1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dunia kini telah berada pada era globalisasi yang dengan gencar menyentuh seluruh lapisan masyarakat dunia. Setiap orang kini dapat dengan mudah mengakses informasi yang diinginkan dari berbagai media. Peristiwa yang terjadi di seluruh belahan dunia secara cepat diketahui oleh siapapun dimanapun ia berada. Informasi yang ada sangat terbuka dan dapat diakses oleh semua orang serta tidak ada lagi batas waktu dan tempat. Peristiwa tersebut sejalan dengan pemikiran McLuhan mengenai konsep global village (desa global) yang mengibaratkan dunia sebagai sebuah desa dimana seluruh informasi menyebar dengan sangat cepat ke seluruh penduduk desa. Manusia kini telah sampai pada global village dimana arus informasi bergerak secara massa dan cepat menyentuh kehidupan masyarakat dunia. Teknologi informasi yang berkembang pesat menjadi salah satu faktor pendorong perkembangan kehidupan manusia pada saat ini. Dengan adanya kemajuan pada bidang teknologi informasi, proses komunikasi dan penyebaran informasi menjadi cepat dan mudah. Internet merupakan hasil dari perkembangan teknologi informasi yang paling mutakhir saat ini. Secara harfiah, internet (kependekan daripada perkataan ‘inter-network’) ialah rangkaian komputer yang terhubung menelusuri beberapa rangkaian
2
(http://id.wikipedia.org/wiki/Internet). Internet berfungsi sebagai medium komunikasi yang didalamnya terdapat milyaran informasi berupa teks, gambar, audio, video, dan sebagainya yang dapat diunggah oleh individu, kelompok maupun perusahaan dengan tujuan tertentu. Internet memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan media komunikasi massa yang lain seperti radio, televisi, surat kabar, majalah dan sebagainya. Onno W. Purbo melukiskan bahwa internet telah mengubah metode komunikasi massa dan penyebaran data atau informasi secara fleksibel dan mengintegrasikan seluruh bentuk media massa konvensional seperti
media
cetak
dan
(http://mhs.blog.ui.edu/diat.nurhidayat71).
audio
Selain
itu,
visual
internet
juga
memungkinkan terjadinya komunikasi dua arah yang interaktif karena setiap orang dapat berinteraksi melalui fasilitas yang disediakan oleh internet seperti e-mail, milis (mailing-list), Internet Relay Chatting, dan sebagainya. Berbagai inovasi dan kemudahan yang dimiliki oleh internet sebagai medium komunikasi massa bagi khalayak luas memicu perubahan dan perkembangan kebudayaan manusia.
Budaya yang berkembang dalam
suatu tatanan masyarakat dalam wilayah dan waktu tertentu, dapat dipengaruhi oleh sistem media yang ada pada masyarakat tersebut. Media massa yang memiliki fungsi informasi bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang segala sesuatu tanpa mengenal jarak, ruang, dan waktu. Media
massa
menghilangkan
batas-batas
pemisah
antar
negara
memungkinkan terjadinya keseragaman budaya di seluruh dunia. Suatu
3
kebudayaan dalam suatu negara budaya dapat diketahui, disukai bahkan diterapkan oleh masyarakat dari negara lain. Fenomena ini terlihat dari pemakaian celana jeans terutama dikalangan remaja. Celana jeans yang dulunya merupakan pakaian khas orang Amerika menjadi pakaian yang diminati oleh anak muda saat ini di seluruh dunia. Fenomena ini disebut budaya populer atau budaya pop. Perkembangan budaya populer sekarang banyak diminati oleh masyarakat tanpa ada batasan geografis. Budaya pop ini merupakan budaya yang ringan dan dikemas menarik yang disebarkan melalui media massa. Dalam perkembangannya budaya pop tidak hanya didominasi oleh negara-negara barat, tetapi juga oleh negara-negara di Asia. Korea kini menjadi salah satu negara pengekspor budaya pop. Korea mulai mengekspor budaya pop melalui tayangan hiburannya dan menjadi saingan berat bagi Amerika dan negara-negara Eropa. Hal ini sejalan dengan kemajuan industri hiburan dan kestabilan ekonomi Korea. Sebagai contoh drama Korea telah mendominasi televisi nasional, sampai munculnya girlband dan boyband baru di Indonesia. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa demam budaya pop Korea sedang melanda Indonesia atau dikenal dengan istilah Korean Wave. Choi Cheonosa (2011:1) dalam bukunya Hallyu: Korean Wave, Hallyu atau Korean Wave ("Gelombang Korea") adalah istilah yang sering digunakan untuk penyebaran budaya Korea Selatan di seluruh dunia. Korean Wave mulai menyebar ke berbagai daerah Asia, seperti Cina, Hongkong dan Taiwan awal tahun 1990-an dengan ditayangkan drama Korea yang begitu
4
banyak diminati oleh masyarakat. Semakin lama pengaruhnya sampai ke negara Jepang dan negara-negara Asia Tenggara, seperti Indonesia, Singapura, Thailand, dan lain-lain. Drama Korea (yang lebih dikenal dengan istilah K-Drama, musik pop atau dikenal dengan istilah KPop dan film Korea merupakan produk-produk budaya pop yang ditawarkan oleh Korea. Pembahasan ini terlihat dari hasil diskusi dalam rangka memperingati hari jadi Jurusan Korea di Universitas Gadjah Mada menyatakan bahwa Korea pada abad 21 telah berhasil menyaingi Hollywood dan Bollywood dalam melebarkan sayap budayanya ke dunia internasional. Produk budaya Korea seperti drama, film, lagu, fashion, hingga produk-produk industri menghiasi ranah kehidupan masyarakat di berbagai
belahan
dunia,
termasuk
Amerika
dan
Eropa
(http://www.ugm.ac.id). Tersebar luasnya budaya pop Korea ini tidak terlepas dari peran media massa yang merupakan faktor yang sangat penting dalam penyebaran produkproduk budaya yang ditawarkan oleh Korea sendiri. Di Indonesia, penyebaran budaya populer mulai tahun 2002 dengan tayangnya drama seri berjudul ‘Autumn in My Heart’ atau ‘Autumn Tale’ yang lebih populer dengan judul ‘Endless Love’, di stasiun TV Indosiar. Keberhasilan drama seri Korea yang dikenal dengan Korean drama (K-Drama) diikuti oleh Korean drama lainnya. Sampai saat ini ada 50 judul K-Drama telah ditayangkan di stasiun tv swasta di Indonesia.
5
Perkembangan produk-produk budaya Korea juga dapat dilihat melalui media internet. Penyebaran budaya Korea melalui internet ini didukung oleh semakin banyaknya penduduk Indonesia yang menggunakan internet dalam sebagai sarana komunikasi. Menurut Ivan Lanin, seorang penggiat Wikimedia, semakin banyak orang Indonesia yang menggunakan internet. Pengguna Facebook di Indonesia nomor 2 di dunia (data socialbaker.com per November 2011), penetrasi Twitter di Indonesia nomor 4 di dunia (data comscore.com per April 2011), artikel bahasa Indonesia di Wikimedia merupakan terbanyak nomor 22 di dunia (http://yoszuaccalytt. blogdetik.com) Korean Wave merambat melaui situs-situs resmi perusahaan entertainment Korea maupun dari situs jejaring sosial serta blog-blog pecinta Korea. Situs sosial media seperti Youtube, Facebook, Twitter, sebagai alat internasional untuk menyebarkan Korean Wave. Sampai saat ini jumlah blog yang muncul di Indonesia telah mencapai 4,1 juta. Dalam data bertajuk 'Indonesia Social Media Landscape' dari SalingSilang.com, yang diterima okezone, Jumat (25/2/2011), hingga Januari 2011 terdapat sekitar 4,131,861 blogs di dunia maya yang berasal dari Indonesia. Dalam kurun 3 bulan belakangan, hanya sekira 32,67 persen saja blog yang melakukan update atau pembaharuan isi. Dan sekira 27 persen datanya memuat budaya Korean Pop (K-Pop) (http://techno.okezone.com). Saat ini lebih dari 5 juta video K-Pop yang diupload ke Youtube. Sebagian dari jumlah tersebut adalah TVXQ (400.000), Kara (400.000),
6
SNSD (340.000), Super Junior (270.000) serta Wonder Girls (260.000). "YouTube berperan penting dalam menyebarkan genre musik ke seluruh dunia," urai pernyataan resmi Presiden Korea Selatan. (http://wwwasianwave. blogspot.com). Dari data di atas terlihat peran aktif internet dalam menyebarluaskan budaya pop khususnya Korean Wave. Beragamnya informasi yang disajikan di internet menjadikan khalayak semakin aktif dalam memilih isi peran yang sesuai dengan kebutuhannya. Berawal dari rasa ketertarikan dan kecintaan pada budaya Korea, seseorang dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang penggemar budaya Korea dan akhirnya membentuk komunitas yang merupakan kumpulan dari penggemar tersebut. Penggemar budaya pop Korea Makassar sebagai salah satu kota besar di Indonesia pun tidak luput dari pengaruh Korean Wave. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya fandom grup penggemar boyband maupun girlband Korea. Saat ini tercatat ada tujuh K-Pop resmi di Makassar, yaitu: E.L.F, Sone, Shawol, Triple S, V.I.P, Cassiopea, B3auty yang merupakan penggemar aktif melakukan pertemuan dan gathering besar-besaran. Selain itu terdapat pula suatu komunitas dengan nama Makassar Korean Lover. Makassar Korean Lover adalah sebuah grup pecinta budaya Korea berbasis online pada jejaring sosial Facebook yang memanfaatkan media internet. Mereka melakukan interaksi antar sesama anggotanya berupa sharing infomasi seputar Korea mulai dari informasi mengenai kebudayaan,
7
drama, musik, fashion, kuliner, wisata dan lain sebagainya. Grup ini juga aktif mengadakan gathering setiap tahun seta pertemuan-pertemuan lainnya. Makassar Korean Lover terbentuk pada Agustus 2009 dan hingga saat ini tercatat 350 orang yang ikut bergabung dalam grup ini. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengangkat judul: “PERSEPSI MAKASSAR KOREAN LOVER TERHADAP KOREAN WAVE MELALUI MEDIA INTERNET DI KOTA MAKASSAR”.
B. Rumusan Masalah Penelitian ini berfokus pada studi media khusunya dalam penyebaran budaya populer kepada khalayak luas. Media yang dimaksud adalah media internet yang merupakan konvergensi dari media-media lain seperti media cetak, elektronik, dan sebagainya. Budaya populer yang saat ini berkembang di masyarakat Indonesia khususnya di Makassar adalah budaya pop Korea atau Korean Wave. Makassar Korean Lover merupakan komunitas pecinta budaya pop Korea berbasis online yang memanfaatkan media internet sebagai medium komunikasi antar sesama Korean Lover. Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka disusun rumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana persepsi Makassar Korean Lover terhadap peran internet dalam penyebaran Korean Wave di Kota Makassar? 2. Bagaimana persepsi Makassar Korean Lover terhadap Korean Wave melalui internet di Kota Makassar?
8
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian a. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui persepsi Makassar Korean Lover terhadap peran internet dalam penyebaran Korean Wave di Kota Makassar. 2. Untuk mengetahui persepsi Makassar Korean Lover terhadap Korean Wave melalui internet di Kota Makassar. b. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoritis a.
Memberikan kontribusi terhadap berkembangnya ilmu-ilmu sosial, khususnya ilmu komunikasi yang berbasis pada pengembangan penelitian kajian budaya populer serta kajian komunikasi massa khususnya internet.
b.
Dapat dipakai sebagai acuan bagi penelitian-penelitian sejenis yang berkaitan dengan budaya populer khususnya Korean Wave dan kajian mengenai penggunaan internet sebagai media komunikasi massa.
2. Kegunaan Praktis a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu memahami peran internet sebagai medium komunikasi massa yang memiliki fungsi pengawasan, penghubungan, penstransferan budaya dan hiburan. b. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan dalam memahami fenomena budaya popular dalam hal ini Korean Wave khususnya Makassar Korean Lover.
9
D. Kerangka Konseptual Media massa saat ini telah menjadi begitu kompleks dan beragam sebagai penyebaran informasi kepada khalayak luas. Menurut Panji (dalam Hamid & Budianto 2011:470) : Kehadiran media massa dalam tatanan masyarakat modern sudah pasti tidak dapat dipungkiri. Meminjam konsep global village dari Marshall Mcluhan, seluruh dunia kini ibarat menjadi sebuah desa yang sangat besar. Dan hal itu terjadi karena kehadiran media massa sehingga batasan jarak dan waktu menjadi semakin memudar. Salah satu konsekuensi dari kehadiran media massa adalah bahwa segala macam bentuk informasi kini terkomunikasikan secara masif dan relatif singkat (bahkan real time). Satu pesan yang sederhana mampu terkirimkan kebelahan dunia yang lainnya dalam waktu yang sesingkat mungkin.
Hal ini sejalan dengan pemikiran Vivian (2008:263) yang menyatakan bahwa internet bersifat interaktif, dan memiliki kemampuan membuat seseorang berkomunikasi dengan orang lain, bukan hanya sekedar menerima pesan belaka, tetapi juga bisa berkomunikasi secara real time. Internet dengan segala
kecanggihan
yang
terus
berkembang,
menawarkan
berbagai
kemudahan untuk pemenuhan kebutuhan penggunanya. Menurut Danesi (2010: 204) melalui internet kita bisa mendapatkan berbagai situs yang mengandung berbagai informasi tentang nyaris semua cabang pengetahuan manusia dan capaiannya, dari topik-topik ilmiah paling serius sampai katalog senda gurau dan gambar erotis. Severin dan Tankard (2008:445) juga menjelaskan: Internet mengubah komunikasi dengan beberapa cara fundamental. Media massa tradisional pada dasarnya menawarkan model komunikasi “satu untuk banyak” sedangkan internet memberikan model-model tambahan: “banyak untuk satu” (email ke satu alamat sentral, banyaknya pengguna yang berinteraksi dengan satu website) dan “banyak untuk banyak” (email,
10
milis, kelompok-kelompok baru). Internet menawarkan potensi komunikasi yang lebih terdesentralisasi dan lebih demokratis dibandingkan dengan yang ditawarkan sebelumnya.
Yayan Sopian mengklasifikasikan karakteristik media online sebagai berikut: a. Kemudahan bagi pengakses untuk mengalihkan waktu pengaksesan. Artinya, penerbit media online, misalnya bisa menentukan bahwa akses medianya bisa dimulai dari jam 1 dini hari seperti yang tersaji dari media cetak yang juga mempunyai media online. Meskipun ada juga yang baru beberapa jam kemudian, bahkan 1 hari kemudian. Ini sangat tergantung pada kemampuan media. b. Real time atau langsung bisa disajikan. Pengelola website dapat menulis setiap saat. Sehingga pembaca (user) dapat menerima berita setiap waktu. c. Unsur multimedia. Bentuk dan publikasi yang lebih kaya. Sajiannya tidak klasik seperti media cetak (e-paper dalam versi online-nya). Ada banyak fitur, serta ilustrasi tampilan yang amat menarik pembaca. d. Interaktif. Hyperlink memungkinkan user terhubung dengan situs yang lain, seperti Wordpress, RSS, Twitter, dan Facebook. (repository.usu.ac.id/)
Komunikasi
adalah
mesin
pendorong
proses
sosial
yang
memungkinkan terjadinya proses interaksi antar manusia. Kehadiran internet sebagai medium komunikasi massa yang interaktif, membawa dampak bagi kebudayaan manusia di dunia. Laswell (dalam Rivers, dkk., 2008: 33-34) mengidentifikasi tiga dari keempat fungsi media massa pada budaya yaitu:
11
1. Fungsi pengawasan (Surveillance) Setiap masyarakat memiliki sejumlah penjaga yang menyajikan informasi dan penafsiran atas berbagai peristiwa. Penjaga ini juga memantau kondisi lingkungan dan mendeteksi berbagai ancaman dan masalah, juga berbagai peluang dan
dukungan,
serta memberitahukannya kepada warga
masyarakat agar dapat menyesuaikan diri. 2. Fungsi penghubungan (Communication) Dalam menentukan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi suatu tantangan, masyarakat menggunakan sistem komunikasi sebagai sebuah forum atau ajang diskusi. Komunikasi pula yang memungkinkan segenap individu dan kelompok bertindak secara kompak sebagai sebuah masyarakat. 3.
Fungsi pentransferan budaya (Transmission) Masyarakat juga menggunakan sistem komunikasi sebagai guru yang menyampaikan warisan sosial (nilai-nilai dan norma) dari sesorang ke orang lain, atau bahkan dari generasi ke generasi.
4. Fungsi hiburan (Entertainment) Fungsi hiburan diperkenalkan oleh Charles Wright yang menegaskan pentingnya fungsi keempat yaitu sebagai sumber hiburan. Media massa digunakan sebagai sarana untuk penyaluran emosi, mengisi waktu luang, bersantai serta untuk melepaskan diri dari masalah sehari-hari.
12
Dilihat dari fungsi internet yang dijelaskan tersebut maka dapat diketahui bahwa internet sebagai medium komunikasi massa dapat membawa perubahan dan perkembangan kebudayaan manusia yang merupakan cerminan dari pola hidup dan pola pikir masyarakat pada saat ini. Cogent (dalam Baran & Davis 2010:89) menyatakan bahwa media memainkan peranan penting dalam perkembangan dan pemeliharaan budaya. Budaya menurut Raymond William (dalam Storey, 2003:3) dibagi dalam tiga definisi. Pertama, budaya merupakan suatu proses umum perkembangan intelektual, spiritual dan estetis. Kedua, budaya bisa berarti pandangan hidup tertentu dari masyarakat, periode atau kelompok tertentu. Ketiga, budaya merujuk pada karya dan praktik-praktik intelektual, terutama aktivitas artistik. Budaya pada dasarnya adalah hasil kreatifitas manusia berupa cipta, rasa dan karsa yang tercipta dari interaksi antar manusia. Budaya populer pun tidak berbeda dengan definisi di atas. Fiske (2011:28) menyatakan bahwa budaya populer dibuat oleh orang-orang, bukan diterapkan kepada mereka. Hal tersebut berasal dari dalam, dari bawah, bukan dari atas. Ben Agger (1992) dalam Bungin, 2008: 101 menyatakan bahwa kebudayaan populer lebih banyak berpengaruh pada kelompok orang muda dan menjadi pusat ideologi masyarakat dan kebudayaan padahal budaya populer terus menjadi kontradiksi dan perdebatan. Fenomena popular culture atau budaya populer sejak dulu telah menjadi perbebatan mengenai pengaruh negatif budaya populer terhadap pola kehidupan masyarakat. Walaupun
13
banyak kritik terhadap pengaruh negatif dari budaya populer ini namun kekuatan budaya populer semakin kuat mempengaruhi miliaran manusia. Korean Wave adalah salah satu dari sekian banyak fenomena budaya pop yang berkembang. Korea merupakan salah satu contoh sukses eksporter program televisi, khususnya di wilayah Asia sampai Eropa dan Amerika. Budaya populer menyuguhkan budaya-budaya tertentu ke dunia internasional melalui tayangan hiburan seperti film, drama dan musik yang bernuansa Asia. Budaya pop Korea yang mengemas nilai-nilai kebudayaan Asia menjadi daya tarik tersendiri, terutama bagi masyarakat Asia. Hal ini disebabkan oleh adanya kedekatan emosional tersendiri saat menyaksikannya. Di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang semakin memudarkan nilainilai budaya tradisional, tayangan Korea secara konsisten menampilkan nilainilai budaya Korea dan Asia. Misalnya saja cerita dari drama Korea yang mencerminkan sopan santun, penghormatan pada orang tua, pengabdian pada keluarga, nilai kolektivitas atau kebersamaan, serta nilai kesakralan cinta dan pernikahan. Nilai-nilai ini ditampilkan secara unik dalam situasi kehidupan sehari-hari masyarakat Korea modern yang telah mengalami kemajuan teknologi dan ekonomi yang pesat. Hal inilah yang membuat budaya pop dari Seoul ini menjadi fenomena yang unik serta mengejutkan sehingga menarik perhatian massa. Selanjutnya, munculnya rasa ketertarikan dan kecintaan pada budaya Korea, seseorang dapat mengidentifikasikan dirinya sebagai seorang penggemar dan akhirnya membentuk komunitas yang merupakan kumpulan
14
dari penggemar tersebut. Menurut Badruddin (2006:91) dalam Jurnal Penelitian Ilmu Komunikasi
dalam konstruksi identitas penggemar,
keberadaan komunitas menjadi vital. Jenkins (1992 dalam Storey 2006:159160) mendekati kelompok penggemar sebagai seorang akademikus (yang mengakses teori-teori budaya pop tertentu, seperangkat literatur kritis dan etnografis) maupun sebagai seorang penggemar (yang memiliki akses terhadap pengetahuan tertentu dan tradisi-tradisi dalam komunitas tersebut). Dalam hal ini, para penggemar budaya Korea membentuk suatu komunitas baik yang merupakan sarana untuk berkumpul dan menyatukan aspirasi mereka lewat diskusi, pertemuan, dan membuat acara-acara yang kian membuat Korean Wave semakin menyebar di kalangan masyarakat Indonesia. Berdasarkan rujukan hasil penelitian sebelumnya oleh Wulan A. Zaty (2007:113), Korean Wave yang kini berkembang di Makassar saat ini dapat dikategorisasikan sebagai berikut: Budaya pop Korea yang ada sangat bervariasi dan luas, namun berdasarkan pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap fandom Korea di Makassar,
konsumsi
budaya
pop
Korea
yang
dominan
dapat
dikategorisasikan menjadi tiga yaitu: (1) Penggemar yang menyukai film Korea, (2) Penggemar yang menyukai K-Drama, (3) Penggemar yang menyukai K-Pop. Para penggemar produk budaya Korea ini membentuk komunitas atau kelompok berbasis online untuk memudahkan para anggota untuk melakukan
15
interaksi dengan sesama anggotanya. Komunitas maya ini dijelaskan Severin & Tankard (2008: 447) sebagai berikut: Virtual communities atau komunitas maya adalah komunitas-komunitas yang lebih banyak muncul di dunia komunikasi elektronik daripada di dunia nyata. Salah satu bentuknya yang paling awal adalah buletin komputer yang diakses dengan menyambungkan modem pada tahun 1970an. Ruang chatting, e-mail, milis dan kelompok-kelompok diskusi via elektronik adalah contoh baru tempat-tempat yang dipakai oleh komunitas untuk saling berkomunikasi. Orang yang tinggal diberbagai penjuru dunia yang memiliki ketertarikan yang sama dapat berkumpul dan membicarakannya dalam dunia maya.
Komunitas maya dalam hal ini Makassar Korean Lover yang merupakan komunitas penggemar Korea juga memanfaatkan internet sebagai media komunikasi dan interaksi antar sesama anggotanya dalam membahas, mendiskusikan dan bertukar informasi mengenai hal-hal seputar Korean Wave mulai dari film, K-Drama, K-Pop, dan sebagainya. Persepsi Makassar Korean Lover terhadap Korean Wave dalam pemanfaatan media, sejalan dengan teori Uses and Grtifications yang menempatkan
khalayak
sebagai
pengguna
aktif
dalam
pemenuhan
kebutuhannya. Untuk memahami peran internet bagi khalayak digunakan Dependency Theory dan teori Uses and Grtifications dijelaskan sebagai berikut: Teori Uses and Gratifications Teori Uses and Gratifications membahas mengenai apa yang dilakukan orang terhadap media. Studi dalam bidang ini memusatkan perhatian pada penggunaan (uses) isi media untuk mendapatkan pemenuhan (gratification) atas kebutuhan seseorang. Katz (1974, dalam Sendjaja, 2002:
16
212) menggambarkan logika yang mendasari penelitian mengenai Uses and Gratifications sebagai berikut: (1) kondisi sosial psikologis seseorang akan menyebabkan adanya; (2) kebutuhan, yang menciptakan; (3) harapan-harapan terhadap; (4) media massa atau sumber-sumber lain, yang membawa kepada; (5) perbedaan pola penggunaan media (atau keterlibatan dalam aktivitas lainnya) yang akhirnya akan menghasilkan; (6) pemenuhan kebutuhan dan; (7) konsekuensi lainnya, termasuk yang tidak diharapkan sebelumnya. Menurut Katz, Blumler, dan Gurevitch (1974, dalam Baran & Davis, 2009:298) lima elemen atau asumsi dasar dari model
Uses And
Gratifications yaitu: 1. Khalayak adalah pihak yang aktif dan penggunaan media yang mereka lakukan berorientasi tujuan. 2. Inisiatif dalam menghubungkan kebutuhan akan kepuasan terhadap pilihan media tertentu bergantung pada anggota khalayak. 3. Media berkompetisi dengan sumber kebutuhan kepuasan yang lain 4. Orang-orang sadar betul dengan penggunaan media, minat dan motif sehingga memungkinkan peneliti menyediakan gambaran lebih akurat terhadap penggunaan tersebut. 5. Keputusan pada nilai mengenai bagaimana khalayak menghubungkan kebutuhan dengan media atau isi tertentu seharusnya ditunda. Thomas Ruggiero (2000, dalam Baran & Davis, 2009:295-296) mengidentifikasi tiga karakteristik komunikasi massa yang dimediasi oleh
17
komputer (internet) yang “menawarkan perilaku komunikasi dalam skala yang besar” untuk dipelajari peneliti Uses and Gratifications: 1. Keterhubungan secara signifikan menguatkan inti pemahaman dari prngguna aktif karena keterhubungan dalam komunikasi massa telah lama dianggap sebagai “derajat ketika partisipan dalam proses komunikasi memiliki control, dan dapat mengubah peran dalam wacana mereka secara timbal balik”. 2. Demasifikasi (Demassification) adalah kemampuan pengguna media untuk memilih dari menu yang banyak. Tidak seperti media massa tradisional, media baru seperti Internet menyediakan karakteristik selektif yang memungkinkan individu untuk merangkai pesan ke dalam kebutuhan mereka, 3. Asynchroneity berarti bahwa pesan termediasi dapat dilakukan dengan waktu yang berbeda. Pengirim dan penerima pesan elektronik (e-mail) dapat membaca pesan elektronik dalam waktu yang lain dan masih dapat berinteraksi dengan nyaman. Hal ini juga berarti bahwa kemampuan individu untuk mengirim, menerima, menyimpan, atau mendapatkan pesan pada saat yang ia inginkan. Menurut Baran dan Davis dalam bukunya Teori Komunikasi Massa: Dasar, Pergolakan, dan Masa Depan (2009) para peneliti yang mempelajari teknologi baru telah menemukan bahwa penelitian uses and gratifications dapat membantu dalam mempelajari berbagai jenis media baru, terutama pesan elektonik. Teori uses and gratifications terbukti penting dalam
18
mengukur mengapa dan bagaimana beragam layanan komunikasi nirkabel atau berbasis komputer digunakan untuk menambah atau mengganti media yang lebih lama.
Teori Dependensi (Dependency Theory) Teori yang dikembangkan oleh Sandra Ball-Rokeach dan Melvin L. DeFleur (1976) memfokuskan perhatiannya pada kondisi struktural suatu masyarakat yang mengatur kecenderungan terjadinya suatu efek media massa. Teori ini pada dasarnya merupakan suatu pendekatan struktur sosial yang berangkat dari gagasan mengenai sifat suatu masyarakat modern (atau masyarakat massa), dimana media massa dapat dianggap sebagai sistem informasi yang memiliki peran penting dalam proses pemeliharaan, perubahan dan konflik pada tataran masyarakat, kelompok, atau individu dalam aktivitas sosial. Teori ini secara ringkas digambarkan dalam model berikut: SISTEM SOSIAL (tingkat stabilitas struktural yang bervariasi)
SISTEM MEDIA (jumlah dan sentralitas fungsi informasi yang bervariasi)
AUDIENCES (tingkat ketergantungan pada informasi media yang bervariasi)
EFEK Kognitif, Afektif dan Behavioral
Gambar 1.1 Model Teori Dependensi Media
19
Menurut Sendjaja (2002: 201) pemikiran terpenting dari teori ini adalah bahwa dalam masyarakat modern, audience menjadi tergantung pada media massa sebagai sumber informasi bagi pengetahuan tentang dan orientasi kepada, apa yang terjadi dalam masyarakatnya. Jenis dan tingkat ketergantungan ini akan dipengaruhi sejumlah kondisi struktural, meskipun kondisi terpenting terutama berkaitan dengan tingkat perubahan, konflik atau tidak stabilnya masyarakat tersebut. Dan kedua, berkaitan dengan apa yang dilakukan media yang pada dasarnya melayani berbagai fungsi informasi. Dengan demikian teori ini menjelaskan saling hubungan antara tiga perangkat variabel utama dan menentukan jenis efek tertentu sebagai hasil interaksi antara ketiga variabel tersebut. Lebih lanjut Ball-Rokeach dan DeFleur (dalam Sendjaja, 2003:201) mengemukakan bahwa ketiga komponen yaitu audience, sistem media dan sistem sosial saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Meskipun hubungan ini berbeda antara masyarakat satu dengan masyarakat lainnya. Setiap komponen dapat pula memiliki cara yang
beragam yang secara
langsung berkaitan dengan perbedaan efek yang terjadi. Untuk memahami persepsi Makassar Korean Lover terhadap Korean Wave melalui internet maka berikut disajikan bagan dari kerangka konseptual penelitian ini:
20
VARIABEL BEBAS
VARIABEL TERIKAT
Korean Wave: - K-Drama - K-Pop - Film Korea Internet
Persepsi Makassar Korean Lover: - Peran Internet Korean Wave VARIABEL KONTROL Internal: - Fisiologis - Perhatian - Minat - Kebutuhan - Pengalaman - Suasana Hati Eksternal: - Ukuran - Warna - Keunikan - Intenstitas - Gerakan
Gambar 1.2 Bagan Kerangka Konseptual E. Definisi Operasional a. Persepsi: proses tentang petunjuk petunjuk inderawi berupa pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. b. Korean Wave (Gelombang Korea): penyebaran budaya pop Korea secara global. Produk-produk budaya pop yang berkembang saat ini adalah KDrama, K-Pop dan Film Korea. Sebagai sebuah kebudayaan, Korean Wave melalui internet memiliki fungsi antara lain: •
Pengawasan yaitu menyajikan informasi kepada khalayak serta membantu memahami fenomena yang terjadi di masyarakat.
•
Penghubungan yaitu menjadi penghubung seluruh anggota masyarakat serta menyediakan wadah dimana seluruh anggota masyarakat dapat
21
menyalurkan pendapat, tanggapan maupun kritik mengenai sesuatu hal. •
Pentransferan budaya yaitu membantu masyarakat dalam menjaga dan mewariskan kebudayaan berupa nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat yang menjadi ciri khas dari masyarakat tersebut.
•
Hiburan yaitu menjadi sarana melepaskan ketegangan dan masalah sehari-hari serta mengisi waktu luang.
c. Makassar Korean Lover: sebuah grup berbasis online dalam sebuah situs jejaring sosial yaitu Facebook yang anggotanya merupakan pecinta budaya pop Korea (Korean Lover) yang aktif melakukan sharing informasi seputar Korean Wave, melakukan gathering, event, lomba dan kegiatan lain yang berhubungan dengan Korean Wave. d. K-Drama: kepanjangan dari Korean Drama (Drama Korea). Drama Korea pada umumnya menceritakan perjalanan hidup seseorang pada suatu masa dengan berbagai konflik dalam kehidupannya. Genre dari drama Korea biasanya adalah drama keluarga, romantis, komedi, action, dan sebagainya. e. K-Pop: kepanjangan dari Korean Pop (Musik Pop Korea), adalah jenis musik pop yang berasal dari Korea Selatan. Sumber aliran K-Pop sendiri biasanya berasal dari musik pop, hip-hop dan R&B f. Film Korea: media komunikasi massa audio-visual (pandang-dengar) yang biasanya menceritakan kisah kehidupan manusia pada waktu
22
tertentu. Film Korea biasanya bergenre romantis, komedi, keluarga action, sci-fi, dan sebagainya. g. Internet: jaringan komputer luas dan besar yang mendunia, yang menghubungkan pemakai komputer dari suatu negara ke negara lain di seluruh dunia, dimana di dalamnya terdapat berbagai informasi berupa teks, grafik, foto, audio, video dan sebagainya. Peran internet terhadap Korean Wave dapat dilihat dari karakteristik dari internet sebagai media online antara lain: •
Kemudahan artinya internet menyajikan informasi dengan cepat dan mudah.
•
Real time atau langsung bisa disajikan artinya informasi yang ada di internet dapat langsung disajikan dan diakses oleh pengguna (user) dalam sekejap.
•
Multimedia artinya informasi yang ada dapat disajikan lebih beragam dan menarik bagi pengguna (user) seperti gambar, video, grafik dan sebagainya.
•
Interaktif artinya internet memudahkan pengguna (user) untuk terhubung dengan situs-situs lain yang berhubungan dengan informasi yang diinginkan.
h. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu faktor internal dan ekternal. Faktor internal terdiri dari:
23
•
Fisiologis yaitu berupa alat indera manusia yang digunakan untuk mengidentifikasi objek yang akan di persepsi.
•
Perhatian
yaitu
sejumlah
energi
yang
dikeluarkan
untuk
memperhatikan atau memfokuskan suatu obyek. •
Minat merupakan kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu dari stimulus.
•
Kebutuhan yang searah yaitu bagaimana seseorang individu mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat memberikan jawaban sesuai dengan dirinya.
•
Pengalaman dan ingatan yaitu bagaimana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian lampau untuk mengetahui suatu stimulus sehingga menyadari adanya pengalaman sebelumnya terhadap stimulus tersebut.
•
Suasana hati yaitu keadaan emosi sesorang yang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima, bereaksi dan mengingat.
Faktor ekternal terdiri dari: •
Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus yaitu bagaimana besarnya objek dan dimana objek tersebut di temaptkan sehingga menarik perhatian.
•
Warna dari objek-objek yaitu objek yang memiliki warna dalam artian stimulus yang berbeda akan lebih menarik perhatian seseorang.
24
•
Keunikan dan kekontrasan stimulus yaitu keunikan dari suatu srimulus dan lebih menonjol dibandingkan yang lain akan lebih mudah menarik perhatian.
•
Intensitas dan kekuatan dari stimulus yaitu stimulus memberi makna lebih bila lebih sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya sekali dilihat. Kekuatan dari stimulus merupakan daya dari suatu obyek yang bisa mempengaruhi persepsi.
•
Motion atau gerakan. Individu akan banyak memberikan perhatian terhadap obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan dibandingkan obyek yang diam.
F. Metode Penelitian 1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan berlangsung di kota Makassar yang memiliki fandom terbanyak di Indonesia Timur. Penelitian ini dilakukan pada anggota Makassar Korean Lover yang biasanya ditemui secara online atau pada acara-acara yang diadakan oleh Makassar Korean Lover sendiri atau pada kegiatan-kegiatan lain yang berhubungan dengan Korean Wave. Waktu penelitian akan berlangsung dari bulan Maret - Mei 2012 2. Tipe Penelitian Tipe penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode deskriptif. Mursalim (2007: 35) menjelaskan bahwa penelitian kuantitatif merupakan penelitian yang mendiskripsikan atau menjelaskan suatu
25
masalah yang hasilnya dapat digeneralisasikan sedangkan metode deskriptif merupakan metode yang bertujuan untuk melukiskan atau memaparkan suatu objek misalnya suatu gejala atau fenomena sosial. Peneliti menggunakan metode deskriptif kuantitatif yang mendeskripsikan atau menggambarkan data yang dikumpulkan melalui penyebaran kuisioner kepada anggota Makassar Korean Lover. 3. Populasi dan Sampel Populasi yang dimaksud adalah seluruh anggota Makassar Korean Lover yang berjumlah 350 orang. Peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel simple random sampling yang mengacu pada populasi yang homogen. Dikatakan homogen karena populasi yang ada memiliki kesamaan yaitu sama-sama pecinta budaya pop Korea. Peneliti menggunakan Nomogram Herry King untuk menentukan ukuran sampel yaitu:
26
Gambar 1.3 Nomogram Herry King
Untuk penentuan jumlah sampel dalam Nomogram Herry King, ditarik garis dari angka 350 yang berasal dari jumlah populasi sebesar 350 orang melewati titik tingkat kesalahan sebesar 5% akan menyinggung titik pada angka 40% kemudian dikalikan dengan faktor pengali untuk taraf kesalahan 5% sehingga menjadi 0.4 x 350 x 1.195 = 167,3. Jadi jumlah sampelnya sebanyak 167 responden yang merupakan anggota dari Makassar Korean Lover.
27
4. Teknik Pengumpulan Data Dalam melakukan teknik pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan beberapa metode diantaranya: a. Studi Pustaka Yaitu teknik pengumpulan data yang didapat dari buku-buku panduan atau referensi yang sesuai dengan masalah yang dibahas, dengan cara mempelajari dan menelaah hal-hal yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. b. Kuisioner Kuisioner disebarkan kepada Makassar Korean Lover yang akan dibagikan dengan dua cara yaitu dibagikan baik secara langsung (hard copy) dan dibagikan dalam bentuk file (soft copy) yang akan dikirimkan melalui e-mail masing-masing anggota Makassar Korean Lover. Kuisioner yang disebarkan dalam bentuk hard copy kepada anggota Makassar Korean Lover secara acak pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan Korean Wave baik yang diselenggarakan oleh Makassar Korean Lover maupun oleh komunitas lain. Untuk kuisioner dalam bentuk soft file, dikarenakan tingkat kesediaan responden mengisi kuisioner yang rendah maka kuisioner disebarkan kepada seluruh anggota Makassar Korean Lover secara online melalui situs jejaring sosial Facebook.
28
c. Observasi Langsung Observasi langsung dilakukan dengan mengakses blog-blog yang membahas Korean Wave serta terlibat langsung dengan cara ikut menjadi anggota Makassar Korean Lover di Facebook dan mengamati aktivitas anggotanya dalam grup tersebut. 5. Teknik Analisis Data Penelitian ini bersifat deskriptif kuantitatif dengan menggunakan teknik analisis statistik. Kriyantono (2007:165) menjelaskan bahwa statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan peristiwa, perilaku atau objek tertentu lainnya. Pengukuran terhadap gejala yang diamati menjadi
penting,
sehingga
pengumpulan
data
dilakukan
dengan
menggunakan daftar pertanyaan berstruktur (kuisioner). Adapun jenis skala yang digunakan dalam kuisioner penelitian ini menggunakan skala likert. Menurut Sugiono (2010:93) skala likert digunakan untuk mengukur sikap pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel. Kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pernyataan atau pertanyaan. Data yang
diperoleh
dari
kuisioner
akan
dianalisis
statistik
dengan
menggunakan tabel frekuensi yang kemudian dijabarkan secara deskriptif.