BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Mesir merupakan sebuah negara yang menciptakan sejarah dan kisah
yang beraneka ragam, mulai dari kisah cinta hingga kuasa, mulai dari kisah ilmu pengetahuan hingga peradaban kemanusiaan. Oleh karena itu, negara ini dijuluki sebagai Ibu Dunia (ummu ad-dunya>) karena dianggap sebagai tolak ukur peradaban dunia yang menyimpan ribuan cerita di dalamnya (Sholeh, 2013: 213). Akan tetapi, pada tahun 2011–2013 Mesir diguncang dengan adanya sebuah transisi menuju demokrasi yang memicu terjadinya sebuah revolusi. Sebelum revolusi terjadi di Mesir, Negara Tunisia merupakan negara pertama yang menjadi tempat lahirnya revolusi di wilayah Timur Tengah. Gelombang revolusi yang terjadi di Dunia Arab inilah yang kemudian sering disebut sebagai Arab Spring. Istilah tersebut jika diartikan secara literal bermakna pemberontakan Arab, sedangkan pendapat lain mengemukakan bahwa Arab Spring merupakan istilah untuk kebangkitan Dunia Arab atau pemberontakan yang dimulai di Tunisia pada musim semi, Desember 2010 (Kompasiana, 2012). Sejak saat itu Arab Spring tidak hanya terjadi di Tunisia dan Mesir, melainkan semakin meluas hingga ke negara-negara lain, seperti Libya,
1
2
Yaman, Bahrain, Suriah, Oman, Aljazair, Irak, Yordania, Maroko, Kuwait, Lebanon, Arab Saudi, Sudan, dan Sahara Barat. Pemberontakan demi pemberontakan yang terjadi di negara-negara Arab tersebut memiliki tujuan yang hampir sama, yaitu ingin menggulingkan diktator yang berkuasa di negara Timur Tengah (Agastya, 2013: 11). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa Arab Spring adalah sebentuk protes massa yang bertujuan menggulingkan, menurunkan, melengserkan, serta mengkudeta para pemimpin negara karena telah bertindak diktator, otoriter, korup, dan menindas rakyat dalam memimpin (Agastya, 2013: 12). Hal tersebut sesuai dengan keadaan yang dialami Negara Mesir karena awal mula terjadinya revolusi bersumber dari keinginan masyarakat Mesir yang menuntut agar kepemimpinan diktator dan otoriter segera dihapus. Dilihat dari sejarah Arab Spring, Mesir adalah satu-satunya negara Timur Tengah yang mengalami revolusi dua kali dalam dua tahun. Hingga penelitian ini selesai dilakukan, peristiwa tersebut belum pernah terjadi di negara mana pun dalam konteks Arab Spring. Kedua revolusi tersebut mengakibatkan munculnya aksi demonstrasi secara besar-besaran di Negara Mesir (Agastya, 2013: 42). Demonstrasi pertama terjadi pada tanggal 25 Januari 2011. Hampir seperempat juta rakyat Mesir memenuhi alun-alun Tah}ri>r Square di Kairo untuk menuntut agar Presiden Muḥammad Ḥusni Sa‘i>d Muba>rak yang telah
3
memerintah negara tersebut sejak 14 Oktober 1981 segera turun dari jabatannya. Tuntutan rakyat terpenuhi dengan mundurnya Presiden Muba>rak pada tanggal 11 Februari 2011 (Tamburaka, 2011: 66–76). Adapun demonstrasi kedua terjadi pada 30 Juni 2012, tepat satu tahun setelah dilantiknya presiden baru Mesir, Muḥammad Muḥammad Mursī ʻĪsa al-‘Ayyāṭ yang merupakan pimpinan organisasi Ikhwa>nul Muslimi>n. Salah satu yang melatarbelakangi revolusi Mesir kedua ini ialah Mursī dianggap tidak mampu memberikan harapan dalam pemulihan stabilitas ekonomi. Hal lain yang mendorong terciptanya revolusi Mesir ialah adanya tiga kekuatan besar yang mencoba untuk mengkudeta kepemimpinan Mursī, yakni kekuatan liberal, nasionalis, dan sekuler. Mereka menganggap bahwa kekuatan
Ikhwa>nul Muslimīn menjadi kekuatan yang ditakuti oleh Barat, sehingga organisasi ini harus segera dihapus dan orang-orang yang berada di dalamnya harus dilengserkan (Agastya, 2013: 70). Selama revolusi Mesir berlangsung, secara khusus demonstran mengecam tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dengan menggunakan kalimat berupa sindiran, ancaman, dan harapan. Mereka menggunakan media pamflet, brosur, baliho, spanduk, dan poster yang bertujuan untuk menggambarkan ekpresi protes mereka terhadap pemerintah melalui bahasa. Salah satu media yang efektif dan efisien adalah pamflet. Pamflet dinilai lebih efektif karena demonstran dapat menuliskan gagasan atau ide
4
yang ada di pikiran mereka secara spontan tanpa perlu memikirkan unsur seni tulis maupun unsur seni rupanya, sedangkan dinilai lebih efisien karena tidak memakan banyak tempat dan biaya. Adapun dalam pembuatannya, informasi dalam pamflet ditulis dalam bahasa yang ringkas dan dimaksudkan agar mudah dipahami dalam waktu singkat (Slametrianto, 2009: 1). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Tim Penyusun, 2013: 1006) disebutkan bahwa pamflet adalah surat selebaran. Namun menurut Riski (2012), pamflet diartikan sebagai tulisan yang dapat disertai dengan gambar atau tidak disertai gambar, tanpa penyampulan maupun penjilidan, yang dicantumkan pada selembar kertas di satu sisi atau kedua sisinya yang bertujuan untuk mempengaruhi massa. Adapun menurut arti yang negatif (peyoratif), pamflet adalah surat selebaran untuk menyerang seseorang atau mitra tutur dengan cara membusuk-busukkan atau menghinanya. Pamflet juga telah menjadi alat penting bagi protes politik dan kampanye. Bahasa yang digunakan dalam pamflet dapat berupa kata, kalimat, maupun frasa yang berbentuk sindiran, kecaman, protes, atau bahkan ungkapan rasa kecewa yang disampaikan oleh para demonstran. Bahasa yang dipahami sebagai kekhasan tersebut memunculkan beberapa spekulasi yang tentu saja harus saling berkaitan. Kemudian dari fenomena-fenomena tersebut muncul praanggapan yang dapat dibuktikan dengan melihat realita yang ada. Inilah yang disebut dengan praanggapan dalam ranah kajian pragmatik atau biasa disebut dengan presuposisi. Candrawati (2011: 8) menyebutkan bahwa
5
presuposisi dibutuhkan dalam melakukan interaksi percakapan yang efektif dan efisien (seperti yang terdapat dalam pamflet), karena semakin banyak presuposisi yang dibagi bersama oleh penutur dan mitra tuturnya, diasumsikan akan semakin efektif dan efisien komunikasi yang berlangsung. Berdasarkan pendapat tersebut, maka pamflet demonstrasi Arab Spring yang terjadi di Negara Mesir, dapat diteliti berdasarkan sudut pandang analisis presuposisinya dengan menitikberatkan pada jenis-jenis presuposisi serta pengklasifikasian pamflet demonstrasi Arab Spring di Negara Mesir berdasarkan modus kalimatnya. Adapun objek material dalam penelitian ini adalah pamflet-pamflet yang digunakan dalam demonstrasi Arab Spring, khususnya saat revolusi yang terjadi dua kali dalam dua tahun di Mesir, sedangkan objek formalnya adalah bahasa yang terdapat dalam objek material dan kemudian dianalisis menggunakan presuposisi. 1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. apa saja jenis presuposisi yang digunakan dalam pamflet demonstrasi Arab Spring di Negara Mesir, b. apa saja modus kalimat yang digunakan pada presuposisi dalam pamflet demonstrasi Arab Spring di Negara Mesir, c. apa maksud dari pamflet-pamflet tersebut.
6
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian tentang presuposisi dalam pamflet demonstrasi Arab Spring
di Negara Mesir memiliki tiga tujuan utama, yaitu : a. mengetahui jenis-jenis presuposisi yang digunakan dalam pamflet demonstrasi Arab Spring di Negara Mesir, b. mendeskripsikan berbagai bentuk modus kalimat yang mengacu pada presuposisi menurut kajian yang digunakan dan sesuai dengan objek materialnya, c. mendeskripsikan maksud dari pamflet-pamflet tersebut. 1.4
Tinjauan Pustaka Sebuah penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini, berkaitan
dengan beberapa penelitian yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian yang terkait dengan dunia politik, pernah diteliti oleh Rahayu (2002) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Wacana Kampanye Politik”. Salah satu pembahasan dalam penelitian tersebut ialah penggunaan bahasa dalam kampanye politik, di mana bahasa merupakan ruang pergelaran kuasakuasa tertentu yang dapat menggeser praktik-praktik sehingga menyebabkan punahnya suatu orde tatanan sosial lama dan menciptakan orde tata sosial baru, dengan bahasa sebagai rezim yang berkuasa. Jadi, dalam hal ini bahasa dijadikan sebagai alat komunikasi politik. Komunikasi politik tidak bisa dilepaskan dari adanya bahasa yang mengarah pada penyampaian pesan,
7
himbauan, harapan, dan permintaan yang dikemas dengan menggunakan lambang-lambang atau pesan-pesan yang dapat mewakili ide atau pikiran para penuturnya. Penelitian presuposisi/praanggapan pernah dilakukan oleh Paramytha (2009),
mahasiswa
Prodi
Indonesia,
UI
Jakarta
dalam
skripsinya
“Praanggapan dalam Film Janji Joni”. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan tentang pendeskripsian praanggapan-praanggapan yang muncul dalam adegan film dan juga pengklasifikasian jenis-jenis praanggapan yang didukung oleh konteks situasi, partisipan, dan pengetahuan bersama. Film tersebut memunculkan lima jenis praanggapan sesuai dengan teori Yule (2006: 46), di antaranya praanggapan eksistensial, praanggapan faktual/faktif, praanggapan non-faktual/non-faktif, praanggapan leksikal, dan praanggapan berkebalikan/konterfaktual. Hanya jenis praanggapan struktural-lah yang tidak muncul dalam adegan film tersebut. Berkaitan dengan objek material yang digunakan, penelitian terhadap pamflet pun sudah pernah dilakukan sebelumnya dalam skripsi yang berjudul “Jenis Tindak Tutur Perintah Mematikan Handphone dalam Pamflet-Pamflet pada Masjid-Masjid di Kota Isma>‘iliyyah” yang ditulis oleh Maulani tahun 2010. Penelitiannya menghasilkan kesimpulan bahwa pragmatik merupakan studi bahasa tentang pengungkapan maksud penutur dalam suatu bahasa yang
8
dipengaruhi oleh konteks yang mendukungnya. Konteks yang dimaksudkan adalah konteks sosial dan konteks sosietal. Konteks tersebut dapat dipahami melalui tulisan yang terdapat dalam pamflet-pamflet perintah mematikan handphone di masjid-masjid yang ada di Kota Ismā‘iliyyah, Mesir. Berdasarkan konteksnya, maka dapat ditentukan jenis tindak tutur yang digunakan. Sesuai dengan tujuan penggunaannya, pamflet-pamflet pada masjid-masjid di Kota Ismā‘iliyyah dimaksudkan untuk memerintahkan kepada mitra tutur agar mematikan handphone ketika memasuki masjid agar tidak mengganggu kekhusyu’an sholat. Sementara itu, penelitian yang berkaitan dengan presuposisi juga telah dilakukan pada jenjang Strata 2 prodi Linguistik oleh Candrawati pada tahun 2011. Adapun judul penelitiannya “Implikatur dan Presuposisi dalam Interaksi Berbahasa (Studi Kasus terhadap Tuturan Tokoh Utama dalam Dwilogi Film Before Sunrise dan Before Sunset)”. Penelitian ini menyimpulkan bahwa dalam film Before Sunrise dan Before Sunset terdapat dua kelompok besar mengenai presuposisi, yaitu: presuposisi yang berhasil diidentifikasi melalui pemicu presuposisinya, dan kegagalan presuposisi yang dibuat oleh pelaku tutur (penutur). Penelitian yang berkaitan dengan presuposisi dengan objek material berbeda, dilakukan oleh Lestari (2012), salah satu mahasiswa Prodi Jerman, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI Jakarta, dalam skripsinya berjudul “Analisis Wacana Die Kofferbombe: Tinjauan Terhadap Gaya Bahasa, Prinsip
9
Kerja Sama, Presuposisi, dan Pemarkah Kohesi”. Hasil penelitian tersebut ialah teks satire Die Kofferbombe menggunakan beberapa gaya bahasa, terutama ironi dan hiperbola. Pelanggaran prinsip kerja sama yang terdapat dalam
teks
ini
digunakan
satiris
untuk
menciptakan
humor
dan
menyampaikan kritiknya. Presuposisi muncul ketika salah satu tokoh (A) menjadi salah tingkah karena ia dititipi sebuah koper oleh tokoh lain (B) yang menurutnya adalah seorang teroris. Oleh karenanya, tokoh A menganggap bahwa isi tas koper tokoh B adalah bom. Adapun pemarkah kohesi dalam teks ini berfungsi untuk mengaitkan tema dengan isi cerita. Senada dengan penelitian mengenai demonstrasi yang terjadi di wilayah Timur Tengah (Arab Spring), juga telah dibahas sebelumnya oleh Rokhman (2013) dalam skripsi “Wacana dalam Poster Demonstrasi Pelengseran Presiden Suriah, Basysyār al-Asad”. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa poster demonstrasi merupakan bentuk ungkapan kritik seorang demonstran terhadap berbagai masalah yang berkembang di tengahtengah masyarakat. Umumnya subjek berupa kritikan terhadap kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan politik. Mengacu pada hasil pengamatan di atas, penelitian mengenai keadaan politik di negara Timur Tengah dengan menggunakan kajian pragmatik, khususnya presuposisi, menarik untuk diteliti lebih lanjut. Oleh karena itu, peneliti merasa terdorong dan termotivasi untuk melakukan penelitian tentang
10
hal yang berkenaan dengan presuposisi dalam pamflet demonstrasi Arab Spring di Negara Mesir dengan analisis pragmatik. 1.5
Landasan Teori
A. Pragmatik Penelitian ini menggunakan pendekatan pragmatik dengan konsep dasar analisisnya berupa presuposisi atau lebih dikenal dengan sebutan praanggapan. Parker (1986: 11) mendefinisikan pragmatik sebagai berikut: Pragmatics is the study of how language is used to communicate. Pragmatics is distinct from grammar, which is the study of the internal structure of language. Pragmatics is the study of how language is used to communicate. ‘Pragmatik merupakan sebuah ilmu yang mempelajari bagaimana sebuah bahasa digunakan untuk berkomunikasi. Pragmatik berbeda dengan tata bahasa yang merupakan kajian struktur bahasa secara internal. Pragmatik adalah studi tentang bagaimana bahasa digunakan dalam komunikasi.’ Hal serupa juga diutarakan oleh Wijana (1996: 1) yang memberikan penjelasan bahwa pragmatik ialah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan di dalam komunikasi. Leech (1993: ix) menambahkan bahwa pragmatik dapat didefinisikan sebagai studi mengenai makna ujaran dalam situasi-situasi tertentu. Oleh karenanya, pragmatik berbeda dengan tata bahasa karena pragmatik pada intinya bersifat evaluatif dan berorientasikan tujuan.
11
Adapun pengertian pragmatik menurut Verhaar (2010: 14) ialah cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal-hal “ekstralingual” yang dibicarakan. Berkaitan dengan pragmatik sebagai pengacuan tanda-tanda bahasa tersebut, Nah}lah (2011: 9) berpendapat bahwa pragmatik memfokuskan kajiannya tentang hubungan tanda-tanda dengan penafsirannya. Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan, dapatlah diketahui bahwa pragmatik adalah salah satu cabang linguistik yang mempelajari tentang maksud ujaran sesuai dengan tanda-tanda bahasa, sehingga dapat dipahami oleh penutur maupun mitra tutur sesuai konteks yang terdapat dalam tuturan tersebut. B.
Presuposisi Chaer dan Leoni (1995: 74) membagi empat fenomena dalam ranah
kajian pragmatik, yaitu: tindak tutur, deiksis, presuposisi, dan implikatur percakapan. Adapun penelitian dalam pamflet demonstrasi Arab Spring di Negara Mesir dilakukan menggunakan fenomena presuposisi. Presuposisi (dalam tindak tutur) adalah makna atau informasi “tambahan” yang terdapat dalam ujaran yang digunakan secara tersirat. Di samping itu, pengertian presuposisi ialah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan, karena
12
yang memiliki presuposisi adalah penutur, bukan kalimat (Yule, 2006: 43). Sementara Cummings (1999: 42) menerangkan presuposisi merupakan asumsi-asumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapanungkapan linguistik tertentu. Namun tidak semua inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu merupakan praanggapan-praanggapan yang tepat terhadap suatu ujaran. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa presuposisi berarti suatu kesimpulan awal penutur sebelum melakukan tuturan, dengan syarat apa yang akan disampaikan oleh penutur tersebut juga dapat dipahami oleh mitra tutur. Levinson (1983: 204–205) menyimpulkan bahwa definisi mengenai presuposisi pragmatik mengandung dua hal pokok, yakni kesesuaian atau kepuasan, dan pengetahuan bersama atau kesamaan/asumsi bersama. Berkaitan dengan kegiatan tutur, Levinson (1983: 167) juga menyatakan bahwa pada dasarnya presuposisi dalam pengambilan sejumlah kesimpulan tidak didasarkan pada faktor semantik dalam arti sempit, tetapi lebih pada faktor-faktor kontekstual yang sangat sensitif. Menurut Wijana (2011: 37), sebuah kalimat dapat mempresuposisikan dan mengimplikasikan kalimat yang lain. Sebuah kalimat dikatakan mempresuposisikan kalimat yang lain jika ketidakbenaran kalimat yang kedua (jika dipresuposisikan)
mengakibatkan
kalimat
yang pertama
mempresuposisikan) tidak dapat dikatakan benar atau salah.
(yang
13
Dengan demikian, secara singkat presuposisi dapat dikatakan sebagai suatu ungkapan yang mempunyai nilai benar atau salah yang dibuktikan ketika melihat realita yang ada, sehingga memunculkan makna tersirat yang sama-sama dipahami oleh penutur dan mitra tutur. Pernyataan itu lebih lanjut dapat dipertimbangkan melalui tuturan berikut: a. Dia berhenti merokok
=p
b. Dulu dia biasa merokok = q c. p >> q Rumus tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: Simbol ‘>>’ berarti ‘yang dipra-anggapkan’. Pernyataan di atas diartikan bahwa p dianggap sebagai kenyataan dan q sebagai presuposisi (Yule, 2006: 44). Karena penelitian ini mengambil pamflet demonstrasi sebagai objek materialnya dan presuposisi sebagai objek formalnya, maka penelitian ini memfokuskan pada jenis presuposisi dan modus kalimat yang digunakan. Menurut Yule (2006: 46–51), ada enam jenis presuposisi/praanggapan, yaitu : a.
Presuposisi Eksistensial : suatu praanggapan yang menunjukkan eksistensi/keberadaan/jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit (langsung). Contoh : Anjing Mary itu cantik (>> Mary mempunyai seekor anjing).
b.
Presuposisi Faktif : suatu praanggapan di mana informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dan dapat dianggap sebagai
14
kenyataan. Contoh : Kami menyesal mengatakan padanya (>> Kami mengatakan padanya). c.
Presuposisi Leksikal : suatu praanggapan di mana makna yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna lain dapat dipahami. Contoh : Anda terlambat lagi (>> Sebelumnya Anda terlambat).
d.
Presuposisi Non-Faktif : suatu praanggapan yang diasumsikan tidak benar. Contoh : Saya bermimpi bahwa saya kaya (>> Saya tidak kaya).
e.
Presuposisi Struktural : mengacu pada struktur kalimat-kalimat tertentu dan telah dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan konvensional
bahwa
bagian
struktur
itu
sudah
diasumsikan
kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat tanya, secara konvensional diinterpretasikan dengan kata tanya (kapan dan di mana) sudah diketahui sebagai masalah. Contoh : Kapan dia berangkat? (>> Dia berangkat). f.
Presuposisi Konterfaktual : berarti bahwa yang dipraanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolakbelakang dengan kenyataan. Contoh : Andaikata Anda temanku, Anda akan menolongku (>> Anda bukan temanku).
15
Dalam memahami suatu bahasa yang akan dikaji menurut penuturnya, tidak cukup hanya diklasifikasikan berdasarkan jenis praanggapannya saja, tetapi juga harus bisa dipahami berdasarkan modus kalimat yang digunakan dalam pamflet tersebut. Tujuannya agar diketahui latar belakang terjadinya tuturan tersebut. Modus merupakan pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan, menurut tafsiran si pembicara atau sikap si pembicara tentang apa yang diucapkannya (Chaer, 1994: 258). Adapun macam-macam modus kalimat adalah sebagai berikut : a.
Modus indikatif atau modus deklaratif : modus yang menunjukkan sifat obyektif atau netral. Contoh : Dia sudah berangkat. (Verhaar, 2010: 248)
b.
Modus optatif : modus yang menunjukkan harapan atau keinginan. Di dalam bahasa Indonesia, modus optatif menggunakan unsur leksikal, seperti moga-moga, semoga¸ atau hendaknya. Contoh : Semoga ia berhasil. (Verhaar, 2010: 254)
c.
Modus imperatif : modus yang menyatakan perintah atau larangan. Contoh : Pergilah ! (Verhaar, 2010: 257)
d.
Modus interogatif : modus yang menyatakan pertanyaan. Contoh : Apakah mereka datang terlambat? (Verhaar, 2010: 250)
e.
Modus obligatif : modus yang menyatakan keharusan. Contoh : Dia harus pergi. (Alwi, 1992: 115)
f.
Modus desideratif : modus yang menyatakan keinginan/kemauan. Contoh : Kami ingin belajar linguistik. (Verhaar, 2010: 254)
16
g.
Modus kondisional : modus yang menyatakan persyaratan. Contoh : Kalau nenek pergi, kakek pun akan pergi. (Chaer, 1994: 244) Selain menjelaskan jenis presuposisi dan modus kalimat, penelitian ini
juga akan memaparkan maksud yang terkandung dalam bahasa pamflet demonstrasi di Negara Mesir. Pengertian maksud menurut KBBI ialah: (1) sesuatu yang dikehendaki, atau dapat diartikan pula sebagai tujuan; (2) arti; makna (dari suatu perbuatan, perkataan, peristiwa) (Tim Penyusun, 2013: 865). Sehubungan dengan pragmatik, salah satu hal yang dikaji ialah maksud penutur (speaker meaning) atau (speaker sense), sehingga maksud yang diutarakan oleh penutur terikat dengan situsasi tutur (Wijana, 1996: 3). Wijana (1996: 10–11) juga menyatakan bahwa terdapat sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam studi pragmatik yang dikemukakan oleh Leech (1993: 20), di antaranya ialah aspek mengenai tujuan tuturan. Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu, sehingga di dalam pragmatik, berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal oriented activities). Adapun bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama, atau bahkan sebaliknya. Oleh karena itu, mitra tutur harus mampu memahami maksud yang disampaikan penutur guna mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa maksud adalah apa yang dikehendaki penutur.
17
Sebagaimana disebutkan dalam (1.3, c), bahwasanya salah satu tujuan dalam penelitian ini ialah agar mengetahui maksud tuturan yang terdapat dalam pamflet demonstrasi revolusi Mesir. Maksud tersebut dapat tersampaikan jika antara penutur dan mitra tutur memiliki pemahaman dan pengetahuan yang sama yang melatarbelakangi sebuah tuturan serta konteks situasi
yang terjadi dalam tuturan, sehingga apabila tidak terjadi
kesinambungan di dalamnya, maka maksud dari tuturan tersebut tidak akan tersampaikan sebagaimana mestinya (Wijana, 2011: 15–16). 1.6
Metode Penelitian Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus dapat memilih dan
menentukan metode yang tepat dan mungkin dilaksanakan (feasible) guna mencapai tujuan penelitian (Azwar, 2014: 19), sehingga metode juga harus disesuaikan dengan teori yang digunakan. Bagian ini menjelaskan cara penelitian yang akan dilakukan, yang di dalamnya mencakup bahan atau materi penelitian, alat, jalan penelitian, variabel dan data yang hendak disediakan dan analisis data (Mahsun, 2012: 72). Dalam penelitian ini akan ditempuh tiga tahapan strategis, yaitu tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap penyajian hasil analisis data (Sudaryanto, 1993: 5). Pada tahap awal, peneliti melakukan pengamatan dan menyimak penggunaan bahasa yang terdapat dalam pamflet-pamflet demonstrasi revolusi Mesir. Adapun metode simak dilakukan dengan menyimak gambar-gambar
18
atau foto-foto pamflet yang diperoleh dari beberapa sumber yang berbeda, yaitu: pertama, media elektronik berupa internet; www.almasryalyoum.com, www.arrahmah.com, www.eramuslim.com, www.islamtimes.org, http://media. elwatannews.com, www.muslimina.blogspot.com, www.republika.co.id, www. sinaimesir.net. Kedua, media cetak berupa surat kabar harian yang terdapat di Mesir; al-Ahra>m. Ketiga, berupa photostream yang diambil dari buku dokumenter berjudul S|aurah ʻala> D{ifa>f an-Ni>l (A Presentation of Revolution on the Nile - 25 January) cetakan tahun 2011. Setelah dilakukan tahapan awal, maka dilanjutkan dengan teknik sadap sebagai teknik dasarnya dan teknik catat sebagai teknik lanjutannya. Peneliti menyadap penggunaan bahasa yang ada di dalam pamflet-pamflet tersebut, lalu dilanjutkan dengan mencatat data yang diperoleh. Data yang dimaksud berupa kata, frasa, kalimat (ujaran) yang dijadikan sebagai objek sasaran penelitian. Dalam teknik catat, data yang telah diperoleh dicatat pada kartu data. Setelah terkumpul, data yang terdapat pada kartu data diklasifikasikan berdasarkan jenis dan bentuknya. Pada tahap kedua, yakni tahap analisis data, terlebih dahulu dilakukan pengelompokan data sesuai dengan jenisnya. Menurut Mahsun (2012: 117), tahapan analisis data merupakan tahapan yang sangat menentukan, karena kaidah yang mengatur keberadaan objek penelitian harus sudah diperoleh. Metode yang digunakan pada tahap ini ialah metode kontekstual. Adapun
19
Wijana (1996: 10–11) menyatakan konteks yang demikian itu dapat disebut dengan konteks situasi tutur (speech situational contex) yang dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang mendasari atau yang mewadahi sebuah pertuturan. Tahap akhir dari rangkaian penelitian ialah tahap penyajian hasil analisis data. Sudaryanto (1986: 62) mengemukakan bahwa salah satu tahap penyajian
hasil
analisis
data
dilakukan
secara
informal,
yakni
mendeskripsikan hasil analisis dengan menggunakan perumusan yang dituangkan dalam bentuk tulisan dengan menggunakan kata-kata biasa. 1.7
Sistematika Penulisan Untuk mempermudah pembaca mengetahui bagian-bagian penting
dalam penelitian, maka berikut akan dipaparkan mengenai sistematika penulisan penelitian yang tersususun tiga bab, yaitu sebagai berikut : Bab I berisi pendahuluan yang memuat 8 (delapan) sub-bab, yakni: latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, sistematika penulisan, dan pedoman transliterasi Arab-Latin. Bab II berisi tentang analisis jenis-jenis presuposisi, modus kalimat, dan maksud tuturan yang terdapat dalam pamflet demonstrasi Arab Spring di Negara Mesir. Tentu saja jenis-jenis tersebut disesuaikan dengan analisis data
20
yang telah dilakukan sebelumnya guna mengetahui persamaan dan perbedaan antar jenis presuposisi yang terdapat pada ranah kajian pragmatik. Bab III berisi kesimpulan dari seluruh rangkaian penelitian. 1.8
Pedoman Transliterasi Arab-Latin Pedoman transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam penelitian ini
berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No.: 158/1987 dan 0543 b/U/1987. Secara garis besar pedoman transliterasi Arab-Latin adalah sebagai berikut. 1. Konsonan Konsonan bahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf hijaiyyah, dalam transliterasi sebagian dilambangkan dengan huruf, sebagian dengan tanda, dan sebagian lagi dengan huruf dan tanda sekaligus. No
Huruf Arab
Nama
Huruf Latin
1
ﺍ
Alif
tidak dilambangkan
2
ب
Ba
Be
3
ت
Ta
Te
4
ﺙ
S|a
Es (dengan titik di atas)
5
ج
Jim
Je
6
ﺡ
H{a
Ha (dengan titik di bawah)
7
ﺥ
Kha
Ka dan Ha
8
د
Dal
De
21
9
ﺫ
Z|al
Zet (dengan titik di atas)
10
ﺭ
Ra
Er
11
ﺯ
Za
Zet
12
ﺱ
Sin
Es
13
ش
Syin
Es dan Ye
14
ﺹ
S{ad
Es (dengan titik di bawah)
15
ﺽ
D{ad
De (dengan titik di bawah)
16
ﻁ
T}a
Te (dengan titik di bawah)
17
ظ
Z}a
Zet (dengan titik di bawah)
18
ﻉ
‘ain
‘ (koma terbalik di atas)
19
ﻍ
Gain
Ge
20
ﻑ
Fa
Ef
21
ﻕ
Qaf
Qi
22
ك
Kaf
Ka
23
ل
Lam
El
24
ﻡ
Mim
Em
25
ن
Nun
En
26
ﻭ
Wawu
We
27
ﻫ
Ha
Ha
28
ﺀ
Hamzah
’ (apostrof)
29
ﻱ
Ya
Ye
22
2. Vokal Vokal dalam bahasa arab terdiri atas vokal pendek, diftong, dan vokal panjang. Adapun transliterasinya sebagai berikut. Vokal Pendek Arab
Latin
ﹷ
a
ﹻ
i
ﹹ
u
Contoh:
Vokal Panjang Arab
Latin
Arab
Latin
a>
ي...ﹶ
ai
ي...ﹻ
i>
و...ﹶ
au
و...ﹸ
u>
ى...
كت ب ُسئِل
Diftong
ا...ﹶ
/kataba/ /su’ila/
ب ُ يذﻫ/yaz\habu/
انم
ي ِسي ُر ي ُقو ُل
/na>ma/
كي ف
/kaifa/
/yasi>ru/
زوج
/zaujun/
/yaqu>lu/
3. Ta’ Marbu>t}ah a. Ta’ marbu>t}ah pada suku kata terbuka transliterasinya adalah /t/, contoh:
‘ روضةُ الطف ِالraud}atul-at}fa>l’ b. Ta’ marbu>t}ah pada suku kata tertutup transliterasinya adalah /h/, contoh:
س ال ُمطمئِن َِّة ُ نف
‘nafsul-mut}mainnah’
23
4. Syaddah (Tasydi>d) Syaddah atau /tasydi>d/ ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan yang mendapatkan syaddah itu. Contoh: kata
ربَّنا
huruf ‘Ba’ syaddah fath{ah{ pada
‘rabbanā’
5. Kata Sandang a. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyyah ditransliterasikan dengan huruf yang sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu. Contoh:
ِ ُ النساء/an-nisā’u/ b. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
القل ُم/al-qalamu/ 6. Hamzah Hamzah ditransliterasikan dengan apostrof bagi hamzah yang terletak di tengah (خ ُذون ُ “ )تta’khużūna” dan di akhir kata (“ )شيءsyai’un”. Adapun hamzah yang terletak di awal kata tidak dilambangkan (“ )إِ َّنinna”.
24
7. Penulisan Kata Pada dasarnya setiap kata, baik fi‘l, ism, maupun h}arf, ditulis terpisah. Hanya kata-kata tertentu yang penulisannya dengan huruf Arab sudah lazim dirangkaikan dengan kata lain karena ada huruf atau harakat yang dihilangkan,
transliterasinya
dirangkaikan
dengan
kata
lain
yang
mengikutinya. Contoh:
الرا ِزقِي َّ وإِ َّن للا لُو خي ُر
‘Wa innallāha lahuwa khair ar-rāziqīna’ atau ‘Wa innallāha lahuwa khairur-rāziqīna’. Adapun dalam penelitian ini digunakan bentuk transliterasi yang penulisannya dirangkaikan dengan kata lain, sehingga mengikuti contoh yang kedua. 8. Huruf Kapital Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam transliterasinya huruf kapital digunakan dengan ketentuan Ejaan Yang
ِ Disempurnakan. Contoh: سول ُ إلَّ ر
‘ وما ُم َّمدWa mā Muh}ammadun illā rasūlun’