BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Manajemen menghitung laba perusahaan untuk dua tujuan setiap tahunnya, yaitu untuk tujuan pelaporan keuangan dan pelaporan pajak. Baik laba untuk pelaporan keuangan maupun pelaporan pajak dihitung menggunakan dasar akrual. Meskipun keduanya
dihitung menggunakan
dasar
akrual,
selisih hasil
penghitungan laba akuntansi dan laba kena pajak bisa sangat besar. Selisih antara laba akuntansi dan laba kena pajak terjadi karena terdapat perbedaan antara pelaporan keuangan dan pelaporan pajak dalam hal prinsip akuntansi, metoda dan prosedur akuntansi, pengakuan penghasilan dan biaya, serta perlakuan penghasilan dan biaya. Penelitian yang dilakukan oleh Lev dan Nissim (2004), Hanlon (2005), dan Wijayanti (2006) mengenai selisih laba akuntansi dan laba kena pajak mengungkapkan bahwa selisih antara laba akuntansi dan laba kena pajak mengandung informasi mengenai persistensi laba. Persistensi laba adalah salah satu ukuran kualitas laba yang berkaitan dengan prediktabilitas dan stabilitas laba (Subramanyam dan Wild, 2009). Semakin besar selisih antara laba akuntansi dan laba kena pajak, semakin rendah persistensi laba (Lev dan Nissim, 2004; Hanlon, 2005; dan Wijayanti, 2006). Hal ini disebabkan perusahaan yang memiliki selisih laba akuntansi dan laba kena pajak yang semakin besar menandakan bahwa laba akuntansinya semakin banyak mengandung akrual diskresioner.
1
Akrual diskresioner adalah komponen akrual yang besarnya dikendalikan oleh manajemen (Wolk dkk., 2008) dan sering digunakan sebagai ukuran manajemen laba oleh para peneliti, misalnya Jones (1991) dan Kothari dkk. (2005). Akrual diskresioner yang diakui dalam penghitungan laba akuntansi cenderung tidak diakui dalam penghitungan laba kena pajak karena peraturan perpajakan sangat membatasi diskresi manajemen untuk turut menentukan besarnya laba kena pajak. Dengan demikian, semakin besarnya selisih antara laba akuntansi dan laba kena pajak dipandang oleh para peneliti sebagai indikasi semakin besarnya unsur manajemen laba dalam laba akuntansi. Penelitian lain yang dilakukan oleh Mills (1998), Wilson (2009), dan Lisowsky (2010) mengungkapkan informasi berbeda mengenai selisih laba akuntansi dan laba kena pajak. Mereka menunjukkan selisih antara laba akuntansi dan laba kena pajak mengandung informasi mengenai penghindaran pajak. Penghindaran pajak adalah usaha meminimalkan kewajiban pajak tanpa melanggar hukum (Lumbantoruan, 1996). Jika usaha meminimalkan kewajiban pajak tidak disertai dengan menurunnya laba akuntansi, maka terjadi selisih antara laba akuntansi dan laba kena pajak. Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah disebutkan, selisih antara laba akuntansi dan laba kena pajak bersumber pada tiga hal, yaitu: manajemen laba, penghindaran pajak, dan perbedaan peraturan pelaporan. Dengan demikian, semakin besar selisih antara laba akuntansi dan laba kena pajak dapat mengindikasikan semakin besarnya manajemen laba, penghindaran pajak, atau perbedaan peraturan pelaporan.
2
Sementara itu, berdasarkan penelitian sebelumnya, masing-masing sumber selisih laba akuntansi dan laba kena pajak memiliki pengaruh yang berbeda terhadap kualitas laba. Penelitian oleh Phillips dkk. (2003) menunjukkan bahwa selisih laba akuntansi dan laba kena pajak secara umum dapat digunakan dengan lebih baik dalam mendeteksi manajemen laba dibanding nilai akrual diskresioner yang diperoleh menggunakan model Jones (1991) dan modifikasinya. Akan tetapi, selisih laba akuntansi dan laba kena pajak yang diduga berasal dari penghindaran pajak tidak dapat mendeteksi manajemen laba. Ayers dkk. (2010) juga menunjukkan bahwa selisih laba akuntansi dan laba kena pajak secara umum berpengaruh terhadap turunnya peringkat kredit yang erat kaitannya dengan kualitas laba, tetapi selisih laba akuntansi dan laba kena pajak yang diduga bersumber dari penghindaran pajak tidak signifikan pengaruhnya terhadap perubahan peringkat kredit. Oleh karena itu, pengaruh selisih laba akuntansi dan laba kena pajak terhadap persistensi laba, sebagaimana yang pernah diteliti oleh Hanlon (2005) dan Wijayanti (2006), diprediksi akan tergantung pada apakah sumbernya adalah manajemen laba atau penghindaran pajak. Penelitian sebelumnya oleh Hanlon (2005) dan Wijayanti (2006) memberikan bukti empiris bahwa selisih laba akuntansi dan laba kena pajak yang besar berpengaruh negatif terhadap persistensi laba. Namun, pada penelitian Hanlon (2005) dan Wijayanti (2006) belum dilakukan pengujian mengenai pengaruh selisih laba akuntansi dan laba kena pajak yang sumbernya berbeda, yaitu manajemen laba dan penghindaran pajak, terhadap persistensi laba. Penelitian ini bertujuan menguji pengaruh selisih laba akuntansi dan laba
3
kena pajak yang diklasifikasi berdasarkan sumbernya terhadap persistensi laba sebagai salah satu ukuran kualitas laba. Sebagaimana penelitian sebelumnya, pada penelitian ini diprediksi selisih laba akuntansi dan laba kena pajak yang bersumber dari manajemen laba berpengaruh negatif terhadap persistensi laba. Sementara itu, selisih laba akuntansi dan laba kena pajak yang bersumber dari penghindaran pajak diprediksi berpengaruh positif terhadap persistensi laba karena penghindaran pajak tidak berhubungan dengan kualitas laba yang rendah. Persistensi laba penting untuk diidentifikasi oleh investor karena persistensi laba merupakan karakteristik relevansi nilai laba sehingga informasi yang tersedia terkait persistensi laba dapat membantu investor menaksir nilai perusahaan (Hanlon, 2005 dan Blaylock dkk., 2012).
1.2 Rumusan Masalah Penelitian yang dilakukan oleh Hanlon (2005) dan Wijayanti (2006) mengungkapkan bahwa selisih laba akuntansi dan laba kena pajak yang besar berpengaruh negatif terhadap persistensi laba. Selisih laba akuntansi dan laba kena pajak berpengaruh negatif terhadap persistensi laba, menurut Hanlon (2005) dan Wijayanti (2006), karena selisih laba akuntansi dan laba kena pajak terjadi karena manajemen laba sehingga mengindikasikan kualitas laba yang rendah. Sementara itu, penelitian lain menunjukkan selisih laba akuntansi dan laba kena pajak tidak selalu mengindikasikan kualitas laba yang rendah jika selisih laba akuntansi dan laba kena pajak terjadi akibat aktivitas penghindaran pajak (Phillips dkk., 2003 dan Ayers dkk., 2010). Dengan demikian, diprediksi pengaruh selisih laba
4
akuntansi dan laba kena pajak terhadap persistensi laba tergantung pada sumber selisih laba akuntansi dan laba kena pajak, yaitu manajemen laba atau penghindaran pajak. Oleh karena itu, penelitian ini menyajikan rumusan masalah “Apakah selisih laba akuntansi dan laba kena pajak yang sumbernya berbeda, yaitu manajemen laba dan penghindaran pajak, memiliki pengaruh yang berbeda terhadap persistensi laba?”
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh selisih laba akuntansi dan laba kena pajak yang diklasifikasi berdasarkan sumbernya, yaitu manajemen laba dan penghindaran pajak, terhadap persistensi laba.
1.4 Manfaat Penelitian Persistensi laba merupakan faktor yang relevan dalam penilaian perusahaan (Ohlson, 2009). Oleh karena itu, mengidentifikasi perbedaan dalam persistensi laba akan bermanfaat bagi investor sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam menentukan harga saham.
5
1.5 Sistematika Penulisan Bagian selanjutnya dari penelitian ini disajikan sebagai berikut. Bab berikutnya membahas literatur terkait dan pengembangan hipotesis penelitian ini. Bab III merupakan penjelasan mengenai sampel dan model yang digunakan dalam penelitian ini. Bab IV berisi hasil pengujian dan pembahasan. Terakhir, Bab V, menyatakan simpulan dan keterbatasan dari penelitian ini.
6