BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Diversifikasi pangan merupakan program alternatif yang digunakan dalam
menjaga ketahanan pangan Indonesia. Kebijakan diversifikasi pangan dan perbaikan menu makanan rakyat dalam upaya memperbaiki mutu gizi masyarakat sudah ditetapkan sejak tahun 1974 dan disempurnakan dengan INPRES 20/1979 (Ariani, 2003). Namun, secara operasional diversifikasi pangan belum dapat terlaksana dengan sempurna. Diversifikasi pangan dikenal sebagai upaya penganekaragaman pangan untuk dikonsumsi. Indonesia sebagai negara agraris memiliki berbagai potensi makanan lokal pengganti karbohidrat dalam mendukung kegiatan usaha penerapan diversifikasi pangan, seperti umbi-umbian, jagung, sagu, dan kentang. Diantara bahan pangan sumber karbohidrat, salah satu jenis umbi-umbian yaitu ubi jalar memiliki keunggulan dan keuntungan yang sangat tinggi bagi masyarakat Indonesia seperti ubi jalar mudah didapat karena merupakan salah satu potensi lokal di Indonesia, harga per kilogram yang cukup murah, dapat diolah ke berbagai jenis makanan, dan kandungan gizi yang bagus. Diantara keunggulan-keunggulan di atas, ada kelemahan yang sering dikemukakan, dimana setelah memakan ubi jalar menimbulkan rasa kurang nyaman karena timbulnya gas dalam perut. Selain itu, ubi jalar umumnya identik dengan makanan masyarakat kalangan bawah. Salah satu faktor penyebabnya
1
2
karena ubi jalar umumnya dikonsumsi hanya menjadi ubi rebus atau ubi goreng. Namun, anggapan ini bertolak belakang dengan yang terjadi di Jepang, Eropa, dan Amerika Serikat, karena ubi jalar merupakan salah satu makanan yang memiliki status makanan yang tinggi di atas kentang. Bahkan orang Jepang menganggap bahwa ubi jalar bukan makanan yang baik, namun yang terbaik. Indonesia termasuk 5 negara penghasil ubi jalar terbesar di dunia. Beberapa daerah di Indonesia yang merupakan sentra produksi ubi jalar adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Papua (BPS, 2011). Di Jawa Barat daerah sentra produksi untuk ubi jalar terdapat di Kabupaten Kuningan. Beberapa daerah sentra produksi ubi jalar selain Kabupaten Kuningan, terdapat juga di daerah Purwakarta, Majalengka, dan Bogor (lampiran 5). Berikut adalah tabel negara sentra produksi ubi jalar di Dunia dan daerah di Indonesia: Tabel 1. Produksi Ubi Jalar di Beberapa Negara Tahun 2009
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Negara Cina Uganda Nigeria Indonesia Tanzania India Vietnam Jepang Angola Kenya
Sumber: FAO 2011 (diolah)
Nilai ($1000) Produksi (Matrik Ton) 2.921.202 76.772.636 209.000 2.766.000 207.461 2.746.820 138.042 2.057.910 104.313 1.381.120 84.591 1.120.000 82.086 1.207.600 75.792 102.600 74.212 982.588 70.300 930.784
3
Berdasarkan tabel 1 dapat dilihat bahwa Indonesia berada di peringkat keempat sebagai negara penghasil sentra produksi terbesar ubi jalar di dunia, untuk posisi pertama sentra produksi ubi jalar terbesar adalah negara Cina. Tabel 2. Produksi Ubi Jalar Berdasarkan Indikator Di Daerah Sentra Produksi Indonesia Tahun Lokasi
Indikator Luas Panen Produksi Sumatera Utara Produktivitas Luas Panen Produksi Jawa Barat Produktivitas Luas Panen Produksi Jawa Tengah Produktivitas Luas Panen Produksi Jawa Timur Produktivitas Luas Panen Nusa Produksi Tenggara Timur Produktivitas Luas Panen Papua Produksi Produktivitas
Satuan Ha Ton Kw/Ha Ha Ton Kw/Ha Ha Ton Kw/Ha Ha Ton Kw/Ha Ha Ton Kw/Ha Ha Ton Kw/Ha
2010 14.874 120,61 179.388 30.073 143,32 430.998 7.965 172,91 137.723 14.981 94,19 141.103 14.963 81,06 121.284 34.670 100,7 349.134
2011 15.466 123,56 191.104 27.782 153,7 426.177 8.046 196,34 157.972 14.177 153,45 217.545 15.781 82,21 129.728 34.413 101,25 348.438
Sumber: BPS 2011 (diolah)
Berdasarkan tabel 2, data daerah sentra produksi ubi jalar yang ada di Indonesia tahun 2010 dan 2011 daerah penghasil ubi jalar terbesar yaitu Papua, dan Jawa Barat menduduki peringkat kedua terbesar. Papua menjadi daerah sentra produksi ubi jalar terbesar di Indonesia dikarenakan juga merupakan daerah yang rata-rata penduduknya mengkonsumsi ubi jalar sebagai makanan pokok, sedangkan konsumsi ubi jalar di Jawa Barat lebih banyak untuk konsumsi menjadi
4
makanan sampingan atau diolah menjadi produk makanan lain seperti getuk dan aneka kue lainnya. Dalam pengolahan bahan baku menjadi produk setengah jadi atau produk jadi dibutuhkan proses untuk meningkatkan nilai tambah serta memperpanjang daya simpan. Proses pengolahan hasil pertanian umumnya dikenal dengan agroindustri. Agroindustri bisa diartikan sebagai kegiatan pengolahan bahan baku berbasis pertanian menjadi produk setengah jadi atau produk jadi sehingga memberikan nilai tambah guna memenuhi kebutuhan konsumen. Ubi jalar merupakan salah satu jenis tanaman pangan yang dapat diolah menjadi berbagai jenis produk olahan makanan. Beberapa jenis produk olahan dari ubi jalar adalah pasta dan tepung ubi jalar. Salah satu perusahaan yang mengolah ubi jalar ke beragam produk olahan makanan adalah PT Galih Estetika Indonesia yang berada di Desa Bandorasa, Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan Jawa Barat. PT Galih Estetika Indonesia merupakan perusahaan pertama di Indonesia yang bergerak di bidang pengolahan ubi jalar. Perusahaan ini berdiri sejak tahun 1991, akan tetapi mulai fokus terhadap bisnis olahan ubi jalar sejak tahun 1993. Pangsa pasar PT Galih Estetika Indonesia saat ini hanya fokus ke pangsa ekspor dengan negara tujuan ekspor Korea dan Jepang. Perusahaan belum berorientasi untuk memenuhi pasar lokal dikarenakan jumlah permintaan pasar lokal dalam menerima produk olahan ubi jalar lebih sedikit dibandingkan permintaan pasar ekspor, selain itu keterbatasan persediaan bahan baku juga membuat perusahaan hanya fokus terhadap komitmen ekspor. Pada awalnya
5
produk tepung perusahaan produksi untuk kebutuhan lokal, akan tetapi saat ini tepung diprioritaskan produksinya untuk kebutuhan pasar ekspor karena permintaan ekspor lebih banyak. Produk olahan makanan yang diproduksi perusahaan berupa pasta, tepung, stick ubi jalar, ubi jalar rebus (slice dan solid) dan ubi goreng beku (taiko dan daigoku) .Namun, produk utama dari perusahaan adalah berupa pasta ubi jalar. Produk lain selain pasta, mulai jarang diproduksi dikarenakan jenis ubi jalar varietas jepang yang digunakan untuk memproduksi ubi jalar rebus berupa slice dan solid sulit didapatkan, sehingga apabila ada permintaan untuk slice tetapi bahan baku tidak ada maka akan dialihkan untuk memproduksi pasta. Permintaan pasar ekspor untuk produk utama perusahaan yaitu produk pasta pada perusahaan tahun 2010 sebanyak 1.107.611 kg meningkat jumlah permintaannya pada tahun 2011 menjadi 1.324.474 kg (PT Galih Estetika Indonesia, 2012). Dengan meningkatnya kebutuhan konsumen khususnya pasar ekspor terhadap produk-produk olahan ubi jalar, jaminan persediaan bahan baku merupakan faktor utama yang harus mendapatkan perhatian lebih sehingga kontinuitas produksi tetap terjaga sesuai permintaan konsumen. Kesulitan pengadaan bahan baku untuk menjaga keberlangsungan produksi menjadi permasalahan utama yang dikemukakan perusahaan. Perusahaan membutuhkan sekitar 100.000 kg/minggu untuk produksi, namun kenyataannya seperti yang terjadi pada minggu kedua bulan Maret 2012 kebutuhan bahan baku hanya terpenuhi 78.762 kg/minggu. Untuk sumber pemenuhan bahan baku juga lebih didominasi oleh pembelian langsung ke pasar/bandar sekitar 80%
6
dibandingkan dengan pemenuhan bahan baku oleh petani kontrak. Hal ini menyebabkan biaya produksi meningkat akibat harga bahan baku yang ikut meningkat apabila melakukan pembelian langsung ke pasar/bandar. Peningkatan harga bahan baku apabila didapat dengan pembelian langsung ke pasar/bandar mencapai Rp. 2.500/ kg untuk varietas ase putih (lokal) dan Rp. 2800/kg untuk varietas jepang, yang dimana patokan harga bahan baku minimal yang ditetapkan perusahaan kepada petani mitra untuk varietas ase putih (lokal) Rp. 800/kg dan untuk varietas jepang Rp. 1.300/kg. Beberapa penyebab sulitnya pengadaan bahan baku serta peningkatan harga bahan baku per kilogram adalah lahan ubi jalar yang semakin berkurang setiap tahun dan permintaan yang meningkat akibat hadirnya kompetitor dengan bisnis yang sama dan lokasi bisnis yang berdekatan. Selain itu, petani juga mengemukakan bahwa ubi jalar varietas jepang yang digunakan oleh perusahaan produktivitasnya sangat rendah dibandingkan dengan varietas lokal, sehingga petani mitra banyak yang menolak untuk kembali menanam ubi jalar varietas jepang. Petani mengemukakan apabila mereka menanam varietas lokal produktivitas per hektar rata-rata mencapai 70 ton/ha, sedangkan varietas jepang rata-rata hanya mencapai 18 ton/ha bahkan ada beberapa petani yang sampai gagal panen. Ditinjau dari permasalahan tersebut, maka diperlukan pembaharuan strategi dalam sistem pengadaan bahan baku agar pasokan produk terhadap permintaan konsumen dapat terpenuhi. Berdasarkan permasalahan-permasalahan di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan membahas lebih luas. Oleh
7
karena itu, pada penelitian ini akan dibahas mengenai strategi pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar untuk memenuhi permintaan pasar.
1.2
Identifikasi Masalah Merujuk dari permasalahan yang diurai dalam latar belakang, maka
penelitian ini bertujuan untuk mengkaji: 1. Bagaimana strategi pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar yang digunakan oleh PT Galih Estetika Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar. 2. Bagaimana strategi alternatif pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar yang sebaiknya diterapkan oleh PT Galih Estetika Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan strategi alternatif
pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar yang sebaiknya diterapkan oleh perusahaan dalam memenuhi pasar lokal dan pasar ekspor. Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, yang menjadi tujuan penelitian ini, adalah : 1. Mengidentifikasi strategi pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar yang digunakan oleh PT Galih Estetika Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar.
8
2. Menentukan strategi alternatif pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar yang sebaiknya diterapkan oleh PT Galih Estetika Indonesia untuk memenuhi permintaan pasar.
1.4
Kegunaan Hasil Penelitian Penelitian diharapkan akan berguna sebagai : 1. Pengembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat dijadikan sumber referensi atau pembanding untuk meneliti lebih lanjut mengenai strategi pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar. 2. Aspek gunalaksana, diharapkan penelitian ini dapat memberikan tambahan informasi bagi semua pihak yang berkepentingan, yaitu: 1.
Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan mengenai strategi pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar.
2.
Bagi perusahaan, penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai strategi alternatif yang sebaiknya diterapkan dalam pengadaan bahan baku sesuai permintaan konsumen.
9