BAB I PENDAHULUAN A.
Latar Belakang Performa atau kinerja suatu perusahaan merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh setiap manajemen perusahaan. Dengan mengetahui perkembangan kinerja perusahaan, manajemen dapat menentukan strategi yang tepat untuk diterapkan. Kinerja perusahaan dapat diukur dengan berbagai cara, seperti analisa tingkat kepuasan konsumen, kesejahteraan karyawan, dan hasil laporan keuangan perusahaan. Subramanyam dan Wild (2009) menyatakan bahwa dengan melakukan analisis keuangan melalui laporan keuangan perusahaan, dapat diketahui posisi dan performa keuangan perusahaan saat ini, dan prediksi performa keuangan perusahaan dimasa depan. Disebutkan bahwa terdapat tiga area penting dalam menganalisis laporan keuangan. Area pertama yang perlu diperhatikan dalam menganalisis laporan keuangan adalah analisis tingkat resiko. Area tersebut adalah analisis risiko, yaitu tingkat likuiditas dan solvabilitas perusahaan. Likuiditas mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Alat pengukuran likuiditas tersebut beragam, seperti current ratio dan quick ratio. Semakin tinggi nilai current ratio berarti semakin baik kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya dengan menggunakan aktiva lancar perusahaan. Demikian pula untuk quick ratio,
1
semakin tinggi nilainya menunjukkan kemampuan perusahaan yang lebih baik dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya menggunakan aktiva lancar namun tidak termasuk persediaan. Quick ratio disebut pula acid test ratio.
Inventories
atau
persediaan
dianggap
tidak
liquid
karena
membutuhkan waktu untuk mengubahnya menjadi uang tunai. Oleh karena itu, persediaan tidak dipergunakan dalam perhitungan acid test ratio. Tingkat solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjangnya juga dapat diukur dengan berbagai macam alat ukur, diantaranya adalah total debt to equity ratio dan time interest earned ratio. Semakin rendah nilai total debt to equity ratio berarti semakin kecil proporsi kewajiban perusahaan dibanding dengan ekuitas perusahaan tersebut. Time interest earned ratio yang semakin tinggi menunjukkan semakin baik kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga atas hutang perusahaan tersebut. Area analisis kedua adalah profitabilitas perusahaan yang terlihat dari return on investment ratio, return on equity ratio, net profit margin ratio, dan operating profit margin ratio. Semakin tinggi return on investment ratio perusahaan berarti semakin tinggi pula kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba bersih menggunakan aktiva perusahaan. Semakin tinggi nilai return on equity, maka semakin baik kemampuan perusahaan menghasilkan laba menggunakan ekuitas atau investasi yang ditanam di perusahaan tersebut. Net profit margin ratio mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan pendapatan bersih dibanding dengan total
2
penjualan yang dicapai. Semakin tinggi net profit margin, menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, sehingga akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya pada perusahaan. Operating profit margin yang tinggi semakin baik, karena menunjukkan semakin besar proporsi cash inflows from operation dari total penjualan yang diperoleh perusahaan. Analisis aktivitas perusahaan juga perlu dilakukan. Contoh alat ukur dalam analisis ini adalah total asset turnover ratio dan fixed aset turnover ratio. Kedua rasio tersebut mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan menggunakan aset yang ada, baik total aset untuk total asset turnover ratio maupun fixed aset untuk fixed aset turnover ratio. Nilai rasio yang semakin tinggi menunjukkan semakin baik kemampuan perusahaan menghasilkan penjualan menggunakan aset. Area terakhir adalah analisis nilai intrinsik perusahaan (stock valuation). Nilai suatu perusahaan akan terpancar dari nilai saham perusahaan tersebut. Oleh karena itu pengukuran kinerja keuangan perusahaan juga dapat dianalisis melalui tingkat pengembalian saham perusahaan. Semakin besar tingkat pengembalian saham berarti semakin besar hasil yang diperoleh dari investasi atas saham tersebut. Krisis moneter yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998, mengakibatkan bisnis Indonesia menurun. Hal ini terlihat dari adanya penarikan investasi oleh investor asing yang mengakibatkan Rupiah melemah terhadap Dollar Amerika pada waktu tersebut. Penarikan investasi
3
tersebut dikarenakan kemampuan negara Cina untuk memproduksi dengan biaya yang lebih rendah sehingga para investor asing di negara ASEAN, termasuk Indonesia, memindahkan investasi mereka ke Cina. Krisis moneter tersebut juga diperkuat dengan adanya kondisi politik Indonesia yang tidak stabil, dimana terdapat tuntutan masyarakat untuk menurunkan presiden RI kedua, yaitu Presiden Soeharto.
Sumber: www.idx.co.id
Gambar 1.1 Grafik nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Juni 1997 - Mei 1998 Saat ini kondisi perekonomian sudah membaik, terlihat pada kondisi nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika stabil pada kisaran Rp 9.000,00. Walaupun demikian persaingan usaha menjadi semakin ketat. Semakin banyak perusahaan yang melakukan Initial Public Offering (IPO) dengan berbagai tujuan, termasuk agar perusahaan lebih dikenal oleh masyarakat. Disebutkan dalam Arifin (2010), bahwa pada tahun 2000-2002 berturutturut, jumlah perusahaan yang melakukan IPO adalah 21, 28, dan 24
4
perusahaan. Menurut www.saham.us, pada tahun 2011 terdapat 25 perusahaan yang melakukan IPO dan 13 perusahaan telah melakukan IPO pada tahun 2012 (per 13 Juli 2012). Peraturan pemerintah atau undangundang yang mempermudah masuknya investor asing ke Indonesia juga menjadi salah satu penyebab peningkatan persaingan usaha. Persaingan usaha yang semakin ketat tersebut mendorong manajemen perusahaan berpikir lebih keras untuk meningkatkan kinerja perusahaannya. Berbagai cara dan alternatif pun dilakukan, mulai dari mengubah strategi kerja perusahaan, penerapan teknologi baru, peningkatan jumlah modal melalui penjualan saham, hingga melakukan penggabungan usaha. Di Indonesia kegiatan merger dan akuisisi, sebagai bentuk penggabungan usaha, telah berlangsung sejak tahun 1970 oleh bank-bank dengan harapan agar dapat memperkuat
struktur
modal
dan
memperoleh
keringanan
pajak.
Perkembangan merger dan akuisisi tersebut terus berlangsung sampai sekarang (Sutrisno dan Sumarsih, 2004). Penggabungan usaha banyak dilakukan karena dipandang dapat memenuhi tujuan ekonomis perusahaan dan menghasilkan manfaat yang berjangka panjang. Menurut Tan dan Lee (2008), merger dan akuisisi digunakan sebagai solusi instan bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki kekurangan kemampuan ekonomi. Kekurangan tersebut dapat berupa kekurangan skala dan jangkauan perusahaan, efisiensi produksi, sumber daya yang tidak mencukupi, produk dan pasar yang sempit, dan sebagainya. Silondae dan Fariana (2010) menyebut merger sebagai penggabungan. Penggabungan
5
tersebut diartikan sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan, dan selanjutnya perseroan yang menggabungkan diri
berakhir
pengambilalihan
karena
hukum.
pengendalian
Sedangkan
perusahaan
akuisisi
melalui
merupakan
akuisisi
saham
perusahaan tersebut dan baik perusahaan yang mengakuisisi maupun diakuisisi tetap berdiri dan beroperasi. PSAK 22 (2012) menyebutkan bahwa penggabungan usaha adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aset dan operasi perusahaan lain. Penggabungan usaha tersebut dapat mengakibatkan terjadinya legal merger. Suatu legal merger merupakan merger dua badan usaha melalui pengalihan aset dan kewajiban suatu perusahaan ke perusahaan lain, atau pengalihan aset dan kewajiban dua atau lebih perusahaan ke perusahaan baru dan kedua perusahaan yang melakukan pengalihan tersebut dibubarkan. Dengan melakukan merger atau akuisisi, peningkatan kinerja yang ingin dicapai perusahaan dipandang lebih cepat tercapai dan efektif dibanding
dengan
meningkatkan
kinerja
dari
dalam
perusahaan.
Peningkatan kinerja dari dalam perusahaan secara individu akan memakan waktu yang lebih lama dan juga biaya yang tidak sedikit. Sedangkan dengan
6
penggabungan usaha, perusahaan memperoleh keuntungan antara lain berupa peningkatan kemampuan dalam pemasaran, riset, skill manajemen, transfer teknologi, dan efisiensi dalam bentuk penurunan biaya produksi juga dapat diperoleh dengan melakukan merger dan akuisisi. Merger atau akuisisi yang dilakukan perusahaan-perusahaan dikatakan berhasil bila kinerja perusahaan secara umum meningkat, atau tujuan ekonomi lain dilakukannya penggabungan usaha tercapai. Laporan keuangan perusahaan dapat menjadi salah satu sumber penilaian kinerja perusahaan, baik bagi pihak eksternal maupun internal perusahaan tersebut. Kinerja perusahaan yang baik, khususnya kinerja keuangan, dapat dilihat dari hasil perhitungan rasio keuangan seperti rasio likuiditas, solvabilitas, profitabilitas, dan sebagainya. Selain alasan ekonomi, pada kenyataannya ditemukan beberapa alasan non ekonomi lainnya yang mendasari aktivitas merger dan akuisisi. Diantaranya adalah merger dan akuisisi dikarenakan adanya hubungan keluarga atau antara perusahaan keluarga, peningkatan prestise, dan memenuhi ambisi pemilik perusahaan. Misalnya ambisi pemilik perusahaan untuk menguasai bisnis di sektor usaha tertentu. Alasan untuk memperkuat kedudukan atau kepentingan politik juga dapat menjadi dasar dilakukannya merger dan akuisisi. Kegiatan merger dan akuisisi dilakukan oleh perusahaan-perusahaan dengan harapan bahwa kegiatan tersebut dapat membawa pengaruh positif bagi perusahaan. Namun dari hasil penelitian-penelitian sebelumnya
7
terdapat kontra atas hubungan pencapaian ekspektasi laba yang lebih baik dan kegiatan penggabungan usaha yang dilakukan perusahaan. Dalam penelitian Payamta dan Setiawan (2004) menghasilkan kesimpulan bahwa tujuan ekonomis perusahaan atas dilakukannya merger dan akuisisi tidak tecapai. Terlihat pada hasil analisis yang menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kinerja yang signifikan untuk periode
sebelum dan sesudah
merger dan akuisisi baik dari tingkat return saham maupun dari hasil perhitungan rasio keuangan. Hasil penelitian ini kemudian dikonfirmasi dan didukung oleh penelitian yang dilakukan terpisah oleh Sadi’yah dan Rosana pada tahun 2005. Analisis kinerja Bank Mandiri setelah merger yang dilakukan oleh Samosir pada tahun 2003 menunjukkan adanya peningkatan kinerja. Namun dalam penelitian tersebut juga disebutkan bahwa walaupun peningkatan total aktiva dapat mencapai skala ekonomis, merger tidak selalu menciptakan efisiensi, dalam hal ini bagi Bank Mandiri. Cartwight and Cooper (1993) dalam Sobirin (2001) menyebutkan bahwa, tingkat kegagalan merger dan akuisisi (M&A) juga relatif tinggi berkisar antara 50% sampai 70%. Termasuk dalam kategori kegagalan M&A misalnya: penggabungan usaha tersebut tidak mencapai tujuan finansial yang dikehendaki (Chatterjee, et al.1992) dalam Sobirin (2001), tidak meningkatkan harga saham di pasar bursa (Schweiger, Csizar, Napier, 1993) dalam Sobirin (2001), tidak menciptakan sinergi yang biasa disebut “2+2 = 5 effect” (Mirvis and Marks, 1992) dalam Sobirin (2001), dan
8
ujung-ujungnya terjadi perceraian kembali tidak lama setelah penggabungan usaha tersebut berlangsung (Cartwight and Cooper 1993a,b,c) dalam Sobirin (2001). Adanya perlawanan asumsi masyarakat, manajemen perusahaan, dan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan penurunan kinerja perusahaan setelah merger atau akuisisi, membuat penelitian ini menjadi suatu penelitian yang menarik. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Payamta dan Setiawan (2004) yang menganalisa pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan publik di Indonesia. Berikut merupakan perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu: 1. Periode observasi pada penelitian sebelumnya adalah tahun 19901996, sedangkan periode observasi penelitian ini adalah tahun 2007-2010. 2. Penelitian
terdahulu
hanya
meneliti
perusahaan-perusahaan
manufaktur. Namun dalam penelitian ini yang diteliti adalah setiap perusahaan dalam setiap sektor yang melakukan merger atau akuisisi, kecuali sektor keuangan. Maka dalam penelitian ini mengangkat judul “ANALISIS KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH MERGER DAN AKUISISI PADA PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA“.
9
B.
Batasan Masalah Obyek yang diobservasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan publik yang melakukan merger dan akuisisi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Pengukuran kinerja keuangan dalam penelitian ini dibatasi, yaitu dengan
menggunakan
rasio
likuiditas,
solvabilitas,
aktivitas,
dan
profitabilitas. Pengukuran likuiditas perusahaan menggunakan current ratio dan quick ratio, solvabilitas diukur dengan total debt to equity ratio dan time interest earned ratio, aktivitas diukur dengan total asset turnover ratio dan fixed aset turnover ratio, dan profitabilitas perusahaan diukur dengan return on investment ratio, return on equity ratio, net profit margin ratio, dan operating profit margin ratio.
C.
Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan atas rasio likuiditas yang diproksikan dengan current ratio, antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi? 2. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan atas rasio likuiditas yang diproksikan dengan quick ratio, antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi?
10
3. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan atas rasio solvabilitas yang diproksikan dengan total debt to equity ratio, antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi? 4. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan atas rasio solvabilitas yang diproksikan dengan time interest earned ratio, antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi? 5. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan atas tingkat rasio aktivitas yang diproksikan dengan total asset turnover ratio, antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi? 6. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan atas tingkat rasio aktivitas yang diproksikan dengan fixed asset turnover ratio, antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi? 7. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan atas rasio profitabilitas yang diproksikan dengan return on investment ratio, antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi? 8. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan atas rasio profitabilitas yang diproksikan dengan return on equity ratio, antara periode 1
11
tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi? 9. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan atas rasio profitabilitas yang diproksikan dengan net profit margin ratio, antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi? 10. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan atas rasio profitabilitas yang diproksikan dengan operating profit margin ratio, antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi?
D.
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan likuiditas perusahaan yang diproksikan dengan current ratio antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi. 2. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan likuiditas perusahaan yang diproksikan dengan quick ratio antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi. 3. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan solvabilitas perusahaan yang diproksikan dengan total debt to equity ratio 12
antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi. 4. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan solvabilitas perusahaan yang diproksikan dengan time interest earned ratio antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi. 5. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan aktivitas perusahaan yang diproksikan dengan total asset turnover ratio antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi. 6. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan aktivitas perusahaan yang diproksikan dengan fixed asset ratio antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi. 7. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan profitabilitas perusahaan yang diproksikan dengan return on investment ratio antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi. 8. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan profitabilitas perusahaan yang diproksikan dengan return on equity ratio antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi.
13
9. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan profitabilitas perusahaan yang diproksikan dengan net profit margin ratio antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi. 10. Untuk memperoleh bukti empiris mengenai perbedaan profitabilitas perusahaan yang diproksikan dengan operating profit margin ratio antara periode 1 tahun sebelum (t-1) dan 1 tahun sesudah (t+1) perusahaan melakukan merger atau akuisisi.
E.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua kategori, yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat akademik Sebagai tambahan bahan pengembangan ilmu pengetahuan untuk para pengajar akademis (guru, dosen, dan sebagainya) dan sebagai tambahan referensi untuk penelitian selanjutnya. 2. Manfaat bagi praktisi Manfaat bagi praktisi terbagi menjadi dua, yaitu: a. Bagi manajemen Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi manajemen perusahaan,
terutama
perusahaan-perusahaan
yang
dijadikan sampel dalam penelitian ini, untuk pengambilan
14
keputusan sehubungan dengan kegiatan merger atau akuisisi. b. Bagi investor Sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan oleh investor, dalam melakukan investasi pada perusahaan yang telah melakukan merger atau akuisisi.
F.
Sistematika Penelitian Penelitian ini terbagi dalam lima bagian uraian bab agar dapat lebih mudah dimengerti. Gambaran umum kelima bab tersebut adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, batasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, sistematika penulisan penelitian ini. BAB II TELAAH LITERATUR Pada bab ini membahas mengenai landasan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian yang berasal dari buku, jurnal, dan penelitianpenelitian sebelumnya. Teori-teori tersebut menjelaskan antara lain pengertian penggabungan usaha, khususnya merger dan akuisisi, penjabaran rasio-rasio yang digunakan dalam penelitian, dan pengembangan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini.
15
BAB III METODE PENELITIAN Bab Metode Penelitian membahas tentang gambaran umum objek penelitian, ruang lingkup penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data yang digunakan. BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Pada bab ini berisi uraian penelitian berdasarkan data yang digunakan, pengujian data, analisis hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian yang telah dilakukan. BAB V SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi pembahasan dan hasil simpulan dari penelitian, pengungkapan keterbatasan, serta saran berdasarkan penelitian yang telah dilakukan.
16