BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lembaga keuangankhususnya sektor perbankan merupakan institusi masyarakat yang diharapkan mampu memperlancar roda perekonomian suatu negara. Hal ini ditunjukkan pada fenomena tahun 1998, ketika sektor perbankan Indonesia mengalami masa-masa kritis, di mana sejumlah besar bank umum bermasalah dilikuidasi dan dibeku-operasikan (BBO) oleh pemerintah, maka stabilitas sektor-sektor riilpun ikut terpuruk. Sejumlah besar perusahaan dalam negeri mengalami kebangkrutan dan yang masih mampu survive-pun sulit untuk melakukan pengembangan usaha akibat menipisnya cadangan dana untuk investasi dari perbankan. Negara Indonesia sebagai negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam telah lama mendambakan kehadiran sistem lembaga keuangan yang sesuai tuntutan kebutuhan tidak sebatas finansial, namun juga tuntutan moralitasnya. Sistem Bank yang dimaksud adalah perbankan yang terbebas dari praktik bunga, yang dinamakan Bank Syariah, yang juga disebut Bank Islam. Perkembangan produk-produk syariah yang dipasarkan di bank-bank syariahdi Indonesia tergolong cepat. Berdasarkan data Bank Indonesia,tercatat volume usaha perbankan syariah dalam tahun 2011, khususnya BankUmum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), mengalami pertumbuhan yang sangatpesat. Total aset per Oktober 2011 (yoy) telah mencapai Rp127,19 triliun atau meningkat tajamsebesar 48,10% yang merupakan pertumbuhan tertinggi sepanjang 3 tahun terakhir. Ditambahdengan aset BPRS sebesar Rp3,35 triliun, total aset perbankan syariah per Oktober 2011 telahmencapai Rp130,5 triliun. 1
Marketshare perbankan syariah terhadap perbankan nasional telahmencapai sekitar 3,8%. Tingginya pertumbuhan aset tersebut tidak terlepas dari tingginyapertumbuhan dana pihak ketiga pada sisi pasiva dan pertumbuhan penyaluran dana pada sisiaktiva (Bank Indonesia, 8 April 2012). Bank Syariahpada prinsipnya mempunyai beberapa kesamaan dalam sistem operasional dengan Bank Konvensional, yaitu mengenai cara menghimpun dana dan menanamkan dana. Umumnya jasa yang ditawarkan oleh Bank Syariah untuk menghimpun dan menanamkan dana adalah dalam bentuk tabungan, giro, dan deposito berjangka. Akan tetapi, dalam prinsip operasionalnya Bank Syariah memiliki ciri khusus, yaitu pemilik dana menyimpan dan menanamkan uangnya pada Bank Syariah tidak dengan motif untuk mendapatkan bunga, seperti halnya yang berlaku pada Bank Konvensional. Bank Syariah, sebagaimana Bank Konvensional juga menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk pembiayaan (kredit), hanya saja terdapat perbedaan mendasar dalam hal imbalan. Penentuan imbalan yang diinginkan dan yang akan diberikan oleh Bank Syariah kepada nasabahnya semata-mata didasarkan pada prinsip bagi hasil, bukan berdasarkan bunga bank seperti halnya pada Bank Konvensional. Salah satu jenis pembiayaan pada Bank Syariah dikenal dengan istilah Pembiayaan Mudharabah, yaitu suatu bentuk pembiayaan dengan akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh modal (100%), sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian
2
pengelola.Kerugian yang diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian pengelola menjadi tanggung jawab pengelola tersebut. Pembiayaan mudharabah maupun jenis-jenis pembiayaan lain yang telah disalurkan oleh Bank Syariah kepada masyarakatnya akan berpotensi timbulnya risiko. Risiko pembiayaan ini timbul akibat ketidakmampuan nasabah untuk mengembalikan jumlah pinjaman sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.Risiko tersebut dinamakan risiko pembiayaan yang merupakan perbandingan antara saldo pembiayaan bermasalah (Non Perfoming Financing) dengan hasil pembiayaan yang telah dikeluarkan oleh Bank Syariah secara keseluruhan. Besar kecilnya risiko pembiayaan dapat menunjukkan kinerja suatu Bank Syariah dalam pengelolaan dana yang dipercayakan masyarakat kepada Bank Syariah tersebut. Penggolongan tingkat risiko pembiayaan perbankan terangkum dalam kualitas pembiayaan (kredit) yang telah dikeluarkan oleh Direksi Bank Indonesia, yang di dalamnya memberikan indikasi bahwa tidak semua pembiayaan bermasalah dapat dikembalikan secara sempurna. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.7/2/PBI/2005 pasal 12 Tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Kredit (Pembiayaan) Perbankan, bahwa kualitas kredit/pembiayaan digolongkan kepada Lancar (L), Dalam Perhatian Khusus (DPK), Kurang Lancar (KL), Diragukan (D), dan Macet (M). Bank-bank syariah di Indonesia dalam kenyataannya juga masih memiliki permasalahan pada pembiayaan bermasalah/NPF atau yang disebut kredit macet/NFL pada bank konvensional, meskipun persentasenya lebih rendah dibanding yang dicapai oleh bank-bank konvensional. Sebagai gambaran, rasio pembiayaan bermasalah atau non-performing finance (NPF) perbankan syariah 3
meningkat pada awal tahun 2013. Berdasarkan data Statistik Bank Indonesia, rasio NPF industri perbankan syariah pada Februari 2013 tercatat sebesar 2,7% dari total pembiayaan Rp.154 triliun, atau lebih tinggi dibandingkan posisi Januari 2013 dan Desember 2012 yang hanya sebesar 2,49% dan 2,2%. Direktur Eksekutif Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia (BI), Edy Setiadi, mengatakan peningkatan NPF di awal tahun tersebut merupakan siklus tahunan perbankan syariah, disebabkan karena pembiayaan di bank-bank syariah belum intensif, sementara belum banyak pelunasan dari outstanding tahun sebelumnya. (Bank Indonesia, 2013). Sebagian besar aset bank syariah disalurkan dalam bentuk pembiayaan, dan di antara beberapa jenis pembiayaan yang ada, sebagian besar disalurkan dalam bentuk pembiayaan mudharabah. Salah satu bank syariah yang ada di wilayah Jawa Barat adalah Bank Jabar Banten (BJB) Syariah yang baru berdiri pada tahun 2010, yakni sebagai bagian dari kebijakan pemisahan (spin off) unit usaha syariah Bank Jabar Banten menjadi bank syariah. BJB Syariah memperoleh izin usaha dari Bank Indonesia sesuai dengan Keputusan Gubernur Bank Indonesia No.12/35/KEP.GBI/2010 tanggal 30 April 2010 Tentang Pemberian Izin Usaha PT Bank Jabar Banten Syariah. Berdasarkan Laporan Tahunan 2012, BJB Syariah telah memiliki aset mencapai Rp.4,3 Trilyun dan telah memiliki jaringan kantor tersebar di wilayah Jawa Barat, Banten dan Jakarta, terdiri dari 8 Kantor Cabang, 44 Kantor Cabang Pembantu, 1 Gerai Syariah, 1 Payment Point dan 1 Kantor Kas, serta baru memiliki pegawai sebanyak 300 orang. Kinerja pembiayaan Bank BJB Syariah terus mengalami peningkatan dan pada tahun 2012 volume pembiayaan BJB Syariah telah mencapai Rp.1.192 miliar, meningkat 67% dibandingkan dengan tahun 2011. 4
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari BJB Syariah Kantor Pusat Bandung, bahwa BJB Syariah juga tidak luput dari adanya persoalan nonperforming finance, walaupun tingkatnya masih relatif rendah dibanding bankbank syariah lain yang telah lebih dahulu beroperasi. Adapun beberapa indikator kinerja BJB Syariah khususnya pada tahun 2012 tercatat sebagai berikut : Tabel 1.1 Perkembangan Indikator-Indikator Kinerja BJB Syariah Tahun 2011 dan 2012 No
Indikator
2011
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Capital Adequacy Ratio (CAR) (%) Return On Assets (ROA) (%) ROE (Return of Equity) (%) Net Operating Margin (NOM) (%) BOPO (%) Financing Deposit Ratio (FDR) (%) NPF Gross (%) NPF Net Total Assets (Rp.M)
30,29 1,23 3,65 7,84 84,07 79,61 1,36 0,41 1.426
2012
21,09 -0,59 -3,26 7,41 110,41 87,99 3,97 2,10 4.275
Standar BI 20% 1,5% 5% 6% 92% 85% - 100% <5% <5% -
Sumber : Laporan Tahunan 2012, Bank BJB, 2013
Keterangan : Standar BI didasarkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor: 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum
Dari tabel tersebut dapat diinformasikan bahwa rasio kecukupan modal (CAR) BJB Syariah pada tahun 2012 mengalami penurunan dari 30,29% pada tahun 2011 menjadi 21,09% pada tahun 2012. Beberapa indikator rentabilitas seperti ROA mengalami penurunan dari 1,23% pada tahun 2011 menjadi -0,59% pada tahun 2012, begitupun ROE juga menurun dari 3,65% pada tahun 2011 menjadi -3,26% pada tahun 2012. Begitupun indikator NOM mengalami penurunan. Indikator-indikator yang berkaitan dengan Tingkat Kesehatan Aktiva Produktif, yaitu NPF Gross maupun NPF Net mengalami kenaikan, di mana pada tahun 2011, NPF Gross tercapai sebesar 1,36% sedangkan pada tahun 2012 5
Baik /Buruk Baik Buruk Buruk Baik Baik Baik Baik Baik Baik
mengalami kenaikan menjadi sebesar 3,97%, yang bermakna kurang baik, karena semakin tinggi NPF berarti semakin besar nilai pembiayaan bermasalah. Kondisi ini tidak lepas dari semakin meningkatnya aset yang disalurkan kepada nasabah yang berarti semakin meningkat pula resiko pembiayaan bermasalah. Secara khusus, mengenai kondisi pembiayaan mudharabah di BJB Syariah sejak tahun 2010 sampai saat ini selalu terdapat pembiayaan yang bermasalah dari kategori kurang lancar sampai kategori macet. Misalnya, berdasarkan Laporan Keuangan per 31 Desember 2010 tercatat pembiayaan mudharabah yang bermasalah ditinjau dari jenis piutang sebagai berikut : Tabel 1.2 Pembiayaan Mudharabah BJB Syariah Berdasarkan Jenis Piutang Per 31 Desember 2010 (dalam ribuan rupiah)
Jenis Piutang Pihak Ketiga - Modal Kerja - Investasi - Konsumsi Jumlah Penyisihan Kerugian Bersih
Lancar
Kategori Kolektibilitas Dalam Kurang Perhatian Diragukan Lancar Khusus
Jumlah Total
Macet
81.130.590 1.928.857 109.115.554 192.175.001 (1.946.736)
-
7.313.220 7.313.220 (1.096.983)
-
21.000
21.000 (21.000)
88.464.811 1.928.856 109.115.554 199.509.221 (3.064.719)
190.228.265
-
6.216.237
-
-
196.444.502
Sumber : Laporan Keuangan dan Laporan Auditor Independen, Tahun 2010 Informasi lainnya sehubungan dengan pembiayaan mudharabah di BJB Syariah khususnya pada periode tersebut menunjukkan bahwa rasio atas pembiayaan mudharabah non-performing (gross) tercatat sebesar 3,68% dari jumlah pembiayaan mudharabah sedangkan pembiayaan mudharabah nonperforming (net) adalah sebesar 3,12% dari total pinjaman mudharabah. Keadaan ini menjelaskan bahwa NPF pembiayaan mudharabah masih cukup besar, 6
walaupun berada di bawah kisaran 5%. Hal ini tentu perlu diantisipasi oleh manajemen bank, agar pembiayaan bermasalah khususnya yang bersumber dari pembiayaan mudharabah dapat semakin rendah. Salah satu penyebab utama terjadinya risiko pembiayaan di suatu Bank Syariah adalah karena lemahnya suatu pengawasan terhadap pembiayaan atau kredit yang diberikan. Usaha yang dilakukan setiap Bank Syariah untuk menekan risiko kerugian yang timbul akibat penyaluran pembiayaan adalah dengan menjaga kualitas pembiayaannya. Kualitas pembiayaan pada Bank Syariah akan dinilai berdasarkan prospek usaha, kondisi keuangan dan kemampuan membayar nasabah, yakni melalui kegiatan analisis kelayakan pembiayaan. Kegiatan analisis kelayakan pembiayaan ini perlu didasarkan juga pada informasi kinerja bank terutama yang bersumber dari hasil pelaksanaan pengendalian intern (internal control). Oleh karena itu, salah satu langkah konkret untuk mengurangi tingkat risiko pembiayaan mudharabah, maka perlu melaksanakan pengendalian intern. Berdasarkan Laporan Pelaksanaan GCG (Good Corporate Governance) Bank BJB Syariah pada tahun 2012, bahwa nilai komposit “self assesment” yang dilaporkan oleh manajemen Bank BJB Syariah tahun 2012 baru termasuk dalam kategori “Cukup Baik” (BJB Syariah, 2013). Ada 11 (sebelas) aspek yang dinilai dari laporan GCG tersebut, yaitu : 1) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris, 2) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Direksi, 3) kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite, 4) pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Pengawas Syariah, 5) pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana serta pelayanan jasa, 6) penanganan benturan kepentingan, 7) penerapan fungsi ketaatan bank, 8) penerapan fungsi audit intern, 9) penerapan fungsi audit ekstern, 10) batas maksimum penyaluran dana, dan 11) 7
transparansi kondisi keuangan dan non keuangan, laporan pelaksanaan GCG dan pelaporan internal. Dari kesebelas aspek yang dinilai tersebut, bahwa penerapan fungsi audit intern juga baru dinilai “Cukup Baik”, sehingga pelaksanaannya belum optimal, yang berarti berkaitan langsung dengan kegiatan pengendalian internal dalam perusahaan. Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personil lain yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan berikut ini : (1) Keandalan pelaporan keuangan, (2) Ketaatan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, (3) Efektivitas dan efisiensi operasi. Perusahaan pada umumnya menggunakan Sistem Pengendalian Internal untuk mengarahkan operasi perusahaan dan mencegah terjadinya penyalahgunaan sistem. Oleh karena pentingnya pembiayaan dalam operasibank syariah, maka perlu adanya suatu sistem pengendalian yang baik dari pihak manajemen bank terhadap prosedur pemberian pembiayaan tersebut, sehingga pembiayaan yang diberikan dapat efektif. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “PengaruhPengendalian InternalTerhadapEfektivitas Pembiayaan Mudharabah Pada Bank Syariah(Studi Kasus Pada Bank BJB Syariah Kantor Pusat Bandung)”. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka di dalam penelitian ini penulis merumuskan permasalahan yakni: “Apakah dengan pelaksanaan pengendalian internal dapat membantu manajemen di dalam mengefektifkan kegiatan operasi bank syariah, khususnya dalam kegiatan pembiayaan mudharabah, dengan 8
merekomendasikan berbagai tindakan yang korektif yang diperlukan untuk mencapai efektivitas pembiayaan mudharabah?”. Selanjutnya, masalah-masalah yang akan dijelaskan berkenaan dengan rumusan masalah di atas yaitu mengenai : 1.
Bagaimana efektivitas pelaksanaan pengendalian internal pada Bank BJB Syariah Kantor Pusat Bandung.
2.
Bagaimanaefektivitas pelaksanaan pembiayaan mudharabah pada Bank BJB Syariah Kantor Pusat Bandung telah efektif.
3.
Pengaruh pengendalian internal terhadap efektivitas pembiayaan mudharabah pada Bank BJB Syariah Kantor Pusat Bandung.
1.3 Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi yang berhubungan dengan pengendalian internal dan efektivitas pembiayaan mudharabahpada Bank BJB Syariah Kantor Pusat Bandung.Data dan informasi tersebut digunakan sebagai bahan kajian dalam penyusunan karya ilmiah dalam bentuk skripsi untuk memenuhi persyaratan dalam memenuhi ujian sidang sarjana pada jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Akuntansi Universitas Widyatama. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1.
Untuk mengetahui efektivitas pelaksanaan pengendalian internal pada Bank BJB Syariah Kantor Pusat Bandung.
2.
Untuk mengetahui efektivitas pembiayaan mudharabah pada Bank BJB Syariah Kantor Pusat Bandung.
3.
Untuk mengetahui pengaruh pengendalian internal terhadap efektivitas pembiayaan mudharabah pada Bank BJB Syariah Kantor Pusat Bandung.
9
1.4 Kegunaan Penelitian Kegunaan yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagi Penulis Dapat mengetahui bagaimana pengaruh pengendalian internal terhadap efektivitas pembiayaan mudharabah pada Bank BJB Syariah Kantor Pusat Bandung.Selain itu, dapat memberikan pengetahuan baru di bidang akuntansi syariah. 2. Bagi Bank Diharapkan pentingnya
dapat
pengendalian
memberikan internal
sumbangan
dalam
rangka
pemikiran
mengenai
mendukung
efektivitas
pembiayaan mudharabah pada Bank BJB Syariah Kantor Pusat Bandung. Dengan demikian Bank akan lebih meningkatkan pengendalian internal untuk mengurangi risiko pembiayaan mudharabah. 3. Bagi Pihak Lain Dapat dijadikan bahan kajian dan referensi serta tambahan informasi pihak lain yang akan melakukan penelitian kembali mengenai pengaruh pengendalian internal terhadap efektivitas pembiayaan mudharabah pada Bank Syariah. 1.5 Lokasi dan Penelitian Lokasi penelitian adalah pada Bank BJB Syariah Kantor Pusat Bandung yang beralamat di Jl. Braga No.135 BandungTelp. : (022) 4202504, Fax.: (022) 4213181.
10
Adapun waktu penelitian yang penulis gunakan yaitu mulai dari bulan September 2013 sampai dengan bulan Januari 2014. Tabel 1.3 Waktu Penelitian No
1
2 3
4
Kegiatan
Sept 2013 1 2 3 4
Okt 2013 1 2 3 4
Bulan (Tahun 2013 – 2014) Nov 2013 Des 2013 Jan 2014 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Prasurvei: a. Persiapan judul skripsi. b. Persiapan teori pendukung judul skripsi c. Pengajuan judul skripsi d. Mencari perusahaan Proses Proposal a. Penulisan Proposal b. Bimbingan Proposal c. Revisi Proposal Pengumpulan Data Proses Penyusunan Skripsi a. Pengolahan dan analisis data b. Bimbingan dan penulisan skripsi c. Pendaftaran sidang skripsi d. Sidang skripsi e. Revisi skripsi
11
1
Feb 2014 2 3 4