perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB 2 TINAJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1.
Tinjauan Pustaka
Ariany Frederika (2010) melakukan penelitian dengan analisis time cost trade off pada proyek pembangunan Super Villa, Peti Tenget-Bandung. Proyek ini mengalami keterlambatan dalam pelaksanaannya. Alternatif percepatan yang dipilih adalah dengan menambah jam kerja, dari satu jam sampai empat jam tanpa adanya penambahan tenaga kerja. Hasilnya didapatkan biaya optimum pada penambahan satu jam kerja dengan pengurangan biaya dan waktu masing-masing sebesar Rp. 784.104,16 dan 8 hari, sedangkan waktu optimum didapat pada penambahan dua jam kerja, dengan pengurangan waktu dan biaya masing-masing sebesar 14 hari dan Rp. 700.377,35. . Pada tahun 2013 Jevri Krisanto Lumbanbatu melakukan penelitian akselerasi durasi proyek pada Pembangunan Gedung Sekolah Yayasan Pelita Bangsa yang berlokasi di Jl.Iskandar Muda Medan. Metode yang digunakan adalah time cost trade off dengan tujuan utama untuk mengetahui jumlah waktu yang dapat dipercepat dan berapa besar biaya yang akan dikeluarkan. Proyek tersebut dipilih sebagai tempat studi penelitian karena mengalami keterlambatan pekerjaan. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain menyusun jaringan kerja dengan metode Critical Path Method (CPM), mengidentifikasi jalur kritis dan jalur non kritis dan melakukan analisis perhitungan percepatan waktu dan biaya proyek. Hasil perhitungan menunjukkan waktu pelaksanaan normal proyek adalah 244 hari dan biaya normal sebesar Rp. 5,927,497.357.50, dengan menambah 1 jam penambahan jam kerja maka dapat mempercepat waktu sebanyak 16 hari dengan tambahan biaya sebesar Rp. 41,624,455,42 dan Cost Slope sebesar Rp. 1,892,020.68 per hari, dengan menambah 2 jam penambahan jam kerja maka dapat mempercepat waktu sebanyak 33 hari dengan biaya tambahan sebesar Rp. 121,081,991.46 dan nilai Cost Slope sebesar Rp. 3,363,388.64 per hari, dengan commit to user menambah 3 jam penambahan jam kerja maka dapat mempercepat waktu
5
perpustakaan.uns.ac.id
6 digilib.uns.ac.id
sebanyak 45 hari dengan biaya tambahan sebesar Rp. 204,767,925.40 dan nilai Cost Slope sebesar Rp. 4,550,398.34 per hari, dengan menambah 4 jam penambahan jam kerja maka dapat mempercepat waktu sebanyak 56 hari dengan biaya tambahan sebesar Rp. 297,349,168.27 dan nilai Cost Slope sebesar Rp. 5,946,983.36 per hari.
Penelitian Teguh Arifmawan Sudharta (2011) bertujuan untuk melakukan optimasi waktu pelaksanaan proyek konstruksi dengan penambahan jam kerja pada proyek Hotel Penin Sula Bay Resort. Proyek ini mengalami keterlambatan sehingga dipilih sebagai objek penelitian. Penambahan jam kerja sebagai alternatif percepatan yang digunakan yaitu dari satu jam sampai tiga jam kerja. Data-data yang diperlukan berupa data sekunder (RAB, daftar analisis harga satuan, daftar upah, dan time schedule). Dari hasil analisis didapat waktu pelaksanaan pada penambahan satu jam kerja dengan pengurangan waktu pelaksanaan selama 17 hari dari waktu normal 136 hari menjadi 119 hari dan penambahan biaya sebesar Rp 16.227.543,00 dari biaya normal Rp 4.828.817.464,00 menjadi Rp 4.845.045.007,58.
Pada tahun 2011, Rita Nawangsari Pamungkas dan Rizki Taufik Hidayat melakukan penelitian tentang “Analisis Time Cost Trade Off Pada Proyek Konstruksi” dengan mengambil studi kasus pada Proyek Pembangunan Gedung Kuliah Bersama Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Bantuan Pertamina Tahun 2010, Proyek Pembangunan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Proyek Pembangunan Jalan dan Jembatan Lingkar Salatiga (Paket 2). Alternatif yang digunakan adalah penambahan jam kerja (lembur) dan penambahan tenaga kerja dengan tiga asumsi yang digunakan, yaitu crashing 6%, 8%, dan 15%. Hasilnya diperoleh biaya paling optimum untuk Proyek Pembangunan Gedung Kuliah Bersama Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Bantuan Pertamina Tahun 2010 Rp 4.425.169.249,01 dengan waktu penyelesaian proyek selama 22 minggu, untuk Proyek Pembangunan Embung Tambakboyo Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Rp 2.983.466.482,53 dengan waktu commit penyelesaian to user proyek selama 24 minggu, dan
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk Proyek Pembangunan Jalan dan Jembatan Lingkar Salatiga (Paket 2) adalah Rp 17.837.810.592,05 dengan waktu penyelesaian proyek selama 45 minggu.
2.2.
Landasan Teori
2.2.1. Proyek Konstruksi Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan-kegiatan (aktivitas) yang mempunyai saat permulaan dan harus dilaksanakan serta diselesaikan untuk mendapatkan tujuan tertentu.
Menurut Soeharto (1995) proyek merupakan suatu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya terbatas dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan dengan jelas. Mahendra Sultan Syah (2004) mengemukakan bahwa proyek merupakan suatu rangkaian kegiatan yang terencana dan dilaksanakan secara berurutan dengan logika serta menggunakan banyak jenis sumber daya yang dibatasi oleh dimensi biaya, mutu, dan waktu.
Ciri-ciri proyek adalah: a. Memiliki tujuan khusus, produk akhir, atau hasil kerja akhir. b. Jumlah biaya, sasaran jadwal, serat criteria mutu dalam proses mencapai tujuan. c. Bersifat sementara, dalam arti umumnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas. d. Non rutin, tidak berulang-ulang. Jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung.
Terdapat tiga batasan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu: 1. Besar biaya (anggaran) yang dialokasikan. 2. Jadwal kegiatan. 3. Mutu yang harus dipenuhi.
commit to user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Anggaran
Jadwal
Mutu
Gambar 2.1. Batasan untuk Mencapai Sasaran Proyek
Ketiga batasan tersebut disebut dengan tiga kendala (triple constraint) yang bersifat tarik-menarik (tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya) karena saling mempengaruhi. Dari segi teknis, ukuran keberhasilan proyek dikaitkan sejauh mana ketiga sasaran tersebut dapat dipenuhi. Untuk itu diperlukan suatu pengaturan yang baik dengan menerapkan manajemen proyek sehingga perpaduan antara ketiganya dapat terwujud sesuai harapan.
2.2.2. Penjadwalan Proyek Penjadwalan proyek merupakan fase menterjemahkan suatu perencanaan ke dalam suatu diagram-diagram yang sesuai dengan skala waktu. Dengan penjadwalan proyek ini dapat ditentukan kapan mulainya aktivitas-aktivitas proyek, waktu selesainya, bahkan waktu tundanya. Pembiayaan dan pemakaian sumber-sumber daya disesuaikan dengan waktu dan kebutuhan saat itu agar biaya proyek tetap terkendali. Beberapa sumber daya proyek yang berkaitan dengan penjadwalan proyek antara lain manusia, material, peralatan, dan modal kerja.
Menjadwalkan adalah berpikir secara mendalam melalui berbagai persoalanpersoalan, menguji jalur-jalur yang logis serta menyusun berbagai macam tugas, yang menghasilkan suatu kegiatan lengkap, dan menuliskan bermacam-macam kegiatan dalam kerangka yang logis dan rangkain waktu yang tepat (Luthan dan Syafriandi, 2006). commit to user
9 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pada umumnya dikenal dua macam rumpun penjadwalan, yaitu: a. Untuk proyek-proyek yang tidak berulang seperti proyek pembuatan sebuah rumah, gedung, dan jalan yang mempunyai desain, dimensi, serta model yang berbeda-beda. b. Untuk proyek-proyek yang berulang (repetitive) seperti pembuatan sejumlah rumah yang sama (pada proyek perumahan).
Terdapat beberapa metode untuk merencanakan dan menggambarkan secara grafis dari kegiatan konstruksi di lapangan, antara lain: a. Diagram balok (gant chart) b. Diagram garis (time/production graph) c. Diagram panah (arrow diagram) d. Diagram skala waktu (time scale diagram) e. Diagram precedence (precedence diagram)
Adapun tujuan penjadwalan adalah: a. Mempermudah perumusan masalah proyek. b. Menentukan metode atau cara yang sesuai. c. Kelancaran kegiatan lebih terorganisir. d. Mendapatkan hasil yang optimum.
Sedangkan fungsi penjadwalan dalam suatu proyek konstruksi antara lain: a. Menentukan durasi total yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proyek. b. Menentukan waktu pelaksanaan dari masing-masing kegiatan. c. Menentukan kegiatan-kegiatan yang tidak boleh terlambat atau tertunda pelaksanaannya dan menentukan jalur kritis. d. Menentukan kemajuan pelaksanaan proyek. e. Sebagai dasar perhitungan cashflow proyek. f. Sebagai dasar bagi penjadwalan sumber daya proyek, seperti tenaga kerja, material, dan peralatan. g. Sebagai alat pengendalian proyek. commit to user
10 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Mengingat perubahan-perubahan yang selalu terjadi pada saat pelaksanaan, maka beberapa faktor harus diperhatikan untuk membuat jadwal proyek yang cukup efektif, yaitu: a. Secara teknis jadwal tersebut dapat dipertanggungjawabkan (technically feasible). b. Disusun berdasarkan perkiraan atau ramalan yang akurat (reliable estimate) dimana perkiraan waktu, sumber daya, serta biayanya berdasarkan kegiatan pada proyek sebelumnya. c. Sesuai sumber daya yang sesuai. d. Sesuai penjadwalan proyek lainnya yang menggunakan sumber daya yang sama. e. Mudah menyesuaikan terhadap perubahan-perubahan, misalnya perubahan pada spesifikasi proyek. f. Mendetail yang dipakai sebagai alat pengukur hasil yang dicapai dan pengendalian kemajuan proyek. g. Dapat menampilkan kegiatan pokok kritis.
2.2.2.1.
Kurva S
Kurva S mempresentasikan bobot pekerjaan kumulatif pada sumbu vertikal terhadap waktu pada sumbu horizontal. Bobot pekerjaan adalah nilai persentase proyek yang menggambarkan kemajuan proyek tersebut. Pembandingan kurva S rencana dengan kurva pelaksanaan memungkinkan dapat diketahuinya kemajuan pelaksanaan proyek apakah sesuai, lambat, ataupun lebih dari yang direncanakan. (Luthan & Syafriandi, 2006)
Adapun fungsi kurva S adalah sebagai berikut: a. Menentukan waktu penyelesaian proyek. b. Menentukan waktu penyelesaian bagian proyek. c. Menentukan besarnya biaya pelaksanaan proyek. d. Menentukan waktu untuk mendatangkan material dan alat yang akan dipakai. commit to user
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut contoh gambar Kurva S:
Gambar 2.2. Kurva S (Sumber: Mila Nata P.W, Tugas Besar Manajemen Kontruksi Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2013)
2.2.2.2.
Network Planning
Eddy Herjanto (2003) mendefinisikan bahwa perencanaan jaringan kerja (network planning) adalah suatu model yang banyak digunakan dalam penyelenggaraan proyek yang produknya berupa informasi mengenai kegiatan-kegiatan yang ada dalam diagram jaringan kerja yang bersangkutan.
Menurut Sofwan Badri (1997) network planning pada prinsipnya adalah hubungan ketergantungan antara bagian-bagian pekerjaan (variabel) yang digambarkan / divisualisasikan dalam diagram network. Dengan demikian diketahui bagian-bagian pekerjaan mana yang harus didahulukan, bila perlu dilembur (ditambah biaya), pekerjaan mana yang menunggu selesainya pekerjaan yang lain, pekerjaan mana yang tidak perlu tergesa-gesa sehingga alat dan tenaga dapat digeser ke tempat lain demi efisiensi.
Harus ada kepastian tentang ketetapan proyek yang akan dilaksanakan untuk menerapkan network planning pada penyelenggaraan proyek tersebut. Jika sudah ada ketetapan mengenai proyek yang akan dilaksanakan, maka selanjutnya dilakukan tahap aplikasi network planning yang terdiri dari tiga kelompok, yaitu: commit to user pembuatan desain, pemakaian desain, dan perbaikan desain.
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tahapan penyusunan network planning sebagai berikut: a. Identifikasi lingkup proyek dan menguraikannya menjadi komponenkomponen kegiatan. b. Menyusun komponen-komponen kegiatan sesuai urutan logika ketergantungan menjadi jaringan kerja. c. Memberikan perkiraan kurun waktu masing-masing pekerjaan. d. Identifikasi jalur kritis dan kurun waktu penyelesaian proyek. e. Meningkatkan daya guna dan hasil guna pemakaian sumber daya.
A. Precedence Diagram Method (PDM) PDM diperkenalkan oleh J. W. Fondahl dari Universitas Stanford USA pada awal dekade 60-an. Selanjutnya, metode tersebut dikembangkan oleh perusahaan IBM dalam rangka penggunaan komputer untuk memproses hitungan-hitungan yang berkaitan dengan metode PDM.
PDM adalah jaringan kerja yang umumnya berbentuk segi empat, sedangkan anak panahnya hanya sebagai petunjuk kegiatan-kegiatan yang bersangkutan. Dengan demikian, dummy pada PDM tidak diperlukan. (Luthan & Syafriandi, 2006).
PDM merupakan penyempurnaan dari CPM karena pada prinsipnya CPM hanya menggunakan satu jenis hubungan aktivitas yaitu hubungan akhir-awal dimana sebuah kegiatan dapat dimulai apabila kegiatan yang mendahuluinya selesai. Pada PDM sebuah kegiatan dapat dikerjakan tanpa menunggu kegiatan pendahulunya selesai 100%. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara tumpang tindih (overlapping).
Jaringan kerja PDM berupa Activity on Node (AON) dimana tanda panah hanya menyatakan keterkaitan antara kegiatan. Kegiatan dari peristiwa pada PDM ditulis dalam bentuk node yang berbentuk kotak segi empat.
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berikut ini adalah sebagian contoh node yang dipakai pada PDM :
Gambar 2.3. Node Kegiatan PDM
Pada PDM hubungan antar kegiatan berkembang menjadi beberapa kemungkinan berupa konstrain. Konstrain menunjukkan hubungan antar kegiatan dengan satu garis dari node terdahulu ke node berikutnya. Terdapat 4 macam konstrain dalam PDM, yaitu: a. awal ke awal (SS) b. awal ke akhir (SF) c. akhir ke akhir (FF) d. akhir ke awal (FS)
Pada garis konstrain dibubuhkan penjelasan mengenai waktu mendahului (lead) atau terlambat tertunda (lag). Bila kegiatan (i) mendahului (j) dan satuan waktu adalah hari, maka penjelasan lebih lanjut adalah sebagai berikut: a. Konstrain Selesai ke Mulai – FS Konstrain ini memberikan penjelasan hubungan antara mulainya suatu kegiatan dengan selesainya kegiatan terdahulu. Dirumuskan sebagai FS(i-j) = a yang berarti kegiatan (j) mulai a hari, setelah kegiatan yang mendahuluinya (i) selesai. Proyek selalu menginginkan besar angka a sama dengan 0 kecuali bila dijumpai hal-hal tertentu, misalnya akibat iklim yang tidak dapat dicegah, proses kimia atau fisika seperti waktu pengeringan adukan semen, dan mengurus perizinan.
Gambar 2.4. Konstrain FS commit to user
14 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Konstrain Mulai ke Mulai – SS Konstrain ini memberikan penjelasan hubungan antara mulainya suatu kegiatan dengan mulainya kegiatan yang mendahului (predecessor). Atau SS (i-j) = b yang berarti suatu kegiatan (j) mulai setelah b hari kegiatan terdahulu (i) mulai. Konstrain semacam ini terjadi bila sebelum kegiatan terdahulu selesai 100%, maka kegiatan (j) boleh mulai. Atau kegiatan (j) boleh mulai setelah bagian tertentu dari kegiatan (i) selesai. Besar angka b tidak boleh melebihi angka kurun waktu kegiatan terdahulu. Jadi disini terjadi kegiatan tumpang tindih.
Gambar 2.5. Konstrain SS c. Konstrain Selesai ke Selesai – FF Konstrain FF memberikan penjelasan hubungan antara selesainya suatu kegiatan dengan selesainya kegiatan terdahulu. Atau FF (i-j) = c yang berarti suatu kegiatan (j) selesai setelah c hari kegiatan terdahulu (i) selesai. Besar angka c tidak boleh melebihi angka kurun waktu waktu kegiatan yang bersangkutan (j).
Gambar 2.6. Konstrain FF d. Konstrain Mulai ke Selesai – SF Konstrain SF menjelaskan hubungan antara selesainya kegiatan dengan mulainya kegiatan terdahulu. Dituliskan dengan SF (i-j) = d, yang berarti suatu kegiatan (j) selesai setelah d hari kegiatan (i) terdahulu dimulai. Jadi dalam hal ini sebagian dari porsi kegiatan terdahulu harus selesai sebelum bagian akhir kegiatan yang dimaksud boleh diselesaikan.
commit to user
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.7. Konstrain SF
b dan d disebut lead time, sedangkan a dan c disebut lag time.
Menurut Husen (2011) lag adalah sejumlah waktu tunggu dari suatu periode kegiatan J terhadap kegiatan I yang telah dimulai, terjadi pada hubungan SS dan SF sedangkan lead merupakan sejumlah waktu yang mendahului dari suatu periode kegiatan J sesudah kegiatan I sebelum selesai, terjadi pada hubungan FS dan FF.
Jalur dan kegiatan kritis PDM mempunyai sifat sebagai berikut: a. Waktu mulai paling awal dan akhir harus sama (ES = LS). b. Waktu selesai paling awal dan akhir harus sama (EF = LF). c. Kurun waktu kegiatan adalah sama dengan perbedaan waktu selesai paling akhir dengan waktu mulai paling awal (LF – ES = D) d. Bila hanya sebagian dari kegiatan bersifat kritis, maka kegiatan tersebut secara utuh dianggap kritis.
B. Membuat PDM Menggunakan Microsoft Office Project 2007 Microsoft Office Project 2007 merupakan software administrasi proyek yang digunakan untuk melakukan perencanaan, pengelolaan, pengawasan dan pelaporan data dari suatu proyek. Kemudahan penggunaan dan keleluasaan lembar kerja serta cakupan unsur-unsur proyek menjadikan software ini sangat mendukung proses administrasi sebuah proyek. Microsoft Office Project 2007 (atau MSP atau WinProj) adalah suatu manajemen proyek berupa program perangkat
yang
dirancang
untuk
membantu
commit to user
manajer
proyek
dalam
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengembangkan rencana, menetapkan sumber daya untuk tugas-tugas, pelacakan kemajuan, mengelola anggaran dan menganalisis beban kerja.
Dalam skripsi ini, Microsoft Office Project 2007 digunakan untuk membuat network planning dan menentukan lintasan kritis pada aktivitas kegiatan proyek konstruksi. Dimulai dari setting pada calendar kemudian input durasi dan predessor tiap kegiatan, barulah dapat diketahui lintasan kritis yang nantinya akan diidentifikasi dalam perhitungan kenaikan biaya akibat percepatan (cost slope).
2.2.3. Rencana Anggaran Biaya (RAB) RAB adalah rencana pengeluaran biaya proyek yang dianalisis dari perincian macam pekerjaan, volume pekerjaan yang dikalikan harga satuan. RAB diperlukan untuk melakukan pemampatan setelah menyusun network diagram.
Menurut Ibrahim (2001) rencana anggaran biaya suatu bangunan atau proyek adalah perhitungan banyaknya biaya yang diperlukan untuk bahan dan upah serta biaya-biaya lain yang berhubungan dengan pelaksanaan bangunan atau proyek tersebut. Pada dasarnya anggaran biaya ini merupakan bagian terpenting dalam menyelenggarakan pembuatan bangunan itu. Membuat anggaran biaya berarti menaksir atau memperkirakan harga dari suatu barang, bangunan atau benda.
Biaya-biaya yang tercantum dalam RAB merupakan real cost dari pelaksanaan proyek. Harga bahan dan upah untuk masing-masing daerah tidak sama sehingga untuk proyek bangunan yang sama di lokasi daerah yang berbeda mempunyai nilai anggaran biaya yang berbeda.
Setelah proyek berjalan, setiap pengeluaran yang terjadi dicatat sesuai dengan butir-butir yang ada dalam RAB dan dijadikan Realisasi Biaya Pekerjaan (RBP). Jumlah penggunaan dana proyek dalam RBP ini seharusnya lebih kecil atau paling tidak sama dengan yang tercantum dalam RAB, agar didapat keuntungan perusahaan. Namun dalam usaha memperoleh keuntungan ini mestinya tidak commit to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengurangi kualitas dan kuantitas hasil kerja. Oleh karena itu dibutuhkan suatu pengendalian biaya untuk mencapai tujuan tersebut.
2.2.3.1.
Perhitungan Volume
Perhitungan volume pekerjaan adalah bagian paling esensial dalam tahap perencanaan
proyek
konstruksi.
Pengukuran
kuantitas/volume
pekerjaan
konstruksi merupakan suatu proses pengukuran/perhitungan terhadap kuantitas item-item pekerjaan berdasarkan pada gambar atau aktualisasi pekerjaan di lapangan. Dengan mengetahui jumlah volume pekerjaan maka akan diketahui berapa banyak biaya yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek konstruksi tersebut.
2.2.3.2.
Analisis Harga Satuan
Harga satuan adalah perkalian antara koefisien pekerjaan dengan harga upah atau bahan. Harga satuan pekerjaan merupakan faktor yang berpengaruh besar terhadap biaya proyek. Analisis harga satuan berfungsi sebagai pedoman awal perhitungan rencana anggaran biaya yang di dalamya terdapat angka yang menunjukan jumlah material, tenaga dan biaya persatuan pekerjaan. Untuk mendapatkan daftar harga baik bahan maupun upah dapat diperoleh melalui berbagai media antara lain : a. Daftar harga yang dikeluarkan oleh Pemerintah Daerah setempat. b. Daftar harga yang dikeluarkan oleh instansi tertentu. c. Jurnal-jurnal harga bahan dan upah. d. Bappenas. e. Survei harga di lokasi proyek.
Setelah daftar harga diperoleh kemudian dilakukan analisis harga satuan pekerjaan yang dapat dilakukan dengan perhitungan ataupun dengan menggunakan buku analisis BOW ataupun SNI untuk mendapatkan harga koefisien masing-masing pekerjaan, sehingga kemudian akan dapat dilakukan perhitungan RAB. commit to user
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.2.4. Biaya Proyek Biaya yang digunakan di proyek adalah biaya total. Total biaya untuk setiap durasi waktu adalah jumlah biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya tidak langsung bersifat kontinu selama proyek, sehingga pengurangan durasi proyek berarti pengurangan dalam biaya tidak langsung. Biaya langsung dalam grafik akan meningkat jika durasi proyek dikurangi dari awalnya yang direncanakan. Dengan informasi dari grafik, manajer dapat dengan cepat menimbang alternatifalternatif yang mungkin diambil dalam memenuhi deadline waktu yang ditentukan.
2.2.4.1.
Biaya Langsung (Direct Cost)
Biaya langsung secara umum menunjukkan biaya tenaga kerja (menggaji buruh, mandor, pekerja), material dan bahan yang diperlukan, peralatan, dan biaya untuk pemakaian peralatan yang mempunyai hubungan erat dengan aktivitas proyek. Biaya langsung akan bersifat sebagai biaya normal apabila dilakukan dengan metode yang efisien, dan dalam waktu normal proyek. Biaya untuk durasi waktu yang dibebankan (imposed duration date) akan lebih besar dari biaya untuk durasi waktu yang normal, karena biaya langsung diasumsikan dikembangkan dari metode dan waktu yang normal sehingga pengurangan waktu akan menambah biaya dari kegiatan proyek. Total waktu dari semua paket kegiatan dalam proyek menunjukkan total biaya langsung untuk keseluruhan proyek. Proses ini membutuhkan pemilihan beberapa kegiatan kritis yang mempunyai biaya percepatan terkecil.
2.2.4.2.
Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)
Biaya tidak langsung adalah biaya yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi, tetapi harus ada dan tidak dapat dilepaskan dari proyek tersebut. (Frederika, 2010)
Biaya tidak langsung tidak dapat dihubungkan dengan paket kegiatan dalam proyek. Biaya tidak langsung secara langsung bervariasi dengan waktu, oleh commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19 digilib.uns.ac.id
karena itu pengurangan waktu akan menghasilkan pengurangan dalam biaya tidak langsung.
Biaya tidak langsung dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu: a. Biaya pengeluaran umum (general overhead) Contoh dari biaya general overhead ialah biaya operasional kantor seperti pembelian utilitas, sewa akuntan, dan penggajian pegawai. b. Biaya pengeluaran proyek (project overhead) Misalnya supervisi lapangan (site supervise), utilitas lapangan (site utility), asuransi proyek (project insurance), dan biaya penjadwalan (scheduling cost).
2.2.5. Mempercepat Waktu Penyelesaian Proyek Mempercepat waktu penyelesaian proyek berarti melakukan usaha untuk menyelesaikan proyek konstruksi dengan durasi waktu yang lebih cepat dari jadwal yang telah ditentukan sebelumnya. Durasi percepatan (crashing duration) merupakan waktu tersingkat untuk menyelesaikan kegiatan proyek yang secara teknis masih dimungkinkan dengan asumsi sumber daya bukan merupakan hambatan (Soeharto, 1997).
Menurut Mahendra Sultan Syah (2004) alasan perlu dilakukan percepatan adalah: a. Kegiatan proyek yang bersangkutan diharapkan segera selesai sebab sudah merupakan keputusan dan disetujui manajemen atau owner dengan suatu alasan tertentu. b. Karena terjadi keterlambatan pelaksanaan proyek yang sudah melebihi batas toleransi tertentu dan dinilai oleh manajemen atau owner akan sangat mempengaruhi kelancaran dan batas waktu penyelesaian proyek tersebut secara keseluuhan.
Dengan dipercepatnya durasi suatu proyek pasti akan menyebabkan perubahan terhadap biaya dan waktu, yang meliputi: a. Waktu Normal (Normal Duration) merupakan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan sampai selesai dengan tingkat produktivitas normal. commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b. Waktu Dipercepat (Crash Duration) merupakan waktu tersingkat untuk menyelesaikan suatu kegiatan yang secara teknis masih memungkinkan. c. Biaya Normal (Normal Cost) adalah biaya langsung yang diperlukan untuk menyelesaikan kegiatan dengan kurun waktu normal. d. Biaya untuk Waktu Dipercepat (Crash Cost) adalah jumlah biaya langsung untuk menyelesaikan pekerjaan dengan kurun waktu tersingkat.
Dalam skripsi ini, alternatif yang digunakan dalam melakukan percepatan proyek adalah penambahan jam kerja atau melakukan jam lembur. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.102/MEN/VI/2004, upah pekerja untuk lembur adalah: a. 1,5 kali upah sejam untuk 1 jam kerja lembur pertama. b. 2 kali upah sejam untuk jam kerja lembur berikutnya.
Produktivitas kerja lembur diperhitungkan sebesar 75% dari produktivitas normal. Penurunan produktivitas ini disebabkan oleh kelelahan pekerja, keterbatasan pandangan pada malam hari, dan keadaan cuaca yang dingin. Produktivitas kerja merupakan perbandingan antara kuantitas pekerjaan yang dilakukan dengan sumber daya yang digunakan.
Produktivitas harian
=
Produktivitas /jam
=
Volume 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝐷𝑢𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
Produktivitas
harian
7 jam
(2.1)
(2.2)
Produktivitas harian sesudah crash = Produktivitas harian + (3 jam x produktivitas /jam x 75%)
(2.3)
Dari nilai produktivitas harian sesudah crash tersebut dapat dicari waktu penyelesaian proyek setelah dipercepat (crash duration).
Crash duration
=
Volume commit to user (2.4) Produktivitas harian sesudah 𝑐𝑟𝑎𝑠 ℎ
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.2.6. Crash Cost dan Cost Slope Crash cost adalah biaya yang digunakan untuk melaksanakan aktivitas kegiatan proyek dalam jangka waktu sebesar durasi crash-nya. Biaya ini memacu pekerjaan lebih cepat selesai. Nilai crash cost ini akan lebih besar dari normal cost. Besarnya nilai crash cost dapat dihitung menggunakan Persamaan (2.5) dan (2.6).
Biaya upah lembur total = jumlah pekerja x (3 jam x crashing) x biaya lembur /hari
(2.5)
Crash cost
=
biaya langsung normal + biaya upah lembur total
(2.6)
Cost slope
merupakan penambahan biaya langsung per satuan waktu. Pada
dasarnya perlu dicari kegiatan kritis yang akan dipercepat yang memiliki cost slope yang terkecil. Alasan untuk pemilihan kegiatan kritis tergantung pada pengidentifikasian kegiatan-kegiatan dengan waktu normal dan waktu pacu (crash duration) dan biaya yang berhubungan dengannya. Nilai cost slope berbanding lurus dengan nilai crash cost. Semakin besar nilai crash cost, maka nilai cost slope-nya juga semakin besar. Sebaliknya, jika nilai crash cost-nya kecil, maka nilai cost slope-nya juga kecil. Waktu normal untuk kegiatan menunjukkan biaya yang rendah, realistis, penggunaan metode penyelesaian yang efisien dalam kondisi yang normal. Percepatan waktu suatu kegiatan disebut crashing. Rumus cost slope dituliskan dalam Persamaan (2.7).
Cost slope
=
𝐶𝑟𝑎𝑠 ℎ 𝑐𝑜𝑠𝑡 −𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑐𝑜𝑠𝑡 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙 𝑑𝑢𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 −𝐶𝑟𝑎𝑠 ℎ 𝑑𝑢𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛
(2.7)
Hubungan antara waktu-biaya normal dan dipersingkat dapat dilihat pada Gambar 2.8.
commit to user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2.8. Grafik Hubungan Waktu-Biaya Normal dan Dipersingkat untuk Satu Kegiatan (Sumber: Soeharto, 1997)
2.2.7. Analisis Time Cost Trade Off (TCTO) TCTO adalah kompresi jadwal untuk mendapatkan proyek yang lebih menguntungkan dari segi waktu (durasi), biaya, dan pendapatan. Tujuannya adalah memampatkan proyek dengan durasi yang dapat diterima dan meminimalisasi biaya total proyek. Pengurangan durasi proyek dilakukan dengan memilih aktivitas tertentu.
Menurut Ervianto (2004) pengertian TCTO adalah suatu proses yang disengaja, sistematik, dan analitik dengan cara melakukan pengujian dari semua kegiatan dalam suatu proyek yang dipusatkan pada kegiatan yang berada pada jalur kritis. Selanjutnya melakukan kompresi dimulai dari lintasan kritis yang mempunyai nilai cost slope terendah. Kompresi terus dilakukan sampai lintasan kritis mempunyai aktivitas-aktivitas yang telah jenuh seluruhnya (tidak mungkin dikompres lagi).
Setelah diketahui lintasan kritisnya, maka dapat dilakukan analisis pertukaran biaya dan waktu dengan tahapan sebagai berikut: 1. Menentukan crash duration untuk seluruh aktivitas. 2. Menghitung crash cost untuk seluruh aktivitas. 3. Menghitung cost slope serta pemilihan cost slope terendah pada lintasan kritis. commit to user 4. Analisis TCTO yang diuraikan sebagai berikut:
23 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
a. Menyusun jaringan kerja proyek, mencari lintasan kritis dan menghitung cost slope tiap aktivitas. b. Melakukan kompresi pada aktivitas yang berada pada lintasan kritis dan mempunyai cost slope terendah. c. Menyusun kembali jaringan kerja. d. Mengulangi langkah kedua, dimana langkah kedua akan berhenti bila terjadi penambahan lintasan kritis dan bila terdapat lebih dari satu lintasan kritis, maka langkah kedua dilakukan secara serentak pada semua lintasan kritis dan perhitungan cost slope dijumlahkan. e. Langkah dihentikan bila terdapat salah satu lintasan kritis dimana aktivitasaktivitasnya telah jenuh seluruhnya (tidak mungkin dikompres lagi) sehingga pengendalian biaya telah optimum.
Dalam mempercepat penyelesaian suatu proyek dengan melakukan kompresi durasi aktivitas, harus tetap diupayakan agar penambahan dari segi biaya seminimal mungkin. Pengendalian biaya yang dilakukan adalah biaya langsung, karena biaya inilah yang akan bertambah apabila dilakukan pengurangan durasi. Sebaliknya, biaya tidak langsung akan berkurang apabila waktu penyelesaian proyek semakin cepat. Adapun hungan biaya langsung, biaya tidak langsung, dan biaya total terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9. Grafik Hubungan antara Total Biaya Proyek, Biaya Langsung, dan Tidak Langsung dengan Waktu (Sumber: Soeharto, 1997) commit to user