1 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran memiliki hakikat perancangan atau perencanaan sebagai upaya untuk membelajarkan siswa, sehingga siswa tidak hanya berinteraksi dengan guru sebagai salah satu sumber belajar, tetapi mungkin berinteraksi dengan keseluruhan sumber belajar yang dipakai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, pembelajaran memusatkan perhatian pada ”bagaimana membelajarkan siswa”, dan bukan hanya pada ”apa yang dipelajari siswa” (Degeng, 1993). Hal ini senada dengan pendapat yang dikemukakan Delors (1996) cit Hernawan (2008) bahwa pentingnya manusia kembali kepada pendidikan agar dapat hidup dalam situasi baru yang muncul dalam diri dan lingkungan kerja yang hanya bisa dicapai oleh setiap individu dengan kemampuan “belajar bagaimana belajar”. Fakta yang ada pada pembelajaran di sekolah menunjukkan bahwa sebagian besar pola pembelajaran masih bersifat transmisif, guru mentransfer dan menjejalkan konsep-konsep secara langsung pada siswa. Siswa secara pasif menyerap pengetahuan yang diberikan guru atau yang terdapat pada buku pelajaran. Pembelajaran hanya sekedar penyampaian fakta, konsep, prinsip dan keterampilan kepada siswa. Hal ini senada dengan pendapat Soedjadi bahwa dalam kurikulum sekolah di Indonesia terutama pada mata pelajaran eksak dan dalam pengajarannya selama ini terpatri kebiasaan dengan urutan sajian pembelajaran sebagai berikut: 1) diajarkan teori/teorema/definisi, 2) diberikan contoh-contoh, 3) diberikan latihan soal-soal (Trianto, 2011). commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
Kimia adalah salah satu mata pelajaran dalam rumpun eksak/sains yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, karena ilmu kimia mencari jawaban atas pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana tentang sifat materi yang ada di alam melalui serangkaian proses menggunakan sikap ilmah dan masingmasing akan menghasilkan fakta dan pengetahuan teoritis tentang materi yang kebenarannya dapat dijelaskan dengan logika matematika. Sebagian aspek kimia bersifat kasat mata (visible), artinya dapat dibuat fakta konkritnya dan sebagian aspek yang lain bersifat abstrak atau tidak kasat mata (invisible), artinya tidak dapat dibuat fakta konkritnya (Depdiknas, 2003). Fakta di sekolah, dalam pembelajaran kimia, banyak siswa hanya mempelajari konsep-konsep dan prinsip-prinsip sains secara verbalistis atau siswa belajar tetapi tidak mengetahui makna dari yang dipelajarinya secara jelas. Cara pembelajaran seperti itu menyebabkan siswa pada umumnya hanya mengenal banyak istilah sains secara hafalan. Selain itu, banyaknya konsep dan prinsipprinsip sains yang perlu dipelajari siswa, menyebabkan munculnya kejenuhan siswa belajar sains secara hafalan. Dengan demikian, belajar sains hanya diartikan sebagai pengenalan sejumlah konsep-konsep dan istilah dalam bidang sains saja. Proses pembelajaran yang dilakukan hanya melibatkan siswa sebagai pendengar dan pencatat karena pembelajaran didominasi dengan guru yang banyak memberi penjelasan materi. Kegiatan pembelajaran tersebut kurang sejalan dengan proses pembelajaran yang seharusnya diterapkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu proses pembelajaran yang menempatkan siswa sebagai pusat pembelajaran (student centered). commit to user
3 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Menurut Kemendikbud (2013) bahwa “Proses pembelajaran IPA mendorong siswa untuk belajar melalui keterlibatan aktif dengan keterampilan-keterampilan, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan siswa memperoleh konsep dan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Dengan kata lain, pembelajaran terjadi apabila siswa terlibat secara aktif dalam menggunakan proses mentalnya agar memperoleh pengalaman sehingga memungkinkan siswa untuk menemukan beberapa konsep tersebut. Proses-proses mental tersebut seperti: mengamati, menanya dan merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang
eksperimen,
melaksanakan
eksperimen,
mengumpulkan
dan
menganalisis data, menarik kesimpulan, serta menyajikan data. Guru harus mampu memfasilitasi siswa dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif sehingga siswa mampu bekerjasama untuk menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah tanpa takut salah”. Guru merupakan komponen yang sangat penting dalam implementasi KTSP, sebab keberhasilan pelaksanaan proses pendidikan sangat tergantung pada guru. Oleh karena itu, upaya peningkatan kualitas pendidikan seharusnya dimulai dari pembenahan kemampuan guru. Salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru adalah kemampuan merancang suatu model pembelajaran yang sesuai dengan tujuan atau kompetensi yang akan dicapai, karena tidak semua tujuan dapat tercapai hanya dengan satu model tertentu. Untuk maksud tersebut pembelajaran dengan model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing diharapkan mampu commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
menjadi model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam pembelajaran kimia yang meliputi konsep-konsep dan penerapannya dalam kehidupan. Model pembelajaran inkuiri terbimbing dapat membantu dalam menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru, mendorong siswa untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap obyektif, jujur dan terbuka, situasi proses belajar menjadi lebih terangsang, dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu, dan memberi kebebasan siswa untuk belajar sendiri (Roestiyah, 2008). Major et al. (2000) cit. Ince Aka (2010) menyatakan bahwa model pemecahan masalah adalah model pembelajaran yang berpusat pada siswa, pembelajaran yang membuat siswa lebih aktif, meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam memecahkan masalah, dan proses pembelajaran yang didasarkan pada pemahaman dan pemecahan masalah. Kedua model pembelajaran tersebut menekankan pada keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga siswa yang semula “diberi tahu” menjadi “aktif mencari tahu”. Siswa harus didorong sebagai “penemu dan pemilik ilmu”, bukan sekedar “pengguna dan penghafal ilmu”. Berdasarkan hasil UN 2012/2013 SMAN 1 Polokarto menunjukkan bahwa persentase penguasaan materi soal kimia untuk materi hidrolisis garam masih rendah, yaitu sebesar 53,64. Nilai ini masih di bawah persentase penguasaan siswa tingkat kabupaten, propinsi dan nasional yang berturut-turut sebesar; 63,79; 65,53; dan 66,31 (BSNP, 2013). Rendahnya persentase penguasaan materi kimia dikarenakan siswa masih menganggap sulit mata pelajaran kimia, khususnya materi hidrolisis garam. Materi hidrolisis garam adalah materi yang memiliki commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
5 digilib.uns.ac.id
karakteristik pemahaman konsep dan perhitungan. Jika siswa tidak memahami konsep hidrolisis garam, maka siswa akan mengalami kendala dalam mengerjakan soal perhitungan, sehingga konsep hidrolisis garam harus benar-benar dipahami oleh siswa. Untuk mengatasi hal tersebut maka guru sebaiknya lebih memperhatikan siswa dengan membuat kondisi pembelajaran lebih menarik sehingga rasa ingin tahu siswa selalu muncul. Kegiatan praktikum di laboratorium dilakukan untuk merangsang rasa ingin tahu siswa dalam memahami konsep hidrolisis. Hal ini didukung dengan model pembelajaran yang diterapkan, yaitu pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing, kedua model ini memiliki tahap pembelajaran yang memungkinkan kegiatan praktikum dilakukan untuk menguji hipotesis atau untuk memperoleh data percobaan, sehingga siswa terlibat aktif dalam menemukan konsep. Konsepkonsep ditemukan siswa melalui pengalaman secara langsung lebih bermakna jika dibandingkan dengan siswa hanya menghafal konsep dari guru atau dari buku pelajaran. KPS dibutuhkan untuk menggunakan dan memahami sains. Untuk dapat memahami hakikat IPA/sains secara utuh, yakni sains sebagai proses, produk, dan aplikasi, siswa harus memiliki kemampuan KPS. Dengan kata lain bila seseorang telah memiliki KPS, sains sebagai produk akan mudah dipahami, bahkan mengaplikasikan dan mengembangkannya. KPS adalah semua keterampilan yang terlibat pada saat proses berlangsungnya pembelajaran sains. Menurut M.S.R (Mining Software Repositories) (2004) cit Ince Aka (2010) KPS terbagi menjadi 12 keterampilan yang terdiri dari KPS dasar dan terpadu. KPS dasar meliputi commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
mengukur, mengamati, mengklasifikasikan, hubungan ruang dan waktu, menarik kesimpulan, prediksi, mengontrol variabel, sedangkan KPS terpadu terdiri dari mengkomunikasikan, menginterpretasi data, mendefinisikan operasional, dan merumuskan hipotesis dan eksperimen. Nur (1996) membagi KPS menjadi 6 KPS dasar dan 8 KPS terpadu. KPS terpadu merupakan suatu proses yang kompleks dari
KPS dasar dalam memahami sains, sehingga untuk mencapai tingkat lanjut, dibutuhkan penguasaan KPS dasar yang baik. Menurut Anwar (2009) sikap ilmiah dalam pembelajaran Sains sering dikaitkan dengan sikap terhadap sains. Keduanya saling berbubungan dan keduanya mempengaruhi perbuatan. Sikap seharusnya juga merupakan salah satu yang berpengaruh pada hasil belajar siswa. Menurut Renzuli cit. Suyitno (1997), siswa yang mempunyai sikap ilmiah tinggi akan memiliki kelancaran dalam berpikir sehingga siswa akan termotivasi untuk selalu berprestasi dan memiliki komitmen yang kuat untuk mencapai keberhasilan. Mustafa (2010) melakukan penelitian tentang pengaruh model pemecahan masalah terhadap KPS dan prestasi belajar. Hasil penelitian menunjukkan model pemecahan masalah sangat baik digunakan dalam pembelajaran sains, karena dengan model ini KPS siswa mampu berkembang sehingga prestasi belajar siswa juga mengalami peningkatan. Aktamis dan Ergin (2007) menyatakan bahwa KPS dan berpikir kreatif adalah kemampuan yang sangat penting bagi siswa atau individu dalam menyelesaikan masalah yang sebenarnya dalam kehidupan sehari-hari. Bilgin (2009) melakukan penelitian tentang pengaruh pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pendekatan pembelajaran kooperatif terhadap peningkatan commit to user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
konsep asam basa dan sikap ilmiah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan adanya pembentukan kelompok, siswa akan berinteraksi dengan temannya dan membagikan ide-ide yang muncul. Bimbingan dari guru memberikan kemudahan siswa dalam mendiskusikan tugas, sehingga siswa lebih aktif dan lancar berbicara (Bailey, 2008). Keaktifan siswa selama pembelajaran mampu meningkatkan sikap ilmiah siswa. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang timbul dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1.
Pembelajaran masih bersifat transmisif, guru mentransfer dan menjejalkan konsep-konsep secara langsung kepada siswa, sehingga siswa menjadi pasif.
2.
Pembelajaran kimia masih bersifat verbalistis dan hafalan. Hal ini cenderung memunculkan kejenuhan siswa dalam belajar kimia.
3.
Pembelajaran belum melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan konsep-konsep kimia.
4.
Kegiatan pembelajaran kurang sejalan dengan proses pembelajaran yang seharusnya diterapkan dalam KTSP.
5.
Perlu adanya upaya dalam peningkatan kemampuan guru dalam merancang pembelajaran.
6.
Prestasi belajar yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan persentase daya serap penguasaan materi kimia pada UN 2012/2013 yang masih rendah.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang ada, maka agar jelas dan terarah penelitian ini dibatasi pada hal-hal berikut: 1.
Proses pembelajaran dilaksanakan melalui model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing. Langkah-langkah model pemecahan masalah yang digunakan mengadaptasi pada langkah-langkah yang dikemukakan oleh Djamarah dan Zain (2002), sedangkan langkah-langkah model inkuiri terbimbing mengadaptasi pendapat yang dikemukakan oleh Gulo (2002) cit. Trianto (2011).
2.
Keterampilan Proses Sains (KPS) dasar siswa dibatasi pada KPS dasar yang dikategorikan tinggi dan rendah.
3.
Sikap ilmiah siswa dibatasi pada sikap ilmiah yang dikategorikan tinggi dan rendah.
4.
Pembelajaran kimia dibatasi pada pokok bahasan hidrolisis garam.
5.
Subyek yang diteliti adalah siswa kelas XI semester II SMAN 1 Polokarto.
6.
Prestasi belajar siswa dibatasi pada prestasi yang diperoleh siswa kelas XI semester II tahun pelajaran 2013/2014 pada aspek kognitif, psikomotor dan afektif.
D. Rumusan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1.
Apakah ada pengaruh pembelajaran kimia model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing terhadap prestasi belajar siswa pada materi hidrolisis garam kelas XI semester II SMAN 1 Polokarto?
2.
Apakah ada pengaruh KPS dasar terhadap prestasi belajar siswa?
3.
Apakah ada pengaruh sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa?
4.
Apakah ada interaksi antara pembelajaran kimia model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing dengan KPS dasar terhadap prestasi belajar siswa?
5.
Apakah ada interaksi antara pembelajaran kimia model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa?
6.
Apakah ada interaksi antara KPS dasar dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa?
7.
Apakah ada interaksi antara model pembelajaran, KPS dasar dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar siswa?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1. Pengaruh pembelajaran kimia model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing terhadap prestasi belajar siswa pada materi hidrolisis garam kelas XI semester II SMAN 1 Polokarto. 2.
Pengaruh KPS dasar yang dimiliki siswa terhadap prestasi belajar.
3.
Pengaruh sikap ilmiah yang dimiliki siswa terhadap prestasi belajar.
4.
Interaksi antara pembelajaran kimia model pemecahan masalah dan inkuiri to prestasi user belajar. terbimbing dengan KPS dasarcommit terhadap
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5.
Interaksi antara pembelajaran kimia model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing dengan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar.
6.
Interaksi antara KPS dasar dan sikap ilmiah siswa terhadap prestasi belajar.
7.
Interaksi antara model pembelajaran, KPS dasar dan sikap ilmiah terhadap prestasi belajar. F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Manfaat teoritis a. Menambah khasanah penelitian mengenai pembelajaran kimia melalui model pemecahan masalah dan inkuiri terbimbing b. Menambah khasanah penelitian mengenai keterampilan proses sains dan sikap ilmiah siswa sebagai faktor pendukung peningkatan prestasi belajar siswa. c. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi peneliti selanjutnya.
2.
Manfaat praktis a. Memberi sumbangan bagi sekolah dalam memperbaiki proses belajar mengajar mata pelajaran kimia. b. Memberi masukan yang penting tentang alternatif mengajar dengan pembelajaran yang tepat dalam penyampaian mata pelajaran kimia.
commit to user