BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada dewasa ini sudah tidak asing lagi terdengar kata kebudayaan. Kebudayaan berasal dari kata budi (Sanskerta) yang berarti akal, kemudian menjadi budhi yang berarti tunggal atau budhaya yang berarti majemuk1, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Menurut J.W.M Bakker S.J mengemukakan kebudayaan adalah penciptaan, penertiban dan pengelolaan nilai-nilai insane. 2 Menurut R.Linton dalam buku “The Cultural background of personality” kebudayaan adalah konfigurasi dari tingkah laku yang dipelajari dan hasil tingkah laku, yang unsure-unsur pembentukannya di dukung dan diteruskan oleh anggota dari masyarakat tertentu.3 Dari beberapa pengertian mengenai kebudayaan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian kebudayaan itu adalah amat luas namun pada prinsipnya sama yaitu sama-sama mengakui adanya ciptaan manusia. Kebudayaan dipandang sebagai tata nilai dalam kehidupan manusia. Manusia sebagai makhluk individu dalam masyarakat berbuat sesuatu karena sesuatu itu bernilai atau berguna bagi individu itu sendiri maupun bagi masyarakat dimana dia tinggal. Barang sebagai hasil perbuatan itu dihasrati karena
1
I Ketut Artadi,2009, Kebudayaan Spritual, Pustaka Bali Post, Denpasar, h.3. Ibid. h.2 3 Joko Tri Prasetya, 1991, Ilmu Budaya Dasar, Rineka Cipta,Jakarta, h.28. 2
1
2
diperlukan. Dengan demikian barang itu mengandung suatu nilai. Nilai tersebut diakui dan terima dimasyarakat. Manusia dalam hidupnya harus menciptakan kebudayaan, sebab tanpa adanya kebudayaan manusia menjadi makhluk yang tidak berdaya dan menjadi korban dari keadaan yang tidak lengkap. Manusia mempunyai individualitas yang menyebabkannya berbeda dengan makhluk lain. 4 Manusia memiliki akal dan pikiran yang membedakan mereka dengan makhluk hidup lain. Karena perbedaan inilah maka manusia dapat menciptakan kebudayaan yang beranekaragam sesuai dengan akal dan pikiran mereka. Setiap kelompok manusia mengungkapkan diri atas caranya sendiri. Rumah orang di kutub utara berbeda dengan rumah penduduk di Padang Pasir, berbeda juga dengan rumah orang di Bali, Jawa, Kalimantan, dan sebagainya. Perbedaan tidak hanya di sebabkan oleh geografisnya, tetapi dibedakan juga dengan sejarahnya, pegalaman bersama, pandangan mengenai alam raya, adat istiadat, teknologi dan komunikasinya. Kebudayaan dipandang sebagai ciri khas dalam kehidupan manusia. Hidup manusia berlangsung ditengah-tengah yang terkurung dalam proses-proses yang bersifat fisik atau naluri. Proses kebudayaan juga menyangkut moral dan bersifat normatif. Perbuatan manusia bukanlah hewani melainkan manusiawi yang mana perbuatan-perbuatan manusia didasarkan penilaian moral dan didasarkan pada norma-norma yang ada dan diakui dalam kehidupannya. Sehingga dengan perbuatan manusia yang manusiawi, kehidupan manusia dengan antar sesamanya dapat berjalan harmonis dan penuh cinta kasih.
4
K.J. Veeger, 1989, Ilmu Budaya Dasar, PT. Prenhallindo, Jakarta, h.8.
3
Adanya kebudayaan di dalam masyarakat itu merupakan bantuan yang sangat berperan pada individu-induvidu, baik sejak permulaan adanya masyarakat sampai kini. Masyarakat dan manusia tidak dapat dipisahkan karena hanya manusia saja yang hidup bermasyarakat yang artinya manusia hidup secara bersama-sama dengan manusia lain dalam satu wilayah dan yang berinteraksi. 5 Sebaliknya manusia pun tidak dapat dipisahkan dari masyarakat karena seorang manusia yang tidak hidup bermasyarakat tidak dapat menuaikan bakat-bakat manusianya yaitu mencapai kebudayaan. Kebudayaan tidak dapat lepas dari manusia dan masyarakat karena kebudayaan adalah sebagai jalan atau arah didalam bertindak dan berpikir sehubungan dengan pengalaman yang telah terjadi dari dulu hingga sekarang. Generasi dalam masyarakat tersebut melanjutkan kebudayaan yang telah ada kepada generasi-generasi berikutnya sehinga generasi baru tersebut tidak perlu memulai dan menggali yang baru, tetapi cukup dengan menyempurnakan dengan bahan-bahan yang telah ada sebelumnya. Indonesia adalah negara yang memiliki pulau yang disatukan oleh lautan. Negara Republik Indonesia merupakan negara kesatuan yang memiliki 249,9 juta penduduk dan luas wilayahnya yaitu 5.193.250 km². Negara Indonesia memiliki 17.508 pulau yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Sehingga menjadikan Indonesia sebagai negara terbesar diantara negara kepulauan di dunia. Dengan jumlah penduduk yang banyak dan wilayah yang luas, Indonesia
memiliki
potensi-potensi. Potensi yang dimiliki berupa sumber daya hayati berupa kekayaan alam dan kebudayaannya.
5
Ibid. h. 10
4
Kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia beraneka ragam. Kebudayaan Indonesia sudah muncul dari zaman purba hingga sekarang. Pada zaman purba tersebut, makhluk itu hidup dalam kelompok – kelompok dari berburu dan meramu. 6 Mereka menggunakan peralatan yang telah disediakan oleh alam baik itu berupa batu maupun kayu yang membantu mereka mencari mangsa untuk tetap bertahan hidup. Hingga saat ini telah terdapat kurang lebih lima ratus (500) bahasa daerah dan ciptaan masyarakat adat yang telah menjadi kebanggaan bagi masyarakat Indonesia sendiri. Perbedaan-perbedaan yang ada di Indonesia telah menjadikan Indonesia kaya, bukan hanya dalam bidang kekayaan alam namun juga dalam hal pengetahuan tradisional. Pengetahuan tradisional masyarakat diartikan sebagai pengetahuan yang dimiliki masyarakat secara turun temurun yang meliputi pengetahuan tentang permainan tradisional, lagu, cerita, legenda serta kebudayaan dan kesenian masyarakat. Dalam kaitannya dengan pengetahuan tradisional, terdapat istilah yang disebut dengan tradisi budaya (folklore). Penyebutan terhadap folklore (dalam bahasa Indonesia menjadi folklor) ini lebih dimaksudkan untuk menyempitkan ruang lingkup suatu pengetahuan tradisional ke dalam ruang lingkup seni, sastra dan pengetahuan.7 Indonesia merupakan negara yang memiliki tradisi budaya yang sangat banyak, baik itu dibidang seni tari, seni music, seni rupa, sastra dan pengetahuan tradional dibidang obat-obatan. Contohnya saja layangan janggan yang merupakan salah satu seni tradisonal masyarakat Bali.
6
Koentjaraningrat, 1990, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, Cetakan ketigabelas, Penerbit Djambatan, Jakarta, h.3. 7 Arif Lutviansori, 2010, Hak Cipta dan Perlindungan Foklor Di Indonesia, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta, h.2.
5
Negara Indonesia memiliki beragam kelompok masyarakat yang mana kelompok
masyarakat
tersebut
masih
banyak
yang
berusaha
untuk
mempertahankan konsep yang ada di dalam foklor itu sendiri. Namun pada era globalisasi dan kemajuan teknologi ini, masyarakat Indonesia sudah mulai meninggalkan bahkan melupakan karya-karya, ciptaan-ciptaan intelektual yang menjadi warisan-warisan dari nenek moyangnya. Namun ada juga yang meniru dan mengklaim karya-karya, ciptaan-ciptaan tersebut. Kekayaan intelektual tradisional Indonesia dalam dilema. Di satu sisi rentan terhadap klaim oleh negara lain, di sisi lain pendaftaran kekayaan intelektual tradisional sama saja menghilangkan nilai budaya dan kesejarahan yang melahirkannya dan menggantinya dengan individualisme dan liberalisme. Sengketa dalam bidang hak kekayaan intelektual pernah terjadi di negara Indonesia yaitu saat Negara Malaysia mengklaim Tari Pendet yang merupakan seni tradisional Indonesia menjadi miliknya. Peristiwa semacam ini menandakan bahwa selama ini konsep yang digunakan dalam perlindungan folklor masih belum dilakukan secara maksimal atau bahkan belum ada peraturan yang dapat mengcover terhadap permasalahan perlindungan terhadap folklor tersebut. Keanakeragaman folklor yang ada di Indonesia sangat membutuhkan satu upaya hukum terutama perlindungan hukum di dalamnya sebagai sebuah karya intelektual agar karya tersebut tidak dengan mudah ditiru dan diklaim oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. Sebagai salah satu negara yang terdiri atas berbagai macam suku dansangat kaya akan keragaman tradisi dan budaya, Indonesia tentunya memiliki
6
kepentingan tersendiri dalam perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual masyarakat asli tradisional. Ditambah lagi, posisi Indonesia sebagai negara dengan keanekaragaman hayati yang luar biasa (mega biodiversity) telah menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki potensi sumber daya yang besar untuk pengembangan di bidang kesenian. Kerena perlindungan hukum terhadap kekayaan intelektual masyarakat asli tradisional masih lemah, maka potensi yang dimiliki oleh Indonesia tersebut justru lebih banyak dimanfaatkan oleh pihak asing secara tidak sah. Menurut Jill McKeough dan Andrew Stewart, hak kekayaan inteletual (HKI) adalah sekumpulan hak yang diberikan oleh hukum untuk melindungi investasi ekonomi dari usaha-usaha yang kreatif. 8 Hak eksklusif yang diberikan oleh hukum merupakan penghargaan yang sesuai bagi para investor dan pecipta HKI. Hak kekayaan intelektual meliputi hak cipta, merek, paten, rahasia dagang, desain tata letak sirkuit terpadu, perlindungan varietas tanaman, dan desain industry. Tujuan HKI adalah menyediakan perlindungan hukum yang memadai dan menyediakan sanksi terhadap pihak yang menggunakan proses kreatif tanpa izin agar tetap menjamin proses kreatif itu tetap berlangsung. Perlindungan hukum terhadap karya intelektual tidak hanya untuk melindungi ciptaan-ciptaan pada bidang hak cipta, paten, merek, varietas tanaman, dll, namun juga tertuju pada karya-karya intelektual yang merupakan ekspresi budaya tradisional. Salah satu karya intelektual dibidang ekspresi budaya tradisional yaitu layangan janggan.
8
Tomi Suryo Utomo, 2010, Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era Global, Cetakan Pertama, Graha Ilmu, Yogyakarta, h.2.
7
Layangan janggan merupakan salah satu ekspresi budaya tradisional dalam bidang seni yang sering dijumpai khususnya di Bali. Dengan bentuknya yang besar yang dilengkapi dengan hiasan-hiasan yang menggambarkan kreatifitas masyarakat Bali. Dalam pembuatannya diperlukan pemikiran, tenaga, waktu dan biaya yang tidak sedikit. Layangan janggan biasanya berbentuk hewan maupun tokoh-tokoh pewayangan. Pada setiap layangan yang dibuat, memiliki karakteristik yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Namun tidak jarang juga terdapat bentuk serta hiasan yang sama dalam layangan janggan lainnya. Layangan Janggan merupakan salah satu cirri khas yang ada di Bali. Dengan bentuknya yang dalam ukuran besar, hiasannya yang megah. Sebelum dinaikkan dan diturunkan layangan janggan terlebih dahulu diupacarai oleh masyarakat Bali. Melihat hal tersebut, sangat perlu adanya peraturan yang dapat memberikan perlindungan hukum terhadap layangan janggan tersebut. Sebagai salah satu isu penting yang berkaitan dengan hak kekayaan intelektual dewasa ini adalah pengetahuan tradisional (traditional knowledge) khususnya kesenian tradisional (folklore) mendapat perlindungan. Karena peliknya masalah ini dan mengingat begitu pentingnya perlindungan terhadap aset-aset budaya terutama mengenai kesenian tradisional. Hal inilah yang menjadi latar belakang sehingga menarik perhatian saya untuk mengkaji serta menelaahnya dalam suatu karya tulis ilmiah berupa skripsi yang berjudul “ PENGATURAN HASIL KARYA INTELEKTUAL ATAS LAYANGAN JANGGAN SEBAGAI EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL KE DALAM HUKUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL ”.
8
1.2 Rumusan Masalah Bertitik tolak dari latar belakang tersebut diatas, maka timbul beberapa permasalahan dalam hubungannya dengan judul skripsi yang diajukan. Masalah tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana pengaturan hukum atas layangan janggan sebagai ekspresi budaya tradisional? 2. Bagaimana upaya perlindungan hukum pada karya cipta layangan janggan sebagai ekspresi budaya tradisional?
1.3 Ruang Lingkup Masalah Berdasarkan rumusan masalah yang telah diambil dalam usulan penelitian ini, maka ruang lingkup masalah yang akan dibahas yaitu meliputi materi-materi yang berkaitan dengan permasalahan yang ada. Agar pembahasan tidak meluas dan menyimpang dari permasalahan yang ada, adapun materi-materi yang akan dibahas sehubungan dengan permasalahan yang diajukan adalah materi tentang pengaturan dan upaya perlindungan hukum terhadap ekspresi budaya tradisonal atas layangan janggan dalam Hukum Hak Kekayaan Intelektual.
1.4.
Orisinalitas Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang masih orisinil atau asli karena
belum terdapat penelitian yang secara khusus membahas mengenai perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intelektual terhadap ekspresi budaya tradisional khususnya layangan janggan. Dalam penelitian ini membahas mengenai pengaturan hukum
9
terhadap layangan janggan sebagai ekspresi budaya tradisional dan upaya perlindungan hukum terhadap layangan janggan sebagai ekspresi budaya tradisional. Hal tersebut diketahui dari penelusuran judul-judul karya ilmiah di ruang skripsi perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Udayana maupun melalui penelusuran di media internet. Namun demikian terdapat beberapa judul karya ilmiah yang membahas mengenai perlindungan hukum terhadap ekspresi budaya tradisional tetapi memiliki rumusan masalah yang berbeda secara substansial. No. 1
Judul
Peneliti
Rumusan Masalah
Skripsi yang berjudul “ Jannati
1.
Perlindungan
perlindungan hak kekayaan
Hak
Bagaimana system
Kekayaan
Intelektual
intelektual
terhadap
Terhadap
Traditional
traditional
knowledge di
Guna
Indonesia?
Knowledge
Pembangunan Ekonomi Indonesia
2.
Bagaiamana
prospek hukum
perlindungan hak
intelektual
kekayaan terhadap
traditional knowledge guna pembangunan Indonesia?
ekonomi
10
2
Tesis
yang
“Prospek
berjudul Agnes Vira Ardian 1.
Perlindungan
Bagaimanakah
perlindungan hukum hak
Hukum Hak Kekayaan
kekayaan
intelektual
Intelektual
dalamkesenian
tradisional
Dalam
Kesenian Di Indonesia”
di Indonesia ?
pada tahun 2008.
2.
Bagaimanakah
prospek
hukum
kekayaan
intelektual
Indonesiadalam memberikan
hak di
rangka
perlindungan
bagi kesenian tradisional daripembajakkan
oleh
negara lain ?
1.5
Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum 1. Untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi khususnya dalam bidang penelitian. 2. Untuk mengetahui dan memahami secara umum tentang aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual khususnya terhadap layangan janggan yang merupakan salah satu ekspresi budaya tradisional Bali.
11
b. Tujuan Khusus 1. Untuk mengetahui pengaturan hukum terhadap layangan janggan sebagai salah satu ekspresi budaya tradisional. 2. Untuk mengetahui upaya perlindungan Hukum Hak Kekayaan Intektual terhadap layangan janggan.
1.6
Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Pembahasan
terhadap
masalah-masalah
yang
telah
dirumuskan
diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi pelengkap dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan studi hukum keperdataan terkait Hak Kekayaan Inteletual. b. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan badan/instansi Hak Kekayaan Inteletual dan khususnya pemerintah sebagai bahan pertimbangan di dalam menentukan kebijakkan dan langkah-langkah untuk memberikan pengaturan serta upaya perlindungan hukum yang baik bagi hak cipta layangan janggan.
1.7 Landasan Teoritis Secara yuridis formal, hak kekayaan intelektual khususnya hak cipta diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang telah diganti oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Undang-
12
Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta sebagai pengganti UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 disahkan pada tanggal 16 Oktober 2014. UndangUndang ini terdiri dari 126 pasal yang berarti untuk melindungi hak ekonomi pencipta dan/atau pemilik hak cipta. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014tentang Hak Cipta pasal 1 angka 1 menjelaskan bahwa hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang ini memberikan hak eksklusif bagi pencipta baik itu dilihat dari segi ekonomi maupun kepemilikan hak cipta tersebut. Melalui definisi tersebut dapat diketahui bahwa hak cipta yang merupakan bagian dari hak kekayaan intelektual merupakan satu bagian dari benda tidak berwujud. Hak Cipta dalam ensiklopedi ini diartikan sebagai hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengatur penggunaan hasil penuangan gagasan informasi tertentu. Hak cipta juga memungkinkan pemegang hak cipta untuk membatasi penggandaan tidak sah atas suatu ciptaan. Menurut pasal 1 angka 2 Undang-Undang Hak Cipta, pencipta adalah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan pribadi. Hak ekslusif tidak hanya dipegang oleh seorang pencipta namun juga dapat dipegang oleh kelompok orang yang berkaitan dengan ciptaan tersebut.
13
Menurut pasal 1 angka 3 Undang-Undang Hak Cipta, ciptaan adalah setiap hasil karya cipta di bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang dihasilkan atas inspirasi, kamampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang diekspresikan dalam bentuk nyata. Ciptaan yang dilindungi yaitu dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra sesuai dengan yang diatur dalam Undang-Undang Hak Cipta pada pasal 40. Selain itu mengenai hasil karya yang tidak dilindungi hak cipta diatur dalam pasal 41 Undang-Undang Hak Cipta. Menurut pasal 1 angka 4 Undang-Undang Hak Cipta, pemegang hak cipta adalah pencipta sebagai pemilik hak cipta, pihak yang menerima hak tersebut secara sah dari pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut secara sah. Perlindungan terhadap hak cipta berkaitan dengan perlindungan ekspresi budaya tradisional di Indonesia. Ekspresi budaya tradisional sebagai bagian kecil dari kebudayaan yang secara umum ada di Indonesia memang mempunyai karakteristik yang unik dan berbeda dengan karya-karya intelektual lainnya. Ekspresi budaya tradisional termasuk dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang merupakan hasil karya cipta manusia. Karya cipta dari ekspresi budaya tradisional berlaku secara turun temurun antar generasi yang bersifat komunal. Salah satu bentuk apresiasi seni manusia yang terlahir dari hasil karya cipta manusia yaitu “Layangan Janggan”. Layangan janggan merupakan salah satu ekspresi budaya tradisional dalam bidang seni yang sering dijumpai khususnya di Bali. Dengan bentuknya yang besar yang dilengkapi dengan hiasanhiasan yang menggambarkan kreatifitas masyarakat Bali. Dalam pembuatannya
14
diperlukan pemikiran, tenaga, biaya dan waktu yang tidak sedikit. Layangan janggan biasanya berbentuk hewan maupun tokoh-tokoh pewayangan. Pada setiap layangan yang dibuat, memiliki karakteristik yang berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Namun tidak jarang juga terdapat bentuk serta hiasan yang sama dalam layangan janggan lainnya. Pada pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dijelaskan mengenai kewajiban negara untuk memegang, menjaga dan memelihara ekspresi budaya tradisional. Namun dalam pasal tersebut hanya menjelaskan ekspresi budaya tradisional secara umum, belum terdapat pengaturan hukum secara khusus yang mengatur mengenai layangan janggan. Layangan janggan yang merupakan salah satu karya intelektual dibidang seni tradisional sangat perlu memiliki pengaturan dan perlindungan hukum demi terjaganya karya tradisional masyarakat Bali. Menurut Philipus M. Hadjon, terdapat dua bentuk pelindungan hukum yaitu perlindungan preventif dan perlindungan represif. 9 Perlindungan preventif memberikan kesempatan kepada rakyat untuk mengajukan keberatan atas pendapat sebelum suatu keputusan Pemerintah mendapat bentuk yang definitive. Perlindungan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa dan sangat besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada kebebasan bertindak. Sedangkan perlindungan represif berfungsi untuk menyelesaikan apabila terjadi suatu sengketa dalam masyarakat.
9
Philipus M. Hadjon, 1993,Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University, Yogyakarta, h. 124.
15
Dalam rangka penegakan hukum dimaksud terdapat tiga unsur yang harus diperhatikan10 yaitu : 1. Kepastian hukum (rechtssicherheit) 2. Kemanfaatan (zweckmassigkeit) 3. Keadilan (gerechttigheit).
1.8 Metode Penelitian 1.8.1
Jenis penelitian Jenis penelitian dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum
normatif. Penelitian Hukum Normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Dipilihnya jenis penelitian normatif karena penelitian ini menguraikan permasalahpermasalahan yang ada, untuk selanjutnya dibahas dengan kajian yang berdasarkan teori-teori hukum kemudian diakitkan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku dalam praktek hukum.11 1.8.2
Jenis pendekatan Dalam penelitian ini, jenis pendekatan yang digunankan adalah
pendekatan perundang-undangan (The Statue Approach) dan pendekatan analisis konsep hukum (Analitical & The Conseptual Approach). Pendekatan perundangundangan dan pendekatan analisis konsep hukum digunakan, karena yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang dikaitkan dengan konsep hukum, yang 10
Sudikno Mertokusumo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum, Penerbit Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1dikutip dari Jonker Sihombing, 2010, Penjamin Simpanan Nasabah Perbankan, P.T. Alumni, Bandung, h. 98. (selanjutnya disebut dengan Sudikno Mertokusumo 1) 11
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, 2001, Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat), Rajawali Pers, Jakarta, h. 13
16
kemudian menjadi fokus sekaligus tema sentral dalam penelitian ini. 12 Pendekatan analisis konsep hukum merupakan pendekatan yang digunakan untuk memahami konsep-konsep aturan yang jelas tentang perlindungan hukum terhadap hak kekayaan intelektual yang berkaitan dengan seni layangan janggan. Pendekatan perlindungan hukum hak kekayaan intelektual menurut sistem hukum nasional. 1.8.3 Sumber bahan hukum Sumber bahan hukum yang dipakai dalam penelitian ini berasal dari : 1)
Sumber bahan hukum primer Sumber bahan hukum primer adalah sumber bahan hukum yang mengikat
yakni berupa norma, kaidah dasar dan peraturan yang berkaitan, yang bersifat mengikat. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang terdiri atas asas dan
kaedah
hukum
berupa
peraturan
perundang-undangan,
perjanjian
internasional, konvensi ketatanegaraan, putusan pengadilan, Keputusan Tata Usaha Negara maupun hukum adat. 13 Sumber bahan hukum primer yang digunakan adalah : -
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
-
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta.
-
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pelestarian Tradisi
-
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2014 Tentang Pelestarian Warisan Budaya Bali
12
Ibrahim Johnny, 2006, Teori Metodologi & Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Publishing, Malang, h. 302. 13 Pedoman Pendidikan Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2013, h. 76.
17
2).
Sumber bahan hukum sekunder Sumber bahan hukum sekunder adalah sumber bahan hukum yang
memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah literatur-literatur yang relevan dengan topik yang dibahas, baik literatur-literatur hukum (buku-buku hukum (textbook) yang ditulis para ahli yang berpengaruh (de hersender leer), pendapat para sarjana, jurnal hukum maupun literatur non hukum, dan artikel-artikel yang diperoleh via internet. 3).
Sumber bahan hukum tertier Bahan hukum tertier adalah bahan yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadan bahan hukum primer dan sekunder, seperti kamus besar bahasa Indonesia dan kamus hukum. 1.8.4 Teknik pengumpulan bahan hukum Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan bahan hukum dalam penelitian ini adalah dengan studi pustaka yang mencakup bahan hukum primer berupa peraturan-peraturan perundang-undangan yang terkait dengan rumusan permasalahan dan bahan hukum sekunder berupa buku-buku hukum, jurnal-jurnal hukum serta karya ilmiah atau pandangan ahli hukum. 1.8.5 Teknik analisis bahan hukum Untuk menganalisis bahan-bahan hukum yang telah terkumpul dapat digunakan berbagai teknik analisis. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik evaluasi, teknik argumentasi, teknik sistematisasi, dan teknik deskripsi.
18
Teknik evaluasi adalah penilaian berupa tepat atau tidak tepat, setuju atau tidak setuju, benar atau salah, sah atau tidak sah oleh peneliti terhadap suatu pandangan, proposisi, pernyataan rumusan norma, keputusan, baik yang tertera dalam bahan primer maupun dalam bahan hukum sekunder. Teknik argumentasi tidak bisa dilepaskan dari teknik evaluasi karena penilaian harus didasarkan pada alasan-alasan yang bersifat penalaran hukum. Dalam pembahasan permsalahan hukum makin banyak argumen makin menunjukkan kedalaman penalaran hukum. Menurut Philipus M. Hadjon penalaran hukum dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu analogi, rechtsverfijning, dan argumentum a contrario. 14 Teknik sistematisasi adalah berupa upaya mencari kaitan rumusan suatu konsep hukum atau proposisi hukum antara peraturan perundang-undangan yang sederajat maupun antara yang tidak sederajat. Teknik deskripsi adalah teknik dasar analisis yang tidak dapat dihindari penggunaannya. Deskripsi berarti uraian tentang apa adanya kondisi atau posisi dari proposisi-proposisi hukum atau non hukum.
14
Philipus M. Hadjon dan Tatiek Sri Djatmiati, 2011, Argumentasi Hukum (Legal Argumentation/Legal Reasoning), Cet. V, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, h. 27