BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepercayaan dan citra yang baik di mata masyarakat merupakan salah satu aspek penting bagi eksistensi suatu perusahaan ataupun organisasi. Untuk itu diperlukan pembentukan citra melalui suatu manajemen komunikasi yang baik, Berkaitan dengan hal tersebut salah satu langkah yang bisa dilakukan adalah dengan kegiatan membangun dan mempertahankan citra positif melalui pembentukan opini. Disinilah fungsi dari Public Relations suatu perusahaan melalui pesan-pesan yang disampaikan dapat mempengaruhi pendapat dan perilaku publik (internal dan eksternal) baik pada aspek kognitif, konatif, maupun afektif. Apabila citra perusahaan negatif di mata masyarakat akan sebuah kasus maka perusahaan tersebut dapat menghadapi krisis atau permasalahan yang riskan. Mengingat masa krisis secara tidak langsung dapat mempengaruhi turunnya bahkan hilangnya citra, akan tetapi hal tersebut dapat menghambat kinerja stabilitas perusahaan. Jika hal tersebut terjadi tentunya perlu peranan penting untuk mengembalikan citra tersebut yaitu dengan strategi Public Relations. Krisis dapat terjadi melalui beberapa peristiwa, sesuai dengan kejadiannya. Jenis krisis dapat digolongkan antara lain: 1. Kecelakaan Industri, 2. Masalah Lingkungan, 3. Masalah peruruhan, 4. Masalah produk, 5. Masalah dengan investor, 6. Desas-desus issue, 7. Peraturan pemerintah 8. Terorisme (Soleh & Elvinaro, 2008: 182).
1
Krisis ini dapat dilihat pada kasus PT. Hardaya Inti Plantation, awal permasalahannya adalah belum keluarnya ijin Hak Guna Usaha perusahaan di lahan daerah Buol Sulawesi Tengah. Lahan atau tanah ulayat tersebut masih dipertentangkan oleh warga Buol. Berikut kronologi permasalahan yang dialami PT. HIP. Tabel 1.1. Kronologi Permasalahan PT. HIP Tahun Peristiwa 1993
Deskrpsi Permasalahan Sumber Melakukan eksplorasi diatas lahan ulayat Press Release berisi pemukiman, pertanian, dan perkebunan YLBH tradisional yang produktif sebagai sumber penghidupan warga tanpa ijin dan dasar hukum
yang
jelas.
Agar
melancarkan
eksplorasinya,
pihak
perusahaan
melalui
pemilik PT HIP menyuap bupati Buol. Suap yang dikeluarkan sebesar Rp 3 miliar itu diberikan
untuk
mengamankan
izin
penggunaan lahan perkebunan sawit. Pertengahan tahun 2012
Kasus ini pun terus bergulir seiring dengan ditetapkannya 3 tersangka dari pihak PT HIP salah satunya direktur utama PT HIP yaitu Siti Hartati Murdaya.
20 Juli 2012
“Amran ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap Rp 3 miliar terkait penerbitan hak guna usaha perkebunan sawit PT Cakra Cipta Cakra Murdaya dan PT Hardaya Inti Plantation.Kedua perusahaan itu milik Hartati Murdaya. Kasus suap ini terungkap setelah KPK mencokok General Manager PT Hardaya Inti Plantation, Yani Anshori, di vila milik Amran, 26 Juni lalu.”
www.te mpo.co
2
2005
Dipaparkan bahwa salah satu kelincahan Majalah Tempo bisnis perusahaan Hartati terlihat dari edisi 23 pengakuan mantan Menteri Kehutanan, Juli 2012 Malem Sambat Kaban. Dijelaskan tujuh tahun berjudu berlalu, Kaban masih mengingat lobi-lobi l „Suap Sawit yang dilakukan oleh pihak hardaya kepadanya Madam baik secara langsung maupun tidak langsung Hartati’ . melalui surat yang diteken Menteri Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi. “Sebelum Sudi menyurati Kaban, Hartati Murdaya bolak-balik bertamu ke Gedung Manggala. "Tapi saya tak mau menemui," kata Kaban, Kamis pekan lalu. Lain waktu, yang datang Totok Lestiyo, Direktur PT Hardaya Inti Plantations juga perusahaan Hartati. Kaban mengatakan tidak mempedulikan lobi-lobi itu.
12 September Di pemberitaan surat kabar Kompas pada surat 2012 kabar saat itu di halaman pertama Kompas Kompa menampilkan headline utama tentang s 13 Septem ditahannya Murdaya. Penahanan tersebut ber seusai diperiksanya Murdaya oleh KPK pada 2012. hari rabu tanggal 12 September 2012. Headline ini dilengkapi foto dengan caption: “Pengusaha Hartati Murdaya: keluar dari gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Jakarta, Rabu (12/09). Mantan Anggota Dewan Pembina Partai Demokrat tersebut ditahan KPK seusai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka terkait dugaan suap kepada Bupati Buol, Amran Batalipu.” Selain
foto,
Kompas
memaparkan
3
pemberitaan tentang penahanan Murdaya yang menjadi headline utama itu terbagi menjadi tiga item berita, masing-masing berjudul “Industri Hilir Telat Digarap”; “KPK Menahan Hartati Murdaya” lengkap dengan gambar skema pusaran Kasus Hartati Murdaya;
“Mendung
Menggantung
di
Perkebunan”. Sumber: Modifikasi Peneliti. 2014 Penetapan sebagai tersangka dan penahanan Murdaya sebagai pemiilik PT. Hardaya Inti Plantations tentunya mengakibatkan krisis kepercayaan dimata masyarakat. Hal tersebut menimbukan opini publik negatif di kalangan masyarakat yang tidak di inginkan oleh pihak PT. HIP sebagai perusahaan besar yang ada di Indonesia. Tidak ingin citra perusahaan terus menerus tergerus akibat pemberitaan negatif di media massa, maka PT. HIP merilis sebuah advertorial sebagai langkah menaikan atau memulihkan citra perusahaan yang sudah turun. Advertorial ini dirilis di media Jawa Pos tanggal 2 februari 2013. Publisitas PT. HIP dalam bentuk advertorial ini merupakan sebuah iklan namun dalam bentuk editorial atau penulisannya seperti berita. Tujuan dibuatnya advertorial tersebut tidak lain adalah untuk memberikan informasi perusahaan kepada masyarakat. Harapannya tentu saja adalah membentuk persepsi positif tentang perusahaan dan selanjutnya akan menghasilkan citra positif dimata masyarakat. Advertorial PT. HIP sendiri berisikan informasi mengenai latar belakang dan tujuan perusahaan berinvestasi di buol. Lalu peran perusahaan bagi pembangunan dan lapangan pekerjaan di daerah Buol. Selain itu secara tidak langsung menjawab klarifikasi media massa sebelumnya.
4
Pemilihan media pun merupakan salah satu aspek yang dipertimbangkan bagi perusahaan dalam mempublikasikan informasi. Tentunya ada alasan-alasan mengapa perusahaan memilih beberapa media sebagai sarana publisitas ataupun pencitraaan perusahaan. Jawa Pos sendiri adalah media yang dipilih oleh PT. Hardaya Inti Plantations sebagai media merilis advertorial perusahaan. Tentunya media ini mempunyai beberapa kelebihan dibanding media-media yang lain. Jawa Pos adalah media yang sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Hal ini dikarenakan eksistensinya yang sudah lama dalam dunia media cetak di Indonesia. Ini dibuktikan dengan survei yang dilakukan Roy Morgan Internaational Research pada tahun 2013 di 17 provinsi, 22 kota besar dan 23 kota kecil. Dalam survei ini Jawa Pos menjadi media nasional di Indonesia yang paling dipilih (most preferred media) oleh pembaca menyisihkan tiga media besar nasional lainnya. Selain itu menurut data Nielsen Media Research pada tahun 2011 pembaca Jawa Pos rata-rata mencapai 1,3 juta perhari (Jpnn.com, 2013: 1). Sebagai media cetak yang terbesar dan berkembang pesat di Indonesia, Jawa Pos menaungi lebih dari 151 surat kabar daerah dan nasional (Jawapos.co.id, 2014 : 8). Berangkat dari jaringan luas yang dimiliki Jawa Pos maka untuk periklanan, Jawa Pos menyediakan iklan yang bisa dimuat dalam skala nasional. Hal ini lah mengapa PT. Hardayanti Inti Plantations menggunakan media Jawa Pos dalam merilis advertorialnya karena jaringan yang dimiliki Jawa Pos tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu jumlah pembaca Jawa Pos yang besar menurut data survei sebagaimana dijelaskan sebelumnya menjadikan faktor kelebihan dari Jawa Pos untuk menjadikan sebagai media dalam menyampaikan publisitas.
5
Secara politik Jawa Pos merupakan media yang dimiliki oleh Dahlan Iskan dimana Dahlan dan Hartati Murdaya terlibat dalam partai politik yang sama yaitu partai Demokrat. Walaupun keterlibatan didalam partai yang sama tidak terlalu berpengaruh keberpihakan media terhadap perusahaan namun Jawa Pos merupakan pilihan yang lebih aman dan bijak dibandingkan media-media yang lain bagi PT. HIP itu sendiri. Seperti yang kita ketahui bahwa Public Relations harus dituntut untuk menghadapi tantangan. Bagaimana melalui informasi yang dibuat dapat dipahami dengan baik dan menimbulkan kesepahaman yang sama antara perusahaan dengan publiknya demi terciptanya citra yang positif. Informasi yang diberikan harus merupakan fakta dan bukan rekayasa agar dipercaya oleh publik. Sebaliknya, publik percaya karena publik melakukan penilaian sendiri atas pesan yang disampaikan oleh perusahaan. Jika publik sudah dapat menilai, maka tindakan yang diambil merupakan wewenang publik sepenuhnya. Pihak manajemen perusahaan harus menyadari bahwa semakin kritisnya publik merupakan konsekuensi atas peningkatan kualitas pendidikan dan akses ke media informasi. Publik juga menjadi lebih kritis terhadap berbagai kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen organisasi. Publik sudah bisa dan lebih cerdas dalam melakukan penilaian. Hal itu perlu diperhatikan secara serius oleh oleh para praktisi public relations. Kejujuran, fakta, dan informasi yang disampaikan harus bisa memenuhi harapan dari berbagai publik organisasi, dan disaat yang bersamaan bisa menciptakan pengertian bersama antara perusahaan dengan publik. Berangkat dari advertorial PT. HIP inilah peneliti tertarik untuk meneliti publisitas yang dilakukan perusahaan melalui advertorial. Hal ini sebagai langkah 6
pencitraan perusahaan akan peran besar perusahaan bagi bangsa Indonesia. Peneliti menggunakan metode analisis framing dengan pendekatan public relations sebagai alat untuk membedah konstruksi advertorial. Untuk itu maka penelitian ini berjudul Konstruksi Citra Dalam Kasus Buol (Analisis Framing Pada Advertorial PT. Hardaya Inti Plantations di Jawa Pos). B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diangkat peneliti adalah: Bagaimana Public Relations dalam mengkonstruksi advertorial PT HIP dalam media Jawa Pos pasca krisis perusahaan demi tercapainya citra positif ? C. Tujuan Penelitian Pada penelitian ini tujuan yang ingin dicapai adalah mengungkap dan menelaah konstruksi advertorial PT HIP dalam media Jawa Pos pasca krisis demi tercapainya citra positif perusahaan dengan pendekatan analisis framing. D. Manfaat Penelitian 1.
Manfaat Akademis Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat akademis
diantaranya sebagai refrensi dalam kajian Public Relations, mengenai manajemen krisis dan konstruksi publisitas di media dalam membangun citra bagi perusahaan. 2.
Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini bisa menjadikan kita lebih kritis dan sadar akan
suatu konstruksi pesan dan realitas yang disampaikan di media massa sebagai tools bagi Public Relations dalam membentuk opini publik.
7
E. Tinjauan Pustaka E.1. Analisis Framing Ada beberapa pengertian framing atau analisis framing menurut para ahli (Alex sobur, 163-165): 1. Robert N. Entman, seseorang ahli yang meletakkan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi isi media, mendefinisikan framing sebagai seleksi dari berbagai aspek realitas yang diterima dan membuat peristiwa itu lebih menonjol dalam suatu teks komunikasi. 2. Gamson dan Modigliani (Nugroho, Eriyanto, Surdiasis, 1999: 21-22) melihat frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide yang teroganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana. 3. Menurut Erving Goffman (Siahaan et al, 2001: 76-77), secara sosiologis, konsep
frame analisis
memelihara kelangsungan kebiasaan kita
mengklasifikasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif pengalaman-pengalaman hidup kita untuk memungkinkan individu dapat melokalisasi, merasakan, mengidentifikasi, dan memberi label terhadap peristiwa-peristiwa serta informasi. 4. G.J. Aditjondro (Sudibyo, 1998b: 80-81) mendefinisikan framing sebagai metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja, dengan menggunakan istilah-istilah yang punya konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya.
8
Dalam ranah studi komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang mengedepankan
pendekatan
atau
multidisipliner
untuk
menganalisis
fenomena atau aktivitas komunikasi. Konsep tentang framing atau frame sendiri bukan murni konsep ilmu komunikasi, akan tetapi dipinjam dari ilmu kognitif (psikologis). Dalam praktiknya, analisis framing juga membuka peluang bagi implementasi konsep-konsep sosiologis, politis, atau kultural yang melingkupinya (Sudibyo, 1999b: 176 dalam Alex sobur: 162). Framing itu pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir di hadapan pembaca. Apa yang kita tahu tentang realitas soial pada dasarnya tergantung pada bagaimana kita melakukan frame atas peristiwa itu yang memberikan pemahaman dan pemaknaan tertentu atas satu peristiwa (Eriyanto, 2005: 82). Framing dapat dimaknai sebagai strategi pembentukan wacana media, serta di sisi lain karakteristik wacana media itu sendiri. Media massa pada dasarnya adalah wahana diskusi tentang suatu masalah yang melibatkan dan mempertemukan tiga pihak, yakni wartawan, sumber berita, dan khalayak. Public relations sendiri erat kaitannya dengan media. Namun framing yang menjelaskan konsep public relations secara mendalam sendiri belum dikemukakan. Konsep framing diatas lebih membahas bagaimana media terlibat akan konstruksi suatu peristiwa. Framing dapat mengakibatkan suatu peristiwa yang sama dapat menghasilkan berita yang secara radikal berbeda. Yaitu PR ketika melihat satu peristiwa yang sama dimana mewakili kepentingan perusahaanya dan
9
menuliskan pandangannya dalam suatu publisitas tentunya akan berbeda dengan pandangan media. Analisis framing membantu kita untuk mengetahui bagaimana peristiwa yang sama itu dikemas secara berbeda oleh PR perusahaaan. Seperti langkah PT Hardaya Inti Plantations akan krisis kepercayaan yang dialami perusahaan membuat iklan dalam bentuk tajuk rencana atau editorial. E.1.1. Framing dan Opini Publik Sebagaimana dijelaskan diatas, bahwa framing berkaitan dengan bagaimana realitas dibingkai dan disajikan kepada khalayak. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa framing tentunya membuahkan sebuah efek kepada publik yaitu sebuah opini dari proses realitas yang dibingkai itu sendiri. Proses ini bisa kita sebut konstruksi, karena pada dasarnya realitas bukan ditangkap dan ditulis, namun dibalik itu realitas sebaliknya dikonstruksi. Menurut Eriyanto
framing berkaitan dengan opini publik. Kenapa ?
karena isu tertentu ketika dikemas dengan bingkai tertentu bisa mengakibatkan pemahaman khalayak yang berbeda atas suatu isu. Framing menentukan bagaimana peristiwa didefinisikan, framing juga menentukan apakah peristiwa dianggap sebagai masalah sosial ataukah tidak. Karena itu framing selalu berhubungan dengan pendapat umum. Bagaimana tanggapan khalayak, dan bagaimana penyikapan atas suatu peristiwa, diantaranya tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan dimaknai. Ketika peristiwa dilihat sebagai masalah sosial dan didefinisikan sebagai masalah bersama maka perhatian publik akan berubah menjadi lebih besar (Eriyanto, 2005: 142-145).
10
Ada yang berpendapat bahwa public relations menyangkut penciptaan iklim
opini
yang
diharapkan.
Opini
bukanlah
sesuatu
yang
bisa
digeneralisaikan karena sifatnya pribadi. Tugas vital Public Relations disini untuk memperhatikan agar opini orang-orang tertentu terekspresikan dengan layak dan berdasarkan informasi yang benar. Opini bagaikan desas-desus yang tak jelas asal-usulnya dan penyebarannya sulit dicegah (Frank Jefkins, 1994: 108). Opini publik berhubungan erat dengan sikap manusia yaitu sikap secara pribadi maupun sebagai anggota suatu kelompok. Opini berupa pendapat atau ekspresi suatu sikap terhadap topik tertentu. Seperti yang dikemukakan jeffkins opini bagaikan desas-desus untuk itulah PR sebagai bagian dari perusahaan harus mengatur opini tidak berkembang ke opini yang negatif. Maka erat kaitannya public relations mengemas suatu isu dengan bingkai tertentu agar apa yang diinginkan perusahaan sepaham dengan publik. E.1.2. Framing dan PR Framing adalah paradigma yang juga dapat diterapkan untuk menjelaskan strategi akan pesan yang diciptakan oleh Public Relations dan tanggapan publik. Hallahan memaparkan tujuh model yang bisa diaplikasikan untuk Public Relations. Dengan model ini kita bisa menjelaskan konseptualisasi alternatif, bagi para peneliti dan praktisi untuk memahami kegunaan dari konsep framing untuk menerapkannya dalam pembelajaran, dan untuk melakukan agenda penelitian sistematis tentang framing yang nantinya akan diterapkan pada dunia PR.
11
Tabel 1.2.: Tipologi Tujuh Model Framing yang Berlaku untuk Public Relations What is
Description
Key Sources
Framed Situasi
Hubungan antar individu dalam situasi yang
Bateson
dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari
(1972),
dan literatur. Framing situasi menyediakan
Goffman
struktur untuk menganalisa komunikasi.
(1974),
Berlaku untuk analisis wacana, negosiasi, dan
Putnam &
interaksi lainnya.
Holmer (1992), Tannen (1993).
Atribut
Penekanan atau penonjolan karakteristik objek
Ghanem
dan orang-orang, sedangkan sisi yang lain
(1997), Levin,
diabaikan, sehingga terdapat informasi yang
Schneider, &
bias dalam hal atribut fokus.
Gaeth (1998), McCombs & Ghanem (1998), Ries & Trout (1981), Wright
&
Lutz (1993). Pilihan
Mengemukakan keputusan alternative baik
Bell, Raiffa,
negatif (rugi) atau positif (keuntungan), istilah
& Tversky
ini memang menyajikan informasi yang bias
(1988),
karena melibatkan ketidakpastian. Teori
Kahneman &
Prospect menyarankan orang akan mengambil
Tverksy
resiko yang lebih besar untuk menghindari
(1979, 1984),
12
kerugian daripada memperoleh keuntungan.
Levin, Schneider, & Gaeth (1998)
Tindakan
Dalam konteks persuasif, kemungkinan bahwa
Maheswaran
seseorang akanmengambil tindakan untuk
&
mencapai tujuan yang diinginkan. Ini
Meyers-Levy
dipengaruhi oleh apakah sebelumnya
(1990),
dinyatakan dalam hal positif atau negatif.
Smith & Petty (1996)
Isu
Masalah sosial dan perselisihan dapat
Best (1995),
dijelaskan dalam istilah alternatif ini dengan
Gamson &
berbagai pihak yang terlibat atau yang
Modigliani
mempermasalahkan agarmereka tertarik akan
(1989),
permasalahan ini dan berusaha untuk
Snow &
memenangkan situasi yang terjadi.
Benford (1988, 1992)
Tanggung Individu merupakan atribut yang cenderung Jawab
Iyengar
menjadikan penyebab terjadinya suatu
(1991),
peristiwa baik faktor internal ataueksternal,
Iyengar
berdasarkan tingkat stabilitas dan kontrol.
& Kinder
Orang menggambarkan peran mereka dalam
(1987),
peristiwa yang konsisten akan citra diri mereka Kelley (1967, dengan cara memaksimalkan manfaat dan
1972a),
meminimalkan kesalahan. Atribut masyarakat
Protess et
menyebabkan timbulnya tindakan pribadi dan
al.(1991),
bukan menjadikan permasalahan yang sistemik Wallack, dalam masyarakat.
Dorfman, Jernigan, & Themba (1993).
Berita
Menggunakan laporan media dianggap lebih
Gamson
familiar, hal ini sejalan dengan budaya untuk
(1984),
13
menyampaikan informasi tentang suatu
Gamson
peristiwa. Sumber pun bersaing untuk
et al. (1992),
mengframingkan pilihan mereka dengan
Ryan
tampil melalui bingkai perusahaan dan bingkai
(1991)
sponsorship. Sumber: Kirk Hallahan. 1999. Seven Models of Framing: Implications for Public Relations. Colorado. Menurut Hallahan, framing dianggap sebagai konsep teoritis yang sangat berguna, namun masih sedikit yang menjelaskan konsep framing untuk public relations. Ia melakukan pencarian lengkap dan mengeksplorasi lebih dari 1.000 kutipan tentang framing dalam literatur akademik dari berbagai disiplin ilmu seperti komunikasi, psikologi, sosiologi, dan ekonomi. Framing dapat digunakan sebagai suatu struktur cara individu berpikir tentang pilihan dan alternatif program tindakan yang dapat digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Ide sentral yang menghubungkan masing-masing model dari framing adalah kontekstualisasi. Framing menempatkan informasi ke dalam konteks dan menetapkan kerangka acuan sehingga orang dapat mengevaluasi informasi, memahami makna, dan mengambil tindakan, jika sesuai. Memang, pesan harus dijiwai dengan petunjuk yang memadai sehingga orang dapat memahami pesan dan untuk itu harus bersifat persuasif. Framing adalah upaya pilihan yang paling penting dan strategis yang dibuat dalam PR. Keluar ke framing strategis yang umum akan hubungan komunikator mengembangkan tema tertentu (misalnya, pesan-pesan kunci atau argumen yang mungkin dianggap oleh publik dalam pembahasan topik-topik yang menjadi perhatian bersama). Framing juga menyediakan dasar untuk memilih
14
gambar dan perangkat framing lainnya yang dapat digunakan untuk mendramatisir dan memperkuat ide-ide kunci (Hallahan, 1999: 224). Dari pengkajian Hallahan, dapat dikatakan bahwa framing tidak hanya berguna tetapi sangat penting untuk public relations. Dalam program-program yang dilakukan public relations pada dasarnya beroperasi strategi framing. Strategi yang dilakukan adalah usaha untuk menentukan bagaimana situasi atribut,pilihan, tindakan, masalah, dan tanggung jawab harus diajukan guna mencapai hasil yang menguntungkan untuk kepentingan klien. E.2. Iklan Istilah iklan mempunyai sebutan yang berbeda-beda di tiap-tiap wilayah. Di Amerika dan Inggris, iklan disebut advertising. Klepper menyebutkan bahwa istilah advertising berasal dari bahasa latin yaitu as-vere yang berarti mengoperasikan pikiran dan gagasan kepada pihak lain (Widyatama, 2007:13). Advertising adalah bentuk komunikasi yang kompleks yang beroperasi untuk mengejar tujuan dan menggunakan strategi untuk memengaruhi pikiran, perasaan, dan tindakan konsumen atau publik (Moriarty, Mitchell, Wells, 2011: 6). Sedangkan Iklan istilah yang populer di Indonesia bisa didefinisikan sebagai bentuk komunikasi nonpersonal yang menjual pesan-pesan persuasif dari sponsor yang jelas untuk memengaruhi orang membeli produk dengan membayar sejumlah biaya untuk media (Kriyantono, 2008: 184). Tiada istilah tunggal, jelas, dan menyeluruh yang bisa menggambarkan karakter kompleks periklanan dan fungsi-fungsinya yang majemuk dan saling
15
terkait. Periklanan sering kali diklasifikasi dalam beberapa tipe besar (Lee dan Johnson, 2007: 4-10): 1. Periklanan Produk Porsi utama pengeluaran periklanan dibelanjakan untuk produk: presentasi dan promosi produk-produk baru, produk-produk yang ada, dan produk-produk hasil revisi. 2. Periklanan Eceran Berlawanan dengan iklan produk, periklanan eceran bersifat local dan berfokus pada toko, tempat dimana beragam produk dapat dibeli atau dimana satu jasa ditawarkan. 3. Periklanan Korporasi Fokus periklanan ini adalah membangun identitas korporasi atau untuk mendapatkan dukungan publik terhadap sudut pandang organisasi. Kebanyakan periklanan korporasi dirancang untuk menciptakan citra menguntungkan bagi sebuah perusahaan dan produk-produknya. 4. Periklanan Bisnis-ke-Bisnis Istilah ini berkaitan dengan periklanan yang ditujukan kepada para pelaku industri, para pedagang perantara, serta para professional. 5. Periklanan Politik Periklanan
politik
seringkali
digunakan
para
politisi
untuk
membujuk orang untuk memilih mereka; dan karenanya, iklan jenis ini merupakan sebuah bagian penting dari proses politik di negaranegara demokrasi yang memperbolehkan iklan para kandidat
16
6. Periklanan Direktori Orang merujuk periklan direktori untuk menemukan cara membeli sebuah produk atau jasa, contohnya Yellow Pages. 7. Periklanan Respon Langsung Periklanan respon langsung melibatkan komunikasi dua-arah diantara pengiklan dan konsumen. 8. Periklanan Pelayanan Masyarakat Periklanan pelayanan masyarakat dirancang untuk beroperasi untuk kepentingan
masyarakat
dan
mempromosikan
kesejahteraan
masyarakat. 9. Periklanan Advokasi Periklanan advokasi berkaitan dengan penyebaran gagasan-gagasan dan klarifikasi isu social yang controversial dan menjadi kepentingan masyarakat. Berdasarkan bentuk penyajiannya, iklan dapat dikategorikan ke dalam (Kriyantono, 2008: 187): 1. Iklan spot, adalah iklan yang berdurasi singkat dan langsung. Iklan spot ini biasanya diputar di radio dan televisi. Iklan ini memadukan unsure kata-kata, musik, dan efek suara, serta efek visual. 2. Iklan kolom dan baris, adalah iklan yang dimuat di media cetak berdasarkan luas kolom atau panjang baris kalimat. Sifatnya sama dengan iklan spot, bedanya iklan iklan kolom memadukan unsur katakata dan gambar tercetak.
17
3. Iklan adlib, adalah iklan yang dibicarakan atau diomongkan secara langsung oleh penyiar radio atau televisi. Dikemas seperti orang berbicara atau menyampaikan informasi 4. Iklan advertorial, adalah iklan yang penyajiannya dalam bentuk informasi. Penulisannya seperti menulis berita. Singkatan dari advertising-editorial. 5. Iklan sponsor, adalah bentuk periklanan dengan membeli space atau slot waktu tertentu dari media. Iklan adalah bentuk publikasi yang bersifat persuasif karena menjual pesan dan mengejar tujuan tertentu. Berdasarkan pengkajian diatas iklan banyak dikategorikan dalam beberapa bagian sesuai fungsinya. E.2.1 Iklan Public Relations Program PR terkadang menggunakan advertising sebagai cara untuk menciptakan visibilitas korporat atau memperkuat relasi dengan berbagai macam audiensi stakeholder. Yang sering digunakan ialah (Moriarty, Mitchell, dan Wells, 2011: 632-634): 1. House Ads adalah sebuah perusahaan yang merilis iklan untuk dipakai dalam publikasi atau program mereka sendiri. 2. Pengumuman layanan publik, adalah iklan untuk organisasi amal dan sipil yang gratis yang ditayangkan ditelevisi atau radio atau media cetak 3. Advertising Korporat, dengan advertising ini perusahaan fokus pada citra atau sudut pandang korporat. Penjualan tak terlalu ditekankan kecuali produknya terkait dengan kegiatan amal. Karena alasan ini,
18
iklan atau materi kampanye mungkin dibuat oleh departemen PR, bukan oleh departemen advertising. Periklanan terkadang digunakan untuk menanggapi sebuah krisis hubungan masyarakat. Dimasa lalu, perusahaan-perusahaan lain juga menggunakan periklanan untuk meyakinkan ulang publik setelah peristiwa tragis yang tak diinginkan, Lee dan Johnson memberikan sebuah contoh kasus ketika salah satu pesawatnya jatuh, USAir memasang iklan satu halaman di Koran-koran nasional untuk menyatakan pertanggungjawaban dan meyakinkan publik bahwa prosedur-prosedur keselamatan sedang dikaji ulang (Lee dan Johnson: 356-357). Sama halnya dengan kasus yang dialami PT HIP, adanya sebuah krisis menuntut perusahaan untuk tidak terjebak dalam situasi krisis. Menurut James Grunig (IPRA dalam Ardianto, 2010: 45) yang meyumbang teori untuk Public Relations salah satunya teori situasional. Menurutnya, penelitian komunikasi lebih memperhatikan pemasaran dibandingkan memperhatikan perusahaan dan publik mereka. Teori situasional yang ia cipatakan merupakan teori yang membantu memecahkan masalah tersebut agar perusahaan tidak hanya berorientasi pada penjualan produk tapi juga memperhatikan publik mereka. Public yang dimaksud disini adalah: 1. All-Issues Publics: Publik-publik yang aktif terhadap semua issue. 2. Aphatetic Publics: Publik-publik yang tidak menaruh perhatian pada issue. 3. Single-Issue Public: Publik-publik yang hanya tertarik pada satu isu atau sebagian kecil.
19
4. Hot-Isuue Public: Publik-publik yang tertarik hanya pada isu tunggal yang melibatkan orang-orang terdekatnya dalam populasi dan diterima karena peliputan media massa secara luas. Karena berada dalam situasi yang menimbulkan opini negatif mengenai perusahaan dikalangan publik, perusahaan harus membuat strategi agar citra perusahaan tidak terus tergerus. Situasi ini bisa diubah dengan mempengaruhi opini publik dengan periklanan PR. E.2.1.1. Fungsi dan Tujuan Iklan PR Iklan korporat adalah iklan yang bertujuan membangun citra (image) suatu perusahaan yang pada akhirnya tentu diharapkan juga membangun citra positif produk-produk atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan tersebut. Kampanye iklan korporat idealnya dilakukan simultan bersama kampanye PR (Public Relations Campaign). Iklan korporat baru efektif bila didukung fakta-fakta kuat, yang mempunyai nilai berita dan biasanya selalu dikaitkan dengan kegiatan tertentu yang berorientasi pada kepentingan masyarakat atau kelompok tertentu dalam masyarakat (Madjadikara, 2004:18). Periklanan korporat adalah perluasan fungsi dari public relations yang diarancang mempromosikan perusahaan yang menyeluruh. Ciri khas iklan korporat adalah tidak menjual produk secara langsung. Praktisi public relations menggunakan iklan untuk beberapa kegiatan dan fungsinya yaitu: Memperkenalkan nama baru perusahaan atau produk perusahaan; Mensosialisasikan merger, akuisisi maupun diversivikasi usaha; Perubahan personel; Progress report; Corporate emergencies;
20
Menjalin hubungan baik dengan public; Mengganti iklan yang menjual produk; Mendukung program pemerintah (Kriyantono, 2008:190). Dalam Terrence A. Shimp (2000: 447-449) Iklan korporat (corporate advertising) adalah iklan yang tidak hanya berfokus pada produk merk-merk spesifik, tetapi pada citra keseluruhan korporasi atau masalah-masalah ekonomi atau sosial yang relevan dengan kepentingan korporasi. Fungsi iklan semacam ini bukanlah untuk mengenalkan produk, apalagi membujuk orang untuk membeli. Tapi arahnya lebih sebagai alat kehumasan untuk memantapkan citra perusahaan, menjadi landasan yang kukuh untuk memperkuat iklan-iklan produk yang ditawarkan perusahaan dan yang terpenting membentuk opini dikalangan tertentu. Ada dua bentuk iklan korporat, yaitu: a. Iklan citra korporat, ditujukan untuk menciptakan suatu citra pribadi korporat yang lebih spesifik dalam benak publik secara umum serta mencari yang menguntungkan diantara khalayak terpilih. b. Iklan khusus (issue), dengan dukungan (advokasi), merupakan iklan yang disuguhkan perusahaan pengiklan dengan mengambil posisi pada suatu masalah khusus yang sifatnya kontroversial dari kepentingan publik dengan harapan akan mempengaruhi opini publik. Mempublikasikan iklan korporat, erat kaitannya dengan peran Public Relations dalam membangun opini publik yang positif. Bersamaan dengan fungsi-fungsi pemasaran/iklan dan Public Relations yang semakin terintegrasi di banyak organisasi, PR menjadi mitra utama di dalam strategi-strategi iklan korporat.
21
E.2.1.2. Teknis/Strategi Iklan PR
Menurut Publisher Information Bureau (PIB) sebuah iklan dapat dikatakan sebagai iklan korporat jika mempunyai satu atau lebih dari ciriciri sebagai berikut (Garbett dalamRizal, 2007: 16):
1. Mempunyai unsur mendidik, menginformasikan, menanamkan kesan pada publik berkenaan dengan kebijakan perusahaan, fungsi perusahaan, fasilitas perusahaan, tujuan-tujuan perusahaan, cita-cita perusahaan, dan standar-standar yang berlaku di dalam perusahaan tersebut. 2. Mempunyai maksud untuk membangun opini yang menguntungkan tentang perusahaan dengan menekankan pada kompetensi manajemen perusahaan, unsur-unsur ilmiah dan alamiah yang digunakan perusahaan, perkembangan
keahlian teknologi
yang
digunakan
perusahaan,
dalam
perusahaan,
pengembangan
produk,
kontribusi perusahaan terhadap perkembangan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat. 3. Di sisi lain, dapat menutup opini yang tidak menguntungkan serta mencegah sikap-sikap yang negatif terhadap perusahaan. 4. Membangun kualitas investasi akan keamanan dan kestabilan perusahaan atau untuk meningkatkan struktur keuangan perusahaan.
Sama halnya dengan pembuatan iklan pada umumnya, iklan korporat pun harus memperhatikan formula AIDCA (Madjadikara, 2004:18):
22
1. Attention; memecahkan perhatian pembaca dari berita editorial atau iklan lain. Perhatian dapat diraiih dengan memanfaatkan posisi dalam publikasi. 2. Interest; menarik pembaca/khalayak agar memperhatikan tulisan iklan yang dibuat. 3. Desire; pembaca/khalayak didorong untuk menginginkan produk/jasa yang diiklankan. 4. Conviction; menampilkan fakta-fakta yang meyakinkan, bukti-bukti dari penampilan, kesaksian-kesaksian, dan fakta-fakta lain yang berkaitan dengan produk yang diiklankan. 5. Action; mampu menimbulkan suatu respon.
Dalam melakukan aktivitasnya seringkali praktisi Public Relations sering menggunakan strategi periklanan untuk mencapai tujuan perusahaannya. Namun berbeda dengan periklanan yang dilakukan praktisi pemasaran yang berupaya menjual produk secara langsung untuk mencapai target penjualan, strategi yang dilakukan praktisi Public Relations adalah strategi yang digunakan sebagai alat untuk meningkatkan citra positioning suatu perusahaan atau organisasi. E.2.3. Iklan Versus Realitas Sama seperti iklan yang bertujuan menjual produk secara langsung, iklan korporat juga bisa ditampilkan dalam bentuk advertorial (yaitu iklan dalam bentuk berita). Maksudnya agar iklan dapat memuat informasi secara detail dan lengkap. Keuntungan lain iklan advertorial adalah kesan beriklannya tidak tampak. Orang melihatnya sebagai berita bukan iklan, sehingga kecenderungan
23
untuk dibaca lebih besar. Namun apapun bentuknya, jangan membuat iklan buta dan iklan bohong. Iklan buta adalah iklan yang bisa menyesatkan, seperti mencantumkan informasi yang tidak jelas.Iklan bohong adalah iklan yang antara pesan yang diiklankan tidak sesuai dengan realitas. Alih-alih dapat membangun citra, justru akan menjatuhkan citra perusahaan. Publik akan kecewa jika tahu iklan itu tidak benar dengan realitasnya (Kriyantono, 2008: 209). Sudah lama ada pandangan bahwa PR telah menyuap media, karena media selalu menghadirkan versi peristiwa dari satu sisi dan gambaran realitas yang menyimpang. Praktisi PR kerap dilihat tidak lebih dari sebagai manipulator kebenaran. Namun demikian pandangan kritis PR ini, sepihak dalam
asumsi
jurnalis
selalu
mengatakan
kebenaran,
selalu
menginterpretasikan realitas secara benar, dan tidak pernah mendistorsi faktafakta untuk kepentingan mereka sendiri (Butterick, 2012:88). Proses konstruksi realitas adalah upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan orang atau benda tak terkecuali mengenai hal-hal yang berkaitan dengan politik. Bahkan karena sifat dan faktanya bahwa pekerjaan yang berhubungan dengan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka seluruh isi media tiada lain adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality) sedemikian rupa susunannya hingga membentuk sebuah cerita atau wacana yang bermakna. Dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrument pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Begitu pentingnya bahasa, maka tak ada berita, cerita, ataupun ilmu
24
pengetahuan tanpa bahasa. Selanjutnya penggunaan bahasa
tertentu
menentukan format narasi (dan makna) tertentu. Sedangkan jika dicermati secara teliti, seluruh isi media entah media cetak ataupun media elektronik adalah bahasa, baik bahasa verbal (kata-kata tertulis ataupun lisan) maupun bahasa nonverbal (gambar, photo, gerak-gerik, grafik, angka, dan tabel). Lebih dari jauh itu, terutama dalam media massa, keberadaan bahasa ini tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan sebuah realitas, melainkan bisa menentukan gambaran (citra) mengenai suatu realias-realitas media yang akan muncul di benak khalayak (Hamad, 2007: 5). PR dituntut sebagai Jurnalistik bagi sebuah perusahaan maka mereka harus mampu mengemas realitas dalam sebuah struktur tertentu sehingga sebuah isu mempunyai makna tertentu. Hal ini terjadi karena dalam proses pengemasan berlangsung proses memilih fakta atas dasar frame tertentu sehingga ada fakta yang ditonjolkan, disembunyikan, bahkan dihilangkan dari narasi yang akan dibentuk. E.2.4. Advertorial Sebuah advertorial ditulis dalam bentuk sebuah editorial opini obyektif dan dapat menyerupai sebuah berita tentang sebuah produk atau jasa. Seperti bentuk advertising lainnya, advertorial ditempatkan sebagaimana iklan berbiaya pada majalah, koran, atau publikasi cetak lainnya, tetapi tidak terangterangan seperti iklan tradisional. Sebuah advertorial ditulis dengan bentuk yang mirip dengan press release dan seringkali memuat hasil-hasil penelitian, statistik, tren, atau bagian informatif resmi lainnya. Meskipun sebuah advertorial terlihat obyektif, tidak terdapat jejak negativitas karena merupakan
25
advertising berbiaya, membuatnya menjadi non obyektif pada kenyataannya (Elvinaro, 2008: 72-73). Perusahan
maupun
organisasi
mempunyai
kegiatan
kehumasan
didominasi oleh aktivitas tulis-menulis dibandingkan kegiatan-kegiatan lainnya. Produk penulisan PR salah satunya adalah advertorial. Perusahaan Konsultan PR seperti Golin Harris dan
Weber Shandwick menggunakan
advertorial sebagai strategi atau channel dalam mengkampanyekan program PR klien mereka. Hutabarat mengklasifikasikan advertorial sebagai bentuk kegiatan Penulisan PR. Ini diikarenakan sifatnya yang membentuk opini terutama membentuk citra yang baik atas tulisan tersebut di mata publik (Anggasta, 2013: 38). Advertorial merupakan salah satu bentuk kegiatan media relations dalam bentuk tulisan. Menurut Philip lesly (Riyadin, 2009: 31) definisi media relations sebagai hubungan dengan media komunikasi untuk melakukan publisitas atau merespon kepentingan media terhadap kepentingan organisasi. Apa yang diuraikan Lesly ini lebih pada sisi manfaat yang diperoleh perusahaan. Manfaat ini seperti, perusahaan dapat menyampaikan informasi kepada publik mengenai perusahaan melalui media. Berkaitan dengan hal itu James Grunig dan Hunt menyumbang teorinya dalam bidang PR yaitu empat model komunikasi PR salah satunya model Press Agentry. Grunig memaparkan (Darmastuti, 2010: 17) konsep gagasannya yang diadopsi dari ide Thayer mengenai synchronic dan diachronic communication. Namun dia lebih memakai istilah konsep asymetrical dan symmetrical model. Teori Press Agentry lalu masuk ke dalam konsep symmetrical model. Grunig
26
dan Hunt mengidentifikasi sejarah PR pada awal abad 20 mulai digunakan teori ini. Teori ini merupakan representasi dari model one way approaches. Dimana dengan model ini diseminasi infromasi lebih banyak dengan menggunakan media. Komunikasinya satu arah, tidak perlu dengan cara persuasif. Model Press Agentry bersifat satu arah (one way) dan hanya fokus pada output-bukan pada pencapaian outcomes. Proses komunikasi yang berlangsung dalam model informasi publik adalah satu arah, model ini berkembang sebagai reaksi perusahaan-perusahaan besar dan pemerintah terhadap pemberitaan di media massa mengenai diri mereka. Ini dikarenakan untuk mengcounter berita-berita dimedia massa. Informasi yang disampaikan mengenai organisasi diharapkan dapat diterima oleh publik dan mendapat dukungan sepenuhnya dari publik. Beredarnya berita negatif di media massa tentunya perlu di manajemen dengan baik. Terlebih jika manajemen isu atau krisis melibatkan media massa sebagai saluran untuk menginformasikan hal-hal yang menyangkut perusahaan. Berangkat dari hal tersebut, PR harus mampu memulihkan atau meningkatkan citra perusahaan yang diwakilinya. Citra adalah kesan dan penggambaran publik yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi maupun perusahaan atau organisasi. Untuk itulah PR dalam manajemen isu dan krisis menuntut sebuah manajemen penggambaran. Disinilah teori dramaturgi dapat mewakili fenomena bagaimana pencitraan dikonstruksi. Menurut Goffman setiap orang berkeinginan untuk menampilkan gambaran dirinya atau konsep dirinya di depan orang lain. Upaya ini disebut manajemen impresi, yaitu individu-individu secara sengaja menggunakan
27
komunikasi untuk menciptakan impresi yang diinginkan dari orang lain terhadapnya. Komunikasi yang digunakan ini menurut Goffman, dibagi dalam dua bagian: bagian yang secara relatif mudah bagi individu untuk mengelola dan memanipulasinya, yaitu komunikasi verbal; dan bagian yang relatif lebih sulit dikontrol, yaitu komunikasi non verbal (Kriyantono, 2012: 222-223). PR menggunakan strategi periklanan sebagai strategi menciptakan visibilitas korporat. Artinya strategi ini dilakukan guna menyampaikan publikasi informasi yang bertujuan untuk mensinkronisasi perilaku publik terhadap perusahaan. Sehingga perusahaan dapat melakukan apa yang di inginkan tanpa campur tangan publik. Iklan dalam bentuk advertorial merupakan salah satu bentuk komunikasi verbal yang dapat mudah dikonstruski. Dennis L Wicox (dalam Primadini, 2008: 18) memberikan paparannya mengenai advertorial bahwa sebuah jenis iklan korporat disebut iklan „advertorial‟ kadang-kadang lebih sering secara halus, hingga sampai pada tingkat dimana batas antara iklan produk dan iklan korporat menjadi kabur. Jadi tujuan iklan gaya advertorial ingin menghilangkan kesan iklan dan lebih ingin memberikan kesan berita. Hal ini akan berpengaruh berhasilnya penyampaian informasi yang disampaikan perusahaan kepada publiknya bahwa informasi tersebut dapat dipercaya Hal ini lah yang menjadikan advertorial yang melihatnya tertarik untuk membacanya.
Karena advertorial yang disajikan dalam format jurnalistik
tentunya teks berperan penting. Selain teks, ilustrasi juga menjadi bagian
28
peranan penting agar teks yang terdapat dalam advertorial dapat lebih menarik untuk dibaca. Dalam Penelitian Guy J. Golan dalam Jurnal Komunikasi Internasional memaparkan Pemerintah Rusia menggunakan media Advertorial sebagai alat strategis diplomasi publik. Ini dikarenakan pemberitaan skeptis mengenai Rusia
dimana segala kebijakannya mengundang kontroversial dunia
Internasional. Apalagi media Amerika Serikat gencar memberitakan dengan pandangan negatif mengenai Rusia. Tentu saja hal ini mempengaruhi kredibilitas Negara rusia yang dicitrakan buruk oleh hampir sebagian Negara barat. Tak mau hal tersebut bergulir terus menerus maka advertorial dipilih sebagai media kampanye global internasional bagi Rusia dalam media The Washington Post dan The Times of India.
Dari hasil penelitian Golan,
advertorial berpengaruh terhadap publik Internasional karena sebagian besar publik tidak bisa membedakan publikasi yang murni berita atau publikasi yang berbayar. Sehingga informasi tersebut dapat dipercaya dan terserap dengan baik. Penelitian Silvana pada tahun 2010 yang mendeskripsikan bagaimana perusahaan
kondom
menggunakan
advertorial
sebagai
media
untuk
memberikan sosialisasi seputar kesehatan reproduksi. Dalam penelitiannya media advertorial merupakan media yang ampuh guna memberikan informasi yang positif. Sebab selama ini perusahaan memiliki kendala dalam hal terbatasnya media publikasi karena sifat produk dari perusahaan itu sangatlah sensitif. Selain itu juga dalam mengkampanyekan hal tersebut tentunya perusahaan pun tidak bisa segamblang atau mempublikasikan di semua media.
29
Di penelitian silvana ini menunjukkan bahwa informasi mengenai kampanye yang digalakkan perusahaan seputar kesehatan reproduksi dan penyakit menular melalui advertorial dapat tersampaikan secara efektif. Ini dikarenakan sifat advertorial yang membuat para penulis bisa dengan secara jelas dan detail menginformasikan pesan yang ingin disampakan. Hal ini tentunya tidak bisa dapat dilakukan ketika menggunakan sarana media yang lain. (Silvana, 2010: 102) Pada penelitian wacana iklan advertorial yang dilakukan Sari tentang keutuhan wacana iklan kosmetika pembersih wajah dilihat dari koherensinya sekaligus hubungan antara bahasa iklan dan gambar yang tertera. Hasil penelitian sari tersebut menunjukkan bahwa alat-alat kohesi yang ditemukan dari iklan-iklan kosmetika itu, seperti ellipsis, refrensi, konjungsi, dan kohesi leksikal yang berupa reitarasi dan kolokasi, berfungsi menghubungkan unsurunsur bahasa yang kemudian membentuk keutuhan wacana. Penelitian ini juga membuktikan adanya hubungan bahasa dengan gambar yang diwujudkan dengan pengacuan bahasa kepada gambar sehingga keutuhan wacana iklan juga didukung oleh gambar (Sari, 2004: 98). Iklan advertorial mempunyai ukuran yang luas sebagaimana ukuran iklan display, tetapi teknik penyampaian pesan lebih diarahkan pada bentuk seperti sebuah berita dengan naskah yang panjang (copy heavy). Pada awalnya, iklan ini dibuat sebagai keinginan para pemasang iklan agar pesan yang dibuat tidak terkesan seperti sebuah iklan, namun lebih berkesan sebagai sebuah berita dalam surat kabar atau majalah pada umumnya (Widyatama, 2007: 84-85).
30
Advertorial, sejenis periklanan terselubung, menampilkan sebuah iklan yang muncul sebagai kisah fitur; mengaburkan perbedaan tradisional diantara isi surat kabar dan iklan bayaran (Federal Trade Comission Act dan William Wells, John Burnet, serta Sandra Moriarty yang dikutip oleh Lee dan Johnson, 2004: 260). Hal ini didukung oleh materi editorial dalam publikasi cetak yang membawa kredibilitas tinggi dari para pembacanya karena pembaca jarang melihat tulisan iklan sebagai interupsi dalam kegiatan membaca mereka (tidak seperti iklan pada televisi yang jelas-jelas dilihat sebagai interupsi) sehingga para pengkritik memandang periklanan terselubung sebagai cara khusus dan cerdik untuk mengakali publik (Lee dan Johnson, 2007: 260). Advertorial termasuk ke dalam iklan yang mengandalkan copy impact yang artinya, dalam iklan advertorial, yang diutamakan adalah teks iklan karena iklan tersebut dibuat dengan gaya editorial (Silviana, 2010: 23). Apabila copy (teks) merupakan pesan utama, ilustrasi yang berupa gambar atau foto sebagai pendukung teks berperan untuk menarik perhatian, menjelaskan suatu konsep, menimbulkan suatu suasana, atau sebagai informasi tambahan mengenai gagasan dalam teks (Sudiana, 1986: 56). Menurut Martutik dalam jurnal ALUR (2013: 10), advertorial merupakan media yang efektif untuk mempersuasi pembaca dikarenakn beberapa hal, yaitu: 1. Advertorial
mensiasati
kejenuhan
pembaca
terhadap
iklan-iklan
konvensional yang lebih menggurui. Walaupun kalimat yang terdapat pada iklan konvensional tidak banyak namun iklan konvesional lebih memaksa
31
pembacanya dengan gaya persuasif yang sangat massif dan penulisan yang sangat monoton. 2. Disusun dengan prinsip jurnalistik yaitu 5W+1H, maka advertorial yang bagus kerap membuat pembaca sulit membedakan dengan berita pada umumnya. Meski sudah ada embel-embel advertorial diatas artikel namun pembaca menganggapnya sebagai berita dan peluang untuk dibaca lebih besar. Ini lah yang membuat advertorial efektif sebagai pilihan dalam strategi corporate image. 3. Advertorial mampu memberikan penjelasan yang sedetail mungkin dikarenakan space yang disediakan oleh pihak media begitu besar. Namun besaran space tersebut tergantung kemampuan para pengiklan, space yang paling besar adalah 1 halaman. Semakin space yang dibeli oleh pihak pengiklan itu besar maka pengiklan dapat menyampaikan informasi secara lengkap dan dapat mendesain tata layout yang semenarik mungkin. Karena dengan advertorial yang didesain dengan baik maka pembaca tertarik untuk membacanya apalagi ketika ditunjang dengan penulisan yang bagus layaknya seperti berita. Namun dalam suatu pilihan tentunya tidak ada yang sempurna begitu pun dengan advertorial. Seperti yang dipaparkan Rayana (2014: 9), Advertorial juga tidak sepenuhnya dipilih, beberapa kalangan PR sebagai strategi kampanye dan propaganda perusahaan atau organisasi. Hal ini dikarenakan mahalnya biaya advertorial yang harus dikeluarkan pengiklan guna membeli space yang disediakan oleh pihak media. Walaupun pihak media memberikan pilihan harga yang murah dengan besaran space paling kecil 3 kolom, namun
32
hal tersebut dirasa kurang efektif dalam hal penyampaian pesan yang ditujukan kepada publik. Jika seperti itu ketimbang membayar, beberapa kalangan PR lebih memilih mengirim Press Release yang besaran spacenya sama dengan harga advertorial yang paling terjangkau jika ditampilkan dimedia tersebut. Berkaitan dengan manajemen reputasi, PR dituntut untuk memilih strategi yang tepat guna tercapainya image yang postif bagi organisasi maupun perusahaan.
Apalagi
manajemen
reputasi
tersebut
berkaitan
dengan
permasalahan yang dihadapi perusahaan. Tentunya hal ini diperlukan adanya kerja sama dengan media atau dalam bahasa PR didebut dengan Media Relations. Keterlibatan media sebagai partner perusahaan atau organisasi merupakan strategi efektif memberikan informasi yang positif atau meluruskan informasi yang salah yang sudah tersebar di masyarakat. Media memegang peranan penting dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, lewat media masyarakat tahu informasi yang terjadi tidak hanya itu media juga merupakan sarana hiburan bagi masyarakat. Dari peranannya yang luas itu maka media memiliki khalayak publik yang sangat luas. Jadi tak heran perusahaan ataupun organisasi menggandeng media dalam kegiatannya dikarenkan hampir sebagian besar publik media juga bagian dari publik perusahaan (Hardjana: 2008:8). Dalam hal manajemen reputasi, kegiatan media relations yang bisa dipilih oleh kalangan PR yaitu Konferensi Pers (press conference), Press Tour, Press Release, Special event, Wawancara pers (Soemirat, 2007: 128-129). Memanfaatkan peran media massa dalam hal publisitas dan reputasi erat kaitannya dengan kegiatan PR dalam hal media relations. Seperti yang sudah dijelaskan dalam paragraf diatas salah satunya adalah kegiatan konferensi pers.
33
Konferensi
pers
merupakan
perusahaan/instansi/organisasi
cara dalam
yang
bisa
dipilih
menyampaikan
bagi
sebuah
informasi
kepada
eksternal publik karena berita atau informasi tersebut dapat segera disampaikan oleh pers kepada masyarakat luas dengan media elektronik maupun media cetak secara aktual dan faktual. Tujuan diadakannya konferensi pers adalah sebagai saluran komunikasi perusahaan dengan media yang diharapkan dapat menyampaikan
informasi
penting
perusahaan
kepada
khalayak
serta
meningkatkan publisitas positif perusahaan jika terjadi berita buruk mengenai pencitaraan buruk perusahaan (Soemirat, 2007: 135). Peran media atau pers menjadi penting sebagai penyambung lidah dalam menyampaikan berita tentang aktivitas perusahaan agar mendapat pengakuan dari publik. Salah satu cara yang dilakukan PR agar wartawan atau media mampu memberitakan perusahaannya secara menyeluruh dan seimbang yaitu dengan menyelenggarakan acara press tour. Press tour juga merupakan bagian dari kegiatan media relations. Pada kegiatan ini pers diajak oleh perusahaan mengunjungi tempat wisata tertentu. Menurut Rosady Ruslan (2005: 41), sejumlah wartawan dikenal baik diajak wisata kunjungan event khusus, atau peninjauan keluar kota bersama penjabat atau pimpinan perusahaan sebagai undangan (tuan rumah) selama lebih dari satu hari, untuk meliput secara langsung mengenai kegiatan tertentu. Ada kalanya suatu saat, muncul kebutuhan untuk harus memberitahu kepada publik tentang perkembangaan terbaru atau kejadian yang ada yang berkaitan dengan lembaga atau tempat kita bekerja ataupun ada sesuatu yang baru yang harus diperkenalkan kepada publik, bisa mungkin kemunculan
34
produk baru, peraturan yang baru di buat, ataupun ada anggota atau komponen lembaga baru yang memang harus diperkenalkan. Dalam hal ini, Press Release sangat membantu dalam penyebaran berita-berita tersebut. Press release adalah segala bentuk informasi yang hendak disebarkan kepada pers biasanya media cetak (Kasali, 2008: 170). Siaran pers biasanya hanya berupa lembaran siaran berita yang dibagikan kepada wartawan atau media massa, baik melalui kurir maupun lewat faksimili kekantor media yang dituju. Event merupakan salah satu ruang lingkup kerja public relations. Dari kegiatan event itu mampu meningkatkan pengetahuan, kesadaran, upaya pemenuhan selera, dan menarik simpati atau empati. Pada akhirnya public relations mengadakan
special event dikarenakan dapat menciptakan citra
(image) positif dari masyarakat atau public sebagai target sasarannya. Special event adalah suatu kegiatan kerja sama antara kegiatan PR sesuatu institusi dengan kalangan jurnalistik. Tujuan dari kerja sama ini adalah dalam rangka membangun image positif suatu institusi di mata publik. Event yang dilakukan dapat berupa kegiatan apresiasi, olahraga, media gathering, dan lain sebagainya. Wawancara adalah kegiatan sehari-hari jurnalis. Biasanya wawancara pers datang dari insiatif media massa. Wawancara pers bisa terjadi karena ketidakpuasan wartawan terhadap isi pidato atau makalah yang dibaca seorang tokoh atau pejabat tinggi, namun juga bisa memunculkan pertanyaanpertanyaan baru berdasarkan isu yang sedang beredar seputar institusi. Untuk itu Public Relations harus memanfaatkan kesempatan wawancara dengan sebaik-baiknya. Menurut Soleh Soemirat (Soemirat, 2007:129) wawancara
35
yang baik sebaiknya direncanakan agar kedua belah pihak siap untuk diwawancarai dan mewawancarai. Dengan wawancara yang dipersiapkan dan terkonsep maka wawancara yang dihasilkan juga keluarannya bagus yang tentunya ini akan berdampak positif pada institusi tersebut. Wawancara pers lebih bersifat pribadi dan individual. Public Relations atau top manajemen yang diwawancara hanya berhadapan dengan wartawan yang bersangkutan. Beberapa kegiatan media relations diatas dapat dipilih PR sebagai strategi untuk menangani krisis. Kegiatan-kegiatan tersebut tentunya menguntungkan pihak institusi. Namun terkadang kerja sama yang diharapkan dengan pihak media tidaklah selalu sesuai dengan yang diharapkan. Contohnya saja kegiatan seperti konfrensi pers, dan wawancara pers. Kegiatan tersebut perlu memiliki kedekatan yang sangat erat dengan pihak media jika feedback yang di inginkan adalah pemberitaan positif. Apalagi jika informasi yang disampaikan kepada pihak media tersebut mengenai krisis yang dialami perusahaan. Alih-alih sudah melakukan konfrensi pers dan wawancara namun feedback yang diharapkan berlawanan dengan maksud dari tujuan kegiatan tersebut dilakukan. Seperti yang dikemukakan Riyadin (2008: 6), umumnya wartawan lebih tertarik dan mengangkat berita negatifnya ketimbang melihat sisi positif dalam suatu pemberitaan. Sebab mereka menganggap pemberitaan negatif lebih menjual sehingga mengangkatnya menjadi wacana dalam pemberitaan mereka. Sementara itu mengirimkan press release dan dipublikasikan ke pihak media bukanlah perkara yang mudah. Sebab media massa sudah berorientasi pada komersialisasi artinya pihak media tidak semudah itu memberikan spacenya secara gratis. Belum lagi persaingan dari perusahaan-perusahaan lain
36
yang juga mengirimkan press release sehingga peluang release institusi yang kita wakilkan dipublikasikan secara gratis sangatlah kecil. Lalu kegiatan seperti press tour dan special event biasanya hanya dilakukan pada saat perusahaan tidak berada dalam keadaan yang genting. Kegiatan ini hanya dilakukan untuk mendekatkan hubungan antara perusahaan atau organisasi dengan pihak media. Maka dari itu dua kegiatan tersebut tidak dipilih sebagai strategi dalam menangani krisis. Dilihat dari sejarahnya advertorial merupakan bentuk servis pengelola media kepada para stakeholder, terutama kepada perusahaan-perusahaan yang menjadi mitra usaha. Namun seiring dengan berjalannya waktu advertorial sudah merupakan bagian dari keleluasaan pemilik media memberikan space medianya
untuk
komersialisme.
Hal
ini
dikarenakan
tuntutan
agar
perekonomian media tersebut dapat berlangsung terus menerus apalagi ketatnya persaingan dengan media elektronik yang memaksa media cetak untuk lebih terbuka.
Ini juga sejalan dengan kepentingan perusahaan dimana
kebutuhan akan publisitas kian tinggi. Kebutuhan publisitas awalnya masih berfokus pada bagaimana produk suatu perusahaan dapat dikenal dan laku dalam pemasaran. Namun perusahaan menyadari bahwa keberlangsungan hidup sebuah perusahaan tidak hanya dapat dinilai dari lakunya produk mereka. Namun nama baik atau citra perusahaan perlu juga diperhatikan agar citra baik tersebut dapat menopang jasa atau penjualan produk yang ditawarkan dari perusahaan (Chaerani, 2012: 14). Advertorial yang berkembang saat ini tidak hanya menjelaskan informasi tentang produk itu sendiri. tetapi produk atau perusahaan tersebut lebih
37
menekankan pada aspek informasi yang sifatnya merujuk pada strategi PR. Yaitu dengan penyampaian
mendorong minat beli serta kepuasan konsumen, melalui informasi dan kesan yang
meyakinkan.
Dalam
usaha
memperlihatkan bahwa perusahaan dan produk-produknya sesuai dengan kebutuhan, keinginan, kepentingan dan minat publik. Kemudian berdampak terhadap keputusan pembelian atau penilaian positif terhadap perusahaan. Seperti kampanye perduli kesehatan, pendidikan, lingkungan, bahkan prestasi yang di dapatkan perusahaan itu sendiri. Cara seperti ini muncul dikarenakan sulitnya perusahaan menembus publikasi secara gratis dari pihak media. Mengingat media juga sudah berorientasi pada komersil sehingga dengan strategi advertorial merupakan langkah cepat dan praktis untuk mencapai publisitas yang positif melalui media (Kriyantono, 2008: 7). Makin luas kegiatan kehumasan Indonesia melalui advertorial maka muncullah juga iklan kehumasan yang dipicu akibat institusi mengalami krisis atau mendapat sorotan negatif.
Iklan ini muncul di beberapa halaman (di
media cetak) atau berbagai durasi tayangan (di media sasaran).
Tentunya
semakin kesini isi konten advertorial bukan hanya kampanye program perusahaan saja tapi juga sudah mengalami perkembangan pada advokasi (Winarno, 2008: 24). Dalam masa sepuluh tahun terakhir citra perusahaan mendapat perhatian yang sangat serius, terlebih banyaknya perusahaan yang berada pada situasi krisis. Untuk itu perlu strategi komunikasi yang dikaitkan dengan pengelolaan citra dan reputasi salah satunya adalah advertorial. Komunikasi untuk pengelolaan citra, identitas, dan reputasi merupakan fungsi yang paling
38
penting. Karena dengan komunikasi cerminan citra dan reputasi bisa terrefleksikan melalui gambar-gambar dan kata-kata ciptaan organisasi dimana hal tersebut bisa tercakup melalui advertorial (Hardjana, 2008: 9-10). E.2.4.1. Teknis/Strategi Menulis Advertorial Rumusan penulisan advertorial biasanya memakai standar penulisan siaran berita untuk media massa, yakni 5W + 1 H, namun kita gunakan saja istilah yang lain, yaitu; SOLAADS (Madjadikara, 2004:43): 1. Subject (subjek): Apa yang dituturkan oleh cerita? 2. Organization (organisasi): Apa nama organisasi yang bersangkutan atau organisasi yang berkepentingan? 3. Locations (lokasi): Dimana organisasi itu berlaku? 4. Advantages (keunggulan): Apa yang baru? Serta apa pula manfaatnya? 5. Applications (penerapan): Apa saja kegunaan atau manfaatnya? Siapa pengguna atau pihak-pihak yang dapat memanfaatkannya? 6. Details (rincian): Berapa ukurannya, apa warnanya, bagaimana pengembangannya, bagaimana bentuk atau penampilannya (dan berbagai hal rinci lainnya)? 7. Source (sumber): Di mana produk itu bisa diperoleh? Beberapa hal yang mesti
diperhatikan dan dipahami dalam
menulis advertorial, yaitu (Widyatama, 2007: 85): 1. Paragraf, kalimat dan kata-kata yang digunakan harus diusahakan sesingkat dan sepadat mungkin. Ex. Tulislah “rumah”, bukan “kediaman”, tulis “jika” untuk menghemat “apabila”. 39
2. Usahakanlah selalu agar setiap siaran berita tidak lebih dari satu halaman atau selembar kertas saja. 3. Hindari gaya bahasa superlatif, yakni gaya bahasa yang berlebihan. Jauhi pula kata-kata yang terlampau memuji-muji diri sendiri. Hindari ekspresi yang serba hebat, seperti “terbesar di dunia”, “termegah di abad ini”, dan lain-lain. 4. Hindari generalisasi yang tidak jelas dan kecondongan untuk menjelaskan segala sesuatu yang bisa berakibat keluarnya tulisan dari konteks aslinya. Sebisa mungkin kemukakan fakta-faktanya sehingga kesan unggul dari produk/jasa yang bersangkutan akan muncul dengan sendirinya. 5. Jangan pernah memakai kata-kata klise seperti “unik”, bercakupan luas”, “sangat ilmiah”, sampai detik ini”. 6. Jangan mengutip pendapat atau komentar dari seseorang tokoh, kecuali jika langsung bersumber dari orang yang bersangkutan. 7. Jangan sembarangan memilih jurnal atau media. Ingatlah bahwa masing-masing media memiliki khalayak pembaca yang berbeda. Pada dasarnya advertorial atau pariwara tidak banyak berbeda dengan feature. Bedanya, pariwara lebih banyak bobot promosinya ketimbang informasi umumnya. Selain itu volumenya jauh lebih besar karena itu advertorial ditempatkan sebagaimana iklan berbiaya. Advertorial sendiri dapat dipublikasikan diberbagai media cetak maupun elektronik. Untuk advertorial di media cetak, teks merupakan faktor peranan penting. Agar khalayak tertarik untuk membacanya maka advertorial dibuat dengan gaya editorial agar
40
pembaca tertarik untuk membacanya. Dengan gaya tersebut khalayak tidak secara sadar jika advertorial yang dibacanya merupakan iklan. Selain itu ilustrasi berupa gambar atau foto menjadi pendukung agar advertorial menarik untuk dibaca. E.2.5. Struktur Iklan dalam Media Cetak Iklan pada media cetak memiliki struktur atau anatomi seperti yang diungkapkan oleh Mardjadikara dalam Kriyantono, berikut ini (2008: 211212): 1. Headline atau Judul (kepala iklan), harus sesuai dengan body-copy iklan. Letaknya bisa di awal, tengah, atau dibagian akhir iklan. Ini adalah bagian yang pertama dilihat orang. 2. Visual, adalah ilustrasi, gambar, atau foto orang (model) atau apapun yang berkaitam dengan konsep kreatif atau foto produk itu sendiri. 3. Bodycopy, adalah teks yang memberikan informasi lebih rinci tentang produk atau jasa yang dijual. Copy sendiri diartikan segala tulisan atau materi yang digunakan untuk promosi. Bodycopy disebut juga amplifikasi (perluasan), yaitu naskah atau teks yang menjelaskan headline. 4. Product shot, adalah foto produk (yang sekaligus menampilkan nama merk). Product shot ini bisa saja merupakan main visual atau ilustrasi utama. 5. Baseline, adalah bagian yang terletak paling bawah atau akhir. Di bagian ini bisa ditulis slogan, catch phrase atau nama perusahaan. Selain yang dikemukakan oleh Mardjadikara, struktur atau anatomi iklan pada media cetak memiliki sejumlah komponen atau bagian utama yang
41
mencakup kepala atau judul iklan, badan iklan, visual, atau ilustrasi, dan tata letak atau susunan (layout) iklan, yaitu bagaimana semua komponen tersebut dipadukan sehingga menghasilkan pesan yang efektif (Morrisan, 2010: 359): 1. Kepala Iklan (Headline) adalah kata yang berada pada posisi unggul pada suatu iklan, kata-kata yang akan dibaca pertama kali atau kata-kata yang ditempatkan untuk menarik perhatian pembaca sehingga mereka tertarik membaca seluruh naskah iklan yang ada. 2. Subkepala (subhead) terletak dibawah atau diatas kepala iklan atau bahkan ditengah badan teks dengan ukuran huruf lebih besar daripada teks badan iklan dan lebih kecil daripada judul iklan yang berfungsi mendorong orang agar bersedia membaca pesan iklan dengan cara mengambil sebagian teks yang terdapat pada iklan yang memiliki nilai jual yang dapat menarik minat pembaca sehingga isi subjudul harus memperkuat kepala atau judul iklan, slogan, atau tema yang disampaikan. 3. Badan iklan adalah bagian yang paling banyak memuat teks pada suatu iklan media cetak yang merupakan “jantung” atau inti dari suatu iklan, namun menjadi bagian yang jarang dibaca audiensi media cetak. Naskah iklan biasanya memuat informasi lengkap mengenai suatu produk dan berfungsi menjelaskan kepala atau judul iklan dan subjudul iklan yang sudah ada, namun naskah harus cukup pendek agar tetap mampu menarik perhatian pembaca. 4. Elemen visual atau ilustrasi adalah komponen penting yang menyertai iklan yang harus mampu menarik perhatian dan dapat menyampaikan suatu gagasan atau citra serta dapat bekerja sama secara sinergis dengan judul
42
iklan dan badan iklan sehingga menghasilkan pesan yang efektif. Ilustrasi seringkali menjadi bagian dominan dari suatu iklan media cetak srta memegang peran penting dalam menetukan efektivitas iklan bersangkutan, bahkan menjadi esensi atau inti dari suatu pesan iklan. 5. Tata letak adalah pengaturan fisik dari berbagai iklan yang mencakup judul, subjudul, badan, ilustrasi, dan penanda lainnya. Tata letak merupakan factor kunci keberhasilan bagaimana memadukan komponenkomponen iklan diatas menjadi suatu iklan yang baik E.3. Citra Perusahaan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian citra adalah (Soleh & Elvinaro, 2008: 114): 1. Kata benda: gambar, rupa, gambaran . 2. Gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi,perusahaan, organisasi atau produk. 3. Kesan mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh sebuah kata, frase atau kalimat, dan merupakan unsure dasar yang khas dalam karya prosa atau puisi. Berkaitan dengan pengertian citra menurut Philip Kotler, secaras garis besar bahwa citra adalah seperangkat keyakinan, ide, dan kesan seseorang terhadap suatu objek tertentu. Sikap dan tindakan seseorang terhadap suatu objek tersebut yang menampilkan kondisi terbaiknya (Ruslan, 2010: 80). Frank jefkins, dalam bukunya Public Relation Technique, menyimpulkan bahwa secara umum, citra diartikan sebagai kesan seseorang atau individu tentang suatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya. 43
Dalam buku Essential of Public Relations, Jeffkins menyebut bahwa citra adalah kesan yang diperoleh berdasarkan pengetahuan dan pengertian seseorang tentang fakta-fakta atau kenyataan. Jalaludin Rakhmat dalam bukunya
Psikologi
Komunikasi
menyebutkan
bahwa
citra
adalah
penggambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas, citra adalah dunia menurut persepsi. Solomon, dalam Rakhmat, mengemukakan sikap pada seseorang atau sesuatu tergantung pada citra kita tentang orang atau obyek tersebut (Soleh & Elvinaro, 2008: 114). E.3.4. Proses Pembentukan Citra Proses pembentukan citra dalam struktur kognitif yang sesuai dengan pengertian system komunikasi dijelaskan oleh John S. Nimpeno, dalam laporan penelitian tentang tingkah laku konsumen serti dikutip Danasaputra sebagai berikut (Soleh & Elvinaro, 2008: 115): Public Relations digambarkan sebagai input-output, proses intern dalam model ini adalah pembentukan citra, sedangkan input adalah stimulus yang diberikan dan output adalah tanggapan atau perilaku tertentu. Citra itu sendiri digambarkan melalui persepsi kognisi-motivasi-sikap. Model pembentukan citra ini menunjukkan bagaimana stimulus yang berasal dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respons. Stimulus (rangsang) yang diberikan pada individu dapat diterima atau ditolak. Jika rangsang ditolak proses selanjutnya tidak akan berjalan, hal ini menunjukkan bahwa rangsang tersebut tidak efektif dalam mepengaruhi individu karena tidak adaperhatian dari individu tersebut, sebaliknya jika rangsang itu diterima
44
oleh individu, berarti terdapat komunikasi dan
terdapat perhatian dari
organisasi, dengan demikian proses selanjutnya dapat berjalan. Empat komponen persepsi-kognisi-motivasi-sikap diartikan sebagai citra individu terhadap rangsang jika stimulus mendapat perhatian, individu akan berusahauntuk mengerti tentang rangsang tersebut. Persepsi diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap unsure lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Dengan kata lain, individu akan memberikan makna terhadap
rangsang
berdasarkan
pengalamannya
mengenai
rangsang.
Kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjtkan proses pembentukan citra. Persepsi atau pandangan individu akan positif apabila informasi yang diberikan oleh rangsang dapat memenuhi kognisi individu. Kognisi yaitu suatu keyakinan diri dari individu terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti rangsang tersebut, sehingga individu harus diberikan informasi-informasi yang cukup yang dapat mempengaruhi perkembangan kognisinya. Motivasi dan sikap yang ada akan menggerakkan respons seperti yang diinginkan oleh pemberi rangsang. Motif adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai suatu tujuan. Sikap adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi berpikir, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu. Sikap menentukan apakah orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan. Sikap mengandung aspek
45
evaluative, artinya mengandung nilai menyenangkan atau tidak meyenangkan. Sikap ini juga dapat diperteguh atau diubah. Dalam melihat dan menelaah pencitraan Jim McNamara dalam buku Strategi Public Relations merumuskan sebagai berikut (Wasesa & McNamara, 2010: 21): Internal adalah kategori yang berkaitan dengan pencitraan yang disebabkan oleh bagian internal organisasi. Adapun dimensi kategori internal terdiri atas: 1. Organisasi keseluruhan organisasi atau semua komponen organisasi dilihat sebagai suatu kesatuan. 2. Budaya Budaya atau kebiasaan seperti apa yang berkembang di dalam suatu organisasi. 3. Citra Perseorangan Citra perseorangan yang dimaksud adalah citra masing-masing anggota atau individu dalam suatu organisasi. Eksternal adalah kategori yang berkaitan dengan aktivitas eksternal organisasi dan memiliki kedekatan pengaruh terhadap model pencitraan. Kategori inilah yang selama ini diperankan oleh PR secara maksimal, seperti dijelaskan di bawah ini: 1. Fisik Penampilan fisik atau tampilan luar organisasi sering menjadi hal pertama yang dilihat publik dari sebuah organisasi, tampilan luar ini bisa berupa pengalaman publik dengan organisasi tersebut.
46
2. Relationship Bagaimana organisasi menjalin hubungan atau kerjasama. 3. Refleksi Refleksi yang dimaksud adalah bagaimana perusahaan memberi reaksi atau tanggapan ataupun penilaian terhadap organisasinya. Konstruksi citra pada yang dilakukan public relations umumnya adalah bagaimana agar citra yang dihasilkan selalu positif bagi perusahaaannya. Konstruksi ini tentunya melibatkan persepsi kognisi-motivasi-sikap perilaku dari individu. Selain dari individu, organisasi juga terlibat dalam proses pembentukan citra yaitu internal dan eksternal organisasi. Sehingga dari kedua faktor ini lah yang mempengaruhi proses pembentukan citra dari publik. F. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis framing model Kirk Hallahan dengan menggunakan pendekatan kualitatif interpretatif. Dengan pendekatan ini peneliti berusaha memahami dan menafsirkan aspek-aspek dari realitas yang dikonstruksi. Pendekatan ini lahir dari paradigma interpretif yang beranggapan bahwa manusia berkemampuan membentuk makna dan memberi makna terhadap dunia mereka. Ini lah yang sejalan dengan rilisnya advertorial PT Hardaya Inti Plantations di media cetak. Dimana fungsi PR adalah mengatur arus informasi agar informasi itu dapat diterima atau dipahami oleh publik sesuai dengan harapan perusahaan. Analisis framing adalah analisis yang memusatkan perhatian pada bagaimana media mengemas dan membingkai berita, konsep framing sendiri dalam studi media banyak mendapat pengaruh dari lapangan psikologi dan
47
sosiologi (Eriyanto, 2008: 71). Framing lebih banyak memberikan penjelasan secara teoritis bagaimana media mengkonstruksi sebuah issue dan kisah dalam suatu berita. Namun Hallahan telah memberikan penjelasan yang lebih berhubungan
dengan
dunia
public
relations.
Dengan
tipologinya
dia
mengidentifikasi tujuh model framing yang diterapkan pada praktek publik relations, yaitu : situasi, atribut, pilihan, tindakan, masalah, tanggung jawab dan berita. Dengan framing kita bisa menelaah bagaimana peristiwa didefinisikan, karena framing selalu berhubungan dengan pendapat umum. Ini sejalan dengan tugas vital Public Relations untuk memperhatikan agar opini orang-orang tertentu terekspresikan dengan layak dan berdasarkan informasi yang benar melalui penciptaan pesan. Dalam konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia merupakan instrument pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Selanjutnya penggunaan bahasa
tertentu
menentukan format narasi (dan makna) tertentu seperti penggunaan teks, photo, grafik, angka, dan tabel. F.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini menggunakan analisis framing yang bersifat kualitatif interpretative. Penelitian interpretatif bertujuan untuk menginterpresetasikan fakta atas realitas dan mengetahui bingkai dalam advertorial PT. Hardaya Inti Plantations. Dari pendekatan interpretative ini kita dapat menelaah bahwa realitas itu dibentuk secara simbolik atau melaui aspek-aspek tertentu. Dari realitas yang terbentuk itulah tiap individu atau kelompok akan menafsirkan dengan identitas, pemaknaan, pengalamaan, kepentingan, dan sebagainya lalu 48
selanjutnya akan memberi sumbangan dalam membentuk realitas secara simbolik. Lebih terperinci lagi, penelitian ini menggunakan model framing Kirk Hallahan sebagai perangkat penelitian. Perangkat ini merupakan framing pendekatan Public Relations yang berbeda dibandingkan framing umumnya yang lebih mengarah pada studi media. Penelitian ini akan berfokus pada kontruksi yang ada dalam bidang public relations. Lalu menginterpresentasikan dan mengkategorikan bingkai dari advertorial sesuai dengan model tipologi framing Public Relations. F.2. Obyek Penelitian Dalam penelitian ini data yang ada akan dianalisis menjadi obyek penelitian. Obyek penelitian ini adalah data berupa advertorial PT. Hardaya Inti Plantations yang dirilis di media Jawa Pos pada edisi 2 februari 2013. Advertorial PT. HIP ini merupakan bentuk dari iklan public relations sebagai langkah perusahaan dalam membangun citranya. Untuk itu penelitian ini lebih mengkaji aspek-aspek yang ditampilkan dalam advertorial sebagai upaya membuat konstruksi citra dalam kasus Buol. F.3. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data penelitian ini adalah metode dokumenter. Penelitian ini menggunakan data iklan advertorial PT. Hardaya Inti Plantations yang diperoleh dari media cetak yaitu Jawa Pos edisi 2 februari 2013. Pemilihan metode ini dikarenakan data yang ada dalam bentuk dokumentasi. Dari data dokumentasi terdapat sejumlah besar fakta dan data sosial yang terbentuk dan tersimpan didalamnya. Dengan metode dokumenter ini peneliti
49
akan menelaah dan mengkategorikan data sesuai dengan model framing Public Relations di tiap judul yang ada didalam advertorial. F.4. Ruang lingkup penelitian Ruang lingkup dalam penelitian ini terdapat pada obyek penelitian, yaitu advertorial PT. Hardaya Inti Plantation satu halaman penuh pada halaman 7 yang terdiri dari pada harian yang berisi tentang kiprah PT. HIP di Sulawesi Tengah. Terdapat beberapa judul yang ada pada halaman 7 digunakan untuk meneliti advertorial ini, antara lain: 1. Membangun Buol Untuk Indonesia. 2. Kondisi Susah, Bangun Infrastruktur Sendiri. 3. Ketetentuan Peraturan Perundangan Untuk Perijinan PT. HIP. 4. Kemudahan Yang Ditawarkan Kepada PT HIP. 5. Catatan. Perusahaan menjelaskan permasalahannya dibagi dalam kelima judul itu dengan pembahasan yang berbeda sesuai judul. Per tiap judulnya nantinya akan dianalisis dengan model tipologi framing PR, apakah tiap judul itu memenuhi unsur yang ada dalam tipolgi tersebut. Selain itu tampilan visual yang ada di advertorial juga dianalisis. Lebih lanjut akan djelaskan dibagian teknik analisis data. F.5. Teknik Analisis Data Dari data yang diambil peneliti dengan teknik dokumentasi, selanjutnya dianalisa dengan model Framing Kirk Hallahan. Model ini berasumsi bahwa framing memberikan suatu potensi yang berguna sebagai payung untuk memeriksa apa yang terjadi dalam PR. Selain pendekatan retoris yang berfokus
50
pada bagaimana pesan dibuat, framing secara konseptual terhubung ke proses psikologis yang mendasari orang-orang untuk memeriksa informasi, untuk membuat penilaian, dan untuk menarik kesimpulan tentang dunia di sekitar mereka (Hallahan, 1999: 206). Data akan dianalisis sesuai dengan judul yang ada dalam advertorial. Lalu dikembangkan menjadi pengkategorian (categorizing) yang memenuhi beberapa aspek dari tujuh model framing Public Relations. Tabel 1.3 Instrumen Penelitian Apa Yang Dibingkai
Yang Dianalisis
Situasi
1. Bagaimana kiprah perusahaan
Keadaan situasi perusahaan.
diframingkan dalam advertorial terhadap situasi krisis yang dihadapi ?
Atribut Penonjolan karakter, peristiwa, dan orang-orang (subyek).
1. Bagaimana penekanan karakter perusahaan dalam advertorial ? 2. Bagaimana penekanan peristiwa yang terdapat didalam advertorial ? 3. Bagaimana penonjolan subyek yang terdapat didalam advertorial ?
Pilihan
1. Apa keuntungan perusahaan yang
Pengambilan keputusan negatif atau
dijelaskan dalam publisitas
positif
advertorial ?
51
2. Apa kerugian perusahaan yang dijelaskan dalam publisitas advertorial ? 1. Apa tindakan perusahaan yang
Tindakan Tindakan
alternatif
positif
atau
negatif
menyangkut keuntungan ? 2. Apa tindakan perusahaan yang menyangkut kerugian ? 1. Bagaimana masalah yang terjadi
Isu Masalah sosial dan perselisihan
pada perusahaan di bahas dalam advertorial ? 2. Apa saja isu-isu yang diangkat perusahaan dalam advertorial ? 1. Bagaimana penggambaran citra
Tanggung Jawab Penggambaran peran atau tanggung
perusahaan akan tanggung jawab
jawab
atau peran perusahaan dalam advertorial ? 1. Bagaimana perusahaan
Berita Publisitas informasi
atau
penyampaian
membingkai publisitas dalam menyampaikan informasi di advertorial ?
52