BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi tantangan hidup, terkadang orang akan merasakan bahwa hidup yang dijalaninya tidak berarti. Semua hal ini dapat terjadi karena orang tersebut menjalani hidupnya tanpa suatu tujuan yang jelas. Manusia modern yang hidup dalam kurun teknologi canggih ini memerlukan tujuan hidup yaang jelas dan mantap untuk merespon berbagai perubahan serba cepat, penuh tantangan, dan peluang. Tujuan hidup adalah hal yang sangat penting dalam menjalani kehidupan. Hidup tanpa tujuan akan menimbulkan ketidakpastian, kebingungan, dan kehampaan yang pada gilirannya akan mengembangkan hidup tanpa makna. Tujuan hidup yang baik adalah sesuatu yang benar-benar didambakan, sangat bermakna, penting, dan berharga (Bastaman, 2007). Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Bila hal itu berhasil dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan kehidupan berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia (Bastaman, 2007). Mereka yang merasakan hidup mereka bermakna, mempunyai harga diri yang lebih tinggi dan jarang mengalami depresi dan kecemasan (dalam Steger,2006).
Universitas Sumatera Utara
Banyak orang awam berpendapat bahwa makna hidup hanya dapat dicapai pada orang yang memiliki tingkat sosial ekonomi menengah ke atas. Sebenarnya makna hidup ada dalam kehidupan itu sendiri, dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan yang menyenangkan dan tak menyenangkan, keadaan bahagia dan penderitaan (Bastaman, 2007). Karena hidup itu sendiri sudah mempunyai maknanya, maka manusia harus mencari dan bukan menciptakannya. Dalam mencari makna hidup, ada sumber-sumber makna hidup dimana seseorang dapat menemukan makna di dalamnya. Sumber-sumber makna hidup terbagi 3 yaitu nilai-nilai kreatif, nilai-nilai penghayatan, dan nilai-nilai bersikap (Bastaman, 2007). Nilai-nilai kreatif adalah kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Bekerja itu dapat menimbulkan makna dalam hidup, secara nyata dapat kita alami sendiri apabila kita adalah seorang yang telah lama tidak berhasil mendapat pekerjaan, kemudian seorang teman menawari suatu pekerjaan. Kalaupun gajinya ternyata tidak terlalu besar, besar kemungkinan kita akan menerima tawaran itu, karena akan merasa berarti dengan memiliki pekerjaan daripada tidak memiliki sama sekali (Bastaman,2007). Nilai-nilai penghayatan yaitu keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan, keindahan, keimanan, dan keagamaan serta cinta kasih. Tidak sedikit orang-orang yang merasa menemukan arti hidup dari agama yang diyakininya, atau ada orang-orang yang menghabiskan sebagian besar usianya
Universitas Sumatera Utara
untuk menekuni suatu cabang seni tertentu (Bastaman, 2007). Hal ini bisa kita lihat dari kutipan makna hidup Dalai Lama, pemimpin spiritual Buddhis Tibet:
“While we exist as human beings, we are like tourists on holiday. If we play havoc and cause disturbance, our visit is meaningless. If during our short stay-100 years at most- we live peacefully, help other and at the very least, refrain from harming or upsetting them, our visit is worthwhile.” (“Selama kita hidup sebagai manusia, kita seperti turis yang sedang berlibur. Jika kita membuat kekacauan dan menyebabkan gangguan, kunjungan kita tidak bermakna. Jika selama kunjungan kita yang singkat – maksimal 100 tahun – kita hidup dengan damai, membantu yang lain dan setidaknya tidak melukai atau membuat mereka kesal, kunjungan kita akan bermakna.”) (Friend dalam Corey,2006).
Nilai-nilai bersikap yaitu menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang tak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah upaya dan ikhtiar dilakukan secara maksimal. Penderitaan memang dapat memberikan makna dan guna apabila kita dapat mengubah sikap terhadap penderitaan itu menjadi lebih baik lagi (Bastaman, 2007). Sumber-sumber makna hidup sendiri tentunya akan berbeda dari satu individu dengan individu lainnya. Hal ini sesuai dengan karakteristik makna hidup yang sifatnya unik dan personal. Sumber makna hidup dibentuk oleh budaya, etnis, faktor sosiodemografis, dan tahap perkembangan (Reker dalam Edwards, 2007). Makna hidup sendiri dipengaruhi oleh faktor usia, dukungan sosial, dan kepribadian. Lukas (1985) menyatakan dalam prakteknya ia menemukan korelasi yang kuat antara orientasi makna hidup dan tingkat kedewasaan. Hubungan antara makna hidup dengan dukungan sosial dan kepribadian diteliti oleh Jim, Purnell,
Universitas Sumatera Utara
Richardson, Kreutz, dan Andersen (2003) dalam penelitian mereka mengenai makna hidup pada penderita kanker. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial dan faktor neuroticism mempunyai korelasi dengan makna hidup. Korelasi positif yang lebih kuat ditemukan pada hubungan antara makna hidup dengan perceived social support daripada social network support. Hubungan antara makna hidup dan neuroticism adalah berkorelasi negatif (Jim, dkk, 2003). Dalam penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang hubungan antara sumber makna hidup dengan kepribadian. Istilah kepribadian mengacu pada karakteristik-karakteristik dari orang tersebut yang bertanggung jawab atas pola yang konsisten dari merasa, berpikir, dan berperilaku. Salah satu pendekatan dalam mempelajari kepribadian adalah melalui pendekatan trait. Trait adalah karakteristik psikologis yang stabil sepanjang waktu dan situasi. Trait mengacu pada pola yang konsisten dari cara individu merasa, berpikir, dan berperilaku (Pervin, 2005). Selama bertahun-tahun, peneliti-peneliti trait termasuk Eysenck, Cattell, dan yang lainnya berdebat mengenai jumlah dan sifat dari dimensi alami dari trait. Banyak peneliti sekarang setuju bahwa perbedaan individual bisa disusun dalam 5 dimensi yang luas dan bipolar. Ini dikenal dengan dimensi trait “Big Five” atau Five Factor Model (Pervin, 2005). Five Factor Model ini dikemukakan oleh Costa dan McCrae. Adapun kelima faktor dalam faktor Big Five ini adalah Neuroticism (N), Extraversion (E), Openness (O), Agreeableness (A), dan Conscientiousness (C) (Pervin, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Neuroticism berbeda dari kestabilan emosional dengan adanya perasaanperasaan negatif, mencakup kecemasan, kesedihan, mudah tersinggung, dan gelisah. Karakteristik orang dengan neuroticism tinggi adalah khawatir, gelisah, emosional, merasa tidak aman , tidak cakap, dan hypochodriacal (Pervin, 2005). Keterbukaan terhadap pengalaman (Openness to Experience) menjelaskan keluasan, kedalaman, dan kompleksitas dari kehidupan mental dan pengalaman individu. Karakteristik orang dengan openness yang tinggi adalah selalu ingin tahu, punya ketertarikan yang beragam, kreatif, orisinil, penuh daya khayal, tidak tradisional (Pervin, 2005). Extraversion menjelaskan hubungan interpersonal individu. Karakteristik orang dengan extraversion tinggi adalah mudah berhubungan dengan orang lain, aktif, cerewet, person-oriented, optimis, suka bersenang-senang, dan penuh kasih sayang (Pervin, 2005). Agreeableness sama seperti extraversion juga menjelaskan hubungan dengan orang lain. Karakteristik orang dengan Agreeableness tinggi adalah berhati lembut, bersifat baik, mudah percaya pada orang lain, suka membantu, pemaaf, mudah tertipu, dan jujur (Pervin, 2005). Conscientiousness menjelaskan perilaku yang berorientasi pada tugas dan tujuan dan kontrol impuls. Karakteristik orang dengan conscientiousness tinggi adalah terorganisir, dapat dipercaya, pekerja keras, disiplin diri, tepat waktu, teliti, rapi, ambisius, dan tekun (Pervin, 2005). Penelitian tentang hubungan antara makna hidup dengan kepribadian telah banyak diteliti oleh para ahli. Halama dalam penelitiannya yang
berjudul
Universitas Sumatera Utara
“Hubungan antara makna hidup dan The Big Five Personality Trait pada dewasa muda dan lansia” menghubungkan antara skor yang didapat dari kuesioner NEOFFI dengan dua pengukuran makna hidup yang berbeda yaitu Reker’s Personal Meaning Index (PMI) dan Halama’s Life Meaningfulness Scale (LMS). Hasilnya ia menemukan bahwa koefisien korelasi antara extraversion dan makna hidup bervariasi antara 0,29 sampai 0,42 dan untuk neuroticism dan makna hidup antara -0,39 sampai -0,60. Hubungan juga ditemukan antara makna hidup dan conscientiouness (korelasi antara 0,31 sampai 0,57) (Halama, 2005). Penelitian tentang hubungan antara makna hidup dengan kepribadian juga dilakukan oleh Steger, Kashdan, Sullivan, dan Lorentz (2006). Berbeda dari Halama yang meneliti tentang hubungan adanya makna hidup dengan kepribadian, Steger justru meneliti pencarian makna hidup dengan kepribadian. Hasilnya, orang yang sedang mencari makna hidup tinggi dalam skor neuroticism, openness, dan agreeableness (Steger,dkk, 2006). Penelitian yang dilakukan Diener, Oishi, dan Lucas (2002) meneliti tentang hubungan antara kepribadian, kebudayaan dan subjective well being (SWB). Subjective well being adalah evaluasi emosional dan kognitif individu tentang hidup mereka, mencakup kebahagiaan, kedamaian, pemenuhan, dan kepuasan hidup. Disposisi kepribadian seperti extraversion, neuroticism, dan harga diri mempunyai pengaruh yang berarti terhadap tingkat SWB seseorang (Diener, dkk, 2002). Studi yang dilakukan oleh Beautrais, Joyce, dan Mulder (1999) yang berjudul “Kepribadian dan gaya kognitif sebagai faktor resiko dalam percobaan bunuh diri
Universitas Sumatera Utara
serius pada orang muda” menunjukkan bahwa individu yang melakukan percobaan bunuh diri mempunyai perasaan putus asa, neuroticism, introversion, harga diri yang rendah, impulsif, dan locus of control eksternal (Beautrais, dkk, 1999). Percobaan bunuh diri merupakan salah satu akibat yang timbul dari keadaan tidak bermakna. Dari penjelasan di atas, peneliti ingin mengkaji hubungan antara sumber nilai makna hidup dengan kelima faktor dalam teori kepribadian Big Five. Hal ini didasarkan atas asumsi bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk
bisa
menemukan
makna
hidupnya,
yang
berbeda
hanya
pada
kecenderungan mereka untuk bisa menemukan makna dalam peristiwa-peristiwa tertentu. Kepribadian sebagai salah satu faktor yang mendasari perilaku, perasaan, dan pikiran manusia mungkin mempengaruhi dalam hal ini.
B. Identifikasi Permasalahan Dari penjelasan di atas maka peneliti ingin mengkaji hubungan sumber nilai makna hidup dengan faktor dalam teori kepribadian Big Five. Apakah ada hubungan antara sumber nilai makna hidup dengan kelima faktor dalam teori kepribadian Big Five?
C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk melihat apakah ada hubungan antara sumber nilai makna hidup dengan kelima faktor teori kepribadian Big Five.
Universitas Sumatera Utara
D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini ada 2 yaitu : 1. Manfaat praktis yaitu untuk membantu individu dalam menemukan sumber makna hidup mereka sesuai dengan kepribadian. 2. Manfaat teoritis yaitu untuk menambah khasanah pengetahuan di bidang psikologi klinis khususnya mengenai makna hidup dan sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
E. Sistematika Penulisan Bab I
Pendahuluan: yang berisikan uraian singkat mengenai latar belakang masalah, identifikasi permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian baik manfaat praktis maupun manfaat teoritis dan sistematika penulisan.
Bab II
Landasan Teori: yang berisikan mengenai teori makna hidup dan sumber makna hidup, teori kepribadian Big Five, hubungan antara sumber makna hidup dan faktor kepribadian dalam teori kepribadian Big Five, dan hipotesa penelitian.
Bab III
Metode Penelitian: yang berisikan identifikasi variabel, definisi operasional variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, lokasi penelitian, alat ukur penelitian, validitas dan reliabilitas alat ukur, hasil uji coba alat ukur, prosedur penelitian, dan metode analisa data.
Universitas Sumatera Utara
Bab IV
Analisa dan Interpretasi Data yang berisikan gambaran umum subjek penelitian, uji asumsi penelitian, hasil utama penelitian, deskripsi data penelitian, hasil penelitian tambahan.
Bab V
Kesimpulan, Diskusi, dan Saran yang berisikan kesimpulan dan diskusi mengenai hasil penelitian dikaitkan dengan teori dan penelitian yang ada diikuti dengan saran-saran praktis dan metodologis.
Universitas Sumatera Utara