BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Kejahatan sebagai fenomena sosial yang terjadi di muka bumi ini mungkin tidak ada habisnya, mengenai masalah ini dapat dilihat dari pemberitaan media masa seperti surat kabar dan majalah yang selalu memuat tentang terjadinya kejahatan. Masalah kejahatan dan kriminalitas akan selalu ada dan berkembang sesuai dengan peradaban zaman, baik itu dari segi kualitas maupun kwantitasnya. Dengan adanya kemajuan yang dicapai dalam bidang pembangunan ekonomi dan perkembangan tekhnologi, telah membawa suatu negara kepada kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya tetapi dengan adanya keadaan tersebut tidak berarti bahwa kejahatan akan hilang dengan sendirinya. Sebaliknya, kasus kejahatan semakin sering terjadi dan paling dominan adalah jenis kejahatan terhadap harta kekayaan, sebagai contohnya kejahatan yang dilakukan terhadap kawasan hutan. Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Hutan memiliki fungsi antara lain sebagai pengaturan tata air, pencegah banjir dan erosi, memelihara kesuburan tanah dan pelestarian lingkungan hidup. Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu hutan harus diurus dan dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi
1
kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Kejahatan yang terjadi dikawasan hutan salah satunya yaitu penebangan liar dan mengambil serta memiliki hasil hutan yang diambil atau dipungut secara tidak sah. Sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan daerah, maka pelaksanaan sebagian penanganan hutan yang bersifat operasional diserahkan kepada Pemerintah Daerah Tingkat Propinsi dan Tingkat Kabupaten/Kota, sedangkan penanganan hutan yang bersifat Nasional atau makro, wewenang pelaksanaannya dilaksanakan oleh pemerintah pusat. Agar pelaksanaan pengurusan hutan dapat mencapai tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, maka pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan pengawasan kehutanan. Masyarakat dan atau perseorangan berperan serta dalam pengawasan pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung sehingga masyarakat dapat mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan dan informasi kehutanan. Selain penyelenggaraan kehutanan juga diperlukan penyelenggaran perlindungan hutan dan konservasi alam yang bertujuan menjaga hutan, kawasan hutan dan lingkungannya, agar fungsi hutan lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi tercapai secara optimal dan lestari. Untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, maka pemerintah dalam hal ini dituntut untuk bekerja sama dengan pejabat kehutanan tertentu dalam lingkup instansi kehutanan dipusat dan daerah yang diberi kewenangan. Kepolisisan khusus yang disebut Polisi Kehutanan yang bekerjasama dengan instansi kehutanan lainnya yang dikenal dengan Perum Perhutani selaku Badan
2
Usaha Milik Negara (BUMN) berbasis sumberdaya hutan (SDH) yang mengemban amanah Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010, diberi tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan kegiatan pengelolaan hutan (hutan produksi dan hutan lindung) berdasarkan prinsip perusahaan dalam wilayah kerjanya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Perum Perhutani berperan menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan umum sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan dan kelestarian sumberdaya hutan, dengan menyelenggarakan usaha dibidang kehutanan berupa barang dan jasa guna menjamin keberlanjutan perusahaan dan memenuhi hajat hidup orang banyak. Frekuensi kejahatan pencurian kayu yang semakin meningkat tersebut tentunya menjadi tugas berat bagi aparat penegak hukum seperti halnya KPH Indramayu dan Polres Kabupaten Indramayu. Dampak pencurian kayu yang dilakukan oleh orang–orang yang tidak bertanggungjawab tersebut bagi negara menimbulkan dua kerugian besar yaitu berkurangnya penerimaan devisa negara dari sektor hutan dan tingginya biaya pemulihan yang harus dikeluarkan oleh negara terhadap kawasan hutan yang rusak. Kepolisian Kehutanan Indramayu beserta Kesatuan Pemangkuan Hutan Indramayu selaku salah satu satuan kerja Perum Perhutani di wilayah kabupaten Indramayu, bersama dengan stake holder terkait yang ada di wilayah kabupaten Indramayu, bahu membahu dan bersama-sama menciptakan situasi keamanan hutan yang kondusif agar tujuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal dapat dicapai sehingga dapat berperan serta menunjang pembangunan
3
nasional untuk kemakmuran hajat hidup orang banyak. Guna melaksanakan fungsi pengamanan tentunya harus ada sarana dan prasarana yang memadai, antara lain harus ada pasukan yang kuat dan memadai untuk mampu mengawasi seluruh wilayah kehutanan Indonesia terutama wilayah-wilayah yang rawan terjadi tindak kriminal serta SDM yang handal. Disamping itu pula perangkat hukum terutama peraturan perundang-undangan yang ada harus pula menjadi prioritas utama yang dapat memberi keleluasaan bertindak apabila para penegak hukum menemukan tindak kejahatan di hutan. Kerjasama antara instansi-instansi ini diharapkan dapat mengurangi atau bahkan memberantas habis segala macam tindak kejahatan kehutanan, terutama mengenai Tindak Pidana Pencurian Kayu yang semakin marak terjadi di wilayah Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang hal tersebut, oleh karena itu penulis mengambil judul skripsi tentang “STRATEGI KEPOLISIAN DAN PERUSAHAAN UMUM KEHUTANAN DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN KAYU (Study Kasus di Perum Perhutani KPH Indramayu)”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka untuk membatasi luasnya permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini, penulis merumuskan masalah-masalah sebagai berikut :
4
1. Apakah faktor dan kendala yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian kayu di wilayah Kabupaten Indramayu? 2. Bagaimanakah strategi Kepolisian dan Perusahaan Umum Kehutanan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kayu ?
C. Maksud dan Tujuan Penelitian Dalam penelitian yang dilakukan ini mengidentifikasikan pada maksud dan tujuan yang diharapkan yaitu : 1. Untuk mengetahui faktor–faktor dan kendala apa saja yang menyebabkan terjadinya tindak pidana pencurian kayu di wilayah Kabupaten Indramayu. 2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimanakah strategi atau upaya yang dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Perusahaan
Umum
Kehutanan
Negara
KPH
Indramayu
dalam
menanggulangi Tindak Pidana Pencurian Kayu.
D. Kegunaan Penelitian Penekanan yang dilakukan dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan kegunaan yang positif yaitu :
5
1. Kegunaan Teoretis a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan bagi pendalaman kajian serupa, sehubungan dengan fungsi penegak hukum sebagai sarana dalam penyelesaian sengketa serta pembaharuan masyarakat yang menyangkut perilaku masyarakat untuk mampu sepenuhnya memahami norma hukum yang berlaku guna membangun kesadaran hukum dan kepatuhan hukum masyarakat. b) Seacara teoretis penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan bidang hukum
khususnya
dalam
hukum
pidana
mengenai
strategi
penanggulangan tindak pidana pencurian kayu yang terjadi di Kabupaten Indramayu. 2. Kegunaan Praktis Pembuatan skripsi ini diharapkan dapat menambah wawasan pengetahuan bagi aparatur penegak hukum didalam bidang kehutanan dan bahan tambahan perpustakaan atau bahan informasi bagi segenap pihak mengenai strategi yang dilakukan oleh Kepolisisan Kehutanan dan Perum Perhutani yang berada di KPH Indramayu terkait dengan tindak pidana pencurian kayu.
6
E. Kerangka Pemikiran Banyaknya kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang tidak bertanggung jawab sudah semakin meluas dan bervariasi, bahkan sudah seperti menjadi sebuah budaya mulai dari kejahatan kecil hingga kejahatan besar. Kejahatan yang terjadi di kawasan hutan pastinya berdampak buruk bagi kehidupan makhluk hidup bahkan bagi masyarakat sekitar, kejahatan tersebut seperti mengambil hasil hutan secara tidak sah dan juga penebangan pohon yang tidak memiliki izin. Oleh karena itu merupakan suatu tindak pidana dan tentunya tidak boleh dilakukan. Perlu diperhatikan bahwa hal tersebut harus ditangani dengan sungguhsungguh oleh penegak hukum yang berwenang. Hukum pidana berfungsi, beroperasi atau dapat bekerja dan terwujud secara konkrit, maka penegakan hukum pidana pada umumnya melibatkan minimal tiga faktor yang saling terkait yaitu faktor perundang-undangan faktor aparat atau penegak hukum dan faktor kesadaran hukum.1 Pencurian diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, kriteria pencurian yaitu mengambil barang bukan miliknya tanpa izin atau sepengetahuan pemiliknya, sehingga dalam mengambil hasil hutan tanpa izin atau secara tidak sah maka termasuk suatu pencurian. Mengenai kehutanan secara khusus diatur dalam peraturan perundangundangan tersendiri juga diberikan aturan adanya pejabat kehutanan tertentu yang berada dibawah naungan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan preventif dan represif dibidang dan
1
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Prenada Media Group, Bandung, 2008, hlm.157.
7
lingkungan untuk menjamin terselenggaranya perlindungan hutan, yakni adalah Perum Perhutani. Perum Perhutani memiliki kewenangan yang terdiri dari: 1. Mengadakan patroli/perondaan didalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya; 2. Memeriksa surat-surat atau dokumen yang berkaitan dengan pengangkutan hasil hutan didalam kawasan hutan atau wilayah hukumnya; 3. Menerima laporan tentang telah terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; 4. Mencari keterangan dan barang bukti terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan; 5. Dalam hal tertangkap tangan, wajib menangkap tersangka untuk diserahkan kepada yang berwenang; 6. Membuat laporan dan menandatangani laporan tentang terjadinya tindak pidana yang menyangkut hutan, kawasan hutan dan hasil hutan. Pencurian kayu sering disebut dengan Illegal logging merupakan masalah yang kompleks bagi pembangunan kehutanan, namun menyadari arti pentingnya hutan bagi kelangsungan hidup umat manusia pada umumnya, maka mutlak hutan harus dilakukan upaya pelestarian hutan serta melindungi keberadaannya demi kelangsungan hidup umat manusia itu sendiri sehingga dapat mencegah aksi para pelaku illegal logging yang hanya mencari keuntungan pribadi semata.
8
Penaggulangan kejahatan secara hukum merupakan penyelenggaraan dan penegakan hukum pidana. Upaya penanggulangan secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yaitu pertama dengan cara penal (hukum pidana) yang lebih menitik beratkan pada sifat represif (penindakan), yaitu segala tindakan yang dilakukan aparat penegak hukum setelah terjadinya tindak kejahatan. Bentuk kegiatan yang dilakukan dalam upaya represif yaitu mengadakan tindakan tegas dan tuntas kepada pelaku kejahatan pencurian kayu dikawasan hutan Negara sesuai ketentuan yang berlaku serta bersama-sama dengan instansi terkait melakukan razia ditempat-tempat yang dimungkinkan dilalui oleh para pelaku dalam membawa barang hasil kejahatan. Kedua cara non penal lebih menitik beratkan pada sifat preventif (pencegahan).2 Ketiga cara preventif yaitu dengan cara melakukan penyuluhan-penyuluhan. Dalam prakteknya perbuatan pengambilan kayu di hutan negara tanpa izin adalah dapat dipidana karena dianggap sebagai perbuatan pidana pencurian sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Bagi masyarakat desa yang tempat tinggalnya dekat dengan kawasan hutan negara, disamping mereka bertani juga mereka memanfaatkan hutan negara tersebut untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang dihadapinya, misalnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari baik yang berkaitan dengan kebutuhan pangan, sandang, papan, maupun kebutuhan yang lainnya. Masyarakat dalam memanfaatkan hutan negara yang ada disekitarnya kurang terarah, diantaranya melakukan penebangan pohon secara liar tanpa mendapatkan izin dari instansi yang berwenang. Penebangan pohon dikawasan hutan negara yang dilakukan secara liar atau tanpa 2
Ibid, hlm. 42
9
ijin dari instansi yang berwenang dapat dikategorikan sebagai pencurian, sebagaimana diatur dalam Pasal 362 (KUHP). Dengan demikian secara sederhana dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan pilihan tentang apa yang ingin dicapai oleh organisasi dimasa depan (arah) dan bagaimana cara mencapai keadaan yang diinginkan tersebut (rute)”.
F. Metode Penelitian 1. Spesifikasi Penelitian Penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif analisis atau yaitu menggambarkan realitas sosial dari fakta-fakta yang diketemukan dalam strategi Kepolisian dan Perusahaan Umum Kehutanan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kayu. 2. Metode Pendekatan Metode pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitiann ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah suatu pendekatan yang menggunakan studi kepustakaan. Didalam pendekatan ini data dikumpulkan dengan cara membaca dan mengutip teori-teori peraturan perundang-undangan serta literatur-literatur yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas. Dapat juga dikatakana bahwa dalam pendekatan ini dilakukan dengan cara menganalisis ketentuan-ketentuan hukum yang berkenaan dengan strategi Kepolisian dan Perusahaan Umum Kehutanan KPH Indramayu dalam
10
menanggulangi tindak pidana pencurian kayu. Sedangkan pendekatan yuridis empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dan kenyataan, baik berupa penilaian, perilaku, dan sikap yang terkait dengan strategi Kepolisian dan Perusahaan Umum Kehutanan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kayu. 3. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi penggunaan data sebagai berikut : a. Data primer Data Primer yaitu data yang diperoleh dari studi lapangan. Data primer
dalam
penulisan
interview/wawancara
ini
diperoleh
dengan
cara
terhadap pihak Kepolisian Kehutanan
Indramayu, Perum Perhutani, KPH Indramayu dan Dosen Fakultas Hukum Unsawagati terkait dengan strategi Kepolisian dan Perusahaan Umum Kehutanan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kayu. Banyak hal yang dapat dikaji melalui strategi penanganan tindak pidana pencurian kayu tersebut, mengingat permasalahan mengenai tindak pidana pencurian kayu telah menjadi persoalan yang sangat mengancam kelangsungan hidup bagi masyarakat dengan tercemarnya lingkungan yang mereka tinggali serta mengancam kelangsungan hidup ekosistem sumber daya alam yang ada di bumi ini khususnya di wilayah pegunungan atau khususnya kehutanan. 11
b. Data Sekunder Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan cara melakukan study dokumen dan study literatur dalam mempelajari hal-hal yang bersifat teoritis, konsepkonsep, pandangan-pandangan, doktrin hukum serta isi kaedah hukum yang menyangkut strategi Kepolisian dan Perusahaan Umum Kehutanan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kayu. Jenis data sekunder dalam penulisan ini terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. 1) Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP); 2. Kitab
Undang-Undang
Hukum
Acara
Pidana
(KUHAP); 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya; 4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup; 5. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; jo. Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
12
Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi undang-undang; 6. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; 7. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan 2) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum perimer yaitu : karya tulis dari para sarjana; hasil-hasil penelitian dari kalangan hukum;
peraturan
pelaksanaan
undang-undang;
dan
sebagainya. 3) Bahan hukum tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yang terdiri dari kamus, dan sebagainya. 4. Teknik Pengumpulan Data Lazimnya suatu penelitian maka dalam penelitian ini digunakan teknikteknik pengumpulan data dengan harapan mampu diperoleh data yang benar-benar valid dan untuk itu digunakan teknik-teknik dalam hal pengumpulan datanya melalui :
13
a. Studi Kepustakaan Melalui mempelajari data sekunder yang berupa bahan-bahan pustaka, peraturan ketentuan-ketentuan hukum yang berhubungan dengan permasalahan dan/atau materi pembahasan yaitu strategi Kepolisian dan Perusahaan Umum Kehutanan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kayu. Penelitian kepustakaan bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi yang tersedia, yang kemudian dijadikan pondasi dasar dan alat utama dalam penelitian. b. Observasi Dilakukan untuk memperoleh data primer, yaitu dengan cara mengadakan wawancara (interview) yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan mengajukan sejumlah pertanyaan lisan untuk dijawab secara lisan juga, dan mengajukan pertanyaan kuisioner (daftar pertanyaan) yang dilakukan langsung dengan bertatap muka terhadap pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan strategi Kepolisian dan Perusahaan Umum Kehutanan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kayu.
G. Lokasi Penelitian Penelitian ini memilih lokasi di KPH Indramayu dengan asumsi bahwa strategi Kepolisian dan Perusahaan Umum Kehutanan dalam menanggulangi tindak pidana pencurian kayu tersebut memiliki aspek yuridis yang berpengaruh
14
bagi kelangsungan hidup masyarakat yakni mengenai lingkungan yang mereka tinggali serta kelangsungan hidup ekosistem sumber daya alam yang ada di bumi ini khususnya di wilayah kehutanan.
H. Sistematika Penulisan Agar penyusunan skripsi ini lebih terarah dan mudah dipahami maka penulisan ini dibagi menjadi beberapa sub bab yang akan penulis awali terlebih dahulu dengan : Bab I
Pendahuluan, dalam bab ini dikemukakan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, maksud dan tujuan, kegunaan penelitian,
kerangka
pemikiran,
metode
penelitian,
lokasi
penelitian, stematika pertanggungjawaban penulisan. Bab II
Membahas mengenai pengertian tindak pidana, pengertian hukum dan perbuatan pidana, unsur-unsur perbuatan pidana khususnya pencurian jika dikaitkan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 362, pengertian strategi, tinjauan umum tentang hutan, perbuatan pidana dibidang kehutanan, faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan dan ruang lingkup kejahatan dan perubahan pola kejahatan..
Bab III
Merupakan kondisi umum dari hutan yang ada di wilayah Kabupaten Indramayu dan tanggapan masyarakat tentang program pengamanan hutan.
15
Bab IV
Merupakan inti dari persoalan yang akan dibahas sebagai pokok permasalahan yakni mengenai faktor-faktor penyebab terjadinya pencurian kayu, kendala-kendala yang dihadapi dalam penegakan hukum
dibidang
kehutanan
dan
bagaimana
upaya-upaya
penanggulangan pencurian kayu yang terjadi di wilayah Kabupaten Indramayu. Bab V
Kesimpulan dan saran
16