1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah. Kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan peningkatan kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Utama (2003) menyatakan bahwa tuntutan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan di rumah sakit semakin meningkat. Hal tersebut mendorong masyarakat lebih selektif dalam memilih rumah sakit sebagai tujuan berobat. Menteri Kesehatan Indonesia menyebutkan sebanyak 50% masyarakat menengah ke atas berobat ke Singapura dan sebanyak 200.000 orang berobat ke Malaysia setiap tahunnya (Pos Kota News, 2012). Kenyataan bahwa sebagian besar masyarakat modern lebih percaya pada mutu pelayanan rumah sakit di luar negeri menjadi suatu tantangan tersendiri bagi rumah sakit di Indonesia untuk selalu meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan tuntutan masyarakat (Kemenkes RI, 2012). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Dahlan (2006) bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara kualitas dan hasil pelayanan dengan kepuasan pasien. Semakin baik kualitas mutu pelayanan, kepuasan pasien dalam menggunakan pelayanan kesehatan di rumah sakit pun juga akan semakin meningkat. Menilik pentingnya upaya peningkatan mutu pelayanan, rumah sakit perlu menetapkan strategi yang terencana dengan metode peningkatan mutu yang
2
dikembangkan dengan siklus Plan Do Check Action (PDCA). Metode tersebut antara lain Gugus Kendali Mutu (GKM) dan Problem Solving for Better Hospital (PSBH). Dibandingkan dengan GKM, PSBH mempunyai beberapa keunggulan yaitu waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap kegiatannya pendek, dana yang dibutuhkan minimal, aplikatif dan mudah dikembangkan (Hidayat, 2006). PSBH adalah suatu pendekatan untuk mengatasi berbagai masalah di rumah sakit dengan cara yang mudah, menarik, dan dilakukan dengan senang hati (Hoyt, 2007). Rumah sakit yang telah menerapkan PSBH sebagai program peningkatan mutu antara lain RSUP Fatmawati Jakarta, RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta, RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, RSU Haji Surabaya, RS Dr. Wahidin Makassar, RS Panti Wilasa Citarum Semarang, RS Pondok Indah Jakarta, RS St Boromeur Bandung, dan RSUD Banyumas (Dinkes Banyumas, 2011). RSUP Dr. Sardjito merupakan satu-satunya rumah sakit di Yogyakarta yang menerapkan metode PSBH untuk meningkatkan mutu pelayanannya dalam upaya pencapaian misinya yaitu memberikan pelayanan kesehatan paripurna, bermutu, dan terjangkau masyarakat (Sardjito, 2011). Sebagai rumah sakit tipe A pendidikan, di RSUP Dr. Sardjito terdapat banyak calon tenaga kesehatan, yaitu mahasiswa di bidang kesehatan seperti mahasiswa kedokteran, keperawatan, dan kebidanan yang menempuh pendidikan profesi. Apabila metode PSBH dilaksanakan dengan baik, selain akan meningkatkan mutu pelayanan di rumah sakit, hal tersebut akan membantu mahasiswa dalam belajar mengenai peningkatan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan profesinya.
3
Berdasarkan studi pendahuluan dengan ketua PSBH RSUP dr. Sardjito, Patricia Suti Lasmani pada tanggal 30 Juli 2012, program peningkatan mutu dengan PSBH sudah diaplikasikan dan dilaksanakan di rumah sakit tersebut sejak tahun 2004. Dari tahun 2004, lokakarya PSBH yang lebih dikenal dengan istilah pelatihan PSBH dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya kecuali pada tahun 2006, 2007, dan 2012. Workshop PSBH dilaksanakan untuk melatih karwayan rumah sakit yang terdiri dari berbagai multidisiplin maupun multiprofesi terpilih mengenai program peningkatan mutu dengan PSBH. Selanjutnya, karyawan yang telah mendapatkan pelatihan tersebut mendapatkan sebutan sebagai problem solver. Problem solver di RSUP Dr. Sardjito, terhitung dari tahun 2004-2011 berjumlah 193 orang. Masing – masing problem solver tersebut, pada akhir pelatihan PSBH diwajibkan untuk membuat dan kemudian melaksanakan plan of action (POA) yaitu rencana tentang bagaimana cara mengatasi masalah yang telah diidentifikasi di lingkungan kerjanya (Hidayat, 2006). Tujuan dari pembuatan dan pelaksanaan POA ini adalah untuk menyelesaikan masalah yang timbul dari lingkungan kerja mereka sehingga dapat memperbaiki lingkungan kerjanya dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Ketua PSBH RSUP Dr. Sardjito, Patricia Suti Lasmani menyampaikan bahwa selain karena pensiun, kebanyakan problem solver hanya membuat dan melaksanakan POA wajib saja, yaitu tugas wajib pada saat mereka mendapatkan workshop PSBH. Padahal, idealnya seorang problem solver harus selalu menerapkan metode peningkatan mutu dengan pedekatan PSBH di lingkungan
4
kerjanya. Jadi apabila terdapat permasalahan baru di lingkungan kerjanya, problem solver diharapkan dapat menyelesaikannya dengan metode PSBH. Pelaksanaan kegiatan PSBH merupakan suatu bentuk kinerja. Kinerja adalah hasil interaksi dua variabel, yaitu motivasi dan kemampuan (Munandar, 2001). Seperti halnya pelaksanaan suatu tugas maupun pekerjaan, pelaksanaan kegiatan peningkatan mutu dengan PSBH juga merupakan akibat adannya interaksi dua variabel, yaitu kemampuan melaksanakan tugas dan motivasi. Berdasarkan penjelasan Patricia Suti Lasmani selaku ketua PSBH, problem solver di RSUP Dr. Sardjito bisa dikatakan merupakan orang – orang terpilih sehingga kemampuan mereka untuk melaksanakan kegiatan PSBH tergolong baik. Menurut Tardiana (2009), Gaibu (2009), dan Prayogi (2008) dalam hasil penelitiannya disebutkan bahwa terdapat hubungan signifikan yang cukup kuat antara motivasi kerja dan kinerja. Maka, apabila motivasi kerja yang dimiliki tinggi, kinerjanya akan baik. Motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu (Uno, 2011). Motivasi sangat penting karena diharapkan dengan motivasi, setiap pekerja mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi (Hasibuan, 2010). Hal ini didukung oleh Mathauer et al (2006) bahwa tingkat motivasi yang rendah
pada pekerja di bidang
kesehatan seringkali diidentifikasikan sebagai permasalahan dalam melakukan pekerjaannya, yaitu pemberian pelayanan kesehatan. Hal tersebut sesuai dengan survei yang dilakukan oleh Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (German Technical Cooperation), yang datanya diambil dari kementrian kesehatan dari 29 negara. Hasilnya memperlihatkan bahwa motivasi yang rendah adalah
5
permasalahan terbesar yang kedua di lingkungan kerja kesehatan setelah masalah kurangnya jumlah pegawai (Mathauer et al, 2006). Gambaran motivasi kerja karyawan rumah sakit, pada penelitian yang dilakukan oleh Prayogi (2008) pada perawat pelaksana, motivasinya sebagian besar dalam kategori sedang yaitu 62,7%, sisannya rendah 20,9%, dan tinggi 16,4%. Pongrante (2009) juga menyatakan sebagian besar motivasi kerja perawat dalam kategori sedang, yaitu sebanyak 80,6%. Berdasarkan wawancara dengan salah satu problem solver RSUP Dr. Sardjito berinisial T pada tanggal 3 April 2013, problem solver tersebut menyebutkan bahwa rata-rata problem solver di tempat kerjanya kurang mempunyai motivasi untuk melaksanakan kegiatan peningkatan mutu dengan PSBH. Dambisya (2007) menjelaskan bahwa pekerja di bidang kesehatan dalam melaksanakan pekerjaannya secara internal dipengaruhi oleh efikasi diri yaitu bagaimana mereka merasakan/ meyakini betapa pentingnya pekerjaan mereka. Orang yang mempunyai efikasi diri yang tinggi mempunyai kemampuan yang dapat membantu mereka untuk menentukan bagaimana usaha seseorang dalam bertindak dan bagaimana seseorang akan bertahan ketika menghadapi situasi yang merugikan. Seseorang yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan mampu berpikir secara global dan memiliki rasa percaya diri yang stabil akan kemampuannya mengatasi dan mengelola tugasnya secara efektif di saat situasi yang menuntut tingkat stress yang tinggi. Efikasi diri problem solver, berdasarkan wawancara dengan T, problem solver kurang memiliki keyakinan melaksanakan kegiatan
6
peningkatan mutu dengan PSBH untuk menyelesaikan permasalahan di tempat kerjanya. Efikasi diri mempunyai keunggulan, yaitu bisa ditingkatkan melalui suatu pelatihan efikasi diri (Noe et al, 2003). Menurut Opacis (2003), efikasi diri dapat mempengaruhi motivasi kerja seseorang. Tingkat efikasi diri menggambarkan seberapa besar kepercayaan individu pada dirinya sendiri bahwa dia bisa berhasil menyelesaikan suatu tugas. Jika individu berfikir tidak memiliki kesempatan untuk berhasil, dia tidak akan memiliki motivasi yang tinggi untuk menginisiasi dan menyelesaikan tugas tertentu (Luoma, 2006). Melihat uraian di atas membuat peneliti merasa tertarik untuk mengetahui bagaimana hubungan antara efikasi diri dengan motivasi kerja problem solver dalam pelaksanaan program peningkatan mutu dengan PSBH di RSUP Dr. Sardjito. Terdapatnya hubungan antara efikasi diri dengan motivasi kerja diharapkan akan menjadi bahan pertimbangan tim mutu PSBH RSUP Dr. Sardjito dalam pembinaan problem solver. Pada akhirnya diharapkan pelaksanaan PSBH di RSUP Dr. Sardjito berjalan dengan baik dan memuaskan sehingga mutu rumah sakit pun semakin meningkat.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan efikasi diri dengan motivasi kerja problem solver dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan mutu dengan PSBH di RSUP Dr. Sardjito.
7
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui hubungan efikasi diri dengan motivasi kerja problem solver dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan mutu dengan PSBH di RSUP Dr. Sardjito. 2. Tujuan khusus Untuk mengetahui: a. Gambaran efikasi diri problem solver dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan mutu dengan PSBH di RSUP Dr. Sardjito. b. Gambaran motivasi kerja problem solver dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan mutu dengan PSBH di RSUP Dr. Sardjito.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas ilmu pengetahuan mengenai gambaran efikasi diri, gambaran motivasi kerja, dan hubungan efikasi diri dengan motivasi kerja problem solver dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan mutu dengan PSBH. 2. Manfaat praktis Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
8
a. Bagi institusi rumah sakit Hasil penelitian diharapkan bisa menjadi salah satu bahan pertimbangan pengambilan keputusan dalam pengembangan kegiatan peningkatan mutu dengan PSBH. b. Bagi panitia peningkatan mutu PSBH Hasil penelitian diharapkan bisa dijadikan bahan acuan dalam seleksi maupun pembinaan problem solver. c. Bagi problem solver Menambah pengetahuan dan pemahaman tentang efikasi diri dan motivasi kerja dalam pelaksanaan kegiatan peningkatan mutu dengan PSBH. d. Bagi institusi pendidikan Menambah keragaman pengetahuan dan penelitian di bidang manajemen keperawatan dalam hal efikasi diri dan motivasi kerja pada problem solver. e. Bagi peneliti Mengembangkan kemampuan peneliti, baik pengetahuan, sikap, maupun keterampilan dalam melakukan penelitian.
E. Keaslian Penelitian Sejauh pengetahuan peneliti, penelitian tentang hubungan efikasi diri dengan motivasi kerja problem solver dalam pelaksanaan program peningkatan mutu dengan Problem Solving for Better Hospital (PSBH) di RSUP Dr. Sardjito belum pernah dilakukan. Namun, terdapat beberapa penelitian yang terkait dan pernah dilakukan, yaitu:
9
1. Soelistyawati (2007) dengan judul Analisis Penerapan Problem Solving for Better Health Hospitals (PSBH) di Rumah Sakit Umum Haji Surabaya (Pengaruh Faktor Individu dan Organisasi terhadap Kinerja Problem Solver). Dalam penelitian ini jumlah sample sebanyak 60 problem solver (PS) dengan rancangan penelitian berupa observasional cross sectional. Hasil penelitian menyatakan PS sebanyak 55% tidak aktif dan belum menyelesaikan POA yang tepat dan 16,7% tidak menyelesaikan masalah activities. Faktor individu meliputi komitmen, motivasi, kemampuan PSBH, kemampuan untuk memberdayakan
orang
lain
dan
hubungan
interpersonal
PS
dalam
melaksanakan PSBH RSU Haji Surabaya dalam kategori yang paling baik di kelompok PS aktif dan tidak aktif. Faktor organisasi yang meliputi komitmen manajemen, pengawasan, dan reward sebagian besar dalam kategori tidak baik. Faktor individu berupa komitmen mempunyai pengaruh yang signifikan pada problem solver aktif dalam melaksanakan PSBH sedangkan faktor motivasi, kemampuan PSBH, kemampuan untuk memberdayakan orang lain dan hubungan interpersonal tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap PS yang aktif. Persamaan dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis subjek penelitian yang sama yaitu problem solver dan meneliti variabel motivasi. Perbedaannya terletak pada variabel dan rancangan penelitian. Variabel yang digunakan oleh peneliti adalah efikasi diri sebagai variabel bebas dan motivasi kerja sebagai variabel terikat. Sedangkan rancangan penelitian yang akan digunakan hanya cross sectional.
10
2. Saputra (2010) dengan judul Analisis Pengaruh Kepribadian dan Efikasi Diri terhadap Motivasi dan Dampaknya kepada Kinerja Karyawan (Studi Kasus Yayasan Almasih). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kontribusi kepribadian dan efikasi diri secara simultan terhadap motivasi kerja karyawan. Sampelnya adalah karyawan Yayasan Almasih. Hasilnya adalah kepribadian dan efikasi diri berkontribusi secara signifikan terhadap motivasi dengan nilai signya adalah 0,000 (<0,05). Kemudian kepribadian, efikasi diri, dan motivasi berkontribusi secara signifikan terhadap kinerja. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel efikasi diri dan motivasi. Sedangkan perbedaannya terdapat pada subjek penelitian yaitu problem solver dan pada penelitian yang akan dilakukan hanya menggunakan dua variabel yaitu efikasi diri dan motivasi kerja. 3. Saracaloglu dan Dinçer (2009) dengan judul A Study on Correlation between Self-Efficacy and Academic motivation of Prospective Teachers. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara efikasi diri dan motivasi akademis calon guru. Metode penelitiannya adalah relational survey. Sampelnya terdiri dari 251 mahasiswa tingkat akhir di Fakultas Pendidikan di Universitas Adnan Menderes dan Universitas Pamukkale di Turki. Hasil penelitian menunjukkan efikasi diri dan motivasi akademik calon guru tersebut mempunyai tingkat hubungan yang sedang dan terdapat hubungan positif yang rendah antara motivasi akademik dengan IPK. Persamaan dengan penelitian
yang
akan
dilakukan
adalah
variabel
efikasi
diri
dan
menghubungkannya dengan motivasi. Perbedaannya terdapat pada jenis
11
variabel terikat, subjek penelitian, dan metode penelitannya. Pada penelitian yang akan dilakukan, variabelnya berupa motivasi kerja. Subjek penelitianya adalah problem solver di RSUP Dr. Sardjito, dan metode penelitian yang akan dilakukan adalah deskriptif korelasional.