153
BAB 4. METODE PENELITIAN
4.1.Pendekatan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian maka penelitian ini merupakan jenis penelitian MIXED METHODS. Menurut Creswell (2007) penelitian dengan menggunakan mixed methods merupakan pendekatan penelitian dengan menggabungkan antara penelitian kualitatif dan kuantitatif. Ada tiga strategi dalam mixed methods, yaitu : (1) Strategi metode sequential mixed methods , meliputi : (a) Strategi explanatory sequential, (b) Strategi exploratory sequential dan (c) Strategi transformative sequential (2) Strategi metode concurrent mixed methods , meliputi : (a) Strategi triangulation concurrent, (b) Strategi embedded concurrent, dan (c) Strategi transformative concurrent (3) Strategi metode tranformative mixed methods. Dalam penelitian ini menggunakan strategi metode sequential mixed methods atau strategi metode campuran bertahap, khususnya pada strategi exploratory sequential, yaitu pada tahap pertama peneliti mengumpulkan dan menganalisa
data
kualitatif,
selanjutnya
peneliti
mengumpulkan
dan
menganalisa data kuantitatif pada tahap kedua berdasarkan hasil pada tahap pertama. Dimana pada tahap pertama dengan mengumpulkan dan menganalisa data kualitatif untuk menjawab perumusan masalah penelitian yang pertama dan ketiga, yaitu apa saja karakteristik kearifan lokal dan kendala-kendala dalam implementasinya di Selat Madura serta kearifan lokal apa saja yang dapat mempengaruhi perilaku rumahtangga nelayan payang agar dapat menjaga kelestarian sumberdaya ikan di Selat Madura. Selanjutnya pada tahap kedua, mengumpulkan dan menganalisa data kuantitatif, untuk menjawab perumusan masalah penelitian yang kedua, yaitu bagaimana Model Ekonomi Rumahtangga nelayan payang di Selat Madura.
154
4.2. Metode Pengambilan Sampel Sampel menurut Koentjaraningrat (1991), adalah merupakan bagian populasi yang menjadi obyek sesungguhnya dalam suatu penelitian, sedangkan populasi atau universe ialah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-crinya akan diduga (Singarimbun dan Effendi, 1987)dalam Sri Wahyuni et al(2009) Dalam penelitian ini populasi dilakukan pada sebagian nelayan
khususnya
nelayan dengan alat tangkap payang yang melakukan kegiatan penangkapan. Sesuai dengan permasalahan, tujuan dan fokus penelitian. Peneliti perlu mewawancarai beberapa orang informan (Key informan) yang dianggap benarbenar
mengetahui
ataupun
terlibat
langsung
dalam
kegiatan
usaha
penangkapan ikan dengan alat tangkap payang, mengetahui permasalahan nelayan payang serta rumahtangga nelayan di Kabupaten Probolinggo. Dalam hal ini sampel yang diambil adalah terdiri dari kelompok nelayan ,yaitu nelayan payang di Probolinggo, dimana menurut data dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP), bahwa alat tangkap payang di desa Gili Ketapang berjumlah 167 nelayan, Karang anyar 9 nelayan, Randu Putih 19 nelayan dan di Randu Tatah 24 nelayan. Dari masing-masing desa tersebut terdiri dari beberapa sampel yang diambil. Dalam hal ini responden yang diambil, ditentukan dengan metode “purposive sampling” yaitu sampling dimana dalam pengambilan elemen-elemen yang dimaksudkan dalam sampel dilakukan dengan sengaja dengan catatan sampel yang diambil representative. Dalam penelitian ini, peneliti mengambil 100 keluarga nelayan payang secara purposive sampling dengan kriteria pengambilan sampel sebagai berikut: 1. Teknologi penangkapan yang digunakan bersifat sederhana dengan ukuran perahu yang kecil kurang dari 30 Grosston (GT) 2. menggunakan mesin yang kurang dari 12 PK 3. Besarnya modal usaha yang terbatas
155
4. Jumlah anggota organisasi penangkapan umumnya berbasis kerabat, tetangga dekat, dan atau teman dekat. 5. Orientasi ekonominya diarahkan untuk kebutuhan dasar sehari-hari. 6. Macam-macam pangan yang dijadikan pemenuhan kebutuhan nelayan payang. Penelitian dilakukan dengan “metode survey” yaitu menggambarkan secara sistematik dan faktual mengenai fenomena yang ada sekarang dan juga menerangkan hubungan antar fenomena, melakukan pengujian hipotesis serta membuat “interpretasi” dan meperoleh makna dari fenomena yang diteliti (Nazir, 2003). Maksud “metode survey” adalah mengambil sampel dari suatu populasi dengan menggunakan “kuesioner” sebagai alat
bantu
dalam
pengambilan data primer yang diambil dari responden terpilih, sedangkan data sekunder didapatkan dari instansi serta stake holder yang terkait dengan penelitian yang dimaksud (Singarimbun dan Effendi, 1989) Data yang diperlukan adalah data primer maupun data sekunder.Data primer diperoleh secara langsung dari responden terpilih melalui hasil observasi, wawancara serta pengamatan di lapangan. Sedangkan data sekunder didapatkan secara tidak langsung/melalui pihak kedua (instansi terkait)maupun stake holder terkait,
dengan melakukan studi dokumentasi
atau literature/pustaka. Jumlah sampel dari masing-masing Kecamatan terpilih di Kabupaten Probolinggo, diambil sejumlah100 unit usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap payang. Pengambilan sampel sejumlah 100 responden atas asumsi bahwa populasi berdistribusi normal, batasan minimum sampel sebanyak 30 unit (Walpole, 1995). Pada umumnya nelayan payang memiliki satu unit usaha penangkapan. Oleh karena itu pengambilan unit usaha penangkapan sekaligus mewakili jumlah populasi dari besarnya rumahtangga nelayan payang.
156
4.3. Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini menggunakan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Dalam hal ini penggunaan data kualitatif digunakan untuk memberikan tambahan
penjelasan
mengenai
fenomena
yang
ada.
Adapun
teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan: a. Wawancara Menurut
Kartini
(1990),
yang dimaksud wawancara ialah suatu
percakapan yang diarahkan pada suatu masalah tertentu, ini merupakan proses tanya jawab lisan, dimana dua orang atau lebih berhadaphadapan secara fisik. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa wawancara bertujuan memberikan data yang bersifat kualitatif dan kuantitatif yang meliputi scope yang luas dan dapat dijadikan sumber bagi penemuan hipotesa, menanggapai macam-macam interaksi sosio personal, motivasi human dan data yang bisa memberikan insight terhadap kepribadian seseorang. Disamping itu juga dilakukan wawancara tidak terstruktur (bebas) terhadap nelayan dengan status sosial ekonomi kecil dan dengan para pedagang yang menggunakan pengaruh dan sumberdayanya baik berupa modal maupun jasa.Dalam wawancara sering kali percakapan sekalipun
terjadi
percakapan tetap dalam pengendalian dan
terstruktur.Teknik ini lebih dikenal sebagai wawancara semi-terstruktur (semistructured interview) yakni pertanyaan-pertanyaan
terbuka
wawancara yang menggunakan yang
diharapkan
diikuti
dengan
pertanyaan lanjutan untuk lebih menggali informasi dan secara lebih mendalam, Mikkelsen,(2003). Untuk memperoleh data primer maka dilakukan wawancara dengan bantuan daftar kuesioner ,dan dilakukan secara purposive dengan para informan atau responden yang dianggap paling banyak mengetahui permasalahan yang dihadapi masyarakat
157
pesisir dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yaitu pejabat Dinas Perikanan, Bappeda,Camat dan Kepala Desa serta berbagai instansi terkait.
b. Observasi Untuk teknik observasi menurut Kartini (1990), merupakan studi yang disengaja dan sistematis tentang fenomena sosial dan gejala-gejala psikis dengan jalan pengamatan dan pencatatan. Observasi meliputi keadaan umum daerah, kearifan lokal yang masih berlaku, serta aktifitas ekonomi rumahtangga nelayan payang.
c. Dokumentasi Untuk teknik dokumentasi dimaksudkan sebagai teknik pengumpulan data melalui dokumen atau arsip-arsip dari pihak terkait dengan penelitian. Dalam penelitian dokumen nantinya dapat dipergunakan sebagai bukti untuk suatu penelitian atau pengujian (Khoiriyah, 2005). Dalam penelitian ini dokumentasi yang diperoleh berupa dokumen data sekunder dan beberapa foto gambar dilapangan.
d) Kuesioner Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang dia ketahui (Arikunto, 2006). Dalam penelitian ini membuat kuesioner secara terstruktur untuk memudahkan dalam pengumpulan data.
158
4.4. Fokus Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang diperoleh, maka dalam matrik tabel dibawah ini akan diuraikan secara detail tentang fokus penelitian beserta beberapa faktor dan aspek yang terkait yang sesuai dengan tujuan dalam aktivitas penelitian ini, yaitu sebagai berikut: Tabel 3. Fokus penelitian kuantitatif tentang usaha penangkapan FOKUS PENELITIAN
FAKTOR / ASPEK TERKAIT
1.Perikanan tangkap
Frekuensi melaut
2. Agribisnis perikanan
Tingkat pendidikan
3. Kegiatan non perikanan
Jumlah alat tangkap
Total asset usaha keluarga.
1. Curahan kerja keluarga nelayan payang
Jumlah alokasi waktu yang digunakan oleh anggota keluarga nelayan untuk memparoleh pendapatan di bidang:
Penangkapan ikan
Agribisnis
(pengolahan
dan
perdagangan)
perikanan, dan
1. Tingkat pendapatan
Bidang non perikanan
Total pendapatan keluarga
Total asset usaha keluarga nelayan
Penerimaan bersih perikanan tangkap
Pendapatan
agribisnis
perikanan
(non
penangkapan ikan)
1. Tingkat konsumsi
Pendapatan dibidang non perikanan
Total pendapatan keluarga
Konsumsi
pangan
(
beras,
ikan,
telur,
sayur,dll)
Konsumsi non pangan (rumah, sandang, kesehatan, pendidikan)
Tingkat pendidikan istri
159
Tabel 4. Fokus penelitian kualitatif tentang kearifan lokal FAKTOR / ASPEK TERKAIT FOKUS PENELITIAN 1.Eksistensi tata nilai ( hukum adat ) dan kearifan lokal 2.Sikap warga masyarakat nelayan payang terhadap tata nilai dan kearifan lokal 3.Mekanisme pengelolaan sumberdaya perikanan (internal dan eksternal) di Selat Madura
Rasa malu/harga diri Adaptif terhadap inovasi Kompetitif/prestasi Apresiasi terhadap tata nilai Apresiasi terhadap IPTEK penangkapan ikan
Open acces dan property right system . Bentuk dan mekanisme sanksi atas pelanggran terhadap tata nilai (hokum adat)
Tabel 5. Komponen Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang Blok
1. Produksi Ikan
Nomor Persamaan
Komponen
1–5
1.ASKJ 2.DPI 3.PRM 4.FQM 5.QNM
6–9
6.CDJT 7.CDJM 8.CLJM 9.CTJM
2. Curahan Kerja
A. RT Juragan B. RT Pendega
10 – 11
10.CDPM 11.CDPT
3. Pendapatan A. RT Juragan
12 – 25
12.RJM 13. BBM 14.PBBM 15.BTM 16.BRPI 17.LABK 18.BOM 19.PNM 20.PJMK 21.PJM 22.PJML 23.YJM 24.YJT 25. YJSPK
26 – 33
26.BABK 27.USPM 28.PPLM 29.PPM 30.PPML. 31YPM 32.YPT 33.YPSPK
A. RT Juragan
34 – 39
34.KKPJ 35.KKPNJ 38.INVJ 39.TABJ
B.RT Pendega
40 – 45
40.KKPPP 41.KKPNP 42.KKPP 43.KKNPP 44.TKKP 45.TTABP
B. RT Pendega 4. Pengeluaran
36.KKPJ
37.KKPNJ
160
4.5. Definisi dan Pengukuran Peubah (Variabel) 1. Data produksi (catch) yang diperoleh dari laporan statistik tahun 2000 – 2011 ialah dalam satuan berat (ton). 2. Upaya penangkapan yang diperoleh dari laporan statistik perikanan propinsi Jawa Timur, dalam hal ini ialah jumlah armada/alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan dengan alat tangkap payang ialah satuan unit. 3. Biaya/cost terbagi menjadi :
Variabel Cost ( biaya tidak tetap), dalam hal ini ialah biaya operasional. Dimana biaya yang dikeluarkan setiap kali nelayan melakukan kegiatan operasi penangkapan dari alat tangkap payang. Biaya operasional ini terdiri dari : bahan bakar, bahan makanan, upah ABK, Retribusi dalam satuan (Rp)
Fixed Cost (biaya tetap) yaitu : biaya yang selalu dikeluarkan oleh nelayan dengan menggunakan alat tangkap payang dalam jangka waktu tertentu (1 tahun), yang meliputi : penyusutan kapal, penyusutan alat tangkap, penyusutan mesin, perijinan, pemeliharaan kapal,mesin dan alat tangkap dalam satuan (Rp).
4. Rumahtangga nelayan adalah rumahtangga inti ditambah dengan orang lain, baik kerabat atau bukan yang tinggal bersama, paling sedikit seorang anggotanya memiliki status nelayan. 5. Nelayan kecil adalah nelayan yang memiliki asset usaha penangkapan ikan mulai dari yang tidak bermesin sampai yang bermesin kurang dari 12 PK dan maksimal 2 mesin per alat tangkap dalam kegiatan penangkapan tanpa menggunakan tenaga kerja dari luar keluarga. 6. Curahan kerja adalah jumlah hari yang digunakan oleh rumahtangga untuk mendapatkan penghasilan dari sektor perikanan (laut) dan diluar sektor perikanan dengan batasan sampai dengan 8 jam kerja di laut maupun di
161
darat adalah setara dengan 1 (satu)
hari kerja, selebihnya merupakan
kelipatan dari hari kerja untuk sampai dengan 8 jam. 7. Curahan kerja melaut adalah penggunaan waktu kerja oleh rumahtangga mulai dari penyiapan perbekalan operasi melaut, operasi penangkapan ikan dan menjual hasil tangkapan dari melaut dengan batasan sampai dengan 8 jam kerja di laut maupun di darat adalah setara dengan 1 (satu) hari kerja, selebihnya merupakan kelipatan dari hari kerja untuk sampai dengan 8 jam. 8. Ketahanan pangan merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi. 9. Kegiatan dari dalam sektor agribisnis perikanan adalah, curahan waktu seseorang dalam; a) Kegiatan
melaut
mulai
dari
menyiapkan
perbekalan,
operasi
penangkapan ikan dan menjual setelah hasil tangkapan didaratkan. b) Kegiatan yang masih merupakan rangkaian dari usaha perikanan, merupakan kegiatan usaha pasca panen seperti pengolahan hasil perikanan (agroindustri) dan perdagangan ikan yang bersekala ekonomi rumahtangga (bukan industri). 10. Kegiatan diluar sektor agribisnis perikanan yaitu curahan waktu kerja seorang nelayan diluar sektor parikanan dalam arti luas; seperti petani, tukang, karyawan industri, atau lainya. 11. Mata Pencaharian Alternatif (MPA) adalah suatu mata pencaharian atau suatu usaha yang dikembangkan dalam rangka mengurangi tekanan ekonomi
masyarakat
nelayan
sekaligus
meningkatkan
pendapatan
masyarakat. 12. Kearifan lokal adalah kondisi sosial budaya masyarakat nelayan yang berlaku pada masyarakat nelayan secara turun temurun, dan diakui serta disepakati secara bersama-sama, dimana hal tersebut melalui proses interaksi dan
162
adaptasi
dengan lingkungan
dan
sumberdaya
alam
yang
panjang.
Masyarakat lokal mampu mengembangkan kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam secara lestari. Kearifan lokal tersebut meliputi : eksistensi tata nilai, sikap masyarakat nelayan terhadap tata nilai dan mekanisme pengelolaan sumber daya perikanan , menurut informasi penelitian terdahulu ada beberapa bentuk kearifan lokal yang berlaku pada masyarakat nelayan di Selat Madura antara lain : pethik laut, nyabis, andun, pangambak,onjhem, telasan dan system kontrak kerja.
4.6. Metode Analisis Data 4.6.1. Menganalisis Karakteristik Kearifan Lokal dan Kendala-kendala dalam Implementasinya A. Analisis Kualitatif Populasi dalam penelitian ini adalah stakeholders yang terkait dengan
pemanfaatan dan pengelolaan
sumberdaya
perikanan di
Kabupaten Probolinggo . Populasi dalam penelitian terdiri dari berbagai institusi baik pemerintah (tingkat kabupaten sampai tingkat desa) maupun swasta (LSM dan dunia usaha) serta masyarakat nelayan lokal. Teknik sampling yang digunakan terdapat beberapa yakni: 1. Desa dari wilayah Kecamatan yang menjadi wakil populasi yang terdiri dari Kecamatan Sumber Asih (Gili Ketapang), Randu Putih, Randu Tatah dan Karang Anyar. Dimana pemilihan ini berdasarkan kepada adanya kearifan lokal yang berlaku , karakteristik tempat dan sumberdaya perikanan yang potensial (Arikunto, 1997). 2. Key informant yang dianggap sebagai sesepuh atau seorang yang berpengaruh dalam masyarakat, seperti kyai atau ulama’ yang diminta
163
nasehat oleh masyarakat lokal. Dimana merupakan kelembagaan informal didalam masyarakat lokal serta dipercaya mengetahui masalah kearifan local yang berlaku dan terkait dengan stake holder yang memanfaatkan dan mengelola sumberdaya perikanan . Pemilihan Key informan dengan cara purposive sampling berdasarkan tujuan spesifik (Arikunto, 1997). disadari bahwasanya
Perlu
dalam penarikan sample purposive tidak hanya
mencakup masalah-masalah putusan tentang orang, yakni subyek atau pelaku sebagai nara sumber data yang akan diamati dan diwawancarai tetapi
juga tentang latar-latar,
sosio-kultural,
karena
peristiwa-peristiwa
dan
proses-proses
itu sampel-sampel kualitatif cenderung puporsive
(Mbete, 2005). Oleh karena penelitian ingin mengetahui dan menganalisis nilai-nilai kearifan lokal maka penentuan key persons akan dipilih dengan cermat dan disesuaikan dengan target
pencapaian
informasi
yang
dibutuhkan dalam penelitian ini, dengan jumlah responden untuk masingmasing Kecamatan 5 orang. 3. LSM (Care International dan Yayasan Pengembangan Masyarakat Pesisir), yang memiliki kepedulian terhadap pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan laut, serta yang bergerak dalam bidang industri, jasa dan usaha-usaha perikanan baik penangkapan, budidaya maupun pengolahan. Pengambilan sampel pada intitusi ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling , yang akan disesuaikan dengan kebutuhan informasi. 4. Pemerintah Desa adalah institusi formal yang tumbuh dan berkembang di
sekitar
kawasan
pesisir
yang
dipandang
memahami
berbagai
permasalahan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut serta nilai-nilai kearifan
lokal
yang
hidup
dan
berkembang
dalam
164
masyarakat pesisir yakni kepala desa, sekretarias desa, kepala dusun, mantan kepala desa. Pengambilan sampel pada intitusi ini dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yang akan disesuaikan dengan kebutuhan informasi. Pemerintah Kecamatan adalah institusi formal pada tingkat hirarki pemerintahan yang memiliki fungsi dan dianggap memahami beberapa hal mengenai
pemanfaatan
dan
pengelolaan
sumberdaya
adalah pesisir dan laut yakni Camat, Kepala Urusan Pembangunan Desa, UPT Perikanan dan Kelautan. Penentuan sampel pada masing-masing intitusi
ini
dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling,
yang akan disesuaikan dengan kebutuhan informasi. Data yang diperlukan dalam penelitian bersumber dari data primer maupun data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari responden melalui hasil wawancara atau pengamatan. Sedangkan data sekunder diperoleh secara tidak langsung/melalui pihak kedua (instansi terkait) dengan melakukan studi dokumentasi atau literatur. Pendekatan yang diambil dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dicampur/digabungkan dengan pendekatan kuantitatif (“Mixed Methods”), sebagaimana dijelaskan oleh Cresswell (2007). Dapat mungkin terdapat pula data kuantitatif sejauh masih relevan dan bermanfaat untuk menjelaskan
permasalahan
pemberdayaan kearifan dengan beberapa cara 1. Teknik
observasi;
pengelolaan
lokal.
Teknik
sumberdaya pengumpulan
perikanan data
dan
dilakukan
sebagai berikut: teknik
dengan mengamati potensi
ini
dilakukan
sumberdaya
untuk
mendapatkan
perikanan yang
data
terdapat di
Kabupaten Probolinggo terutama pada wilayah atau kecamatan dan desa sampel. Potensi yang diamati adalah kondisi umum perikanan ,kondisi alam dan kependudukan.
165
2. Teknik wawancara; wawancara merupakan salah teknik penting dalam studi - studi pembangunan. Dalam wawancara sering kali terjadi percakapan sekalipun percakapan tetap dalam Pengendalian Dan terstruktur. Teknik ini lebih dikenall sebagai wawancara semi-terstruktur (semi structured interview) yaitu wawancara yang menggunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang diharapkan diikuti dengan pertanyaan lanjutan untuk lebih menggali informasi
dan
secara
lebih
mendalam,
Mikkelsen,
(2003).
Untuk
memperoleh data primer maka dilakukan wawancara mendalam (in-depth interview), dan dilakukan secara purposive dengan para informan atau responden
yang dianggap paling banyak mengetahui permasalahan yang
dihadapi masyarakat pesisir dalam pengelolaan sumberdaya perikanan yaitu pejabat Dinas Perikanan, Bappeda, Camat dan Kepala Desa serta berbagai instansi terkait. Danim (2002), jika wawancara tidak dapat menjangkau responden yang jumlahnya relatif banyak, wawancara biasanya dilakukan kepada
sejumlah responden
yang
jumlahnya
relatif
terbatas
dan
memungkinkan bagi peneliti untuk mengadakan kontak langsung secara berulang-ulang
sesuai
dengan keperluan. Wawancara mendalam juga
ditujukan kepada para tokoh-tokoh kunci (2003),
mengemukakan
wawancara
(key
persons).
Mikkelsen
semi- terstruktur secara mendalam
dapat dilaksanakan dengan menggunakan tiga cara yaitu : (a) wawancara individual, (b) wawancara dengan key informant, dan (c) wawancara kelompok, sebagaimana dapat dijelaskan masing-masing sebagai berikut dibawah ini :
166
a. Wawancara Individual: wawancara ini dilaksanakan dalam suatu kesempatan pengambilan dipilih
sampel
atas
responden
yang
dengan sengaja untuk memperoleh informasi atau data
yang representatif. b. Wawancara
dengan
informan
kunci/tokoh-tokoh
kunci (key
informan/key persons); wawancara dengan key informan/key persons bertujuan untuk mendapatkan informasi berkaitan dengan pengetahuan kearifan
lokal
dalam
dan
upa ya
khusus
pemahaman pengelolaan
yang
terhadap sumberdaya
perikanan. c. Wawancara
Kelompok; dengan cara terstruktur dan tidak
terstruktur. Teknik ini lebih memberikan akses pada sosok pengetahuan yang
lebih besar dan secara mendalam tentang
informasi dan data. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif (fenomonologis) bertujuan mengungkap dan memahami makna (noumena) yang ada dibalik fenomena tindakan dari masing-masing individu yang melakukan berbagai tindakan atas dasar persepsi sendiri serta berbagai aspek yang melatar belakangi tindakannya (Fatchan. A. 2011). Sedangkan untuk aspek-aspek sosial budaya dilakukan analisis kualitatif komparatif yakni mendeskripsikan tentang nilai – nilai dan cara pandang serta persepsi dan aspirasi masyarakat lokal terhadap nilai kearifan lokal dan makna dari peratuaran-peraturan adat dalam berbagai ritual yang berhubungan dengan pengelolaan sumberdaya perikanan di Selat Madura.
167
Masyarakat Pesisir dan Kelompok Nelayan - Tangkap - Budidaya - Pengolahan Pasca Panen Faktor Eksternal : - Tuntutan Perubahan Kebijakan Pembangunan - Inovasi baru dalam adopsi teknologi - Hubungan antar etnis/kelompok asal
Faktor Internal : Peranan Kelembagaan Adat, Tradisi, Hukum Adat dan Kearifan lokal
SUMBERDAYA PERIKANAN SELAT MADURA
Perubahan Perilaku Masyarakat Pesisir - Ekonomis - Ramah lingkungan - konservatif
Pemanfaatan dan Pelestarian Sumberdaya Perikanan di Selat Madura Secara Bertanggung jawab dan Berkelanjutan
Gambar 26. Manajemen pemanfaatan kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya perikanan (pesisir dan laut ) di Selat Madura secara berkelanjutan dan bertanggungjawab.
168
4.6.2. Menganalisis Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Melalui Pendekatan Sistem A. Model Ekonomi Rumahtangga Ekonomi rumahtangga nelayan biasanya masih bersifat semi komersial dengan ciri bahwa kegiatan antara produksi ikan dan rumahtangga pengolah ikan tidak terpisah , penggunaan tenaga kerja keluarga lebih diutamakan, nelayan dan rumahtangga pengolah ikan masih lebih banyak berperilaku sebagai penerima harga, dan mengutamakan rasa aman. Namun, ketika skala usaha penangkapan ikan makin membesar, pada umumnya diikuti oleh pergeseran penggunaan tenaga kerja dari luar keluarga yang proporsinya semakin besar, disamping jangkauan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang semakin meluas. Becker (1965)
dalam
mempelajari Models),
Muhammad, model
dimana
Sahri
(2011)
mengembangkan
teori
untuk
ekonomi rumahtangga petani (Agricultural Household
kegiatan
produksi
dan
konsumsi
tidak
terpisah
dan
penggunaan tenaga kerja keluarga lebih diutamakan. Fungsi kepuasan rumahtangga diasumsikan mengkombinasikan barang yang dibeli di pasar dengan waktu untuk memproduksi, sehingga dihasilkan barang yang siap dikonsumsi (Z). Bentuk fungsi kepuasan rumahtangga yang dikemukakan Becker adalah U = U(Z1, Z2, ….. Zm)
……………............................
(4.1)
dimana : Zi = barang yang dikonsumsi ( i = 1, 2, …., m). Dalam memaksimumkan kepuasan, rumahtangga dibatasi oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan. Setiap komoditi (Zi) tersebut dihasilkan menurut fungsi produksi yang dirumuskan sebagai berikut :
169
Zi = Z (xi, ti ) ……………i = 1 ........ m
..........................
(4.2)
m
Σ pi xi = I = W. Tw + V
.......................................
(4.3)
i=1
m
Σ ti = T c = T - T w
.................................................
(4.4)
i=1
dimana : xi
= barang dan jasa ke i yang dibeli di pasar
ti
= waktu yang digunakan untuk memproduksi barang Z ke i
pi.
= harga barang dan jasa X ke i yang dibeli di pasar
Tw
= waktu yang digunakan untuk bekerja
W
= upah per unit Tw
Tc
= jumlah waktu konsumtif
T
= jumlah waktu yang tersedia
V
= pendapatan selain upah, seperti warisan dan lain-lain
I
= pendapatan rumahtangga.
Pendekatan ekonomi rumahtangga tersebut sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1920 oleh Chayanov di Rusia, kemudian menyusunnya
dalam
bentuk
“new
home
economics”.
Becker (1965) Dalam
ekonomi
rumahtangga, alokasi waktu dan konsumsi barang dapat dibeli di pasar, atau dapat juga dihasilkan oleh rumahtangga. Ciri utama yang membedakan perilaku individu
dan perilaku rumahtangga sebagai konsumen, adalah bahwa pada
170
perilaku ekonomi rumahtangga, pada saat yang sama anggota rumahtangga juga sebagai produsen sebagaimana suatu perusahaan (Evenson, 1976). Menurut Evenson (1976), formula yang disusun oleh Becker (1965) secara mendasar melihat perilaku konsumsi rumahtangga sebagai proses dalam dua tingkat, yaitu: (1) tingkat pertama, menjelaskan perilaku rumahtangga menghadapi fungsi produksi rumahtangga, dimana
waktu dan modal yang
tersedia dalam rumahtangga digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang dapat dikonsumsi rumahtangga, dan proses
keputusan
pilihan
konsumsi,
(2) tingkat
anggota
kedua,
menjelaskan
rumahtangga
berperilaku
sebagaimana perilaku individu konsumen, dimana aksioma perilaku konsumen konvensional dapat diaplikasikan. Dengan demikian, rumahtangga dalam memaksimumkan kepuasannya, dibatasi oleh kendala produksi, waktu dan pendapatan. Pendapatan seluruhnya dibelanjakan untuk konsumsi (persyaratan adding up). Barnum dan Squire (1978) menyatakan bahwa model ekonomi rumahtangga adalah
menjembatani
ekonomi perusahaan pertanian yang seluruhnya mempekerjakan tenaga yang diupah dan menjual hasilnya
ke pasar, dengan pertanian subsisten yang
menggunakan hanya tenaga kerja keluarga dan tidak menghasilkan “marketed surplus”. Dengan menggunakan model ekonomi rumahtangga yang dirumuskan oleh Becker (1965), kemudian Barnum dan Square (1978)
membuat model
ekonomi rumahtangga yang lebih lengkap dan menyimpulkan bahwa pembuatan
kebijakan
sangat penting untuk mengintegrasikan
dalam perilaku
rumahtangga dalam keputusan produksi dan konsumsi. Mengingat pengaruh perubahan peubah eksogen, dimana sisi produksi mempengaruhi sisi konsumsi
171
rumahtangga, maka diperlukan teori yang terintegrasi, khususnya, jika elastisitas pengeluaran cukup besar atau jika pengaruh produksi dominan. Pengembangan teori adanya saling ketergantungan konsumsi dan produksi dalam model Ekonomi Rumahtangga Pertanian (ERP) melahirkan dua kelompok model, yaitu model rekursif dan model non-rekursif. Model rekursif dibangun berdasarkan asumsi bahwa antara keputusan konsumsi dan produksi terjadi saling ketergantungan yang sekuensial. Dalam hal ini diasumsikan bahwa keputusan konsumsi dipengaruhi oleh keputusan produksi, tetapi tidak berlaku sebaliknya Sedangkan model non-rekursif terjadi adanya saling ketergantungan antara produksi dan konsumsi. Keputusan produksi mempengaruhi pendapatan rumahtangga,
demikian
juga
sebaliknya,
keputusan
konsumsi
bisa
mempengaruhi keputusan produksi (Strauss, 1986; Sadoulet, et al., 1995). Selanjutnya, Singh et al. (1986) menyusun Models
Agricultural Household
sebagai model dasar ekonomi rumahtangga. Dalam model tersebut,
kepuasan rumahtangga (U) adalah fungsi dari konsumsi barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (Xa), konsumsi barang yang dibeli di pasar (Xm) dan konsumsi waktu santai (Xl), sehingga diperoleh persamaan (4.5).
U = U (Xa, Xm, Xl) ………………….................................... Rumahtangga memaksimumkan
petani
kepuasannya
diasumsikan dengan
sebagai
kendala
(4.5)
konsumen
produksi,
waktu
pendapatan, sebagaimana ditunjukkan pada persamaan berikut : Produksi Q = Q (L,A) ………..……………..................................... (4.6)
akan dan
172
Alokasi waktu T = Xl + F ………………………....................................... (4.7) Pendapatan Pm . Xm = Pa . (Q - Xa) -
w.(L – F) …............................
(4.8)
dimana : Xm
= konsumsi barang yang dibeli di pasar
Xa
= barang yang dihasilkan rumahtangga
Xl
= konsumsi waktu santai
Pm
= harga barang dan jasa yang dibeli di pasar
Pa
= harga barang yang dihasilkan oleh rumahtangga
(Q - Xa)
= surplus produksi untuk dipasarkan
Q
= produksi rumahtangga
A
= jumlah faktor produksi tetap (lahan) dalam rumahtangga
w
= upah di pasar tenaga kerja
L
= total tenaga kerja
F
= penggunaan tenaga kerja rumahtangga
w.(L –F)
= pengeluaran upah untuk tenaga kerja luar rumahtangga.
Jika (L-F) positif berarti terdapat tenaga kerja luar rumahtangga yang diupah. Jika negatif, terdapat penawaran tenaga kerja keluarga untuk di luar pertanian. Semua kendala yang dihadapi rumahtangga tersebut dapat disatukan dengan melakukan substitusi kendala produksi dan waktu ke dalam kendala pendapatan, sehingga akan dihasilkan persamaan (4.9) sebagai berikut :
Pm . Xm + Pa . Xa + w . Xl = w . T + ….........................
(4.9)
173
dimana : = Pa . Q(L,A) - w. L
( = keuntungan) ...................
(4.10)
Persamaan (4.10) menunjukkan bahwa pada sisi kiri merupakan pengeluaran total rumahtangga untuk barang yang dibeli di pasar (Xm) dan barang yang diproduksi rumahtangga (Xa), serta waktu (Xl) yang dikonsumsi rumahtangga. Sedangkan pada sisi kanan persamaan
tersebut adalah
merupakan pengembangan dari konsep pendapatan penuh, dimana nilai waktu yang tersedia dicatat secara eksplisit. Disamping itu, Singh et. al (1986) juga melakukan pengembangan
dengan memasukkan pengukuran
tingkat
keuntungan usaha, yaitu : = Pa.Q(L,A) - w.L, dimana semua tenaga kerja dihitung berdasarkan upah pasar. Rumahtangga
dalam
memaksimumkan
kepuasan
memilih
tingkat
konsumsi dari barang yang dibeli di pasar (Xm) dan barang yang diproduksi rumahtangga (Xa), serta waktu yang dikonsumsi rumahtangga (Xl) dan tenaga kerja (L) yang digunakan dalam kegiatan produksi. Kondisi turunan pertama (first order condition) untuk mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja adalah : Pa . ∂Q/ ∂L = w ………………............................................ (4.11) Rumahtangga akan menyamakan
penerimaan produk marjinal dari
tenaga kerja dengan upah pasar. Selanjutnya
penggunaan tenaga kerja (L)
sebagai fungsi dari pa, w, dan A, seperti ditunjukkan pada persamaan (4.12) sebagai berikut : L = L (w, Pa, A) ……………...................................
(4.12)
Dari persamaan (3.12) dapat ditunjukkan sisi kiri persamaan terdiri dari konsumsi komoditi
pasar (Pm.Xm), komoditi pertanian yang dihasilkan
174
rumahtangga (Pa.Xa) dan konsumsi waktu santai dalam rumahtangga (w.Xt). Adapun sisi kanan, yaitu pendapatan dari waktu kerja dalam bentuk upah (w.T) dan
keuntungan usaha tani () adalah merupakan total pendapatan
rumahtangga. Maka untuk selanjutnya akan diperoleh persamaan (4.13). Pm . Xm + Pa . Xa + w . Xt = Y. …..........................
(4.13)
dimana, Y* adalah pendapatan potensial (penuh). Maksimisasi kepuasan untuk memenuhi persamaan (4.13) dengan kendala yang ada diperoleh turunan pertama (first order condition) mengikuti prosedur perilaku konsumsi individu dalam memaksimumkan kepuasannya
untuk sejumlah (n) komoditi sebagai
berikut : U
= U(x1, x2, ..........xn)
........................
(4.14)
Kendala anggaran : m
Σ pi xi = Y
....................................... (4.15)
i=1
Maksimisasi tujuan
(4.14)
dengan memperhatikan kendala
(4.15)
menghasilkan kondisi prasyarat sebagai berikut :
∂Φ/∂xi = ∂U/∂xi - λ. pi = 0 ..................................................... (4.16) ∂Φ/∂ λ. = - ( Σ pi xi - Y ) = 0
............................................(4.17)
dimana : Φ
= U - λ. ( Σ pi xi - Y ), λ. = Lagrangian multiplier.
175
Kondisi keseimbangan dari fungsi kepuasan diatas dapat dinyatakan sebagai berikut : ∂U/∂xi = MUi = λ. pi ............. i = 1, ............n…….............(4.18) dimana : ∂U/∂xi = kepuasan margunal (MUi) dari barang dan jasa ke i pi
= harga barang dan jasa ke i
λ
= kepuasan marjinal dari pendapatan
Mengacu prosedur pada persamaan (4.14) – (4.18),
untuk konsumsi
barang yang dibeli di pasar (Xm), barang yang diproduksi rumahtangga (Xa) dan waktu yang disediakan oleh rumahtangga (Xt) masing-masing diperoleh turunan pertama pada persamaan (4.19) – (4.21) adalah merupakan kondisi yang umum kita kenal dalam teori permintaan konsumen (Singh, Squire and Strauss, 1986). ∂U / ∂Xm = . pm ……………......................................... (4.19) ∂U / ∂Xa = . Pa
……………...................................... (4.20)
∂U / ∂Xl
………….......................................... (4.21)
= . w
Dengan dasar persamaan (4.19) – (4.21), dapat dinyatakan bahwa konsumsi
barang yang dihasilkan oleh rumahtangga (Xa), konsumsi barang
yang dibeli di pasar (Xm) dan konsumsi waktu santai (Xl) adalah dipengaruhi oleh harga, upah dan pendapatan, yang selanjutnya
masing-masing dapat ditulis
sebagaimana pada persamaan (4.22) – (4.24). Xa
= Xa (pm, pa, w, Y*) ……....................................
Xm = Xm (pm, pa, w, Y*) ……...........................
(4.22) (4.23)
176
Xl = Xl (pm, pa, w, Y*) ……......................................
(4.24)
Dalam persamaan (4.22), (4.23) dan (4.24), permintaan barang, jasa dan waktu santai tergantung pada harga, upah dan pendapatan rumhtangga. Untuk kasus rumahtangga nelayan, pendapatan ditentukan oleh aktifitas produksi dalam rumahtangga melaut maupun non-melaut. Selanjutnya, perubahan faktorfaktor yang mempengaruhi produksi akan merubah tingkat pendapatan penuh (Y*), perilaku produksi dan konsumsi rumahtangga nelayan. Jika diasumsikan harga hasil pertanian yang diproduksi rumahtangga meningkat, maka dampaknya terhadap keuntungan dapat kita perhatikan pada persamaan (4.25) berikut : dXa/dpa = ∂Xa/∂pa + ∂Xa/∂Y*. ∂Y*/∂pa .....................
(4.25)
Bagian pertama sebelah kanan persamaan (4.25) merupakan hasil yang umum kita kenal dalam teori permintaan konsumen, yaitu untuk barang normal memiliki slope negatif, yaitu jika harga meningkat permintaan barang dan jasa tersebut akan menurun. Sedangkan bagian kedua sebelah kanan persamaan (4.25) mencerminkan efek keuntungan. Perubahan dalam harga barang yang diproduksi rumahtangga meningkat, maka keuntungan meningkat, demikian juga pendapatan penuh rumahtangga juga akan meningkat. Selanjutnya, menurut
Sadoulet dan Janvry (1995)
analisis
model
ekonomi rumahtangga perlu memperhatikan dua hal, yaitu : (1) apakah barang dan jasa yang dikonsumsi rumahtangga sesuai dengan harga pasar, dan (2) perilaku produksi dan konsumsi
apakah separable. Jika sistem persamaan
produksi dan konsumsi pada model ekonomi rumahtangga separable, maka pendugaan sistem persamaan konsumsi dan produksi dapat dilakukan secara bebas dan terpisah mengacu pendekatan
pendugaan sistem persamaan
177
konsumsi dan produksi yang baku, seperti penggunaan fungsi keuntungan yang umum digunakan. Pendekatan ekonomi rumahtangga adalah berguna sekiranya sisi konsumsi dikaitkan dengan sisi produksi melalui pengaruh pendapatan. B. Komponen Model Ekonomi Rumahtangga Pada Nelayan Payang Di Selat Madura
Komponen model ekonomi rumahtangga nelayan dibagi menjadi empat blok, yaitu : (1) produksi ikan, (2) curahan kerja, (3) pendapatan, dan (4) pengeluaran rumahtangga nelayan
yang disajikan pada Tabel 3. Dalam
penelitian ini model tersebut terdapat berbagai peubah kebijakan maupun nonkebijakan. Komponen Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Payang di Selat Madura berjumlah 45 komponen yang sekaligus merupakan peubah endogen dalam model. Jumlah komponen model dapat diperluas lagi. Dalam penerapan model ekonomi rumahtangga nelayan, aspek kebijakan pemanfaatan sumberdaya perikanan dan dampak terhadap keragaan ekonomi rumahtangga nelayan sangat ditonjolkan, sehingga penelusuran dan analisis peningkatan
kesejahteraan
nelayan
yang
berbasis
pada
pemanfaatan
sumberdaya berkelanjutan dapat dijadikan tolok ukur dalam rangka tercapainya sasaran untuk meningkatkan produksi perikanan. Pada pendekatan lain, akibat terjadi suatu perubahan produksi perikanan dan curahan kerja nelayan mengakibatkan terjadi suatu perubahan pembiayaan dan keuntungan pada sisi nelayan yang bertindak sebagai juragan. Hal itu akan menimbulkan perubahan dalam pendapatan dan pengeluaran nelayan Juragan dan Pendega. Perubahanperubahan tadi akan berdampak pada perubahan jumlah investasi, jumlah saving juga kesejahteraan nelayan
Juragan (Pemilik) maupun Pendega (ABK).
Perubahan tersebut akan berpengaruh terhadap tingkat produksi perikanan
178
sekaligus perubahan terhadap jumlah retribusi hasil penangkapan ikan , dimana hal itu terkait dengan PAD atau Pendapatan Asli Daerah Probolinggo. Sehingga policy terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan dalam rangka peningkatan kesejahteraan
nelayan akan berpengaruh terhadap
pembangunan perikanan secara keseluruhan, dimana hal tersebut merupakan salah satu sumber pertumbuhan ekonomi pada masyarakat nelayan di wilayah pesisir. Status pemanfaatan sumberdaya perikanan dan prasarana pelabuhan perikanan di Selat Madura didasarkan pada empat wilayah terpilih, yaitu : Gili Ketapang, Karanganyar, Randu Putih dan Randu Tatah. Sedangkan kearifan lokal (local wisdom) masyarakat nelayan Selat Madura didasarkan pada kearifan lokal yang berlaku disuatu tempat tertentu, dimana sebagai daerah terpilih yang mewakili masyarakat nelayan payang Selat Madura adalah di Kabupaten Probolinggo . Hal ini berdasarkan data pendahuluan bahwa di daerah tersebut memilki kearifan lokal seperti : Nyabis, Onjhem, Petik Laut, Pangambak, System Kontrak Kerja (bagen), Telasan, Andun, yang terkait baik langsung maupun tidak langsung dengan model ekonomi rumah tangga nelayan payang. Disamping itu jumlah nelayan payang cukup besar yaitu : 219 orang yang tersebar di 4 Kecamatan, yaitu : di Gili Ketapang : 167 orang, Karanganyar : 9 orang, Randu Putih : 19 orang , dan Randu Tatah : 24 orang. Perubahan-perubahan yang ditimbulkan akibat
perubahan kebijakan
maupun non-kebijakan berdampak secara langsung maupun tidak langsung dan saling mempengaruhi diantara peubah dalam aspek produksi, curahan kerja, penerimaan dan pendapatan, dan pengeluaran
pada
rumahtangga nelayan
Juragan maupun Pendega. Dampak kebijakan pemanfaatan sumberdaya secara berkelanjutan (sustainable) dimulai dengan terjadinya perubahan ukuran kapal, daerah penangkapan, produktivitas dan frekuensi melaut sehingga akan
179
menyebabkan perubahan produksi, biaya-biaya, pendapatan dan pengeluaran nelayan Juragan maupun Pendega. Perubahan
pendapatan nelayan juragan dan pendega
mengakibatkan perubahan tingkat investasi, kesejahteraan nelayan. Perubahan
ini
jumlah tabungan
selanjutnya
dan tingkat
akan terkait
mempengaruhi produksi maupun Pendapatan Asli
akan
dan
Daerah (PAD) melalui
jumlah penarikan retribusi perikanan, yang selanjutnya diharapkan memacu pembangunan daerah secara berkelanjutan. Dengan demikian kebijakan publik dalam
pemanfaatan sumberdaya
perikanan dan peningkatan kesejahteraan
nelayan akan berdampak langsung dan tidak langsung
berhubungan secara
berkelanjutan dengan pembangungan perikanan sebagai sumber pertumbuhan ekonomi di pedesaan pantai. Mengingat adanya keterkaitan diantara aspek produksi dan pengeluaran rumahtangga nelayan, maka model disusun dalam sistem persamaan simultan dengan asumsi
hubungan
linier. Keragaan ekonomi rumahtangga nelayan
dalam penelitian ini diukur atas dasar perubahan produksi ikan, curahan kerja, penerimaan dan
pendapatan,
pengeluaran, tabungan, dan
PAD. Adapun
produksi ikan, curahan kerja, penerimaan dan pendapatan, dan pengeluaran pada rumahtangga nelayan
dinyatakan
dalam
45
buah persamaan
sebagaimana dapat dilihat pada persamaan (4.26) sampai dengan (4.70). Blok I. Produksi Ikan Fungsi produksi dibuat berdasarkan penjabaran dari bentuk umum fungsi produksi Agricultural Household Models yang menetapkan bahwa produktivitas bergantung pada tingkat penggunaan tenaga kerja, faktor lain dan karakteristik proses produksi. Karakteristik proses produksi melaut adalah bersifat berburu ikan. Oleh karena itu
produksi ikan
tergantung pada ukuran kapal, daerah
penangkapan ikan, kepadatan ikan di daerah penangkapan dan jumlah frekuensi
180
melaut. Dengan demikian, makaproduksi total
dari melaut mengacu model
ekonomi rumahtangga pertanian pada persamaan (4.26), dimana peubah areal melaut
bergantung pada ukuran aset kapal (ASKJ), daerah penangkapan
(DPI), produktivitas (PRM) dan frekuensi melaut (FQM). Dalam kegiatan melaut, nelayan menggunakan jenis alat tangkap ikan yang berbeda. Jenis alat tangkap tertentu memerlukan peralatan dan ukuran kapal tertentu pula. Besarnya ukuran kapal yang dimiliki meningkat sejalan dengan perluasan daerah penangkapan ikan dan peningkatan pendapatan nelayan Juragan membesar
melaut. Adapun kapal penangkapan ikan yang semakin
memerlukan
pelayanan
pelabuhan
perikanan
yang
semakin
memadai. Oleh karena itu, ukuran aset kapal (ASKJ) yang digunakan nelayan untuk melaut akan bergantung pada ada tidaknya dukungan modal, dalam hal ini kredit (KRKJ), nilai alat tangkap yang digunakan (ITMJ), tingkat pendapatan Juragan (YJSPK) dan
kondisi desa dan prasarana pendaratan ikan
atau
pelabuhan perikanan (DESA). Adapun daerah penangkapan ikan (DPI) di laut bergantung pada ukuran besarnya kapal (aset kapal) yang digunakan (ASKJ), harga bahan bakar minyak (PBBM), tingkat pendidikan dan pengalaman Pendega (PDPP) dan tingkat pendidikan dan pengalaman Juragan (PDPJ). Mengingat penggunaan ukuran kapal (ASKJ) berhubungan dengan ada tidaknya kredit (KRKJ), jenis alat tangkap (ITMJ), pendapatan Juragan (YJSPK) dan kondisi umum desa (DESA), maka faktor-faktor tersebut secara tidak langsung adalah berpengaruh terhadap luas daerah penangkapan ikan (DPI) yang dapat dijangkau nelayan. Produktivitas (PRM) penangkapan ikan di laut adalah bergantung pada teknologi yang digunakan (TEK) dan
status sumberdaya perikanan (SSDA).
Dalam kajian ini diasumsikan dengan kondisi umum desa yang kaya adalah tersedia prasarana pelabuhan dan pendaratan ikan, sehingga berkecenderungan
181
mendorong nelayan Juragan untuk memiliki
ukuran kapal yang semakin
membesar. Oleh karena itu, produktivitas ikan per trip juga diduga berhubungan dengan kondisi umum desa (DESA). Frekuensi melaut (FQM) dalam merupakan frekuensi melaut
rumahtangga nelayan Juragan, juga
para Pendega. Jumlah frekuensi melaut
bergantung pada status sumberdaya (SSDA), daerah penangkapan ikan (DPI), curahan kerja rumahtangga Juragan untuk (CDJL)
dan
kegiatan produktif non-perikanan
harapan pendapatan rumahtangga Juragan dari kegiatan
pengolahan ikan (agroindustri, YPA). Mengingat DPI berhubungan dengan ukuran aset kapal (ASKJ),
harga BBM (PBM), mutu pendidikan Pendega
(PDPP) maupun Juragan (PDPJ), demikian juga dengan
kredit (KRKJ),
aset kapal berhubungan
teknologi alat tangkap (ITMJ),
tingkat pendapatan
(YJSPK) dan kondisi umum desa (DESA), maka faktor-faktor tersebut secara tidak langsung juga mempengaruhi frekuensi melaut. Disamping itu, faktor kegiatan produktif dalam agroindustri, mengingat kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh rumahtangga Juragan maupun istri Juragan secara sinergi, maka hubungan frekuensi melaut dengan kegiatan agroindustri bersifat komplementer. Dengan demikian, produksi hasil tangkapan ikan dari melaut bergantung pada aset kapal (ASKJ), daerah penangkapan ikan (DPI), produktivitas (PRM) dan frekuensi melaut (FQM). Keterkaitan antara ASKJ, DPI, PRM, FQM dan QNM (produksi melaut) dinyatakan dalam persamaan (4.26) – (4.30). 1. Aset Kapal Ukuran aset kapal (ASKJ) yang digunakan nelayan untuk melaut dinyatakan dalam persamaan (4.26).
ASKJ = a0 + a1KRKJ + a2ITMJ + a3YJSPK + a4DESA + U1 ……....(4.26)
182
dimana : ASKJ
= aset kapal yang digunakan untuk melaut (GT, ton)
KRKJ = dummy menerima atau tidak menerima kredit KRKJ = 1, menerima kredit KRKJ = 0, tidak menerima kredit ITMJ
= nilai alat tangkap yang digunakan (Rp/unit)
YJSPK = jumlah pendapatan rumahtangga Juragan yang dapat dibelanjakan (Rp/tahun) DESA = dummy prasarana desa DESA = 1, produksi ikan yang didaratkan tinggi, kaya, ada pelabuhan DESA = 0, produksi ikan yang didaratkan rendah, miskin, belum ada pelabuhan perikanan Hipotesis parameter estimasi : a1, a2, a3 , a4 0.
2. Daerah Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan (DPI)
bergantung pada aset kapal (ASKJ)
yang digunakan, harga bahan bakar minyak (PBBM), tingkat pendidikan dan pengalaman Pendega (PDPP) dan tingkat pendidikan dan pengalaman Juragan (PDPJ). Mengingat ASKJ berhubungan dengan
kredit , nilai alat tangkap,
pendapatan Juragan dan prasarana desa, maka faktor-faktor tersebut secara tidak langsung juga berpengaruh
terhadap jangkauan daerah penangkapan
ikan. Fungsi daerah penangkapan ikan sebagaimana persamaan (4.27).
DPI = b0 + b1ASKJ + b2PBM + b3PDPP + b4PDPJ + b5NY+ b6ONJ + U2 ...........................................................................(4.27)
183
dimana : DPI
= daerah penangkapan ikan (km)
ASKJ = aset kapal (GT, ton) PBM
= harga BBM solar di lokasi pengambilan contoh (Rp/liter)
PDPP = lama pendidikan dan pengalaman Pendega (tahun) PDPJ
= lama pendidikan dan pengalaman Juragan (tahun)
NY
= Kearifan Lokal Nyabis
ONJ
= Kearifan Lokal Onjhem
Hipotesis parameter estimasi : b1, b2, b3, b4, b5,b6 0.
3. Produktivitas Produktivitas (PRM) penangkapan ikan di laut dihitung dalam satuan Kg per trip (hari kerja) per hari. Produktivitas adalah bergantung pada teknologi yang digunakan (TEK) dan
status sumberdaya perikanan (SSDA).
Dalam
penelitian ini diasumsikan dengan kondisi prasarana desa (DESA) yang kaya adalah
tersedia
prasarana
pelabuhan
dan
pendaratan
ikan,
sehingga
ketersediaan prasarana pelabuhan perikanan cenderung mendorong nelayan Juragan untuk memiliki
ukuran kapal semakin membesar. Dengan dasar
hubungan tersebut, fungsi produktivitas dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan (4.28).
PRM = c0 + c1TEK + c2DESA + c3SSDA +c4PL + U3....................... (4.28) dimana : PRM = produktivitas melaut per trip per hari (kg) TEK = klasifikasi teknologi yang digunakan nelayan melaut Didasarkan pada tingkat transformasi effort baku payang
184
DESA = peubah dummy prasarana desa DESA = 1, produksi ikan yang didaratkan tinggi, desa kaya, tersedia pelabuhan perikanan DESA = 0, produksi ikan yang didaratkan rendah, desa miskin, belum tersedia pelabuhan perikanan SSDA = dummy status sumberdaya perikanan di masing-masing wilayah penangkapan ikan nelayan melaut, yaitu : SSDA = 1, wilayah perikanan tingkat pemanfaatan di bawah MSY SSDA = 0, wilayah perikanan tingkat pemanfaatan di atas MSY PL
= Kearifan Lokal Petik Laut
Hipotesis parameter estimasi : c1, c2, c3 0. 4. Frekuensi Melaut Frekuensi melaut (FQM) dalam merupakan frekuensi melaut sumberdaya
(SSDA),
daerah
rumahtangga Juragan untuk
rumahtangga nelayan Juragan, juga
Pendega, adalah penangkapan
bergantung pada
ikan
(DPI),
curahan
status kerja
kegiatan produktif non-perikanan (CDJL) dan
pendapatan rumahtangga Juragan dari kegiatan agroindustri (YJA). Mengingat DPI berhubungan dengan ukuran aset kapal, harga BBM, tingkat pendidikan dan pengalaman
Pendega maupun Juragan, demikian juga
berhubungan dengan prasarana desa,
kredit, nilai alat tangkap,
aset kapal
tingkat pendapatan dan
maka faktor tersebut secara tidak langsung mempengaruhi
frekuensi melaut. Mengingat, faktor kegiatan produktif dalam agroindustri dapat dilakukan oleh rumahtangga Juragan maupun istri Juragan secara terpadu, maka hubungan frekuensi melaut dengan kegiatan agroindustri bersifat komplementer.
185
Dengan dasar hubungan tersebut, maka fungsi frekuensi melaut dinyatakan dalam persamaan (4.29).
FQM = d0 + d1SSDA + d2DPI + d3CDJL + d4YJA + U4 .................. (4.29) dimana : FQM = frekuensi melaut (hari-trip/tahun) SSDA = dummy status sumberdaya perikanan DPI
= daerah penangkapan ikan (km)
CDJL = curahan kerja non-perikanan dalam rumahtangga Juragan, seperti pertanian dan tukang (hari/tahun) YJA = penerimaan rumahtangga Juragan dari kegiatan agroindustri perikanan (Rp/tahun) Hipotesis parameter estimasi : d1, d2, d4 0; d3 0. 5. Produksi Ikan Produksi ikan (QNM) merupakan perkalian antara produktivitas dengan frekuensi melaut yang dinyatakan pada persamaan identitas (4.30).
QNM = PRM*FQM ...................................................................... (4.30) dimana : QNM = produksi ikan (ton/tahun/kapal) PRM
= produktivitas melaut per trip per hari (kg)
FQM
= frekuensi melaut (hari/tahun)
Blok II. Curahan Kerja Curahan kerja dalam rumahtangga Juragan dapat dikelompokkan menjadi
curahan kerja melaut dari dalam rumahtangga Juragan
(CDJM),
186
kegiatan agroindustri (CDJA) dan kegiatan non-perikanan (CDJL). Demikian juga curahan kerja dalam rumahtangga Pendega dapat dikelompokkan menjadi curahan kerja melaut
rumahtangga Pendega melaut (CDPM), kegiatan
agroindustri (CDPA) dan kegiatan non-perikanan (CDPL). Berbeda dengan
Pendega, curahan kerja
untuk melaut dalam
rumahtangga Juragan memerlukan tambahan curahan kerja melaut dari luar rumahtangga (CLJM). Dengan demikian untuk keberlangsungan usaha melaut, maka
dalam rumahtangga Juragan dapat diidentifikasi curahan kerja untuk
melaut total (CTJM). Sesuai dengan kondisi usaha perikanan di daerah penelitian,
maka
kebutuhan curahan kerja melaut dari luar rumahtangga
Juragan (CLJM) dan juga curahan kerja melaut total (CTJM) berkecenderungan semakin meningkat sejalan dengan besarnya skala usaha atau ukuran kapal penangkapan ikan
yang dioperasikan
untuk melaut.
Dalam penelitian ini,
model dibangun dengan menetapkan CDJA, CDJL, CDPA dan CDPL sebagai peubah eksogen. Bentuk umum persamaan curahan kerja individu menurut teori ekonomi produksi dinyatakan sebagai fungsi turunan kepuasan maksimum, dengan kendala produksi, ketersediaan waktu rumahtangga dan pendapatan. Dalam model ekonomi rumahtangga, bentuk umum curahan kerja individu adalah tidak konsisten dengan curahan kerja rumahtangga (Slesnick, 1998). Disamping itu, produksi ikan berhubungan dengan produktivitas dan frekuensi melaut. Produktivitas berhubungan dengan ukuran asset kapal yang digunakan, sedangkan
fungsi produksi ikan mengikuti kaidah pemanfaatan
sumberdaya milik umum, yaitu berhubungan dengan fishing effort (Schaefer, 1954). Dalam penelitian ini, fungsi curahan kerja disusun mengacu pada bentuk umum, namun dengan modifikasi dalam bentuk ekonometrika dan disesuaikan
187
dengan karakteristik produksi yang berlaku dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan.
.
Curahan kerja
untuk melaut dalam rumahtangga nelayan Juragan dan
Pendega disusun mengacu pada bentuk umum model ekonomi rumahtangga, namun dimodifikasi
dan disesuaikan
yang berlaku dalam
pemanfaatan
dengan karakteristik kegiatan produksi sumberdaya perikanan. Modifikasi yang
dilakukan dari bentuk umum curahan kerja dalam bentuk model ekonometrika pada perilaku ekonomi rumahtangga nelayan adalah sebagai berikut.
A. Rumahtangga Juragan 6. Curahan Kerja Dalam Rumahtangga Juragan Curahan kerja dalam rumahtangga Juragan untuk kegiatan agroindustri (CDJA) dan non-perikanan (CDJL) merupakan peubah eksogen. Curahan kerja dalam rumahtangga Juragan
(CDJT) merupakan penjumlahan curahan kerja
melaut dari dalam rumahtangga Juragan (CDJM), untuk agroindustri dan untuk kegiatan produktif non perikanan, sebagaimana ditunjukkan pada persamaan identitas (4.31).
CDJT = CDJM + CDJA + CDJL ............................................. (4.31) dimana : CDJT = curahan kerja dalam rumahtangga Juragan (hari/tahun) CDJM = curahan kerja melaut dari dalam rumahtangga Juragan (hari/tahun) CDJA = curahan kerja agroindustri dalam rumahtangga Juragan (hari/tahun) CDJL = curahan kerja non-perikanan dalam rumahtangga Juragan (hari/tahun)
188
7. Curahan Kerja Melaut dari Dalam Rumahtangga Juragan Curahan kerja melaut dari dalam rumahtangga Juragan (CDJM) berhubungan dengan alokasi waktu yang tersedia dalam rumahtangga Juragan untuk berbagai kegiatan produktif seperti pada agroindustri (CDJA) dan nonperikanan (CDJL). Kegiatan produktif melaut ditentukan oleh jumlah frekuensi melaut (FQM) sebagai proksi fishing effort. Dengan demikian, fungsi curahan kerja dalam rumahtangga Juragan melaut dinyatakan dalam persamaan (4.32). CDJM = e0 + e1CDJA + e2CDJL + e3FQM + e4TEL +U5..................(4.32) dimana : CDJM = curahan kerja melaut dari dalam rumahtangga Juragan (hari/tahun) CDJA = curahan kerja agroindustri dalam rumahtangga Juragan (hari / tahun)
CDJL = curahan kerja non-perikanan dalam rumahtangga Juragan, seperti pertanian, tukang dan lainnya (hari /tahun) FQM = frekuensi melaut (hari-trip/tahun) TEL
= Kearifan Lokal Telasan
Hipotesis parameter estimasi : e1, e3 0; e2 0.
8. Curahan Kerja Melaut dari Luar Rumahtangga Juragan Ketika
skala usaha meningkat, keberlangsungan usaha penangkapan
melaut makin
ditentukan oleh curahan kerja luar rumahtangga, baik jumlah
maupun mutunya. Oleh karena itu, permintaan curahan kerja melaut dari luar rumahtangga (CLJM) berhubungan dengan besarnya jumlah ABK yang harus
189
dipenuhi untuk suatu operasi penangkapan melaut (JABK),
aset kapal (ASKJ)
dan ketersediaan angkatan kerja laki-laki dalam rumahtangga Juragan (AKJL). Fungsi curahan kerja luar rumahtangga Juragan ditunjukkan persamaan (4.33). CLJM = f0 + f1JABK + f2ASKJ + f3AKJL + U6 ................................ (4.33) dimana : CLJM = curahan kerja melaut dari luar rumahtangga Juragan (hari/tahun) JABK = jumlah ABK yang dibutuhkan untuk kegiatan operasi penangkapan ikan melaut (orang/unit kapal) ASKJ = aset kapal (GT, ton) AKJL = angkatan kerja laki-laki dalam rumahtangga Juragan (orang) Hipotesis parameter estimasi : f1, f2 0; f3 0. 9. Curahan Kerja Melaut Total Rumahtangga Juragan Curahan kerja melaut total rumahtangga Juragan (CTJM) merupakan jumlah curahan kerja melaut dalam rumahtangga Juragan dan curahan kerja melaut luar rumahtangga Juragan , dinyatakan dalam
persamaan
identitas
(4.34). CTJM = CDJM + CLJM
............................................................ (4.34)
dimana : CTJM = curahan kerja melaut total rumahtangga Juragan (hari/tahun) CDJM = curahan kerja melaut dari dalam rumahtangga Juragan (hari/tahun) CLJM = curahan kerja melaut dari luar rumahtangga Juragan (hari/tahun)
190
B. Rumahtangga Pendega
10. Curahan Kerja Melaut Rumahtangga Pendega Curahan kerja melaut rumahtangga Pendega (CDPM) berhubungan dengan
alokasi waktu rumahtangga dan
tingkat pendapatan. Tingkat
pendapatan rumahtangga Pendega melaut berhubungan dengan
tingkat
keterampilan dan pengalaman kerja yang akan menentukan peluang kerjanya. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, curahan kerja melaut rumahtangga Pendega (CDPM) dinyatakan dalam bentuk hubungan dengan curahan kerja rumahtangga Pendega untuk kegiatan agroindustri (CDPA), (CDPL) dan
tingkat pendidikan
serta pengalaman
non-perikanan
Pendega (PDPP) yang
ditunjukkan pada persamaan (4.35).
CDPM = g0 + g1CDPA + g2CDPL + g3PDPP + g4TEL +U7 ..........(4.35) dimana : CDPM = curahan kerja melaut rumahtangga Pendega (hari/tahun) CDPA = curahan kerja agroindustri rumahtangga Pendega (hari/tahun) CDPL = curahan kerja non-perikanan rumahtangga Pendega (hari/tahun) PDPP = lama pendidikan dan pengalaman kerja Pendega (tahun) TEL
= Kearifan Lokal Telasan
Hipotesis paramater estimasi : g1, g2 0; g3 0.
191
11. Curahan Kerja Total Rumahtangga Pendega Curahan kerja total rumahtangga Pendega (CDPT) adalah merupakan penjumlahan curahan kerja melaut rumahtangga Pendega (CDPM), curahan kerja agroindustri dan non-perikanan dalam bentuk persamaan identitas (4.36).
CDPT = CDPM + CDPA + CDPL ................................................ (4.36) dimana : CDPT = curahan kerja total rumahtangga Pendega (hari/tahun) CDPM = curahan kerja melaut rumahtangga Pendega (hari/tahun) CDPA = curahan kerja agroindustri rumahtangga Pendega (hari/tahun) CDPL = curahan kerja non-perikanan rumahtangga Pendega (hari/tahun)
Blok III. Pendapatan Sumber
pendapatan
melaut
rumahtangga
nelayan
dikelompokkan sebagai berikut : 1. Rumahtangga Juragan :
ada dua sumber, (1)
penerimaan (keuntungan)
melaut Juragan (PJM), dan (2) penerimaan melaut
lainnya (PJML) yang
bersumber dari pemilikan kapal lainnya maupun dari kerja melaut anggota rumahtangga Juragan yang lain. 2. Rumahtangga Pendega : ada empat sumber, (1) penerimaan bagen melaut Pendega (USPM), (2) penerimaan lawuhan ikan (LPABK), (3) penerimaan Pendega lainnya melaut (PPLM) seperti hasil memancing di tempat kerja (kapal) melaut, dan (4) penerimaan anggota rumahtangga Pendega lainnya yang melaut (PPML).
192
Sumber pendapatan rumahtangga Juragan dapat dikelompokkan menjadi (1) melaut (YJM), (2) agroindustri (YJA) dan
(3) non-perikanan (YJL).
Pendapatan melaut dikelompokkan menjadi dua sumber, yaitu : (1) penerimaan melaut (PJM) unit kapal yang diteliti, dan (2) penerimaan melaut lainnya (PJML). Penerimaan melaut (PJM)
sebagai
penerimaan keuntungan Juragan yang
berhubungan dengan penerimaaan kotor (RJM) setelah dikurangi biaya-biaya operasi melaut (BOM). Sedangkan Sumber pendapatan rumahtangga Pendega dapat dikelompokkan menjadi : (1) melaut (YPM), (2) agroindustri (YPA) dan (3) non-perikanan (YPL). A. Rumahtangga Juragan Sebagaimana telah diuraikan bahwa sumber pendapatan rumahtangga Juragan dapat dikelompokkan menjadi : (1) melaut (YJM), (2) agroindustri (YJA), dan (3) non-perikanan (YJL). Penerimaan melaut (PJM)
merupakan
keuntungan Juragan melaut yaitu merupakan penerimaaan kotor Juragan (RJM) dikurangi biaya-biaya operasi melaut (BOM). Persamaan penerimaan, biayabiaya dan pendapatan (cash) rumahtangga Juragan
dari kegiatan melaut dan
non-melaut dapat diuraikan sebagai berikut.
12. Penerimaan Kotor Juragan Melaut Penerimaan kotor Juragan melaut (RJM) didasarkan
pada dua
kemungkinan, yaitu dalam bentuk: (1) persamaan identitas, dan (2) persamaan perilaku. Pilihan persamaan rumahtangga pertanian,
identitas mengacu pada
yang mengasumsikan
model ekonomi
komoditas ikan adalah satu
jenis. Sedangkan pilihan persamaan perilaku berdasarkan pada fenomena komoditas perikanan multi-species. Dalam kenyataannya di lapangan, perubahan penerimaan kotor Juragan melaut (RJM) dapat terjadi disamping karena perubahan
produksi ikan (QNM) dan harga ikan (PIK), juga terjadi karena
193
perubahan jenis ikan yang tertangkap dan status sumberdaya perikanan (SSDA). Persamaan perilaku penerimaan kotor Juragan melaut (RJM) disusun dalam persamaan (4.37). RJM = h0 + h1QNM + h2PIK + h3SSDA + h4AND+ U8 ...............
(4.37)
dimana : RJM .
= penerimaan kotor Juragan melaut (Rp/tahun)
QNM = produksi ikan (ton/tahun/kapal) PIK
= harga ikan yang dihasilkan per unit kapal (Rp/Kg)
SSDA = dummy status sumberdaya masing-masing wilayah AND
= Kearifan Lokal Andun
Hipotesis parameter estimasi : h1, h2, h3, h4 0. Tingkat keuntungan Juragan (cash) berhubungan dengan penerimaan kotor dan biaya-biaya. Dalam operasi penangkapan ikan melaut berbagai jenis biaya dapat dikelompokkan sebagai berikut : (1) jumlah bahan bakar minyak (BBM), (2) perbekalan melaut (BTM), (3) lawuhan ABK (LABK), (4) retribusi hasil tangkap ikan sebagai sumber pendapatan asli daerah (BRPI), dan (5) bagian untuk ABK (BABK) yang didasarkan pada sistem bagi hasil perikanan (PJMK). Dengan memperhatikan unsur-unsur pembiayaan tersebut, maka estimasi tingkat keuntungan Juragan melaut dapat diuraikan sebagai berikut.
13. Jumlah Bahan Bakar Minyak Melaut Jumlah pemakaian bahan bakar minyak (solar dan oli) melaut (BBM) berhubungan dengan teknologi yang digunakan (TEK), prasarana desa (DESA), frekuensi melaut (FQM) dan (PDPJ).
tingkat pendidikan dan pengalaman Juragan
Hubungan pendidikan dengan
penggunaan BBM terkait dengan
194
kemampuan Juragan berpengalaman dan terdidik dalam mengelola atau merawat mesin kapal yang akan menentukan tingkat efisiensi penggunaan BBM. Atas dasar hubungan tersebut, maka
penggunaan BBM disusun dalam bentuk
persamaan (4.38).
BBM = i0 + i1TEK + i2DESA + i3FQM + i4PDPJ + U9 ................... (4.38) dimana : BBM = jumlah bahan bakar minyak yang digunakan untuk keperluan operasi penangkapan ikan melaut (liter/tahun) TEK = klasifikasi teknologi atas dasar effort baku DESA = dummy prasarana desa (kaya atau miskin) FQM = frekuensi melaut (hari/tahun) PDPJ = lama pendidikan dan pengalaman Juragan (tahun). Hipotesis parameter estimasi : i1, i2, i3 0; i4 0.
14. Jumlah Pengeluaran BBM Melaut Jumlah pengeluaran untuk biaya BBM (PBBM) dinyatakan dalam bentuk persamaan identitas kelipatan jumlah BBM yang digunakan
dikalikan dengan
harganya sebagaimana persamaan identitas (4.39).
PBBM = PBM*BBM .................................................................... (4.39) dimana : PBBM = jumlah biaya BBM yang dikeluarkan (Rp/tahun) PBM
= harga BBM (Rp/liter)
BBM = jumlah BBM yang dikeluarkan (liter/tahun)
195
15. Jumlah Biaya Perbekalan / Trip Melaut Dalam operasi melaut, Juragan mengeluarkan biaya perbekalan untuk trip melaut (BTM) terdiri dari beras, teh, rokok dan lain-sebagainya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi ABK di tengah laut. Dalam praktek, pada umumnya nelayan Juragan memasukkan biaya perawatan alat tangkap dan kerusakan ringan
ke dalam komponen biaya trip melaut. Biaya perbekalan
berhubungan dengan jumlah frekuensi melaut dan jumlah ABK melaut (JABK), disamping jumlah curahan kerja melaut total rumahtangga Juragan (CTJM). Fungsi
biaya perbekalan trip melaut dinyatakan dalam bentuk persamaan
(4.40).
BTM = j0 + j1FQM + j2JABK + j3CTJM + U10 ................................ (4.40) dimana : BTM
= biaya trip melaut (Rp/tahun)
FQM
= jumlah frekuensi melaut (hari/tahun)
JABK = jumlah ABK melaut (orang) CTJM = jumlah curahan kerja melaut total RT Juragan (hari/tahun) Hipotesis parameter estimasi : j1, j2, j3 0.
16. Jumlah Retribusi Hasil Penangkapan Ikan Untuk meningkatkan pendapatan asli daerah, pemerintah daerah Jawa Timur telah menetapkan Peraturan Daerah (PERDA) untuk dasar penetapan retribusi perikanan yang dilakukan di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Sehubungan dengan PERDA tersebut, maka besarnya jumlah retribusi hasil penangkapan
196
ikan (BRPI)
yang dapat dikumpulkan berhubungan dengan besarnya hasil
tangkap, harga ikan, ukuran aset kapal, dan prasarana desa. Dengan adanya retribusi
hasil tangkap ikan di
pasar TPI, nelayan
mengharapkan pelaksanaan pelelangan ikan dapat berdampak pada perbaikan harga ikan yang semakin meningkat. Oleh karena itu, besarnya retribusi melalui TPI juga akan berhubungan dengan respon nelayan yang terkait dengan tingkat pendidikan dan pengalaman nelayan Juragan.
Dengan dasar pertimbangan
tersebut, maka besarnya retribusi yang dikeluarkan oleh rumahtangga nelayan adalah berhubungan dengan jumlah produksi ikan, harga ikan, aset kapal yang digunakan, prasarana desa dan tingkat pendidikan dan pengalaman Juragan yang dinyatakan dalam bentuk persamaan (4.41).
BRPI = k0 + k1QNM + k2PIK + k3ASKJ + k4DESA + k5PDPJ + U11 ....................................................................(4.41) dimana : BRPI
= jumlah retribusi hasil penangkapan ikan, juga Merupakan sumber pendapatan asli daerah (PAD) (Rp/tahun)
QNM = produksi ikan (ton/tahun/kapal) PIK
= harga ikan (Rp/kg)
ASKJ = aset kapal (GT, ton) DESA = dummy prasarana desa (kaya atau miskin) PDPJ = lama pendidikan dan pengalaman Juragan (tahun) Hipotesis parameter estimasi : k1, k2, k3 0; k4, k5 0.
197
17. Jumlah Lawuhan Hasil Penangkapan Ikan Jumlah lawuhan berhubungan dengan
hasil penangkapan ikan seluruh ABK (LABK) besarnya produksi ikan, harga ikan dan
sumberdaya. Perilaku ini sejalan dengan perilaku
status
jumlah penerimaan kotor
rumahtangga Juragan (RJM). Dengan dasar pertimbangan tersebut, maka fungsi LABK dinyatakan dalam bentuk persamaan (4.42). LABK = l0 + l1QNM + l2PIK + l3SSDA + U12 .................................. (4.42) dimana : LABK = jumlah lawuhan hasil penangkapan ikan untuk seluruh ABK (Rp/tahun/kapal) QNM = produksi ikan (ton/tahun/kapal) PIK
= harga ikan (Rp/kg)
Hipotesis parameter estimasi : l1, l2, l3 0.
18. Biaya Operasi Penangkapan Ikan Biaya operasi melaut (BOM) merupakan penjumlahan pengeluaran BBM melaut, biaya perbekalan trip melaut, retribusi hasil penangkapan ikan dan lawuhan hasil penangkapan ikan, dinyatakan dalam persamaan identitas (4.43).
BOM = PBBM + BTM + BRPI + LABK .................................. (4.43) dimana : BOM
= biaya operasi penangkapan ikan (Rp/tahun)
PBBM
= pengeluaran BBM melaut (Rp/tahun)
BTM
= biaya perbekalan trip melaut (Rp/tahun)
BRPI
= retribusi hasil penangkapan ikan (Rp/tahun)
LABK
= lawuhan hasil penangkapan ikan (Rp/tahun)
198
19. Penerimaan Nelayan Melaut Penerimaan nelayan (Juragan dan ABK) melaut sebelum dibagi menurut sistem bagi hasil yang berlaku (PNM) merupakan penerimaan kotor dalam rumahtangga Juragan melaut dikurangi biaya operasi penangkapan ikan melaut yang dinyatakan dalam bentuk persamaan identitas (4.44) PNM = RJM - BOM
............................................................... (4.44)
dimana : PNM
= penerimaan nelayan melaut (Rp/tahun)
RJM
= penerimaan kotor Juragan melaut (Rp/tahun)
BOM
= biaya operasi penangkapan ikan (Rp/tahun)
20. Penerimaan Bagen Juragan Penerimaan bagen Juragan atas dasar sistem bagi hasil yang berlaku (PJMK) merupakan perkalian besarnya prosentase bagen yang diterima Juragan (BGJ)
dengan
penerimaan nelayan melaut (PNM) yang dinyatakan dalam
bentuk persamaan identitas (4.45).
PJMK = BGJ*PNM ........................................................................(4.45) dimana : PJMK = penerimaan bagen Juragan (Rp/tahun) BGJ
= besarnya bagen yang diterima Juragan sesuai dengan sistem bagi hasil yang berlaku (%)
PNM
= penerimaan nelayan melaut (Rp/tahun)
21. Penerimaan Juragan Melaut Dengan dasar
penerimaan bagen Juragan (PJMK),
selanjutnya
dikurangi biaya-biaya yang menjadi beban Juragan, seperti ijin penangkapan
199
ikan, sehingga diperoleh besarnya penerimaan Juragan melaut (PJM) dari unit kapal yang dianalisis berdasarkan persamaan identitas (4.46).
PJM = PJMK - BIPI .......................................................................(4.46) dimana : PJM
= penerimaan Juragan melaut (Rp/tahun)
PJMK
= penerimaan bagen Juragan (Rp/tahun)
BIPI
= biaya ijin penangkapan ikan (Rp/tahun)
22. Penerimaan Rumahtangga Juragan Melaut Lainnya Penerimaan Juragan melaut lainnya (PJML) merupakan
jumlah
penerimaan melaut lainnya, seperti pendapatan karena pemilikan lebih dari satu kapal (JKJ). Kegiatan Juragan melaut lainnya berhubungan dengan curahan kerja melaut
dalam rumahtangga Juragan (CDJM), tingkat pendidikan dan
pengalaman Juragan (PDPJ), pendapatan RT Juragan dari kegiatan agroindustri (YJA) dan
pendapatan dari sumber non-perikanan (YJL). Oleh karena itu
besarnya penerimaan Juragan melaut lainnya
dinyatakan dalam bentuk
persamaan (4.47).
PJML = m0+m1JKJ+m2CDJM+m3PDPJ+ m4YJA + m5YJL + U13
.......................................................... (4.47)
dimana : PJML = jumlah penerimaan Juragan dari melaut lainnya (Rp/tahun) JKJ
= jumlah kapal yang dimiliki Juragan (unit)
CDJM = curahan kerja melaut dari dalam rumahtangga Juragan (hari/tahun)
200
PDPJ = lama pendidikan dan pengalaman Juragan (tahun) YJA = jumlah penerimaan RT Juragan dari agroindusti (Rp/tahun) YJL = jumlah penerimaan RT Juragan dari non-perikanan (Rp/tahun) Hipotesis parameter estimasi : m1, m2, m3 0; m4, m5 0.
23. Pendapatan Rumahtangga Juragan Melaut Pendapatan penjumlahan
rumahtangga
Juragan melaut
keuntungan Juragan melaut
jumlah pendapatan
dari
(YJM)
merupakan
usaha yang dianalisis dan
Juragan melaut lainnya, dinyatakan dalam bentuk
persamaan identitas (4.48) YJM = PJM + PJML
................................................................. (4.48)
dimana : YJM
= pendapatan rumahtangga Juragan melaut (Rp/tahun)
PJM
= penerimaan Juragan melaut (Rp/tahun)
PJML = penerimaan rumahtangga Juragan melaut lainnya (Rp/tahun)
24. Pendapatan Total Rumahtangga Juragan Dengan dasar uraian tersebut, maka Juragan
(YJT) merupakan penjumlahan
pendapatan total rumahtangga
pendapatan rumahtangga Juragan
melaut melaut (YJM), penerimaan rumahtangga Juragan dari agroindustri (YJA) dan penerimaan dari non-perikanan (YJL) dalam bentuk persamaan identitas (4.49).
201
YJT = YJM + YJA + YJL .......................................................... (4.49) dimana : YJT
= pendapatan total rumahtangga Juragan (Rp/tahun)
YJM
= penerimaan rumahtangga Juragan melaut (Rp/tahun)
YJA
= penerimaan rumahtangga Juragan dari agroindustri (Rp/tahun)
YJL
= penerimaan rumahtangga Juragan dari non-perikanan (Rp/tahun)
25. Pendapatan Rumahtangga Juragan yang Dapat Dibelanjakan Besarnya pendapatan rumahtangga Juragan yang dapat dibelanjakan (YJSPK) adalah
pendapatan total rumahtangga Juragan dikurangi
pajak,
dinyatakan dalam bentuk persamaan identitas (4.50).
YJSPK = YJT - BPKJ
…………………………………………… (4.50)
dimana : YJSPK = pendapatan rumahtangga Juragan yang dapat Dibelanjakan (Rp/tahun) YJT
= pendapatan total rumahtangga Juragan (Rp/tahun)
BPKJ = pajak dan pengeluaran lainnya (Rp/tahun)
B. Rumahtangga Pendega Sebagaimana telah diuraikan bahwa sumber pendapatan rumahtangga Pendega melaut terdiri dari penerimaan bagen menurut sistem bagi hasil yang berlaku,
lawuhan,
penerimaan Pendega
rumahtangga Pendega
lainnya melaut dan penerimaan
melaut lainnya. Adapun masing-masing komponen
penerimaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
202
26. Jumlah Bagen Seluruh ABK Seorang Pendega melaut memperoleh bagian dalam dua bentuk, yaitu : (1) bagen uang atas dasar sistem bagi hasil yang berlaku, dan (2) bagen dalam bentuk ikan yang disebut “lawuhan”. Jumlah bagen seluruh ABK (BABK) merupakan selisih antara penerimaan nelayan melaut (PNM) dikurangi bagen Juragan (PJMK) yang selanjutnya disusun dalam persamaan identitas (4.51).
BABK = PNM - PJMK
………………………………..……………(4.51)
dimana : BABK = jumlah bagen seluruh ABK (Rp/tahun) PNM
= penerimaan nelayan melaut (Rp/tahun)
PJMK = penerimaan bagen Juragan (Rp/tahun) Dalam penelitian ini, besarnya lawuhan untuk setiap orang Pendega (LPABK)
disusun dalam bentuk peubah eksogen yang nilainya didasarkan
pada perhitungan jumlah lawuhan seluruh ABK (LABK) (JABK). Adapun besarnya lawuhan yang diterima
dibagi
jumlah ABK
setiap orang ABK melaut
pada umumnya dalam jumlah sama dan tidak tergantung pada status jabatan dan pembagian tugas dalam kegiatan operasi penangkapan ikan di laut.
27. Penerimaan Bagen Pendega Melaut Besarnya bagen yang diterima Pendega melaut (USPM) berhubungan dengan besarnya bagen seluruh ABK, harga ikan dan jumlah ABK. Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan (4.52). USPM = n0 + n1BABK + n2PIK + n3JABK + U14 ……..…………. (4.52) dimana : USPM = penerimaan bagen yang diterima Pendega melaut atas dasar sistem bagi hasil yang berlaku (Rp/tahun)
203
BABK = besarnya bagen yang diterima seluruh ABK (Rp/tahun) PIK
= harga ikan (Rp/Kg)
JABK = jumlah ABK dalam satu unit armada kapal penagkapan ikan (orang) Hipotesis parameter estimasi : n1, n2, n3 0.
28. Penerimaan Pendega Lainnya Melaut Ketika melaut, seorang Pendega
berkesempatan untuk mendapatkan
tambahan pendapatan dengan cara memancing dan atau sisa bekal melaut itu sendiri,
sebagai
penerimaan
Pendega
lainnya
ketika
melaut
(PPLM).
Kesempatan tersebut berhubungan dengan biaya trip melaut, frekuensi melaut dan aset kapal. Hubungan tersebut selanjutnya dapat disusun dalam bentuk persamaan (4.53). PPLM = o0 + o1BTM + o2FQM + o3ASKJ + o4SK + U15 ………….(4.53) dimana : PPLM = jumlah penerimaan Pendega lainnya melaut (Rp/tahun) BTM
= jumlah biaya perbekalan trip melaut (Rp/tahun)
FQM = frekuensi melaut (hari/tahun) ASKJ = aset kapal (GT, ton) SK
= Kearifan Lokal Sistem Kontrak Kerja
Hipotesis parameter estimasi : o1, o2, o3 0. 29. Penerimaan Pendega Melaut Besarnya penerimaan Pendega melaut dari unit armada penangkapan ikan yang dianalisis (PPM) merupakan penjumlahan lawuhan Pendega melaut, penerimaan bagen Pendega melaut dan penerimaan Pendega lainnya melaut, dinyatakan dalam bentuk persamaan identitas (4.54)
204
PPM = LPABK + USPM + PPLM …………………………….. (4.54) dimana : PPM
= penerimaan Pendega melaut (Rp/tahun)
LPABK= penerimaan Pendega lawuhan melaut (Rp/tahun) USPM = penerimaan bagen Pendega melaut (Rp/tahun) PPLM = penerimaan Pendega lainnya melaut (Rp/tahun) 30. Penerimaan Rumahtangga Pendega Melaut Lainnya Rumahtangga Pendega juga memperoleh penerimaan dari melaut lainnya (PPML) dari anggota rumahtangga Pendega. Besarnya berhubungan dengan Pendega melaut, penerimaan
status sumberdaya,
PPML
besarnya bagen yang diperoleh
tingkat pendidikan dan pengalaman Pendega,
rumahtangga Pendega dari agroindustri dan dari
besarnya usaha non-
perikanan. Hubungan tersebut dinyatakan oada persamaan (4.55) PPML = p0 + p1SSDA + p2USPM + p3PDPP + p4YPA + p5YPL + U16 …………………………..…………………. (4.55) dimana : PPML = jumlah penerimaan rumahtangga Pendega dari melaut lainnya (Rp/tahun) SSDA = dummy status sumberdaya di masing-masing wilayah USPM = besarnya bagen yang diterima Pendega melaut pada Unit armada yang dianalisis (Rp/tahun) PDPP = lama pendidikan dan pengalaman Pendega (tahun) YPA
= jumlah penerimaan rumahtangga Pendega dari kegiatan agroindustri (Rp/tahun)
YPL
= jumlah penerimaan rumahtangga Pendega dari kegiatan non- perikanan (Rp/tahun)
Hipotesis parameter estimasi : p1, p3 0; p2, p4, p5 0.
205
31. Pendapatan Rumahtangga Pendega Melaut Pendapatan
rumahtangga Pendega melaut
(YPM) merupakan
penjumlahan penerimaan Pendega melaut (PPM) dan penerimaan Pendega melaut lainnya (PPML), dinyatakan dalam bentuk persamaan identitas (4.56). YPM = PPM + PPML ……………………………………………. (4.56) dimana : YPM
= pendapatan rumahtangga Pendega melaut (Rp/tahun)
PPM
= penerimaan Pendega melaut (Rp/tahun)
PPML = penerimaan Pendega melaut lainnya (Rp/tahun)
32. Pendapatan Total Rumahtangga Pendega Pendapatan total rumahtangga Pendega (YPT) merupakan penjumlahan pendapatan melaut, penerimaan dari
agroindustri
dan
non-perikanan,
dinyatakan dalam bentuk persamaan identitas (4.57). YPT = YPM + YPA + YPL ……………………………………… (4.57) dimana : YPT
= pendapatan total rumahtangga Pendega (Rp/tahun)
YPM
= pendapatan rumahtangga Pendega dari melaut (Rp/tahun)
YPA
= penerimaan rumahtangga Pendega dari agroindustri (Rp/tahun)
YPL
= penerimaan rumahtangga Pendega dari non-perikanan (Rp/tahun)
33. Pendapatan Rumahtangga Pendega yang Dapat Dibelanjakan Adapun pendapatan rumahtangga Pendega yang dapat dibelanjakan (YPSPK) merupakan pendapatan total rumahtangga Pendega (YPT) dikurangi pajak (BPKP), dinyatakan dalam bentuk persamaan identitas (4.58)
206
YPSPK = YPT - BPKP
……………………………………………(4.58)
dimana : YPSPK = pendapatan rumahtangga Pendega yang dapat dibelanjakan (Rp/tahun) YPT
= pendapatan total rumahtangga Pendega (Rp/tahun)
BPKP = biaya-biaya pajak dan pengeluaran lainnya (Rp/tahun).
Blok IV. Pengeluaran Pengeluaran rumahtangga dibelanjakan
dan
karakteristik
rumahtangga. Makin besar
ditentukan oleh pendapatan yang dapat rumahtangga
jumlah
anggota
jumlah anggota rumahtangga, makin besar pula
jumlah pengeluaran rumahtangga tersebut. individu
seperti
Mengingat adanya variabilitas
anggota rumahtangga menurut umur maupun
seks, maka
dalam
pendekatan ekonomi rumahtangga, teori konsumsi individu yang lazim adalah sangat sulit digunakan, karena konsisten dengan
perilaku permintaan
rumahtangga tidak
model yang didasarkan pada perilaku individu dalam
rumahtangga tersebut (Slesnick, 1998). Menurut Deaton (1998), termasuk banyak ahli kebijakan pembangunan lainnya, menyatakan bahwa pilihan kebijakan untuk mengentaskan penduduk dari kemiskinan sangat erat hubungannya dengan tingkat pengeluaran untuk kecukupan pemenuhan kebutuhan pokok pangan. Dalam hal ini, kurva Engel digunakan untuk menganalisis perubahan tingkat pengeluaran individu dalam kaitannya dengan proses pertumbuhan ekonomi. Pada penduduk miskin, elastisitas pengeluaran untuk konsumsi pangan adalah tinggi. Jika elastisitas pengeluaran untuk pangan tinggi, maka berorientasi pada pengentasan menjadi sangat penting.
kebijakan pembangunan yang
dari kemiskinan dan kekurangan pangan
207
Sementara itu, para ahli ilmu-ilmu sosial melihat tingkat kesejahteraan rumahtangga tidak saja berhubungan dengan tingkat pengeluaran konsumsi pangan, tapi disamping
juga
konsumsi kebutuhan pokok
kebutuhan pangan
adalah
(basic-needs) lainnya, yaitu
pakaian, perumahan, kesehatan dan
pendidikan. Dalam penelitian ini, pengelompokan pengeluaran rumahtangga nelayan dikelompokkan menjadi : (1) konsumsi pokok pangan, (2) konsumsi pokok non-pangan dan (3) konsumsi non-pokok. Masalah lain yang berkaitan dengan tingkat kesejahteraan rumahtangga adalah tabungan. Menurut Keynes (1936) yang dikutip oleh Browning dan Lusardi (1996)
sekurang-kurangnya
ada
sembilan
alasan seseorang
menabung, yaitu : 1. Berjaga-jaga terhadap kemungkinan
akan datang
yang tidak
diperkirakan sebelumnya. 2. Antisipasi perubahan pendapatan dan kebutuhan yang akan datang. 3. Memenuhi kesenangan antar waktu. 4. Memenuhi kesenangan peningkatan pengeluaran secara bertahap. 5. Memenuhi kesenangan melakukan apa saja. 6. Keamanan untuk spekulasi dalam kegiatan bisnis. 7. Untuk diwariskan. 8. Memenuhi sikap pelit atau tamak. 9.
Dikumpulkan untuk membeli rumah, mobil atau barang tidak cepat habis lainnya. Alasan
menabung dikelompokkan menjadi dua, yaitu : (1) untuk
kepentingan investasi (INVJ) dalam upaya merawat peralatan armada dan alat tangkap ikan untuk keberlanjutan bisnis dalam rumahtangga Juragan, dan (2) untuk berbagai keperluan dan tujuan (TABJ, untuk Juragan, dan TABP untuk Pendega) seperti untuk memenuhi berbagai kesenangan, atau diwariskan.
208
A. Rumahtangga Juragan 34. Pengeluaran Konsumsi Kebutuhan Pangan Rumahtangga Juragan Pengeluaran konsumsi
pangan
dirumuskan sebagai fungsi dari
pendapatan yang dapat dibelanjakan, jumlah anggota keluarga rumahtangga dan tingkat pendidikan dan pengalaman Juragan. Hubungan
tersebut dinyatakan
dalam persamaan (4.59). KKPPJ = q0 + q1YJSPK + q2AKRJ + q3PDPJ + U17 ……………… (4.59) dimana : KKPPJ = jumlah konsumsi pangan rumahtangga Juragan (Rp/tahun) YJSPK = jumlah pendapatan rumahtangga Juragan yang dapat dibelanjakan (Rp/tahun) AKRJ
= jumlah anggota rumahtangga Juragan (orang)
PDPJ
= lama pendidikan dan pengalaman Juragan (tahun)
Hipotesis parameter estimasi : q1, q2, q3 0.
35.
Pengeluaran
Konsumsi
Kebutuhan
Pokok
Non-Pangan
Rumahtangga Juragan Konsumsi kebutuhan pokok nonpangan (KKPNJ) seperti untuk pakaian, perumahan, kesehatan dan pendidikan anggota rumahtangga
berhubungan
dengan jumlah pendapatan yang dapat dibelanjakan, jumlah angggota rumahtangga
dan konsumsi non-pokok rumahtangga Juragan. Konsumsi
kebutuhan non-pokok antara lain berupa berbagai pengeluaran untuk acara pernikahan, wisata dan pengeluaran barang mewah,
dinyatakan dalam
persamaan (4.60). KKPNJ = r0 + r1YJSPK + r2AKRJ + r3KKNPJ + r4PNG + U18
…… (4.60)
209
dimana : KKPNJ = jumlah konsumsi kebutuhan pokok non-pangan rumahtangga Juragan (Rp/tahun) YJSPK = jumlah pendapatan rumahtangga Juragan yang dapat dibelanjakan (Rp/tahun) AKRJ
= jumlah anggota keluarga rumahtangga Juragan (orang)
KKNPJ = jumlah konsumsi kebutuhan non-pokok rumahtangga Juragan (Rp/tahun) PNG
= Kearifan Lokal Pangambak
Hipotesis parameter estimasi : r1, r2 0; r3 0.
36. Pengeluaran Konsumsi Kebutuhan Pokok Rumahtangga Juragan Konsumsi
kebutuhan
pokok
(KKPJ)
merupakan
penjumlahan
pengeluaran untuk konsumsi kebutuhan pokok pangan rumahatangga Juragan dan konsumsi kebutuhan pokok nonpangan,
dinyatakan dalam
persamaan
identitas (4.61).
KKPJ = KKPPJ + KKPNJ
……………………………………… (4.61)
dimana : KKPJ
= konsumsi kebutuhan pokok rumahtangga Juragan (Rp/tahun)
KKPPJ = konsumsi kebutuhan pokok pangan rumahtangga Juragan (Rp/tahun) KKPNJ = konsumsi kebutuhan pokok nonpangan rumahtangga Juragan (Rp/tahun)
210
37. Pengeluaran Konsumsi Non-Pokok Rumahtangga Juragan Konsumsi non-pokok rumahtangga Juragan (KKNPJ) dengan
pendapatan yang dapat dibelanjakan,
berhubungan
lama pendidikan dan
pengalaman kerja Juragan , besarnya investasi (INVJ) dan tabungan rumahtangga Juragan (TABJ). Dalam penelitian ini, yang dimaksud investasi adalah
anggaran
yang
dikeluarkan atau disimpan
investasi kapal, khususnya untuk
untuk tujuan
merawat
memelihara atau mengganti peralatan
(misalnya mesin kapal, alat tangkap) yang rusak “berat” demi keberlanjutan usaha penangkapan ikan. Hubungan tersebut dinyatakan dalam persamaan (4.62)
KKPNJ = s0 + s1YJSPK + s2PDPJ + s3INVJ + s4TABJ + U19 ………(4.62) dimana : KKNPJ = jumlah konsumsi kebutuhan non-pokok rumahtangga Juragan (Rp/tahun) YJSPK = jumlah pendapatan rumahtangga Juragan yang dapat dibelanjakan (Rp/tahun) PDPJ INVJ
= lama pendidikan dan pengalaman Juragan (tahun) = jumlah pengeluaran investasi
dalam rumahtangga
Juragan (Rp/tahun) TABJ = jumlah tabungan rumahtangga Juragan (Rp/tahun) Hipotesis parameter estimasi : s1 0; s2, s3, s4 0.
38. Pengeluaran
Investasi Rumahtangga Juragan
Pengeluaran untuk
memperbaiki
investasi pada rumahtangga Juragan (INVJ) digunakan peralatan unit armada penangkapan ikan yang rusak.
211
Pengeluaran investasi tersebut berhubungan dengan tingkat pendapatan yang dapat dibelanjakan,
konsumsi kebutuhan
pokok non-pangan dan
tingkat
kekayaan rumahtangga Juragan. Hubungan tersebut dinyatakan
pada
persamaan (4.63).
INVJ = t0 + t1YJSPK + t2KKPNJ + t3HKJ + U20
…………………. (4.63)
dimana : INVJ
= jumlah pengeluaran investasi rumahtangga Juragan (Rp/tahun)
YJSPK = jumlah pendapatan rumahtangga Juragan yang dapat dibelanjakan (Rp/tahun) KKPNJ = jumlah kebutuhan konsumsi pokok non-pangan rumahtangga Juragan (Rp/tahun) HKJ
= jumlah kekayaan rumahtangga Juragan (Rp)
Hipotesis parameter estimasi : t1, t3 0; t2 0.
39. Tabungan Rumahtangga Juragan Besarnya tabungan rumahtangga Juragan merupakan residu dari jumlah pendapatan yang dapat dibelanjakan dikurangi kebutuhan konsumsi pokok, nonpokok dan
besarnya investasi untuk pemeliharaan dan perbaikan armada
penangkapan yang dioperasikan. Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan identitas (4.64).
TABJ = YJSPK – KKPJ – KKNPJ – INVJ ……………………….. (4.64) dimana : TABJ
= tabungan dalam rumahatangga Juragan (Rp/tahun)
212
YJSPK = pendapatan rumahtangga Juragan yang dapat dibelanjakan (Rp/tahun) KKPJ
= konsumsi kebutuhan pokok rumahtangga Juragan (Rp/tahun)
KKNPJ = konsumsi kebutuhan non-pokok rumahatangga Juragan (Rp/tahun) INVJ
= pengeluaran investasi pada rumahatngga Juragan (Rp/tahun)
B. Rumahtangga Pendega Perilaku
pengeluaran
rumahtangga
Pendega
dikelompokkan
sebagaimana halnya pengelompokan pada rumahtangga Juragan, kecuali perilaku
perawatan investasi. Selanjutnya
perilaku pengeluaran pada
rumahtangga Pendega dapat diuraikan sebagai berikut.
40. Pengeluaran Konsumsi Pangan Rumahtangga Pendega Pengeluaran untuk konsumsi kebutuhan pokok pangan rumahtangga Pendega berhubungan dengan
besarnya pendapatan rumahtangga Pendega
yang dapat dibelanjakan, jumlah anggota
rumahtangga Pendega dan
lama
pendidikan dan pengalaman kerja Pendega. Atas dasar hubungan tersebut, persamaan pengeluaran konsumsi pangan dinyatakan dalam persamaan (4.65). KKPPP = u0 + u1YPSPK + u2AKRP + u3PDPP + U21 …………. (4.65) dimana : KKPPP = jumlah pengeluaran untuk konsumsi kebutuhan pokok pangan rumahtangga Pendega (Rp/tahun) YPSPK = jumlah pendapatan rumahtangga Pendega yang dapat dibelanjakan (Rp/tahun)
213
AKRP = jumlah anggora rumahtangga Pendega (orang) PDPP
= lama pendidikan dan pengalaman Pendega (tahun)
Hipotesis parameter estimasi : u1, u2, u3 0.
41. Pengeluaran Konsumsi Pokok Non-Pangan Rumahtangga Pendega Pengeluaran konsumsi kebutuhan pokok non-pangan rumahtangga Pendega berhubungan dengan jumlah pendapatan rumahtangga Pendega yang dapat dibelanjakan,
jumlah anggota rumahtangga Pendega dan
besarnya
tabungan pada rumahtangga Pendega (TABP). Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan (4.66). KKPNP = v0 + v1YPSPK + v2AKRP + v3TTABP + v4 PNG + U22 ……………………….........................…………………(4.66) dimana : YPSPK = jumlah pendapatan rumahtangga Pendega yang dapat dibelanjakan (Rp/tahun) AKRP
= jumlah anggota keluarga rumahtangga Pendega (orang)
TTABP
= jumlah tabungan rumahtangga Pendega (Rp/tahun)
PNG
= Kearifan lokal Pangambak
Hipotesis parameter estimasi : v1, v2 0; v3 0.
42. Pengeluaran Konsumsi Pokok Rumahtangga Pendega Jumlah konsumsi kebutuhan pokok rumahtangga Pendega (KKPP) merupakan penjumlahan dari pengeluaran konsumsi kebutuhan pokok pangan rumahtangga Pendega (KKPPP) dan konsumsi kebutuhan pokok non-pangan (KKPNP). Hubungan tersebut dinyatakan pada persamaan identitas (4.67).
214
KKPP = KKPPP + KKPNP ………………………………..………. (4.67) dimana : KKPP
= konsumsi kebutuhan pokok rumahtangga Pendega (Rp/tahun)
KKPPP = konsumsi kebutuhan pokok pangan rumahtangga Pendega (Rp/tahun) KKPNP = konsumsi kebutuhan pokok nonpangan rumahtangga Pendega (Rp/tahun)
43. Pengeluaran Konsumsi Non-Pokok Rumahtangga Pendega Pengeluaran konsumsi kebutuhan non-pokok (KKNPP) adalah
berhubungan dengan
rumahtangga Pendega
jumlah pendapatan rumahtangga
Pendega yang dapat dibelanjakan, angkatan kerja
dan besarnya tabungan
rumahtangga Pendega. Hubungan tersebut dinyatakan dalam bentuk persamaan (4.68). KKNPP = w0 + w1YPSPK + w2AKPP + w3TTABP + U23 ………… (4.68) dimana : KKNPP = jumlah pengeluaran
konsumsi non-pokok
rumahtangga Pendega (Rp/tahun) YPSPK = jumlah pendapatan rumahtangga Pendega yang dapat dibelanjakan (Rp/tahun) AKPP = jumlah angkatan kerja perempuan rumahtangga Pendega (orang) TTABP = jumlah tabungan rumahtangga Pendega (Rp/tahun) Hipotesis parameter estimasi yang diharapkan : w1, w4 0; w2, w3 0.
215
44. Total Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga Pendega Total pengeluaran
konsumsi
dalam rumahtangga Pendega
(TKPP)
merupakan penjumlahan pengeluaran konsumsi kebutuhan pokok rumahtangga Pendega
dan pengeluaran konsumsi non-pokok rumahtangga Pendega,
dinyatakan sebagai persamaan identitas (4.69). TKKP = KKPP + KKNPP
………………………………………. (4.69)
dimana : TKKP
= total pengeluaran konsumsi rumahtangga Pendega (Rp/tahun)
KKPP
= konsumsi kebutuhan pokok rumahtangga Pendega (Rp/tahun)
KKNPP = konsumsi kebutuhan non-pokok rumahtangga Pendega (Rp/tahun) 45. Tabungan Rumahtangga Pendega Jumlah tabungan rumahtangga Pendega (TTABP) adalah merupakan residu dari pendapatan rumahtangga Pendega yang dapat dibelanjakan (YPSPK) dikurangi pengeluaran untuk konsumsi pokok (KKPP) dan non-pokok (KKNPP), dinyatakan sebagai persamaan identitas (4.70). TTABP = YPSPK - KKPP - KKNPP
……………..…………… (4.70)
dimana : TTABP = tabungan rumahtangga Pendega (Rp/tahun) YPSPK= pendapatan rumahtangga Pendega yang dapat dibelanjakan (Rp/tahun) KKPP = konsumsi kebutuhan pokok rumahtangga Pendega (Rp/tahun) KKNPP = konsumsi kebutuhan non-pokok rumahtangga Pendega (Rp/tahun).