BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2010,
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 33 Provinsi dan 17,500 pulau yang tersebar di sepanjang Katulistiwa dan kebutuhan akan sarana transportasi yang mampu menghubungkan hampir 240 juta penduduknya sangat diperlukan. Transportasi udara, menjadi salah satu alternatif atau pilihan masyarakat, telah mengalami peningkatan untuk jumlah pesawat, penumpang dan barang dari tahun 2010-2013 (Tabel 1.1). Peraturan pemerintah tahun 1999 menyampaikan mengenai deregulasi dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 81 Tahun 2004 mengenai Pendirian Perusahaan Penerbangan di Indonesia memunculkan banyak maskapai penerbangan baru. Tercatat 90 perusahaan penerbangan per November 2013 yang memudahkan masyarakat untuk melakukan perjalanan antar kota dan pulau di hampir seluruh wilayah di Indonesia (Kementerian Perhubungan, 2013). Melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I tahun 2014 sebesar 5,17 persen dibandingkan dengan semester I tahun 2013, yang diantaranya didorong oleh sektor transportasi dan komunikasi sebesar 10,23 persen sebagai sektor pertumbuhan tertinggi pada semester I tahun 2014 (BPS, 2014) memberikan indikasi bahwa bisnis penerbangan di Indonesia sangat berpotensi dan mampu menjadi pendorong pertumbuhan penting lainnya, seperti
1
dikemukakan oleh International Air Transportation Association (2014). Dengan prediksi penumpang domestik sebesar 100 juta orang pada 2015 akan menjadikan Indonesia pasar terbesar kesembilan dunia untuk perjalanan domestik, yang ditandai pula dengan naiknya jumlah penumpang rata-rata tiap tahunnya. Tabel 1.1 Lalu Lintas Penerbangan Dalam Negeri Indonesia, 2010-2013 Deskripsi
Unit
2010
2011
2012
2013
Berangkat
Unit
1111111111111111576,200
1111111111111111671,953
1111111111111111717,435
797,4241
Datang
Unit
1111111111111111574,423
1111111111111111671,377
1111111111111111719,030
111111800,858
Berangkat
Orang
1111111111148,872,363
1111111111159,275,637
1111111111170,682,216
73,594,9171
Datang
Orang
1111111111150,519,023
1111111111159,035,279
1111111111169,494,439
77,568,403 1
Transit
Orang
11111111111115,682,813
11111111111118,216,516
11111111111117,683,843
11118,020,644
Muat
Ton
1111111111111111375,760
1111111111111111463,507
1111111111111111520,561
111111525,412
Bongkar
Ton
1111111111111111348,476
1111111111111111450,218
1111111111111111462,725
111111469,149
Muat
Ton
1111111111111111461,884
1111111111111111453,556
1111111111111111564,815
111111610,344
Bongkar
Ton
1111111111111111440,330
1111111111111111404,607
1111111111111111532,075
111111613,197
Muat
Ton
11111111111111111110,883
111111111111111111119,809
111111111111111111119,524
1111111117,237
Bongkar
Ton
11111111111111111110,533
111111111111111111119,871
111111111111111111118,515
1111111119,039
1.0Pesawat
2.0Penumpang
3.0Barang
4.0Bagasi
5.0Pos/Paket
Sumber : Kementerian Perhubungan, 2014
Pertumbuhan lalu lintas dan kebutuhan transportasi udara perlu didukung oleh kesiapan infrastruktur dan faktor penunjang lainnya. Tetapi keadaan yang kita jumpai sampai saat ini adalah minimnya pengembangan bandara dan lintasan, kelemahan radar, alat-alat pendukung dan sumber daya manusia yang kurang diperbaharui atau pun minimnya pilot yang berkualitas dan berpengalaman. Belum lagi kebijakan dan peraturan penunjang, keselamatan, keamanan,
2
perlindungan lingkungan hidup, serta akses terhadap pasar yang juga perlu diperhatikan oleh setiap pelaku bisnis transportasi udara (Fairbanks, 2012). Pertumbuhan ekonomi : lebih banyak pekerjaan, peningkatan kesejahteraan, mobilitas sosial Pengaruh pasokan : peningkatan daya tarik daerah, konektivitas yang lebih baik, pengembangan rute Peningkatan jumlah perjalanan udara : volume lebih tinggi, pendapatan lebih tinggi
Pengaruh permintaan : Peningkatan pendapatan yang siap dibelanjakan, peningkatan dalam industri penerbangan, kecenderungan untuk terbang meningkat -
Gambar 1.1 Lingkaran Kebijakan (virtuous cirlcle) Transportasi Udara Sumber: Fairbanks, 2012
Sebagai salah satu maskapai penerbangan perintis yang beropersi di Papua, Trigana Air Service (TAS) telah melayani kebutuhan transportasi udara yang menghubungkan beberapa wilayah seperti Jayapura, Wamena, Ilaga, Oksibil, Dekai, Timika, Karubaga, Kokonao, Mulia, Sarmi, Dabra, Kepi, Kenyam, Kobagma, Ewer, Nabire, Akimuga, Batom, Bokondini, Borme, Elelim, Enarotali, Faowi, Moanemani, Tiom, Kaimana, Caso, Naweja (TAS, 2013). TAS menjangkau pasarnya, yang terdiri atas pasar konsumen dan pasar bisnis, dengan menggunakan beberapa armada (Tabel 1.2). Bagi pasar konsumen, yaitu individu yang membeli atau memperoleh barang dan jasa untuk konsumsi pribadi (Kotler dan Armstrong, 2013), jasa TAS
3
sebagai salah satu maskapai niaga berjadwal di Papua digunakan sebagai sarana transportasi untuk perjalanan antar kota atau wilayah. Begitu pula dengan pasar bisnis, yaitu individu atau perusahaan yang membeli atau memperoleh barang dan jasa untuk digunakan dalam produksi barang dan jasa lain yang mereka jual, sewa atau sediakan untuk konsumen lain (Kotler dan Armstrong, 2013), jasa TAS digunakan sebagai sarana transportasi untuk membawa kebutuhan pokok dari kota besar ke pelosok Papua. Tabel 1.2 Armada Trigana Air Service (TAS) Tipe
Total
ATR 42 - 300 ATR 72 - 200 Boeing 737 - 400 Boeing 737 - 200 Boeing 737 - 500 DHC - 4 Caribou DHC - 6 Twin Otter
3 3 1 1 3 1 3 15
Kapasitas Penumpang 50 72 168 110 Kargo Kargo 18/Kargo
Sumber: PT Trigana Air Service, 2014 Operasional TAS di wilayah Papua memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan seperti berikut untuk kelancarannya: NOTAM (A Notice To Airmen), adat, kebiasaan wilayah setempat (hari pasar, hari ibadah/gereja), keamanan (kerusuhan, perang antar suku, daerah merah), kondisi landasan sehubungan dengan musim/cuaca, peraturan bandara setempat. Situasi tersebut menyebabkan beberapa penerbangan operasional TAS mengalami gangguan dalam melayani kebutuhan pelanggannya, yaitu keterlambatan sampai dengan pembatalan penerbangan (TAS, 2013).
4
US Department of Transportation (2011) dan Sudaryatmo (2014) menyebutkan bahwa kendala yang kerap muncul dalam bisnis transportasi udara adalah keterlambatan penerbangan penumpang dan diikuti oleh bagasi atau kargo yang salah penangannya sebagai kategori paling umum dari keluhan pelanggan. Begitu pula dengan TAS, keterlambatan penerbangan penumpang dan masalah pada bagasi atau kargo menjadi kendala yang kerap muncul dalam operasional sehari-hari. Menurut Keiningham et al. (2014), kendala atau kegagalan layanan sepert di atas disebut sebagai kegagalan layanan minor dalam industri penerbangan. Kegagalan layanan yang kerap terjadi tersebut dapat menimbulkan efek negatif terhadap kepuasan pelanggan, seperti yang terdapat dalam penelitan Olivera (2012); Bishop et al. (2011), dan menurut Sabharwal dan Sach (2011) dapat mempengaruhi niat membeli/menggunakan kembali. Dalam bisnis jasa pelayanan, kegagalan layanan tidak dapat dihindari dan dampaknya akan mengganggu kenyaman pelanggan dalam menggunakan jasa pelayanan (Weber et al., 2014). Namun respon perusahaan terhadap kegagalan layanan dan strategi perbaikannya dapat mengembalikan kepuasan pelanggan, meningkatkan loyalitas, memberikan keunggulan yang kompetitif bagi perusahaan, serta mencegah berpindahnya pelanggan ke pesaing (Mostert et al., 2009). Salah satu tantangan dalam bisnis jasa adalah kemampuan untuk menghasilkan tingkat kepuasan terhadap pelayanan yang diberikan sama pada setiap pelanggannya, menangani keluhan pelanggan melalui pemulihan pelayanan
5
(Valenzuela et al., 2013) dan upaya mempertahankan pelanggan yang sudah ada (Curry dan Gao, 2012). Pelayanan terhadap keluhan pelanggan membuktikan besarnya komitmen perusahaan terhadap kepuasan pelanggan dan kualitas pelayanan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk meneliti pengaruh perbaikan kegagalan layanan dalam industri penerbangan, kepuasan pelanggan serta niat membeli/menggunakan kembali.
1.2.
Rumusan masalah Keterlambatan penerbangan penumpang dapat mempengaruhi pelanggan
dengan berbagai cara, antara lain: emosi, ketidakpastian, dan ketidakpuasan terhadap layanan yang tersedia. Di tengah tingginya kebutuhan dan persaingan jasa penerbangan, kesiapan perusahaan dalam menghadapi kegagalan layanan menjadi salah satu kunci mempertahankan pelanggan, merubah ketidakpuasan pelanggan menjadi kepuasan (Lupiyoadi, 2013). Sampai dengan akhir penggunaan jasa maskapai penerbangan, penumpang memiliki momen penting yang bisa mempengaruhi kepuasan yaitu penanganan bagasi/kargo. Ketidaktepatan penanganan bagasi/kargo, seperti ditunda, hilang atau rusak, selain dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan, dapat mengakibatkan naiknya biaya operasional perusahaan karena ganti rugi yang harus dibayarkan kepada pelanggan (Karp, 2010). Meskipun penting bagi perusahaan memberikan layanan berkualitas tinggi, namun kegagalan pelayanan masih tetap mungkin terjadi. Dengan kondisi penerbangan di wilayah Papua (Sentani-Wamena-Sentani), operasional TAS
6
kerap mengalami kegagalan layanan yang disebabkan karena faktor cuaca, faktor operasional dan non teknis. Beberapa langkah perbaikkan telah dilakukan perusahaan untuk mengatasi kegagalan pelayanan, seperti: memberikan ganti rugi atau kompensasi, akomodasi jika terjadi keterlambatan penerbangan dan juga ganti rugi untuk bagasi atau kargo yang terlambat, hilang atau rusak. Salah satu contoh kompensasi yang diberikan kepada pelanggan adalah jika bagasi atau kargo hilang, pelanggan akan menerima uang sebesar Rp 100.000,00 per kilogram atau rusak sebesar Rp 50.000,00 per kilogram berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. 77 Tahun 2011 dalam Trigana Air Service (2013). Beberapa usaha perbaikan kegagalan layanan sudah dilakukan, namun pengaruh perbaikan kegagalan layanan TAS pada kepuasan dan niat membeli/menggunakan kembali pelanggan TAS belum diketahui. Karenanya, peneliti akan menguji pengaruh perbaikan kegagalan layanan pada kepuasan pelanggan, dan niat membeli/menggunakan kembali maskapai penerbangan TAS.
1.3.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka pertanyaan penelitian yang
muncul adalah sebagai berikut: a. apakah perbaikan kegagalan layanan berpengaruh positif pada kepuasan pelanggan, b. apakah kepuasan pelanggan berpengaruh positif pada niat membeli/menggunakan kembali?
7
1.4.
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah :
a. untuk menguji pengaruh perbaikan kegagalan layanan pada kepuasan pelanggan, b. untuk menguji pengaruh kepuasan pelanggan pada niat membeli/menggunakan kembali.
1.5.
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat digunakan oleh perusahaan sebagai bahan
evaluasi kinerja perbaikan kegagalan layanan yang diberikan kepada pelanggan, dalam usaha memberikan pelayanan yang terbaik pada setiap pelanggannya. Mengukur besarnya pengaruh perbaikan kegagalan layanan pada kepuasan pelanggan, dan niat membeli/menggunakan kembali dalam upaya memberikan pelayanan yang maksimal untuk setiap pengguna jasa perusahaan.
1.6.
Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan batasan batasan penelitan sebagai berikut:
a. Berdasarkan kebutuhan penelitian ini, pembahasan akan difokuskan pada pelanggan maskapai penerbangan TAS, penumpang dan pemilik kargo, b. Pembahasan penelitian ini akan difokuskan pada pengaruh perbaikan kegagalan layanan pada kepuasan pelanggan, dan niat membeli/menggunakan kembali jasa Trigana Air Service.
8
1.7.
Sistimatika Pembahasan Penelitian ini akan dikembangkan melalui sistematika penulisan, sebagai
berikut: a. Bab I Pendahuluan Bab ini membahas latar belakang masalah, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lingkup penelitian dan sistematika penulisan. b. Bab II Tinjauan Pustaka Bab ini membahas teori-teori dan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan. c. Bab III Metode Penelitian Bab ini membahas rancangan penelitian, definisi istilah/operasional, objek penelitian, metode pengumpulan data, dan prosedur analisis. d. Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab ini membahas analisis data dan usulan. e. Bab V Simpulan, Keterbatasan, dan Implikasi Bab ini membahas simpulan hasil penelitian, keterbatasan penelitian, dan implikasi bagi perusahaan dan penelitian selanjutnya.
9