1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial, yang selalu berinteraksi dengan sesamanya.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki berbagai kelebihan alamiah yang dianugerahkan oleh Tuhan. Selain itu, manusia biasanya membentuk kelompok sosial berdasarkan berbagai persamaan dan tujuan. Kelompok manusia bisa saja berbentuk keluarga inti, keluarga luas, etnik, kelompok profesi, ras, bangsa, dan seterusnya. Dalam konteks ini, manusia selalu ingin melanjutkan peradabannya dan generasi keturunannya. Kesinambungan generasi ini penting agar manusia tidak musnah di muka bumi, oleh karena itu manusia dianugerahi Tuhan untuk meneruskan keturunan ini melalui hubungan perkawinan yang diatur oleh normanorma agama dan adat. Perkawinan dalam masyarakat tertentu tidak boleh bertentangan dengan ajaran agama dan norma-norma adat. Seorang pakar antropologi Eropa, Gough (1959) melihat perkawinan, di sepanjang masa dan semua tempat di dunia ini, sebagai satu kontrak menurut adatistiadat, yang bertujuan untuk menetapkan pengabsahan anak yang baru dilahirkan sebagai anggota yang dapat diterima masyarakat. Dalam usaha menemukan definisi yang universal, Goodenough memusatkan pemikirannya kepada hak atas seksualitas wanita yang diperoleh berdasarkan kontrak sosial. Perkawinan adalah satu transaksi yang menghasilkan satu kontrak, yaitu seorang (laki-laki atau perempuan, korporatif atau individual, secara pribadi atau melalui wakil, memiliki hak secara terus-menerus untuk menggauli seorang perempuan secara seksual – hak ini memiliki
Universitas Sumatera Utara
2
keutamaan atas hak menggauli secara seksual yang sedang dimiliki atau kemudian diperoleh oleh orang-orang lain terhadap perempuan tersebut, sampai hasil transaksi itu berakhir dan perempuan yang bersangkutan dianggap memenuhi syarat untuk melahirkan anak (Goodenough, 1970:12-13). Dalam berbagai kebudayaan manusia di dunia ini, terjadi beberapa orientasi dalam perkawinan. Ada masyarakat yang mendasarkan kepada perkawinan monogami, adapula yang memperbolehkan poligami, namun ada pula yang membolehkan perkawinan dalam bentuk penyimpangan sosial umum dan moralitas yaitu perkawinan poliandri (satu perempuan kawin dengan lebih dari satu suami). Dalam beberapa kelompok masyarakat, dua orang pria atau lebih bisa bersama-sama menggauli wanita secara seksual, yang biasanya melibatkan sekelompok saudara laki-laki (poliandri fraternal). Poliandri sering dihubungkan dengan
ketidakseimbangan
penduduk,
yang
disebabkan
oleh
kebiasaan
membunuh bayi perempuan. Di Himalaya sebagai contoh, poliandri dilakukan kerana tujuannya mengurangi jumlah keluarga yang terlalu besar, sementara lahan pertanian terbatas luasnya. Dalam agama Yahudi, Kristen, dan Islam praktik demikian sangat dilarang. Begitu juga hubungan incest yaitu antara kerabat kandung. Semua ini adalah aturan Tuhan untuk makhluk manusia ciptaan-Nya agar manusia menjadi rahmat kepada alam, bukan merusak alam, atau generasi keturunannya. Setiap agama juga memiliki konsep yang berbeda-beda tentang perkawinan. Sebuah perkawinan agama Kristen (Protestan dan Katholik) adalah perkawinan antara seorang suami dengan seorang istri, yang untuk seumur hidup mereka, saling mengikat diri dalam ikatan kasih setia. Perkawinan Kristen punya tiga
Universitas Sumatera Utara
3
(trilogi) asas pokok, yakni (a) asas monogami; (b) asas kesetiaan (fidelitas); dan (c) asas seumur hidup (indisolubilitas). Riwayat penciptaan secara jelas berbicara tentang satu suami satu isri, ―satu daging‖ antara satu laki-laki dan satu perempuan (Kej. 2:24). Namun demikian, ada beberapa sekte agama Kristen (misalnya Mormon di Amerika Serikat) membenarkan perkawinan poligami. Dalam Islam, sesuai dengan panduan Al-Qur‘an seorang pria Islam bisa kawin dengan sebanyak-banyaknya empat perempuan, tetapi ada syaratnya yaitu adil. Allah mengingatkan bahwa jika seorang lelaki muslim tidak dapat berlaku adil kepada isteri-isterinya, maka kawinlah dengan satu perempuan saja. Dimensi pembelajaran ayat ini adalah bahwa Allah menciptakan lebih banyak perempuan dibandingkan laki-laki. Agar perempuan-perempuan mendapat suami, maka tentu saja secara umum harus ada laki-laki yang beristeri lebih daripada satu untuk melakukan respon terhadap kenyataan jenis kelamin ini yang penuh dengan rahasia Tuhan. Dalam realitasnya, di negara-negara Islam mayoritas rakyatnya kawin secara monogami. Upacara perkawinan hanyalah salah satu rangkaian dari sejumlah upacara siklus hidup dan sesudah meninggalnya manusia. Siklus hidup manusia biasanya dimulai dari sejak janin, lahir, akil baligh atau dewasa, khitan, perkawinan, memiliki anak, memasuki keorganisasian, kematin, pasca kematian, dan seterusnya. Secara sosiologis dan agama, fungsi utama perkawinan adalah untuk melanjutkan generasi keturunan manusia sepanjang zaman, dan manjaga peradaban manusia. Sedangkan guna perkawinan di antaranya adalah: memuaskan
Universitas Sumatera Utara
4
nafsu biologis manusia, menerima dan memberi kasih sayang kepada pasangan hidup, membina keluarga, menyatukan dua keluarga besar, dan sebagainya. Dalam hal ini, agama memegang peran utama dalam upacara perkawinan. Pengabsahan perkawinan selalu melibatkan para pemuka agama pada semua agama di dunia. Ritual perkawinan melibatkan aspek adat dan agama sekaligus. Demikian juga yang terjadi pada masyarakat Minangkabau. Minangkabau merupakan salah satu suku (etnik) yang wilayah budayanya yang lazim disebut dengan Ranah Minang. Minangkabau dikenal sebagai salah satu bentuk kebudayaan di Pulau Sumatera. Masyarakat Minangkabau menerapkan sistem matrilineal, di mana garis keturunannya berdasarkan garis keturunan ibu. Masyarakat Minangkabau, di dalam melaksanakan tata cara adat perkawinan, menunaikan dua norma penting. Pertama adalah perkawinan menurut adat, dan kedua, menurut agama (syarak). Dalam tata cara perkawinan menurut adat, maka akan diadakan penganugerahan kedudukan kepada mempelai perempuan. Hal ini dilakukan semata-mata karena sistem kemasyarakatan Minangkabau menganut sistem matrilineal (garis keturunan dari pihak ibu). Selanjutnya, perkawinan baru dianggap sah bila telah dilakukan upacara perkawinan sesuai agama. Sesudah pelaksanaan kedua fase tersebut biasanya dilanjutkan dengan upacara Baralek, yaitu upacara perayaan terhadap perkawinan yang sudah dilaksanakan. Partisipan Baralek melibatkan ninik mamak (paman), sanak saudara, termasuk pemimpin nagari (wilayah adat Minangkabau) (A.A. Navis, 1986:197-
Universitas Sumatera Utara
5
198). Dalam mengawali upacara baralek ini ditampilkan pertunjukan tari Galombang, yaitu suatu tari yang mengekspresikan suasana sukacita pihak keluarga anak daro (pengantin perempuan) akan kedatangan marapulai (pengantin laki-laki) dan keluarganya.1 Galombang adalah salah satu jenis kesenian perpaduan tari dan musik masyarakat Minangkabau yang sudah mereka praktikkan di dalam kegiatan kehidupan sehari-hari jauh sebelum masa kemerdekaan bangsa Indonesia. Dari tradisi lisan mereka ini, dapat diketahui bahwa Galombang berkembang dan terintegrasi menjadi bagian tradisi Minangkabau yang mengakar di masyarakat tersebut. Bahkan hingga dewasa ini penyajian Galombang masih bertahan dan sangat lazim disajikan pada saat pesta perkawinan di kalangan anggota masyarakat Minangkabau, baik di kampung halaman mereka di Sumatera Barat, maupun di kota Medan, yaitu salah satu kota tujuan merantau2 masyarakat Minangkabau di Indonesia. Galombang, dalam konteks praktik ketradisian ditampilkan untuk menyambut kedatangan tamu kehormatan dalam berbagai upacara adat Minangkabau, seperti penobatan penghulu (kepala suku/ketua adat), Guru silat, maupun pengantin (penyambutan marapulai beserta keluarganya oleh anak daro). Pengantin dianggap tamu kehormatan juga bagi masyarakat Minangkabau, karena 1
Baca skripsi Hery Gunawan ―Analisis Musik Galombang Pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau di Kota Medan.‖ Medan: Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara, tahun 2011. 2 Merantau adalah salah satu budaya dan kebiasaan orang Minangkabau. Sebagai masyarakat yang matrilineal, di mana dalam situasi itu, pihak wanitalah yang memiliki kekuasaan terhadap harta benda dan lainnya. maka oleh karenanya para pria biasanya akan melalukan perantauan terutama ke luar wilayah budaya Minangkabau. Mereka ini pergi untuk satu tujuan meningkatkan kehidupan ekonomi, dan kemudian hasilnya dibawa ke kampung halaman. Oleh sebab itu, dalam konsep budaya Minangkabau pun ada tiga kawasan budayanya yaitu: (a) darek (darat); (b) pasisie (pesisir), dan (c) rantau.
Universitas Sumatera Utara
6
bagi tradisi mereka pengantin dianggap raja sehari, karena secara konsep pengantinlah yang mempunyai kebesaran pesta perkawinan tersebut. Dalam tulisan ini penulis memfokuskan pada konteks penyambutan pengantin karena dari awal penulis telah memaparkan tentang perkawinan. Pada penyambutan itu, marapulai akan dipayungi dengan payung kebesaran dengan simbol kebesaran suatu upacara sebagai penghormatan. Sesuai adat, ada seseorang yang ditunjuk oleh keluarga anak daro untuk memberikan suguhan daun sirih, pinang, dan gambir, yang disajikan di dalam carano3 kepada marapulai sebagai wakil dari rombongan setelah Galombang di sajikan. Suguhan tersebut juga biasanya disuguhkan kepada kedua orang tua dan keluarga marapulai. Suguhan yang disuguhkan wajib diterima, sebagai tanda kerendahan hati dan keikhlasan yang tulus untuk menjalin silahturahmi. Dalam Galombang ini mempunyai dua elemen struktur terpenting. Yakni, struktur tari dan struktur musik iringannya. Dalam praktik, pada struktur tari Galombang, komposisi penari biasanya terdiri dari enam atau lebih penari; umumnya, semakin banyak penarinya semakin terlihat bagus, karena pola lantai yang dimiliki tari Galombang ini hanya berbanjar dua baris kebelakang. Namun demikian, bisa saja semua penari adalah perempuan saja, bisa juga campuran dengan laki-laki dewasa, yaitu setengahnya penari perempuan dan setengahnya lagi penari laki-laki. Dalam konteks penyajian saat upacara berlangsung, para penari diposisikan di sepanjang jalan menuju tempat upacara, menghadap ke arah datangnya marupulai dan para tamu. 3
Wadah yang terbuat dari kuningan berbentuk bulat serta dipenuhi ukiran yang umumnya terdapat ukiran itiak pulang patang (itik pulang petang), menjadi tempat untuk menaruh sirih, pinang, dan gambir yang digunakan dalam berbagai upacara adat.
Universitas Sumatera Utara
7
Dari hasil pengamatan di lapangan yang penulis lakukan,4 ada beberapa catatan penting tentang penyajian tari Galombang. Pertama, penari perempuan selalu mengenakan baju kuruang (baju kurung), selayaknya busana adat Minangkabau, sementara di bagian kepala penari diberi aksesoris sesuai kesepakatan bersama para penari. Biasanya aksesoris yang dipilih adalah tengkuluk (hiasan kepala perempuan yang berbentuk runcing dan bercabang), magek (hiasan kepala dari kain sejenis sarung yang dibentuk seperti bunga), ataupun suntiang. Kedua, penari laki-laki selalu mengenakan guntiang cino (baju longgar), sarawa galembong (celana longgar), dan detar (ikat kepala). Warna pakaian yang dikenakan bervariasi mulai dari warna merah, hitam, kuning, dan biru. Catatan berikutnya adalah, bahwa dalam menarikan tari Galombang, ada beberapa aturan yang dijadikan sebagai dasar dalam penciptaan. Hal ini dapat dilihat dari gerakan tariannya yang diambil dari gerakan bungo silek, yaitu gerakan variatif yang bersumber dari gerakan pencak silat Minangkabau dengan pola dasar ―kuda-kuda‖ yang memberikan kesan tajam, dengan gerakan yang keras, mengalun lembut, dan bersifat cekatan dan tegas. Pada dasarnya, konsep tari pada Galombang kurang lebih sama di seluruh satuan sosial Minangkabau, yakni gerakan dasar yang diambil dari gerakan bungo silek. Tiap kelompok penari di dalam anggota masyarakat Minangkabau menciptakan berbeda-beda susunan gerakan dalam strukturnya. Hal ini disesuaikan dengan selera masing-masing kelompok, namun dalam dasar 4
Pengamatan langsung ini penulis lakukan pada tanggal 5 Februari 2012, di Jalan Gurilla Gang Toke Umar, No. 18, Kelurahan Sei Kerah Hilir II, Kecamatan Medan Perjuangan, Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
8
gerakannya semua sama, berdasarkan dasar gerakan yang sudah menjadi tradisi adat dari dulunya. Dalam penyajiannya, tari Galombang ini memerlukan keahlian agar dapat bergerak, gerakan-gerakan kaki dan tangan saling digerakkan yang begitu diperhatikan. Gerakan kaki dilakukan dengan menggunakan langkahlangkah, di mana langkah-langkah ini berupa langkah maju, langkah mundur, langkah sambil angkat salah satu kaki, dan langkah dengan penyilangan kedua kaki (langkah simpie). Sedangkan gerakan tangan dilakukan dengan gerakangerakan kasar yang identik dengan kekhasan masyarakat Minangkabau, seperti gerakan menyembah sebagai penghormatan, gerakan tepuk paha sebagai ketangkasan, gerakan tangan menyilang sebagai menolak kejahatan, dan gerakan menepuk tangan ke depan sebagai tanda penyuguhan sirih. Serta gerakan badan mengikuti menjadi terlihat bentuknya naik dan turun dikarenakan dari gerakan kaki dan tangan tadi. Semua makna yang terkandung di dalam gerakan-gerakan tersebut mempunyai fungsi bagi masyarakat Minangkabau. Semua gerakan di atur dalam gerak kaki maupun tangan demi keseragaman tarian terhadap antar penari. Tiap peralihan atau perubahan gerakan yang ada sesuai dengan ketukan tempo musik pengiringnya. Dalam pertunjukan Galombang, penulis melihat keberadaan musik dalam mengiringi tari. Musik merupakan bagian dari kesenian dan termasuk salah satu seni tertua. Pada zaman dahulu sebelum timbulnya peradaban modern masyarakat primitif telah menggunakan musik sebagai alat media komunikasi, misalnya untuk mengumpulkan orang banyak digunakan semacam gendang atau kentongan yang dipukul.
Universitas Sumatera Utara
9
Menurut Muttaqin (2008: 3), Musik pada hakikatnya adalah bagian dari seni yang menggunakan bunyi sebagai media penciptaannya. Walaupun dari waktu ke waktu beraneka ragam bunyi, seperti klakson maupun mesin sepeda motor dan mobil, handphone, radio, televisi, tape rekorder, dan sebagainya senantiasa mengerumungi kita, tidak semua dapat dianggap sebagai musik karena sebuah karya musik harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut merupakan suatu sistem yang ditopang oleh berbagai komponen seperti melodi , harmoni, ritme, timbre (warna suara), tempo, dinamika, dan bentuk. Musik dapat dikatakan sebagai interaksi tiga elemen yaitu irama, melodi dan harmoni. Secara umum pengelompokan seni musik terbagi atas dua (dua) macam yaitu Musik Vokal dan Musik Instrumental. Berbicara mengenai musik vokal, musik ini merupakan bunyi atau suara yang dihasilkan dari suara manusia. Sedangkan musik instrumental adalah bunyi atau suara yang bersumber dari alatalat musik. Disamping masih dapat di mainkan secara instrumental musik juga dapat mengiringi nyanyian bahkan untuk mengiringi tarian. Sama halnya dengan musik yang digunakan untuk mengiringi tari pada Galombang ini. Di dalam Galombang ini musik berperan penting karena musik salah satu unsur dari pertunjukan Galombang. Merupakan bagian hal yang berkaitan atau berhubungan satu sama lain. Dalam pertunjukan Galombang, tari tidak akan berjalan jika tidak ada musik pengiringnya, baik itu musik live ataupun rekaman. Begitu juga sebaliknya, jika hanya musiknya tanpa dijalankannya tari, musik tersebut tidak akan bisa dikatakan musik Galombang. Dalam hal ini, musik menjadi pembentuk suasana, dan juga untuk memperjelas tekanan-tekanan
Universitas Sumatera Utara
10
gerakan begitu juga pergantian ragam dan pola-pola gerakan yang dibuat. Adanya spirit yang dibentuk dari musik (terkhusus tasa dan gandang tambua) yang bersifat gembira dan gemuruh untuk menghidupkan suasana tari tersebut. Jadi, jika musik tidak ada, maka tarian tidak dapat terbentuk keindahannya. Untuk mengiringi tari dalam Galombang, masyarakat Minangkabau menggunakan musik tradisional mereka yang lazim digunakan. Dalam mengiringi tari ada tiga struktur musik iringan yang baku. Pertama musik pembuka, yaitu menggunakan dua alat musik, yakni tasa (gendang satu sisi berbentuk mangkuk) dan gandang tambua (gendang berbentuk barel dua sisi). Kedua alat musik ini saling bersahut-sahutan (litany). Struktur musik kedua adalah musik Galombang, menggunakan empat alat musik, yakni tasa sebagai peningkah atau bisa dikatakan sebagai pengisi, gandang tambua sebagai pembawa ritem dasar untuk tarian, talempong pacik (dipegang tangan pemainnya) sebagai pembawa melodi dan ritem interloking, dan puput serunai sebagai pembawa melodi yang dikembangkan (improvisasi). Ketiga musik penutup, yang juga menggunakan keempat alat musik tadi yaitu tasa, gandang tambua, talempong pacik, dan serunai. Pada keempat alat musik ini yang menjadi pembawa tempo yang paling penting dalam pembuka dan penutup musik adalah tasa. Lagu yang dimaninkan adalah lagu tempo Tigo Duo. Kedudukan Galombang ini dalam setiap upacara mengalami pergeseran sejak dahulu, di mana pada awalnya, Galombang ini penting dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakatnya yang digunakan dalam berbagai aktifitas masyarakat seperti, upacara baralek, ataupun acara penyambutan tamu
Universitas Sumatera Utara
11
kehormatan. Pada perkembangan selanjutnya, dalam penerapan di masa sekarang, tarian ini digunakan sebagai salah satu pelengkap atau bisa dikatakan penyemaraknya upacara perkawinan dan upacara-upacara lainnya. Dalam baralek, Galombang dipersembahkan sesuai dengan tingkat ekonomi yang mempunyai acara perkawinan, yang dengan sendirinya juga akan menunjukkan status dari penyelenggara. Keadaan ini memberikan peluang kepada sanggar-sanggar tari, terutama sanggar yang mengajarkan tari-tari etnik, untuk memfokuskan pelatihan pada tari Minang. Sesungguhnya upacara baralek tetap terlaksana walaupun tanpa menyertakan Galombang sebagai bagian acara adat, namun terasa kurang lengkap jika kesenian tradisional ini tidak ditampilkan. Dalam hal ini ada juga sisi menjaga image antar anggota masyarakat mereka, dikatakan begitu karena jika ada keluarga
yang
menyelenggarakan
upacara
baralek
tanpa
menampilkan
pertunjukan Galombang bisa saja tamu undangan menganggap bahwa keluarga tersebut tidak memiliki rasa mencintai kebudayaannya sendiri ataupun kehidupan ekonomi yang berada pada level menengah ke bawah. Di Kota Medan sendiri kelompok masyarakat Minangkabau ini hampir menempati seluruh kawasan Kota Medan. Tercatat paling banyak terdapat di antaranya di Medan Denai dan Sukaramai (Hutagalung, 2009:5). Walaupun jumlah penduduk masyarakat Minangkabau sebagai pendatang bukan yang terbanyak di Kota Medan, tetapi kelompok masyarakat ini mampu menampilkan bahkan memperkenalkan budaya tradisi mereka. Ini dapat dilihat dari banyaknya pagelaran seni yang menampikan kesenian Minangkabau khususnya Galombang, seperti di sanggar Tigo Sapilin Sumatera Utara, sanggar Pilago, sanggar Tri Arga
Universitas Sumatera Utara
12
Medan, Bengkel Seni, di Taman Budaya Sumatera Utara, sanggar Sumara Anjuang dan sanggar-sanggar lainnya yang memberikan pelatihan kesenian Minangkabau. Di antara beberapa sanggar yang ada di Kota Medan yang penulis sebutkan diatas, penulis memilih sanggar Tigo Sapilin, sanggar Pilago, dan Sanggar Tri Arga untuk penulis fokuskan kajiannya dalam tesis ini. Sanggar Tigo Sapilin, sanggar Pilago, dan Sanggar Tri Arga ini merupakan salah satu sanggar yang memfokuskan pelatihan pada kesenian tradisi dan masih sering dipanggil untuk mengadakan pertunjukan. Ke tiga sanggar ini penulis pilih sebagai sample untuk melihat bagaimana penyajian yang ada dari Galombang yang dihasilkan dari kreativitas mereka masing-masing. Tulisan ini dimaksudkan untuk mendiskusikan tentang pertunjukan Galombang dalam upacara baralek pada adat perkawinan di kalangan anggota masyarakat Minangkabau yang ada di kota Medan. Pertunjukan yang dimaksud mencakup dua aspek, yaitu tari dan musik. Ada tiga aspek utama yang akan penulis diskusikan di dalam tulisan ini. Pertama adalah bagaimana struktur tari dalam Galombang tersebut. Dalam konteks struktur tersebut, akan dideskripsikan ragam gerakan yang ada, demikian juga halnya dengan pola lantai yang digunakan, serta dalam pola-pola gerakan, adakah hal spesifik menyangkut nilai adat, nilai agama, atau nilai yang terkait budaya lokal yang dilambangkan atau diekspresikan? Atau secara umum polapola yang ada hanyalah merupakan ekspresi estetika belaka? Kedua, bagaimana struktur musik iringan pada Galombang, dan ketiga setelah kedua aspek tersebut
Universitas Sumatera Utara
13
dikaji, selanjutnya penulis akan menganalisis bagaimana hubungan struktur tari dengan musik iringan tari ini dalam sebuah pertunjukan. Keberadaan Galombang dalam upacara perkawinan adat Minangkabau di Kota Medan seperti terurai dalam latar belakang ini, dapat didekati dengan pendekatan multidisiplin ilmu. Pertama adalah untuk mengkaji struktur tarinya digunakan pendekatan-pendekatan ilmu antropologi tari. Dimana yang dimaksud dengan antropologi tari atau disebut juga etnologi tari dan etnokoreologi adalah sebagai berikut. Ethnochoreology (also dance ethnology, dance anthropology) is the study of dance through the application of a number of disciplines such as anthropology, musicology (ethnomusicology), ethnography, etc. The word, itself, is relatively recent and means, literally, ―the study of folk dance‖, as opposed to, say, the formalized entertainment of classical ballet. Thus, ethnochoreology reflects the relatively recent attempt to apply academic thought to why people dance and what it means. It is not just the study or cataloging of the thousands of external forms of dances—the dance moves, music, costumes, etc.— in various parts of the world, but the attempt to come to grips with dance as existing within the social events of a given community as well as within the cultural history of a community. Dance is not just a static representation of history, not just a repository of meaning, but a producer of meaning each time it is produced—not just a living mirror of a culture, but a shaping part of culture, a power within the culture. The power of dance rests in acts of performance by dancers and spectators alike, in the process of making sense of dance… and in linking dance experience to other sets of ideas and social experiences. Ethnologic dance is native to a particular ethnic group. They are performed by dancers associated with national and cultural groups. Religious rituals (ethnic dances) are designed as hymns of praise to a god, or to bring in good fortune in peace or war (Blacking, 1984).
Dari kutipan di atas, dapat diartikan bahwa yang dimaksud etnokoreologi (juga disebut dengan etnologi tari dan antropologi tari) adalah studi tari melalui penerapan
sejumlah
disiplin
ilmu
seperti
antropologi,
musikologi
Universitas Sumatera Utara
14
(etnomusikologi), etnografi, dan lain-lain. Istilah itu sendiri, adalah relatif baru, yang secara harfiah berarti studi tentang tarian rakyat (sebagai lawan dari tari hiburan yang diformalkan dalam bentuk balet klasik). Dengan demikian, etnokoreologi mencerminkan upaya yang relatif baru dalam dunia akademis untuk mengkaji mengapa orang menari dan apa artinya. Dalam konteks tersebut para ilmuwan etnokoreologi tidak hanya belajar ribuan tarian yang mencakup gerak, musik iringan, kostum, dan hal-hal sejenis, di berbagai belahan dunia ini, tetapi juga meneliti tarian dalam kegiatan sosial dari suatu masyarakat, serta sejarah budaya tari dari suatu komunitas. Tari bukan hanya representasi statis sejarah, bukan hanya repositori makna, namun menghasilkan makna setiap kali tari itu dihasilkan. Tari bukan hanya cermin hidup suatu budaya, tetapi merupakan bagian yang membentuk budaya, sebagai kekuatan dalam budaya. Kekuatan tari terletak pada tindakan penampilan penari dan penonton, dalam proses pembentukan rasa dalam tari, dan menghubungkan pengalaman gagasan tari dan wujud sosialnya. Tari juga berkait dengan kelompok etnik tertentu. Tarian ini dilakukan oleh penari yang berhubungan dengan kelompok bangsa dirancang sebagai
himne pujian untuk
dan budayanya. Tarian etnik
Tuhan, atau untuk
membawa
keberuntungan dalam damai atau perang. Selanjutnya yang kedua untuk mengkaji struktur musik iringan penulis menggunakan disiplin etnomusikologi. Seperti yang penulis ketahui dari pakar etnomusikologi yaitu Merriam yang dimaksud etnomusikologi adalah sebagai berikut. Ethnomusicology carries within itself the seeds of its own division, for it has always been compounded of two distinct parts, the
Universitas Sumatera Utara
15
musicological and the ethnological, and perhaps its major problem is the blending of the two in a unique fashion which emphasizes neither but takes into account both. This dual nature of the field is marked by its literature, for where one scholar writes technically upon the structure of music sound as a system in itself, another chooses to treat music as a functioning part of human culture and as an integral part of a wider whole. At approximately the same time, other scholars, influenced in considerable part by American anthropology, which tended to assume an aura of intense reaction against the evolutionary and diffusionist schools, began to study music in its ethnologic context. Here the emphasis was placed not so much upon the structural components of music sound as upon the part music plays in culture and its functions in the wider social and cultural organization of man. It has been tentatively suggested by Nettl (1956:26-39) that it is possible to characterize German and American "schools" of ethnomusicology, but the designations do not seem quite apt. The distinction to be made is not so much one of geography as it is one of theory, method, approach, and emphasis, for many provocative studies were made by early German scholars in problems not at all concerned with music structure, while many American studies heve been devoted to technical analysis of music sound (Merriam 1964:3-4).5 Menurut pendapat Merriam seperti kutipan di atas, para ahli etnomusikologi membawa dirinya sendiri kepada benih-benih pembagian ilmu, untuk itu selalu dilakukan percampuran dua bagian keilmuan yang terpisah, yaitu musikologi dan etnologi [antropologi]. Selanjutnya menimbulkan kemungkinan-kemungkinan masalah besar dalam rangka mencampur kedua disiplin itu dengan cara yang unik, dengan penekanan pada salah satu bidangnya, tetapi tetap mengandung kedua disiplin tersebut. Sifat dualisme lapangan studi etnomusikologi ini, dapat ditandai dari bahanbahan bacaan yang dihasilkannya. Katakanlah seorang sarjana etnomusikologi
5
Sebuah buku yang terus populer di kalangan etnomusikologi dunia sampai sekarang ini, dalam realitasnya menjadi ―bacaan wajib ‖ bagi para pelajar dan mahasiswa etnomusikologi seluruh dunia, dengan pendekatan kebudayan, fungsionalisme, strukturalisme, sosiologis, dan lainlainnya. Buku yang diterbitkan tahun 1964 oleh North Western University di Chicago Amerika Serikat ini, menjadi semacam ―karya utama‖ di antara karya-karya yang bersifat etnomusikologis.
Universitas Sumatera Utara
16
menulis secara teknis tentang struktur suara musik sebagai suatu sistem tersendiri. Di lain sisi, sedangkan sarjana lain memilih untuk memperlakukan musik sebagai suatu bagian dari fungsi kebudayaan manusia, dan sebagai bagian yang integral dari
keseluruhan kebudayaan. Di dalam masa yang sama, beberapa sarjan
dipengaruhi secara luas oleh para pakar antropologi Amerika, yang cenderung untuk mengasumsikan kembali suatu reaksi terhadap aliran-aliran yang mengajarkan teori-teori evolusioner difusi, dimulai dengan melakukan studi musik dalam konteks etnologisnya. Di dalam kerja yang seperti ini, penekanan etnologis yang dilakukan para sarjana ini lebih luas dibanding dengan kajian struktur komponen suara musik sebagai suatu bagian dari permainan musik dalam kebudayaan, dan fungsi-fungsinya dalam organisasi sosial dan kebudayaan manusia yang lebih luas. Hal tersebut telah disarankan secara tentatif oleh Bruno Nettl yaitu terdapat kemungkinan karakteristik "aliran-aliran" etnomusikologi di Jerman dan Amerika, yang sebenarnya tidak persis sama. Mereka melakukan studi etnomusikologi ini tidak begitu berbeda, baik dalam geografi, teori, metode, pendekatan, atau penekanannya. Beberapa studi provokatif awalnya dilakukan oleh para sarjana Jerman. Mereka memecahkan masalah-masalah yang bukan hanya pada semua hal yang berkaitan dengan struktur musik saja. Para sarjana Amerika telah mempersembahkan teknik analisis suara musik. Dari kutipan di atas tergambar dengan jelas bahwa etnomusikologi dibentuk dari dua disiplin ilmu dasar yaitu antropologi dan musikologi. Walaupun terdapat variasi penekanan bidang yang berbeda dari masing-masing ahlinya. Namun
Universitas Sumatera Utara
17
terdapat persamaan bahwa mereka sama-sama berangkat dari musik dalam konteks kebudayaannya. Khusus
mengenai
beberapa
definisi
tentang
etnomusikologi
telah
dikemukakan dan dianalisis oleh para pakar etnomusikologi. Pada tulisan edisi berbahasa Indonesia, Rizaldi Siagian dari Universitas Sumatera Utara (USU) Medan, dan Santosa dari Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta, telah mengalihbahasakan berbagai definisi etnomusikologi, yang terangkum dalam buku yang bertajuk Etnomusikologi, tahun 1995, yang diedit oleh Rahayu Supanggah, terbitan Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia, yang berkantor pusat di Surakarta. Dalam buku ini, Alan P. Merriam mengemuakan 42 definisi etnomusikologi dari beberapa pakar, menurut kronologi sejarah dimulai oleh Guido Adler 1885 sampai Elizabeth Hesler tahun 1976.6 Berdasarkan pemaparan yang penulis deskripsikan diatas sesuai fakta lapangan dan latar belakang keilmuan, penulis memilih judul untuk penelitian ini, sebagai berikut : ―Pertunjukan Galombang Dalam Konteks Upacara Baralek Pada
6
Buku ini diedit oleh R. Supanggah, diterbitkan tahun 1995, dengan tajuk Etnomusikologi. Diterbitkan di Surakarta oleh Yayasan bentang Budaya, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Buku ini merupakan kumpulan enam tulisan oleh empat pakar etnomusikologi (Barat) seperti: Barbara Krader, George List, Alan P. Merriam, dan K.A. Gourlay; yang dialihbahasakan oleh Santosa dan Rizaldi Siagian. Dalam buku ini Alan P. Merriam menulis tiga artikel, yaitu: (a) ―Beberapa Definisi tentang ‗Musikologi Komparatif‘ dan ‗Etnomusikologi‘: Sebuah Pandangan Historis-Teoretis,‖ (b) ―Meninjau Kembali Disiplin Etnomusikologi,‖ (c) ―Metode dan Teknik Penelitian dalam Etnomusikologi.‖ Sementara Barbara Krader menulis artikel yang bertajuk ―Etnomusikologi.‖ Selanjutnya George List menulis artikel ―Etnomusikologi: Definisi dalam Disiplinnya.‖ Pada akhir tulisan ini K.A. Gourlay menulis artikel yang berjudul ―Perumusan Kembali Peran Etnomusikolog di dalam Penelitian.‖ Buku ini barulah sebagai alihbahasa terhadap tulisan-tulisan etnomusikolog (Barat). Ke depan, dalam konteks Indonesia diperlukan buku-buku panduan tentang etnomusikologi terutama yang ditulis oleh anak negeri, untuk kepentingan perkembangan disiplin ini. Dalam ilmu antropologi telah dilakukan penulisan buku seperti Pengantar Ilmu Antropologi yang ditulis antropolog Koentjaraningrat, diikuti oleh berbagai buku antropologi lainnya oleh para pakar generasi berikut seperti James Dananjaya, Topi Omas Ihromi, Parsudi Suparlan, Budi Santoso, dan lain-lainnya.
Universitas Sumatera Utara
18
Masyarakat Minangkabau Di Kota Medan : Analisis Hubungan Struktur Tari Dengan Musik Iringan‖
1.2
Pokok Permasalahan Agar pembahasan lebih terarah maka ditentukan pokok permasalahan.
adapun masalah yang akan dibahas adalah: (1) Bagaimana struktur tari pada Galombang disajikan dalam upacara Baralek pada masyarakat Minangkabau di Kota Medan? (2) Bagaimana struktur musik iringan tari pada Galombang yang disajikan dalam upacara Baralek pada masyarakat Minangkabau di Kota Medan? (3) Bagaimana hubungan antara struktur tari dengan struktur musik Galombang. Kajian ini akan melibatkan hubungan seperti apa yang terjadi di dalam tari dan musik.
1.3
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Untuk menganalisis bagaimana struktur tari pada Galombang disajikan dalam upacara Baralek pada masyarakat Minangkabau di Kota Medan.
Universitas Sumatera Utara
19
(2) Untuk menganalisis bagaimana struktur musik irigan tari pada Galombang yang disajikan dalam upacara Baralek pada masyarakat Minangkabau di Kota Medan. (3) Untuk menganalisis hubungan yang terkandung dalam aspek struktur tari dengan aspek struktur musik dalam penyajian Galombang pada upacara Baralek pada masyarakat Minangkabau di Kota Medan.
1.3.2 Manfaat penelitian Manfaat yang diambil dari penelitian yang diwujudkan dalam tesis ini adalah: (1) Menambah referensi tentang kesenian (khususnya Galombang) bagi lembaga-lembaga pendidikan agar dapat digunakan staf pengajar kesenian sebagai bahan pembelajaran. (2) Sebagai bahan masukan bagi pembaca khususnya mahasiswa yang bergelut dalam seni tari dan musik, agar dapat mengetahui bagaimana penyajian Galombang dalam konteks upacara Baralek pada perkawinan masyarakat Minangkabau. (3) Sebagai bahan masukan bagi tim pengajar sendratasik (seni drama, tari, dan musik) untuk menambah wawasan seni tradisional dan kemudian dapat diajarkan kepada generasi yang baru. (4) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan yang berkaitan dengan budaya daerah.
Universitas Sumatera Utara
20
(5) Menambah pengetahuan bagi penulis dan peneliti-peneliti lain, baik mencakup
teori
maupun
uraian
tentang
bentuk
penyajian
Galombang. (6) Penelitian ini akan bermanfaat untuk pengembangan seni-seni tradisional dalam konteks dunia kepariwisataan di Sumatera Barat dan Sumatera Utara pada khususnya dan di Indonesia secara umum.
1.4
Studi Kepustakaan Dalam tahapan ini penulis mencari, mempelajari, dan menggunakan
literatur-literatur
yang
berhubungan
dan
dapat
membantu
pemecahan
permasalahan. Tujuan dari studi kepustakaan ini adalah untuk mendapatkan konsep-konsep, teori, serta informasi yang dapat digunakan sebagai acuan dalam pembahasan atau penelitian, dan menambah wawasan penulis tentang kebudayaan masyarakat Minangkabau yang diteliti yang berhubungan dengan kepentingan pembahasan atau penelitian. Sebelumnya tulisan ini pernah penulis angkat dalam penyelesaian skripsi di jenjang S1, dalam judul ―Hubungan Struktur Tari, Musik Iringan, dan Fungsi Tari Galombang yang Dipertunjukan Sanggar Tigo Sapilin pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau di Kota Medan‖ (tahun 2013). Tulisan ini penulis angkat lagi dalam penulisan tesis karena penulis telah meneliti dan menganalisis lebih dalam lagi, penulis mendapat masih banyaknya kekurangan dalam penjelasan di skripsi penulis sebelumnya. Terlebih pada bagian isi, penulis
Universitas Sumatera Utara
21
hanya lebih pada pendeskripsian. Kedepannya penulis akan lebih menggali dalam menganalisis penelitian ini, dan tidak hanya dengan kacamata satu sanggar saja. Tulisan tentang tari Galombang ini pernah diangkat oleh Zulkifli, S. Kar., M.Hum dalam laporan penelitiannya dengan judul ‖Studi Komperatif Terhadap Tari Penyambutan Tamu Dalam Masyarakat Melayu : Sumatera Barat, Riau, Jambi, dan Palembang‖ (tahun 2003). Dalam tulisan ini membahas perbandingan tari penyambutan di beberapa daerah sebagai fokus lokasi penulis. Di dalamnya ada membahas tentang tari Galombang sebagai tari penyambutan di Sumatera Barat, pembahasan yang ditulis hanya memaparkan pengertian tari Galombang dan bagaimana pertunjukan tari Galombang di sajikan dalam upacara Batagak Penghulu. Galombang ini juga pernah di angkat dalam skripsi Wira Nofita (011034/ STSI Padang Panjang) dengan judul ―Estetika Pertunjukan Tari Galombang di Guguak Kanagarian Pariangan Kabupaten Tanah Datar‖ (tahun 2005). Dalam tulisan ini penulisnya membahas bagaimana sisi estetika yang terkandung dalam pertunjukan tari Galombang yang diciptakan masyarakat Guguak Kanagarian Pariangan dalam menyambut tamu khusus, baik dalam wujud, bobot dan isi, penampilan, begitu juga struktur pertunjukannya. Tentang tari ini juga pernah diangkat oleh Eka Meliya Yuliandes (030036/ STSI Padang Panjang) dalam skripsinya yang berjudul ―Pertunjukan Tari Galombang dalam Upacara Batagak Penghulu Pada Masyarakat Koto Gadang Kabupaten Agam‖ (tahun 2009). Penulisannya membahas bagaimana pertunjukan tari ini disajikan dalam upacara Batagak Penghulu dalam masyarakat Koto
Universitas Sumatera Utara
22
Gadang di Kabupaten Agam. Di dalamnya juga ada membahas sedikit tentang musik pengiring tari nya, namun hanya membahas secara deskriptif dan lebih kepada pemaparan alat musik apa saja yang digunakan. Kespesifikan struktur musiknya tidak dibahas. Dari ketiga penulisan yang penulis sebutkan di atas, memang membahas pertunjukan Galombang sama halnya dengan background tulisan tesis ini. Namun, yang penulis baca penulisan-penulisan tersebut hanya memfokuskan pada bagian tari. Tulisan tesis ini lebih mendalam dan lebih memfokuskan pada hubungan tari dengan musik iringannya. Dari penulisan-penulisan sebelumnya tersebut penulis belum menemukan ada yang menjelaskan bagaimana hubungan musik iringan dengan tari Galombang ini. Penulis sangat terbantu untuk mendapatkan konsepkonsep dan teori yang digunakan penulis-penulis sebelumnya, begitu juga menambah informasi dan wawasan penulis. Sehingga tulisan-tulisan sebelumnya tersebut dapat membantu melengkapi tesis ini.
1.5 Konsep dan Teori 1.5.1 Konsep Pertunjukan yang dimaksud disini adalah pertunjukan seni. Pertunjukan seni adalah karya seni yang melibatkan aksi individu atau kelompok di tempat dan waktu tertentu. Merupakan bentuk seni yang cukup kompleks karena adanya gabungan antara berbagai bidang seni serta melibatkan unsur waktu, ruang, tubuh dalam fungsinya. Istilahnya biasanya mengacu pada seni konseptual atau avant garde. Membawa misi yang ingin disampaikan kepada penonton, baik itu bersifat sosial, polotik, moral dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
23
Sebuah ungkapan budaya, wahana untuk menyampaikan nilai-nilai budaya dan perwujudan norma-norma estetikartistik yang berkembang sesuai dengan zaman, dan wilayah dimana bentuk seni pertunjukan itu tumbuh dan berkembang. Dalam mengkaji seni pertunjukan dapat pula ditinjau dari perspektif sosial, ekonomi, dan politik, suatu negara atau daerah dimana bentuk seni pertunjukan tersebut tumbuh dan berkembang.7 Dalam hal ini pertunjukan Galombang ini merupakan karya seni yang melibatkan aksi kelompok pada perayaan upacara Baralek masyarakat Minangkabau. Galombang ini memiliki kesatuan komplek gabungan antara seni tari dan seni musik. Jika tari pada Galombang tidak diiringi dengan musiknya, maka tari ini tidak akan dapat berjalan, sama halnya dengan musik iringannya, tanpa tari tidak akan dapat disebut musik Galombang. Karena tari dan musik ini merupakan satu set dalam pertunjukan Galombang. Galombang memiliki fungsi dengan tujuan menyampaikan pesan sosial, moral, dan etika kepada penonton dalam pertunjukannya. Tari adalah segala gerak yang berirama atau sebagai segala gerak yang dimaksudkan untuk menyatakan keindahan ataupun kedua-duanya (Tengku Luckman Sinar, 1996:5). Adapun unsur-unsur tari meliputi gerak (unsur pokok), irama, penghayatan/ekspresi, tema, tata rias, tata busana, tata panggung (tempat/tata ruang), waktu, dan tata lampu. Kesemua unsurnya memiliki fungsi nya masing-masing dalam kesatuannya.
7
Sedyawati, Edi. Pertumbuhan Seni Pertunjukan Indonesia (Jakarta : Sinar Harapan, 1981) 144
Universitas Sumatera Utara
24
Dalam tulisan ini pengertian Galombang yang penulis tuju adalah salah satu jenis kesenian tradisional Minangkabau yang digunakan pada upacara Baralek adat perkawinan. Pertunjukan tarian pada Galombang ini melibatkan 6 orang atau lebih penari, 2 pesilat, 2 orang pembawa carano dan payung kebesaran, dan 6 orang pemain musik. Gerakannya diambil dari gerakan-gerakan bungo silek (bunga-bunga silat), dengan iringan musik dari alat musik tradisional Minangkabau yang terdiri dari tasa, gandang tambua, talempong pacik, dan puput serunai, dengan menggunakan lagu tempo Tigo Duo yang dimainkan oleh tujuh sampai delapan orang pemusik. Dikatakan musik iringan karena musik dalam Galombang ini tidak selalu menggunakan lagu tempo Tigo Duo di setiap pertunjukan dari kelompok lain. Dapat dikatakan tidak ada kebakuan pada musik dalam pertunjukan Galombang ini, sehingga setiap musik yang dipilih dikatakan musik yang mengiringi tarian dalam Galombang tersebut. Pertunjukan ini dilakukan di jalan terbuka, dengan mengenakan kostum tradisi Minangkabau yang dikemas dengan adanya kreatifitas di dalamnya seindah mungkin, sehingga menampilkan suatu keindahan untuk dipersembahkan bagi kedatangan marapulai ke rumah anak daro. Upacara adalah sistem aktivitas atau rangkaian atau tindakan yang ditata oleh adat atau hukum yang berlaku dalam masyarakat yang berhubungan dengan berbagai macam peristiwa tetap yang biasanya terjadi dalam masyarakat yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1980:140). Jenis upacara dalam kehidupan masyarakat antara lain: upacara kelahiran, upacara perkawinan, upacara penguburan dan upacara pengukuhan kepala suku.
Universitas Sumatera Utara
25
Upacara umumnya memiliki nilai sakral oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut. Dalam pelaksanaannya upacara adat memiliki unsur-unsur: tempat berlangsungnya upacara, waktu pelaksanaan upacara, benda-benda atau alat upacara, dan orang-orang yang terlibat di dalamnya (Koentjaraningrat, 1980:241). Upacara adat yang dimaksud disini adalah serangkaian tindakan atau perbuatan yang terikat pada aturan tertentu berdasarkan adat istiadat sebagai penelusuran jejak sejarah masyarakat Minangkabau yang dilakukan secara turun-temurun dengan mengandung adanya unsur-unsur dalam pelaksanaannya yang berlaku di di daerahnya. Baralek di sini artinya adalah hari perkawinan anak daro dan marapulai disandingkan di pelaminan. Merupakan tahapan akhir dalam tahapan-tahapan upacara perkawinan pada adat masyarakat Minangkabau. Inilah tahapan perayaan upacara perkawinan kepada keluarga besar dan tamu-tamu undangan. Perkawinan dalam tulisan ini merupakan perkawinan yang ada pada masyarakat manapun. Melibatkan aspek agama atau religi yang disahkan secara adat maupun agama. ―Perkawinan adalah suatu peralihan yang terpenting pada life-cycle dari semua manusia di seluruh dunia adalah saat peralihan dari tingkat hidup remaja ke tingkat hidup berkeluarga‖ (Koentjaraningrat, 1982:90). Koentjaraningrat (1982) menambahkan, dipandang dari sudut kebudayaan manusia, maka perkawinan merupakan pengatur kelakuan manusia yang berkaitan dengan kehidupan seksnya, menurut pengertian masyarakat, perkawinan menyebabkan seorang laki-laki tidak boleh melakukan hubungan seks dengan
Universitas Sumatera Utara
26
sembarang wanita lain, tetapi hanya dengan wanita yang sudah disahkan sebagai istrinya. Perkawinan menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kebahagian dalam rumah tangga sebagai tujuan perkawinan tercermin dari kesejahteraan lahir bathin yang dirasakan oleh segenap anggota keluarga, baik suami, istri dan anak-anak mereka serta orang tua maupun mertua. Menurut Keesing (dalam Imron 2005:2) bahwa perkawinan berfungsi untuk (a) mengatur hubungan seksual, (b) menentukan kedudukan sosial individuindividu dan keanggotaan mereka dalam kelompok, (c) menentukan hak-hak dan kepentingan-kepentingan yang sah, (d) menghubungkan individu-individu dengan kelompok-kelompok kekerabatan di luar kelompoknya sendiri, (e) menciptakan unit-unit ekonomi rumah tangga, dan (f) merupakan instrumen hubungan politik antar individu dan kelompok. Perkawinan menurut hukum adat tidak semata-mata berarti suatu ikatan antara seorang pria dan wanita sebagai suami isteri dengan maksud mendapatkan keturunan dan membangun serta membina kehidupan keluarga rumah tangga, tetapi juga berarti suatu hubungan hukum yang menyangkut para anggota kerabat dari pihak istri dan dari pihak suami (Hadikusuma, 1995:70). Menurut beberapa konsep di atas dapat di tarik suatu pengertian bahwa perkawinan adalah tahapan yang dianggap sakral dalam hidup manusia yang membenarkan hubungan antara
Universitas Sumatera Utara
27
pria dan wanita dalam ikatan yang sah yang diatur oleh undang-undang dan hukum adat yang berlaku. ―Perkawinan adat adalah merupakan upacara perkawinan menurut tata cara aturan adat tertentu‖(Ariyono Suyono, 1985 : 315). Dalam adat budaya Minangkabau, perkawinan merupakan salah satu peristiwa penting dalam siklus kehidupan, dan merupakan masa peralihan yang sangat penting dalam membentuk kelompok kecil keluarga baru yang melanjutkan keturunan. Bagi kaum laki-laki Minang, perkawinan juga merupakan proses untuk masuk lingkungan baru di pihak keluarga isterinya. Sedangkan bagi keluarga pihak isterinya, menjadi salah satu proses dalam penambahan anggota di komunitas rumah gadang mereka. Dalam prosesi perkawinan adat Minangkabau, biasa disebut baralek, memiliki beberapa tahapan yang umum dilakukan. Dimulai dengan maminang (meminang), manjapuik
marapulai
(menjemput
pengantin
pria),
sampai
basandiang
(bersanding di pelaminan). Setelah maminang dan muncul kesepakatan manantuan hari (menentukan hari pernikahan), maka kemudian dilanjutkan dengan pernikahan secara Islam yang biasa dilakukan di Mesjid, sebelum kedua pengantin bersanding di pelaminan. Istilah masyarakat dalam penulisan judul memiliki arti seperti yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto (1993:106-107), yaitu sebagai asosiasi manusia yang ingin mencapai tujuan-tujuan tertentu yang terbatas sifatnya, sehingga direncanakan pembentukan organisasi-organisasi tertentu. Selain itu Soerjono Soekanto menambahkan bahwa istilah masyarakat sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai, norma-norma, tradisi, kepentingan-kepentingan, dan lain
Universitas Sumatera Utara
28
sebagainya. Oleh karena itu, maka pengertian masyarakat tidak mungkin dipisahkan dari kebudayaan dan kepribadian. Masyarakat Minangkabau adalah salah satu etnis Negara Republik Indonesia yang berada di Pulau Sumatera bagian barat, yang biasa disebut dengan Provinsi Sumatera Barat dalam sistem pemerintahan. Dalam ratusan bahkan ribuan tahun masyarakat Minangkabau telah bertumbuh, berkembang, dengan memelihara nilai-nilai budaya mereka dalam satu wilayah yang dikenal dengan alam Minangkabau. Istilah Minangkabau mengandung pengertian kebudayaan di samping makna geografis. Ada suku ―bangsa Minangkabau‖, ada kebudayaan Minangkabau, tetapi tidak ada bangsa Sumatera Barat ataupun kebudayaan Sumatera Barat (Mansoer, MD, 1970:2). Masyarakat Minangkabau yang penulis maksud di sini, adalah masyarakat yang telah lama ada di Kota Medan, serta masyarakat Minangkabau yang telah melakukan perpindahan dari daerah asalnya dan menetap ke Kota Medan dengan membawa kebiasaan mereka, adat istiadat, tingkah laku, budaya, serta tradisi mereka. Perpindahan tersebut dapat terjadi karena berbagai faktor, seperti halnya faktor ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Seperti yang juga dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1986:160), bahwa masyarakat merupakan kesatuan hidup yang berinteraksi menurut sistem adat tertentu yang bersifat kontiniu dan terikat oleh rasa identitas bersama. Dalam penulisan ini, kata analisis yang dimaksud adalah proses kajian terhadap sesuatu hingga mampu memecahkan dan menguraikan menjadi bagianbagian, serta mengenal kaitan antar bagian tersebut dalam keseluruhan.
Universitas Sumatera Utara
29
Kata hubungan yang penulis maksud adalah adanya suatu keterikatan antara satu aspek dengan aspek yang lain yang saling berkesinambungan. Dalam tulisan ini penulis melihat adanya aspek tari memiliki hubungan erat dengan aspek musik, sebab dalam Galombang ini prosesnya adalah tari mengikuti musik. Tari tidak akan dapat berjalan sesuai kaidahnya jika tidak ada musiknya, dan tari pun tidak akan tampak keindahannya. Dalam penelitian dan penulisan ini yang dimaksud dengan kata struktur, yaitu struktur adalah bagaimana bagian-bagian dari sesuatu berhubungan satu dengan yang lain atau bagaimana sesuatu tersebut disatukan. Dalam hal ini, struktur yang penulis maksud dalam tulisan ini adalah bagian-bagian yang melengkapi tari pada Galombang dalam pertunjukannya, dan tahapan-tahapan dari pola-pola gerakan, dengan kata lain yang berarti ragam-ragam yang ada dalam tarian Galombang. Identifikasi suatu struktur tergantung pada asumsi kriteria bagi pengenalan bagian-bagiannya dan hubungan mereka. Dalam tulisan ini penulis menyatakan pola berarti gerakan-gerakan yang terkandung dalam tiap-tiap ragam yang terbentuk. Jadi dalam hal ini struktur dan pola sangat berhubungan, yakni bagaimana bagian-bagian dari gerakan tari saling berhubungan sehingga disatukan dan adanya bentuk atau model (suatu set peraturan) yang bisa dipakai untuk membuat atau untuk menghasilkan suatu tari. Khususnya jika tari yang ditimbulkan cukup mempunyai suatu tari yang sejenis untuk pola dasar yang dapat ditunjukkan atau terlihat, yang mana gerakan tarian itu dikatakan memamerkan pola.
Universitas Sumatera Utara
30
1.5.2 Teori Dalam menulis, penulis berpegang pada beberapa teori yang berhubungan dengan permasalahan yang akan dibahas dan dianggap relevan. Teori yang dimaksud sesuai dengan pendapat Koentjaraningrat (1977:30), yaitu bahwa pengetahuan
yang
diperoleh
dari
buku-buku,
dokumen-dokumen
serta
pengalaman kita sendiri merupakan landasan dari pemikiran untuk memperoleh pengertian tentang suatu teori-teori yang bersangkutan. Untuk mengkaji sebuah fenomena alam fisik atau sosial, dengan latar belakang masalah tertentu, ada yang relatuf sederhana ada pula yang kompleks, maka ilmuan biasanya menggunakan teori-teori. Menurut pendapat Marckward et al., teori memiliki tujuh pengertian, yaitu: (1) sebuah rancangan atau skema yang terdapat dalam pikiran saja, namun berdasar pada prinsip-prinsip verifikasi dengan cara eksperimen atau pengamatan; (2) sebuah bentuk prinsip dasar ilmu pengetahuan atau penerapan ilmu pengetahuan; (3) abstrak pengetahuan yang selalu dilawankan dengan praktik; (4) penjelasan awal atau rancangan hipotesis, sebagai ide atau yang mengarahkan seseorang; (5) spekulasi atau hipotesis, sebagai ide atau yang mengarahkan seseorang; (6) dalam matematika berarti sebuah rancangan hasil atau sebuah bentuk teorema, yang menghadirkan pandangan sistematis dari beberapa subjek; dan (7) ilmu pengetahuan tentang komposisi musik, yang membed-kannya dengan seni yang dilakukan atau seni yang dieksekusi (Marckward et al. 1990:302) Dengan demikian jelaslah bahwa yang dimaksud teori itu biasanya mengandung pengertian dalam tahapan yang abstrak. Teori mengarahkan ilmuan untuk melakukan kerjanya dalam menganalisis permasalahan keilmuan yang ditemuinya. Dalam pelaksanaannya, terutama untuk mencapai tujuannya, penelitian ini menggunakan sejumlah perangkat teori, prinsip pendekatan dan prosedur pemecahan masalah yang relevan.
Universitas Sumatera Utara
31
Landasan teori ini akan difungsikan untuk mempertajam analisis untuk mengembangkan kepekaan atas fenomena di dalam keberadaan Galombang dalam masyarakat Minangkabau. Dengan demikian di dalam penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji maupun membuktikan suatu teori, melainkan sebagai alat untuk memaknakan realitas dan data yang tengah dihadapi dan dikaji agar mampu menganalisis dengan penuh kritik (Strauss, 1990: 23, Hadi 2006: 50). Adapun penelitian Pertunjukan Galombang Pada Upacara Baralek masyarakat Minangkabau Di Kota Medan : Analisis Hubungan Struktur Tari Dengan Musik Iringan, dengan menggunakan pendekatan strukturalisme, yang diambil dari struktur gerak tari oleh Kaepleer. Menurut Budiman (1999: 111-112), strukturalisme adalah cara berpikir tentang dunia yang secara khusus memperhatikan persepsi dan deskripsi mengenai struktur, yaitu di dalamnya akan menitikberatkan pada usaha mengkaji fenomena seperti mitos, ritual, relasi-relasi kekerabatan dan sebagainya. Disamping itu, strukturalisme memandang beberapa dokumen sebagai obyek fisik aktual atau tersusun secara konkrit, sebagai ―teks‖, fenomena teoritis yang dihasilkan oleh definisi-definisi dan operasi-operasi teoritis (Foucoult, 1973: 47). Strukturalisme berusaha untuk mengidentifikasi elemen-elemen menyeluruh melalui prosedur-prosedur sistematis, dimana metode analisis adalah strukturalis ketika makna, menurut obyek yang dianalisis, diambil bergantung pada susunan bagian-bagiannya. Strukturalisme pada esensinya adalah sebuah metode komparatif, sebab strukturalisme berusaha menemukan isomorfim dalam dua atau lebih isi. Sekali unit-unit, bagian-bagian, atau elemen-elemen itu dipisahkan
Universitas Sumatera Utara
32
secara
analitis,
mereka
dapat
digabungkan,
digabungkan
ulang,
dan
ditransformasikan untuk menciptakan model-model baru. Penjelasan struktural berusaha untuk mengidentifikasi dan menyusun unitunit dalam sebuah sistem untuk menemukan hubungan atau pola ―yang lebih mendalam‖ yang mendasar suatu kejadian atau serangkaian kejadian. Penjelasan berusaha untuk menyelidiki fenomena yang mendasar aturan-aturan, prinsipprinsip, atau konvensi yang menghasilkan makna permukaan. Menurut teori, strukturalisme bekerja dengan sistem makna tertutup yang elemen-elemennya dapat diperoleh dan dipisahkan menurut beberapa prinsip atau aturan. Dengan demikian fenomena-fenomena semacam itu dapat dipahami sebagai sistem penandaan atau simbol yang terbuka untuk dikaji. Andrienne Kaeppler Gyorgy Martin dan Erno Pesovar meneliti tarian dengan
tujuan
untuk
pendokumentasian.
Hasil
penelitiannya
berupa
pengklasifikasian gerak. Berpijak dari hasil penelitian tersebut, Andrienne Kaeppler menyusun sebuah teori struktur gerak tari dengan menganalogikan gerak tari sebagai struktur bahasa atau sebanding dengan fonem dalam bahasa. Dalam analisis struktural tari itu pada tingkat pertama Kaeppler menyebut unsur atau elemen kinetic (gerak); tingkat kedua menggunakan istilah kinemic atau, morphokinemic, yaitu berdasarkan gerak yang sudah dikenal, artinya unit terkecil yang rnemiliki makna dalam struktur sebagai sistem gerak; tataran atau tingkat ketiga dengan istilah, motifs, yaitu mengkombinasikan unit-unit terkecil dengan cara khusus sebagai gerak tari sesuai dengan konteks budayanya. Tingkat keempat
Universitas Sumatera Utara
33
atau terakhir dalam organisasi gerak tari itu disebut struktur tari secara utuh (lihat Royce, 1977: 64-85, Hadi, 2007: 81-84). Bandingkan teori Kaeppler tersebut dengan teori strata dari Rene Wellek, yang menyatakan bahwa sesungguhnya karya sastra itu terdiri dari struktur norma yang berlapis-lapis yang di sebut strata. Lapisan norma yang di atas, menyebabkan lapisan, norma yang di bawahnya. Lapisan norma yang pertama adalah lapisan bunyi (sound stratum), lapisan bunyi ini menimbulkan lapisan norma kedua yang disebut arti (unit of meaning), pada lapis kedua ini, tiap-tiap kata tunggal mempunyai makna sendiri yang kemudian bergabung di dalam konteks yang melahirkan frase dan selanjutnya melahirkan pola-pola kalimat. Lapisan kedua ini menimbulkan, lapisan ketiga (di bawahnya) yang disebut dunia ciptaan seorang pengarang (Wellek, 1956: 151-153). Fenomena tari dapat dilihat sebagai fenomena kebahasaan karena keberadaan tari pada dasarnya adalah ekspresi, perwujudan, atau simbolisasi dari pandangan atau perasaan-perasaan manusia. Pandangan dan perasaan ini ingin dikomunikasikan, disampaikan kepada orang lain (penonton). Jadi pertunjukan tari sebenarnya adalah juga wahana komunikasi seperti bahasa. Suatu tarian dapat dijelaskan
sebagai
suatu
totalitas
dimana
elemen-elemen
strukturalnya
mempunyai pola tata urutan tertentu sesuai dengan konteks budayanya. Sebagai materi baku dan paling mendasar di dalam tari adalah gerak. Gerak tersebut dipergunakan sebagai media untuk mengungkapkan ekspresi dan mediumnya adalah tubuh manusia. Ungkapan ekspresi melalui gerak tersebut merupakan suatu pernyataan imajinatif yang dituangkan dalam bentuk simbul-
Universitas Sumatera Utara
34
simbul. Karena simbol-simbol ini berupa gerak, maka di dalam konteks koreografi, gerak merupakan sesuatu yang perwujudan
simbol-simbol
sangat
esensial.
Sedangkan
merupakan kemanunggalan dari pola imajinasi
manusia dengan kenyataan indrawi atau kasat mata. Gerak dapat berfungsi tidak saja karena koordinasi berbagai factor, tetapi juga karena fungsi ritmis dari struktur tubuh. Atas dasar gerak-gerak alamiah yang tidak perlu dilatih, gerak tari berkembang menuju bentuk perwatakannya dan nilai ekspresifnya. Dalam struktur gerak tari, gerak dibaca sebagai teks, yang memiliki tataran hirarki sebagaimana strutur bahasa. Tataran yang tertinggi dalam hirarki struktur kebahasaan dapat dikatakan sebagai bentuk atau wujud karangan. Identik dengan itu, struktur teks tari tersusun dari gerak yang diwujudkan untuk menghasilkan ―bentuk‖ secara keseluruhan? Kata ―bentuk‖ dipakai oleh semua cabang seni untuk menerangkan sistem di dalam kehadiran cabang seni. Gagasan atau emosi menjadi terwujud jika dikomunikasikan lewat bentuk. Bentuk adalah aspek estetis yang dikomunikasikan dan dilihat secara visual oleh penonton. Penonton tidak melihat elemen-elemennya tetapi melalui kesan yang mengikat secara menyeluruh. Hal ini relevan khususnya buat seni waktu seperti musik, teater, dan tari. Bentuk sesungguhnya dapat didefinisikan sebagai hasil pernyataan berbagai macam elemen yang didapatkan secara kolektif melalui vitalitas estetis. Dengan demikian hanya dalam pengertian inilah elemen-elemen tersebut dihayati keseluruhan menjadi lebih besar dari jumlah bagian-bagiannya. Proses penyatuan dimana bentuk yang dicapai tersebut dinamakan komposisi. ―Bentuk‖ merupakan
Universitas Sumatera Utara
35
sesuatu yang dapat dibedakan dari materi yang ditata (Smith, 1985: 6). Bentuk tari merupakan hasil keseluruhan di dalam koreografi. Dengan demikian, bentuk adalah wujud dari rangkaian-rangkaian gerak atau pengaturan laku-laku. (Elfeldt, 1967). Rangkaian-rangkaian gerak yang dimaksud adalah keselarasan hubungan antara motif gerak satu dengan motif gerak yang lainnya, secara hirarkis atau susunan yang berjenjang (Wido, 1992: 9). Dalam meneliti gerak tari tersebut, penulis akan mendiskripsikan bagaimana uraian mengenai ragam gerak, pola lantai, motif gerak, frase gerak, bentuk tari, hitungan tari, busana tari, properti tari, dan hal-hal sejenis yang berkait dengan keberadaan tari sebagi produk manusia Minangkabau dalam konteks adatnya. Struktur dan pola gerakan-gerakan yang terdapat dalam tari Galombang yang nantinya juga penulis akan menggunakan lambang-lambang umum dan sederhana yang penulis buat sendiri yang dapat mewakili pola gerak tari Galombang. Penyusunan gerak dalam seni tari, gerak dari masing-masing penari maupun dari kelompok penari bersama, ditambah dengan penyesuaiannya dengan ruang, sinar, warna, dan seni sastranya, kesemuanya merupakan suatu pengorganisasian seni tari yang disebut koreografi (Djelantik, 1990:23). Dalam hal ini yang dimaksud koreografi adalah gerakan-gerakan yang dilakukan para penari pada upacara perkawinan masyarakat Minangkabau. Memiliki ciri-ciri khas tertentu dari bentuk tarian etnik lain yang dapat dilihat dan dinikmati oleh pelakunya dan penontonnya. Gerakan-gerakannya terpola didalam aturan-aturan adat dan nilai keindahan setempat yang dilakukan secara simbolis serta memiliki makna-makna tersendiri.
Universitas Sumatera Utara
36
Musik dan tarian merupakan fenomena yang berbeda, tetapi dapat bergabung apabila terdapat aspek yang sama mengkoordinasikannya. Menurut Pringgobroto, musik adalah rangkaian ritmis nada, sedangkan tarian adalah rangkaian ritmis dan pola gerak tubuh (dalam Wimbrayardi, 1988:13-14). Musik merupakan fenomena audio (bunyi) yang tidak terlihat, dan tari merupakan fenomena audio (bunyi) yang tidak terdengar. Baik musik dan tari bergerak di dalam ruang dan waktu (Sachs 1993:1-4 dan Blacking 1985:64-74) serta dapat dirasakan melalui getaran yang dihasilkannya. Aspek dasar yang menghubungkan keduanya adalah waktu, yaitu gerak ritmis (musik dan tari) dan tempo. Untuk mengkaji struktur musik iringan tari Galombang ini, dibahas dengan uraian mengenai struktur melodi dan ritem yang dihasilkan alat pembawa melodi dan ritem dalam konteks mengiringi tari Galombang ini. Melodi dibawa oleh alat musik serunai. Sementara ritem dibawa secara interloking oleh talempong pacik, yang diiringi pola-pola ritem gandang tambua dan tasa. Untuk melodi penulis akan menggunakan teori bobot tangga nada (weighted scale) yang ditawarkan oleh Malm (1977). Dianalisis melalui 8 struktur melodinya yaitu: (1) tangga nada, (2) wilayah nada, (3) nada dasar, (4) interval, (5) jumlah nada-nada yang digunakan, (6) formula melodi, (7) pola-pola kadensa, dan (8) kontur (garis melodi). Dalam mengkaji hubungan tari dan musik nantinya penulis akan menggambarkan musiknya secara umum dan sederhana lewat tabel bersama gerak tarinya yang penulis buat sendiri yang dapat mewakili hubungan tari dan musik Galombang tersebut.
Universitas Sumatera Utara
37
1.6
Metode Penelitian Metode penelitian adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Untuk meneliti tari Galombang pada upacara perkawinan masyarakat Minangkabau di Kota Medan ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Kirk Miller dalam Moleong (1990:3) yang mengatakan: ―Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan manusia
dalam
kawasannya
sendiri dan
berhubungan dengan orang-orang dalam bahasa dan peristilahannya.‖ Penelitian kualitatif dapat dibagi dalam empat tahap yaitu: tahap sebelum ke lapangan, pekerjaan lapangan, analisis data dan penulisan laporan. Pada tahap pra lapangan penulis mempersiapkan segala macam kebutuhan yang diperlukan sebelum turun ke dalam penelitian itu sendiri. Dalam bagian ini disusun rancangan penelitian ini, menjajaki atau menilai keadaan lapangan, memilih informan, perlengkapan penelitian, dan etika penelitian. Selanjutnya pada tahap pekerjaan di lapangan seorang peneliti untuk mengumpulkan data semaksimal mungkin. Dalam hal ini, penulis menggunakan alat bantu yaitu Handycam merk Sony, kamera digital merk Casio, dan catatan lapangan. Pengamatan langsung (menyaksikan) upacara perkawinan masyarakat Minangkabau di Kota Medan. Sedangkan wawancara tidak berstruktur adalah wawancara yang dalam pelaksanaan tanya jawabnya berlangsung seperti percakapan sehari-hari. Informan
Universitas Sumatera Utara
38
biasanya terdiri dari mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas. Biasanya mereka telah mengetahui informasi yang dibutuhkan, dan wawancara biasanya berlangsung lama. Dalam tahap menganalisis data penulis mengorganisasikan data yang telah terkumpul dari catatan lapangan, foto, studi kepustakaan, rekaman, dan sebagainya ke dalam suatu pola atau kategori. Sebagai hasil akhir dari menganalisis data adalah membuat laporan yang dalam hal ini adalah penulisan tesis.
1.6.1 Penelitian lapangan Sebagai acuan dalam mengumpulkan data di lapangan, penulis berpedoman kepada tulisan Harsja W. Bachtiar dan Koentjaraningrat dalam buku Metodemetode penelitian masyarakat. Dalam buku ini tersebut dikatakan, bahwa pengumpulan data dilakukan melalui kerja lapangan (field work) dengan menggunakan: (1) Observasi (pengamatan), dalam hal ini penulis mengadakan pengamatan langsung, hal ini sesuai dengan pendapat Harja W. Bachtiar (1990:114-115), bahwa seorang peneliti harus melihat langsung akan kegiatan-kegiatan dari sasaran penelitiannya dalam mendapatkan data-data di lapangan, maka pengamat menghadapi persoalan bagaimana cara ia dapat mengumpulkan keterangan yang diperlukan tanpa harus bersembunyi, tetapi juga tidak mengakibatkan perubahan oleh kehadirannya pada kegiatan-kegiatan yang diamatinya.
Universitas Sumatera Utara
39
Mengacu pada teori di atas penulis mengumpulkan keterangan yang diperlukan dengan cara mengamati sasaran penelitian, misalnya tentang jalannya tari Galombang pada upacara, sarana yang dipergunakan, pelaku, dan masalahmasalah lain yang relevan dengan pokok permasalahan, dan dalam pengamatan, penulis juga melakukan pencatatan data-data di lapangan sebagai laporan hasil pengamatan penulis. Dalam hal ini penulis terlebih dahulu mendapat ijin dari pihak panitia upacara. (2) Wawancara, dalam suatu penelitian yang bertujuan mengumpulkan keterangan tentang kehidupan manusia dalam suatu masyarakat serta pendirianpendirian mereka itu, merupakan suatu pembantu utama dari metode observasi. Wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi secara lisan dari para informan. Untuk ini penulis mengacu pada pendapat Koentjaraningrat (1990:129-155) yang membagi tiga kegiatan wawancara yaitu : persiapan wawancara, teknik wawancara, dan pencatatan data wawancara. Sedangkan wawancara terdiri dari wawancara terfokus, wawancara bebas, dan wawancara sambil lalu. Dalam wawancara terfokus, pertanyaan tidak mempunyai struktur tertentu tetapi selalu terpusat kepada pokok permasalahan lain. Wawancara sambil lalu, sifatnya hanya untuk menambah data yang lain. Dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan ketiga wawancara ini serta terlebih dahulu membuat daftar pertanyaan dan mencatat secara langsung data-data yang diperlukan. (3) Perekaman, dalam hal ini penulis melakukan perekaman dengan 2 cara, yaitu (a) perekaman yang penulis lakukan yaitu perekaman audio dengan
Universitas Sumatera Utara
40
menggunakan handycam merk Sony mini DVD. Perekaman ini sebagai bahan analisis tekstual dan musikal. (b) Untuk mendapatkan dokumentasi dalam bentuk gambar digunakan kamera digital merk Casio. Pengambilan gambar dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat ijin dari pihak pelaksana dan pihak yang bersangkutan.
1.6.2 Kerja laboratorium Kerja laboratorium merupakan proses penganalisisan data-data yang telah didapat dari lapangan. Setelah semua data yang diperoleh dari lapangan maupun bahan dari studi kepustakaan terkumpul, selanjutnya dilakukan pembahasan dan penyusunan tulisan. Sedangkan untuk hasil rekaman dilakukan pentranskripsian dan selanjutnya dianalisa. Pada akhirnya hasil dari pengolahan data dan penganalisaan disusun secara sistematis dengan mengikuti kerangka penulisan. Untuk menyajikan aspek kebudayaan, penulis mengacu dari antropologi, aspek struktur musik dari musikologi, dan juga unsur sosial lainnya (sesuai dengan keperluan pembahasan ini), sebagaimana ciri Etnomusikologi yang interdisipliner dan keseluruhannya dikerjakan di dalam laboratorium Etnomusikologi), sehingga permasalahannya yang merupakan hasil laporan penelitian yang disusun dalam bentuk tesis. Jika data yang dirasa masih kurang lengkap, maka penulis melengkapinya dengan menjumpai informan kunci atau informan lain dan hal ini dilakukan berulang-ulang. 1.7
Sistematika Penulisan
Universitas Sumatera Utara
41
Tesis ini nantinya ditulis dalam bab demi bab. Setiap bab secara saintifik dianggap memiliki isi yang berkaitan. Setiap bab akan dibagi menjadi sub-sub bab. Secara keseluruhan tesis ini dibagi ke dalam tujuh bab, dengan perincian sebagai berikut. Pada bab I yang merupakan pendahuluan, akan diisi oleh uraian mengenai latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian (dirinci menjadi tujuan penelitian serta manfaat penelitian), studi kepustakaan, konsep dan teori, metode penelitian (yang diperinci lagi menjadi penelitian lapangan, dan kerja laboratorium), lokasi penelitian, serta sistematika penulisan ini. Bab II adalah tinjauan umum masyarakat Minangkabau dan sanggar – sanggar yang ada di kota Medan khusus menggeluti kesenian Minangkabau. Bab ini terdiri dari delapan su bab, yaitu: asal-usul masyarakat Minangkabau, masuknya masyarakat Minangkabau di Kota Medan, organisasi sosial masyarakat, sistem mata pencaharian, sistem agama dan kepercayaan, sistem kekerabat, sistem kesenian, dan penjelasan tentang beberapa sanggar yang menjadi sampel. Bab III berisikan tentang pertunjukan Galombang pada upacara Baralek Minangkabau. Bab ini terdiri dari sub-sub bab: asal usul Galombang, Makna Galombang, Galombang di kota Medan, perkawinan pada masyarakat Minangkabau,
jalannya
pertunjukan
Galombang
perkawinan masyarakat Minangkabau di kota Medan,
tempat
pada dan
upacara waktu
pelaksanaan pertunjukan, pendukung pertunjukan (penari, pemusik, penonton,
Universitas Sumatera Utara
42
pengguna), perlengkapan pertunjukan (lapangan, alat musik yang digunakan) dan fungsi nya. Bab IV tentang struktur tari Galombang, musik iringan, dab sedikit membahas fungsi nya. Sub bab nya adalah: struktur tari Galombang ,ragam dan pola gerak, pola lantai, kostum (kostum penari perempuan, dan kostum penari laki-laki), tata rias, makna gerak, struktur musik, analisis musik, model notasi (tasa, ensambel talempong pacik, melodi puput serunai dan strukturnya (tangga nada, nada dasar ,wilayah nada, frekuensi pemakaian nada, jumlah interval, formula melodik, pola kadens, kontur). Bab V tentang analisis hubungan struktur tari dan musik iringan Galombang. Adapun sub-sub bab nya : Hubungan seni tari dengan seni musik, pengolahan musik dalam iringan tari, kesepahaman ide dan kebersamaan dalam proses berkarya, hubungan tari Galombang dengan musik iringannya, dimensi waktu, dimensi ruang. Terakhir pada bab VI merupakan bagian penutup. Berisikan kesimpulan dan saran. Bab ini dibagi lagi menjadi kesimpulan dan beberapa saran dalam konteks penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara