BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Media berbasis teknologi digital saat ini telah memasuki berbagai segmen aktivitas manusia hampir di seluruh belahan dunia. Era globalisasi dan digital telah berkembang sedemikian pesat terutama pengaruhnya terhadap bidang pekerjaan/aktivitas manusia. Untuk menandai dimulainya era globalisasi, mantan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton telah mencanangkan pembuatan Jalan Raya Informasi
(Information
mendeklarasikan
Highway)
globalisasi
dalam
komunikasi
masa
pemerintahannya
dan
kebebasan
guna
informasi.1
Interconnection networking (Internet) telah menjadi sangat penting bagi manusia di seluruh dunia. Para pelaku bisnis, pejabat pemerintah, dan banyak orang di seluruh dunia menggunakan Internet sebagai bagian dari bisnis nasional dan internasional serta kehidupan pribadi manusia sehari-hari. Eksistensi dari beberapa jenis bisnis justru tidak mungkin berlangsung tanpa adanya Internet. Salah satu implikasi teknologi informasi yang saat ini menjadi perhatian adalah pengaruhnya terhadap eksistensi Hak Kekayaan Intelektual (HKI)2, disamping terhadap bidang-bidang lain seperti transaksi bisnis elektronik, kegiatan egovernment, dan lain-lain.3 HKI merupakan bagian hukum yang
1
Edmon Makarim, 2005, Pengantar Hukum Telematika, Raja Gravindo Persada, Jakarta, hlm. 30. Ahmad M. Ramli, 2003, Pengaruh Perkembangan Cyber Law Terhadap Pemanfaatan Teknologi Informasi di Indonesia, Penulisan Hukum, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta, hlm. 33. 3 Syamsul Muarif, 2002, Strategi E-Government dalam Meningkatkan Daya Tarik Investasi dan Bisnis di Indonesia, CEO BUMN Briefing X, Jakarta, hlm. 54. 2
1
2
berkaitan erat dengan perlindungan usaha-usaha kreatif dan investasi ekonomi dalam usaha kreatif. Berdasarkan Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs) yang merupakan perjanjian Hak-Hak Milik Intelektual berkaitan dengan perdagangan dalam Badan Perdagangan Dunia (WTO), HKI ini meliputi copyrights (hak cipta), dan industrial property (paten, merek, desain industri, perlindungan sirkuit terpadu, rahasia dagang dan indikasi geografis asal barang). Diantara hak-hak tersebut, hak cipta yang semula bernama hak pengarang (author rights) merupakan kajian HKI yang bertujuan untuk melindungi karya kreatif yang dihasilkan oleh penulis, seniman, pengarang dan pemain musik, pengarang sandiwara, serta pembuat film dan piranti lunak (software). Indonesia telah menjadi anggota WTO (World Trade Organization), maka itu Indonesia memiliki kewajiban untuk mengimplementasikan ketentuan TRIPs dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya. Oleh karena itu, setelah mengalami revisi 4 (empat) kali perubahan dan pembaharuan, maka pengaturan Hak Cipta di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Selain memberikan manfaat, tingginya penggunaan Internet justru telah memberi akibat berupa ancaman terhadap eksistensi karya cipta dan invensi yang ditemukan oleh para penghasil HKI. Internet memiliki beberapa karakteristik teknis yang membuat masalah-masalah HKI tumbuh dengan subur.4 Salah satu masalah yang timbul adalah berkaitan dengan pembajakan hak cipta. HKI memang berperan penting dalam kehidupan dunia modern dimana di dalamnya 4
Sutan Remy Syahdeini, 2009, Kejahatan & Tindak Pidana Komputer, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, hlm. 59.
3
terkandung aspek hukum yang berkaitan erat dengan aspek teknologi, aspek ekonomi, maupun seni budaya. HKI adalah sistem hukum yang melekat pada tata kehidupan modern terutama pada perkembagan hukum hak cipta terhadap produk digital. hak cipta terhadap karya cipta digital seperti perangkat lunak (software) pada komputer, foto digital, musik digital, film digital bahkan yang sedang trend di kalangan akademis e-book dan e-journal perlu mendapat perlindungan hukum, karena setiap hasil karya seseorang telah dihasilkan dengan suatu pengorbanan tenaga, pikiran waktu bahkan biaya yang tidak sedikit serta pengetahuan dan semua bentuk idealisme dari seseorang. Jika melihat banyaknya kasus yang terjadi sesungguhnya tidak ada perbedaan hukum hak cipta antara karya cipta digital (termasuk musik digital, film digital, program/dokumen digital) dan karya cipta non digital karena merujuk pada karya cipta saja. Namun pada beberapa kasus pelanggaran hak cipta, karya cipta digital menjadi substansi baru dalam hukum hak cipta. Hal yang menjadi spesifikasi dalam karya cipta digital yaitu ide/gagasan maupun pikiran yang sudah tertuang dalam bentuk karya intelektual yang dibuat dengan bantuan teknologi digital dengan proses pengalihwujudan atau konversi dari bentuk fisik (misalnya buku, kaset/CD) ke dalam bentuk digital (misalnya e-book, MP3) atau karya cipta yang langsung dihasilkan dalam media digital tanpa melewati proses pengalihwujudan atau konversi. Namun seiring kemajuan era globalisasi saat ini, perlindungan terhadap hak cipta terutama karya cipta digital tidak mudah untuk dilakukan. Pembajakan di dunia digital ataupun pembajakan bidang selain digital pada prinsipnya adalah
4
memperbanyak produk tanpa seizin orang atau pihak yang memiliki hak cipta. Namun dalam produk digital masalah pembajakan ini lebih rumit. Hal ini dikarenakan produk-produk dalam format digital dapat di-copy atau diperbanyak dan didistribusikan dengan sangat mudah. Ini berbeda dengan kasus produk fisik tiruan (lukisan, patung, perangkat elektronik, dan lainnya) diperlukan upaya sangat keras untuk meniru dan menyembunyikan kepalsuan produk secara fisik.5 Namun hal ini tidak berlaku di dunia digital. Perangkat dan produk digital tersebut berhubungan dengan jaringan global antar database. Database yang saling berhubungan membentuk jaringan multimedia. Digitalisasi saat ini telah menjawab kemudahan atas layanan teknologi dan informasi sekaligus menggantikan teknologi analog. Sebagai dampaknya di zaman era digital sekarang kehidupan terasa lebih mudah dan praktis. Hanya dengan bermodal komputer atau telepon seluler masyarakat sudah dapat menerima suara, tulisan, data maupun gambar tiga dimensi (3G). Bentuk format digital yang dihasilkan meliputi audio, video, gambar atau tulisan. Proses konversi menjadi format digital ini disebut dengan digitalisasi atau alih media digital. Dalam bentuk yang utuh, konversi ini menghasilkan apa yang disebut digitalisasi. Masyarakat tidak saja menikmati berbagai manfaat teknologi digital ketika mengeksploitasi suatu ciptaan, tetapi juga bila menciptakan ciptaan. Dewasa ini, setiap orang dapat menjadi pencipta. Namun, bersamaan dengan itu, revolusi teknologi telah menimbulkan peristiwa-peristiwa yang tidak pernah diperkirakan sebelumnya dan jenis-jenis baru kejahatan. Akses ilegal oleh hackers, dan 5
Metha Dewi, “Perkembangan Hukum Hak Cipta Terhadap Produk Digital”, http://lawmetha.wordpress.com/2011/05/21/perkembangan-hukum-hak-cipta-terhadap-produkdigital/, diakses tanggal 12 Maret 2012.
5
sebagainya, yang menyerang jaringan komputer, dan pembocoran data pribadi semakin merajalela. Pengelolaan informasi dalam administrasi pemerintahan, dalam setiap organisasi, dan perusahaan menjadi masalah. Karena informasi digital dapat dengan mudah diubah, maka dimungkinkan setiap orang tanpa sengaja melanggar hak cipta orang lain. Berdasarkan data yang dimiliki, pada tahun 2009 bisnis karya cipta, musik, film, software, dan karya yang lain di Internet mencapai Rp300 Triliun. Hal ini menunjukkan bahwa bisnis Internet sangat menjanjikan. Kementerian Komunikasi dan Informatika menyatakan akan memblokir situs-situs download musik atau film gratis untuk melindungi dan mengapresiasi karya cipta seni di dunia virtual. 6 Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Tifatul Sembiring mengungkapkan, maraknya download konten tidak resmi untuk musik digital di Internet menimbulkan kerugian yang cukup besar.7 Akibat konten ini, negara dirugikan sekitar 12 Triliun per tahun.8 Data lainnya menyebutkan dari seluruh wilayah Indonesia, Provinsi Jawa Timur adalah daerah yang menjadi pusat pembajakan tertinggi Hak Cipta di Indonesia.9
6
“Situs Download Gratis Diblokir”, http://www.seputarindonesia.com/edisicetak/content/view/416180/38/, diakses tanggal 9 Maret 2012. 7 Ibid. 8 Ibid. 9 Gatot S. Dewa Broto (Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Kominfo), “Siaran Pers No. 51/PIH/KOMINFO/7/2011 tentang Sosialisasi Perlindungan dan Apresiasi Karya Cipta Seni Musik Di Dunia Maya”, http://kominfo.go.id, diakses tanggal 5 Maret 2012.
6
Masyarakat pengguna Internet /netter di Indonesia sebagian besar terbiasa melakukan pembajakan perangkat lunak (software piracy) dikarenakan mahalnya aplikasi/program komputer yang asli yang tidak terjangkau oleh sebagian besar masyarakat netter di Indonesia. Selain pembajakan software, bentuk pelanggaran hak cipta lainnya yang juga marak terjadi di Indonesia saat ini adalah musik digital berupa MPEG-1 Audio Layer 3 atau yang lebih dikenal dengan MP3. Permasalahan hukum hak cipta dalam MP3 adalah mewabahnya produk MP3 di masyarakat yang telah melanggar hak cipta. Perkembangan pembajakan musik digital di Indonesia dimulai dari hasil kualitas suara musik atau lagu yang asli berbeda dengan kualitas lagu atau masik yang hasil bajakan. Namun dengan adanya teknologi konversi digital seperti adanya MP3, penurunan kualitas suara pada produk bajakan bisa diminimalisir, bahkan kualitas suara produk bajakan setara dengan kualitas suara pada CD (Compact Disk) original. Selain itu harga sebuah keping MP3 ilegal (bajakan) jauh lebih murah dari harga keping CD original. Sebagai perbandingan, harga suatu keping MP3 ilegal yang mampu memuat lebih dari seratus lagu berkisar lima ribu rupiah hingga sepuluh ribu rupiah.10 Secara yuridis, inti permasalahan pembajakan musik dan lagu ini bertentangan dengan pasal 2 angka (1) Berne Convention for The Protection of Literary and Artistic Works (Konvensi Bern Untuk Perlindungan Karya Cipta Seni dan Sastra), yang di dalamnya dituliskan bahwa music adalah suatu ciptaan yang dilindungi. Konvensi Bern ini juga mengatur tentang exclusive rights (hak10
Kompas Cyber Media, “Bisnis CD/VCD Bajakan Marak”, http://www.kompas.com/kompascetak/0605/15/Jabar/2080.htm, diakses tanggal 1 April 2012.
7
hak eksklusif) dimana exclusive rights ini dapat dilakukan oleh pihak lain dengan cara memberikan royalty kepada pemilik hak cipta tersebut. 11 Indonesia adalah salah satu negara yang meratifikasi Konvensi Bern tersebut seharusnya dapat beradaptasi dengan ketentuanketentuan yang tertulis didalamnya. Mengingat Indonesia adalah salah satu Negara peserta World Intellectual Property Organization (WIPO), permasalahan pembajakan musik dan lagu ini juga bertentangan dengan WIPO Performances and Phonograms Treaty (WPPT)12 atau traktat mengenai pertunjukan dan rekaman suara yang diratifikasi Indonesia melalui Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2004, traktat ini mengatur tentang hak-hak terkait (neighbouring rights) yaitu hak-hak Pelaku yang dalam hal ini adalah aktor, penyayi, pemusik, penari dan mereka yang menampilkan, memperagakan,
mempertunjukan,
menyanyikan,
menyampaikan,
mendeklamasikan, atau memainkan karya seni atau sastra dan Produser Rekaman Suara. Tidak hanya bertentangan dengan regulasi hukum internasional saja, pembajakan musik dan lagu juga bertentangan dengan regulasi hukum nasional seperti Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut UUHC), di dalam Pasal 12 ayat (1)13.
11
http://id.wikipedia.org/ keyword: “Hak Cipta” diakses pada tanggal 19 Maret 2011. Dalam konteks pembajakan musik dan lagu ini, WPPT dapat dikaitkan dengan karya seni dan sastra. Karena musik dan lagu yang merupakan bagian dari karya seni dan sastra tidak terlepas dari pertunjukan dan rekaman suara sebagaimana yang diatur dalam WPPT. 13 Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta: “Dalam Undang-Undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain; b. ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan itu; c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan; d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks; e. drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim; f. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, 12
8
Dari segi penegakan hukum, pemerintah perlu membenahi kembali regulasi nasional tentang hak cipta, seperti melakukan perubahan dan penambahan pasal untuk memberikan sanksi yang lebih keras terhadap para pelaku pembajakan CD ini, sehingga timbul rasa takut dari para pembajak untuk melakukan pekerjaannya. Upaya dari aparat pun lebih ditingkatkan dengan meningkatkan intensitas waktu razia di tempat-tempat dimana para pembajak CD menjual hasil bajakannya. Sikap tegas dan keseriusan dari pemerintah khususnya aparat penegak hukum inilah yang harus ditingkatkan untuk mengakhiri praktek pembajakan ini.14 Dilihat dari segi ekonomis, pemerintah seharusnya melakukan negosiasi dengan pencipta dan produser untuk meminimalkan harga dari CD asli yang sesuai dengan daya beli masyarakat, sehingga masyarakat terdorong untuk membeli CD asli karena dapat menikmati hasil karya musik atau lagu dengan harga yang murah dan kualitas yang bagus. Dari segi kemajuan teknologi, pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan para ahli-ahli teknologi komputer dan produser-produser rekaman untuk memanfaatkan kemajuan teknologi dengan memberikan proteksi terhadap CD asli setiap kali akan diluncurkan ke pasaran. Sehingga para pembajak CD pun tidak mempunyai sumber untuk dibajak. Karena teknologi berkembang seiring dengan berjalannya waktu, maka tidak tertutup kemungkinan hadirnya teknologi baru yang dapat membobol proteksi CD tersebut, maka dari itu pemerintah harus gambar, seni ukir, seni kaligrafi seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan; g. arsitektur; h. peta; i. seni batik; j. fotografi; k. sinematografi; l. terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.” 14 Uning Kusuma Hidayah, “Penanggulangan Pelanggaran Hak Cipta Terhadap Pembajakan” CD/VCD, http://www.google.com/, diakses tanggal 8 Januari 2013.
9
beradaptasi dengan kemajuan teknologi, dan melakukan metode proteksi CD ini secara kontinu. Masalah hak cipta di media Internet sendiri dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu hak cipta atas atau isi (content) yang terdapat di media Internet yang berupa hasil karya berbentuk informasi, tulisan, karangan, review, program atau bentuk lainnya yang sejenis, dan hak cipta atas nama atau alamat website dan alamat surat elektronik e-mail dari pelanggan jasa Internet.15 Masalah hak cipta atas hasil karya yang disediakan di Internet ini menyangkut pula beberapa hal, antara lain jenis-jenis pelanggaran, perlindungan terhadap hak cipta. Digitalisasi memungkinkan membuat salinan dan mengubah suatu ciptaan dengan sangat mudah. Digitalisasi juga memungkinkan untuk mempertahankan kualitas secara konsisten dan konstan berapa puluh kalipun suatu ciptaan disalin, betapapun besar suatu ciptaan atau berapa lama pun waktu berlalu. Karena mutu setiap salinan sama dengan mutu ciptaan original, salinan bahkan dapat diperbanyak lagi dari salinan. Dampak yang lebih besar, yakni pelanggaran hak terjemahan dan hak mempertahankan keutuhan suatu ciptaan karena digitalisasi memudahkan melakukan perubahan pada ciptaan original. Sekarang dimungkinkan untuk mengeksploitasi suatu ciptaan berulang kali tanpa ada perubahan pada mutu, karena tingginya mutu medium rekaman, seperti memori hanya baca cakram padat (CD-ROM = Compact Disc Read Only Memory), dan sebagainya. UndangUndang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta sendiri telah mencakup pembatasan bagi pembuatan salinan untuk penggunaan pribadi, sebagai jawaban
15
Asril Sitompul, 2001, Hukum Internet, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 8.
10
terhadap tindakan eksploitasi, jumlah pelanggaran, dan kerugian lainnya, yang disebabkan oleh digitalisasi. Persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia dalam upaya perlindungan hak cipta atas karya cipta digital ini adalah masalah proses penegakan hukum dan perlindungan hukum terhadap karya cipta yang yang dihasilkan dari proses alih media/digitalisasi dan yang dibuat langsung dalam format digital disertai masalahmasalah seperti kesadaran masyarakat terhadap pentingnya hak cipta itu sendiri dan kondisi ekonomi bangsa Indonesia yang secara tidak langsung mendukung tindakan pelanggaran hak cipta. Berdasarkan uraian di atas maka untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap karya cipta digital dilakukan penelitian dengan judul: “Pelanggaran Hak Cipta atas Karya Lagu Musik melalui Internet”.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang dapat dikemukakan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana kriteria pelanggaran hak cipta atas karya lagu melalui Internet? 2. Apa akibat hukum yang ditimbulkan oleh pelanggaran hak cipta atas karya lagu atau musik melalui Internet? 3. Bagaimana perlindungan hukum pencipta atas pelanggaran hak cipta karya lagu melalui Internet?
11
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian merupakan sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian sebagai pemecahan masalah yang dihadapi. Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan, tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kriteria pelanggaran hak cipta atas karya lagu melalui Internet; 2. Untuk mengetahui akibat hukum yang ditimbulkan oleh pelanggaran hak cipta atas karya lagu atau musik melalui Internet; dan 3. Untuk mengetahui perlindungan hukum pencipta atas pelanggaran hak cipta karya lagu melalui Internet.
D. Keaslian Penelitian Topik pelanggaran hak cipta atas karya lagu atau musik melalui Internet, yang dipilih oleh penulis secara khusus merupakan sebuah topik bahasan tesis yang belum pernah dikerjakan oleh penulis lain. Namun demikian, isu mengenai pelanggaran hak cipta atas karya lagu atau musik melalui Internet bukanlah sebuah topik penelitian yang asing. Beberapa penelitian terkait isu tersebut sudah pernah dilakukan, diantaranya: 1. Diana Kusumasari (2012) “Perlindungan Hak Cipta atas Karya Lagu-Studi Kasus: Karya Lagu yang Digunakan Sebagai Nada Sambung Pribadi (Ring Back Tone)”. Tesis ini memokuskan pada perlindungan hak cipta atas karya lagu yang digunakan sebagai Nada Sambung Pribadi atau Ring Back Tone (RBT). Nyatanya, banyak pencipta lagu yang karya lagunya meledak di pasaran
12
tapi malah hidup berkekurangan. Saat ini perkembangan dunia musik dan dunia teknologi berjalan seiring. Namun, perkembangan ini tidak diikuti adanya lembaga manajemen pemungut royalti saat ini belum maksimal membantu perlindungan hak pencipta karena belum adanya dasar hukum yang tegas mengaturnya. 2. Angga Deca Lausa (2011) “Kajian Yuridis Pembajakan Musik dan Lagu secara Digital” Fokus penelitian ini tentang pembajakan musik dan lagu ini bertentangan dengan pasal 2 angka (1) Berne Convention for The Protection of Literary and Artistic Works yang berisikan bahwa musik adalah suatu ciptaan yang dilindungi dan secara nasional bertentangan dengan Pasal 12 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta. Disimpulkan bahwa konsep penegakan hukum yang ideal terhadap kasus pembajakan hak cipta musik dan lagu adalah peranan pemerintah dalam penegakan hukum hak cipta harus lebih ditingkatkan dengan cara melakukan upayaupaya seperti upaya pre-emtif, preventif, dan represif. Pemerintah harus memberikan sanksi tegas berupa perampasan dan pemusnahan barang hasil pembajakan, sebagaimana yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta. 3. Mochamad Wahyudi (2010) “Fenomena Pembajakan Software di Indonesia, Antara Kebutuhan dan Pelanggaran Hak Cipta (HKI)”
13
Penelitian ini memfokuskan pada fenomena pembajakan yang ada di Indonesia yang ternyata bukan hanya terkait dengan software saja. Produkproduk yang banyak dibajak di negara kita ini antara lain adalah musik (lagu), film (video), buku, barang-barang elektronik, produk pakaian bermerk (fashion) dan masih banyak lagi. Dalam hal ini, penulis hanya akan menyoroti masalah pembajakan software saja. Alasan mengapa suatu produk software perlu dilindung dijelaskan dalam Undang-Undang Hak Cipta yang menyatakan sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut. Berdasarkan penulisan hukum tersebut di atas, penelitian yang dilakukan oleh penulis apabila diperbandingkan substansi dan pokok bahasannya adalah berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan di atas. Tesis ini membahas 3 (tiga) pokok bahasan yakni kriteria pelanggaran hak cipta atas karya lagu melalui Internet; akibat hukum yang ditimbulkan oleh pelanggaran hak cipta atas karya lagu atau musik melalui Internet; dan perlindungan hukum pencipta atas pelanggaran hak cipta karya lagu melalui Internet. Dengan demikian tesis ini berbeda dengan penulisanpenulisan hukum yang dikemukakan di atas.
14
E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Diharap
bermanfaat
untuk
pengembangan
ilmu
pengetahuan
khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap kasus pembajakan musik dan lagu secara digital berdasarkan hukum internasional dan pengaturannya dalam hukum nasional, dan b. Berguna sebagai bahan untuk pengembangan wawasan dan kajian lebih lanjut bagi yang ingin mengetahui dan memperdalam tentang masalah tindak pidana atas praktik penggandaan lagu dan musik dengan format MP3 (Motion Picture Experts layer III). 2. Manfaat Praktis a. Diharapkan dapat bermanfaat memberikan masukan kepada para pihak yang melaksanakan aktivitas digital, agar para pihak mengetahui, memahami dan menghargai Hak Kekayaan Intelektual (Hak Cipta) seseorang, dan b. Bermanfaat untuk para penegak hukum supaya penanganan perkara tindak pidana hak cipta ini lebih ditingkatkan.