BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Keberadaan guru bagi suatu bangsa amatlah penting, apalagi bagi suatu bangsa yang sedang membangun, terlebih lagi keberlangsungan hidup bangsa ditengah-tengah lintasan perjalanan zaman dengan teknologi yang kian canggih dan segala perbuatan serta pergeseran nilai yang cenderung memberi nuansa kepada kehidupan yang menuntut ilmu dan seni dalam kadar dinamika untuk dapat mengadaptasikan diri.1 Dalam hal ini guru sebagai komponen yang sangat menentukan didalam proses peningkatan kecerdasan bangsa. Guru mempunyai fungsi, peran dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional khususnya dalam bidang pendidikan, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia serta mengusai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan beradap berdasarkan pancasila dan UUD ’45. Maka guru di sini dituntut untuk benar-benar menjadi seorang guru yang profesional sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal.2 Ada tiga persyaratan pokok menjadi tenaga profesional dibidang keguruan. Pertama, memiliki ilmu 1 2
Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), 7. Ibid., 15.
1
2
pengetahuan dibidang yang diajarkan sesuai dengan kualifikasi dimana dia mengajar. Kedua, memiliki pengetahuan dan ketrampilan dibidang keguruan, dan ketiga, memiliki moral akademik.3 Adapun upaya untuk menjamin mutu guru agar tetap memenuhi standar kompetensi, diperlukan adanya suatu mekanisme yang memadai. Penjaminan mutu guru ini perlu dikembangkan berdasarkan pengkajian yang komprehensif dan empirik, yaitu melalui sistem sertifikasi.4 Sedangkan pengertian sertifikasi itu sendiri adalah proses pemberian sertifikat untuk guru profesional. Sertifikat tersebut akan diperoleh guru melalui serangkaian penilaian yang dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK) yang ditunjuk oleh pemerintah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 18 tahun 2007, sertifikasi dilakukan dengan bentuk portofolio. Dalam Permendiknas disebutkan bahwa portofolio guru memuat sepuluh komponen yang akan mendapatkan penilaian dari tim penilai portofolio.5 Salah satu dari kesepuluh komponen portofolio yaitu komponen yang kedua adalah keikutsertaannya dalam pendidikan dan pelatihan untuk mengembangkan kualitas diri. Sesuai dengan komponen ini, seorang tenaga pendidik dituntut tidak stagnan (diam ditempat) dan puas dengan kualitas dirinya sendiri. Seorang tenaga kependidikan harus mengikuti perkembangan
3
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia (Jakarta: Prenada Media, 2001), 76. 4 E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 34. 5 Endah Susilowati, Seminar Untuk Meningkatkan Kualitas atau Sertifikasi? (Pesona Maulid Uswah Menuju Rahmah). Mimbar 258, Maret, 2008, hal 40.
3
dunia pendidikan, karena salah satu fungsi pendidikan adalah sebagai agen transfer budaya. Perkembangan teknologi di segala bidang akan berdampak secara langsung pada perkembangan dunia pendidikan. Kepedulian tenaga pendidik pada kualitas diri ditunjukkan dari keikutsertaannya dalam pendidikan dan latihan profesi kependidikan. Selain itu respon para tenaga kependidikan
terhadap
forum
ilmiah
seperti
seminar/workshop/diklat
menunjukkan adanya kesadaran meningkatkan kualitas diri yang baik.6 Hal ini merupakan salah satu contoh motivasi seorang guru dalam mencapai tujuannya yaitu untuk menjadi guru yang profesional dan mendapatkan pengakuan berupa sertifikat. Jadi dalam mencapai sesuatu hal itu sangatlah diperlukan motivasi untuk mendukung dalam mencapainya. Mengingat motivasi seorang guru untuk menjadi guru profesional itu sangatlah penting, maka peneliti ingin mengetahui apakah sertifikasi guru tersebut mempengaruhi motivasi sebagai guru profesional untuk menjadi lebih profesional lagi dalam bidangnya. Berawal dari latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP MOTIVASI SEBAGAI GURU PROFESIONAL DI KABUPATEN PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2006/2007”.
6
Ibid., 40.
4
B. Batasan Masalah Berdasarkan dari latar belakang di atas maka peneliti membuat batasan masalah dengan tujuan agar pokok bahasan yang akan dibahas dalam penelitian ini tidak melebar ke mana-mana. Adapun batasan masalah dalam skripsi yang peneliti kerjakan adalah tentang sertifikasi. Sedangkan pengertian sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat untuk guru profesional. Sertifikat tersebut akan diperoleh guru melalui serangkaian penilaian yang dilakukan oleh Lembaga Pendidikan Tinggi Keguruan (LPTK) yang ditunjuk oleh pemerintah. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 18 tahun 2007, sertifikasi tersebut dilakukan dengan bentuk portofolio.
C. Rumusan Masalah Berdasarkan dari latar belakang dan batasan masalah di atas maka untuk memperoleh jawaban yang konkrit dan sasaran yang tepat diperlukan adanya perumusan masalah yang jelas dan spesifik. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah hasil sertifikasi guru di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007? 2. Bagaimanakah motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007? 3. Apakah ada pengaruh antara sertifikasi guru dengan motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007?
5
D. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui bagaimanakah hasil sertifikasi guru di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007? 2. Untuk mengetahui bagaimanakah motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007? 3. Untuk mengetahui adakah pengaruh yang signifikan antara sertifikasi guru terhadap motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007?
E. Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian ini diharapkan dapat memiliki kegunaan baik secara teoritis maupun praktis, diantaranya: 1. Secara teoritis Kajian dalam skripsi ini diharapkan dapat memberikan kontribusi keilmuan untuk menghadapi perkembangan zaman khususnya di bidang kependidikan yaitu upaya pemerintah dalam meningkatkan kualitas tenaga kependidikan secara nasional dengan melalui program sertifikasi guru. 2. Secara praktis a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk lebih meningkatkan kompetensi seorang pendidik yang harus dimiliki dan dikuasai guru dalam tugasnya sebagai tenaga pendidik.
6
b. Bagi peneliti, sebagai tambahan wawasan pengetahuan yang berkaitan dengan dunia pendidikan pada umumnya dan khususnya mengenai seluk-beluk tentang diadakannya sertifikasi guru.
F. Sistematika Pembahasan Untuk memudahkan memahami apa yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka kami perlu kemukakan sistematika pembahasan dari penelitian ini, meliputi: BAB I
: Pada bab ini peneliti mengemukakan masalah-masalah yang meliputi latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika pembahasan.
BAB II
: Pada bab ini peneliti menguraikan tentang deskripsi teori atau tela’ah pustaka yang akan dikaji dalam penelitian ini yang meliputi pengertian
sertifikasi
guru,
siapa
yang
berhak
sebagai
penyelenggara sertifikasi guru, tujuan sertifikasi guru, persyaratan peserta sertifikasi guru, prosedur pelaksanaan sertifikasi guru serta kegiatan-kegiatan guru selama proses sertifikasi guru. Di sini juga dibahas tentang motivasi meliputi; pengertian motivasi, fungsi motivasi, macam-macam motivasi dan peneliti juga membahas tentang pengertian guru profesional, syarat guru dikatakan sebagai guru yang profesional, ciri-ciri guru profesional dan kewajiban keprofesionalan seorang guru. Selanjutnya peneliti juga membahas
7
yang menjadi landasan teori yang digunakan dalam skripsi ini yaitu pengaruh sertifikasi guru terhadap motivasi sebagai guru profesional. Selain itu di sini juga dibahas bagaimana kerangka berfikir sekaligus hipotesis penelitian tentang pengaruh sertifikasi guru terhadap motivasi guru di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007. BAB III : Pada bab ini diuraikan tentang metode penelitian yang meliputi rancangan penelitian, populasi, sampel, dan responden, instrumen pengumpulan
data,
teknik
pengumpulan
data
dan
teknik
menganalisa data. BAB IV : Pada bab ini peneliti menguraikan laporan hasil penelitian yang meliputi data umum, data khusus, analisa data (pengujian hipotesis), pembahasan dan interpretasi dari hasil analisis yang telah dilakukan. BAB V : Pada bab ini menguraikan hasil kesimpulan dari analisa data dan saran-saran.
8
BAB II PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP MOTIVASI SEBAGAI GURU PROFESIONAL DI KABUPATEN PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2006/2007
A. Sertifikasi Guru 1. Pengertian Sertifikasi Guru Istilah sertifikasi dalam makna kamus berarti surat keterangan (sertifikasi) dari lembaga berwenang yang diberikan kepada jenis profesi dan sekaligus pernyataan (lisensi) terhadap kelayakan profesi untuk melaksanakan tugas.7 Sedangkan sertifikasi secara yuridis menurut ketentuan Pasal 1 ayat (11) UUGD adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen. Adapun berkaitan dengan sertifikasi guru, dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (7), bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru.8 Jadi dari pengertian di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru dan dosen sebagai bukti formal atau pengakuan yang diberikan kepada guru dan dosen atas kelayakannya sebagai tenaga profesional. 2. Penyelenggara Sertifikasi Guru Lembaga penyelenggara sertifikasi telah diatur oleh UU 14 Tahun 2005, pasal 11 (ayat 2) yaitu; Perguruan tinggi yang memiliki program 7
Trianto & Titik Triwulan Tutik, Sertifikasi Guru dan Upaya Peningkatan Kualifikasi, Kompetensi & Kesejahteraan (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), 11. 8 Ibid., 11-12.
8
9
pengadaan tenaga kerja kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh pemerintah. Maksudnya penyelenggaraan dilakukan oleh perguruan tinggi yang memiliki fakultas keguruan, seperti FKIP dan Fakultas Tarbiyah UIN, IAIN, STAIN, STAIS yang telah terakreditasi oleh Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia dan ditetapkan oleh pemerintah.9 Pelaksanaan sertifikasi diatur oleh penyelenggara, yaitu kerjasama antara Dinas Pendidikan Nasional Daerah atau Departemen Agama Propinsi dengan Perguruan Tinggi yang ditunjuk. Kemudian pendanaan sertifikasi
ditanggung
oleh
pemerintah
dan
pemerintah
daerah,
sebagaimana UU 14 Tahun 2005, pasal 13 (ayat 1) yaitu Pemerintah dan pemerintah daerah wajib menyediakan anggaran untuk peningkatkan kualifikasi akademik dan sertifikasi pendidik bagi guru dalam jabatan yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan masyarakat.10 Maka dapat disimpulkan bahwa menurut UU 14 Tahun 2005 pasal 11 ayat 2, tidak semua lembaga pendidikan yang ada itu dapat menyelenggarakan sertifikasi. Akan tetapi hanya lembaga-lembaga pendidikan yang mempunyai Fakultas Keguruan, Fakultas Tarbiyah dan yang tentunya sudah terakreditasilah yang dapat menyelenggarakan sertifikasi. Selain itu juga lembaga tersebut telah dipilih dan dipercaya
9
Drs. H. Martinis Yamin, M.Pd., Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia (Jakarta: Gaung Persada Press, 2006), 3. 10 Ibid., 3.
10
oleh pemerintah untuk dapat menyelenggarakan sertifikasi di lembaga tersebut. 3. Tujuan Sertifikasi Guru Menurut Wibowo (2004), mengungkapkan bahwa sertifikasi bertujuan untuk hal-hal sebagai berikut:11 a. Melindungi profesi pendidik dan tenaga kependidikan. b. Melindungi masyarakat dari praktik-parktik yang tidak kompeten, sehingga merusak citra pendidik dan tenaga kependidikan. c. Membantu dan melindungi lembaga penyelenggara pendidikan, dengan menyediakan rambu-rambu dan instrument untuk melakukan seleksi terhadap pelamar yang kompeten. d. Membangun citra masyarakat terhadap profesi pendidik dan tenaga kependidikan. e. Memberikan solusi dalam rangka meningkatkan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. 4. Persyaratan Peserta Sertifikasi Guru Mengacu pada Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007, persyaratan utama peserta sertifikasi bagi guru dalam jabatan adalah guru yang telah memiliki kualifikasi akademik sarjana (S-1) atau diploma empat (D-4). Selain itu peserta sertifikasi tiap tahun dibatasi oleh kuota dan jumlah guru yang memenuhi persyaratan kualifikasi akademik lebih besar daripada kuota, maka Dinas Pendidikan Provinsi atau Dinas Pendidikan 11
E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), 35.
11
Kabupaten/Kota
dalam
menetapkan
peserta
sertifikasi
juga
mempertimbangkan kriteria:12 a. Masa kerja/pengalaman mengajar, b. Usia, c. Pangkat/golongan (bagi PNS), d. Beban mengajar, e. Jabatan/tugas tambahan, dan f. Prestasi kerja. Penetapan calon peserta sertifikasi guru dalam jabatan ini dilakukan secara transparan, yang dibuktikan dengan pengumuman secara terbuka oleh Dinas Pendidikan Provinsi atau Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Dengan cara demikian, publik akan mengetahui siapasiapa yang berkesempatan mengikuti sertifikasi pada tahun tertentu, dan siapa-siapa yang berkesempatan mengikuti sertifikasi pada tahun berikutnya. 5. Prosedur Pelaksanaan Sertifikasi Guru Mengenai prosedur pelaksanaan sertifikasi pada masa sekarang, seorang guru yang ingin menjadi guru yang bersertifikat pendidik (profesional) harus mengikuti program pendidikan profesi guru dan uji kompetensi. Untuk dapat mengikuti pendidikan profesi guru, ia dipersyaratkan memiliki ijazah S-1, baik S-1 Kependidikan maupun S-1 Nonkependidikan dan lulus tes seleksi yang dilakukan oleh LPTK
12
Ibid., 23-24.
12
penyelenggara. Setelah menempuh dan lulus pendidikan profesi, barulah ia mengikuti uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik dalam program sertifikasi calon guru. Jika ia dinyatakan lulus sertifikasi, ia berhak menyandang “guru pemula yang bersertifikat profesi”.13 Sedangkan untuk pelaksanaan sertifikasi pada saat ini adalah dilakukan kepada guru di sekolah (diistilahkan guru dalam jabatan) ada yang berijazah S-1/D-4, ada pula yang belum berijazah S-1/D-4. Bagi yang berijazah S-1/D-4 dan ingin memperoleh sertifikat pendidik, ia dapat mengajukan ke Depdiknas Kabupaten/Kota setempat untuk diseleksi. Jika hasilnya bagus atau memenuhi syarat, ia dapat diikutkan dalam uji sertifikasi yang diselenggarakan oleh LPTK yang ditunjuk. Setelah mengikuti berbagai jenis tes dan dinyatakan lulus, ia memperoleh sertifikat pendidik dan mendapatkan tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok dari pemerintah.14 Dalam rangka sertifikasi guru dalam jabatan, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 18 Tahun 2007 menyatakan bahwa sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi untuk memperoleh sertifikat pendidik. Uji kompetensi tersebut dilakukan dalam bentuk penilaian portofolio, yang merupakan pengakuan atas pengalaman profesional guru
13
Masnur Muslich, Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 9. 14 Ibid., 9.
13
dalam bentuk penilaian terhadap kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru.15 Komponen penilaian portofolio mencakup:16 a. Kualifikasi akademik, b. Pendidikan dan pelatihan, c. Pengalaman mengajar, d. Perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, e. Penilaian dari atasan dan pengawas, f. Prestasi akademik, g. Karya pengembangan profesi, h. Keikutsertaan dalam forum ilmiah, i. Pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan j. Penghargaan yang relevan dengan kependidikan. Adapun penilaian portofolio peserta sertifikasi guru dilakukan oleh LPTK penyelenggara sertifikasi guru dalam bentuk Rayon yang terdiri atas LPTK Induk dan LPTK Mitra dikoordinasikan oleh Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG). Unsur KSG terdiri atas LPTK, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen DIKTI), dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pendidikan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Ditjen PMPTK). Secara umum prosedur pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan disajikan pada gambar sebagai berikut:17
15
Ibid., 21. Ibid., 21. 17 Ibid., 22. 16
14
SERTIFIKA T PENDIDIK
Lulus
PENIL AIAN PORTO
GURU DALAM JABATAN
Tidak Lulus
KEGIATAN MELENGKAPI PORTOFOLIO DIKLAT PROFESI GURU
PELAKS ANAAN DIKLAT
UJIA N
Lulus
Tidak Lulus
DINAS PENDID IKAN
Tidak Lulus
UJIA N ULAN
Lulus
Berdasarkan gambar di atas, prosedur sertifikasi bagi guru dalam jabatan dapat dijelaskan sebagai berikut:18 a. Guru peserta sertifikasi, menyusun dokumen portofolio dengan mengacu pada Panduan Perangkat Sertifikasi Bagi Guru Dalam Jabatan. b. Dokumen portofolio yang telah disusun, diserahkan kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota untuk diteruskan kepada LPTK Induk untuk dinilai oleh asesor di rayon tersebut.
18
Ibid., 22-23.
15
c. Hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi, bila mencapai skor minimal kelulusan dan dinyatakan lulus akan memperoleh sertifikat pendidik. d. Hasil penilaian portofolio peserta sertifikasi yang belum mencapai skor minimal kelulusan, Rayon LPTK akan merekomendasikan kepada peserta dengan alternatif sebagai berikut: 1) Melakukan kegiatan untuk melengkapi kekurangan dokumen portofolio. 2) Mengikuti Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru (Diklat Profesi Guru atau DPG) yang diakhiri dengan ujian. 3) Materi DPG mencakup 4 (empat) kompetensi, yakni kepribadian, pedagogik, profesional dan sosial. e. Pelaksanaan
DPG
diatur
oleh
LPTK
penyelenggara
dengan
memperhatikan skor hasil penilaian portofolio dan rambu-rambu yang ditetapkan oleh KSG. 1) Peserta DPG yang lulus ujian, akan memperoleh sertifikat pendidik. 2) Peserta yang tidak lulus diberi kesempatan mengikuti ujian ulang sebanyak dua kali, dengan tenggang waktu sekurang-kurangnya dua minggu. Apabila tidak lulus peserta diserahkan kembali ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
16
f. Untuk menjamin standarisasi prosedur dan mutu lulusan maka ramburambu mekanisme, materi dan sistem ujian DPG dikembangkan oleh Konsorsium Sertifikasi Guru (KSG). Dari gambar di atas beserta keterangannya maka dapat disimpulkan bahwa hasil penilaian portofolio menunjukkan bahwa dokumen portofolio guru tidak semuanya dapat memenuhi ambang batas minimal kelulusan sehingga sebagian guru yang dinyatakan tidak lulus sertifikasi ada yang rekomendasikan untuk melengkapi lembar portofolionya dan ada juga yang direkomendasikan untuk mengikuti diklat profesi guru yang akan diakhiri dengan ujian teori dan ujian praktek. Bagi guru yang belum berhasil lulus pada ujian pertama akan diberikan kesempatan ujian ulang dua kali yang waktunya ditentukan setelah pelaksanaan diklat. Sedangkan bagi guru yang lulus diklat akan langsung diusulkan memperoleh sertifikat pendidik sebagaimana peserta sertifikasi yang lulus melalui seleksi dokumen portofolio. 6. Kegiatan Guru dalam Proses Sertifikasi Guru Adapun aktivitas (calon) peserta dalam proses sertifikasi meliputi mengikuti sosialisasi pelaksanaan sertifikasi guru, mengisi formulir pendaftaran dan biodata, menyusun dokumen portofolio, dan menyerahkan dokumen kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Secara keseluruhan, aktivitas guru peserta sertifikasi dapat dilihat pada gambar dibawah ini:19
19
Ibid., 24-25.
17
Guru (Calon Peserta Sertifikasi)
Sosialisasi Sertifikasi
Daftar Urut Peserta Sertifikasi Masuk Daftar Peserta
Mendapat (1) No. Peserta, (2) Instrumen Portofolio, (3) Format A1 dan Format A2
Isi format A1 dan format A2. Menyusun portofolio, dan Melengkapi syarat lain.
Menyerahkan ke Dinas Pendidikan Kab/Kota
Pengumuman Hasil Penilaian
SERTIFIKAT PENDIDIK
Lulus
DIKLAT PROFESI GURU Tidak Lulus
Pelaksanaan Diklat
Ujian Lulus Tidak Lulus
Ujian Ulang 2x
Melakukan Kegiatan Untuk Melengkapi Portofolio
Tidak Lulus
DINAS PENDIDIKAN KAB/KOTA
Lulus
18
Penjelasan gambar aktivitas peserta sertifikasi adalah sebagai berikut:20 No.
Aktivitas Peserta Sertifikasi
1.
Mengikuti sosialisasi sertifikasi guru yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota, dengan materi meliputi: a. Prosedur dan tata cara pendaftaran; b. Prosedur dan tata cara sertifikasi guru dalam jabatan; c. Peranan lembaga-lembaga terkait (Dinas Pendidikan Provinsi, Kabupaten/Kota, LPTK Penyelenggara); d. Syarat mengikuti sertifikasi; e. Prosedur penyusunan dokumen portofolio dan penjelasan tentang rubrik portofolio; f. Jadwal penyerahan dokumen portofolio.
2.
Mempelajari berbagai persyaratan peserta sertifikasi yang meliputi; a. Kualifikasi akademik minimal berijazah S-1 atau D-4, b. Guru tetap di sekolah yang dibuktikan dengan Surat Keputusan (SK) pengangkatan dari lembaga yang berwenang, c. Persyaratan lain yang ditetapkan oleh pemerintah.
3.
Peserta sertifikasi memperoleh: a. Nomor peserta, b. Panduan penyusunan perangkat portofolio, c. Format
A1
dan
Kabupaten/Kota.
20
Ibid., 26-27.
Format
A2
dari
Dinas
Pendidikan
19
4.
Peserta mengisi format A1, Format A2, menyiapkan pas foto terbaru (6 bulan terakhir) berukuran 3 x 4 (berwarna) sebanyak 4 lembar, dan menyusun dokumen portofolio 2 (dua) eksemplar, kemudian menyerahkan ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Di belakang setiap foto dituliskan nama dan nomor peserta. Pengisian Format A1 berpedoman pada Panduan Pengisian Formulir Pendaftaran Peserta Sertifikasi Guru Tahun 2007.
7.
Peserta menunggu hasil penilaian portofolio.
8.
Peserta yang lulus memperoleh Sertifikat Pendidik.
9.
Peserta
yang
tidak
lulus
direkomendasikan
oleh
LPTK
penyelenggara sertifikasi sebagai berikut: a. Melakukan berbagai kegiatan untuk melengkapi dokumen portofolio. b. Mengikuti Diklat Profesi Guru di LPTK penyelenggara sertifikasi
dan
diakhiri
dengan
uji
kompetensi
yang
pelaksanaannya difasilitasi oleh Dinas Pendidikan Provinsi dan/atau Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. c. Peserta yang tidak lulus diberi kesempatan mengikuti ujian ulang sebanyak dua kali, dengan tenggang waktu sekurangkurangnya dua minggu. Apabila tidak lulus peserta diserahkan kembali ke Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.
20
B. Motivasi Sebagai Guru Profesional 1. Motivasi a. Pengertian Motivasi Menurut Mc. Donald, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya feeling dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.21 Dari pengertian yang dikemukakan di atas mengandung 3 elemen penting, diantaranya:22 1) Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada diri setiap individu manusia. 2) Motivasi
ditandai
dengan
munculnya
rasa/feeling,
afektif
seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalanpersoalan kejiwaan, afeksi dan emosi yang dapat menentukan tingkah laku manusia. 3) Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi dalam hal ini sebenarnya merupakan respon dari suatu aksi, yakni tujuan. b. Fungsi Motivasi Adapun beberapa fungsi dari motivasi adalah sebagai berikut:23 1) Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang dilepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.
21 Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001), 72. 22 Ibid., 72. 23 Ibid., 75.
21
2) Menentukan arah perbuatan, yakni kearah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dalam memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuannya. 3) Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. c. Macam-Macam Motivasi Adapun macam-macam motivasi di sini dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu: 1) Motivasi Intrinsik Adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seseorang yang senang membaca, tidak usah ada yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin mencari buku-buku untuk dibacanya.24 Jadi, yang dimaksud dengan motivasi intrinsik di sini adalah keinginan untuk mencapai tujuan yang diinginkannya dikarenakan dorongan dari dalam dirinya sendiri, misalnya; seorang siswa itu melakukan belajar, karena betul-betul ingin
24
Ibid., 87.
22
mendapat pengetahuan, nilai atau ketrampilan agar dapat berubah tingkah lakunya secara konstruktif, tidak karena tujuan yang lain. 2) Motivasi Ekstrinsik Adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh seseorang itu belajar, karena tahu besok paginya akan ada ujian dengan harapan mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya, atau temannya.25 Jadi yang dipentingkan dalam motivasi ekstrinsik bukan karena belajar ingin mencari atau mengetahui sesuatu, tetapi semata-mata ingin mendapatkan nilai yang baik, atau agar mendapatkan hadiah. 2. Guru Profesional a. Pengertian Guru Profesional Kata profesional berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.26 Profesionalisme merupakan motivasi instrinsik sebagai pendorong untuk mengembangkan dirinya ke arah perwujudan profesional. 25 26
1997),
Ibid., 88-89. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya,
23
Dalam buku lain istilah “professional” (profesional) aslinya adalah kata sifat, profession (pekerjaan) yang berarti sangat mampu melaksanakan pekerjaannya. Maka pengertian guru profesional adalah guru yang melaksanakan tugas keguruannya dengan kemampuan tinggi (profesiensi) sebagai sumber kehidupan.27 Guru yang profesional adalah guru yang mampu menggunakan seperangkat fungsi dan tugas keguruan dalam lapangan pendidikan berdasarkan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan khusus
di
bidang
pekerjaan
yang
mampu
mengembangkan
kekaryaannya itu secara ilmiah disamping menekuni profesinya selama hidupnya. Mereka itu adalah para guru yang memiliki kompetensi kependidikan berkat pendidikan dan latihan di lembaga pendidikan keguruan dalam jangka waktu tertentu, tidak hanya itu guru yang profesional adalah guru yang memiliki kecakapan dalam manajemen kelas dalam rangka proses pembelajaran yang efektif dan efisien.28 Dengan bertitik tolak pada pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal, atau dengan kata lain guru profesional adalah
27 Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Bandung: PT. Rosdakarya, 1997), 229. 28 M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum) (Jakarta: Bumi Perkasa, 1991), 106.
24
orang yang sudah terdidik dan terlatih dengan baik serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya. b. Syarat Menjadi Guru Profesional Seorang guru profesional haruslah memiliki persyaratan, yang meliputi;29 1) Memiliki bakat sebagai guru. 2) Memiliki keahlian sebagai guru. 3) Memiliki keahlian yang baik dan integritas. 4) Memiliki mental yang sehat. 5) Berbadan sehat. 6) Memiliki pengalaman dan pengetahuan yang luas. 7) Guru adalah manusia yang berjiwa pancasila. 8) Guru adalah seorang warga negara yang baik c. Ciri-Ciri Guru Profesional Sebagai
guru
profesional,
guru
bukan
saja
dituntut
melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan
dan
kemampuan
profesional.
Dalam
diskusi
pengembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan, yang diselenggarakan oleh PPS IKIP Bandung tahun 1990 dirumuskan 8 ciri suatu profesi, yaitu; (1) Memiliki fungsi yang signifikan sosial, (2) Memiliki keahlian/ketrampilan tertentu, (3) Keahlian/ketrampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah, (4) Aplikasi 29
Martinis Yamin, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia (Jakarta: Gaung Persada Press, 2006), 24.
25
dan sosialisasi nilai profesional, (5) Memiliki kode etik, (6) Kebebasan untuk memberikan jugdment dalam memecahkan masalah dalam lingkungan kerjanya, (7) Memiliki tanggungjawab profesional dan otonomi, dan (8) Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya.30 Jika ciri-ciri profesional tersebut di atas ditunjukkan untuk profesi pada umumnya, maka khusus untuk profesi seorang guru menurut Abudin Nata dalam bukunya yang berjudul “Manajemen Pendidikan” menunjukkan tiga ciri profesional seorang guru yaitu sebagai berikut:31 Pertama, seorang guru yang profesional harus mengusai bidang ilmu pengetahuan yang akan diajarkannya dengan baik. Ia benar-benar seorang ahli dalam bidang ilmu yang diajarkannya. Selanjutnya karena pengetahuan bidang apapun selalu mengalami perkembangan, maka seorang
guru
juga
harus
terus
menerus
meningkatkan
dan
mengembangkan ilmu yang diajarkannya sehingga tidak ketinggalan zaman. Untuk dapat melakukan peningkatan dan pengembangan ilmu yang diajarkannya itu, seorang guru harus secara terus-menerus melakukan penelitian dengan menggunakan berbagai macam metode. Siswa ditarik minat dan perhatiannya pada bahan-bahan pengetahuan yang baru bagi mereka. Bila tidak mereka tidak akan tertarik pada bahan pelajaran. Dalam ajaran Islam dapat prinsip 30
Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997), 191. 31 Abudin Nata, Manajemen Pendidikan (Jakarta: Renata Media, 2003), 142-143.
26
kebaharuan dan belajar baik tentang fenomena-fenomena alamiah maupun fenomena yang terdapat dalam diri mereka sendiri seperti studi tentang alam sekitar yang mengandung ilmu-ilmu baru. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat Al-Fushshilat ayat 53:
öΝs9uρr& 3 ‘,ptø:$# çµ‾Ρr& öΝßγs9 t¨t7oKtƒ 4®Lym öΝÍκŦà Ρr& þ’Îûuρ É−$sùFψ$# ’Îû $uΖÏF≈tƒ#u óΟÎγƒÎã∴y™ ∩∈⊂∪ Íκy− &óx« Èe≅ä. 4’n?tã …çµ‾Ρr& y7În/tÎ/ É#õ3tƒ Artinya: Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kebesaran) Kami di segenap penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Tidak cukupkah (bagi kamu) bahwa Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?32 (QS. Al-Fushshilat: 53). Kedua, seorang guru yang profesional harus memiliki kemampuan menyampaikan atau mengajarkan ilmu yang dimilikinya (transfer of knowledge) kepada murid-muridnya secara efektif dan efisien. Untuk itu seorang guru harus memiliki ilmu keguruan. Sehingga dapat menjalankan metode dan strategi dalam pembelajaran. Strategi pendidikan yang dipakai dalam pengajaran agama Islam lebih banyak ditekankan pada suatu model pengajaran “seruan” atau “ajakan” sebagaimana terkandung dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125:
32
483.
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah (Jakarta: Al-Huda, 2002),
27
}‘Ïδ ÉL©9$$Î/ Οßγø9ω≈y_uρ ( ÏπuΖ|¡ptø:$# ÏπsàÏãöθyϑø9$#uρ Ïπyϑõ3Ïtø:$$Î/ y7În/u‘ È≅‹Î6y™ 4’n<Î) äí÷Š$# ÞΟn=ôãr& uθèδuρ ( Ï&Î#‹Î6y™ tã ¨≅|Ê yϑÎ/ ÞΟn=ôãr& uθèδ y7−/u‘ ¨βÎ) 4 ß|¡ômr& ∩⊇⊄∈∪ tωtGôγßϑø9$$Î/ Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.33 (QS. An-Nahl: 125). Ketiga, seorang yang profesional harus berpegang teguh kepada kode etik profesional. Kode etik di sini lebih ditekankan pada perlunya akhlak yang mulia. Dengan kode etik tersebut maka seorang guru harus dijadikan panutan, contoh dan teladan. Dengan demikian ilmu yang diajarkan atau nasehat yang diberikan kepada para siswa akan didengarkan dan dilaksanakannya dengan baik. Tentang perlunya akhlak yang baik bagi seorang guru yang profesional sudah lama menjadi perhatian dan kajian para ulama’ Islam di zaman klasik seperti Imam al-Ghazali menyatakan bahwa seorang guru yang mempunyai ilmu pengetahuan harus berhati bersih, berbuat dan bersikap terpuji. Lebih lanjut al-Ghazali mengatakan bahwa guru harus bersikap sebagai pelindung, berkasih sayang kepada murid-muridnya dan hendaknya memperlakukan mereka seperti anak sendiri. Guru harus selalu mengontrol, menasehati, memberikan pesan-pesan moral tentang ilmu dan masa depan siswanya dan tidak membiarkan mereka 33
Ibid., 282.
28
melanjutkan pelajarannya kepada yang lebih tinggi sebelum mengusai pelajaran sebelumnya dan memiliki akhlak yang mulia.34 Sedangkan Dalam bukunya E. Mulyasa yang berjudul Menjadi Guru Profesional menyatakan bahwa kriteria profesional jabatan seorang guru haruslah mencakup fisik, kepribadian, keilmuan dan ketrampilan yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 1) Kemampuan Dasar (Kepribadian) a) Beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. b) Berwawasan pancasila. c) Mandiri penuh tanggungjawab. d) Berwibawa. e) Berdisiplin. f) Berdedikasi. g) Bersosialisasi dengan masyarakat. h) Mencintai siswa dan peduli terhadap pendidikannya. 2) Kemampuan Umum (Kemampuan Mengajar) a) Menguasai ilmu pendidikan dan keguruan yang mencakup; (1) Psikologi pendidikan. (2) Teknologi pendidikan. (3) Metodologi pendidikan. (4) Media pendidikan. (5) Evaluasi pendidikan.
34
Abudin Nata, Manajemen Pendidikan (Jakarta: Renata Media, 2003), 142-143.
29
(6) Penelitian pendidikan. b) Menguasai kurikulum yang mencakup; (1) Mampu
menganalisis
pembelajaran,
kurikulum,
mengembangkan
merencanakan silabus
dan
mendayagunakan sumber belajar. (2) Mampu melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan metode, kegiatan, dan alat bantu pembelajaran yang sesuai. (3) Mampu menyusun program perbaikan (remedial) bagi peserta didik yang kurang mampu. (4) Mampu menyusun program pengayaan bagi peserta didik yang pandai. c) Menguasai didaktik metodik umum, meliputi; (1) Mampu menggunakan metode yang bervariasi secara tepat. (2) Mampu mendorong siswa bertanya. (3) Mampu membuat alat peraga sederhana. d) Menguasai pengelolaan kelas; (1) Menguasai pengelolaan fisik kelas. (2) Menguasai pengelolaan pembelajaran. (3) Menguasai
pengelolaan
dan
pemanfaatan
media
pembelajaran. e) Mampu melaksanakan monitoring dan evaluasi siswa; (1) Mampu menyusun instrumen penilaian kompetensi siswa oleh ranah kognitif, afektif dan psikomotorik.
30
(2) Mampu menilai hasil karya siswa, baik melalui tes maupun non tes (observasi, jurnal, portofolio). (3) Mampu menggunakan berbagai cara penilaian, baik tertulis, lisan maupun perbuatan. f) Mampu mengembangkan dan mengaktualisasi diri; (1) Mampu bekerja dan bertindak secara mandiri untuk memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. (2) Mampu
berprakarsa,
kreatif
dan
inovatif
dalam
mengemukakan gagasan baru dan mempelajari serta melaksanakan hal-hal yang baru. (3) Mampu membaca,
meningkatkan menulis,
kemampuan
seminar,
melalui
lokakarya,
kegiatan
melanjutkan
pendidikan, studi banding, dan berperan serta dalam organisasi profesi. 3) Kemampuan Dasar (Pengembangan Ketrampilan Mengajar) a) Ketrampilan bertanya. b) Memberi penguatan terhadap materi. c) Mengadakan variasi. d) Menjelaskan. e) Membuka dan menutup pelajaran. f) Membimbing diskusi kelompok kecil. g) Mengelola kelas. h) Mengajar kelompok kecil dan perorangan.
31
d. Kewajiban Keprofesionalan Guru Dalam
melaksanakan
tugas
keprofesionalannya
guru
berkewajiban untuk: 1) Merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran. 2) Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. 3) Bertindak obyektif dan tidak suka diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi siswa dalam pembelajaran. 4) Menjunjung tinggi peraturan perundang-undang hukum dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika. 5) Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, guru mempunyai kewajiban untuk: 1) Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis. 2) Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan. 3) Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya.
32
C. Landasan Teori Tentang Pengaruh Sertifikasi Guru Terhadap Motivasi Sebagai Guru Profesional. Hal ini dapat kita lihat sebagaimana tertuang dalam beberapa pasal Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, diantaranya: 1. Pasal 1 butir 11: Sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru dan dosen. 2. Pasal 8: Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. 3. Pasal 11 butir 1: Sertifikat pendidik sebagaimana dalam Pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. Dari kutipan beberapa pasal tersebut dapat dipahami bahwa sertifikasi adalah proses pemberian sertifikat pendidik kepada guru dan dosen yang telah memenuhi persyaratan tertentu, yaitu memiliki kualifikasi akademik, kompetensi,
sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagai bukti formal yang diberikan kepada guru dan dosen atas kelayakannya sebagai tenaga profesional. Dalam hal ini persyaratan yang ada dalam sertifikasi guru di sini juga merupakan syarat-syarat sekaligus ciri-ciri seorang guru yang professional sebagaimana telah dibahas pada sub-bab sebelumnya. Jadi, secara tidak langsung sertifikasi guru di sini memotivasi para guru untuk menjadi guru yang lebih profesional di dalam bidangnya.
33
D. Kerangka Berfikir. Berangkat dari landasan teori di atas, maka dapat diajukan kerangka berfikir penelitian sebagai berikut: 1. Jika sertifikasi guru berhasil dengan baik, maka motivasi sebagai guru profesional akan semakin baik.
E. Hipotesis Penelitian. Dengan berpijak pada kerangka berfikir yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti mencoba merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: Ha: Ada korelasi yang signifikan antara sertifikasi guru dengan motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007. Ho: Tidak ada korelasi yang signifikan antara sertifikasi guru dengan motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007.
34
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah proses pemikiran dan penentuan matang tentang hal-hal yang akan dilakukan.35 Selain itu rancangan penelitian juga diartikan sebagai pengatur latar penelitian agar peneliti memperoleh data yang valid yang sesuai dengan karakteristik variabel dengan tujuan penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional, karena penelitian ini mencoba mengkorelasikan antara variabel sertifikasi guru dengan variabel motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007. Adapun rancangan penelitian dalam penelitian ini mencakup pengaruh sertifikasi guru terhadap motivasi sebagai guru profesional Di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007.
B. Populasi, Sampel dan Responden Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.36 Sedangkan sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut.37 35
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 50. Dr. Sugiono, Statistika untuk Penelitian (Bandung: CV. Alfabeta, 2006), 55. 37 Ibid., 56. 36
34
35
Kemudian dalam pengambilan sampel Arief Furchan menyarankan agar penelitian memasukkan sedikitnya tiga puluh subyek ke dalam sampelnya, karena jumlah ini memungkinkan karena statistik sampel besar.38 Kemudian diperkuat juga oleh pendapat Suharsimi Arikunto yang menyatakan bahwa “Apabila subyeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, selanjutnya jika jumlah subyeknya lebih dari 100, maka diambil 10-15% atau 20-25% atau lebih”.39 Adapun jumlah populasi dalam penelitian ini yaitu para guru yang sudah mengikuti sertifikasi pada tahun pelajaran 2006/2007 adalah berjumlah 120 guru. Berhubung jumlah populasi yang ada lebih dari 100, maka dengan berdasarkan pendapat Arief Furchan dan pendapat Suharsimi Arikunto, maka peneliti mengambil sampel sebanyak 25% dari jumlah populasi. Dengan demikian jumlah sampel yang ada dalam penelitian adalah berjumlah 30 guru. Mengenai teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah sampling kuota. Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.40
C. Instrumen Pengumpulan Data Adapun instrumen pengumpulan data untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel sebagai berikut: 38
Arief Furchan, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan (Surabaya: Usaha Nasional, tt), 198. 39 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 67. 40 Dr. Sugiono, Statistika untuk Penelitian (Bandung: CV. Alfabeta, 2006), 60.
36
TABEL 3.1 Instrumen Pengumpulan Data Judul
Variabel
No. Item
Sub Indikator
Penelitian
Pengaruh
Sertifikasi Proses
Sertifikasi
Guru (X)
Guru
Instrumen
Variabel
Penelitian
•
sertifikasi
sertifikasi dan proses
guru
penyelenggaraannya.
Terhadap
Hasil dari •
Motivasi
sertifikasi
Sebagai Guru
Mengetahui apa itu
Mengetahui hasil sertifikasi guru.
guru
Profesional Di Motivasi
Motivasi •
Keinginan yang
1,2,3,4,8,
muncul dari
11,12,13, 14,15
Kabupaten
sebagai
Ponorogo
Guru
kesadaran diri
Profesional
sendiri untuk
Tahun
-
intrinsik
Pelajaran
menjadi guru
2006/2007.
profesional. Motivasi • ekstrinsik
Belajar demi memenuhi kewajiban.
•
Belajar demi tuntutan sesuatu yang ingin diraih.
5,6,7,9,10
37
D. Teknik Pengumpulan Data Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Teknik Kuesioner/Angket Teknik kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang sering kali disebut dengan teknik/metode angket, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang diketahui.41 Selain itu juga Menurut James Pchaplin, (1981) angket adalah metode pengumpulan data melalui satu topik tunggal atau satu set topik yang saling berkaitan, yang harus dijawab oleh subyek.42 Selain itu teknik kuesioner merupakan suatu alat pengumpulan informasi dengan cara menyampaikan sejumlah pertanyaan tertulis untuk dijawab secara tertulis pula oleh responden. Kuesioner seperti halnya interview, dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang diri responden atau informasi tentang orang lain.43 Adapun teknik ini digunakan peneliti untuk mengetahui seberapa besar motivasi para guru yang telah mengikuti sertifikasi untuk menjadi guru yang profesional dan memperoleh sertifikat.
41
Suharsimi Arifunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Yogyakarta: Rineka Cipta, 1999), 13. 42 Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial (Bandung: Malang Maju, 1996), 217 43 Amirul Hadi Haryono, Metodologi Penelitian Pendidikan II (Bandung: Pustaka Setia, 1998), 137.
38
b. Teknik Dokumentasi Teknik dokumentasi adalah dari asal katanya “dokumen” yang artinya barang-barang tertulis seperti buku-buku, majalah, dokumendokumen, peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan lain sebagainya. Teknik dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat data-data yang sudah ada.44 Adapun teknik ini digunakan peneliti untuk mencari data tentang jumlah guru di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 yang telah mengikuti sertifikasi baik itu yang sudah lulus maupun yang belum lulus.
E. Teknik Analisa Data Untuk menganalisa data yang sudah diperoleh dan agar bisa digunakan untuk menjawab hipotesis penelitian yang ada, maka harus dirumuskan dalam rumusan yang sesuai dengan desain dalam penelitian. Oleh sebab itu peneliti menggunakan rumus korelasi koefisien kontingensi dikarenakan dalam penelitian ini dua buah variable yang dikorelasikan berbentuk kategori (gejala ordinal).45 Maka dalam hal ini peneliti menggunakan rumus:46
X
C =
X
44 45
2
2
+ N
∑
( fo − ft ) 2 ft
Ibid., 83. Retno Widyaningrum, Statistik Pendidikan (Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2005),
147. 46
X2 dapat diperoleh dari
Ibid., 147.
39
Keterangan: C = Angka Indeks Korelasi Koefisien Kontingensi X2 = Angka Indeks Kai Kuadrat N = Number of cases (Jumlah data yang diobservasi) fo = frekuensi observasi ft = frekuensi teoritik
Setelah nilai angka indeks korelasi koefisien kontingensi diperoleh maka langkah selanjutnya adalah melakukan interpretasi dengan langkahlangkah sebagai berikut:47 1. Merumuskan hipotesa (Ha dan Ho) 2. Mengubah Angka Indeks Korelasi Kontingensi (C) menjadi Angka Indeks Korelasi Phi ( φ ), dengan rumus: C
φ=
1− C 2
3. Menentukan db = N – nr dan dikonsultasikan dengan Tabel Nilai ”r” Product Moment pada taraf signifikansi 5% atau 1%. 4. Jika φ 0 ≥ φt maka Ho ditolak / Ha diterima Jika φ 0 ≤ φt maka Ho diterima / Ha ditolak.
47
Ibid., 148.
40
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISA DATA PENGARUH SERTIFIKASI GURU TERHADAP MOTIVASI SEBAGAI GURU PROFESIONAL DI KABUPATEN PONOROGO TAHUN PELAJARAN 2006/2007
A. Data Umum Guru adalah pendidik yang secara administratif bertanggung jawab atas
terselenggaranya
proses
belajar
mengajar
serta
berkewajiban
membimbing dan mengarahkan anak didik untuk mencapai tujuan. Dalam lingkup Departemen Agama di Kabupaten Ponorogo tingkat satuan pendidikan dibagi menjadi 4 yaitu: RA/BA/TA, MI, MTs, dan MA. Adapun keberadaan guru dari tiap-tiap tingkat satuan pendidikan adalah sebagai berikut: 1. RA/BA/TA Dalam lingkup tingkat satuan pendidikan RA/BA/TA jumlah guru yang mengajar di lingkup tersebut terdiri dari 77 guru yang mempunyai latar pendidikan terakhir S1, 13 guru mempunyai pendidikan terakhir D3, 155 guru mempunyai pendidikan terakhir D2, 4 guru mempunyai pendidikan terakhir D1, dan 389 guru mempunyai latar belakang pendidikan terakhir
SLTA. Sedangkan jumlah keseluruhan guru
RA/BA/TA Departemen Agama Kabupaten Ponorogo adalah 638 guru dengan perincian 91 guru sudah menjadi PNS dan 547 guru Non-PNS.
40
41
Sedangkan jumlah guru RA/BA/TA yang sudah mengikuti sertifikasi guru pada Tahun Pelajaran 2006/2007 dan yang peneliti jadikan sebagai responden dalam penelitian ini adalah berjumlah 3 orang guru. 2. MI / SD Dalam lingkup tingkat satuan pendidikan MI jumlah guru yang mengajar di lingkup tersebut terdiri dari 4 guru yang mempunyai latar belakang pendidikan terakhir S2, 368 guru pendidikan terakhir S1, 25 guru mempunyai pendidikan terakhir D3, 313 guru mempunyai pendidikan terakhir D2, 2 guru mempunyai pendidikan terakhir D1, dan 175 guru mempunyai latar belakang pendidikan terakhir SLTA. Sedangkan jumlah keseluruhan guru yang berada di tingkat satuan pendidikan MI Departemen Agama Kabupaten Ponorogo adalah 887 guru dengan perincian 251 guru sudah menjadi PNS dan 636 guru Non-PNS. Sedangkan jumlah guru MI / SD yang sudah mengikuti sertifikasi guru pada Tahun Pelajaran 2006/2007 dan yang peneliti jadikan sebagai responden dalam penelitian ini adalah berjumlah 7 orang guru. 3. MTs / SMP Sedangkan dalam lingkup tingkat satuan pendidikan MTs jumlah guru yang mengajar di lingkup tersebut terdiri dari 8 guru yang mempunyai latar belakang pendidikan terakhir S2, 837 guru pendidikan terakhir S1, 126 guru mempunyai pendidikan terakhir D3, 53 guru mempunyai pendidikan terakhir D2, 21 guru mempunyai pendidikan terakhir D1, dan 359 guru mempunyai latar belakang pendidikan terakhir
42
SLTA. Sedangkan jumlah keseluruhan guru yang berada di tingkat satuan pendidikan MTs Departemen Agama Kabupaten Ponorogo adalah 1417 guru dengan perincian 199 guru sudah menjadi PNS dan 1218 guru NonPNS. Sedangkan jumlah guru MTs / SMP yang sudah mengikuti sertifikasi guru pada Tahun Pelajaran 2006/2007 dan yang peneliti jadikan sebagai responden dalam penelitian ini adalah berjumlah 10 orang guru. 4. MA / SMA Dalam lingkup tingkat satuan pendidikan MA jumlah guru yang mengajar di lingkup tersebut terdiri dari 34 guru yang mempunyai latar belakang pendidikan terakhir S2, 759 guru pendidikan terakhir S1, 77 guru mempunyai pendidikan terakhir D3, 33 guru mempunyai pendidikan terakhir D2, 8 guru mempunyai pendidikan terakhir D1, dan 242 guru mempunyai latar belakang pendidikan terakhir SLTA. Sedangkan jumlah keseluruhan guru yang berada di tingkat satuan pendidikan MA Departemen Agama Kabupaten Ponorogo adalah 1153 guru dengan perincian 115 guru sudah menjadi PNS dan 1038 guru Non-PNS. Sedangkan jumlah guru MA / SMA yang sudah mengikuti sertifikasi guru pada Tahun Pelajaran 2006/2007 dan yang peneliti jadikan sebagai responden dalam penelitian ini adalah berjumlah 10 orang guru.
Adapun lebih jelasnya tentang keberadaan guru di Kabupaten Ponorogo secara keseluruhan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
43
TABEL 4.1 Keberadaan Guru di Kabupaten Ponorogo Tingkat No.
Pendidikan Terakhir Guru
Jenis Gol.
Satuan
NONS3
S2
S1
D3
D2
D1 SLTA PNS
Pendidikan
PNS
1.
RA/BA/TA
-
-
77
13
155
4
389
91
547
2.
MI
-
4
368
25
313
2
175
251
636
3.
MTs
-
8
837
126
53
21
359
199
1218
4.
MA
-
34
759
77
33
8
242
115
1038
-
46
2042 241
554
35
1165
565
3530
Jumlah
JUMLAH TOTAL
4095
Adapun jumlah keseluruhan guru yang ada di Kabupaten Ponorogo mulai dari tingkat satuan pendidikan RA/BA/TA, MI, MTs, sampai MA adalah berjumlah 4095 guru. Kemudian guru yang sudah mengikuti sertifikasi untuk Tahun Pelajaran 2006/2007 adalah sebanyak 120 guru.
B. Data Khusus 1. Sertifikasi Guru di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 Mengenai
langkah-langkah
kegiatan
sertifikasi
guru
yang
dilaksanakan oleh Departemen Agama Kabuapten Ponorogo dapat dilihat dalam buku panduan sertifikasi guru yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI, yang mana mempunyai kesamaan dengan proses-proses
44
sertifikasi pada umumnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat diagram kegiatan guru dalam proses sertifikasi yang ada di lampiran 6. Selanjutnya berkaitan dengan hasil dari sertifikasi guru yang sudah dilaksanakan di Kabupaten Ponorogo pada Tahun Pelajaran 2006/2007, maka peneliti akan mencantumkan nilai-nilai guru yang sudah ikut sertifikasi yang peneliti dapat dari Kantor Departemen Agama yang merupakan penilaian langsung dari UIN Malang sebagai lembaga yang mempunyai wewenang dalam pelaksanaan sertifikasi guru. Adapun hasil dari sertifikasi para guru yang ada di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 yang peneliti jadikan sebagai responden dalam penelitian ini adalah dapat dilihat pada lampiran 1 dimana responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 responden. Kemudian mengenai paparan data secara umum dari hasil sertifikasi guru yang ada di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 yang peneliti jadikan sebagai responden dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel distribusi frekuensi di bawah ini:
TABEL 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Sertifikasi Guru di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 Hasil Sertifikasi
Frekuensi (f)
Lulus
19
Tidak Lulus
11
JUMLAH
30
45
Dari tabel di atas dapat peneliti simpulkan bahwa dari sampel guru yang dipilih oleh peneliti untuk dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini adalah frekuensi guru yang lulus sertifikasi lebih besar dibandingkan dengan frekuensi guru yang tidak lulus sertifikasi. Adapun jumlah guru yang lulus sertifikasi adalah 19 guru, sedangkan jumlah guru yang tidak lulus sertifikasi adalah 11 guru. 2. Motivasi Sebagai Guru Profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 Berkaitan dengan motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007, peneliti akan menampilkan variabel motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo dan distribusi jawaban angket beserta jumlah skor responden. Adapun kisi-kisi dari angket yang peneliti ajukan kepada para responden itu berdasarkan matrik penelitian yang dapat kita lihat pada tabel dibawah ini:
TABEL 4.3 Kisi-kisi Angket Motivasi Sebagai Guru Profesional Motivasi sebagai Motivasi guru profesional
intrinsik
•
Keinginan yang
1,2,3,4,8,
muncul dari
11,12,13,
kesadaran diri
14,15
sendiri untuk menjadi guru profesional.
46
Motivasi
•
ekstrinsik
Belajar demi
5,6,7,9,10
memenuhi kewajiban. •
Belajar demi tuntutan sesuatu yang ingin diraih.
Dari indikator di atas maka dibuatlah angket untuk mengetahui seberapa besar motivasi sebagai guru profesional setelah diadakannya sertifikasi. Untuk mengetahui skor masing-masing responden, terlebih dahulu jawaban yang dinyatakan dalam huruf A, B dan C dirubah dalam bentuk angka dengan ketentuan sebagai berikut: a. Apabila jawaban A maka skor 3 b. Apabila jawaban B maka skor 2 c. Apabila jawaban C maka skor 1 Adapun distribusi jawaban soal tentang motivasi sebagai guru profesional yang ada di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 dapat kita lihat pada lampiran 3. Dimana dalam angket tersebut terdiri dari 15 pertanyaan yang merujuk dari kisi-kisi angket tentang motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007. Kemudian mengenai paparan data secara umum dari hasil jawaban angket dapat dilihat pada tabel yang ada di bawah ini:
47
TABEL 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil Jawaban Angket Tentang Motivasi Sebagai Guru Profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 y
f(y)
P
Pkb
Pka
45
5
16,67
100,00
16,67
44
2
6,67
83,33
23,34
43
3
10,00
76,66
33,34
42
7
23,33
66,66
56,67
41
3
10,00
43,33
66,67
40
1
3,33
33,33
70,00
39
3
10,00
30,00
80,00
38
2
6,67
20,00
86,67
37
2
6,67
13,33
93,34
36
1
3,33
6,66
96,67
34
1
3,33
3,33
100,00
N
30
100
-
-
Dari tabel distribusi frekuensi hasil jawaban angket di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prosentase guru yang mempunyai skor 45 adalah 16,67%, skor 44 adalah 6,67%, skor 43 adalah 10,00%, skor 42 adalah 23,33%, skor 41 adalah 10,00%, skor 40 adalah 3,33%, skor 39 adalah 10,00%, skor 38 adalah 6,67%, skor 37 adalah 6,67%, skor 36 adalah 3,33% dan skor 34 adalah sebanyak 3,33%.
48
C. Analisa Data 1. Analisis Data Sertifikasi Guru di Kabupaten Ponorogo untuk Tahun Pelajaran 2006/2007 Jika dilihat dari buku panduan sertifikasi guru yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI mengenai langkah-langkah kegiatan sertifikasi guru yang dilaksanakan oleh Departemen Agama Kabuapten Ponorogo dalam hal ini mempunyai kesamaan dengan proses-proses sertifikasi pada umumnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat diagram langkah-langkah kegiatan guru dalam proses sertifikasi yang ada dalam buku panduan serifikasi guru Departemen Agama mempunyai kesamaan bahkan sama persis dengan teori yang dimiliki oleh Masnur Muslich dalam bukunya yang berjudul “Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik”, dimana dalam bukunya Masnur Muslich tersebut lebih mengacu pada proses sertifikasi guru yang ada di Dinas Pendidikan. Selanjutnya mengenai hasil dari sertifikasi guru dalam hal ini peneliti tidak perlu melakukan analisis langsung terhadap sampel yang ada dalam penelitian ini dikarenakan mengenai hasil dari sertifikasi tersebut sudah dapat langsung peneliti ambil dari hasil dokumentasi yang diperoleh peneliti dari Departemen Agama (DEPAG) Kabupaten Ponorogo. Adapun analisa dari hasil sertifikasi guru di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 dapat kita lihat pada tabel dibawah ini:
49
TABEL 4.5 Distribusi Frekuensi dan Prosentase Hasil Sertifikasi Guru di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 Hasil Sertifikasi
Frekuensi (f)
Prosentase (P)
Lulus
19
63,33%
Tidak Lulus
11
36,67%
JUMLAH
30
100%
Dari tabel di atas dapat peneliti simpulkan bahwa dari sampel guru yang dipilih oleh peneliti untuk dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini adalah prosentase guru yang lulus sertifikasi lebih besar dengan jumlah prosentase 63,33%, jika dibandingkan dengan prosentase guru yang tidak lulus sertifikasi yang memiliki prosentase sebesar 36,67%. 2. Analisis Data Frekuensi Motivasi Sebagai Guru Profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 Dalam analisis ini untuk memperoleh jawaban tentang tinggi rendahnya motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 yaitu dengan melakukan penyusunan urutan kedudukan motivasi guru menjadi tiga tingkatan, yaitu: rangking atas (kelompok guru dengan motivasi tinggi), rangking tengah (kelompok guru dengan motivasi sedang), dan rangking bawah (kelompok guru dengan motivasi rendah). Penentuan rangking menjadi tiga tingkatan ini berlandaskan pada konsep dasar yang menyatakan bahwa distribusi skor-skor hasil belajar
50
peserta didik pada umumnya membentuk kurva normal (kurva simetrik), dimana sebagian besar (± 68,26%) peserta didik terletak di bagian tengah kurva sebagai kelompok yang termasuk kategori “sedang” atau “cukup”, sebagian kecil (yaitu ± 15,87%) peserta didik terletak di daerah atas kurva sebagai kelompok guru yang termasuk dalam kategori “tinggi”, dan sebagian kecil lainnya (± 15,87%) terletak di daerah bawah kurva, sebagai kelompok guru yang termasuk dalam kategori “rendah”.48 Patokan untuk menentukan rangking atas, rangking tengah, dan rangking bawah adalah sebagai berikut: 49 Atas Mean + 1 SD Tengah Mean – 1 SD Bawah Kemudian data nilai angket tentang motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo di susun menjadi tiga rangking, maka terlebih dahulu harus dihitung rata-rata hitung dan deviasi standarnya. Sebelum peneliti menentukan rata-rata hitung (Mean) dan standar deviasi (SD)-nya, maka terlebih dahulu peneliti akan menampilkan tabel perhitungan mean dan SD dengan tujuan untuk mempermudah dalam menentukan mean dan SD-nya. Adapun tabel perhitungan mean dan SD
48
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), 449. 49 Ibid., 449.
51
dari motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 adalah sebagai berikut:
TABEL 4.6 Tabel Perhitungan Mean dan SD dari Variabel Motivasi Sebagai Guru Profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 y
f
f .y
y'
f .y '
y'2
∑ f . y'2
45
5
225
+5
25
25
125
44
2
88
+4
8
16
32
43
3
129
+3
9
9
29
42
7
294
+2
14
4
28
41
3
123
+1
3
1
3
40
1
40
0
0
0
0
39
3
117
-1
-3
1
3
38
2
76
-2
-4
4
8
37
2
74
-3
-6
9
18
36
1
36
-4
-4
16
16
34
1
34
-5
-5
25
25
N
30
∑ fy =1236
-
∑ fy ' = 37
-
∑ fy ' 2 = 285
Dengan melihat tabel distribusi frekuensi di atas, maka dengan mudah peneliti dapat menghitung rata-rata hitung (Mean) dan standar deviasi (SD) dengan rumus sebagai berikut:
My =
∑ fy = 1236 = 41,2 N
30
52
SD y =
=
∑ fy ' N
2
∑ fy ' − N
285 37 − 30 30
2
2
= 9,5 − (1,233) 2
= 9,5 − 1,520289 = 7,979711 = 2,824838225 = 2,825 Dari perhitungan di atas dapat di ketahui: Mean = 41,2 SD
= 2,825 Dengan demikian dapat kita lakukan perhitungan untuk menyusun
tiga tingkatan dengan patokan seperti yang telah disebutkan di atas sebagai berikut: Mean + 1SD = 41,2 + 2,825 = 44,025 = 44 Mean - 1SD = 41,2 – 2,826 = 38,375 = 38 Dari perhitungan di atas, maka dapat dikategorikan sebagai berikut: 1) Nilai 44 ke atas dikategorikan rangking atas atau tingkat tinggi 2) Nilai 39-43 dikategorikan rangking tengah atau tingkat sedang 3) Nilai 38 ke bawah dikategorikan rangking bawah atau tingkat rendah
53
Selanjutnya untuk mengetahui nominasi hasil jawaban angket tentang motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo dapat dilihat pada lampiran 5. Dari lampiran 5 dapat kita ketahui bahwa untuk kategori tingkat motivasi guru kelas VIII di MTs Negeri Ponorogo, yaitu: 1) Kategori tingkat motivasi tinggi = 7 guru 2) Kategori tingkat motivasi sedang = 17 guru 3) Kategori tingkat motivasi rendah = 6 guru Untuk lebih jelasnya peneliti membuat tabulasi dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.7 Kategori Motivasi Sebagai Guru Profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 No
Kategori
Interval
Frekuensi Prosentase
1
Tinggi
44 ke atas
7
23,33%
2
Sedang
39-43
17
56,67%
3
Rendah
38 ke bawah
6
20%
Nilai Total
-
30
100 %
Dari tabel di atas kita bisa melihat dan menetapkan bahwa: 1) Untuk tingkat motivasi tinggi berjumlah 7 guru = 23,33%. 2) Untuk tingkat motivasi sedang berjumlah 17 guru = 56,67%. 3) Untuk tingkat motivasi rendah berjumlah 6 guru = 20%.
54
Berdasarkan hasil jawaban angket responden tersebut maka dapat diketahui bahwa para guru yang sudah mengikuti sertifikasi guru khususnya para guru yang ada di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 yang mempunyai motivasi sebagai guru profesional dalam kategori tinggi adalah sebanyak 7 guru, kemudian para guru dalam kategori sedang adalah sebanyak 17 guru. Dan para guru yang mempunyai motivasi sebagai guru profesional dalam kategori rendah sebanyak 6 guru. 3. Analisis Korelasi Antara Sertifikasi Guru dengan Motivasi sebagai Guru Profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 Sebelum dilakukan perhitungan untuk memperoleh nilai korelasi koefisien kontingensi, terlebih dahulu dirumuskan hipotesis sebagai berikut: Ha: Ada korelasi yang signifikan antara sertifikasi guru dengan motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007. Ho: Tidak ada korelasi yang signifikan antara sertifikasi guru dengan motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007. Dengan melihat data dari tabulasi variabel X dan variabel Y yang terdapat pada lampiran 5. Maka selanjutnya dilakukan penghitungan untuk mencari nilai korelasi koefisien kontigensi dengan terlebih dahulu menyiapkan tabel kerja dari frekuensi kategori-kategori dua variabel di atas sebagaimana berikut ini:
55
TABEL 4.8 Data Mengenai Sertifikasi Guru dan Motivasi Sebagai Guru Profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 Motivasi sebagai Guru Profesional Tinggi Sedang Cukup 5 11 3
Sertifikasi Guru Lulus
Jumlah 19
Tidak Lulus
2
6
3
11
Jumlah
7
17
6
30
Setelah itu kita lakukan perhitungan untuk mencari angka Indeks Kai kuadrat.
TABEL 4.9 Tabel Penghitungan Koefisien Kai Kuadrat ( fo − ft ) 2 ft
cN x rN N
fo-ft
(fo-ft)2
5
7 x 19 = 4,433 30
0,567
0,321489
0,073
2
11
17 x 19 =10,767 30
0,233
0,054289
0,005
3
3
6 x 19 = 3,8 30
- 0,8
0,64
0,168
4
2
7 x 11 = 2,567 30
- 0,567
0,321489
0,125
5
6
17 x 11 = 6,233 30
- 0,233
0,054289
0,009
6
3
6 x 11 = 2,2 30
0,8
0,64
0,291
Total
30
0
-
X2 = 0,671
Sel
fo
1
ft =
30
X2=
56
Setelah nilai X2 diketahui, maka untuk analisis interpretasi harus diubah terlebih dahulu ke dalam nilai koefisien kontingensi, yaitu sebagai berikut:
C=
X2 X2 +N
=
0,671 0,671 + 30
=
0,671 30,671
= 0,02187734341 = 0,14790991653
= 0,148 Jadi nilai koefisien kontingensi (C) adalah 0,148
D. Pembahasan dan Interpretasi Untuk memberikan interpretasi dari data hasil perhitungan C atau KK, maka terlebih dahulu nilai C diubah terlebih dahulu ke dalam Angka Indek Korelasi Phi ( φ ) dengan rumus sebagai berikut:
φ=
C 1− C 2
Dengan nilai C sebesar 0,148 maka diperoleh nilai phi ( φ ), sebagai berikut:
φ=
C 1− C 2
57
=
=
=
=
0,148 1 − 0,148 2 0,148 1 − 0,021904
0,148 0,978096 0,148 0,9889874
= 0,149648 = 0,15 0 Maka diperoleh nilai Phi ( φ ) adalah 0,150 Setelah diperoleh nilai Phi ( φ ), kemudian dikonsultasikan dengan nilai "r" Product Moment, dengan mencari db-nya, yaitu db = N - nr = 30 - 2 = 28. Dengan db = 28 diperoleh “r” tabel pada taraf signifikan 5% = 0,361 dan pada taraf signifikansi 1 % nilai “r” tabel diperoleh 0,463. Dengan demikian nilai phi ( φ ) yang sudah diperoleh dapat kita konsultasikan dengan nilai “r” tabel, dengan rincian sebagai berikut: Pada taraf signifikansi 5%
φ0
<
φ tabel
0,150
<
0,361
Maka dapat disimpulkan pada taraf signifikansi 5 % nilai phi ( φ ) yang diperoleh dari nilai C atau KK lebih kecil daripada nilai “r” tabel product moment.
58
Dalam teknik korelasi koefisien kontingensi, jika nilai korelasi phi ( φ ) lebih besar dari nilai “r” tabel product moment, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Dan sebaliknya jika nilai korelasi phi ( φ ) yang diperoleh lebih kecil dari nilai “r” tabel product moment, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara sertifikasi guru terhadap motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007. Maka dapat juga diartikan bahwa sertifikasi guru disini tidak selalu mempengaruhi motivasi para guru untuk menjadi guru profesional dikarenakan guru yang lulus maupun tidak lulus setelah mengikuti sertifikasi, para guru tersebut tetap mempunyai motivasi yang tinggi untuk menjadi guru profesional. Hal ini dapat dibuktikan dengan melihat tabel 4.8 dimana dalam tabel tersebut guru yang lulus dan memiliki motivasi tinggi mempunyai prosentase 16.67%, guru yang lulus dan memiliki motivasi sedang mempunyai prosentase 36.67%, guru yang lulus akan tetapi memiliki motivasi rendah mempunyai prosentase 10% sedangkan guru yang tidak lulus dan memiliki motivasi tinggi mempunyai prosentase 6.67%, guru yang tidak lulus dan memiliki motivasi sedang mempunyai prosentase 20% dan guru yang tidak lulus dan memiliki motivasi rendah mempunyai prosentase sebesar 10%.
59
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dengan bertitik tolak pada pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Hasil sertifikasi guru di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 termasuk dalam kategori tinggi. Dari 30 jumlah guru yang menjadi sampel dalam penelitian ini yang dinyatakan lulus sertifikasi mempunyai prosentase sebesar 63,33%, sedangkan jumlah guru yang tidak lulus sertifikasi mempunyai prosentase sebesar 36,67%. 2. Motivasi guru profesional untuk menjadi guru yang lebih profesional lagi dengan mengikuti sertifikasi di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007 cukup tinggi. Adapun tingkatan prosentase motivasinya adalah: 4) Untuk tingkat motivasi tinggi mempunyai prosentase 23,33%. 5) Untuk tingkat motivasi sedang mempunyai prosentase 56,67%. 6) Untuk tingkat motivasi rendah mempunyai prosentase 20%. 3. Tidak ada pengaruh yang signifikan antara sertifikasi guru terhadap motivasi sebagai guru profesional di Kabupaten Ponorogo Tahun Pelajaran 2006/2007.
B. Saran Sebagai guru yang profesional hendaknya selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas diri dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang pendidik demi terciptanya kesuksesan dalam proses belajar-mengajar.
60
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, M., Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum). Jakarta: Bumi Perkasa, 1991. Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta, 1996. _______, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: Rineka Cipta, 1999. Daulay, Haidar Putra, Pendidikan Islam dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta: Prenada Media, 2001. Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah. Jakarta: Al-Huda, 2002. Furchan, Arief, Pengantar Penelitian dalam Pendidikan. Surabaya: Usaha Nasional, tt. Haryono, Amirul Hadi, Metodologi Penelitian Pendidikan II. Bandung: Pustaka Setia, 1998. Kartono, Kartini, Pengatar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Malang Maju, 1996. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2003. Mulyasa, E., Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Muslich, Masnur, Sertifikasi Guru Menuju Profesionalisme Pendidik. Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Nata, Abudin, Manajemen Pendidikan. Jakarta: Renata Media, 2003. Sadirman, Interaksi dan Motivasi Belajar-Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001. Sudijono, Anas, Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998. Sugiono, Statistika untuk Penelitian. Bandung: CV. Alfabeta, 2006.
61
Sukmadinata, Nana Syaodih, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997. Susilowati, Endah, Seminar Untuk Meningkatkan Kualitas atau Sertifikasi? (Pesona Maulid Uswah Menuju Rahmah). Mimbar 258, Maret, 2008. Syah, Muhibin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Rosdakarya, 1997. Trianto & Titik Triwulan Tutik, Sertifikasi Guru dan Upaya Peningkatan Kualifikasi, Kompetensi & Kesejahteraan. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007. Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1997. Usman, Moh. Uzer, Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998. Yamin, Martinis, Sertifikasi Profesi Keguruan di Indonesia. Jakarta: Gaung Persada Press, 2006. Widyaningrum, Retno, Statistik Pendidikan. Ponorogo: STAIN Ponorogo, 2005.