1
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Merupakan suatu kenyataan bahwa di negara-negara yang sedang giatgiatnya melaksanakan tahap pembangunan seperti Indonesia, maka kegiatan – kegiatan, misalnya dalam bidang industri, di satu pihak merupakan sarana dan kondisi yang terletak untuk menuju pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, di lain pihak, kegiatan itu sekaligus dapat merupakan sumber terjadinya perusakan alam ataupun pencemaran lingkungan yang akan berkelanjutan. Perusakan terhadap lingkungan ini merupakan ancaman serius bagi kehidupan dan kelangsungan seluruh ekosistem dari bumi kita ini.1 Masalah kerusakan lingkungan laut dewasa ini telah menjadi masalah global yang mendapat perhatian dari berbagai bangsa. Diakui bahwa kerusakan lingkungan laut merupakan salah satu efek dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat dalam bidang eksplorasi dan ekploitasi penambangan minyak serta mineral lain dilepas pantai telah mendorong sejumlah negara menuntut penambahan kekuasaan atas suatu wilayah territorial lautnya. Hal ini disebabkan karena setiap negara telah menyadari, bahwa dewasa ini laut semakin memegang peranan penting, oleh karena itu diperlukan suatu upaya pencegahan dan penanggulangan dalam rangka menjamin kelestarian lingkungan dan manfaat laut bukan saja bagi kepentingan umat manusia saat ini, tetapi juga bagi generasi-generasi yang akan datang. 1
Paulus Effendi Lotulung, 1993, Penegakan Hukum Lingkungan oleh Hakim Perdata, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 2-3.
1
2
Seiring Laut bagi suatu negara dapat mempunyai arti dan fungsi yang menentukan tingkat kesejahteraan rakyatnya. Hal ini disebabkan pada wilayah laut telah ditemukan sumber kekayaan alami, antara lain berupa minyak, timah, gas bumi, dan sumber hayati dan nabati laut berupa ikan dan sebagainya. Berbicara mengenai pemanfaatan wilayah atau lingkungan laut, maka tidak dapat dilepaskan dari berbagai aspek gangguan yang ditimbulkan yang pasti dapat membahayakan kelestarian laut itu sendiri. Masalah pencemaran yang disebabkan oleh minyak bumi, merupakan hal yang penting untuk diperhatikan.Mengingat posisi geografis dari negara Indonesia yang terletak pada posisi silang yang merupakan jalan terdekat penghubung urat nadi angkutan minyak bumi terbesar di Timur Tengah dengan industri besar konsumennya antara lain negara Jepang, Amerika Serikat dan sebagainya.2Selain pencemaran wilayah laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak, hal tersebut dapat pula disebabkan karena pembuangan limbah dari aktifitas manusia di laut.Demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa rusaknya lingkungan ini juga ditimbulkan oleh sebab-sebab lain dari jenis pencemaran ini misalnya, kerusakan terumbu karang (coral reff) sebagai akibat pengambilan karang yang berlebihan (over exploitation), atau akibat penangkapan ikan dengan memakai bahan peledak.Pencemaran terhadap lingkungan laut yang telah melampaui ambang batas dapat mengancam kehidupan umat manusia pada umumnya dan khususnya bagi para nelayan yang melakukan aktifitas di daerah pantai.
2
Mocthar Kusumaatmaja, 1977, Pencemaraan Laut dan Pengaturan Hukumannya, Orasi Diesnatalis Padjajaran, Bandung, h. 177.
3
Dengan kejadian pencemaran yang meningkat di wilayah maritim Indonesia, yang terjadi dalam dekade terakhir ini tentu menambah rumitnya masalah yang dihadapi oleh negara Indonesia sendiri.Oleh sebab itu untuk menjaga dan melestarikan wilayah lingkungan laut Indonesia perlu ada perangkat peraturan hukum baik yang bersifat Internasional maupun yang bersifat nasional yang mengatur perihal tersebut. Sebagai contoh Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 Bagian XII, Pasal 211 yang mengatur prihal perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Pasal tersebut mengandung ketentuan-ketentuan yang mengatur pemaksaan ketaatan suatu negara untuk mencegah, mengurangi, dan mengendalikan pencemaran terhadap wilayah laut.Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut sehingga perlu langkah-langkah penyesuaian dalam sistem perundang-undangan.3 Sekitar tiga tahun yang lalu, masalah pencemaran laut akibat tumpahan minyak kembali terulang dalam perairan wilayah Indonesia. Tepatnya pada tanggal 21 Agustus 2009 sumur minyak Montara yang bersumber dari Ladang Montara (The Montara Well Head Platform) di Blok “West Atlas Laut Timor” perairan Australia bocor dan menumpahkan minyak jenis light crude oil. Tumpahan minyak tersebut meluas hingga perairan Celah Timor (Timor Gap) yang merupakan perairan perbatasan antara Indonesia, Australia dan Timor Leste.Luas efek cemaran tumpahan minyak dari sumur yang terletak di Blok Atlas Barat Laut Timor tersebut sekitar 75% masuk wilayah perairan Indonesia.
3
Mochtar Kusumaatmaja, 1982, Perlindungan Dan Pelestarian Lingkungan Laut, Sinar Grafika, Jakarta, h. 9.
4
Pencemaran ini menjadi masalah yang penting bagi bangsa Indonesia, karena telah mencemari lingkungan laut Indonesia yang memasuki Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. Landasan filosofis berdasarkan Pasal 192 United Nations Convention on the Law of The Sea (UNCLOS), dinyatakan bahwa setiap negara harus menjaga lingkungan laut, yang berarti bahwa dalam pasal ini memberikan penekanan bahwa ekosistem laut merupakan bagian yang wajib dijaga dan dilestarikan oleh setiap negara. Pemerintah Indonesia mengancam akan melaporkan perusahaan asal Australia, Montara, akibat meledaknya sumur minyak
tersebut
ke
forum
internasional
jika
solusi
belum
juga
tercapai. 4 Merupakan suatu tindakan tegas dari Indonesia dalam menghadapi pencemaran lingkungan yang terjadi dalam yurisdiksi wilayah Indonesia. Supaya aktivitas manusia tidak menimbulkan kerusakan pada mutu air laut, pemerintah memandang perlu membuat suatu peraturan di bidang pencegahan dan pengendalian pencemaran laut, yang bertujuan untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat dan kelangsungan hidup makhluk hidup lainnya. pengaturan mengenai perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup di laut Indonesia terdapat pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 Tentang Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Undang-Undang No. 9 Tahun 1985 Tentang Perikanan, Undang-Undang No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam, Undang-Undang No.21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran, Undang-Undang No. 6 Tahun 1996 Tentang Perairan Indonesia,Undang-Undang No. 32 Tahun 2009
Tentang
Perlindungan
Pengelolaan
Lingkungan
Hidup,
Peraturan
“Pemerintah RI Ancam Bawa Kasus Montara Ke Forum Internasional”, diakses pada tangga 20 Januari 2011, available from URL: http://economy.okezone.com/read /2011/01/20/320/41 5908/pemerintah-ri-ancam-bawa-kasus-montara-ke-forum-internasional 4
5
Pemerintah No. 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut, yang diundangkan pada tanggal 27 Februari Tahun 1999, merupakan peraturan yang mengatur pembatasan kegiatan manusia termasuk industri yang dapat menimbulkan pencemaran dan/atau perusakan mutu laut. Sehingga siapa saja yang melakukan aktifitas di laut, yang dapat dikenakan sanksi. Sanksi terhadap negara atau pihak lain yang melakukan pencemaran di wilayah laut Indonesia dapat berupa ganti rugi, yang harus dibayar oleh pihak atau negara asing kepada pemerintah negara Indonesia. 5 Secara khusus pengaturan mengenai penerapan ganti rugi atas pencemaran lingkungan laut dari tambang minyak lepas pantai sangat perlu ditangani segera, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan mengingat banyaknya pencemaran yang berasal dari kegiatan manusia yang bekenaan dengan eksplorasi dan eksploitasi sumberdaya alam sehinga berakibat tumpahnya minyak ke laut agar lebih dipahami.
1.2. Rumusan Masalah Masalah yang timbul dan yang ingin dikaji dalam skripsi ini sehubungan dengan hal-hal di atas adalah sebagai berikut : 1.
Bagaimana pengaturan pencemaran lingkungan laut akibat tumpahan minyak lintas batas di lingkungan maritim Indonesia ?
2.
Bagaimanakah peranan kerjasama antar negara dalam penangulangan pencemaran lingkungan lintas batas maritim akibat kebocoran tambang minyak lepas pantai?
5
Komar Kantaatmaja, 1981, Ganti Rugi Internasional Pencemaran Minyak Di Laut, Alumni, Bandung, h. 57.
6
1.3. Ruang Lingkup Masalah Maksud dari ruang lingkup masalah dalam penulisan ini adalah untuk membatasi objek pembahasan guna mencegah terlalu luasnya materi yang akan dibahas.Adapun pembatasan penulisan tersebut adalah sebagai berikut : Sebelum memasuki uraian tentang pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, terlebih dahulu pada Bab I merupakan pendahuluan yang memuat latar belakang penulis menangkat judul mengenai “Penyelesaian Sengketa Pencemaran Lingkungan Lintas Batas Maritim Yang Berasal Dari Tambang Minyak Lepas Pantai”, kemudian rumusan masalah yang berupa pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan judul tersebut. Ruang lingkup masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan dari skripsi ini, landasan teori yang membahas mengenai teoriteori hukum, konsep hukum dan lain-lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas rumusan masalah dan metode penulisan yang digunakan yaitu yuridis normatif. Bab II akan diuraikan tinjauan secara umum mengenai pencemaran laut yang pada sub-babnya berupa pengertian serta batasan pencemaran lingkungan laut yang kemudian dilanjutkan sejarah perkembangan hukum pencemaran laut yang bersifat lintas serta pengaruh dan dampak lingkungan yang disebabkan oleh minyak terhadap lingkungan laut. Pada bab III akan membahas tentang pengaturan pencemaran minyak yang bersifat lintas batas di maritim Indonesia, yang pada sub-sub babnya akan membahas mengenai tentang sumber dan pengaturan hukum mengenai pencemaran dan penangulangan pencemaran lingkungan laut akibat tumpahan
7
minyak pada bab IV akan dibahas mengenai peranan kerjasama antar negara dalam penyelesaian sengketa pencemaran lingkungan lintas batas maritim. selanjutnya skripsi ini akan ditutup oleh uraian pada bab V yang berisikan simpulan dan saran.
1.4.Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan dalam penulisan ini adalah sebagai berikut : a. Tujuan umum 1. Untuk memahami dan mengetahui pencemaran lingkungan laut yang berasal dari tambang minyak lepas pantai. 2. Untuk memahami dan mengetahui aturan-aturan hukum mengenai pencemaran lingkungan laut yang berasal dari tambang minyak lepas pantai. 3. Sebagai pengembangan dari pemikiran ilmiah sehubungan dengan pencemaran lingkungan laut. a. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui penyelesaian sengketa pencemaran lingkungan lintas batas maritim yang berasal dari tambang minyak lepas pantai. 2. Untuk mengetahui pengaturan penyelesaian sengketa pencemaran lingkungan lintas batas maritim yang berasal dari tambang minyak lepas pantai.
8
1.5. Manfaat Penulisan a. Manfaat Teoritis Dari segi teoritis penelitian ini bermanfaat sebagai upaya pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang hukum internasional di bagian hukum lingkungan laut mengenai asas-asas yang berlaku dalam hukum internasional dan UNCLOS 1982 atau konvensi hukum laut. Selain itu juga berupaya mengembangkan wawasan ke ilmuan penelitian, pengembangan teori ilmu hukum, serta pengembangan bacaan bagi pendidikan hukum. b. Manfaat Praktis Dari segi praktis berguna sebagai upaya yang dapat dipetik langsung manfaatnya, seperti peningkatan keahlian meneliti dan keterampilan menulis, sumbangan pemikiran dalam pemecahan suatu masalah hukum, acuan pengambilan keputusan yuridis, dan bacaan baru bagi penelitian ilmu hukum.6
1.6. Landasan Teoritis Indonesia adalah salah satu negara yang ikut merumuskan materi dari United Nation Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982), utamanya yang terkait dengan rumusan Bab IV tentang negara kepulauan (archipelagic state). Ketentuan tentang negara kepulauan mempunyai hubungan substansial dengan Deklarasi Djoeanda yang dicetuskan pada tahun 1957. Hal ini menunjukan bahwa sekalipun deklarasi tentang prinsip negara kepulauan telah dicanangkan sejak tahun 1957, namun agar prinsip itu dapat diterima secara internasional memerlukan perjuangan diplomasi yang tangguh dan tentunya 6
Abdul Kadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 66.
9
sangat melelahkan selama 25 tahun. Dengan ditanda-tangani oleh 158 negara termasuk Indonesia, maka sejak tahun 1982 itu pula UNCLOS 1982 menjadi dasar hukum kelautan internasional. Setelah itu, tiga tahun kemudian Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982 melalui ditetapkannya Undang-Undang No. 17 Tahun 1985 tanggal 31 Desember 1985.Sejak saat itu maka Indonesia memasuki tatanan hukum baru mengenai kewilayahan nusantara, yang harus terus diperjuangkan dalam diplomasi mancanegara. Perlu disadari bahwa sebagai suatu konsep kewilayahan, negara bukanlah sesuatu yang statis, batas territorial suatu negara terbukti secara empirik dapat berubah, dapat meluas dan menyusut bergantung dari kemampuan suatu negara dalam menyelenggarakan pembinaan dan pertahanan kedaulatannya. Dalam konteks itulah maka adanya suatu aturan hukum laut yang diakui secara internasional menjadi sangat penting sebagai aturan yang dapat diacu bersama khususnya oleh negara-negara yang telah meratifikasinya. Sebagai negara yang menandatangani dan kemudian telah meratifikasinya menjadi bagian dari tataran hukum nasionalnya, maka Indonesia tentunya harus taat azas dengan berbagai ketentuan hukum laut internasional dari UNCLOS 1982, termasuk tentang hak dan kewajiban. Kajian ini telah berhasil menemukenali banyak hal tentang hak dan kewajiban, baik yang sudah di kerjakan hingga saat ini atau yang perlu di lakukan kemudian. Apabila dilihat dari sudut kewilayahan, dengan diakuinya konsepsi negara kepulauan sebagai kenyataan, ini menambahkan lebih kurang suatu ruang lautan seluas 3 juta km² pada wilayah Indonesia. Dan apabila ditambah dengan ruang
10
landas kontinen dan jalur ekonomi eksklusif sebesar 200 mil, jumlah seluruh lingkungan laut yang jatuh di bawah penguasaan eksklusif Republik Indonesia kurang lebih menjadi 6 juta km².7 Wilayah laut yang demikian luas, dapat dimanfaatkan dari beberapa sudut kepentingan yakni antara lain dari sudut politis, pertahanan dan keamanan serta dari sudut ekonomi. Dari segi ekonomi laut Indonesia merupakan sumber kekayaan alam yang baik kekayaan hayati maupun kekayaan mineral, yang dapat dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia demi kelangsungan hidupnya. Karena posisi dan letak negara Indonesia pada posisi silang telah disinggung di muka, serta ramainya lalu lintas pelayaran yang melalui lautan Indonesia, maka sudah dapat dipastikan akan adanya berbagai gangguan terhadap wilayah laut Indonesia. Gangguan tersebut antara lain berupa pencemaran, dilihat dari letak wilaya Indonesia yang memiliki garis pantai yang begitu panjang, kemungkinan resiko pencemaran lebih tinggi dan lebih kompleks interakasinya dengan faktor-faktor lingkungan. Selain itu laut juga sangat rentan terhadap zat pencemar (special environmental sensitive). Jika ditinjau dari sudut sumber yang menyebabkan terjadinya pencemaran dilaut pencemaran laut dapat dikatagorikan sebagai berikut : 1. Pencemaran yang disebabkan oleh zat pencemaran yang berasal dari darat, seperti dari pipa-pipa saluran limbah, dan dari sungai-sungai. 2. Pencemaran yang disebabkan oleh zat pencemaran yang bersumber dari kapal laut, yang meliputi baik dari kegiatan rutin seperti pembuangan minyak, air
7
Mochtar Kusumaatmaja, 1978, Bunga Rampai Hukum Laut, Bina Cipta, Bandung, h. 175.
11
tanki dan kebocoran kapal, maupun kecelakaan kapal karena kandas, tabrakan dan kebakaran 3. Pencemaran yang disebabkan oleh dumping atau limbah buangan. 4. Pencemaran laut yang disebabkan oleh zat yang berasal dari kegiatan eksplorasi dan eksploitasi dasar laut serta tanah dibawahnya. 5. Pencemaran laut yang disebabkan oleh zat pencemaran yang bersumber dari udara. sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan laut yang kian meningkat di wilayah maritim Indonesia. Dengan adanya pencemaran lingkungan laut akan mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, dimana secara hukum perdata harus dipertanggungjawabkan dengan pemberian sejumlah ganti rugi. Masalah ganti rugi walaupun pada permulaan perkembangannya masih sama sifatnya baik perdata maupun pidana, tetapi sudah mulai dipersoalan sejak zaman dulu. Pengertiannya berkembangan dari kesamaan sifat perdata atau pidana, dari masalah ganti rugi hingga pembatasan adanya unsur kesalahan semata-mata sampai kepada timbulnya pengertian yang luas yang dikembangkan baik oleh perundang-undangan maupun yurisprudensi.8 Perkembangan terakhir adalah dalam bentuk kewajiban membayar ganti rugi berdasarkan azas atau prinsip tanggung jawab mutlak (absolute atau strict liability principle) merupakan perkembangan yang menyimpang dari prinsip-
8 Komar Kantaatmadja, 1976, Beberapa Segi Hukum Internasional Masalah Ganti Rugi Pencemaran Minyak Akibat Kecelakaan Kapal di Laut, terkutip dari Pro Justisia No. 12 Desember 1976, h. 85.
12
prinsip ganti rugi dalam kecelakaan di laut yang sebelumnya didasarkan pada azas liability based on fault atau tanggungjawab berdasarkan adanya unsur kesalahan.9
a. Pengaturan pencemaran lingkungan laut akibat tumpahan minyak lintas batas di lingkungan maritim Indonesia. Teori tentang perlindungan lingkungan laut dalam kerangka hukum internasional, sebenarnya merupakan akumulasi dari The Principle of National Sovereignity and The Freedom of The High Sea. Umumnya, argumentasi yang dikemukakan di sini adalah "a right on the part of a state threatened with environmental injury from sources beyond its territorial jurisdiction, at least where those sources are located on the high seas, to take reasonable action to prevent or abate that injury." 10 Pontanus mengajukan teori yang merupakan kompromi antara teori mare liberum dan mare clausum dengan membagi laut dalam dua bagian, yakni laut yang berdekatan dengan pantai (adjacent sea) dapat jatuh di bawah pemilikan atau kedaulatan negara pantai, sedangkan di luar itu laut bersifat bebas.
11
Dalam perkembangannya, pada abad pertengahan doktrin
kedaulatan modern didasari oleh 2 (dua) hal yang mendasar, yaitu: 1. Pada satu segi kedaulatan timbul karena adanya kekhawatiran dari negaranegara nasional yang baru merdeka untuk menegaskan kemerdekaan total, termasuk pengembangan perekonomiannya, dan menghilangkan intervensi
9
Mochtar Kusumaatmdja, 1976, IMCO dan Pembinaan Hukum Pelayaran Nasional, Binacipta Bandung, h. 15. 10 Daud Silalahi, 1992, Hukum Lingkungan dalam Sistem Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia, Alumni, Bandung, h. 131. 11
Mochtar Kusumaatmadja, 1981, Hukum laut Internasional, Binacipta, Bandung, h. 19.
13
negara-negara besar, 2. Pada segi lain merupakan akumulasi dari negara-negara baru merdeka untuk membentuk hukum baru bagi pengaturan wilayahnya. Dengan berkembangnya konsepsi the new economic use for the sea yang pada waktu itu didasarkan pada anggapan bahwa "all state possessed their shores in those parts of the sea that touches their shores", hingga sekarang mengalami perkembangan yang pesat. 12 Oleh sebab itu, dari sudut sejarah latar belakang penguasaan kekayaan alam di laut dapat diidentifikasi sekurang-kurangnya tiga hal pokok:13 1. Aspek ekonomi dari persoalan yang diperdebatkan antara Grotius dan Selden tentang laut bebas dan laut tertutup, juga dipersoalkan aspek keterbatasan kekayaan alam hayati laut yang hingga sekarang masih tetap relevan, 2. Doktrin mare liberum dari Grotius juga mengakui adanya kebutuhan negara pantai untuk menguasai bagian laut (maritime zone) yang didasarkan pada practical need yang kemudian dikenal sebagai laut teritorial yang jatuh di bawah kekuasaan negara pantai, sedangkan lingkungan laut di luarnya menjadi laut lepas, 3. Perkembangan yang terjadi setelah Perang Dunia II yang diawali dengan gerakan penguasaan kekayaan alam dan lingkungan laut, berdasarkan Proklamasi Truman 1945 oleh Amerika Serikat. Sebagai dasar falsafah dari perlindungan lingkungan laut adalah pertimbangan nilai-nilai dan rasa keadilan secara luas, baik dilihat dari segi moral maupun dari segi kehidupan sosial terhadap negara pantai dan pengguna laut. Dengan demikian prinsip tanggung jawab mutlak (Strict Liability) atau tanggung jawab yang tidak didasarkan pada adanya unsur kesalahan harus dipandang dari pertimbangan nilai sosial secara luas (a broad social value judgemant), seorang
12 Daud Silalahi, 1992, Pengaturan Hukum Lingkungan Laut Indonesia dan Implikasinya Secara Regional, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, h. 225. 13
Ibid.
14
yang melakukan kegiatan untuk memperoleh keuntungan bagi dirinya sendiri harus menaggung resiko akibat dari kegiatannya tersebut.14
b. Peranankerjasama antar negara dalam penangulangan pencemaran lingkungan lintas batas maritim akibat kebocoran tambang minyak lepas pantai. Beberapa prinsip pencemaran lintas batas nasional telah dikembangkan untuk memecahkan masalah dampak lingkungan lintas batas.Prinsip ini pada dasarnya berusaha mencapai keseimbangan (fire balance) antara hak dan kewajiban antar negara yang terlibat dalam masalah lingkungan yang bersifat lintas batas nasional. Prinsip 22 Deklarasi Stockholm 1972 menentukan : “States shall co-operate to develop further the international law regarding liability and compensation for the victims of pollution and other environment damage caused by activities within the jurisdictions or control of such states to areas beyond their jurisdictions”.15 Dari ketentuan di atas, tampak bahwa Prinsip 22 Deklarasi Stockholm menegaskan negara-negara untuk bekerjasama guna mengembangkan ketentuanketentuan hukum internasional mengenai tanggungjawab dan ganti rugi bagi korban-korban pencemaran dan kerusakan lingkungan yang terjadi di negaranya. Menurut Hans Kelsen adanya persetujuan negara-negara yang berdaulat untuk mengikatkan diri pada kaidah-kaidah atau norma hukum internasional yang terdiri
14 E. Saefullah Wiradipradja, 1989, Cetakan ITanggungjawab Pengangkut Dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional, Liberty Yogyakarta, h. 42. 15
Koesnadi Hardjasoemantri, 1990, Hukum Tata Lingkungan, Deklarasi Stockholm, Gadjah Mada University Perss, Yogyakarta, h. 499.
15
dari tiga aliran yaitu:16 a. Teori Common Consent: dasar mengikat hukum internasional persetujuan bersama dari negara-negara yang berdaulat mengikatkan diri pada kaidah-kaidah hukum internasional. b. Teori Self Limitation: dasar mengikat hukum internasional kehendak dari negara yang berdaulat. c. Teori Pacta Sunt Servanda:dasar mengikat hukum internasional perjanjian yang dibuat oleh negara-negara yang berdaulat.
adalah untuk adalah adalah
Masalah perlindungan lingkungan laut ini terutama hal pencemaran karena tumpahan minyak sudah diatur sejak “Konvensi Jenewa 1958” mengenai rezim laut lepas yaitu pada pasal 24, yang berbunyi : “Every state shall draw up regulations to prevent pollution of the seas by the discharge oil from ships of pipelines or resulting from the exploitation and exploration of the seabed and its subsoil taking account to the existing treaty provisions on the subject”. Setiap
negara
wajib
mengadakan
peraturan-peraturan
untuk
mencegah
pencemaran laut yang disebabkan oleh minyak yang berasal dari kapal atau pipa laut atau yang disebabkan oleh eksplorasi dan ekploitasi dasar laut dan tanah dibawahnya dengan memperhatiakn ketentuan-ketentuan perjanjian internasional yang ada mengenai masalah ini. Secara umum, masalah perlindungan lingkungan laut juga diatur dalam Prinsip 7 Deklarasi Stockholm 1972 disebutkan bahwa setiap negara sebaiknya mengambil semua langkah yang memungkinkan untuk mencegah pencemaran laut oleh zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia, makhluk hidup dan kehidupan laut, bersifat merusak atau yang bertentangan dengan pemanfaatan laut yang sah lainnya. Selain itu negara juga diwajibkan untuk membuat perundang-undangan nasionalnya yang berkaitan
“Sistem hukum dan peradilan internasiona”, diakses pada tanggal 06 juni 2010, available from URL: http://pkntrisna.files.wordpress.com/2010/06/sistem-hukum -dan-peradilaninternasional.doc 16
16
dengan masalah pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan laut.
1.7. Metode Penulisan Agar
suatu
penulisan
memenuhi
kriteria
ilmiah
dan
dapat
dipertanggungjawabkan sebagaimana mestinya, maka penyusunannya diperlukan data yang obyektif dimana diperoleh dengan cara menerapkan metode penelitian sebagai berikut : a. Jenis Penulisan Jenis penulisan yang akan digunakan dalam skripsi ini adalah penulisan hukum nomatif. Penulisan hukum normatif disebut juga penulisan hukum doktrinal. Pada penulisan hukum jenis ini seringkali hukum dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan (law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan perilaku manusia yang dianggap pantas.
17
Dalam
penulisan skripsi ini penulis melihat bahwa Konvensi hukum laut (UNCLOS 1982) tidak secara jelas mengatur mengenai pencemaran lingkungan laut yang berasal dari tambang minyak lepas pantai. Sehingga Konvensi hukum laut 1982 belum sepenuhnya sempurna, dan belum ada konvensi yang secara khusus mengatur mengenai pencemaran minyak yang berasal dari tambang minyak lepas pantai dan mengenai besaran ganti ruginya. Pendekatan yang dilakukan dalam penulisan ini bersifat deskriptif yakni berupa pemaparan secara jelas dan terperinci mengenai fakta-fakta hukum yang di peroleh kemudian ditarik suatu kesimpulan dari pemaparan 17
Amiruddin dan Zainal Asikin, 2004, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Rajagrasindo Persada, Jakarta, h. 118.
17
tersebut terhadap kenyataan di lapangan yang dikaitkan dengan Konvensi hukum laut 1982 dan asas-asas hukum internasional yaitu asas tanggungjawab mutlak (strict Liability). b. Jenis Pendekatan Dalam metode penulisan skripsi ini, penulis menggunakan jenis pendekatan yaitu: 1. Pendekatan Kasus (The Case Approach) Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan pendekatan melalui instrument hukum internasional dengan menganalisa kasus-kasus yang tejadi dengan menghubungkannya dengan Konvensi Hukum Laut 1982 serta penulis juga mengkaji dengan asas tanggungjawab negara dalam hukum internasional yang berlaku. 2. Pendekatan Perundang-Undangan (The Statute Approach) Penulisan dengan menggunakan pendekatan peraturan perundangundangan artinya penulisan yang dilakukan dengan menelaah semua Peraturan Perundang-undangan dan regulasi yang berlaku terkait dengan permasalahan yang akan dibahas. c. Sumber Bahan Hukum Adapun sumber bahan hukum diperoleh dari : 1. Sumber bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang mengikat yang terdiri dari norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang dibahas, seperti (a) United Nation
18
Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982); (b) perjanjianperjanjian hukum internasional; (c) Asas Hukum Internasional yang berlaku. 2. Sumber bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Adapun bahan hukum sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu : buku tentang metode penulisan dan penulisan hukum, buku tentang hukum internasional publik, buku tentang hukum laut. 3. Sumber bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus (hukum), ensiklopedia.18 Adapun bahan hukum tersier yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu data internet dan kamus hukum. d. Teknik pengumpulan bahan hukum Teknik pengumpulan bahan hukum dalam skripsi ini adalah dengan melakukan studi kepustakaan atau dokumentasi (Documentary Studies), yaitu mengumpulkan semua bahan hukum yang terkait untuk memperoleh bahan hukum yang objektif dan akurat maupun dari internet yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas. e. Teknik Pengolahan dan Analisa Bahan Hukum Metode yang digunakan dalam menganalisis data adalah metode analisis normatif kualitatif, yaitu proses analisis terhadap data yang terdiri dari kata18
h. 119.
Peter Mahmud Marzuki, 2009, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta,
19
kata yang dapat ditafsirkan, yaitu data yang diperoleh di lapangan dalam bentuk tulisan dan segera dianalisa 19 . Penulisan ini menganalisa data atau bahan hukum yang telah dikumpulkan tersebut digunakan metode deskriptif analisis yaitu dengan cara mengolah dan menganalisa data atau bahan hukum untuk mendapatkan gambaran umum. Berdasarkan analisa dan teknik penulisan ini, maka pada akhir skripsi ini akan diambil kesimpulankesimpulan serta saran-saran sebagai penutup.20
19
20
S. Nasution, 1968, Metode Penelitian Naturalistik, PT. Tarsito, Bandung, h. 129.
Soeryono Soekanto, 1981, Pengantar Penelitian Hukum Universitas Indonesia, Universitas Indonesia, h. 43.