BAB 4 RANCANGAN DAN IMPLEMENTASI
4.1. Peralatan yang Dibutuhkan Pada tahap ini dilakukan implementasi sistem untuk perangkat keras dan sistem perangkat lunak pada sistem jaringan PT Dhecyber Flow Indonesia 4.1.1. Perangkat Keras Berikut ini adalah data-data perangkat keras (hardware) yang digunakan dalam implementasi jaringan oleh PT Dhecyber Flow Indonesia : o Switch D-Link 16 port o Router RB 750 dan router RB 450 o PC server PC yang merupakan server owncloud (applikasi tempat menyimpan segala file perusahaan) o Perangkat Wifi w120N o Motorola canopy 2.4 GHz 10Mbps dan Motorola canopy 2.4 GHz 10Mbps Signaling Rate : 10 Mbps Typical LOS Range : 8 km, 24 km dengan reflector Typical Aggregate Useful Throughput : 7,5 Mbps o Ubiquity Nanostation 2 loco Signaling Rate : 25 Mbps 104
105
Typical LOS Range : 10 km Typical Aggregate Useful Throughput : 20 Mbps 4.1.2. Perangkat Lunak Berikut ini adalah data-data perangkat lunak (software) yang digunakan dalam implementasi jaringan oleh PT Dhecyber Flow Indonesia : o Mikrotik o Winbox o Ubuntu 10.10 desktop
4.2. RancanganTopologi Topologi ini telah dirancang dengan menggunakan wireless point to point dan router berbasis mikrotik yang menggantikan sistem VPN. Sistem sebelumnya memakan biaya yang cukup banyak karena internet pada kantor cabang ikut penyedia jasa internet lain karena sebelumnya pada gedung NOC dan kantor pusat hanya menggunakan VPN, tidak terhubung secara point to point. Rancangan topologi yang baru ini menggunakan perangkat dari PT.Dhecyber sendiri seperti 3 router dan 3 switch yang terletak di masing-masing titik dan 2 pasang motorolla canopy yang berguna untuk menghubungkan antar gedung NOC dan kantor pusat lewat media udara dan 1 pasang ubiquity yang digunakan untuk jalur dari kantor pusat dengan kantor cabang Standard Chartered.
106
Gambar 4.1. Rancangan Topologi PT Dhecyber Flow Indonesia
4.3. Simulasi Rancangan Sebelum melakukan implementasi jaringan pada PT.Dhecyber berdasarkan topologi yang ada, terlebih dahulu dilakukan simulasi terhadap rancangan topologi tersebut. Simulasi tersebut menggunakan cisco packet tracer 5.3 yang menggunakan 2 protokol routing yang berbeda, yaitu BGP dan OSPF.
107
4.3.1. Test BGP Jenis perangkat yang digunakan : Router
: Router – PT
Switch
: Switch 2950 T -24
PC
: PC – PT
Berikut adalah gambar topologi yang digunakan untuk simulasi rancangan BGP menggunakan software cisco packet tracer 5.3 Dapat dilihat dari gambar di bawah antara PC2 – PC1 dan PC0 – PC1 sudah bisa saling mengirim paket ‘ping’ yang menandakan sudah terhubung antara satu dengan yang lain.
Gambar 4.2 Topologi Simulasi Dengan Protokol Routing BGP
108
Percobaan yang dilakukan adalah dengan mematikan satu jalur yang ada yaitu jalur Fast Ethernet6/0 yang menghubungkan antara Router 0 dengan Switch 5. Pada gambar di bawah dapat dilihat bahwa setelah dilakukan ujicoba ‘test ping’ dari router 0 ke router 2 berhasil.
Gambar 4.3 Percobaan 1 Jalur Dimatikan Setelah itu percobaan kedua dilakukan dengan melakukan ‘test ping’ antara PC0 dengan PC2 dan juga berhasil. Berikut ini adalah tabel hasil pengujian recovery time dari protokol BGP
109
No
Waktu (detik )
1
24.81
2
26.79
3
28.88
4
29.43
5
24.77
Tabel 4.1 Hasil Percobaan BGP Data di atas adalah data yang digunakan oleh BGP untuk mencari jalan lain setelah jalur yang biasa dilewati terjadi putus. 4.3.2. Test OSPF Ujicoba kedua dilakukan dengan menggunakan protokol yang berbeda yaitu OSPF. Pertama tama dilakukan test ujicoba ‘test ping‘ antara PC0-PC2 , PC0PC1, DAN PC1-PC2 dan berhasil.
Gambar 4.4 Topologi Simulasi Dengan Protokol Routing OSPF
110
Percobaan dilakukan dengan cara mematikan jalur FastEthernet0/0 dari router 1 yang menghubungkan Router 1 dengan Switch 1 dan mencoba beberapa ‘test ping’ yaitu dengan percobaan : -
PC1 – Router 1
-
Router 1 - Router 0
-
PC1 – PC0
Gambar 4.5 Percobaan 1 Jalur Dimatikan
111
Berikut ini adalah hasil pengujian recovery time dari protokol OSPF No
Waktu (detik )
1
18.58
2
17.84
3
15.46
4
18.69
5
19.54
Tabel 4.2 Hasil Percobaan OSPF Data di atas adalah data yang digunakan oleh OSPF untuk mencari jalan lain setelah jalur yang biasa dilewati terjadi putus. Dari percobaan di atas dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan protokol routing OSPF recovery time yang digunakan oleh router untuk mencari jalan lain lebih cepat dibandingkan dengan menggunakan BGP.
4.4. Rancangan Implementasi Perangkat keras yang dibutuhkan adalah PC. Server, router mikrotik, switch, wireless access point, radio motorolla canopy, ubiquity dan notebook. PC server disini merupakan komputer yang berperan sebagai server database, yang juga merupakan sumber segala data dari bisnis PT Dhecyber. Router dan switch yang dipakai terletak di gedung NOC, kantor pusat, dan kantor cabang yang berguna untuk pengaturan alamat ip, NAT, hotspot, dan routing. Sedangkan switch disini digunakan untuk membagi koneksi ke PC PC yang ada. Wireless access point disini berguna
112
untuk bagi pengguna notebook atau untuk tamu yang datang berkunjung. Radio motorolla canopy berfungsi sebagai penghubung antar kantor yang dilakukan dengan cara pointing untuk membuat koneksi point to point antar kantor. Pertama-tama melakukan pointing yang terletak di atap dari gedung NOC yang dari awal memang sudah menggunakan internet sendiri, arahkan radio tersebut ke arah kantor pusat yang terletak di Setiabudi dalam hal ini dinamakan pointing. Begitu juga dari kantor Setiabudi, arahkan radio tersebut ke radio yang terletak di gedung NOC. Lalu setelah terhubung kita mengatur konfigurasi dari mikrotik tersebut melalui software winbox. Lalu kemudian dari router terhubung ke switch yang dari switch tersebut akan membagi koneksi ke PC PC yang ada. Di dalam setting router, setelah berdiskusi dengan pihak Dhecyber kami menggunakan BGP sebagai protokol routing yang dipakai untuk berkomunikasi dengan router di luar Dhecyber. Sedangkan untuk komunikasi antar gedungnya menggunakan bridging RSTP, hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam maintenance jaringan.
4.5. Pemasangan Radio Pada pemasangan radio kali ini radio akan ditempatkan pada 3 gedung yang berbeda yaitu: Situs A - Cyber Building Jl. Kuningan Barat No. 8 Jakarta Selatan 1271
113
Situs B - Head Office Dhecyber Jl. Anggrek III - No. 23 Setiabudi Jakarta Selatan 12920 Situs C - Menara Standard Chartered Jl. Prof DR Satrio No.164 Jakarta 12930 Sedangkan jarak masing-masing gedung adalah: Asal
Tujuan
Jarak
Cyber Building
Head Office Dhecyber
4.118 m
Head Office Dhecyber
Menara Standard Chartered
1.794 m
Menara Standard Chartered Cyber Building Tabel 4.3 Jarak Tiap Gedung
2.765 m
114
Gambar 4.6 Peta implementasi jaringan
Gambar 4.7 Peta implementasi jaringan memakai Google Earth
115
Gambar 4.8 Perbandingan radio parabola Pemasangan Radio akan dilakukan dengan cara pemasangan radio pada parabola berdiameter 50 cm. Hal ini dilakukan agar sinyal radio yang mempunyai radius 60o dapat direfleksikan oleh parabola menjadi terfokus berbentuk garis lurus yang dapat mengurangi dispersi sinyal secara signifikan. Hal ini pula berarti mengakibatkan menguatnya sinyal (menambah kekuatan sinyal) tetapi mengurangi radius penyebaran sinyal.
116
Gambar 4.9 Pointing Radio Wireless Prosedur yang dilakukan adalah melakukan pointing atau penyesuaian arah radio yang akan dipasangkan di tiap gedung. Dengan pemakaian parabola, pointing menjadi sangat krusial karena besar kecilnya delay dan juga data rate sangat terpengaruh oleh fokus atau tidaknya sinyal yang diterima.
4.6. Konfigurasi Radio Motorolla Canopy Setelah pemasangan radio selesai dilakukan, maka yang perlu dilakukan adalah melakukan konfigurasi alamat ip dari radio tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut :
117
Setting alamat IP komputer dengan : •
IP address : 169.254.1.2
•
Subnet Mask : 255.255.0.0
•
Default Gateway :169.254.0.0
Gambar 4.10 Setting IP Komputer Untuk mengakses dan dan mengatur Radio Canopy dapat dilakukan dengan menggunakan web browser dengan cara memasukan IP Radio Canopy tersebut dimana IP default radio Canopy adalah 169.254.1.1.
118
Gambar 4.11 Tampilan home Motorola Canopy dengan ip default
Gambar 4.12 Tampilan login Motorola Canopy Setelah masuk kedalam tampilan home radio Canopy maka yang perlu dilakukan adalah membuat account. Masuk ke dalam default setting untuk melakukan
119
konfigurasi account Motorola Canopy dengan memasukan username yaitu admin atau root dan memasukan password yang diinginkan. Setelah itu simpan perubahan konfigurasi dan lakukan reboot Canopy.
Gambar 4.13 Tampilan Account Motorola Canopy Lalu masuk ke dalam menu configuration dan tab General kemudian menentukan Timing Mode ( Timing Slave atau Timing Master). Timing Slave berarti radio akan mencari setiap frekuensi sampai sama dengan frekuensi master. Sedangkan master yang menentukan frekuensi mana yang ingin digunakan untuk berkomunikasi.
120
Gambar 4.14 Tampilan home Motorola Canopy Langkah selanjutnya adalah masuk ke menu configuration dan tab IP untuk melakukan setting IP radio Canopy. Setting IP pada bagian LAN . Masukkan IP address, Subnet Mask, dan Gateway, kemudian save changes dan reboot.
Gambar 4.15 Tampilan configuration IP
121
Settingan selanjutnya masuk ke dalam configuration tab radio. Pada Perancangan sistem kali ini radio Canopy Master memakai frequency carrier 2422.5Hz. Kemudian untuk Color Code adalah 55. Color code berfungsi sebagai identitas pengenal radio pasangan. Jika di dalam pengimplementasian terdapat delay maupun gangguan yang cukup besar itu dapat terjadi akibat interferensi sinyal dari radio yang mempunyai frequency carrier dan color code yang sama. Jika itu terjadi yang perlu dilakukan adalah mengganti color code kita sampai kita menemukan color code yang tidak terpengaruh oleh frequency carrier radio yang lain.
Gambar 4.16 Tampilan configuration Radio Timing Master Sedangkan untuk Timing Slave, pilihan pada Custom Radio Frequency Scan Selection List dipilih semua untuk memudahkan ketika terjadi gelombang oleh Radio Timing Master. Untuk color code harus sama dengan color code dari Radio Timing Master.
122
Gambar 4.17 Tampilan configuration Radio Timing Slave
4.7. Konfigurasi Pada Radio Ubiquity Berikut adalah tampilan untuk mengkonfigurasi nanostation yang diakses lewat web browser dengan memasukan langsung ip dari nanostation. Dalam hal ini ip nya 172.16.16.6. Untuk melakukan konfigurasi, awalnya menggunakan default ip : 192.168.1.1 dan masukkan Username : ubnt Password : ubnt
123
Gambar 4.18 Halaman login ubiquity Di bagian tab wireless setelah login, yang dirubah adalah di bagian Wireless Mode , di sini adalah Access Point dan Station. Access point digunakan untuk menyebarkan sinyal, sedangkan Station untuk menerima sinyal. Kemudian merubah ESSID dan SSID menjadi UBNTTT. ESSID dan SSID ini sangatlah penting untuk menghubungkan antar nanostation sebagai ciri khas bahwa mereka adalah pasangan radio yang berhubungan. Jika tidak sama maka kedua radio ini tidak bisa terhubung satu sama lain. Kemudian ubah Country Code nya menjadi INDONESIA.
124
Gambar 4.19 Tampilan NanoStation Access Point Wireless Mode
Gambar 4.20 Tampilan NanoStation Station Wireless mode
125
Di bagian tab network yang dirubah adalah Network Mode yang kita ubah kedalam bentuk Bridge, IP address, Netmask, Gateway Ip, dan juga Primary DNS IP. Berikut adalah contoh data saat perancangan: IP address
: 172.16.16.7
Netmask
: 255.255.255.240
Gateway IP
: 172.16.16.1
Primary DNS IP
: 202.67.10.138
Gambar 4.21 Tampilan NanoStation Station Network mode
126
4.8. Konfigurasi Mikrotik 4.8.1. Konfigurasi Awal Untuk alamat ip yang digunakan oleh PC karyawan menggunakan DHCP server seperti yang telah terlihat di rancangan topologi yakni : Gedung NOC (Cyber Building) o
192.168.10.2-255 = PC karyawan
o
192.168.11.2-255 = pengguna hotspot
Kantor pusat (Setiabudi) o
192.168.20.2-255 = PC karyawan
o
192.168.21.2-255 = pengguna hotspot
Kantor cabang (Standard Chartered) o
192.168.20.2-255 = PC karyawan
o
192.168.21.2-255 = pengguna hotspot
Lalu selanjutnya yang kita lakukan adalah mengkonfigurasi router menggunakan software winbox. Winbox bisa didapatkan dari internet dengan mudah. Setelah winbox didownload maka langkah selanjutnya adalah membuka winbox. Yang nantinya akan muncul tampilan seperti:
127
Gambar 4.22 Tampilan Winbox Tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan konfigurasi pada router A. Isi IP router dengan 192.168.10.1 lalu kemudian tekan connect. Setelah itu akan masuk ke tampilan GUI dari winbox untuk melakukan konfigurasi router mikrotik. 4.8.2. Konfigurasi Bridge Setelah itu kita membuat bridge terlebih dahulu dengan masuk ke menu bridge. Tujuan mengapa kami menggunakan bridge dikarenakan topologi yang kami buat nantinya berpotensi mengalami loop karena berbentuk segitiga. Di sini
128
kami
menggunakan bridge dengan protokol ‘RSTP’ untuk mencegah loop
tersebut. Setting bridge dilakukan dengan mengklik menu bridge kemudian tekan tombol +(add). Masukkan nama bridge melalui tab general.
Gambar 4.23 Setting Interface Bridge Langkah berikutnya adalah pada tab ‘STP’, protocol mode dipilih ‘RSTP’ lalu tekan OK.
129
Gambar 4.24 Setting Bridge STP Setelah bridge terbuat, masuk pada menu bridge tab Ports lalu klik 2x pada bridge yang telah terbentuk untuk setting interface, priority, dan pathcost.
Gambar 4.25 Setting port Bridge
130
Masukan ‘interface’ yang mau dijadikan bridge, dalam hal ini masukan eth 4 dan eth 5 untuk menjadi bridge maka masukan eth 4 sebagai isi ‘interface’. ‘Priority’ dan ‘pathcost’ dalam hal ini tidak menjadi masalah karena tujuan kita adalah 3 kantor bisa terhubung dengan baik dan tidak ada syarat koneksi harus melewati gedung NOC dulu baru ke kantor pusat lainnya sehingga ‘path cost’ dan ‘priority’ dibiarkan default saja.
Gambar 4.26 Setting port bridge 4.8.3. Konfigurasi Alamat IP Setelah bridge dibuat, langkah berikutnya adalah mengatur ip address pada tiap interface router A dengan cara : mengklik IP address + (Add) dan masukkan IP 10.100.10.1 (eth1 = internet/cloud) , IP 192.168.10.1/24 (eth2 / local), IP 192.168.11.1/24 (eth 3/hotspot),untuk eth 4 dan eth 5 menggunakan bridge dengan IP 172.16.16.1/28. Setelah menetapkan interface setting yang
131
perlu dilakukan adalah setting routing dengan mengklik IProutes +(add), dan masukkan IP.
Gambar 4.27 Daftar Ip Address 4.8.4. Konfigurasi NAT Setelah pengaturan routing selesai, komputer masih belum dapat mengakses internet karena NAT (Network Address Translation) pada mikrotrik belum diaktifkan. Network Address Translation atau yang biasa disebut NAT adalah salah satu fasilitas router untuk meneruskan paket dari IP asal ke IP tujuan. Tanpa NAT seluruh komputer tidak dapat terhubung dengan public network.
132
Cara untuk mengaktifkan NAT yaitu dengan mengklik IP firewall tab NAT +(add). Langkah selanjutnya adalah mengisi out interface dengan eth1.
Gambar 4.28 Setting NAT General pada bagian tab action, pilih Action : Masquerade lalu OK. Setelah ini maka komputer dapat mengkakses internet serta memiliki firewall dengan security yang diatur oleh router mikrotik. Masquerading akan mengubah paket-paket data IP
133
address asal dan port dari jaringan lokal untuk selanjutnya diteruskan ke jaringan internet global.
Gambar 4.29 Setting NAT Action 4.8.5. Konfigurasi DNS Kemudian langkah selanjutnya adalah setting DNS. Setting DNS ini penting karena berguna untuk menterjemahkan ip address ke suatu nama domain
134
sistem. Setting DNS dilakukan dengan cara mengklik IP DNS setting, kemudian pada bagian servers diisi dengan 202.67.10.242 dan 202.67.8.138 lalu OK.
Gambar 4.30 Setting DNS 4.8.6. Konfigurasi BGP Setelah konfigurasi awal selesai dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah mengatur protokol yang digunakan dalam routing. Di sini kami menggunakan BGP sebagai protokol routingnya. Setting BGP diperlukan agar tiap router dapat membagi info yang router itu miliki ke router lain sehingga nantinya komputer lokal pada setiap router dapat saling mengakses. Setting BGP dilakukan dengan cara mengklik IP BGP tab instances +(add) , lalu
135
masukkan Name : default, AS : 65530 (default) dan Router ID sesuai dengan bridge yaitu 172.16.16.1 lalu OK.
Gambar 4.31 Setting BGP instances Langkah berikutnya adalah pada bagian tab peers. Masuk pada bagian tab peers +(add). Setelah mengklik tanda +(add), pada bagian ini hanya Remote Address dan Remote AS yang perlu diganti. Setting untuk Remote Address adalah IP sesuai dengan bridge yaitu 172.16.16.2 sedangkan Remote AS tetap default yaitu 65530. Lakukan cara yang sama juga untuk membuat peer2.
136
Gambar 4.32 Setting BGP peers Setelah melakukan setting Peers, langkah selanjutnya adalah masuk pada tab Networks. Masuk pada tab Networks +(add), masukkan range IP 192.168.10.0/24 untuk lokal dan 192.168.11.0/24 untuk hotspot lalu centang pada bagian Synchronize dan OK.
Gambar 4.33 Setting BGP network
137
4.8.7. Konfigurasi Hotspot Setelah pengaturan BGP selesai dilakukan seharusnya komputer yang ada di router A (gedung NOC) sudah terhubung dengan komputer di router B (kantor pusat). Setelah pengaturan utama sudah selesai, selanjutnya adalah mengatur hotspot yang nantinya bisa digunakan untuk karyawan maupun tamu. Setting hotspot dapat dilakukan dengan mengklik IP hotspothotspot setup. Setelah menekan tombol hotspot setup masukkan interface yang akan digunakan untuk hotspot (ether 3).
Gambar 4.34 Setting Server Hotspot setelah itu masukkan IP 192.168.11.1/24 dan centang pada bagian masquerade network.
138
Langkah berikutnya adalah mengisikan address pool dengan IP 192.168.11.2 192.168.11.255
Kemudian isi DNS Server dengan 202.67.10.242 dan 202.67.8.138. Lalu tekan tombol next sampai dengan mengisikan DNS name.
DNS name digunakan untuk redirect page saat login hotspot.DNS dapat diisi maupun tidak, jika tidak diisikan maka redirect page adalah IP dari router itu sendiri.
139
Langkah terakhir adalah dengan mengisikan user dan password untuk login hotspot.
Setelah semua langkah tersebut selesai dibuat maka akan muncul hotspot yang kita buat tadi di menu ‘Servers’ dalam hotspot, yang jika di klik 2x akan muncul tampilan seperti dibawah ini :
140
Gambar 4.35 Hasil Server Hotspot Lalu di bagian menu ‘server profiles’ bisa dilihat apa yang baru saja kita buat, yang berisi nama (nama yang kita masukan sewaktu membuat hotspot), hotspot address (alamat hotspot), DNS Name (alamat yang digunakan untuk redirect page saat login hotspot).
141
Gambar 4.36 Setting Server Profile Hotspot 4.8.8. Konfigurasi DHCP Agar pengguna internet atau koneksi lan kantor tidak perlu mengubahubah alamat ip mereka ketika terhubung ke jaringan maka kami menyediakan pengaturan DHCP agar otomatis mendapatkan alamat ip. Untuk melakukan setting DHCP klik IPpoolpools + (add). Setelah add masukkan nama interface yang kita buat DHCP (eth2/lokal). Langkah berikutnya adalah IPDHCP servers, pilih tab DHCP kemudian tekan +(add) lalu isikan pada bagian nama serta interfacenya.
142
Gambar 4.37 Setting DHCP Server
Masukan alamat network DHCP (192.168.10.0/24)
143
Masukan gateway dari network DCHP tersebut
Masukan range alamat ip yang nanti akan diberi DHCP
Masukan DNS server
Setelah semua setting tersebut dilakukan maka akan muncul data yang kita buat di dalam tab DHCP, dan jika dibuka tampilan akan menjadi seperti ini.
144
Gambar 4.38 Hasil Setting DHCP Server
145
4.8.9. Konfigurasi Bandwidth Management
Gambar 4.39 Setting Bandiwdth Management Langkah pertama untuk setting bandwidth management pada router mikrotik adalah masuk pada menu Queues. Setelah itu pilih nama jaringan yang akan di setting.
146
Gambar 4.40 Setting Simple Queue Tampilan ini keluar setelah kita klik pada jaringan yang akan disetting. Pada tab General, name hanya untuk memberi nama, target address adalah untuk alamat IP yang akan dibatasi. Untuk mengatur batas upload dan download adalah pada bagian Max Limit. Max Limit mengatur batas maximum bandwidth yang tersedia pada jaringan tersebut.
147
Gambar 4.41 Setting Queue List Advanced Pada bagian tab menu Advanced, perlu dilakukan pengaturan untuk membatasi minimum bandwidth yang dapat diperoleh. Setelah melakukan Limit untuk minimum bandwidth, langkah berikutnya adalah pada bagian Queue Type. Pada bagian upload pilih “pcq_up”dan pada bagian download pilih “pcq_down” lalu OK.
148
Gambar 4.42 Tampilan Queue Type Setelah melakukan pengaturan batas speed, langkah selanjutnya adalah masuk kembali ke menu Queues dan masuk pada tab Queue Types.
149
Gambar 4.43 Seting Queue List pcq_down Tampilan di atas terlihat setelah kita masuk pada “pcq_down”. Pada bagian ini hal yang perlu diatur adalah pada bagian Kind yang harus diubah menjadi “pcq”. Setelah itu pada bagian Rate dapat diatur sesuai dengan keinginan. Maksud dari rate ini adalah router membagi rata bandwidth pada queue type tersebut. Setting lain yang perlu dilakukan pada bagian “pcq_down” adalah pada bagian Classifier kita perlu memilih Dest.Address.
150
Gambar 4.44 Tampilan Queue Type pcq_up Sedangkan tampilan di atas adalah saat masuk pada “pcq_up”. Setting yang dilakukan hampir sama dengan “pcq_down” yaitu Kind diubah menjadi “pcq” , Rate diubah sesuai dengan keinginan dan yang membedakan “pcq_down” dengan “pcq_up” adalah pada bagian Classifier. Pada “pcq_up”, Classifier yang dipilih adalah Src.Address. 4.9. EVALUASI SISTEM Pengujian sistem dilakukan dengan melakukan pengujian data rate dan pengujian konektivitas. 4.9.1. Pengujian Data Rate Pengujian data rate pada jaringan yang terletak di backbone dilakukan dengan melakukan download pada file sebesar 700 Mb.
151
Gambar 4.45 Pengujian Data Rate pada Backbone Hasil kecepatan yang didapatkan untuk mendownload
file sebesar 700 Mb
adalah sebagai berikut : Percobaan
Speed (Mb/s)
1
3.520
2
3.534
3
3.378
4
3.807
5
3.797
Tabel 4.4 Percobaan Download pada Backbone Rata- rata kecepatan untuk download pada jaringan yang melewati jaringan backbone adalah 3.6072 Mb/s Pengujian data rate pada jaringan yang menggunakan radio motorolla canopy dengan melakukan download sebesar 97.656 Mb
152
Gambar 4.46 Pengujian Data Rate Menggunakan Motorola Canopy Hasil kecepatan yang didapatkan untuk mendownload file sebesar 97.656 Mb adalah sebagai berikut : Percobaan
Speed (Kb/s)
1
910.035
2
876.468
3
897.541
4
906.483
5
886.464
Tabel 4.5 Percobaan download menggunakan Motorola Canopy Rata- rata kecepatan untuk download pada jaringan yang melewati motorola canopy adalah 895.3982 Kb/s Pengujian data rate pada jaringan yang menggunakan radio Ubiquity dengan melakukan download sebesar 500 Mb
153
Gambar 4.47 Pengujian data rate menggunakan radio Ubiquity Hasil kecepatan yang didapatkan untuk mendownload file sebesar 500 Mb adalah sebagai berikut : Percobaan
Speed (Mb/s)
1
2.245
2
2.289
3
2.249
4
2.170
5
2.097
Tabel 4.6 Percobaan Download Menggunakan Radio Ubiquity Rata- rata kecepatan untuk download pada jaringan yang melewati radio ubiquity adalah 2.21Mb/s.
154
4.9.2. Pengujian Konektivitas Pengujian ini dilakukan untuk mengetes kestabilan koneksi antar gedung. Pengujian dilakukan dengan membandingkan konektivitas antara Bridging RSTP dengan OSPF. Pengujian dilakukan dengan cara mematikan dan menghidupkan kembali link antar gedung. Pada pengujian ini link yang dibuat pengujian adalah link dari Router Kantor Setiabudi ke Motorola Canopy
Gambar 4.48 Topologi Pengujian Konektivitas
155
4.9.2.1.
Pengujian Menggunakan Bridging ‘RSTP’ Waktu uptime (detik)
Percobaan
Jalur Mati
Jalur Hidup Kembali
1
1.90
22.77
2
2.54
21.93
3
1.75
27.88
4
1.87
23.35
5
2.13
23.12
Tabel 4.7 Hasil Percobaan Konektivitas Bridging RSTP -
Rata-rata waktu yang diperlukan dari jalur yang mati ke jalur yang lain adalah 2.038 detik
-
Rata –rata waktu yang diperlukan untuk kembali ke jalur utama ketika hidup lagi 23.81 detik
4.9.2.2.
Pengujian Menggunakan OSPF Waktu uptime (detik)
Percobaan
Jalur Mati
Jalur Hidup Kembali
1
2.90
18.46
2
2.75
17.89
3
3.15
17.42
4
3.54
19.56
5
2.55
18.71
Tabel 4.8 Hasil Percobaan Konektivitas OSPF -
Rata-rata waktu yang diperlukan dari jalur yangmati ke jalur yang lain adalah 2.978 detik
156
Rata –rata waktu yang diperlukan untuk kembali ke jalur utama ketika hidup lagi 18,408 detik 4.9.3. Evaluasi Biaya Rincian pengadaan internet dengan menggunakan teknologi wireless point to point : Perangkat : Motorolla Canopy
2 x 7 jt
=
14 jt
Ubiquity
1,5 jt
=
1,5 jt
CyberBuilding
15jt per tahun
=
15 jt
Standard Chartered
15jt per tahun
=
15 jt
1,5 jt x 3 tempat
=
4,5 jt
=
50 jt
Persewaan Rooftop :
Instalasi Internet : Kabel, tiang, dll Total
157
Gambar 4.49 Grafik Perbandingan Harga Topologi VPN Dan Wireless Biaya per Tahun ( dalam juta ) TotalBiaya
Topologi 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
VPN
120
120
120
120
120
120
120
120
120
120
1200
Wireless
50
30
30
45
30
30
45
30
30
45
365
Tabel 4.9 Tabel Perbandingan Harga Topologi VPN dan Wireless Total biaya pengadaan internet selama 10 tahun menggunakan topologi lama sebesar 1,2 Milyar sedangkan dengan menggunakan topologi usulan yang baru selama 10 tahun hanya memakan biaya sebesar 365 juta. Tabel dan diagram di atas menunjukan perbandingan dari pemasangan internet PT.Dhecyber. Pada saat menggunakan topologi yang lama PT.Dhecyber mengeluarkan biaya sebesar 120 juta setiap tahunnya untuk pemasangan internet pada kantor pusat (Setiabudi) dan kantor cabang (Standard Chartered). Sedangkan setelah menggunakan topologi yang baru PT.Dhecyber mengeluarkan biaya 50 juta pada tahun pertama dan selanjutnya hanya 30 juta per tahun. Rata-rata perangkat berfungsi dengan maksimal hanya sekitar 3 tahun sehingga pada tahun ke 4 PT.Dhecyber harus mengeluarkan biaya tambahan sekitar 15 juta untuk membeli perangkat baru.
158
4.10.
Evaluasi Pengembang Dengan menggunakan teknologi yang baru ini, gedung NOC, kantor pusat,
dan kantor cabang terhubung secara wireless point to point yang dengan menggunakan teknik pointing dari atap gedung menembak sinyal dan diterima gedung lainnya. Sehingga apabila terjadi down pada internet tidak menyebabkan koneksi antar gedung pusat dan kantor cabang terputus. Sedangkan di rancangan sistem baru apabila terputus masih bisa terhubung karena terkoneksi secara LAN wireless point to point sehingga jika membutuhkan transfer data penting bisa tetap berjalan. Harga yang dikeluarkan oleh PT.Dhecyber sendiri juga lebih kecil dibanding sistem lama yang mereka gunakan karena PT.Dhecyber menggunakan bandwidth sendiri sehingga otomatis menurunkan harga penyediaan internet. Biaya pemasangan internet pada satu cabang di PT.Dhecyber tiap bulannya membutuhkan biaya sebesar 5 juta rupiah untuk pemasangan internet dengan bandwidth sebesar 2 Megabyte/s dengan perbandingan 1 banding 1 (besar bandwidth antara upload dan download sama). Pada topologi yang lama karena kantor cabang menggunakan provider lain maka jika terjadi down atau mati harus menunggu teknisi dari provider tersebut untuk memperbaikinya, karena semua itu merupakan tanggung jawab provider sehingga PT.Dhecyber harus menunggu hingga kerusakan tersebut diperbaiki oleh pihak provider dan waktupun akan terbuang percuma karena tidak bisa melakukan transaksi bisnis. Sedangkan pada sistem yang baru ini koneksi internet dan maintenance dikelola di gedung NOC sehingga jika terjadi down pihak Dhecyber sendiri yang akan mengurus hal tersebut.
159
Meskipun dalam simulasi hasil OSPF lebih baik namun dalam tahap perancangan setelah berdiskusi dengan pihak Dhecyber kami menggunakan BGP sebagai protokol routing. Hal ini terjadi karena prinsip kerja routing dari OSPF yang melakukan broadcast ke semua jalur yang ada untuk mendapat informasi jalur mana yang masih aktif dan jalur mana yang sudah tidak aktif. Keterbatasan radio wireless dalam hal data rate menyebabkan broadcast OSPF bisa menjadi sangat beresiko karena dapat memakai semua bandwidth yang ada. Satu hal lagi penyebab OSPF tidak dipakai adalah resource yang digunakan oleh OSPF cenderung lebih besar dibandingkan dengan BGP. Oleh karena itu dari pihak Dhecyber sendiri menyarankan untuk menggunakan BGP dibandingkan OSPF. Dalam masalah kecepatan memang di sistem yang baru ini lebih lambat karena terbagi oleh banyak pengguna dari gedung NOC, kantor pusat, dan kantor cabang. Sedangkan untuk penggunaan pada jam sepi pun akan lebih lambat pada jalur yang melalui radio canopy. Jika sebelumnya yang menggunakan akses provider lain mencapai 16 Megabit/s atau 2 Megabyte/s sekarang hanya dapat mencapai 7.5 Megabit/s atau 930 Kilobyte/s.
Sistem Lama (VPN) •
Menggunakan teknologi VPN
Sistem Baru (wireless point to point) •
Menggunakan
teknologi
wirelesspoint topoint dan router berbasis mikrotik
•
Traffic perusahaan diatur oleh
•
Traffic perusahaan diatur sendiri
160
provider di atas Dhecyber
•
Kecepatan data rate 16 – 32
•
Megabit/s
Megabit/s
•
Pemulihan dari kerusakan yang terjadi
lebih
tergantung
lama
dari
teknisi
•
terjadi lebih cepat karena bisa
yang
langsung dibereskan oleh pihak
Harga yang dikeluarkan lebih mahal per tahunnya
Pemulihan dari kerusakan yang
karena
sendiri
dikirim oleh provider
•
Kecepatan data rate 7.5 -32
•
Harga yang dikeluarkan lebih sedikit
karena
bandwidth sendiri Tabel 4.10 Tabel Evaluasi Sistem Lama dan Baru
menggunakan