1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kesuksesan pembangunan pertanian Indonesia di masa lalu menjadi tolok
ukur evaluasi dan revitalisasi menuju pertanian yang dinamis, berkelanjutan dan berkedaulatan di masa sekarang. Kedaulatan pangan sebagai salah satu instrumen pembangunan bukan sekedar mengakomodasi kebutuhan dan keterpenuhan pangan dalam negeri, namun juga harus mampu mengarah pada pengembangan sentra-sentra
produksi
dalam
negeri
menuju
negara
eksportir
pangan.
Pembangunan pertanian menuju pertanian yang berkedaulatan tidak lepas dari peran serta daerah terutama daerah-daerah sentra pertanian. Sebagian besar kabupaten dan kota di Indonesia merupakan daerah kawasan pertanian, termasuk provinsi Gorontalo dengan luas wilayah 11.967, 64 km2 serta memiliki beragam sumber daya alam terutama di bidang pertanian dengan komoditas unggulan jagung berjenis hibrida. Gorontalo memiliki lahan pertanian seluas 590.342 ha dengan porsi lahan kering seluas 558.840 ha. Pada akhir tahun 2011 total potensi lahan kering seluas 220.406 ha dan hingga akhir tahun 2012porsi lahan kering yang telah dimanfaatkan dan belum dimanfatkan adalah masing-masing seluas99.176 ha dan 121.230 ha. Pemanfaatan lahan-lahan kering yang telah dijadikan lahan tanam jagung hibrida hingga akhir tahun 2012 seluas 390.929 ha. Luas potensi lahan kering pada awal tahun 2012 sebesar 220.406 ha, dimana hingga akhir tahun 2012 yang telah dimanfaatkan sebesar 99.176 ha atau 45 persen dari total potensi yang
2
ada serta sisanya sebesar 121.230 ha (55 persen) belum dimanfaatkan. Dengan kondisi tersebut maka optimalisasi penggunaan lahan belum tercapai sehingga perlu adanya upaya dan dorongan dari pemerintah daerah kepada pemilik lahan untuk dapat memanfaatkan potensi lahan pertanian yang tersedia. 753.598
416.222
251.214 130.251
183.998
45.178
58.716
'02
'03
72.529 107.752
'04
605.782
569.110
572.785
400.046
698.888
679.168
Produksi (ton) Luas Panen (ha)
'05
109.027
'06
119.027
'07
156.436
'08
124.798
'09
143.833
'10
135.754131.045
'11
'12
Gambar 1.1 Perkembangan Produksi dan Luas Panen Jagung di ProvinsiGorontalo, 2002-2012 Sumber: BPIJProvinsi Gorontalo,2013 Gambar 1.1 menunjukkan pergerakan pertumbuhan produksi dan luas lahan panen jagung di provinsi Gorontalosejak tahun 2002 hingga 2012. Pada tahun 2002 hingga 2008 produksi jagung di provinsi Gorontalo terus mengalami peningkatan hingga mencapai 753.598 ton di tahun 2008 dengan total luas panen 45.178 ha. Pencapaian produksi pada tahun 2008 merupakan pencapaian produksi tertinggi selama kurun waktu tahun 10 tahun (2002-2012). Pada tahun 2009 produksi jagung di Gorontalo mengalami penurunan dan berfluktuasi pada tingkat produksi 567.110 ton hingga 698.888 ton di tahun 2012. Kondisi produksi tersebut disertai dengan kondisi luas lahan panen yang juga mengalami fluktuasi menurun disebabkan adanya indikator penawaran tenagakerja keluarga ke sektor lapangan non pertanian dan unskilled di wilayah perkotaan, sehingga
3
menyebabkan kurangnya tenagakerja pertanian di pedesaan serta ketergantungan ekonomi terhadap pekerjaan baru non pertanian yang berdampak pada bertambahnya jumlah lahan mengganggur yang di tinggal petani sebagai pemilik lahan. Secara nasional Gorontalo merupakan salah satu kontributor jagung nasional semenjak tahun 2002 hingga sekarang. Meskipun kontribusi jagung Gorontalo belum sebesar kontribusi jagung daerah-daerah penghasil jagung lainnya, namun tren perkembangan kontribusi jagung Gorontalo terhadap jagung nasional terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1.2. 5 4,5 Produksi… Produksi…
4 3,5 3 2,5 2 1,5 1 0,5 0
Gambar 1.2 Kontribusi Produksi Jagung Gorontalo Terhadap Jagung Nasional 2001-2011 Sumber: BPIJ Provinsi Gorontalo 2012 (diolah) Kontribusi produksi jagung regional Gorontalo terhadap jagung nasional menunjukkan tren perkembangan kontribusi relatif, dimanamulai terhitung tahun 2001 sebesar 0,88 persen hingga tahun 2008 mengalami peningkatan ke level 4,62 persen dengan rata-rata laju pertumbuhan kontribusi pertahun dari tahun
4
2001hingga tahun 2008sebesar 0,53 persen. Pada tahun 2009 hingga tahun 2011 kontribusi jagung regional terhadap jagung nasional mengalami fluktuatif, dimana pada tahun 2009 mengalami penurunan ke level 3,23 persen atau turun sebesar 1,39 persen dari kontribusi di tahun 2008 yang disebabkan adanya gagal panen di beberapa wilayah sentra produksi karena serangan hama. Kontribusi kembali meningkat pada tahun 2010 ke level 3,70 persen dan kembali menurun di tahun 2011 ke level 3,44 atau menurun sebesar 0,26 persen dari tahun 2010. Dari segi struktur ketenagakerjaan,sektor pertanian mendominasi jumlah tenagakerja yang ada di provinsi Gorontalo. Menurut data BPS provinsi Gorontalo (2011) jumlah tenagakerja sektor pertanian di provinsi Gorontalo menduduki peringkat pertama terbesar yaitu 163.806 jiwa atau 36,52 persen sebagaimana ditunjukkan gambar 1.3 berikut.
Lain-lain 92.244 Pertanian 37% Jasa Kemasyarakatan 20%
Perdagangan 61.079
Industri 37.619
Gambar 1.3 Jumlah Tenagakerja Pada Empat Sektor Lapangan Kerja Utama di Provinsi Gorontalo, 2011 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Gorontalo 2012 (diolah) Tingginya jumlah tenagakerjasektor pertanian disertaikenaikan berbagai produksi komoditas pertanian terutama komoditas jagung hibrida sebagai komoditas unggulan. Namun tingginya ketercapaian produksi jagung bukan
5
semata-mata bersumber dari tingginya tenagakerja, namun juga adanya faktor lain seperti ketersediaan lahan serta modal kerja. Kondisi produksi jagung Gorontalo pada kenyataannya mengalami peningkatan signifikan dan diperkirakan akan terus mengalami peningkatan hingga melebihi 1 juta ton di akhir tahun 2012. Melihat tingginya tenagakerja di sektor pertanian mengindikasikan dampak positif kontribusi petani yang diaplikasikan melalui produksi pertaniannya. Kondisi produksi jagung Gorontalo pada kenyataannya mengalami peningkatan secara positif dari tahun ketahun. Namun demikian, bukan berarti peningkatan tersebut akan cenderung mengalami pertumbuhan yang positif di tahun-tahun yang akan datang. Jika di ukur berdasarkan skala nasional, kontribusi produksi jagung Gorontalo terhadap produksi jagung nasional masih sangat rendah, namun jika melihat kecenderungan produksi dan potensi lahan yang ada maka produksi jagung Gorontalo patut diperhitungkan di tingkat nasional.Peningkatan produksi jagung hibrida Gorontalo mengalami peningkatan secara progresif sejak tahun 2001 hingga tahun 2008. Namun di tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 mengalami penurunan produksi dikarenakan sebagian besar petani jagung hibrida di Gorontalo beralih profesi yang disebabkan oleh rendahnya pendapatan usaha jagung hibrida di tahun-tahun tersebut. Dalam pengembangan usaha jagung hibrida di provinsi Gorontalo melibatkan berbagai elemen diantaranya pemerintah, petani jagung, pihak investor lokal dan asing, lembaga penjaminan keuangan, serta masyarakat lokal, nasional maupun internasional sebagai konsumen.
6
Pembangunan pertanian di provinsi Gorontalo tidak lepas dari refleksi program pemerintah yang secara garis besar dituangkan dalam visi daerah dalam mewujudkan percepatan pembangunan khususnya pembangunan ekonomi masyarakat yang berkeadilan di provinsi Gorontalo. Untuk memperkuat pengelolaan dan pembangunan sektor pertanian jagung maka pemerintah melakukan terobosan kebijakan yang diaplikasikan melalui sembilan pilar program khusus pembangunan agropolitan berbasis jagung di provinsi Gorontalo yaitu 1) penyediaan unit pelayanan jasa alsintan (UPJA) dan angkutan agropolitan; 2) penyediaan dana penjaminan petani yang berasal dari APBN, APBD, Akprindo, dan Perbankan; 3) penyediaan benih unggul, pupuk dan pengendalian hama dan penyakit; 4) memperlancar pemasaran dengan jaminan harga dasar melalui BMUD kerjasama dengan pengusaha antar pulau dan ekspor; 5) pembangunan dan penyediaan irigasi sederhana, Pompa Air Tanpa Mesin (PATM); 6) percontohan (show window) di setiap kabupaten dan posko agropolitan; 7) peningkatan sumber daya manusia kelompok tani, penyuluh pertanian dan tenaga pendamping; 8) meningkatkan efektifitas dan peran maize center dalam penelitian, pengkajian teknologi dan penerapan teknologi baru; serta 9) perencanaan dan koordinasi yang baik. Aplikasi program-program pemerintah daerah tersebuttidak disertai peningkatan kesejahteraan petani jagung. Dalam usahatani terdapat beberapa elemen biaya yang merupakan biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani. Biaya produksi dimaksud terdiri dari dua jenis biaya yaitu biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tersebut merupakan biaya usahatani yang dikeluarkan petani
7
dalam proses produksi per periode panen hingga diperoleh produk jagung hibrida baik dalam bentuk pipilan kering maupun beras jagung.Pemilihan komoditas jagung jenis hibrida didasari adanya perolehan pendapatan yang relatif lebih tinggi dibandingkan jenis jagung biasa (komposit). Harga jual produk jagung hibrida dalam bentuk pipil kering di provinsi Gorontalo didasarkan atas rata-rata harga jual petani pada akhir triwulan ke empat tahun 2013 yaitu Rp2.200,- hingga Rp2.900,- per kilogram, sedangkan dalam bentuk beras jagung sebesar Rp5.300,hingga Rp5.700,- per kilogram. Selain biaya usahatani, biaya yang harus diperhitungkan adalah biaya transaksi yang merupakan pengeluaran petani atas aktifitas penjualan jagung hibrida (off farm). Besar kecilnya biaya transaksi sangat tergantung pada pola pemasaran, lokasi pemasaran, dan kondisi panen pada umumnya. Pola pemasaran jagung pipilan kering dilakukan melalui penjualan kepada pedagang pengumpul atau melalui Unit Pelayanan Jasa (UPJ), sedangkan untuk beras jagung dipasarkan melalui pasar tradisional atau cukup menjual di tempat tinggal petani. 1.2
Perumusan Masalah Rendahnya
tingkat
kesejahteraan
petani
melalui
indikator
rendahnyapendapatan petani jagung menjadi perhatian khusus yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi keberlanjutan usahatani jagung hibrida di provinsi Gorontalo. Berdasarkan fakta di lapangan melalui penelusuran langsung kepada petani jagung hibrida, diperoleh bahwa rata-rata pendapatan usahatani jagung perhektar untuk satu masa panen sebesar Rp1.500.000 hingga Rp3.000.000 per hektar, atau dalam perbulannya petani jagung hibrida di provinsi
8
Gorontalo hanya menerima pendapatan rata-rata berkisar antara Rp375.000 hingga Rp750.000, yang mengimplikasikan bahwarendahnya pendapatan petani disebabkan tingginya biaya usahatanidan biaya transaksi yang secara langsung mempengaruhi pendapatan petani. Dengan melihat berbagai indikator tersebut maka acuan rumusan permasalahan adalah bahwa “pendapatan usahatani jagung hibrida di provinsi Gorontalo masih relatif rendah”. Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut maka dapat di uraikan beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut. 1.
Berapa besar produksi usahatani jagung hibrida sertafaktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya?
2.
Berapabesar biaya produksi usahatani jagung hibrida sertafaktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya?
3.
Berapa besar biaya transaksi penjualan jagung pipilan kering dan biaya transaksi penjualan beras jagung serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya?
4.
Berapabesar pendapatan usahatani jagung hibrida serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya?
5.
Berapa besar probabilitas keputusan penjualan jagung pipilan kering melalui UPJ dibandingkan penjualan melalui pedagang pengumpul dan probabilitas keputusan penjualan beras jagung di pasar tradisional dibandingkan penjualan di tempat tinggal petani, serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya?
9
1.3
Tujuan Penelitian Merujuk pada uraian permasalahan sebelumnya, maka dapat dirumuskan
beberapa tujuan penelitian sebagai berikut. 1.
Menganalisis produksi usahatani jagung hibridabeserta faktor-faktor yang mempengaruhi;
2.
Menganalisis biaya produksi usahatani jagung hibridabeserta faktor-faktor yang mempengaruhi;
3.
Menganalisis biaya transaksi penjualan jagung hibrida dalam bentuk jagung pipilan kering dan beras jagung beserta faktor-faktor yang mempengaruhi;
4.
Menganalisis pendapatan usahatani jagung hibridabeserta faktor-faktor yang mempengaruhi;
5.
Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi probabilitas keputusan tempat penjualan jagung hibrida dalam bentuk jagung pipilan kering dan beras jagung.
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut.
1. Pemerintah Daerah: memberikan referensi visual tentang kondisi pendapatan sebagai indikator kesejahteraan petani jagung hibrida guna aktualisasi kebijakan
pembangunan
dan
pengembangan
pertanian
daerah
serta
kebijakanperbaikan dan peningkatan kesejahteraan petani jagung hibrida di provinsi Gorontalo;
10
2. Peneliti lain: sebagai bahan informasi dan kajian bagi penelitian-penelitian selanjutnya terkait analisis pendapatan petani dalam usahatani jagung hibrida baik skala regional maupun nasional. 1.5
Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian survei dan observasi
langsung terhadap objek penelitian guna memperoleh berbagai data primer sebagai input data dalam pencapaian tujuan penelitian. Untuk memfokuskan penelitian ini maka diuraikan berbagai ruang lingkup dan batasan penelitian sebagai berikut. 1.
Batasan wilayah dan lokasi penelitian Wilayah penelitian dibatasi hanya di provinsi Gorontalo dengan lokasi
penelitian pada sentra-sentra produksi jagung hibrida pada dua kabupaten sampel yaitu kabupaten Gorontalo dan kabupaten Boalemo. 2.
Batasan populasi dan sampel penelitian Populasi penelitian dibatasi pada populasi petani jagung dengan jenis
komoditas jagung hibrida dan karakteristik petani dengan usahatani jagung hibrida sekaligus melakukan aktifitas penjualan jagung hibrida dalam bentuk jagung pipilan kering dan beras jagung. Pengambilan jenis komoditas jagung hibrida didasarkan atas tingginya tingkat antusias masyarakat untuk melakukan usahatani komoditas tersebut dibandingkan jagung non hibrida yang pada realitanya jagung non hibrida di provinsi Gorontalo tidak memiliki kontribusi ekonomi bagi masyarakat.
11
3.
Batasan analisis Analisis usahatani dibatasi pada lingkup perhitungan dan analisis produksi,
analisis biaya produksi, analisis probabilitas keputusan tempat penjualan, analisis biaya transaksi dan analisis pendapatan melalui persamaan ekonometrika dan perhitungan matematis. Analisis ini menghitung tingkat optimasi produksi, minimisasi biaya produksi, optimisasi dan maksimalisasi pendapatan usahatani serta menganalisis besaran biaya transaksi yang dikeluarkan petani untuk masingmasing penjualan produk jagung hibridanya. Analisis produksi di batasi pada estimasi produksi atas faktor-faktor yang mempengaruhi serta penggunaan berbagai input produksi terhadap optimalisasi produksi usahatani.Pada biaya produksi, analisis di fokuskan pada estimasi biaya produksi dan analisis faktorfaktor yang mempengaruhi biaya produksi usahatani serta penggunaan input dalam minimisasi biaya produksi. Dalam kerangka tujuan, analisis juga di arahkan pada analisis biaya transaksi dan analisis probabilitas keputusan tempat penjualan komoditas. Pada analisis biaya transaksi menghitung besaran biaya transaksi pada usahatani jagung hibrida dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi total biaya transaksi, sedangkan pada analisis probabilitas keputusan tempat penjualan komoditas mencoba menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi probabilitas keputusan tempat penjualan untuk masing-masing produk. Pada tahap akhir analisis, menganalisis pendapatan usahatani dengan menghitung pendapatan yang diperoleh petani, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani serta menghitung tingkat pendapatan usahatani pada berbagai penggunaan input produksi.
12
1.6
Keaslian dan Kebaharuan Penelitian
1.6.1 Keaslian Penelitian Keaslian penelitian menyajikan berbagai penelitian terkait analisis pendapatan usahatani dan usaha jagung. Hasil penelusuran penelitian-penelitian terdahulu, tidak ditemukan adanya penelitian terkait analisis pendapatan usaha jagung yang memperhitungkan adanya biaya transaksi. Sebagian besar penelitianpenelitian terdahulu hanya difokuskan pada analisis lingkup usahatani (on farm) sebagaimana uraian berikut. 1.
Pricing behavior in Philippine corn markets: implications for market efficiency (Mendoza dan Rosegrant, 1995). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
dinamisasi
dan
efisiensi
aktifitas
agen
pasar
dalam
mentransformasikan informasi harga antara pelaku pasar yang berhubungan dengan kondisi geografis pasar jagung di Filipina. Hasil penelitian menunjukkan adanya indikasi kedinamisan hubungan jangka panjang padapasar regional dan serta adanya indikasikeseimbangan harga. 2.
Income formation among amazonian peasant households in Northeastern Peru: Emperical Observation ang Implications for Market-oriented Conservation (Coomes, 1996). Penelitian ini bertujuan mengetahui berbagai aktifitas usahatani dan nonusahatani petani di Peru Tenggara dengan menggunakan
metode
analisis
deskriptif
kualitatif.
Penelitian
ini
menunjukkan adanya pendapatan yang relatif rendah dan tidak merata di seluruhrumah tangga. Penelitian ini menemukan adanya sebagian besar
13
pendapatanberasal
darisejumlah
kecilprodukyang
beragamdansebagian
kecildari nilaipotensialproduk berhargaberada di areal hutan Amazon. 3.
Agriculture, rural industry, and peasant income in China (Peng, 1998). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui kontribusi agrikultural dan non agrikultural terhadap ketidakseimbangan distribusi pendapatan petani serta menganalisis dampak hasil terhadap pendidikan, penawaran tenagakerja di pedesaan, lahan, dan jarak lokasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa pada sektor nonagrikultur dipengaruhi oleh luas lahan, harga bahan bakar di pedesaan, pendapatan petani dan tidak adanya pemerataan pendapatan petani di pedesaan.
4.
Kinerja usahatani dan pemasaran jagung di sentra produksi (Sarasutha, 2002). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan produksi jagung dengan penggunaan benih jagung varietas unggul bersari bebas hibrida di Indonesia serta kendala yang dihadapi dalam produksi jagung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan benih jagung varietas unggul bersari bebas dan hibrida telah meningkatkan produksi sebesar 11,62 persen dari 8.245.902 ton pada tahun 1995 menjadi 9.204.036 ton pada tahun 1999 dengan laju pertumbuhan 3,39 persen pertahun dalam kurun waktu 19951999. Pada dekade terakhir penggunaan varietas unggul terutama hibrida telah meningkat. Pada awal tahun 1995 areal pertanaman jagung hibrida baru sekitar 7,50 persen dan pada tahun 1999 meningkat menjadi 24 persen. Kendala utama dalam memproduksi jagung di Indonesia adalah penanganan pascapanen dan pemasaran hasil karena saat panen bersamaan dengan musim
14
hujan. Kondisi ini di perparah dengan keterbatasan fasilitas pengeringan posisi rebut tawar petani pada saat menjual hasil menjadi lemah. 5.
Prospek usahatani jagung sebagai tanaman sela diantara tegakan kelapa (Ruskandi, 2003). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pertumbuhan dan produksi jagung yang diusahakan diantara tegakan kelapa dibandingkan dengan yang di tanam di tempat terbuka (monokultur). Penelitian ini dilakukan di Parungkuda, Sukabumi Jawa Barat dengan menggunakan metode observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengusahaan jagung sebagai tanaman sela diantara tegakan kelapa cukup layak meskipun hasilnya lebih rendah dibanding jagung yang ditanam secara monokultur. Dari setiap hektar lahan tanaman kelapa yang dapat ditanami jagung hanya 80 persen dengan keuntungan Rp404.800.
6.
Pendapatan dan pola konsumsi rumahtangga tani di kecamatan Prambanan kabupaten Sleman (Anggraeni dan Lantarsih, 2005). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui sumber-sumber pendapatan dan konsumsi rumahtangga petani
beserta
faktor-faktor
yang
mempengaruhinya.
Penelitian
ini
menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan persamaan ekonometrika, dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa sumber pendapatan rumahtangga petani 24,17 persen berasal dari usaha tanaman tahunan dan musiman, 17,28 persen dari usaha ternak dan 58,55 persen berasal dari luar usahatani. Faktorfaktor yang mempengaruhi pendapatan rumahtangga adalah luas lahan, jumlah aset dan jumlah anggota keluarga, sedangkan untuk pengeluaran konsumsi rumahtangga petani terdiri dari pendidikan sebesar 27,86 persen,
15
makanan pokok sebesar 23,61 persen, penerangan sebesar 17,25 persen dan kesehatan sebesar 10,36 persen, dimana konsumsi rumahtangga petani tersebut dipengaruhi oleh luas lahan dan jumlah tenagakerja. 7.
Analisis pendapatan dan faktor-faktor produksi usahatani komoditas jagung hibrida dan bersari lokal bebas (lokal) (Khaerizal, 2008). Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan karakteristik teknologi usahatani jagung hibrida dan jagung bersari bebas (lokal) di desa Saguling, menganalisis perbandingan penggunaan faktor-faktor usahatani jagung dengan benih hibrida dan bersari bebas (lokal) di desa Saguling serta menganalisis pendapatan usahatani jagung dengan benih hibrida dan jagung bersari bebas (lokal) dan dengan batasan status kepemilikan lahan di desa Saguling. Penelitian ini menggunakan persamaan matematis dan persamaan ekonometrika dengan hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan petani dengan status pemilik lahan adalah Rp2.509.953,81 (hibrida) dan Rp1.069.334,49 (bersari bebas), sedangkan petani dengan status penyewa adalah Rp2.340.542,35 (hibrida) dan Rp1.350.157,14 (bersari bebas). Pendapatan usahatani jagung hibrida lebih menguntungkan dari pada jagung bersari bebas yang ditunjukkan oleh nilai R/C ratio.
8.
Analisis produksi dan pemasaran jagung di desa Labuan Toposo kecamatan Tawaeli kabupaten Donggala (Christoporus dan Sulaeman, 2009). Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi hubungan faktor-faktor produksi, pemasaran, marjinal pemasaran dan efisiensi pemasaran di desa Labuan Taposo. Penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh variabel signifikan pada
16
tingkat α = 1 persen atas produksi jagung dengan hasil F-test (156,37) > Ftabel (4,18). Ukuran lahan (X1) sangat signifikan dengan t-test (2,88) > t-tabel (2,78). Variabel-variabel lain (X2) menunjukkan tingkat signifikan dengan ttest (2,36) > t-tabel (2,06) dan (X4) dengan nilai t-test lebih besar dari nilai ttabel. Hanya variabel tenagakerja (X3) yang menunjukkan adanya ketidaksignifikan dengan t-test (1,74) > t-tabel (2,06). 9.
Dinamika usahatani jagung hibrida dan permasalahannya pada lahan kering di kabupaten Bone (Hadijah dkk, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dinamika dan permasalahan yang terjadi pada usahatani jagung hibrida lahan kering di kabupaten Bone. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani jagung hibrida pada lahan kering di kecamatan Amali kabupaten Bone memiliki produktivitas rata-rata yang diperoleh petani 7,80 ton per hektar, penerimaan sebanyak Rp.8.580.000/ha, biaya produksi rata-rata sebanyak Rp3.204.000 per hektar. Keuntungan yang diperoleh petani sebanyak Rp5.376.000 per hektar. Berdasarkan temuan di lapangan bahwa produksi dan pendapatan yang diperoleh ditingkat petani bervariasi. Dinamika tersebut disebabkan oleh pengelolaan petani beragam baik dari segi teknis budidaya, terutama penggunaan benih dan pupuk baik jenis dan jumlahnya, demikian halnya dengan jarak tanamnya. Oleh karena itu untuk meningkatkan produksi dan pendapatan petani diperlukan adanya sosialisasi inovasi teknologi jagung dan penyediaan sarana produksi utamanya benih yang berlabel, penyediaan fasilitas kredit usahatani, dan silo penyimpanan dalam skala luas di pedesaan.
17
10. Komparasi pendapatan usahatani jagung hibrida Bisi 16 dan Bisi 2 di kecamatan Gerung kabupaten Lombok Barat (Idrus, 2009). Penelitian ini bertujuan membandingkan pendapatan usahatani jagung hibrida Bisi 16 dengan Bisi 2 serta mengetahui hambatan-hambatan yang dialami petani. Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan teknik survei wawancara serta menggunakan analisis dengan uji-t pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata produksi dan pendapatan usahatani jagung hibrida Bisi 16 dengan hibrida Bisi 2, demikian juga dengan hambatan yang dialami. Hambatan yang ada untuk kedua jenis jagung meliputi harga jual yang dirasakan rendah, modal kerja yang kurang, dan kelembagaan yang kurang berfungsi. 11. Analisis usahatani beberapa varietas unggul baru jagung komposit di Sulawesi Utara (Bahtiar dkk, 2010). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan usahatani di tingkat petani dengan lokasi penelitian pada tiga kabupaten di Sulawesi Utara yaitu di kabupaten Minahasa, Minahasa Selatan dan Tomohon. Penelitian ini menggunakan analisis R/C ratio dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga varietas yang di kaji memberikan keuntungan yang cukup memadai dan berpeluang dikembangkan menurut hasil analisis kelayakan yaitu varietas Bisma memberikan pendapatan sebesar Rp5.350.000 dengan nilai R/C ratio sebesar 1,95, varietas Sukmaraga memberikan keuntungan sebesar Rp5.150.000 dengan nilai R/C ratiosebesar 1,91, dan varietas Srikandi Kuning memberikan pendapatan yang terbesar yaitu Rp5.280.000 dengan nilai R/C ratio sebesar 1,94.
18
12. Peasants’ income and consumption structure contrasting: acase study on China’s Sichuan province (Li, 2011). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis struktur pendapatan dan konsumsi petani perkotaan di provinsi Sichuan Cina tahun 2003-2009, memprediksi pendapatan dan potensi konsumer untuk tahun 2010-2012 serta membuat pemodelan tentang struktur perubahan karakteristik konsumsi sebelum dan setelah tahun 2008. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif Grey Relative Analysis Modeldimana hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan pendapatan petani bersifat relatif terhadap tingkat produktifitasnya, pajak dan kondisi administratif wilayah. Pada tingkat produktifitas jangka pendek, tingkat konsumsi makanan dan konsumsi pakaian memiliki porsi yang cukup besar dan merupakan jenis konsumsi harian. 13. Income situation of the households in the Slovak and the Czech Rupublic (Kubicova, 2012). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pendapatan rumahtanggga petani pada Republik Slovakia dan Republik Cekoslovakia tahun 2005-2008. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif dimana hasil penelitian menunjukkan bahwa krisis ekonomi pada Republik Slovakia dan Republik Cekoslovakia mempengaruhi standar hidup, gaya hidup dan perilaku rumah tangga di kedua negara. Hal ini bukan saja mendorong peningkatan pendapatan rumahtangga namun juga mengubah tingkat kebutuhan masyarakat di kedua negara. 14. Biaya dan pendapatan usahatani tebu menurut status kontrak (Saskia dan Waridin, 2012). Tujuan penelitian ini adalah mengetahui biaya, penerimaan
19
dan pendapatan maksimum petani tebu berdasarkan status kontrak pada PT IGN Cepiring dengan menggunakan analisis statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya produksi rata-rata per hektar Petani Tebu Kredit (PTK) dengan luas lahan 12-21 hektar dan diatas 31 hektar yaitu masing-masing sebesar Rp20.275.171 dan 275.485 serta rata-rata biaya transaksi masing-masing sebesar Rp4.446.108 dan Rp1.236.876. Biaya produksi rata-rata per hektar untuk Petani Tebu Kredit (PTG) terbesar denganlahan kurang dari 2 hektar dan yang terkecil dengan lahan diatas 31 hektar yaitu masing-masing sebesar Rp43.513.000 dan Rp22.730.119 dan rata-rata biaya transaksi masing-masing sebesar Rp490.308 dan Rp59.167.
1.6.2 Kebaharuan Penelitian Berdasarkan uraian keaslian penelitian maka penelitian ini menunjukkan adanya kebaharuan dari penelitian sebelumnya berdasarkan spesifikasi analisis, metode analisis, lokasi penelitian maupun responden. Spesifikasi analisis penelitian ini meliputi analisis produksi, analisis biaya produksi, analisis pendapatan, analisis biaya transaksi dananalisis probabilitas keputusan tempat penjualandengan menggunakan analisis deskriptif kuantitatif yaitu persamaan ekonometrika dengan menggunakan metode OLS (ordinary least squares), analisis stepwise dan analisis logit dengan nilai odds ratio guna menganalisis pendapatan usahatani dengan mempertimbangkan biaya transaksi serta analisis probabilitas keputusan tempat penjualan yang juga mempertimbangkan biaya transaksi. Untuk penelitian-penelitian sebelumnya bersifat analisis teknis berupa
20
analisis produksi, analisis pendapatan, analisis biaya produksi dan analisis permintaan produk dengan menggunakan metode OLS (ordinary least squares). Penelitian
yang
dilakukan
memiliki
kemiripan
dengan
penelitian
sebelumnya yaitu menganalisis pendapatan usahatani, namun perbedaan secara spesifik penelitian sebelumnya dengan penelitian sekarang ini yaitu bahwa pada penelitian sebelumnya mengukur tingkat pendapatan usahatani melalui komparasi produk, status kontrak, tingkat konsumsi dan kontribusi kultur, sedangkan pada penelitian sekarang menitik beratkan pada kontribusi penggunaan input produksi optimum serta dampak biaya transaksi terhadap pendapatan usahatani melalui pendapatan dua produk jagung hibrida yaitu produk jagung pipilan kering dan beras jagung. Dari sisi biaya transaksi belum pernah ada penelitian sebelumnya yang mengambil lokasi di provinsi Gorontalo, serta belum pernah dilakukan untuk usahatani
jagung
hibrida
untuk
model
pendapatan
usahatani
dengan
mempertimbangkan berbagai variabel biaya transaksi yang secara aplikatif merupakan temuan variabel–variabel biaya transaksi terbaru dan belum pernah digunakan baik penelitian dalam negeri maupun luar negeri terdahulu. Penelitian yang dilakukan mengambil lokasi penelitian di wilayah sentra produksi jagung hibrida di provinsi Gorontalo yaitu kabupaten Gorontalo dan kabupaten Boalemo serta menggunakan responden petani jagung hibrida yang belum pernah diteliti sebelumnya, sedangkan penelitian yang dilakukan mengambil lokasi penelitian di luar kabupaten Gorontalo dan kabupaten Boalemo dan menggunakan responden petani jagung hibrida dan non hibrida di luar kabupaten Gorontalo, kabupaten Boalemo serta di luar provinsi Gorontalo.