BABl PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan kepentingan antara Wajib Pajak dengan pemerintah. Wajib Pajak berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin karena dengan membayar pajak berarti mengurang1 kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Di lain pihak, pemerintah memerlukan dana untuk membiayai
penyelenggaraan
pemerintahan,
yang
sebagian
berasal
dari
penerimaan pajak. Adanya perbedaan kepentingan ini menyebabkan Wajib Pajak cenderung untuk mengurangi jumlah pajak terutang. Hal ini dimungkinkan jika ada peluang yang dapat dimanfaatkan karena kelemahan peraturan perundangundangan perpajakan. Suandy (2009: 1) menyatakan bahwa dari segi ekonomi, pajak merupakan pemindahan sumber daya dari sektor bisnis (perusahaan) ke sektor publik. Pemindahan sumber daya tersebut akan mempengaruhi daya beli (purchasing power) atau kemampuan belanja dari sektor bisnis. Agar tidak terjadi gangguan yang serius terhadap jalannya perusahaan,
maka pemenuhan kewajiban
perpajakan harus dikelola dengan baik. Bagi Negara, menurut Qomariyah (2009) pajak sebagai sumber utama penerimaan Negara perlu terns ditingkatkan sehingga pembangunan nasional dapat dilaksanakan dengan kemampuan sendiri berdasar prinsip kemandirian. Peran serta masyarakat Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban
pembayaran
pajak
berdasarkan
diharapkan. 1
ketentuan
perpajakan
sangat
2
Pendapat ini didukung Mufaridah (2009) bahwa pajak merupakan salah satu penerimaan Negara yang sangat penting artinya pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu perlu dikelola secara benar dengan meningkatnya peran serta masyarakat, sebagaimana telah diamanatkan dalam tax reform tahun 1980' an yang merubah sistem perpajakan Indonesia dari official assessment system menjadi self assessment system. Pada sistem self assessment ini menurut Soehartono (2006) Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung dan membayar sendiri jumlah pajak yang terhutang, serta melaporkan secara teratur jumlah pajak yang telah dibayar kepada Kantor Pelayanan Pajak di mana Wajib Pajak terdaftar. Penerapan sistem self assessment ini bukan berarti Wajib Pajak diberi kebebasan penuh untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan semaunya, tetapi tetap sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku. Sebaliknya bagi perusahaan, pajak merupakan beban yang akan mengurangi laba bersih. Keputusan bisnis sebagian besar dipengaruhi oleh pajak baik secara langsung maupun tidak langsung. Keputusan bisnis yang baik jika tidak berhubungan dengan pajak bisa menjadi keputusan bisnis yang kurang baik jika berhubungan dengan pajak, begitu juga sebaliknya. Minimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari yang masih berada dalam lingkup peraturan perpajakan sampai dengan yang melanggar peraturan perpajakan. Upaya minimalisasi pajak secara eufimisme sering disebut dengan perencanaan pajak (tax planning) atau tax sheltering. Umumnya perencanaan pajak merujuk kepada
proses merekayasa usaha dan
3
transaksi Wajib Pajak supaya utang pajak berada dalam jumlah yang minimal tetapi masih dalam lingkup peraturan
perpajakan. Ismarita (2007) memberi
dukungan dengan menyatakan bahwa upaya untuk meminimalkan pajak sepanjang masih diperkenankan ketentuan yang berlaku dapat dilakukan dengan pengamatan dan pengelolaan pajak yang baik. Sependapat dengan Ismarita, Aviantara (2008) mengakui bahwa perencanaan pajak merupakan langkah awal dalam manajemen pajak. Manajemen pajak itu sendiri merupakan sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar, tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan seminimal mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Merujuk pada Fatimah (2009), perencanaan pajak merupakan salah satu fungsi dari manajemen pajak. Dengan manajemen pajak, perusahaan dapat mencapai tujuan untuk menerapkan peraturan perpajakan secara benar dan mencapai laba serta serta likuiditas yang seharusnya melalui usaha yang efisien. Sementara itu, dengan perencanaan pajak perusahaan dapat merekayasa agar beban
pajak
(tax
burden)
dapat
dilakukan
serendah
mungkin
dengan
memanfaatkan peraturan yang ada tetapi tanpa suatu tindakan yang ilegal. Dalam ketentuan perpajakan, masih terdapat berbagai celah -loophole- yang dapat dimanfaatkan oleh perusahaan agar jumlah
pajak yang dibayar oleh
perusahaan optimal dan minimum (secara keseluruan). Optimal disini diartikan sebagai, perusahaan tidak membayar sesuatu (pajak) yang semestinya tidak harus dibayar, membayar pajak dengan jumlah yang
paling sedikit namun tetap
dilakukan dengan cara yang elegan dan tidak menyalahi ketentuan yang berlaku
4
(Triyani, 2008). Namun perencanaan pajak juga dapat berkonotasi positif sebagai perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar dan tepat waktu sehingga dapat menghindari pemborosan sumber daya (Suandy, 2009:2). Taslim (2007) menunjukkan bahwa hakikatnya membayar pajak adalah merupakan bagian dari kewajiban hidup bernegara. Dana yang diperoleh dari sumber-sumber pajak dimanfaatkan oleh pemerintah untuk pembangunan nasional. Mekanisme pemungutan perpajakan
melaksanakan dilakukan oleh
Direktorat Jendral Pajak (DJP) berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Hal ini berarti menurut Taslim (2007) menyatakan bahwa DJP harus berupaya seoptimal mungkin untuk menggali potensi pajak baik secara intensifikasi maupun ekstensifikasi guna memenuhi beban pajak, dan pemerintah telah bertekad untuk menjadikan pajak sebagai tulang punggung dan pilar utama penenmaan negara. Sebagai mengumpulkan
badanldepartemen
yang
ditunjuk
oleh
pemerintah
dalam
dana masyarakat melalui perpajakan, pihak DJP mempunyai
kekuasaan dalam menerapkan berbagai kebijakan tersebut. Kewenangan tersebut mulai dari mengawasi pelaksanaan undang-undang dan peraturan perpajakan, melakukan pemeriksaan atas ketaatan wajib pajak, menagih, memungut, bahkan melakukan penyitaan atas kekayaan wajib pajak yang disebabkan karena diputuskan pajak terutang wajib pajak oleh fiskus. Salah satu ciri dalam undang-undang perpajakan diatas adalah penghitungan besar jumlah pajak terutang wajib pajak yang dilakukan berdasarkan self assessment system, sehingga wajib pajak dituntut untuk menyadari sepenuhnya
5
bahwa setiap diberlakukan sebuah undang-undang dan peraturan baru akan menyebabkan terjadi berbagai penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak yang menuntut ada usaha-usaha tambahan dan perhatian khusus yang secara langsung akan meningkatkan compliance cost bagi pihak wajib pajak dan DJP itu sendiri. Bagi usaha yang berorientasi pada keuntungan seperti perusahaan, setiap peningkatan beban pajak yang dipungut oleh pemerintah tersebut tidak hanya akan mengurangi keuntungan yang dibagikan kepada shareholders namun bebanbeban pajak tambahan yang tidak seharusnya juga akan membuat perusahaan semakin tidak kompetitif dan tidak menarik. Dengan demikian, masuk akal jika wajib pajak akan selalu berusaha untuk mengatur usaha sedemikian rupa agar jumlah pajak terutang dapat menjadi seefisien mungkin. Bawazier (dalam Taslim, 2007) menunjukkan bahwa pengaturan pajak tersebut, seperti halnya financial management, marketing management ataupun fungsi-fungsi manajemen lainnya, dalam perpajakan juga dikenal dengan istilah Tax Management yang menjadi tugas dan fungsi dari manajer setiap perusahaan atau satuan ekonomis lainnya termasuk mengamankan dan mengembangkan sumber daya yang tersedia agar tujuan ekonomis perusahaan dapat tercapai dengan efisien. Seperti dalam Ismarita (2007) yang menyatakan bahwa cara-cara untuk meminimalkan pajak dilakukan dengan menerapkan prinsip pengelolaan pajak (manajemen pajak) secara tepat dan layak yang bertujuan mengikuti ketentuan peraturan perpajakan dengan benar dan usaha efisiensi untuk mencapai laba seharusnya.
6
Suandy (2009:5) menyatakan bahwa bagi perusahaan, pajak yang dikenakan terhadap penghasilan yang diterima atau diperoleh dapat dianggap sebagai biaya/beban (expense) dalam menjalankan usaha atau melakukan kegiatan maupun distribusi laba kepada pemerintah. Asumsi pajak sebagai biaya akan mempengaruhi laba (profit margin), sedangkan asumsi pajak sebagai distribusi laba akan mempengaruhi rate of return on investment. Status perusahaan yang go public atau belum akan mempengaruhi kebijakan pembagian deviden. Perusahaan yang sudah go public
umumnya
cenderung high profile dari pada perusahaan yang belum go public. Agar harga pasar saham meningkat, manajer perusahaan go public akan berusaha tampil sebaik mungkin, sukses dan membagi deviden yang besar. Demikian juga dengan pembayaran pajak akan diusahakan sebaik mungkin. Namun apapun asumsinya, secara ekonomis pajak merupakan unsur pengurang laba yang tersedia untuk dibagi atau diinvestasikan kembali oleh perusahaan. Zain (200 1:40) menyatakan bahwa pembebanan pajak oleh pemerintah yang berbentuk pemungutan pajak terhadap wajib pajak, pada hakikatnya merupakan perwujudan dari pengabdian kewajiban dan peran serta wajib pajak untuk secara langsung dan bersama-sama melaksanakan kewajiban perpajakan yang diperlukan untuk pembiayaan negara dan pembangunan nasional, namun satu hal yang harus diingat bahwa pajak bukanlah merupakan iuran yang sifatnya sukarela, akan tetapi mran yang dapat dipaksakan, sehingga kelalaian dalam memenuhi kewajiban perpajakan
dapat
merugikan
wajib
pajak
yang
bersangkutan,
dengan
7
kemungkinan-kemungkinan surat paksa, sita dan lelang serta sanksi-sanksi pidana yang dapat diancam dengan pidana kurungan atau penjara. Undang-undang pajak dari waktu ke waktu selalu mengalami perkembangan dan dalam rangka mengamankan penerimaan Negara yang semakin meningkat, mewujudkan system perpajakan yang netral, sederhana, stabil lebih memberikan keadilan, dan lebih dapat menciptakan kepastian hukum serta transparansi, pemerintah
(dengan persetujuan bersama DPR) menetapkan Undang-Undang
No.36 Tahun 2008 tentang perubahan keempat atas Undang-Undang No.7 Tahun 1983 pajak penghasilan. Adapun arah dan tujuan dari amandemen UU PPH (berita pajak, 2009) ini adalah untuk lebih meningkatkan keadilan pengenaan pajak, memberi kemudahan kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya, Iebih memberi kesederhanaan administrasi perpajakan, memberi kepastian hukum, konsistensi dan transparansi, dan untuk lebih menunjang kebijakan pemerintah dalam rangka meningkatkan daya saing dalam menarik investasi langsung di Indonesia baik penanaman modal dalam negeri di bidang-bidang usaha tertentu dan daerah-daerah tertentu yang mendapat prioritas. Kenyataan menunjukkan bahwa tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam pelaksanaan selalu diikuti oleh ketentuan-ketentuan lain (peraturan pemerintah, keputusan presiden, keputusan menteri keuangan, dan keputusan direktur jendral pajak). Tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan undang-undang itu sendiri karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapai. Akibatnya terbuka celah (loopholes) bagi wajib
8
pajak untuk menganalisis kesempatan tersebut dengan cermat untuk perencanaan pajak yang baik. Sistem pemungutan yang di anut di Indonesia saat ini, adalah sistem menetapkan sendiri, yaitu ketetapan pajak yang ditetapkan oleh wajib pajak sendiri yang dilakukan dalam surat pemberitahuan (SPT) ini merupakan beban berat, karena wajib pajak harus melaporkan semua informasi yang relevan dalam Surat Pemberitahuan menghitung dasar pengenaan pajak, mengkalkulasi jumlah pajak yang terutang dan melunasi pajak yang terutang atau mengangsur jumlah pajak yang terutang. Hasrat untuk melakukan perencanaan pajak pada dasarnya didorong oleh dua ketentuan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yaitu : 1. Menyangkut masalah pajak penghasilan itu sendiri yang bukan merupakan biaya tiskal dapat dikurangkan dalam menentukan penghasilan Kena Pajak (pasal 9 ayat (1) hurufUU PPh) 2. Menyangkut kemungkinan dapat dikurangkannya biaya yang ada kaitannya dengan penentuan jumlah pajak yang terutang, yang dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan disebut sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (pasal6 ayat (1) hurufa UU PPh). Penelitian-penelitian perpajakan dengan berdasar Undang-Undang ·no.17 tahun 2000 tentang pajak penghasilan, banyak mengungkap bahwa perencanaan pajak merupakan isu penting yang menarik untuk diteliti, karena sasaranya sejalan dengan kebutuhan perusahaan yang menitik beratkan pada peningkatan laba, tetapi masih dalam bingkai peraturan perundang-undangan perpajakan yang
9
berlaku. Seperti penelitian yang dilakukan Purwandari (2006) menyatakan pengaruh penerapan perencanaan pajak PPh pasal 21 terhadap pajak penghasilan yang dibayar perusahaan dapat diminimalisir dari sudut pandang biaya gaj i pegawai dan laba fiscal perusahaan, dalam bentuk pemberian tunjangan pajak. Mahmud (2006) memberi dukungan bahwa tax planning sebagai control efisiensi pajak memberi pengaruh positif dan signifikan terhadap peningkatan kinerja. Demikian juga Putri (2008) memberi kesimpulan penerapan tax planning sebagai alat manajemen untuk mengefisienkan pajak penghasilan yang harus dibayar perusahaan melalui pemahaman biaya-biaya yang semula tidak dapat dikurangi dari penghasilan bruto sebagai biaya fiskal dialihkan menjadi biaya-biaya yang dapat dikurang dari penghasilan bruto sebagai biaya fiskal dengan berdasar pada prinsip "taxability-deductibility" yang terdapat pada Undang-Undang No.17 Tahun 2000 tentang pajak penghasilan. Andriani (2005) memberi kesimpulan analisa tax planning dalam menentukan altematif sumber pembiayaan dalam perolehan aktiva tetap melalui leasing memberi penghemat pajak yang paling besar. Di lain pihak pemerintah khususnya Direktorat Jendral Pajak sebagai lembaga yang membuat peraturan
perpajakan sampai dengan pengawasan
pelaksanaan peraturan tersebut hal seperti inilah yang harus dihindarkan melalui dasar pemikiran perubahan Undang-Undang pajak penghasilan No.36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan yang
tujuannya menurut Hutomo (2009:5) adalah
upaya mengamankan penerimaan Negara, lebih meningkatkan keadilan dalam pengenaan pajak, memberi kemudahan kepada wajib pajak serta kepastian hukum, konsistensi dan transparansi dengan mewujudkan perluasan subyek dan obyek
10
pajak dalam hal tertentu, perbaikan sistem pelaporan dan tata cara pembayaran pajak dalam tahun berjalan, perubahan penghasilan Tidak Kena Pajak dan lapisan tarif pajak, peningkatan batas peredaran bruto serta penurunan tarif pajak. Diharapkan, UU pajak penghasilan No. 36 Tahun 2008 ini dapat mengoptimalkan pencegahan dan penindakan penyelewengan pajak, sehingga mengurangi praktik penghindaran pajak yang dilakukan wajib pajak yang dapat merugikan Negara, dan ini merupakan isu penting yang lebih menarik untuk diteliti, karena pemerintah melalui Direktorat Jendral Pajak sebagai pembuat peraturan perpajakan harus melakukan pengawasan pelaksanaan peraturan sesuai prosedur yang telah diamanatkan oleh undang-undang perpajakan agar dilaksanakan dengan baik dan benar oleh wajib pajak. 1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : "Bagaimana penerapan tax planning atas Pajak Penghasilan Pasal 21 di PT. XYZ Surabaya untuk memperoleh tax saving terhadap PPh Badan ?" 1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian berdasarkan rumusan masalah adalah : Mengetahui pemahaman yang baik tentang bagaimana penerapan tax planning atas Pajak Penghasilan Pasal 21 di PT. XYZ Surabaya untuk memperoleh tax
saving terhadap PPh Badan.
11
1.4 Kontribusi Penelitian
Penelitian ini diharap mempunyai kontribusi teori maupun kontribusi praktis. Kontribusi teori yang diharapkan dari penelitian ini adalah : 1. Memberi pemahaman tentang arti penting pajak dengan melihat berbagai kepasl:ian hukum dan penerapannya dalam berbagai keputusan bisnis. 2. Meningkatkan pemahaman tentang ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan selalu mengikuti secara terus-menerus perubahannya dengan segala kelebihan dan kekurangannya, sesuai dengan berbagai tinjauan literatur perpajakan dan Undang-undang Perpajakan di Indonesia serta peraturanperaturan pendukung lainnya. 3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut tentang tax planning. 4. Bagi peneliti dapat memberikan pemahaman yang baik dan benar tentang penerapan tax planning. Sedangkan kontribusi praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah : Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu pertimbangan bagi perusahaan dalam usaha pengembangan tax planning yang baik dan benar sesuai Undang-undang sehingga dapat digunakan sebagai sarana pengendalian bagi pihak manajeman dalam menentukan jumlah pajak yang terutang.