BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masyarakat modern yang serba kompleks, sebagai produk dari kemajuan teknologi, mekanisme, industrialisasi, dan urbanisasi memunculkan banyak masalah sosial. Maka adaptasi dan penyesuaian diri terhadap masyarakat modern yang kompleks itu menjadi tidak mudah. Kesulitan mengadakan adaptasi menyebabkan kebingungan, kecemasan, konflik-konflik, baik yang bersifat terbuka atau eksternal maupun yang bersifat tersembunyi atau internal dalam batin sendiri, sehingga banyak orang yang mengembangkan pola tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma umum, atau berbuat semaunya sendiri, demi kepentingan sendiri dan mengganggu atau merugikan orang lain.1 Di Indonesia saat ini tindak pidana penyalahgunaan narkotika menjadi masalah yang sangat mendasar, karena setiap tahun jumlah tindak pidana penyalahgunaan narkotika di Indonesia semakin meningkat. Menurut data dari Departemen Kesehatan RI yang bersumber dari Badan Narkotika Nasional dan POLRI dari tahun 2008-2011 penyalahgunaan narkotika mengalami peningkatan.2
1
Kartini Kartono, Patologi Sosial jilid I (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. V. Pusat Data Informasi Kementerian Kesehatan RI, “Situasi dan Analisis Penyalahgunaan Narkoba,” Juni 2015 (http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatinanti-narkoba.pdf), Diakses 1 September 2015. 2
1
2
25000 19.128
20000
17.898
15000 10.008
11.140
2008
2009
10000 5000 0 2010
2011
Pada tahun 2008 berjumlah 10.008, tahun 2009 meningkat menjadi 11.140, tahun 2010 meningkat lagi menjadi 17.898, tahun 2011 juga meningkat sebanyak 19.128. Bahaya penyalahgunaan narkotika bagi pemakai, selain tidak dapat hidup normal, juga dapat menghadapi kematian karena over dosis atau penyakit lain. Seseorang yang melakukan penyalahgunaan narkotika akan mengalami perubahan fisik, lingkungan, psikologis, dan perubahan perilaku sosial. Perubahan fisik yang dialaminya antara lain adalah jalan sempoyongan, susah tidur, badan kurus, mata memerah, terdapat luka suntikan atau sayatan, mengantuk, bicara pelo atau ngelantur. Perubahan lingkungan antara lain adalah mengabaikan kebersihan badan. Perubahan psikologis antara lain adalah malas belajar, mudah tersinggung dan suka marah-marah, sulit
3
konsentrasi. Sedangkan perubahan pada perilaku sosial antara lain adalah tidak disiplin, suka berbohong, bengong, dan mengabaikan ibadah.3 Narapidana narkotika bukanlah orang hukuman melainkan orang yang tersesat yang mempunyai waktu dan kesempatan untuk bertobat. Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan melainkan dengan bimbingan. Narapidana narkotika juga merupakan makhluk Allah SWT yang harus diperlakukan sesuai kodrat mereka sebagai manusia, mereka juga harus mendapatkan pertolongan agar mereka dapat kembali ke jalan yang benar, serta dapat menyelesaikan segala problema yang dihadapi, dan diarahkan kepada jalan yang baik, yakni jalan yang di ridhai Allah SWT. Maka di sinilah sangat diperlukan adanya bimbingan konseling Islam. Hal ini sesuai dengan pengertian bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan
berdasarkan
norma-norma
yang
berlaku.4
Sedangkan
konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis
3
Winarto, Ada Apa dengan Narkoba (Semarang: CV. Aneka Ilmu, 2007), hlm. 69-71. Priyatno dan Erman Anti, Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling (Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), hlm. 99. 4
4
yang dialami dalam kehidupannya. Tugas konselor adalah menciptakan kondisi-kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan klien.5 Kenyataan di lapangan menunjukkan akan pentingnya bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika. Salah satunya adalah Lembaga Pemasyarakatan kelas II A pekalongan yang memberikan bimbingan konseling Islam terhadap narapidana narkotika. Di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan terdapat beberapa tindak pidana yang cukup banyak, yaitu: tindak pidana terhadap ketertiban sebanyak 7 orang, tindak pidana susila sebanyak 5 orang, tindak pidana perjudian sebanyak 8 orang, tindak pidana pencurian sebanyak 11 orang, tindak pidana perampokan sebanyak 15 orang, tindak pidana penggelapan sebanyak 3 orang, tindak pidana penipuan sebanyak 1 orang, tindak pidana narkotika sebanyak 297 orang, tindak pidana KDRT sebanyak 1 orang dan lain-lain 10 orang. Dari data tersebut, tindak pidana terbanyak di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan adalah tindak pidana narkotika yang mencapai 297 orang.6 Bimbingan konseling Islam merupakan proses pemberian bantuan terarah, kontinu, dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam al-Quran dan hadits Rasulullah ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan al-Quran dan hadits. Apabila internalisasi
5
Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan dan Konseling (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 9. 6 Roni Darmawan, Kepala Seksi Binapi/Andik Lapas Kelas II A Pekalongan, Wawancara Pribadi, Pekalongan, 10 Agustus 2015.
5
nilai-nilai yang terkandung dalam al-Quran dan hadits telah tercapai dan fitrah beragama itu telah berkembang secara optimal maka individu tersebut dapat menciptakan hubungan yang baik dengan Allah, dengan manusia, dan alam semesta sebagai manifestasi dan peranannya sebagai khalifah di muka bumi yang sekaligus juga berfungsi untuk mengabdi kepada Allah.7 Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik mengangkat judul “Implementasi Bimbingan Konseling Islam pada Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekalongan”.
B. Rumusan Masalah Merujuk pada pemaparan latar belakang di atas, maka diambil beberapa rumusan masalah, antara lain: 1.
Bagaimana implementasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan?
2.
Apa faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan? Untuk memberikan gambaran yang jelas dan menghindari pemahaman di
luar konteks judul yang diajukan, maka penulis memberikan pembatasan istilah yang tercakup dalam judul tersebut sebagai berikut:
7
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam (Jakarta: Amzah, 2013), hlm. 23.
6
1. Implementasi Implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan.8 Batasan masalah implementasi di sini adalah pada proses, metode dan media yang digunakan dalam bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan.
2. Bimbingan konseling Islam Menurut Anwar Sutoyo dalam bukunya Erhamwilda mengemukakan bahwa bimbingan Islami didefinisikan sebagai proses bantuan yang diberikan secara ikhlas kepada individu atau sekelompok individu untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, dan untuk menemukan serta mengembangkan potensi-potensi mereka melalui usaha mereka sendiri, baik untuk kebahagiaan pribadi maupun kemaslahatan sosial. Sedangkan konseling Islami didefinisikan sebagai proses bantuan yang berbentuk kontak pribadi antara individu atau sekelompok individu yang mendapat kesulitan dalam suatu masalah dengan seorang petugas profesional dalam hal pemecahan masalah, pengenalan diri, penyesuaian diri, dan pengarahan diri, untuk mencapai realisasi diri secara optimal sesuai ajaran Islam.9 Dari beberapa pengertian bimbingan konseling Islam dapat penulis simpulkan bahwa bimbingan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan kepada individu dengan cara menginternalisasi nilai-nilai yang 8
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, edisi keempat (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm. 529. 9 Erhamwilda, Konseling Islami (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 95.
7
terkandung di dalam al-Quran dan hadits Rasulullah SAW ke dalam diri klien, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan alQuran dan hadits dan dapat menyelesaikan masalah dan mengembangkan potensi yang dimilikinya secara optimal sesuai dengan ajaran al-qur’an dan hadits.
3. Narapidana narkotika Narapidana adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana).10 Narkotika adalah zat atau obat, baik yang berasal dari tanaman maupun bukan, baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan ketergantungan (kecanduan).11 Jadi, narapidana narkotika adalah
orang
yang
sedang
menjalani
hukuman
di
Lembaga
Pemasyarakatan karena melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika.
4. Lembaga Pemasyarakatan Lembaga pemasyarakatan (LAPAS) adalah tempat untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik di Indonesia. Sebelum
10 11
hlm. 4.
Depdiknas, op.cit., hlm. 952. Ace Syahrudin, Menghindari Bahaya Narkoba (Semarang, PT. Bengawan Ilmu, 2007),
8
dikenal istilah LAPAS di Indonesia, tempat tersebut disebut dengan penjara.12 Dengan demikian yang dimaksud dengan judul “IMPLEMENTASI BIMBINGAN
KONSELING
ISLAM
PADA
NARAPIDANA
NARKOTIKA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS II A PEKALONGAN“ adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan.
C. Tujuan Penelitian 1.
Untuk mengeksplorasi implementasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan.
2.
Untuk mengeksplorasi faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan.
D. Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan memberi manfaat sebagai berikut: 1.
Kegunaan Teoritis a.
Dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran ilmiah yang dapat menambah pengetahuan dalam bidang ilmu bimbingan konseling Islam.
12
(https://id.m.wikipedia.org/wiki/Lembaga_Pemasyarakatan), Diakses 1 September 2015.
9
b.
Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti selanjutnya pada kajian yang sama tetapi dalam ruang lingkup yang lebih luas dan mendalam di bidang bimbingan konseling Islam.
2.
Kegunaan Praktis a.
Bagi Lembaga Pemasyarakatan, dapat dijadikan acuan atau pedoman untuk memberikan masukan-masukan terhadap implementasi yang digunakan.
b.
Bagi lembaga pendidikan dan lembaga konseling dapat dijadikan sebagai salah satu contoh dalam pelaksanaan bimbingan konseling Islam.
E. Tinjauan Pustaka 1. Analisis Teoritis a. Bimbingan Konseling Islam Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan norma-norma yang berlaku.13 Sedangkan konseling merupakan salah satu bentuk hubungan yang bersifat
13
Priyatno dan Erman Anti, loc.cit.
10
membantu orang lain agar ia mampu tumbuh ke arah yang dipilihnya sendiri, mampu memecahkan masalah yang dihadapinya dan mampu menghadapi krisis-krisis yang dialami dalam kehidupannya. Tugas konselor adalah menciptakan kondisi-kondisi yang diperlukan bagi pertumbuhan dan perkembangan klien.14 Menurut
Anwar
Sutoyo
dalam
bukunya
Erhamwilda
mengemukakan bahwa bimbingan Islami didefinisikan sebagai proses bantuan yang diberikan secara ikhlas kepada individu atau sekelompok individu untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT, dan untuk menemukan serta mengembangkan potensi-potensi mereka melalui usaha mereka sendiri, baik untuk kebahagiaan pribadi maupun kemaslahatan sosial. Sedangkan konseling Islami didefinisikan sebagai proses bantuan yang berbentuk kontak pribadi antara individu atau sekelompok individu yang mendapat kesulitan dalam suatu masalah dengan seorang petugas profesional
dalam hal
pemecahan masalah,
pengenalan diri,
penyesuaian diri, dan pengarahan diri, untuk mencapai realisasi diri secara optimal sesuai ajaran Islam.15 Sedangkan pengertian bimbingan konseling Islam adalah proses pemberian bantuan terarah, kontinu, dan sistematis kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan potensi atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal dengan cara menginternalisasi nilai14 15
Syamsu Yusuf dan A. Juntika Nurihsan, loc.cit. Erhamwilda, loc.cit.
11
nilai yang terkandung di dalam al-Quran dan hadits Rasulullah ke dalam dirinya, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntutan al-Quran dan hadits. Apabila internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam al-Quran dan hadits telah tercapai dan fitrah beragama itu telah berkembang secara optimal maka individu tersebut dapat menciptakan hubungan yang baik dengan Allah, dengan manusia, dan alam semesta sebagai manifestasi dan peranannya sebagai khalifah di muka bumi yang sekaligus juga berfungsi untuk mengabdi kepada Allah.16 Tujuan dari bimbingan konseling Islam adalah:17 1) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan, kesehatan dan kebersihan jiwa dan mental. Jiwa menjadi tenang, jinak dan damai (muthmainah),
bersikap
mendapatkan
pencerahan
lapang dan
dada taufik
(radhiyah), hidayah
dan
Tuhannya
(mardhiyah). 2) Untuk menghasilkan suatu perubahan, perbaikan dan kesopanan tingkah laku yang dapat memberikan manfaat, baik pada diri sendiri,
lingkungan
keluarga,
lingkungan
kerja,
maupun
lingkungan sosial dan alam sekitarnya. 3) Untuk menghasilkan kecerdasan rasa (emosi) pada individu sehingga muncul dan berkembang rasa toleransi, kesetiakawanan, tolong-menolong, dan rasa kasih sayang. 16 17
Samsul Munir Amin, loc.cit. Ibid., hlm. 43.
12
4) Untuk menghasilkan kecerdasan spiritual pada diri individu sehingga muncul dan berkembang rasa keinginan untuk berbuat taat kepada Tuhannya, ketulusan mematuhi segala perintah-Nya, serta ketabahan menerima ujian-Nya. 5) Untuk menghasilkan potensi Ilahiah, sehingga dengan potensi itu individu dapat melakukan tugasnya sebagai khalifah dengan baik dan benar, ia dapat dengan baik menanggulangi berbagai persoalan hidup, dan dapat memberikan kemanfaatan dan keselamatan bagi lingkungannya pada berbagai aspek kehidupan.
b. Narapidana Narkotika Narapidana adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani hukuman karena tindak pidana).18 Narkotika adalah zat atau obat, baik yang berasal dari tanaman maupun bukan, baik sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, sampai menghilangkan rasa nyeri dan menimbulkan
ketergantungan
(kecanduan).19
Jadi,
narapidana
narkotika adalah orang yang sedang menjalani hukuman di Lembaga Pemasyarakatan karena melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika yang termasuk pelanggaran hukum. Selain itu, narapidana narkotika juga melanggar norma agama dengan mengkonsumsi sesuatu yang yang bersifat memabukkan, karena Allah SWT 18 19
Depdiknas, loc.cit. Ace Syahrudin, loc.cit.
13
mengharamkan
khomar
atau
meminum-minuman
keras
yang
memabukan. Sebagaimana dalam firman Allah yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah
perbuatan-perbuatan
itu
agar
kamu
mendapat
keberuntungan”. (Q.S. al-Maidah 5:90)
2. Penelitian Terdahulu yang Relevan Adapun tinjauan pustaka yang digunakan penulis adalah: a. Skripsi yang ditulis oleh Hari Kohari Permasandi, yang berjudul Peranan Pembimbing Agama dalam meningkatkan Ibadah Shalat pada Lansia di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten. Di dalamnya membahas tentang bagaimana peranan pembimbing Agama dalam meningkatkan ibadah shalat pada lansia. Di mana peran pembimbing sangat penting karena sebagai orang yang mengarahkan, orang yang memberi jalan atau menuntun orang lain ke arah yang telah diajarkan oleh agama.
20
Sedangkan dalam penelitian
penulis, akan meneliti implementasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika yang dilakukan oleh pembimbing agama atau bisa disebut konselor (asesor) di Lembaga Permasyarakatan kelas II A kota Pekalongan. 20
Hari Kohari Permasandi, “Peranan Pembimbing Agama dalam Meningkatkan Ibadah Shalat pada Lansia di Balai Perlindungan Sosial Dinas Sosial Provinsi Banten,” Skripsi Sarjana Sosial Islam (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2011), hlm. 3-4.
14
b. Skripsi yang ditulis oleh Handi Supriandi, yang berjudul Pembinaan Agama Islam sebagai Upaya Pengurangan Terjadinya Pengulangan Tindak Pidana bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Cianjur. Di dalamnya membahas tentang bagaimana strategi pembinaan agama Islam untuk mengurangi terjadinya pengulangan tindak pidana bagi narapidana. Dengan pembinaan berusaha membentuk manusia menjadi lebih baik dan Istiqomah dalam kebaikan, dapat beradaptasi dengan baik pula dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat melaksanakan tugas dengan tanggung jawab.21 Sedangkan dalam penelitian penulis, akan meneliti implementasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika yang dilakukan oleh pembimbing agama atau bisa disebut konselor (asesor) di Lembaga Permasyarakatan kelas II A kota Pekalongan. c. Skripsi yang ditulis oleh M. Khoirul Rofiq yang berjudul Implementasi Pembinaan Keagamaan Melalui Madrasah Diniyah di Lembaga Permasyarakatan Kelas I A Kedungpane Semarang. Di dalamnya membahas tentang tahap pembinaan keagamaan melalui madrasah diniyah di Lembaga Permasyarakatan dengan tahap pertama perencanaan: rencana kegiatan harian, dan rencana kegiatan bulanan. Tahap kedua pelaksanaan, dan tahap ketiga adalah evaluasi terhadap perubahan
21
setelah
menjalani
proses
pembinaan
keagamaan.
Handi Supriandi, “Pembinaan Agama Islam sebagai Upaya Pengurangan Terjadinya Pengulangan Tindak Pidana bagi Narapidana di Lembaga Permasyarakatan Kelas II B Cianjur,” Skripsi Sarjana Komunikasi Islam (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2014), hlm. 3.
15
Pembinaan ditekankan pada perubahan sikap para narapidana.22 Sedangkan dalam penelitian penulis, akan meneliti implementasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika yang dilakukan oleh pembimbing agama atau bisa disebut konselor (asesor) di Lembaga Permasyarakatan kelas II A Pekalongan. Dari penelitian di atas tidak sama dengan penelitian penulis yang berjudul Implementasi Bimbingan Konseling Islam pada Narapidana Narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Pekalongan. Perbedaannya terletak pada kajiannya, di mana penelitian ini lebih memfokuskan kajiannya pada implementasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika.
3. Kerangka Berpikir Bimbingan Islam merupakan suatu proses pemberian bantuan dari seorang konselor kepada individu atau klien secara sistemik agar individu atau klien tersebut dapat memahami diri sendiri, bahwa dirinya adalah ciptaan Allah SWT yang bertugas sebagai khalifah dan sekaligus beribadah kepadaNya, dan juga mampu memahami lingkungannya. Konseling Islam merupakan suatu proses pemberian bantuan secara tatap muka dari seorang konselor kepada individu atau klien yang bermasalah, dilakukan secara dinamis dengan hubungan yang hangat, bebas, terbuka, saling memahami dan menerima agar individu atau klien tersebut dapat 22
M. Khoirul Rofiq, “Implementasi Pembinaan Keagamaan melalui Madrasah Diniyah di Lembaga Permasyarakatan Klas I Kedungpane Semarang,” Skripsi Sarjana Pendidikan Islam (Semarang: IAIN Walisongo, 2009), hlm. 57.
16
menyelesaikan permasalahan yang sedang dialaminya dan mampu untuk mengembangkan diri secara optimal sesuai ajaran Islam. Narapidana narkotika merupakan seorang klien yang memiliki masalah dan membutuhkan bimbingan dan konseling Islam. Narapidana narkotika juga merupakan makhluk Allah SWT yang harus diperlakukan sesuai kodrat mereka sebagai manusia, mereka juga harus mendapatkan pertolongan berupa bimbingan konseling Islam dari seorang konselor, agar mereka dapat kembali ke jalan yang benar, serta dapat menyelesaikan segala problem yang dihadapinya, dan diarahkan kepada jalan yang baik, yakni jalan yang di ridhai Allah SWT. Berdasarkan analisis teoritis di atas, maka dapat dibangun suatu kerangka berpikir bahwa bimbingan konseling Islam sangat diperlukan bagi narapidana narkotika (klien). Bimbingan konseling Islam dilakukan dengan menginternalisasi nilai-nilai yang terkandung di dalam al-Quran dan hadits Rasulullah SAW ke dalam diri klien, pelaksanaan bimbingan Islam diantaranya menggunakan metode bimbingan kelompok dengan ceramah dan tanya jawab dengan media audio. Sedangkan dalam proses konseling secara individu (face to face) ada tiga tahap yaitu tahap awal konseling, tahap pertengahan, dan tahap akhir konseling dengan tiga metode yang dapat digunakan yaitu metode directive, metode nondirective dan metode eklektif disertai media di antaranya ada media audio, media film, dan media grafis. Dengan adanya layanan bimbingan konseling Islam di harapan para narapidana narkotika dapat berpikir
17
dengan baik, mendapat ketenangan jiwa, terhindar dari narkoba dan memberikan motivasi untuk berkembang menjadi manusia yang lebih baik. Sehingga pelaksanaan bimbingan konseling Islam kepada narapidana narkotika (klien) sangat penting, yang bertujuan untuk membantu para narapidana narkotika (klien) dalam menghadapi permasalahan yang dialaminya yang menjadikan mereka melakukan penyalahgunaan narkotika yang sangat membahayakan bagi fisik maupun psikisnya, sehingga mereka
dapat terbebas dari ketergantungan hidupnya pada
obat-obatan narkotika, agar mereka dapat melakukan penyesuaian diri secara baik untuk mencapai realisasi diri secara optimal sesuai ajaran Islam dengan baik ditandai dengan hidup sehat secara fisik maupun psikis tanpa narkoba sehingga individu tersebut dapat kembali menemukan kesadaran pada eksistensinya sebagai makhluk Allah SWT yang berfungsi untuk mengabdi kepadaNya dengan mengamalkan segala perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-laranganNya, diantaranya adalah menjauhi penyalahgunaan narkotika.
F. Metode Penelitian 1.
Jenis dan Desain Penelitian Dalam skripsi ini, penelitian yang akan dilakukan termasuk jenis penelitian lapangan (field research) yaitu penelitian yang dilakukan di tempat terjadinya gejala-gejala yang diselidiki. Sedangkan pendekatan
18
yang digunakan adalah pendekatan kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.23
2.
Wujud Data Penelitian
ini
mengambil
obyek
penelitian
di
Lembaga
Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan. Adapun yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah konselor dan narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan. Penelitian ini
lebih memfokuskan kajian
masalahnya pada
implementasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika serta faktor yang mendukung maupun yang menghambat implementasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan.
3.
Sumber Data Sumber data adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.24 Sumber data penelitian dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a.
Sumber data primer diperoleh dari sumber pertama melalui prosedur dan tehnik pengambilan data yang dapat berupa interviu, observasi maupun penggunaan instrumen pengukuran yang khusus dirancang
23
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Cetakan kesembilan (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1998), hlm. 3. 24 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Cetakan 14 (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 172.
19
sesuai dengan tujuannya.25 Adapun yang termasuk sumber data primer yaitu: konselor yaitu seseorang yang melakukan bimbingan konseling Islam di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan, dan klien (warga binaan pemasyarakatan) yaitu para narapidana narkotika yang mengikuti bimbingan konseling Islam di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan. b.
Sumber data sekunder diperoleh dari sumber tidak langsung yang biasanya berupa data dokumentasi dan arsip-arsip resmi.26 Adapun yang termasuk sumber data sekunder yaitu: kepala Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan, staff pegawai Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan, arsip dan buku penunjang data Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan.
4.
Metode Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang relevan dengan pembekalan ini, maka penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut: a.
Metode observasi Metode Observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatanpencatatan terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran. Orang yang melakukan observasi disebut pengobservasi (observer) dan
25
Saifuddin Azwar, Metode Penelitian, Cetakan II (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), hlm.
26
Ibid.
36.
20
pihak yang diobservasi disebut terobservasi (observee).27 Metode ini penulis gunakan dengan cara pengamatan langsung. Adapun hal-hal yang diamati adalah implementasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan. b.
Metode Interview Metode interview atau wawancara dapat diartikan sebagai percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.28 Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang bagaimana implementasi bimbingan konseling
Islam
pada
narapidana
narkotika
di
Lembaga
Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan. c.
Metode Dokumentasi Metode dokumentasi adalah metode yang digunakan untuk mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya.29 Data yang dicari dengan metode dokumentasi dalam penelitian ini adalah data yang berupa keadaan di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan yang berkaitan
27
Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian & Teknik Penyusunan Skripsi (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), hlm. 104. 28 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 186. 29 Suharsimi Arikunto, op.cit., hlm. 274.
21
dengan implementasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika, struktur kepengurusan, kondisi konselor (asesor), kondisi narapidana narkotika dan sebagainya.
5.
Teknik Analisis Data Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, di mana penelitian ini dimulai dari lapangan, yakni dari fakta empiris. Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari, menganalisis, menafsir dan menarik kesimpulan dari fenomena yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data interaktif yang disampaikan oleh Hubberman dan Miles di mana terdapat tiga hal utama dalam analisis interaktif yakni reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi sebagai sesuatu yang jalin-menjalin pada saat sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar, untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis, kegiatan analisis data dapat dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain :30 a.
Reduksi data (data reduction), Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tulisan di lapangan (field
30
Anis Fuad dan Kandung Sapto Nugroho, Panduan Praktis Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), hlm. 63-64.
22
note), di mana reduksi data berlangsung secara terus-menerus selama penelitian yang berorientasi kualitatif berlangsung. b.
Penyajian data (data display) Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan keputusan yang terus berkembang menjadi sebuah siklus dan penyajian data bias dilakukan dalam sebuah matrik.
c. Kesimpulan (verification) Verifikasi yaitu hasil akhir yang disimpulkan selama penelitian berlangsung. Kesimpulan berdasarkan pemikiran menganalisis dan merupakan tinjauan ulang pada catatan-catatan di lapangan. 31 Analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman tersebut dapat digambarkan dengan bagan sebagai berikut: Koleksi Data
Display Data (penyajian data)
Reduksi Data Kesimpulan/ Verifikasi
31
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), hlm. 307-312.
23
G. Sistematika Penulisan Secara keseluruhan, skripsi ini terdiri dari 5 bab, dengan sistematika sebagai berikut: Bab I, Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. Bab II, Bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan meliputi dua sub bab, sub bab pertama bimbingan konseling Islam meliputi pengertian bimbingan konseling Islam dan teori tentang bimbingan konseling Islam, sub bab kedua narapidana narkotika. BAB III, Bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan meliputi tiga sub bab, sub bab pertama gambaran umum Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan, meliputi profil, sejarah, letak geografis, struktur organisasi, keadaan pegawai, keadaan narapidana narkotika (klien), keadaan sarana dan prasarana Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan, sub bab kedua implementasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan, sub bab ketiga faktor pendukung dan penghambat dalam implementasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan.
24
Bab IV, Analisis implemetasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan meliputi dua sub bab, sub bab pertama analisis implemetasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan, sub bab kedua analisis faktor pendukung dan penghambat implementasi bimbingan konseling Islam pada narapidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan kelas II A Pekalongan. Bab V, Penutup, yang meliputi simpulan dan saran.