BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Mencermati pemberitaan di media massa, pertumbuhan ekonomi di
Indonesia sudah terintegrasi dalam sebuah ekonomi global baik sektor riil maupun sektor finansial. Pengamat ekonomi Universitas Ambung Mangkurat Banjarmasin, Hidayatullah Muttaqin, menyatakan setiap perusahaan harus berhati-hati agar tidak rentan terhadap krisis global.1 Tantangannya adalah bagaimana perusahaan mampu meminimalisasi resiko yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi terhadap neraca transaksi berjualan. Resiko yang semakin besar dan tidak dikelola dengan baik dapat berdampak pada munculnya krisis di dalam perusahaan. Krisis dapat terjadi karena tata kelola perusahaan yang buruk, kecelakaan dalam industri, bencana alam, pergantian managerial, kondisi perekonomian yang sulit, bahkan krisis dapat terjadi karena persepsi yang berkembang di publik. Dibutuhkan penanganan yang strategis dan tepat sasaran dalam merespon isu atau bahkan krisis yang terjadi di perusahaan. Mencermati dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di masyarakat saat ini, tidak dapat dipungkiri bahwa satu informasi dapat tersebar luas dalam hitungan menit bahkan detik. Hal ini 1
Administrator, “Pertumbuhan sembunyikan Kerentanan terhadap Krisis”, dalam http://koran-jakarta.com/index.php/detail/view01/108210, diakses penulis pada 15 Mei 2013 pukul 19.55 WIB
menyulitkan perusahaan untuk membuat sebuah perencanaan penanganan krisis yang strategis. Dalam menangani suatu krisis, dibutuhkan pemikiran yang matang untuk membuat perencanaan penanganan respon krisis. Dalam kondisi seperti ini, perusahaan atau organisasi rentan sekali terhadap krisis karena dapat berpengaruh pada reputasi perusahaan. Terbatasnya kemampuan perusahaan dalam mengatasi tuntutan dari pihak internal dan eksternal, semakin mempersulit perusahaan untuk menyelesaikan krisis yang terjadi. Latar belakang inilah yang menimbulkan kesadaran bahwa perusahaan memerlukan kesiapan diri dalam menghadapi krisis. Salah satu karakteristik krisis adalah bersifat surprise, yakni kita tidak tahu persis kapan krisis akan datang. Namun pada saat terjadi krisis, perusahaan atau organisasi menjadi pusat perhatian media massa. Media massa kerap memberikan perhatian lebih terhadap perusahaan, untuk itu dibutuhkan pendekatan komunikasi yang tepat dan strategis. Tantangannya adalah di saat krisis datang itulah, proses komunikasi terasa berat dan sulit. Proses komunikasi terasa sangat sulit dilakukan karena tingginya tingkat ketidakpastian saat krisis terjadi. Ketidakpastian saat krisis terjadi karena proses komunikasi yang dilakukan mengandung banyak resiko. Pendekatan komunikasi sangat diperlukan untuk meredakan atau menekan laju perkembangan krisis supaya tidak terjadi apa yang tidak diharapkan oleh perusahaan. Apabila proses komunikasi pada saat krisis tidak ditangani dengan baik, dapat berakibat buruk pada perusahaan yang bersangkutan bahkan taruhannya adalah reputasi perusahaan.
Ketersediaan informasi dalam krisis menjadi hal yang paling penting. Mencermati dari beberapa kasus yang terjadi sebelumnya, tak sedikit perusahaan atau organisasi yang justru gagal dalam menangani krisis karena tidak tersedianya informasi yang akurat. Informasi yang disediakan oleh perusahaan atau organisasi dikemas berbeda bergantung pada kepentingan setiap publik terhadap krisis. Penyampaian informasi dalam krisis ditujukan untuk memberikan gambaran mengenai apa yang sedang terjadi selama krisis berlangsung. Selain itu ditujukan guna mengurangi ketidakpastian informasi yang berkembang di masyarakat yang dapat berakibat pada reputasi atau citra yang buruk bagi perusahaan. Selama ini kegagalan dalam penanganan krisis terjadi akibat kurangnya pemahaman dan analisa mendalam dari manajemen perusahaan terhadap faktor eksternal dan internal selama krisis berlangsung. Pada saat ini muncul peran public relations sebagai pemecah masalah (problem solver). Dalam situasi dinamis seperti sekarang ini dibutuhkan penanganan yang strategis dan matang dari para praktisi PR. Untuk itu public relations memiliki tantangan dan peluang untuk berkembang tak hanya sekedar pemecah masalah, tapi mampu mengubah krisis menjadi sebuah peluang besar untuk meningkatkan performa dan reputasi perusahaan menjadi semakin baik. Pada kenyataannya, pemahaman tentang fungsi PR hanya dianggap sebagai pemadam kebakaran saat perusahaan terkena krisis. Praktisi PR belum dianggap sebagai fungsi strategis yang berupaya untuk menjaga harmonisasi perusahaan
dengan lingkungannya. Kontribusi PR hanya dianggap sekedar aktivitas publikasi dan media relations saja. Untuk itu dibutuhkan fungsi ideal PR sebagai salah satu fungsi strategis dalam perusahaan untuk menjaga harmonisasi perusahaan yang dapat menghasilkan reputasi positif bagi perusahaan. Salah satu perusahaan yang kini tengah terkena krisis adalah PT Polytama Propindo. Polytama Propindo adalah sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang pengolahan bahan plastik. Merupakan perusahaan pengolahan bahan bijih plastik milik swasta yang pada awalnya berstatus PMA (Penanaman Modal Asing). Polytama merupakan anak perusahaan dari PT Tirtamas Majutama yang bergerak dalam bidang pengolahan bijih plastik, yakni polipropylene. Awal berdiri pada tahun 1995, performa bisnis Polytama bersinar sepanjang tahun 1996 hingga 1997. Tahun 1997, Manajemen Polytama mendirikan sebuah perusahaan kilang minyak swasta yang diberi nama Trans Pasific Petrochemicals Indotama (TPPI). Namun krisis ekonomi dan moneter yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1998 merubah keadaan. Polytama terlibat utang dengan sejumlah kreditur karena perusahaan mempunyai pinjaman yang cukup besar dalam mata uang US Dollar akibat krisis ekonomi yang tengah melanda Indonesia di masa itu. Terpuruknya ekonomi perusahaan, mengakibatkan perusahaan tidak sanggup untuk memenuhi kewajibannya membayar utang kepada sejumlah kreditur. Untuk itu diperlukan adanya restrukturisasi utang perusahaan agar dapat memenuhi kewajibannya.
Tahun 1998 karena tak sanggup untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar utang akhirnya Polytama masuk dalam pengawasan BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) yang kini berubah nama menjadi PPA (Perusahaan Pengelola
Aset).
Setelah
dibuat
restrukturisasi
utang,
Polytama
berhasil
mengembalikkan keadaan finansial perusahaan dan bisnis dapat berjalan kembali seperti semula. Hingga pada akhirnya masalah lain muncul. TPPI yang awalnya didirikan untuk membantu proses produksi bahan baku Polytama tidak dapat berjalan lancar. TPPI tidak sanggup memenuhi kewajibannya memproduksi bahan baku. Sampai pada akhirnya kepemilikkan Polytama dijadikan sebagai jaminan untuk pengembalian utang TPPI. Ketidaksanggupan manajemen dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar utang, diputuskan untuk membuat sebuah perusahaan baru yang diberi nama Tuban Petrochemicals. Diharapkan dengan berdirinya Tuban Petrochemicals akan membantu proses pengembalian utang TPPI kepada sejumlah kreditur sehingga tidak sampai pada penggadaian Polytama sebagai jaminan utang TPPI. Menurut Surat Kementerian BUMN Nomor S-399/MBU.2/2011, PT Trans Pasific Petrochemical Indotama atau yang lebih dikenal dengan nama TPPI terbelit utang kepada Pertamina sebesar Rp 5,06 triliun atau 548 juta dollar, ASPT
Perusahaan Pengelola Aset (PPA) Rp 3,26 triliun, dan utang ke BP Migas sekitar Rp 1,66 triliun. Total utang domestik PT TPPI sebesar Rp 9 triliyun lebih.2 Utang TPPI berbuntut panjang pada penyelesaian dan pelunasan kepada sejumlah kreditur. Skema yang dilakukan oleh TPPI dalam menyelesaikan utangnya, menurut artikel Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi telah dilaksanakan dalam beberapa term.3 Isi term tersebut menyatakan bahwa TPPI akan melunasi semua utang dalam beberapa bulan ke depan dan siap melawan hukum apabila dalam kurun waktu dua bulan restrukturisasi uang tidak beres. Utang TPPI ini dititikberatkan pada PT Tuban Petrochemicals, sehingga skema dari pelunasan utang TPPI melebar. Dari sumber artikel tersebut juga dijelaskan bahwa TPPI tidak boleh memprotes hasil evaluasi aset oleh Pemerintah jika skema restrukturisasi yang dijalankan tidak beres. Diharapkan dengan berdirinya Tuban Petrochemicals akan mendapatkan keuntungan sehingga dapat melunasi utang TPPI di tahun 2014. Namun hal ini berbanding terbalik dari apa yang diharapkan. Utang TPPI terus membengkak hingga mencapai US$ 1,74 miliar atau sekitar Rp. 16,5 triliun (kurs Rp. 9.500 per dolar).4 Pada bulan Desember tahun lalu, Tuban Grup dan kreditur melaksanakan Master of 2
dalam
3
Dalam
Adrian, “Dilematika Restrukturisasi Utang PT TPPI”, http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2012/04/28/dilematika-restrukturisasi-utang-pt-tppi458327.html, diakses penulis pada 13 Februari 2013, pukul 13.52 WIB. Sulistyowati, Retno. “Siasat Licin Honggo Wendratno”. http://www.migas.esdm.go.id/tracking/berita-kemigasan/detil/261556/Siasat-Licin-HonggoWendratno-Ekonomi, diakses penulis 13 Februari 2013 pukul 14.05 WIB. 4
Tempo, “Senjakala Honggo di Tuban Petro”, Dalam http://www.ptppa.com/index.php?option=com_content&view=article&id=997:senjakala-honggo-dituban-petro&catid=1:latest-news&Itemid=1&lang=in, diakses penulis pada 13 februari 2013 pukul 14.40 WIB.
Restructuring Agreement (MRA) sebagai skema baru pembayaran utang. TPPI berjanji untuk segera melunasi utangnya secara tunai sesuai dengan perjanjian namun dengan syarat Pemerintah harus membeli minyak dan gas dari TPPI. Pihak TPPI kembali menawarkan penyelesaian utang melalui asset settlement alias menjual jaminan utang kepada salah satu kreditur yakni PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dengan mendatangkan dua calon investor yang siap membeli saham Tuban Petro di Polytama Propindo dan Petro Oxo Nusantara.5 Namun hal tersebut ditolak karena perjanjian di awal menyatakan bahwa utang tersebut harus dibayar secara tunai. Mencermati pemberitaan di beberapa media, lantaran tak mampu membayar utang yang membelitnya secara tunai dan sesuai dengan perjanjian, Tuban Petrochemicals dinyatakan default (gagal bayar utang).6 Kepemilikkan saham perusahaan Tuban Petro, yakni Polytama Propindo dan Petro Oxo Nusantara untuk sementara waktu berpindah tangan menjadi milik PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA). Kepemilikkan saham PT Polytama Propindo sebesar 80% da PT Petro Oxo Nusantara sebesar 50% dikuasai oleh PPA selaku kreditur lantaran Tuban Petrochemicals dan TPPI tak mampu membayar utangnya. Skema penyelesaian utang TPPI kepada sejumlah kreditur mengakibatkan proses produksi dan kinerja Polytama Propindo terhambat. Utang yang semakin
5 6
Ibid. Ibid.
membengkak dan tak kunjung dilunasi, menghambat sektor produksi dan pengembangan bisnis serta kinerja Polytama. Dampak keterlambatan pelunasan utang atas TPPI berakibat pada menurunnya produksi PT Polytama Propindo. Produksi PT Polytama Propindo sebagai produsen polipropilena terbesar kedua di Indonesia menurun hingga 50%. Walaupun masih dapat memproduksi polipropilena dengan menggunakan bahan baku yang tersedia namun produksinya tidak full capacity.7 Untuk mempertahankan perusahaannya selama krisis berlangsung, Polytama Propindo mengurangi produksi hingga di bawah 50% dari kapasitas normal. Mencermati dari pemberitaan mengenai Polytama, opsi yang tersedia saat krisis berlangsung adalah Polytama melakukan refinancing terhadap utang Polytama di Bank Mandiri dan UOB.8 Diharapkan dengan meminjam uang kepada sejumlah bank, Polytama dapat terus berproduksi walaupun harus mengurangi produksi secara normal hingga 50%. Walaupun bukan perusahaan yang besar, namun situasi krisis di dalam Tuban Petrochemicals dan TPPI sangat berdampak kepada seluruh aspek bisnis PT Polytama Propindo. Dalam penelitian ini akan dibahas mengenai pelaksanaan internal communication selama krisis berlangsung. Pelaksanaan komunikasi krisis 7
Administrator. “Produksi Polytama terpangkas 50%.” Dalam http://www.ptppa.com/index.php?option=com_content&view=article&id=820%3Aproduksi-polytamaterpangkas-50&catid=1%3Alatest-news&Itemid=1&lang=in, diakses penulis pada 18 Februari 2013 pukul 8.24 WIB. 8 Administrator. “PPA Gaji Kenaikan Obligasi Polytama.” Dalam http://www.bumn.go.id/ppa/publikasi/berita/ppa-kaji-kenaikan-obligasi-polytama/, diakses penulis pada 18 Februari 2013 pukul 14.52 WIB
terhadap internal stakeholders sangat berpengaruh terhadap sikap publik internal dalam merespon krisis yang melanda perusahaan dan bagaimana publik mau mendukung segala keputusan manajemen. Selain itu, penelitian ini akan membahas mengenai perencanaan dalam sebuah perumusan komunikasi krisis yang ditujukan pada internal stakeholders dalam pengelolaan situasi yang kondusif selama krisis berlangsung. Untuk itu perlu dilaksanakan sebuah perencanaan Strategi Komunikasi Krisis untuk mengurangi dampak besar yang akan terjadi ditinjau dari aspek stakeholders communication yang mengomunikasikan kepada para pemegang kepentingan tentang apa yang terjadi selama krisis berlangsung.
1.2
Rumusan Masalah Proses pelaksanaan manajemen dan komunikasi krisis membutuhkan
perencanaan yang matang. Perencanaan manajemen dan komunikasi krisis yang baik dapat berdampak pada reputasi perusahaan. Implementasi dari pelaksanaan komunikasi krisis dirumuskan dalam sebuah strategi komunikasi kepada internal perusahaan. Berdasarkan indikator yang telah disebutkan, rumusan masalah yang diajukan yaitu
1. Bagaimana Analisis Implementasi Komunikasi Krisis PT Polytama Propindo dalam Internal Stakeholders dan pelaksanaan komunikasi krisis di dalam perusahaan? 2. Bagaimana perumusan strategi internal communication selama krisis berlangsung? 3. Bagaimana perumusan crisis management dan crisis communication yang ideal dalam menangani dan merespon suatu krisis?
1.3
Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, tujuan penelitian yang
ingin diketahui adalah a. Untuk menganalisa Implementasi Komunikasi Krisis PT Polytama Propindo dalam Internal Stakeholders dan pelaksanaan komunikasi krisis di dalam perusahaan. b. Untuk mengetahui perumusan strategi internal communication selama krisis berlangsung. c. Untuk
mengetahui
perumusan
crisis
management
communication yang ideal dalam menangani sebuah krisis.
dan
crisis
1.4
Manfaat Penelitian 1.4.1
Secara Teoritis Secara teoritis hasil penelitian ini berguna untuk lebih memahami
bagaimana public relations dalam menganalisa implementasi komunikasi krisis kepada
internal
communication
dan
untuk
lebih
memahami
bagaimana
pengaplikasian teori krisis ke dalam praktek perencanaan komunikasi krisis. Komunikasi krisis berperan dalam pembentukkan reputasi perusahaan selama krisis berlangsung. Selain itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu komunikasi terutama dalam public relations.
1.4.2
Secara Praktis Secara praktis, penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi para
praktisi dalam merumuskan strategi komunikasi krisis yang tepat bagi perusahaan terkait dengan krisis yang terjadi. Selain itu, penelitian ini juga dapat dijadikan bagi para praktisi sebagai bahan evaluasi dan pembelajaran kasus mengenai proses komunikasi krisis terhadap internal stakeholders.