (Priyanto, 1995). Berdasarkan pendapat Slamet (1994, h.53) “sampah yang dapat membusuk dalam bahasa inggris dinamakan garbage, yaitu sampah yang dapat didekomposisikan oleh organisme.” Sampah organik dapat digolongkan menjadi dua yaitu sampah organik segar dan sampah organik tidak segar. Dari kedua jenis sampah tersebut, sampah organik segarlah yang paling dominan menimbulkan permasalahan. Sampah tersebut biasanya berupa potongan tanaman, kulit buah-buahan, rumput, gulma,
3
bunga-bungaan, sisa sayuran dari rumah tangga atau pasar, serta daun bungkus belanja di pasar tradisional. Untuk mengurangi timbunan sampah organik para pemerhati lingkungan menciptakan teknologi guna menanganinya, yaitu mengelola sampah menjadi bahan pupuk kompos. Teknologi ini merupakan teknologi daur ulang yang sudah sedemikian rupa dikelola manusia sehingga berjalan lebih cepat, yang sementara ini teknologi tersebut dianggap paling arif terhadap lingkungan. Dalam prakteknya masih mengalami kendala karena biaya yang diperlukan besar dan teknologi ini tidak efektif dilakukan dilingkup sumber sampah yaitu rumah tangga, pasar, dan lain-lain karena memerlukan lahan yang cukup
dan
dipandang tidak menguntungkan.
Hal
ini
terlihat
dengan
menumupuknya sampah di bak sampah baik di lingkungan pasar maupun perumahan yang berakibat timbulnya pencemaran udara karena bau yang ditimbulkan sampah tersebut. Agar bau yang diakibatkan oleh membusuknya sampah dapat dicegah maka diperlukan pengelolaan yang cepat. Untuk itu perlu dicari teknologi tepat guna dilakukan dengan biaya murah dan tidak memerlukan lahan yang luas. Kalau perlu teknologi tersebut dapat diterapkan dalam lingkup yang kecil yaitu rumah tangga, pasar, kantor instansi penghasil sampah organik, dan lain-lain sehingga kecepatan penanganan sampah organik melebihi kecepatan dekomposisi sampah oleh organisme. Penggunaan keong emas sangat mungkin untuk dilaksanakan guna menangani permasalahan sampah segar tersebut. Biaya yang diperlukan relative sedikit dan skala pelaksanaan dapat dicapai oleh setiap rumah tangga diperkotaan. Lahan
4
yang dibutuhkan untuk memelihara keong emas tidak luas. Sifat polifag keong emas dapat digunakan untuk menangani berbagai jenis sampah organik. Keong emas tersebut dijadikan pemakan sampah organik didaerah perkotaan. Digunakannya sampah organik segar untuk bahan makanan dalam budidaya keong emas akan mengatasi menumpuknya sampah di daerah perkotaan. Kecepatan memakan keong emas akan mampu mendegradasi seberapa banyakpun sampah organik segar. Apalagi bila ditambah perlakuan pada keong emas. Perlakuan tersebut dapat berupa variasi jumlah keong emas yang dipelihara, umur keong emas, dan lama penyinaran terhadap keong emas. Lama penyinaran terhadap keong emas merupakan salah satu permasalahan yang bisa dijadikan bahan kajian dalam penelitian, yaitu untuk meningkatkan kemampuan keong emas dalam mendegradasi sampah segar. Hal ini berdasar pada perilaku keong emas yang lebih aktif dalam mendapatkan makanan pada waktu malam hari. Usaha mempercepat penanganan sampah organik dilakukan dengan memberi perlakuan pada sistem pemeliharaan keong emas. Dikatakan di atas bahwa keong emas lebih aktif pada waktu malam hari, maka memberi suasana seperti malam hari. Pada tempat pemeliharaan keong emas dilakukan penutupan dari sinar matahari. Dengan melakukan penutupan maka pada waktu siang hari bisa dibuat kesan seperti malam hari. Hal ini akan memperpanjang waktu yang memungkinkan keong emas lebih aktif dalam mendegradasi sampah organik segar. Mengurangi lama penyinaran, diharapkan kemampuan keong emas dalam mendegradasi sampah organik segar meningkat, sehingga sampah lebih dahulu
5
didegradasi oleh keong emas sebelum mengalami pendekomposisian atau pembusukan oleh mikroorganisme. Dengan demikian sampah dapat ditangani dengan kecepatan dekomposisi oleh mikroorganisme. Dari ini diharapkan keluhan timbulnya bau dari tumpukan sampah dapat diatasi. Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dalam pemeliharaan keong emas. Keuntungan-keuntungan tersebut adalah keong emas sebagai bahan pangan, memecahkan permasalahan sampah organik segar di perkotaan, sumber pupuk yang telah terlarut dalam air pemeliharaan keong emas, kebutuhan lahan yang tidak terlalu luas guna memelihara keong emas, merupakan nilai lebih teknologi ini. Tiap-tiap satuan unit penghasil sampah organik segar mampu untuk menangani sampah yang dihasilkannya. Dengan demikian diharapkan kecepatan penanganan sampah organik akan lebih cepat dibanding dengan kecepatan dekomposisi sampah organik oleh organisme, sehingga tidak muncul keluhan timbulnya bau karena menumpuknya sampah. Penggunaan keong emas sebagai biodegradasi sampah, secara langsung juga akan meningkatkan populasi keong emas Pomacea canaliculata. Kenaikan populasi keong emas Pomacea canaliculata dapat kita manfaatkan sebagai bahan pangan sumber protein yang murah, mudah di dapat, karena Keong sawah ternyata menyimpan kandungan gizi tinggi, menurut Positive Deviance Resource Centre khasiatnya ini karena keong sawah mengandung kandungan protein 12% , kalsium 217 mg, rendah kolesterol, 81 gram air dalam 100 gram keong sawah, dan sisanya mengandung energi, protein, kalsium, karbohidrat, dan phosfor. Kandungan vitamin pada keong sawah cukup tinggi, dengan dominasi vitamin A,
6
E, niacin dan folat. Keong sawah juga mengandung zat gizi makronutrien berupa protein dalam kadar yang cukup tinggi pada tubuhnya. Berat daging satu ekor keong sawah dewasa dapat mencapai 2-5 gram. Selain makronutrien, tubuh keong sawah juga mengandung mikronutrien berupa mineral, terutama kalsium yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Dengan pengelolaan yang tepat, tutut dapat dijadikan sumber protein hewani yang bermutu dengan harga yang jauh lebih murah daripada daging sapi, kambing atau ayam. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merasa perlu di adakanya penelitian yang berjudul: “PENGARUH
LAMA
PENYINARAN
TERHADAP
KEMAMPUAN
KEONG EMAS Pomacea canaliculata DALAM MENDEGRADASI SAMPAH ORGANIK SEGAR” B. Identifikasi Masalah Pada penelitian Pengaruh Lama Penyinaran Terhadap Kemampuan Keong Emas Pomacea canaliculata dalam mendegradasi sampah organik segar
ini
difokuskan pada permasalahan: 1.
Korelasi antara penyinaran dengan kemampuan keong emas dalam mendegradasi sampah organik segar. Informasi ini dapat dijadikan sebagai patokan kelayakan penggunaan keong emas untuk mengurangi permasalahan menumpuknya sampah organik segar di daerah perkotaan. Dan Korelasi antara lama penyinaran dengan pertambahan berat keong emas.
7
C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah ini adalah: Adakah pengaruh lama penyinaran terhadap kemampuan dan pertambahan berat tubuh keong emas Pomacea canaliculata dalam mendegradasi sampah
organik segar? D. Batasan Masalah Mengingat bahasan masalah di atas terlalu luas maka peneliti dalam penelitian ini akan dibatasi dalam hal sebagai berikut: 1.
Pada penelitian ini dari semua jenis keong, peneliti hanya menggunakan keong emas Pomacea canaliculata.
2.
Hasil penelitian pengaruh lama penyinaran terhadap pertambahan berat tubuh keong emas Pomacea canaliculata dianalisis dengan Uji BNT.
E. Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini dilaksanakan bertujuan untuk mengetahui adanya: 1.
Pengaruh penyinaran terhadap kemampuan keong emas dalam mendegradasi sampah organik segar.
2.
Pengaruh lama penyinaran terhadap pertambahan berat tubuh keong emas.
F. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak, diantaranya : 1.
Untuk kalangan masyarakat umum
8
a.
Memberi informasi tentang kemungkinan pendayagunaan keong emas untuk mendegradasi sampah organik segar di daerah perkotaan. Teknologi ini diharapkan akan dapat mengatasi permasalahan sampah organic di daerah perkotaan, dimana untuk Negara yang berada dalam taraf berkembang jenis sampah tersebut mencapai sekitar 60% dari total sampah yang dihasilkan.
b.
Memberi informasi tentang peranan keong emas dalam ekosistem asli dan pemodifikasian habitat hidup keong emas agar dapat didayagunakan guna meningkatkan kualitas hidup manusia.
G. Kerangka Pemikiran Keong mas memiliki ciri umum seperti gastropoda pada umumnya yaitu memiliki tubuh yang terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu kepala, kaki dan perut. Tubuh dapat dijulurkan keluar dari cangkang, tetapi apabila keong ini diganggu, keseluruhan badan hewan ini akan masuk ke dalam cangkangnya dan mulut dari cangkang tersebut akan tertutup rapat oleh operculum (Prashad, 1925). Keong emas Pomacea canaliculata merupakan hewan gastropoda yang mampu
tinggal dan bertahan hidup pada berbagai ekosistem mulai dari rawa-rawa, parit dan tanah pada danau dan sungai. Hampir sebagian besar keong Pomacea senang pada perairan lentic dibawah arus air (sungai). Keong mas hidup di alam yang dapat mendukung keperluan hidupnya terutama perairan tawar yang menggenang, pada substrat berlumpur, perairan yang jernih, yang banyak ditumbuhi tanaman air dan adanya pergantian air secara terus menerus (Prashad, 1925; Pennak, 1978). Keong mas dapat hidup di perairan tawar baik di daerah tropis maupun subtropics dan sebagian besar menetap di perairan dangkal dengan kedalaman tiga
9
meter (Hyman, 1967; Pennak, 1978). Keong Pomacea seperti hewan amphibi yang selalu membenamkan diri dalam air sepanjang hari, dan sembunyi pada tanaman yang berada di dekat permukaan air. Keong ini aktif pada malam hari dan meninggalkan air untuk mencari tanaman segar. Tingkat keaktifan keong ini sangat tergantung pada suhu perairan. Pada suhu 18°C mereka berusaha keras untuk bergerak hal ni berlawanan dengan suhu yang lebih tinggi yaitu 25°C. Meskipun begitu Pomacea canaliculata lebih tahan terhadap suhu rendah bila dibandingkan dengan jenis keong Pomacea lainnya. Sulistiono (2007) menambahkan, bahwa moluska jenis ini hidup di perairan jernih, bersubstrat lumpur dengan tumbuhan air yang melimpah. Menyukai tempat-tempat yang aliran airnya lambat, drainase tidak baik dan tidak cepat kering. Keong mas dapat bertahan hidup sampai 6 bulan di dalam tanah yang mengalami kekeringan. Hewan ini dapat hidup pada air yang memiliki pH 5-8, serta toleransi suhu antara 18-28 derajat Celsius. Pada suhu lebih tinggi, keong mas makan lebih cepat, bergerak lebih cepat, dan tumbuh lebih cepat. Pada suhu yang lebih rendah, keong mas masuk ke dalam lumpur dan menjadi tidak aktif. Pada suhu di atas 32 derajat Celcius, hewan ini memiliki tingkat mortalitas yang tinggi. Keong emas merupakan hewan yang mampu memakan segala jenis tanaman apapun, dengan melakukan penelitian ini di harapkan keong emas Pomacea canaliculata mampu mengatasi permasalahan menumpuknya sampah organik segar yang terdapat di daerah sekita kota Bandung.
10
Keong emas Pomacea
dipengaruhi
Lama Penyinaran
canaliculata
merupakan hewan yang
terhadap
mampu
Degradasi sampah organik segar
H. Definisi Operasional Untuk memudahkan pengoperasionalan dalam penelitian, maka dijabarkan beberapa peristilahan yang dimaksud dalam penelitian ini sebagai berikut: 1.
Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang atau benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang atau sesuatu. (Kamus Besar Bahasa Indonesia)
2.
Lama penyinaran adalah lama waktu penyinaran yang diperlakukan pada keong emas dalam media pemeliharaan sebagai perlakuan.
3.
Kemampuan adalah sebuah penilaian atau kapasitas terkini atas apa yang dapat dilakukan. (Wikipedia.com)
4.
Keong emas Pomacea canaliculata memiliki ciri umum seperti gastropoda pada umumnya yaitu memiliki tubuh yang terbagi menjadi tiga bagian besar yaitu kepala, kaki dan perut. Tubuh dapat dijulurkan keluar dari cangkang, tetapi apabila keong ini diganggu, keseluruhan badan hewan ini akan masuk ke dalam cangkangnya dan mulut dari cangkang tersebut akan tertutup rapat oleh operculum (Prashad, 1925).
11
5.
Degradasi sampah organik segar adalah proses pemecahan atau perombakan lembaran daun atau seresah bahan pakan keong emas. Dilihat dari segi fisik volume seresah atau lembaran daun menjadi lebih sedikit. Dilihat dari segi kemis seresah atau lembaran daun berubah menjadi senyawa yang lebih sederhana. (Kamus besar bahasa indonesia).
6.
Sampah merupakan material sisa yang tidak diinginkan setelah berakhirnya suatu proses. Sampah Organik segar yaitu dedaunan yang belum mengalami pembusukan dan belum kering (wikipedia.com).
I.
Struktur Organisasi Skripsi
1.
Bagian Pembuka Skripsi
2.
Bagian Isi Skripsi a. Bab 1 Pendahuluan b. Bab II Kajian Teoretis c. Bab III Metode Penelitian d. Bab VI Hasil Penelitian dan Pembahasan e. Bab V Simpulan dan Saran
3.
Bagian Akhir Skripsi a. Daftar Pustaka b. Lampiran c. Daftar Riwayat Hidup