BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan menjadi salah satu pilar yang penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia pada saat ini. Undang-Undang perbankan mulai disahkan sejak lahirnya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan yang telah mengalami perubahan menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang selanjutnya diubah lagi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang selanjutnya disebut UUP, dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang selanjutnya disebut UUPS. Sektor Perbankan dalam kehidupan suatu negara merupakan agen pembangunan (agent of development), karena bank merupakan lembaga keuangan yang memiliki fungsi sebagai lembaga intermediasi keuangan (financial intermediary institution) yakni sebagai lembaga yang melakukan kegiatan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Di samping itu perbankan juga merupakan agen kepercayaan (agent of trust) mengingat adanya salah satu prinsip pengelolaan bank yakni prinsip kepercayaan (fiduciary principle). Hubungan yang terjalin antara bank dengan nasabah didasarkan pada prinsip kepercayaan, akan tetapi dalam praktiknya seringkali tidak dapat
Universitas Sumatera Utara
dihindarkan adanya sengketa (dispute) di antara mereka. Perselisihan dan sengketa diantara dua pihak yang melakukan hubungan kerjasama mungkin saja terjadi. Terjadinya perselisihan dan sengketa ini sering kali disebabkan apabila salah satu pihak tidak menjalankan kesepakatan yang telah dibuat dengan baik ataupun karena ada pihak yang wanprestasi, sehingga merugikan pihak lainnya. Dari berbagai pengalaman yang ada, timbulnya konflik tersebut terutama disebabkan oleh empat hal yaitu 1 : i.
informasi yang kurang memadai mengenai karakteristik produk atau jasa yang ditawarkan bank,
ii.
pemahaman nasabah terhadap aktivitas dan produk atau jasa perbankan yang masih kurang,
iii.
ketimpangan hubungan antara nasabah dengan bank, khususnya bagi nasabah peminjam dana, dan
iv.
tidak adanya saluran yang memadai untuk memfasilitasi penyelesaian awal friksi yang terjadi antara nasabah dengan bank. Sebuah konflik, yakni sebuah situasi dimana dua pihak atau lebih
dihadapkan pada perbedaan kepentingan, tidak akan berkembang menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan hanya memendam rasa tidak puas atau keprihatinannya. Sebuah konflik berubah atau berkembang menjadi sebuah sengkata bilamana pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas
1
Muliaman D. Hadad, Perlindungan dan Pemberdayaan Nasabah Bank Dalam Arsitektur Perbankan Indonesia, http: //www.google.com, available on 17 november 2006, hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
atau keprihatinannya, baik secara langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain 2. Secara umum berbagai pihak menilai bahwa masih belum terdapat kesetaraan kedudukan antara Bank dan Nasabah sebagai pihak-pihak yang terlibat dalam suatu hubungan hukum yang timbul dari transaksi keuangan yang ditawarkan bank. Pada umumnya nasabah sebagai pihak pengguna jasa berada pada posisi yang lemah dan lebih rendah dibandingkan dengan pihak bank sebagai penyedia jasa. Hal ini terutama dapat dilihat apabila terdapat perbedaan pendapat atau perselisihan antara nasabh dengan bank mengenai pencatatan, perhitungan dan atau fakta yang terkait dengan transaksi keuangan.Apabila pihak nasabah mengajukan keberatan (complaint) atas perbedaan tersebut, pada umumnya pihak nasabah hanya bersikap pasif terhadap penyelesaian yang diberikan oleh pihak bank. Apabila pihak nasabah merasa tidak puas dengan respon dan atau penyelesaian yang diupayakan oleh bank nasabah bisaaanya hanya pasrah atau mengungkapkan rasa ketidakpuasannya melalui media masa. Melalui sarana media masa, nasabah yang merasa dirugikan oleh bank pada umumnya menghimbau kepada nasabah lain untuk lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi dengan suatu bank. Publikasi negatif tersebut pada gilirannya dapat menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi bank. Sengketa Perbankan bisaaanya berawal dari terjadinya komplain yang diajukan nasabah kepada bank karena merasa dirugikan secara finansial. Upaya yang dilakukan nasabah antara lain dengan datang langsung ke bank, menelpon 2
Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2003), hlm. 1.
Universitas Sumatera Utara
pada call center bank yang bersangkutan, menulis di media cetak misalnya pada surat pembaca, atau menyampaikan keluhan secara tertulis langsung kepada bank. Sebagai contoh seperti yang termuat dalam sebuah surat harian Kompas 6/2/2006, terdapat keluhan nasabah Bank Mandiri yang bernama Herri Okstarizal bertempat tinggal di Jalan Jambu Gang Rambe No 45, Pematangsiantar, Sumatera Utara. Secara singkat, masalah yang dihadapi oleh nasabah tersebut adalah berkurangnya saldo tabungan, padahal nasabah tidak pernah mengambil uang dari tabungannya, baik melalui buku tabungan maupun melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM). Sampai ditulisnya artikel ini, belum ada publikasi jawaban yang disampaikan oleh Bank Mandiri ke Harian Kompas. Pada hari yang berbeda Kompas (9/2/2006) menampilkan sebuah jawaban yang disampaikan oleh Bank Central Asia (BCA) terhadap keluhan nasabahnya tentang adanya penggandaan kartu sebagai berikut: “Sehubungan dengan surat di Kompas (1/12/2005) Penggandaan Kartu Kredit BCA atas nama Bapak Agus Syahabuddin perlu diinformasikan, BCA Card Center telah berupaya menjelaskan dan menyelesaikan permasalahan Bapak Agus Syahabuddin sebagaimana surat penyelesaian kepada Bapak Agus Syahabuddin Nomor 9591/DKK-ULN/06 tertanggal 5 Januari 2006”. Di sisi lain terkadang ada bank yang kurang memperhatikan pengaduan nasabah, atau bahkan mengabaikannya. Padahal bank memiliki kewajiban untuk menyelesaikan setiap pengaduan nasabah yang ada sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/7PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No. 10/10/PBI/2008.
Universitas Sumatera Utara
Penyelesaian pengaduan nasabah oleh bank yang diatur dalam PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah pada praktiknya tidak selalu dapat memuaskan nasabah. Ketidakpuasan tersebut dapat diakibatkan oleh tuntutan nasabah yang tidak dipenuhi bank baik seluruhnya maupun sebagian mengingat lembaga Pengaduan Nasabah berada pada internal bank yang bersangkutan sehingga penyelesaiannya merupakan kebijakan bank tempat nasabah melakukan kegiatan transaksi keuangan. Ketika nasabah menerima putusan yang diberikan oleh bank tersebut maka permasalahan selesai. Akan tetapi terkadang ada nasabah yang merasa bahwa bank tidak memberikan solusi seperti yang diinginkannya sehingga pada gilirannya berbagai cara akan ditempuh antara lain melaporkan kepada Lembaga Konsumen, Lembaga Ombudsman, mengajukan gugatan secara perdata, bahkan terkadang ada nasabah yang melaporkan bank kepada polisi. Penyelesaian sengketa melalui proses litigasi pada umumnya “lambat”, buang waktu lama, diakibatkan oleh proses pemeriksaan yang sangat formalistik dan juga sangat teknis sekali. Selain itu, arus perkara semakin deras, sehingga peradilan dijejali dengan beban yang terlampau banyak 3. Walaupun telah menempuh jalur litigasi, namun kadang kala nasabah masih
belum
mendapatkan
solusi
yang
diinginkannya.
Proses
litigasi
menghasilkan kesepakatan yang bersifat permusuhan (adversarial) yang belum mampu merangkul kepentingan bersama, cenderung menimbulkan masalah baru,
3
M. Yahya Harahap , Beberapa Tinjauan Mengenai Sistem Peradila ndan Penyelesaian Sengketa , (Bandung : PT Citra Aditya Bakti, 1997), hlm. 148.
Universitas Sumatera Utara
lambat dalam penyelesaiannya, membutuhkan biaya yang mahal, tidak responsif, dan menimbulkan permusuhan diantara pihak yang bersengketa 4. Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, perbankan diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia. Sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai kewenangan untuk menetapkan peraturan dan perizinan bagi kelembagaan dan kegiatan usaha bank serta mengenakan sanksi terhadap bank sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dasar hukum tentang keberadaan, tugas, dan kewenangan Bank Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No.3 Tahun 2004 jo Undang-Undang Nomor 6 tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang. Dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia menggantikan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1968 bahwa tujuan utama Bank Indonesia adalah mencapai dan memelihara kestabilan rupiah. Kestabilan nilai rupiah dan nilai tukar yang wajar merupakan sebagian prasyarat bagi tercapainya pertumbuhan perekonomian yang berkesinambungan 5. Sebagai realisasi untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia mempunyai tugas antara lain mengatur dan mengawasi bank serta melaksanakan kebijakan moneter secara berkelanjutan, konsisten, dan transparan dan harus mempertimbangkan kebijaksanaan umum pemerintah di bidang perekonomian. Untuk melaksanakan tugas tersebut Bank
4
Ibid. Frianto Pandia, Elly Santi, Achmad Abror, Lembaga Keuangan , (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2005), hlm. 21. 5
Universitas Sumatera Utara
Indonesia diberi kewenangan untuk menetapkan peraturan, memberikan atau mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan bank dan mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Kewenangan Bank Indonesia sebagai regulator dan supervisi tersebut dapat diwujudkan antara lain berupa pemberian pengaturan terkait dengan penyelesaian sengketa antara nasabah dan perbankan. Hal ini sejalan dengan salah satu pilar yang terdapat dalam Aristektur Perbankan Indonesia, yaitu Perlindungan Konsumen berupa nasabah bank. Untuk mengatasi sengketa-sengketa perbankan yang semakin merebah, maka pada tahun 2005, Bank Indonesia mengeluarkan sebuah peraturan, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/7PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No. 10/10/PBI/2008. Namun sering sekali bank kurang memperhatikan hal ini sehingga banyak nasabah yang merasa dirugikan merasa tidak puas dengan putusan-putusan yang dikeluarkan oleh bank yang bersangkutan. Untuk mengatasi masalah itu, maka pada tahun 2006, Bank Indonesia kembali mengeluarkan peraturan baru, yaitu PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No. 10/1/PBI/2008. Mediasi Perbankan ini merupakan upaya lanjutan (fase 2) dari upaya penyelesaian pengaduan nasabah (fase 1) yang tidak terselesaikan secara internal oleh bank. Dengan demikian sebelum menempuh proses mediasi terlebih dahulu pihak nasabah harus telah mengajukan pengaduan kepada bank yang
Universitas Sumatera Utara
bersangkutan dan ketika tidak menerima putusan dari lembaga pengaduan yang ada di internal bank, baru kemudian pihak nasabah diperkenankan untuk menyelesaian sengketa dimaksud ke lembaga Mediasi Perbankan. BI mensyaratkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/5/PBI/2006 pada pasal 3 angka ( 2 ) agar lembaga mediasi perbankan yang independen sudah dapat dibentuk paling lambat 31 Desember 20076. Sambil menunggu terbentuknya lembaga mediasi tersebut, BI akan bertindak sebagai lembaga mediasi perbankan yang akan memfasilitasi proses penyelesaian sengketa nasabah dengan bank yang tidak dapat diselesaikan secara bilateral antara nasabah dengan bank yang untuk sementara ini dijalankan oleh Bank Indonesia (BI). Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis membuat penelitian hukum yang mengambil judul sebagai berikut : “Peran Bank Indonesia ( BI ) Dalam Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dengan Nasabah “.
B. Perumusan Masalah Setelah menguraikan latar belakang pemilihan judul skripsi, penulis akan merinci permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Adapun pokok-pokok permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana peran Bank Indonesia dalam penyelesaian sengketa antara bank dengan nasabah menurut PBI No. 7/7/PBI/2005 tentang Penyelesaian
6
Bank Indonesia mensyaratkan dalam PBI No. 8/5/PBI/2006 agar lembaga mediasi perbankan sudah dibentuk paling lambat 31 Desember 2007. Namun karena telah lewat 31 Desember 2007 belum terbentuknya lembaga ini, maka PBI ini diubah dengan PBI No. 10/1/PBI/2008, dengan mencabut pasal 3 ayat (2) PBI No. 8/5/PBI/2006.
Universitas Sumatera Utara
Pengaduan Nasabah dan PBI No. 8/5/PBI/2006 jo PBI No.10/1/PBI/2008 tentang Mediasi Perbankan? 2. Bagaimana kekuatan hukum putusan perdamaian melalui mediasi perbankan?
C. Tujuan dan Manfaat Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah : 1. Untuk mengetahui peran Bank Indonesia dalam penyelesaian sengketa antara bank dengan nasabah menurut PBI No. 7/7/PBI/2005 dan PBI No. 8/5/PBI/2006 jo PBI No.10/1/PBI/2008? 2. Untuk mengetahui kekuatan hukum putusan perdamaian melalui mediasi perbankan? Adapun penulisan ini dilakukan diharapkan bermanfaat untuk : 1. Memperluas pengetahuan penulis dalam bidang keperdataan terutama tentang penyelesaian sengketa antara bank
dengan nasabah serta
perkembangannya seiring dengan berkembangnya perbankan dalam era globalisasi, termasuk di Indonesia. 2. Hasil penulisan ini diharapkan dapat menyumbangkan pemikiran dalam suatu karya ilmiah berbentuk skripsi, yang dapat bermanfaat bagi masyarakat yang membaca skripsi ini mengenai prosedur penyelesaian sengketa antara bank dengan nasabah. 3. Hasil penulisan ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi Bank Indonesia dalam menyelesaikan sengketa antara bank dengan nasabah.
Universitas Sumatera Utara
Sehingga kepentingan bank maupun nasabah sama-sama terlindungi dan tidak ada hak yang dilanggar demi tercapainya keadilan dan keseimbangan kedudukan antara bank dengan nasabah.
D. Keaslian Penulisan Sebagai suatu karya tulis ilmiah yang dibuat sebagai pemenuhan syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum, maka seyogianya skripsi ditulis berdasarkan buah pikiran yang benar-benar asli tanpa melakukan tindakan peniruan (plagiat) baik sebagian atau keseluruhan dari karya orang lain. Dengan demikian penulis berdasarkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki dapat menjamin keaslian skripsi yang berjudul “ Peran Bank Indonesia ( BI ) Dalam Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dengan Nasabah “ ini sebagai karya tulis ilmiah yang asli ( original ) dan benar-benar merupakan hasil pemikiran dan usaha dari penulis tanpa meniru atau plagiat.
E. Tinjauan Kepustakaan Sejalan dengan skripsi ini, maka perlu bagi penulis untuk memberikan pengertian tentang judul skripsi ini, agar tidak menimbulkan keragu-raguan sebelum hinnga pada akhir pembahasan dalam penyusunan lebih lanjut pada babbab berikutnya. Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 dikatakan bahwa perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,
Universitas Sumatera Utara
mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak seperti yang terurai dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. G. M. Verryn Stuart dalam bukunya Bank Politik menyatakan 7: “Bank adalah suatu badan yang bertujuan untuk memuaskan kebutuhan kredit, baik dengan alat-alat pembayarannya sendiri atau dengan uang yang diperolehnya dari orang lain, maupun dengan jalan mengedarkan alat-alat penukar baru berupa uang giral.” Bank sebagai suatu lembaga intermediasi yaitu suatu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana kepada masyarakat. Fungsi lembaga perbankan sebagai perantara pihak-pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak-pihak yang memerlukan dana membawa konsekuensi pada timbulnya interaksi yang intensif antara bank sebagai pelaku usaha dengan nasabah sebagai konsumen pengguna jasa perbankan. Dari sisi pihak yang memiliki kelebihan dana, interaksi dengan bank terjadi pada saat pihak yang kelebihan dana tersebut menyimpan dananya pada bank dalam bentuk giro, tabungan, deposito, sementara dari sisi pihak yang memerlukan dana interaksi terjadi pada saat pihak yang memerlukan dana tersebut meminjam dana dari bank guna keperluan tertentu. Interaksi antara bank dengan konsumen pengguna jasa
7
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, ( Jakarta:Kencana, 2008 ), hlm.8.
Universitas Sumatera Utara
perbankan (selanjutnya disebut dengan nasabah) dapat pula mengambil bentuk lain pada saat nasabah melakukan transaksi jasa perbankan selain penyimpanan dan peminjaman dana. Dalam interaksi yang demikian intensif antara bank dengan nasabah di atas, bukan suatu hal yang tidak mungkin apabila terjadi konflik yang apabila tidak segera diselesaikan dapat berubah menjadi sengketa antara nasabah dengan bank. Schuyt mengemukakan : “konflik merupakan situasi yang didalamnya dua pihak atau lebih mengejar tujuan-tujuan yang satu dengan yang lain yang tidak dapat diselesaikan dan dimana mereka dengan daya upaya mencoba dengan sadar menentang tujuan-tujuan pihak lain.” 8 Menurut Achmad Ali : Konflik adalah setiap situasi dimana dua atau lebih pihak yang memperjuangkan tujuan-tujuan pokok tertentu dari masing-masing pihak, saling memberikan tekanan dan satu sama lain gagal mencapai satu pendapat dan masing-masing pihak saling berusaha untuk memperjuangkan secara sadar tujuan-tujuan pokok mereka 9. Pasal 1 angka 4 PBI Nomor 8/5/PBI/2006 menyebutkan bahwa sengketa adalah permasalahan yang diajukan nasabah atau perwakilan nasabah kepada penyelenggara mediasi perbankan, setelah melalui proses penyelesaian pengaduan oleh bank sebagaimana diatur dalam Peraturan Bank Indonesia tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah.
8
Achmad Ali, Sosiologo Hukum Kajian Empiris Terhadap Pengadilan, (Jakarta: IBLAM,2004), hlm. 63. 9 Ibid., hlm.64.
Universitas Sumatera Utara
Gary Goodpaster dalam “Tinjauan terhadap penyelesaian sengketa” dala buku Arbitrase di Indonesia mengatakan 10: “Setiap masyarakat memiliki berbagai macam cara untuk memperoleh kesepakatan dalam proses perkara atau untuk menyelesaikan sengketa dan konflik. Cara yang dipakai pada suatu sengketa tertentu jelas memiliki konsekuensi, baik bagi para pihak yang bersengketa maupun masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya. Karena adanya konsekuensi itu, maka sangat diperlukan untuk menyalurkan sengketa-sengketa tertentu kepada suatu mekanisme penyelesaian sengketa yang paling tepat bagi mereka.” Untuk menyelesaikan sengketa tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara litigasi dan non litigasi. Litigasi merupakan penyelesaian sengketa hukum melalui jalur pengadilan sedangkan non litigasi adalah penyelesaian sengketa hukum melalui jalur luar pengadilan. Apabila ingin menempuh jalur non litigasi, maka Bank Indonesia memfasilitasinya. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998. Untuk menyikapi permasalahan tersebut, maka Bank Indonesia sebagai pemegang
otoritas
pengawas
industri
perbankan
berkepentingan
untuk
meningkatkan perlindungan terhadap kepentingan nasabah dalam berhubungan dengan bank. Mengingat pentingnya permasalahan tersebut, Bank Indonesia telah menetapkan upaya perlindungan nasabah sebagai salah satu pilar dalam Arsitektur Perbankan Indonesia (API) yang diluncurkan oleh Gubernur Bank Indonesia pada tanggal 9 Januari 2004. API sendiri merupakan suatu cetak biru sistem perbankan nasional yang terdiri dari enam pilar untuk mewujudkan visi sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan dalam
10
Gunawan Widjawa & Ahmad Yani, Hukum Arbitrase, (Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2000), hlm.3.
Universitas Sumatera Utara
rangka membantu mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Enam pilar dalam API adalah: a. struktur perbankan yang sehat, b. sistem pengaturan yang efektif, c. sistem pengawasan yang independen dan efektif, d. industri perbankan yang kuat, e. infrastruktur yang mencukupi, dan f. perlindungan nasabah. Sebagai Bank Sentral, Bank Indonesia memiliki wewenang menetapkan peraturan perbankan termasuk ketentuan-ketentuan perbankan yang memuat perinsip kehati-hatian 11. Dengan adanya kewenangan ini, maka Bank Indonesia menetapkan 2(dua) peraturan untuk mengatasi sengketa perbankan ini, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 7/7PBI/2005 tentang Penyelesaian Pengaduan Nasabah, dan Peraturan Bank Indonesia No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, sebagaimana yang telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia No. 10/1/PBI/2008. Pengaduan adalah ungkapan ketidakpuasan
Nasabah yang disebabkan
oleh adanya potensi kerugian finansial pada Nasabah yang diduga karena kesalahan atau kelalaian Bank seperti yang tertulis dalam pasal 1 angka 4 PBI Nomor 7/7/PBI/2005. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank, termasuk pihak yang tidak memiliki rekening namun memanfaatkan jasa bank untuk melakukan
11
Frianto Pandia, Elly Santi, Achmad Abror, op.cit, hlm. 22.
Universitas Sumatera Utara
transaksi keuangan ( walk-in customer ) yang tertulis dalam pasal 1 angka 2 PBI Nomor 8/5/PBI/2006. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa yang melibatkan mediator untuk membantu para pihak yang bersengketa guna mencapai penyelesaian dalam bentuk kesepakatan sukarela terhadap sebagian ataupun seluruh permasalahan yang disengketakan yang sesuai dengan pasal 1 angka 5 PBI Nomor 8/5/PBI/2006. Goodpaster menyatakan 12: “Mediasi adalah proses negosiasi penyelesaian masalah (sengketa) dimana suatu pihak luar, tidak memihak, netral, tidak bekerja dengan para pihak yang besengketa, membantu mereka (yang bersengketa) mencapai suatu kesepakatan hasil negosiasi yang memuaskan.” Pada pasal 1 angka 8 PBI Nomor 8/5/PBI/2006, setelah dilakukan mediasi, maka hasil kesepakatan tersebut dituang dalam suatu akta yang disebut dengan Akta Kesepakatan. Akta Kesepakatan adalah dokumen tertulis yang memuat Kesepakatan yang bersifat final dan mengikat bagi Nasabah dan Bank.
F. Metode Penelitian Metode Penelitian a. Jenis dan Sifat Penelitian Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah deskriptif analitis. Penelitian yang bersifat deskriptif analitis merupakan suatu penelitian yang menggambarkan, menelaah, menjelaskan, dan menganalisis suatu peraturan hukum 13. 12
Garry Goodpaster, Panduan Negoisasi dan Mediasi, seri dasar ekonomi 9, (Jakarta:ELIPS, 1999), hlm.241. 13 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm.63.
Universitas Sumatera Utara
Pada penelitian deskriptif , analisis data tidak keluar dari lingkup sample. Bersifat deduktif, berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain 14. b. Jenis dan Sumber Data Sumber atau jenis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah dua jenis data yaitu : 1) Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak-pihak yang terkait di lapangan penelitian, dengan mengadakan wawancara kepada pihakpihak di Bank Indonesia yang berkompeten di bidang penyelesaian sengketa antara bank dengan nasabah. 2) Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yang bertujuan untuk mendapatkan konsep-konsep, teori-teori, dan informasi-informasi serta pemikiran konsepsual dari peneliti pendahulu, baik berupa peraturan perundang-undangan dan karya ilmiah lainnya. Adapun yang menjadi data sekunder penelitian yang digunakan terdiri dari15: 1.
Bahan hukum primer, yakni bahan hukum yang terdiri dari aturan hukum yang terdapat pada berbagai perangkat hukum atau peraturan perundang-undangan
seperti
(PBI)
No.
7/7PBI/2005
tentang
Penyelesaian Pengaduan Nasabah, sebagaimana yang telah diubah
14
Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1996), hlm. 37. 15 Jhon Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya: Bayumedia, 2006), hlm.192.
Universitas Sumatera Utara
dengan PBI No. 10/10/PBI/2008, PBI No. 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan, sebagaimana yang telah diubah dengan PBI No. 10/1/PBI/2008, dan lain sebagainya. 2.
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal, pendapat sarjana, dan hasil-hasil penelitian seperti buku-buku tentang hukum dan juga tentang perbankan, dan lain sebagainya.
3.
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia, dan lain-lain.
c. Teknik Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik penelitian kepustakaan, yaitu dengan meneliti sumber bacaan yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, seperti : Buku-buku hukum, majalah hukum, artikel-artikel, pendapat para sarjana, dan bahan-bahan lainnya. Selain dengan studi pustaka, penulis juga mengumpulkan data-data dengan cara melakukan riset di Bank Indonesia (BI) Medan. d. Analisis Data Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif, dan selanjutnya diuraikan dengan mengudakan metode secara deskriptif dan induktif dan terakhir dilakukan pembahasan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang dapat dipahami secara jelas dan terarah berkaitan dengan masalah dalam skripsi ini. Dengan demikian, kegiatan
Universitas Sumatera Utara
analisis ini diharapkan akan memberikan solusi atas permasalahan dalam penelitian ini.
G. Sistematika Penulisan Dalam penyusunan skripsi ini, penulis membagi pembahasan tema ke dalam lima (5) bab pokok yang terdiri dari beberapa sub bab. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : BAB I
Pendahuluan Pada awal bab ini penulis menjelaskan tentang pendahuluan, menguraikan tentang hal-hal yang bersifat umum, yaitu latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II
Tinjauan Umum Tentang Kedudukan Hukum Antara Bank Dengan Nasabah Dalam bab ini, di jelaskan mengenai pengertian bank dan nasabah, bagaimana hubungan bank dengan nasabah serta syarat syahnya hubungan hukum antara bank dan nasabah. Dalam bab ini dibahas juga mengenai perlindungan nasabah selaku konsumen yang telah menggunakan produk-produk dari suatu bank
Universitas Sumatera Utara
BAB III
Tinjauan Umum Tentang Sengketa Dan Cara-Cara Penyelesaian Sengketa Adapun yang dibahas dalam bab ini adalah pengertian sengketa dan sengketa perbankan, kemudian cara-cara penyelesaian sengketa yang dapat dilakukan dengan dua cara yaitu penyelesaian sengketa melaui
jalur
litigasi,
penyelesaian
sengketa melalui jalur non litigasi
BAB IV
Peranan Bank Indonesia ( BI ) Dalam Penyelesaian Sengketa Antara Bank Dengan Nasabah Dan Kekuatan Hukum Putusan Dari Mediasi Perbankan. Bab ini menguraikan tentang sejarah Bank Indonesia ( BI ) dan dikaitkan dengan peraturan yang dikeluarkan BI untuk mengatasi sengketa yang timbul antara bank dengan nasabah serta peran BI Dalam penyelesaian sengketa antara bank dengan nasabah menurut
PBI
No.7/7/PBI/2005
mengenai
penyelesaian
pengaduan nasabah dan peran BI dalam penyelesaian sengketa antara bank dengan nasabah menurut PBI No.8/5/PBI/2006 jo PBI No. 10/1/PBI/2008 mengenai Mediasi Perbankan. Selain itu, pada bab ini dibahas juga mengenai kekuatan hukum putusan perdamaian melalui mediasi perbankan
Universitas Sumatera Utara
BAB V
Kesimpulan Dan Saran Pada bab ini dimuat mengenai kesimpulan dan saran dari pembahasan keseluruhan skripsi ini.
Universitas Sumatera Utara