BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1.
Kajian Pustaka Peninjauan
kembali
pustaka-pustaka
yang
terkait
(review
of
related
literature).Sesuai dengan arti tersebut, suatu tinjauan pustaka berfungsi sebagai peninjauan kembali (review) pustaka (laporan penelitian dan sebagainya) tentang masalah yang berkaitan, tidak selalu harus tepat identik dengan bidang permasalahan yang dihadapi tetapi termasuk pula yang sering dan berkaitan (collateral). 2.1.1. Stres Kerja 2.1.1.1. Pengertian Stres Kerja Menurut Robbins dan Judge (2008:368) stres adalah suatu kondisi dinamis dimana seorang individu dihadapkan pada peluang, tuntutan, atau sumber daya yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh individu itu dan hasilnya dipandang tidak pasti dan penting. Menurut Veitzhal Rivai dan Ella Jauvani (2009:1008) menyebutkan bahwa stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seorang karyawan. Menurut Sunyoto (2012:215) stres merupakan suatu kondisi dinamis dimana seseorang dihadapkan pada konfrontasi antara kesempatan, hambatan, atau 11
12
permintaan apa yang dia inginkan dan hasilnya dipersepsikan tidak pasti dan tidak penting. Menurut Cooper dalam Arnold (2005: 310), stres kerja merupakan sebuah kekuatan yang mendorong faktor fisik maupun psikologis diluar jangkauan stabilitas, membuat ketegangan dalam diri individu. Menurut Luthans (2006:441) stres kerja didefinisikan sebagai respon adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis atau perilaku anggota organisasi. Dari uraian diatas dapat didefinisikan bahwa stres kerja merupakan sebuah kekuatan yang mendorong faktor fisik maupun psikologis diluar jangkauan stabilitas, membuat ketegangan dalam diri individu. Dimana karena adanya kekuatan atau gangguan yang muncul membuat kita mengalami ketegangan. 2.1.1.2. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja Cooper dalam Arnold (2005: 395-410), terkait dengan seluruh jenis pekerjaan, menjabarkan tujuh faktor yang menyebabkan stres kerja, antara lain: 1)
Faktor – faktor intrinsik pekerjaan a)
Kondisi lingkungan yang kurang baik
Misalnya lingkungan kerja yang bising, pencahayaan kurang baik, tercium bau – bauan, dan sebagainya. b)
Jam kerja yang lama dan kerja yang terlalu overload
13
Menurut Sparks et al dalam Arnold bahwa jam kerja yang panjang dan terus menerus akan merusak kesehatan fisik dan psikologikal individu tersebut. Adapun dua tipe kerja yang terlalu overload yaitu overload kuantitatif yaitu banyaknya yang harus dikerjakan, dan overload kualitatif yaitu mengacu pada pekerjaan yang terlalu sulit untuk seseorang. c)
Tingkat bahaya dan resiko yang dihadapi Pekerjaan mempunyai resiko atau bahaya yang tinggi akan menghasilkan stress yang tinggi.
d)
Teknologi baru Mengajarkan teknologi baru dengan metode yang lama akan menambah beban karyawan yang sedang dilatih.
2)
Peran dalam organisasi e)
Konflik peran dan ketidakjelasan peran
Konflik peran merupakan hasil dari ketidakkonsistenan harapan – harapan berbagai pihak atau persepsi adanya ketidakcocokan antara tuntutan peran dengan kebutuhan, nilai-nilai individu, dan sebagainya. Sebagai akibatnya seseorang yang mengalami konflik peran akan berada dalam suasana yang terombang-ambing, terjepit, dan serba salah. Selain konflik peran yang sudah dijelaskan diatas.Ketidakjelasan peran juga merupakan salah satu penyebab terjadinya stres di tempat kerja. f)
Tanggung jawab
14
Pada dasarnya, tanggung jawab terdiri dari dua macam yaitu tanggung jawab terhadap orang, dan tanggung jawab terhadap sesuatu, termasuk anggaran, perlengkapan, dan bangunan. Tanggung jawab terhadap orang lain lebih menyebabkan stres, lebih menyebabkan jantung koroner daripada tanggung jawab terhadap sesuatu. Mempunyai tanggung jawab terhadap orang biasanya memerlukan waktu yang lebih banyak untuk berinteraksi dengan sesama, menghadiri pertemuan-pertemuan, dan diharapkan dengan batas waktu. Penelitian membuktikan bahwa senior eksekutif dan semakin besar tanggung jawabnya, maka semakin besar kemungkinan terjadi resiko terkena penyakit jantung koroner.
3)
Hubungan dalam pekerjaan Orang lain dan kita dapat menjadi sumber utama dari stres dan dukungan (Makin et al., dalam Arnold (2005:405). g)
Hubungan dengan superior
Sosik dan Godshalk dalam Arnold (2005:406) telah menunjukan bahwa gaya kepemimpinan yang penuh inspirasi dapat secara signifikan mengurangin jumlah stres kerja yang dialami bawahannya. Untuk mengerti bagaimana cara mengelola atasan, penting untuk dapat mengidentifikasi perbedaan jenis atasan. Cooper et al., dalam Arnold (2005:406) menemukan bahwa terdapat prototype atasan, yaitu birokrat, yang otokrat, yang lihay, manajer enggan terbuka. Masing-masing harus ditangani dengan berbeda jika stres harus diminimalkan.
15
h)
Hubungan antara rekan kerja
Stres di antara rekan kerja dapat timbul dari kompetisi dan konflik pribadi.Kebanyakan orang menghabiskan begitu banyak waktu di tempat kerja, hubungan antara rekan kerja dapat menjadi dukungan yang berharga, atau sebaliknya dapat menjadi sumber stres yang besar. French dan Caplan dalam Arnold (2005:407) menemukan bahwa dukungan yang kuat dari rekan-rekan kerja akan meredakan ketegangan. Dukungan ini juga mengurangi efek tekanan kerja.
4)
Pengembangan karir
i) Job insecurity Perubahan-perubahan lingkungan menimbulkan masalah baru yang mempunyai dampak pada perusahaan. Reorganisasi dirasakan perlu untuk dapat menghadapi perubahan lingkungan dengan lebih baik.Sebagai akibatnya adalah adanya pekerjaan lama yang hilang dan adanya pekerjaan baru. Setiap reorganisasi menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres potensial.
j) Over and Under Promotion Peluang yang kecil untuk promosi, baik karena keadaan tidak mengizinkan maupun karena dilupakan, dapat merupakan pembangkit stres bagi tenaga kerja yang merasa sudah waktunya mendapatkan promosi. Perilaku yang mengganggu, semangat kerja yang rendah dan hubungan antar pribadi yang bermutu rendah,
16
berkaitan dengan stres dari kesenjangan yang dirasakan antara kedudukannya sekarang di organisasi dengan kedudukan yang diharapkan. Sedangkan stres yang timbul karena over-promotion memberikan kondisi beban kerja yang berlebihan serta adanya tuntutan pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
k)
Budaya dan Iklim Organisasi
Bagaimana para tenaga kerja mempersepsikan kebudayaan, kebiasaan, dan iklim dari organisasi adalah penting dalam memahami sumber- sumber stres potensial sebagai hasil dari
beradanya mereka dalam organisasi: kepuasan dan
ketidakpuasan kerja berkaitan dengan penilaian dari struktur dan iklim organisasi.
l)Home-Work Interface Home-Work Interface atau pekerjaan rumah antarmuka biasanya diberi label ‘konflik’ dalam literature stres. Konflik ini dapat berupa salah satu atau dari dua arah: gangguan bekerja dengan keluarga (dimana tuntutan pekerjaan menciptakan kesulitan untuk kehidupan rumah tangga) dan gangguan keluarga dengan pekerjaan (dimana tuntutan kehidupan rumah tangga menciptakan kesulitan untuk bekerja).
2.1.1.3. Gejala-Gejala Stress
17
Menurut Robbins (2008:375-377) seorang individu yang mengalami tingkat stres yang tinggi dapat mengalami tiga kategori gejala umum yaitu: 1)
Gejala fisiologis: perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan menyebabkanserangan jantung.
2)
Gejala psikologis: ketidakpuasan, ketegangan, kecemasan, kejengkelan, kejenuhan dan sikap suka menunda-nunda pekerjaan.
3)
Gejala perilaku: perubahan dalam tingkat produktivitas, kemangkiran dan perputaran karyawan, selain juga perubahan dalam kebiasaan makan, pola merokok, konsumsi alkohol, bicara yang gagap, serta kegelisahan dan ketidakteraturan tidur.
2.1.1.4. Mengelola Stres Menurut Robbins (2008:378), ada dua pendekatan dalam mengelola stres yaitu: 1)
Pendekatan individual Seorang karyawan memiliki tanggung jawab pribadi untuk mengurangi
tingkat stres. Strategi individual yang telah terbukti efektif meliputi penerapan, teknik manajemen waktu, penambahan waktu olahraga, pelatihan relaksasi, dan perluasan jaringan dukungan sosial. Banyak orang tidak pandai mengelola waktu mereka. Karyawan yang teratur, seperti murid yang teratur, sering dapat merampungkan pekerjaan dua kali lebih banyak daripada orang yang kurang
18
teratur. Oleh karena itu pemahaman dan pemanfaatan prinsip-prinsip dasar manajemen waktu dapat membantu individu mengatasi ketegangan akibat tuntutan kerja secara lebih baik. Beberapa prinsip manajemen waktu yang banyak dipraktikan adalah membuat daftar kegiatan harian yang harus dirampungkan, memprioritaskan kegiatan berdasarkan tingkat kepentingan dan urgensinya, menjadwalkan kegiatan menurut prioritas yang telah disusun, serta memahami siklus harian dan menangani pekerjaan yang paling banyak menuntut dala siklus kerja tertinggi ketika anda paling siap dan produktif. Olahraga nonkompetisi seperti aerobic, jalan kaki, jogging, renang, dan naik sepeda juga direkomendasikan oleh para dokter sebagai cara untuk mengatasi tingkat stres yang berlebihan. Bentuk-bentuk latihan fisik ini memperbaiki kapasitas jantung, menurunkan detak jantung saat istirahat, memberikan hiburan mental dari tekanan kerja. Memiliki teman, keluarga, atau rekan kerja untuk diajak bicara penting sebagai suatu saluran ketika tingkat stres menjadi terlalu tinggi. Karena ini, memperluas jaringan dukungan sosial dapat menjadi suatu sarana untuk mengurangi ketegangan.
2)
Pendekatan organisasional Beberapa faktor yang menyebabkan stres terutama tuntutan tugas dan
tuntutan peran dikendalikan oleh menejemen. Dengan sendirinya faktor-faktor tersebut dapat dimodifikasi atau dirubah.Strategi yang manajemen pertimbangkan
19
meliputi seleksi pegawai dan penempatan kerja yang baik, pelatihan, penetapan tujuan yang realistis, pendesainan ulang pekerjaan, peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan dalam komunikasi organisasi, penawaran cuti panjang kepada
karyawan
dan
penyelenggaraan
program-program
kesejahteraan
perusahaan. Setiap individu punya cara yang berbeda dalam mengelola stres. Misalnya, bahwa individu-individu yang pengalamannya sedikit atau orang yang pusat kendalinya eksternal mudah stres. Keputusan-keputusan seleksi dan penempatan harus mempertimbangkan kenyataan ini. Manajemen tidak semestinya membatasi perekruitan hanya pada individu-individu yang berpengalaman dengan pusat kendalinya internal, tapi individu seperti ini biasanya lebih baik dalam beradaptasi terhadap
pekerjaan-pekerjaan
dengan
tingkat
stres
inheren
tinggi
dan
menunaikannya secara lebih efektif.
2.1.2. Organizational Citizenship Behaviour 2.1.2.1. Pengertian Organizational Citizenship Behaviour Organizational Citizenship Behaviour didefinisikan sebagai perilaku seseorang yang mempunyai kebebasan untuk memilih, tidak semata-mata dikarenakan oleh sistem upah (reward) yang resmi, dan hal tersebut dilakukan untuk meningkatkan fungsi efektif dari organisasi (Organ et al., 2006). Hal yang serupa juga dikemukakan oleh Podsakoff, et al., (dalam Adriansyah, 2008) tentang OCB yang didefinisikan sebagai perilaku individu yang mempunyai kebebasan
20
untuk memilih, yang tidak secara langsung, atau eksplisit, diakui oleh sistem upah (reward) secara formal, dan memberi kontribusi terhadap keefektifan fungsi bagi organisasi. Organizational citizenship behaviormerupakan perilaku yang berdasarkan kesukarelaan yang tidak dapat dipaksakan pada batas-batas pekerjaan dan tidak secara resmi menerima penghargaan tetapi mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan produktivitas dan keefektifan organisasi (Organ, 2006) Menurut Robbins dan Coulter (2007:52), Perilaku Kewarganegaraan Organisasional merupakan perilaku bijaksana yang bukan bagian dari pekerjaan resmi karyawan tetapi dengan adanya perilaku ini dapat membuat organisasi menjadi efektif. OCB adalah tipe spesial dari kebiasaan kerja yang mendefinisikan sebagai perilaku individu yang sangat menguntungkan untuk organisasi dan merupakan kebebasan memilih, secara tidak langsung atau secara eksplisit diakui oleh sistem penghargaan formal (Hoffman, 2007). Menurut John (1996) (dalam Budihardjo, 2011) mengemukakan bahwa OCB memiliki karakteristik perilaku sukarela/extra-role behavior yang tidak termasuk dalam uraian jabatan, perilaku yang dilakukan saran atau perintah, perilaku ini bersifat menolong, dan tidak mudah terlihat serta dinilai melalui evaluasi kinerja.
21
Sehingga penulis menyimpulkan, organizational citizenship behaviour merupakan perilaku yang berdasarkan kesukarelaan yang tidak dapat dipaksakan pada batas-batas pekerjaan dan tidak secara resmi menerima penghargaan tetapi mampu memberikan kontribusi bagi perkembangan produktivitas dan keefektifan organisasi. 2.1.2.2. Dimensi-Dimensi OCB Perilakuyang dihasilkan OCB antara lain: membantu rekan kerja, sukarela melakukan kegiatan extra di tempat kerja, menghindari konflik dengan rekan kerja, melindungi properti organisasi, menghargai peraturan yang berlaku dalam organisasi dan toleransi pada situasi yang kurang ideal atau yang tidak menyenangkan di tempat kerja, datang tepat waktu dan memberi saran yang membangun di tempat kerja (Robbins, 2003). Organ, Podsakoff & MacKenzie (2006) dalam (Budihardjo, 2011) membaginya ke dalam 7 dimensi utama yaitu: 1)
Helping Behaviour/ Alturism/ Courtesy Perilaku karyawan dalam menolong rekan kerjanya yang mengalami
kesulitan dalam situasi yang sedang dihadapi baik mengenai tugas dalam organisasi. Dimensi ini mengarahkan kepada memberi pertolongan yang bukan merupakan kewajiban yang ditanggungnya. Contohnya: Membantu rekan kerja dalam menggunakan peralatan tertentu. Hal lain dalam dimensi ini adalah menjaga hubungan yang baik dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah-masalah
22
interpersonal. Seseorang yang memiliki dimensi ini adalah orang yang menghargai dan memperhatikan orang lain. 2)
Organizational loyalty/ spreading goodwill Perilaku
individu
dimana
mereka
berupaya
mempromosikan
citra
perusahaan mereka ke pihak luar.Selain itu individu juga melindungi organisasi dari ancaman pihak luar dan tetap bertahan bekerja di perusahaan itu walaupun keadaan organisasi tidak baik dan beresiko. 3)
Organizational Compliance/ general compliance/ organizational obedience Menunjukan sikap individu yang menerima dan mematuhi seluruh peraturan
organisasi. Hal tersebut bisa dilihat dari karyawan yang tidak pernah melanggar peraturan organisasi walaupun tidak diawasi dan tidak ada sanksi yang berjalan apabila tidak mematuhi. 4)
Sportmanship Menunjukan perilaku yang memberikan toleransi terhadap keadaan yang
kurang ideal dalam organisasi tanpa mengajukan keberatan-keberatan. Seseorang yang mempunyai tingkatan yang tinggi dalam sportsmanship karyawan akan lebih sopan dan bekerja sama dengan yang lain sehingga akan menciptakan lingkungan kerja yang lebih menyenangkan. Dalam hal ini yang dilakukan bukan hanya bertahan tetapi juga harus bersikap positif dan harus rela mengorbankan kepentingan diri sendiri demi kepentingan kelompok.
23
5)
Civic Virtue Perilaku yang mengindikasikan tanggung jawab pada kehidupan organisasi
(mengikuti
perubahan
dalam
organisasi,
mengambil
inisiatif
untuk
merekomendasikan bagaimana operasi atau prosedur-prosedur organisasi dapat diperbaiki dan melindungi sumber-sumber yang dimiliki organisasi). Individu juga aktif dalam menyampaikan gagasan – gagasannya serta melalui pengamatannya pada lingkungan bisnis baik dalam menghadapi ancaman maupun memanfaatkan peluang. Dimensi ini mengarah pada tanggung jawab yang diberikan kepada seseorang untuk meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni. 6)
Conscientiousness Perilaku yang ditunjukan dengan berusaha melebihi dariapa yang diharapkan
perusahaan. Perilaku tersebut melibatkan tindakan kreatif dan inovatif secara sukarela untuk meningkatkan kemampuan dalam tugas demi meningkatkan kinerja organisasi, contohnya: berinisiatif meningkatkan kompentennya dan secara sukarela mengambil tanggung jawab. 7)
Self-development Suatu perilaku dimana individu meningkatkan kompentensi, kemampuan,
keahlian mereka tanpa diminta.Dimensi ini mencangkup pengembangan kompetensi diri dengan kemauan dan bila perlu menggunakan biaya sendiri, misalnya mengikuti kursus atau trainingagar tidak ketinggalan dari kemajuan di
24
bidangnya. Akan lebih baik jika, individu itu mempelajari ilmu dan keterampilan yang baru supaya bisa lebih berkontribusi di dalam organisasi. 2.1.3. Kepuasan Kerja 2.1.3.1. Definisi Kepuasan Kerja Menurut Antoncic, J. A. &Antoncic, B. (2011:590), Employee Satisfaction adalah kepuasan dari para karyawan terhadap pekerjaan mereka dan seberapa besar mereka menyukai pekerjaannya. Selanjutnya, kepuasan kerja mengacu pada sikap karyawan terhadap pekerjaannya. Menurut Robbins & Coulter (2009:300), walaupun kepuasan kerja merupakan sikap bukan perilaku, tetapi hasilnya penting bagi manajer karena karyawan yang puas lebih rajin masuk kerja, memiliki kinerja yang lebih baik, dan niat untuk bertahan di organisasi. Ivancevich, Konopaske, & Matteson (2011:77) menyatakan kepuasan kerja sebagai perilaku yang dimiliki seseorang terhadap pekerjaan mereka. Kepuasan kerja dihasilkan dari persepsi mereka terhadap pekerjaannya dan derajat kesesuaian antara individu dengan organisasi. Sedangkan, Luthans (2006:243) berpendapat bahwa kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting. Sementara, Rivai (2004:475) menyatakan kepuasan kerja pada dasarnya merupakan sesuatu yang bersifat individual. Setiap individu memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang berlaku pada dirinya.
25
Makin tinggi penilaian terhadap kegiatan dirasakan sesuai dengan keingingan individu, maka makin tinggi kepuasannya terhadap kegiatan tersebut. Dengan demikian, kepuasan merupakan evaluasi yang menggambarkan seseorang atas perasaan sikapnya senang atau tidak senang, puas atau tidak puas dalam bekerja. Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah kepuasan kerja adalah hasil dari persepsi karyawan mengenai seberapa baik pekerjaan mereka memberikan hal yang dinilai penting.
2.1.3.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja Luthans (2006:243) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu: a)
Pekerjaan itu sendiri. Isi dari pekerjaan itu sendiri adalah sumber utama dari kepuasan kerja,
dimana pekerjaan memberikan tugas yang menarik, kesempatan untuk belajar, dan kesempatan untuk menerima tanggung jawab. Karyawan cenderung menyukai pekerjaan yang memberikan mereka kesempatan untuk menggunakan kemampuan dan kecakapan serta menawarkan variasi pekerjaan, kebebasan dan umpan balik dari atasan tentang sejauh mana pekerjaan mereka.
b)
Pembayaran (upah atau gaji).
26
Pemberian gaji merupakan imbalan dari perusahaan untuk karyawan atas pelayanan yang telah diberikan oleh karyawan. Gaji dikatakan penentu penting dalam menentukan kepuasan kerja, karena diperlukan untuk memenuhi banyak kebutuhan hidup pegawai. Hal terpenting ialah sejauh mana gaji yang diterima dirasakan adil. Jika gaji di persepsikan sebagai adil didasarkan tuntutan-tuntutan pekerjaan, tingkat keterampilan individu, dan standar gaji yang berlaku untuk kelompok pekerjaan tertentu, maka akan ada kepuasan kerja. c)
Promosi jabatan Merupakan faktor yang berhubungan dengan ada tidaknya kesempatan
untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja. Promosi menunjuk pada suatu kesempatan untuk memperoleh jenjang tertentu yang lebih tinggi dalam organisasi. Kesempatan tersebut bisa timbul karena berbagai faktor diantaranya pengetahuan dan kemampuan yang tinggi dalam menyelesaikan pekerjaan. Pencapaian prestasi tertentu juga memungkinkan diberikanya kesempatan untuk mendapatkan jenjang jabatan yang lebih menantang
d)
Hubungan dengan Rekan kerja (co-workers). Merupakan faktor yang berhubungan dengan hubungan antara pegawai
dengan atasanya dan pegawai yang lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaanya. Bagi kebanyakan karyawan, kerja juga mengisi kebutuhan akan sosial. Oleh karena itu, bila mempunyai rekan kerja, kelompok kerja yang kohesif, ramah dan menyenangkan dapat menciptakan kepuasan kerja yang meningkat. Dukungan, motivasi, perhatian, dan tingkat pemahaman ditunjukan sebagai suatu
27
proses positif dari sebuah interaksi antar sesama pegawai dalam organisasi. Kesetiakawanan, kerukunan dan kesediaan untuk saling bekerjasama antar teman sekerja merupakan sumber bagi peningkatan kepuasan kerja.
e)
Atasan Supervisi adalah kemampuan seorang atasan untuk memberikan bantuan
secara teknis maupun memberikan dukungan, baik dalah hal mengarahkan, memimpin, dan mengembangkan karyawan yang bekerja dibawah divisinya. Para atasan umumnya menaruh perhatian yang cukup untuk memperhatikan bawahannya, tapi beberapa diantaranya tidak cukup menaruh perhatian. Cara-cara atasan dalam memperlakukan bawahannya dapat menjadi menyenangkan atau tidak menyenangkan bagi bawahannya tersebut, dan hal ini mempengaruhi kepuasan kerja. Hubungan antara bawahan dan atasan sangat penting gunanya dalam perusahaan, oleh sebab itu, penting bagi para bawahan untuk mengetahui harapan atasan mereka. Atasan yang baik mampu menghargai pekerjaan bawahannya.Bagi karyawan, atasan bisa dianggap sebagai figur ayah/ ibu/ atau teman, sekaligus atasan. Hubungan antara mereka disebut functional attraction yang menjelaskan sejauh mana karyawan merasa atasannya membantu mereka dalam mencapai hasil yang terbaik. Dengan kata lain, konsep ini adalah sejauh mana atasan memberikan peluang kepada karyawannya melalui tugas-tugas yang mereka berikan dan umpan balik dari karyawan.
28
f)
Kondisi Kerja Faktor ini lebih banyak berkaitan dengan kondisi fisik lingkungan kerja.
Jika kondisi kerjanya berkualitas baik misalnya tampak bersih dan menarik, maka individu akan dapat lebih semangat melaksanakan pekerjaannya. Sebaliknya jika kondisi lingkungan kerja tidak berkualitas baik misalnya kotor, berisik dan panas, maka individu seringkali tidak betah dan mengeluh dalam bekerja.
2.1.3.4. Respon-Respon Ketidakpuasan Kerja Menurut Robbins (2008:111-112), rasa ketidakpuasan karyawan dapat diungkapkan kedalam berbagai tindakan seperti: 1)
Keluar (exit): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan, termasuk mencari pekerjaan lain.
2)
Menyuarakan (voice): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki kondisi, termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan atasannya.
3)
Mengabaikan (neglect): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk, termasuk misalnya, sering absen, atau datang terlambat, upaya berkurang, kesalahan yang dibuat makin banyak.
4)
Kesetiaan (loyalty): Ketidakpuasan kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi lebih baik, termasuk
29
membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki kondisi.
2.1.4. Retensi Karyawan 2.1.4.1. Definisi Retensi Karyawan Berdasarkan Mathis & Jackson (2006:126-128), retensi karyawan merupakan upaya untuk mempertahankan karyawan di dalam organisasi. Retensi karyawan mengacu pada berbagai kebijakan dan praktik yang mengarahkan karyawan agar bertahan di organisasi untuk jangka waktu yang lebih lama. Setiap organisasi menginvestasikan waktu dan uang untuk mengembangkan rekruitmen baru agar calon karyawan siap bekerja dan dapat menyamai karyawan yang sudah ada (Gayathri, Sivaraman, & Kamalambal, 2012). Selanjutnya, menurut Gayathri et al (2012) kehilangan karyawan selalu berarti kehilangan pengetahuan, modal, keahlian, dan pengalaman. Maka, menjadi kehilangan yang sangat besar bagi organisasi apabila organisasi kehilangan orang yang sangat terlatih. Bila organisasi kehilangan seseorang dengan banyak pengetahuan, pada dasarnya organisasi telah kehilangan pendapatan yang seharusnya dihasilkan karyawan tersebut. Jadi, sangat penting bagi organisasi agar tidak kehilangan karyawan, yang dapat mengakibatkan kerugian dan inefisiensi dalam pekerjaan organisasi. Sehingga perlu dikembangkan langkah-langkah yang diperlukan agar perusahaan dapat mempertahankan aset sumber daya manusianya.
30
Semakin mengembangkan
besar
karyawan
kebijakan
sumber
merasa daya
organisasi manusia
tempatnya
yang
bekerja
berpusat
pada
kesejahteraan secara profesional, maka semakin kecil kecenderungan karyawan untuk meninggalkan organisasi yang mempekerjakan mereka (Paille, Bordeau & Galois, 2010). Selanjutnya, Paille, Bordeau & Galois (2010) menyimpulkan berdasarkan manajemen sumber daya manusia dan perilaku organisasi, bahwa semakin tinggi kepuasan karyawan terhadap kondisi pekerjaannya di dalam organisasi maka semakin kecil kemungkinan karyawan untuk meninggalkan organisasi. Dengan demikian, kecilnya tingkat karyawan yang keluar dari organisasi menunjukkan besarnya tingkat retensi karyawan di dalam organisasi. Blakely et al (2003) dan Podsakoff et al (2000) dalam Paille, Bordeau & Galois (2010) menambahkan bahwa apabila kepuasan karyawan terhadap kondisi pekerjaan mereka tinggi, karyawan akan semakin lebih menunjukan upaya sukarela untuk menolong organisasi mencapai efisiensi yang lebih baik.
2.1.4.2. Faktor-Faktor Retensi Karyawan Mathis & Jackson (2006:128-135) menyampaikan bahwa, ada beberapa faktor penentu terhadap retensi karyawan, yaitu: 1)
Komponen Organisasional
31
Beberapa komponen organisasional mempengaruhi karyawan dalam memutuskan apakah bertahan atau meninggalkan perusahaan mereka. Organisasi yang memiliki budaya dan nilai yang positif serta berbeda mengalami perputaran karyawan yang lebih rendah. Strategi, peluang, dan manajemen organisasional di dalam perusahaan yang dikelola dengan baik juga akan mempengaruhi retensi karyawan. 2)
Peluang Karier Organisasional Survei terhadap karyawan di semua jenis pekerjaan tetap menunjukkan
bahwa usaha pengembangan karir organisasional dapat mempengaruhi tingkat retensi karyawan secara signifikan. Faktor-faktor yang mendasarinya adalah pelatihan karyawan secara kontinu yang dilakukan perusahaan, pengembangan dan bimbingan karier terhadap seseorang, serta perencanaan karier formal di dalam suatu organisasi. 3)
Penghargaan dan Retensi Karyawan Penghargaan nyata yang diterima karyawan karena bekerja, datang dan
pembentukan gaji, insentif, dan tunjangan. Menurut survei dan pengalaman, satu hal yang penting terhadap retensi karyawan adalah mempunyai praktik kompensasi yang kompetitif. Penghargaan yang kompetitif tersebut dapat dilakukan dalam bentuk gaji dan tunjangan yang kompetitif, penghargaan berdasarkan kinerja, pengakuan terhadap karyawan serta tunjangan dan bonus spesial.
32
4)
Rancangan Tugas dan Pekerjaan Faktor mendasar yang mempengaruhi retensi karyawan adalah sifat dari
tugas dan pekerjaan yang dilakukan.Beberapa organisasi menemukan bahwa angka perputaran karyawan yang tinggi dalam beberapa bulan lamanya pekerjaan sering kali dihubungkan dengan usaha penyaringan seleksi yang kurang memadai. Rancangan tugas dan pekerjaan yang baik harus memperhatikan unsur tanggung jawab, fleksibilitas kerja karyawan, kondisi kerja yang baik (faktor fisik dan lingkungan seperti, ruang, pencahayaan, suhu, kegaduhan dan sejenisnya), dan keseimbangan kerja/kehidupan karyawan. 5)
Hubungan Karyawan Hubungan yang dimiliki para karyawan dalam organisasi menjadi faktor
yang diketahui dapat mempengaruhi retensi karyawan. Apabila karyawan memperoleh perlakuan yang adil atau tidak diskriminatif, mendapat dukungan dari supervisor atau manajemen, dan memiliki hubungan dengan rekan kerja yang baik, maka hal-hal ini akan mempengaruhi retensi karyawan.
2.1.5.
Kajian Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan Berikut ini adalah hasil penelitian-penelitian terdahulu yang dianggap
relevan dengan penelitian yang akan dilakukan penulis:
33
1.
Penelitian oleh Paille, Pascal (2011) yang berjudul “Stressful Work, Citizenship Behaviour and Intention to Leave The Organization in a High Turnover Environment: Examining the Mediating Role of Job Satisfaction”. Berdasarkan penelitian tersebut, kepuasan kerja dipahami sebagai proses mediasi yang dimana stressful work mempengaruhi hasil intention to leavedan citizenship behavior melalui kepuasan yang diperoleh karyawan. Juga diketahui bahwa Stressful work tidak memiliki hubungan dengan OCB (Organizational Citizenhip Behaviour), dan satisfaction. Job Satisfaction juga didapati memiliki pengaruh positif terhadap OCB dalam organisasi. Selanjutnya dalam penelitian, Stressful Work memiliki hasil pengaruh yang negatif dengan Job Satisfactiondan Intention to Leave. JobSatisfaction dan OCB memiliki pengaruh negatif terhadap intention to leave dari karyawan.
2.
Penelitian oleh Triyanto, Agus., dan Santosa (2009) yang berjudul “Organizational Citizenship Behaviour (OCB) dan Pengaruhnya Terhadap Keinginan Keluar dan Kepuasan Kerja Karyawan. Bedasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa OCB secara negatif tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada Turnover Intention, namun secara positif berpengaruh secara signifikan terhadap Job Satisfaction.
34
2.2. Kerangka Pemikiran
Stres Kerja (X1): • Faktor intrinsik pekerjaan • Peraturan di organisasi • Hubungan dalam pekerjaan • Pengembangan karir • Budaya dan iklim organisasi • Home-work interface Kepuasan Kerja (Y): • Pekerjaan itu sendiri • Pembayaran • Kesempatan promosi • Rekan kerja • Kondisi kerja • Atasan
• • • • • • •
Organizational Citizenship behavior(X2): Alturism Organization loyalty Organizational Compliance Sportmanship Civic Virtue Conscientiousnes Self Development
Gambar 2.1Kerangka Pemikiran Keterangan
: : Berpengaruh secara simultan : Berpengaruh secara parsial
Retensi Karyawan (Z): • Komponen organisasional • Peluang karier organisasional • Penghargaan • Rancangan tugas dan pekerjaan • Hubungan karyawan
35
2.3. Hipotesis Menurut Sarjono dan Julianita (2011: 23), Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan penelitian dimana hipotesis harus dinyatakan secara jelas, masuk akal, dapat diuji, dan mampu menjelaskan hubunfgan antar variabel.Hipotesis penelitian berdasarkan tujuan-tujuan penelitian adalah sebagai berikut: 1)
Hipotesis untuk T-1 • Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2 dan Y H0= Stres kerja(X1) dan Organizational Citizenship Behaviour(X2) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja(Y). Ha= Stres kerja(X1) dan Organizational Citizenship Behaviour(X2) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kepuasan kerja(Y).
2)
Hipotesis untuk T-2 • Hipotesis pengujian secara simultan antara X1, X2, Y dan Z H0= Stres kerja (X1), Organizational Citizenship Behaviour (X2) dan kepuasan kerja (Y) tidak berpengaruh secara signifikan terhadap variabel retensi karyawan (Z). Ha= Stres kerja (X1), Organizational Citizenship Behaviour (X2) dan kepuasan kerja (Y) berpengaruh secara signifikan terhadap variabel retensi karyawan (Z).