BAB 2 DASAR TEORI Bab ini akan membahas mengenai gambaran umum metode pengolahan citra dijital, anatomi kulit beserta jenis-jenis kulit, deskripsi singkat mengenai moisturizer, definisi umum mengenai tekstur beserta metode-metode yang digunakan untuk melakukan analisis tekstur, dan pengantar mengenai sistem jaringan saraf tiruan yang digunakan.
2.1 Pengolahan Citra Dijital Secara umum, terminologi pengolahan citra dijital mengacu pada proses pengolahan/manipulasi dari citra dua dimensi dengan menggunakan komputer. Jika ditinjau dari sudut pandang yang lain, pengertian tersebut menyatakan pemrosesan secara dijital dari berbagai data dua dimensi. Pengolahan citra dijital memiliki bidang aplikasi yang cukup luas, seperti halnya remote sensing melalui satelit, transmisi dan penyimpanan citra untuk berbagai aplikasi bisnis dan bidang lainnya, pengolahan citra medis, radar, dan bidangbidang terkait lainnya. Teknologi dijital modern sekarang ini telah memungkinkan proses manipulasi sinyal multi-dimensi menggunakan sistem yang sederhana sampai sistem yang canggih sekalipun. Tujuan dari proses manipulasi ini dapat dibagi menjadi tiga buah kategori dan digambarkan melalui diagram di bawah ini:
Gambar 2. 1. Diagram dasar sistem pengolahan citra
8
2.1.1
Definisi Citra Dijital Sebuah citra didefinisikan sebagai fungsi dua dimensi f(x,y), dimana x dan y
merupakan koordinat spasial (ruang) dan amplitudo fungsi f pada pasangan koordinat (x,y) adalah intensitas atau nilai derajat keabuan (gray level) citra pada titik tersebut. Jika komponen-komponen x, y dan nilai ampitudo f merupakan bilangan yang diskrit dan terbatas, maka citra tersebut adalah citra dijital. Nilai amplitudo citra selalu berupa bilangan riil atau bilangan bulat (karena biasanya merupakan hasil dari proses kuantisasi). Bidang pengolahan citra dijital mengacu pada pemrosesan citra-citra dijital menggunakan komputer. Suatu citra digital terdiri dari jumlah elemen yang terbatas, dimana setiap elemen tersebut memiliki lokasi dan nilai tertentu. Elemen-elemen tersebut dikenal dengan elemen citra (piksel). Suatu citra dijital a[m,n] dideskripsikan dalam ruang diskrit dua dimensi yang diturunkan dari citra analog a(x,y) dalam ruang kontinu dua dimensi melalui proses sampling yang sering dikenal dengan proses dijitisasi. Citra kontinu dua dimensi a(x,y) dibagi menjadi N baris dan M kolom. Nilai yang diberikan pada koordinat integer [m,n] dengan {m=0,1,2,...,M-1} dan {n=0,1,2,...,N-1} adalah nilai dari a[m,n]. Biasanya komponen-komponen a(x,y) merupakan fungsi dari beberapa variabel, termasuk kedalaman (depth/ z), warna (λ), dan waktu (t).
Gambar 2. 2. Proses dijitisasi dari suatu citra kontinu
9
Citra yang ditampilkan pada gambar 2.2 telah dibagi menjadi N = 16 baris dan M = 16 kolom. Proses untuk merepresentasikan amplitudo sinyal dua dimensi pada koordinat yang diberikan sebagai nilai integer dengan tingkat derajat keabu-abuan L sering dianggap sebagai proses kuantisasi. Nilai dari derajat keabu-abuan yang jelas terlihat merupakan bilangan kelipatan pangkat dua, sehingga L = 2B, dimana B merupakan jumlah bit dalam representasi bilangan biner dari tingkat brightness. Jika B>1, maka citra tersebut dinamakan citra derajat abu-abu (grayscale), jika B=1 makan citra tersebut adalah citra biner. Pada citra biner, hanya ada dua nilai derajat keabu-abuan, yaitu “hitam” dan “putih” direpresentasikan dengan “0” dan”1”.
Gambar 2. 3. Contoh citra dijital; citra berwarna (RGB); citra biner; citra keabuan (grayscale)
2.1.2
Hubungan Ketetanggaan Antar Piksel Dalam melakukan beberapa metode analisis citra, ada suatu hubungan yang
harus diperhitungkan di antara piksel-piksel citra tersebut. Piksel-piksel di dalam citra membentuk suatu matriks tertentu yang nantinya akan digunakan dalam proses analisis yang lebih lanjut. Setiap elemen matriks tersebut memiliki hubungan ketetanggaan dengan elemen-elemen yang berada di sekitarnya. Hal ini cukup berguna untuk beberapa aplikasi bidang pengolahan citra. Sebuah piksel p dalam koordinat (x,y) memiliki empat hubungan ketetanggaan dengan orientasi horisontal dan vertikal dimana koordinatnya diberikan sebagai berikut:
(x + 1, y ), (x − 1, y ), (x, y + 1), (x, y − 1)
10
Setiap piksel merupakan satuan jarak dari koordinat pusat (x,y). Selain itu, ada pula hubungan ketetanggan dalam orientasi diagonal dari piksel p yang memiliki koordinat sebagai berikut:
(x + 1, y + 1), (x + 1, y − 1), (x − 1, y + 1), (x − 1, y − 1) Hubungan ketetanggaan semacam ini akan digunakan untuk membentuk suatu matriks kookurensi.
2.1.3
Operasi-operasi Pengolahan Citra Operasi-operasi yang dilakukan dalam bidang pengolahan citra cukup
bervariasi dan dapat dikelompokan sebagai berikut: 1. Perbaikan kualitas citra (image enhancement) Operasi perbaikan kualitas citra merupakan suatu metode pengolahan citra yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra dengan melakukan manipulasi terhadap parameter-parameter citra tersebut. Dengan kata lain, tujuan dari proses ini adalah untuk menekankan beberapa fitur citra tertentu untuk analisis lebih lanjut. Proses ini seringkali dibutuhkan dalam pengolahan citra karena citra yang akan diproses dianggap belum cukup baik untuk dianalisis, misalnya citra tersebut terlebih dahulu terkena derau (noise) pada saat pengambilan data, kontrasnya kurang baik, efek blurring, dan sebagainya. Operasi ini sangat berguna untuk proses ekstraksi fitur, analisis citra, dan menampilkan informasi visual. Contoh proses-proses spesifik yang sering dilakukan dalam operasi ini adalah peningkatan kualitas kontras (contrast enhancement), noise filtering, perataan histogram, peningkatan tepian obyek (edge enhancement), dan lain-lain. 2. Restorasi citra (image restoration) Operasi
restorasi
citra
mengacu
pada
proses
untuk
meminimumkan/menghilangkan kerusakan (adanya degradasi) pada suatu citra. Cara-cara yang sering dilakukan adalah proses deblurring, noise filtering, pengoreksian distorsi geometrik, dan lain-lain. Secara umum, tujuan dari operasi restorasi citra ini hampir serupa dengan operasi
11
perbaikan kualitas citra. Akan tetapi, faktor yang membedakan keduanya adalah dimana pada operasi restorasi ini, penyebab kerusakan pada citra telah diketahui. 3. Kompresi citra (image compression) Data-data yang berhubungan dengan informasi visual memiliki kapasitas yang sangat besar. Walaupun kapasitas tempat penyimpanan cukup besar, tetapi biasanya waktu pengaksesan data visual berbanding lurus terhadap kapasitasnya sehingga akan memakan waktu yang lebih lama. Operasi kompresi citra akan mengurangi jumlah bit yang dibutuhkan dalam proses penyimpanan atau pengiriman citra tanpa kehilangan informasi yang besar dan untuk mengecilkan ukuran data. 4. Analisis citra (image analysis) Operasi analisis citra akan melakukan proses perhitungan secara kuantitatif dari suatu citra untuk menghasilkan/memberikan deskripsi tertentu dari citra yang bersangkutan. Operasi ini memerlukan proses ekstraksi dari beberapa fitur tertentu yang dapat membantu dalam proses identifikasi obyek. Salah satu cara yang sering dilakukan adalah proses segmentasi citra, dimana segmentasi tersebut akan memisahkan obyek yang diinginkan dari lingkungan sekitarnya. Proses segmentasi citra bertujuan untuk memilah-milah citra berdasarkan daerah dengan kriteriakriteria tertentu. Segmentasi citra sering digunakan pada proses pengenalan pola. Contoh-contoh operasi yang digunakan untuk analisis citra adalah deteksi tepian obyek (edge detection), ekstraksi fitur, dan sebagainya. 5. Rekonstruksi citra (image reconstruction) Operasi ini merupakan kasus khusus dari operasi restorasi citra dimana obyek dua dimensi atau obyek dengan dimensi yang lebih tinggi akan dibentuk dari beberapa citra proyeksi satu dimensi. Metode ini banyak digunakan dalam bidang pencitraan medis, misalnya rekonstruksi citra menggunakan sinar X (CT-Scan) ataupun medan magnet (MRI/Magnetic Resonance Imaging).
12
2.2 Anatomi Kulit dan Jenis-jenis Kulit 2.2.1. Anatomi Kulit Di dalam pengertian dermatologi, kulit merupakan suatu organ yang termasuk dalam sistem integumen (komponen pelindung bagian luar tubuh), yang terbentuk dari beberapa lapisan jaringan epitel yang menjaga bagian-bagian di bawahnya, seperti otot dan organ-organ lainnya. Sebagai salah satu organ yang memiliki kontak langsung dengan lingkungan, kulit memiliki peranan utama yang penting untuk perlindungan terhadap bibit penyakit. Dengan kata lain, kulit dapat berperan sebagai tempat interaksi dengan dunia luar dan barisan pertahanan pertama untuk melawan segala efek-efek lingkungan yang tidak bersahabat dan cenderung berbahaya. Gambar 2.4 menunjukkan gambar melintang dari kulit secara umum.
Gambar 2. 4. Gambar penampang melintang kulit (Sumber: Wikipedia.org)
Kulit dikenal sebagai organ tubuh manusia yang paling besar dan luas. Hal tersebut terlihat dari perannya di permukaan luar yang menutupi tubuh dan memiliki luas permukaan terbesar jika dibandingkan organ-organ yang lain.
13
Fungsi umum dari kulit adalah sebagai berikut: •
Sebagai perlindungan dari jaringan-jaringan dan organ-organ di bawahnya terhadap luka kecil, kehilangan cairan, dan bahan-bahan kimia berbahaya.
•
Sebagai tempat ekskresi tubuh yang berupa garam, air, dan sisa-sisa organik lainnya yang dikeluarkan oleh kelenjar integumen.
•
Sebagai
perawatan
untuk
menjaga
kestabilan
temperatur
tubuh
(homeostasis), baik melalui lapisan isolasi maupun proses pendinginan dengan penguapan, sebagaimana diperlukan. •
Penyimpanan lemak di bagian adipocytes dalam lapisan dermis dan di bagian jaringan adipose dalam lapisan subcutaneous, serta air dan lemak.
•
Sebagai indera perasa terhadap sentuhan, tekanan, sakit/nyeri, dan rangsangan temperatur, dan segala informasi yang berkaitan dengan sistem saraf. Pada dasarnya, kulit terdiri dari dua lapisan yang mencakup lapisan ketiga
yang bersifat lemak. Ketiga lapisan ini memiliki fungsi, ketebalan, dan kekuatan yang berbeda-beda. Lapisan kulit terluar dinamakan lapisan epidermis, yang merupakan lapisan pelindung yang cukup baik (bersifat kedap air) dan mengandung komponen melanocytes yang memproduksi melanin. Lapisan yang kedua (berada di bawah lapisan epidermis) dinamakan lapisan dermis, yang berisi saraf-saraf, kelenjar keringat, kelenjar minyak, dan folikel-folikel rambut. Tepat di bawah dua lapisan tersebut adalah lapisan lemak dari jaringan subcutaneous, yang dikenal dengan subcutis atau hipodermis. Lapisan epidermis merupakan lapisan kulit yang terluar. Hal tersebut tentu saja sangat penting dari sudut pandang peneliti kosmetik karena lapisan itulah yang memberikan suatu gambaran nyata tentang karakteristik tekstur dan kelembabannya serta memiliki peran utama dalam penentuan warna kulit.
14
2.2.2. Deskripsi Singkat Lapisan-lapisan Kulit 2.2.2.1 Epidermis Lapisan epidermis merupakan lapisan kulit yang terluar dari kulit makhluk hidup. Lapisan ini berfungsi sebagai pelindung dan lapisan kedap air, yang menutupi seluruh permukaan tubuh dan terbentuk dari jaringan epitel dengan dasar lapisan basal lamina. Lapisan epidermis dapat dibagi menjadi lapisanlapisan sebagai berikut (dimulai dari lapisan terluar): corneum, lucidum (hanya terdapat di telapak tangan dan telapak kaki), granulosum, spinosum, dan basale. Gambar 2.5 menunjukkan penampang melintang dari lapisan epidermis.
Gambar 2. 5. Bagian penampang melintang lapisan epidermis (Sumber: Wikipedia.org)
Komponen kulit yang menjadi fokus utama dalam laporan tugas akhir ini adalah lapisan stratum corneum. Lapisan stratum corneum merupakan bagian terluar dari lapisan epidermis (lapisan terluar dari kulit). Oleh karena itu, lapisan tersebut merupakan komponen pertama kulit yang berinteraksi secara langsung dengan berbagai jenis kosmetik dan berbagai komponen eksternal lainnya, misalnya bibit penyakit (virus dan bakteri), debu, dan lain-lain.
2.2.2.2 Dermis Lapisan dermis merupakan lapisan kulit yang berada di bawah lapisan epidermis yang terdiri dari jaringan-jaringan penghubung antar lapisan kulit.
15
Lapisan dermis berhubungan langsung dengan lapisan epidermis melalui komponen basement membrane. Lapisan ini berisi folikel-folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar sebaceous, kelenjar apocrine, dan pembuluh darah. Lapisan dermis dijaga keutuhannya oleh suatu jenis protein yang disebut kolagen dan lapisan ini juga mengandung reseptor untuk sensasi sakit dan sentuhan.
2.2.2.3 Lapisan Subcutaneous Lapisan subcutaneous merupakan lapisan terdalam dari kulit. Lapisan ini terdiri dari jaringan kolagen dan sel-sel lemak, yang membantu untuk menjaga panas tubuh dan melindungi organ-organ lainnya dari cedera dengan berperan sebagai penahan guncangan/getaran.
2.2.3. Jenis-jenis Kulit Kulit dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis berdasarkan teksturnya. Proses untuk mengetahui berbagai jenis kulit merupakan hal yang cukup penting, sehingga dapat ditentukan beberapa perawatan yang cocok bagi kulit tersebut. Berikut ini merupakan beberapa jenis kulit manusia:
2.2.3.1 Kulit Normal Kulit jenis normal merupakan jenis kulit yang ideal, karena jenis kulit ini memiliki tekstur yang baik dengan permukaan yang lentur dan halus. Selain itu, kulit ini juga memiliki keseimbangan yang baik antara komponen minyak dan air (kelembaban) sehingga kulit akan terasa lembab, tidak berminyak maupun kering. Pori-porinya halus dan hampir tidak terlihat.
2.2.3.2 Kulit Kering Kulit kering memiliki kadar minyak (sebum) yang rendah dan terkadang bersifat sensitif. Kulit ini memiliki permukaan yang kering karena jenis ini tidak mampu untuk menahan kelembaban. Kulit kering memiliki penampilan agak pecah-pecah dan cenderung mudah mengelupas. Jenis kulit ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kelenjar minyak tidak cukup memproduksi cairan lubrikasi
16
bagi kulit, kondisi genetis/keturunan, diet yang kurang baik (kekurangan vitamin A dan B juga dapat mengakibatkan kulit kering), dan faktor-faktor eksternal (penyinaran sinar matahari, angin, cuaca dingin, bahan-bahan kimia atau kosmetik). Kulit kering sering memiliki masalah dalam cuaca yang dingin dan proses penuaan akan terjadi lebih cepat dibandingkan kulit normal dan berminyak.
2.2.3.3 Kulit Berminyak Kulit berminyak memiliki permukaan yang agak mengkilap, tebal, dan tidak terlalu berwarna. Pada jenis kulit ini, kelenjar sebaceous yang memproduksi minyak melakukan aktivitas yang agak berlebihan sehingga menghasilkan minyak melebihi batas yang diperlukan. Pori-pori kulit tampak membesar dan kulitnya memiliki tampilan yang agak kasar. Kelebihan minyak di permukaan kulit akan menarik berbagai macam jenis kotoran dan debu dari lingkungan sekitar. Jenis kulit ini terjadi karena beberapa sebab, seperti misalnya adanya faktor keturunan (hereditas), tingkat aktivitas hormon jenis kosmetik yang digunakan, dan kadar kelembaban serta cuaca yang panas. Jenis kulit ini sering kali terjadi pada saat masa-masa remaja, tetapi dapat juga terjadi pada usia berapapun. Laju aliran minyak (sebum) akan meningkat pada masa remaja dan mulai menurun seiring bertambahnya usia.
2.2.3.4 Kulit Kombinasi Jenis kulit ini merupakan jenis yang paling umum. Jenis kulit ini merupakan gabungan dari kulit berminyak dan kulit kering, dimana daerah-daerah di wajah memiliki sifat berminyak dan daerah lainnya kulit kering. Biasanya terdapat suatu daerah pusat yang sangat berminyak, misalnya pada daerah dahi dan hidung dan daerah yang cukup kering di bagian pipi dan beberapa daerah di sekitar mata dan mulut. Daerah pusat yang berminyak sering disebut sebagai T-zone.
17
Gambar 2. 6. Daerah T-zone di bagian wajah (Sumber: www.webindia123.com)
2.3 Moisturizer 2.3.1
Pengantar Mengenai Moisturizer Moisturizer merupakan campuran bahan-bahan kimia kompleks yang khusus
dibuat untuk menghaluskan dan melenturkan lapisan eksternal kulit (bagian epidermis), dengan cara meningkatkan sifat hidrasinya (kadar air dalam kulit). Selain untuk memberikan atau mengembalikan tingkat hidrasi normal kulit, moisturizer dapat memiliki beberapa efek tambahan bagi para penggunannya, misalnya untuk membentuk suatu lapisan penghalang untuk mencegah kehilangan air melalui jaringan epidermis, memperbaiki sisik-sisik pada kulit, memperbaiki kulit yang rusak atau kering karena pengaruh lingkungan eksternal atau internal (seperti halnya jerawat atau kulit kering), memperbaiki atau menunda efek penuaan dini pada kulit, dan sebagainya. Pembuatan moisturizer harus melalui prosedur yang cukup ketat dan aman. Moisturizer merupakan produk yang paling banyak digunakan untuk perawatan kulit. Walaupun moisturizer yang sederhana dan efektif dapat dibuat dari dua atau tiga jenis bahan kimia, seperti misalnya stearat, minyak zaitun, air, dan gliserin, akan tetapi untuk dijadikan produk komersial yang sangat kompleks dan memiliki banyak kegunaan di dalamnya, maka moisturizer harus mengandung komponenkomponen sebagai berikut: y Humectants Humectants merupakan suatu bahan kimia yang menarik air jika digunakan pada kulit (pelembab). Humectants dapat meningkatkan TEWL. Contoh bahan-bahan yang bersifat humectants adalah gliserin, sorbitol, urea, alpha hydroxy acids (AHAs), asam laktat, dan gula.
18
y Occlusion Lanolin merupakan bahan pertama yang digunakan sebagai sistem penghalang (occlusive). Lanolin berfungsi untuk mencegah pelepasan air melalui kulit. y Natural Moisturising Factors (NMF) NMF merupakan gabungan dari beberapa bahan-bahan kimia yang memiliki berat molekul yang rendah. Bahan-bahan tersebut meliputi asam amino, asam laktat, urea, amonia, sitrat, natrium, kalium, kalsium, magnesium, fosfat, klorin, gula, asam organik, peptida, dan bahan-bahan lainnya. Sebagian besar dari bahan-bahan tersebut sering ditambahkan ke dalam komposisi moisturizer untuk membantu sifat higroskopiknya. Jika terlalu banyak mengandung bahan-bahan ini maka akan mengakibatkan terjadinya iritasi. y Emollients Fungsi bahan-bahan yang bersifat emollients adalah menghaluskan kulit kasar (pelembut lapisan stratum corneum), mengubah penampilan kulit, sebagai pelumas, menggantikan lemak kulit alami, dan berperan sebagai penghalang (occlusion). Komponen emollients terdiri dari air di dalam emulsi minyak, sehingga minyak merupakan komponen terbesar yaitu sekitar 3-25%. Contoh untuk bahan emollients adalah lanolin (bahan organik kompleks pertama yang digunakan dalam moisturizer untuk wajah dan badan, yang diekstrak dari wol). y Emulsifier, bahan pengawet, dan wewangian. y Lubricant & Grease Komponen ini merupakan suatu bahan kimia, seperti pelumas, yang mampu untuk mengurangi gesekan dan panas saat digunakan sebagai lapisan tipis di antara permukaan padat; sesuatu yang mengurangi atau mencegah gesekan Suatu penjelasan sederhana mengenai mekanisme kerja moisturizer menyatakan bahwa air, yang nantinya akan menghilang dari kulit, disimpan oleh
19
komponen yang bersifat higroskopik (penarik komponen air) pada bagian stratum corneum. Moisturizer memberikan penghalang sementara dari benda luar yang dapat merusak bagian stratum corneum, yang memungkinkan adanya waktu perbaikan untuk lapisan ini.
2.3.2
Mekanisme Kerja Moisturizer Kecukupan kadar air yang berada dalam lapisan epidermis akan menjaga
kulit dari kondisi kekeringan dan meningkatkan fleksibilitasnya. Cadangan air tersebut berasal dari lapisan kulit yang lebih dalam dan bergerak ke atas menuju lapisan yang berada di atasnya. Pada akhirnya, air akan berada di lapisan kulit terluar dan akan segera menguap. Dengan kadar air yang cukup di dalam tubuh, maka kulit dapat menjaga kelembabannya. Faktor-faktor lain seperti misalnya temperatur dan kondisi kulit akan mempengaruhi kondisi penyimpanan kelembaban kulit. Oleh karena itu, kemampuan kulit untuk menarik maupun menahan air akan mempengaruhi kelembaban kulit. Moisturizer dapat bekerja dalam dua cara, yaitu dapat digunakan untuk memperlambat laju pelepasan air dari kulit atau dapat meningkatkan kemampuan penetrasi air ke dalam kulit. Moisturizer akan bekerja efektif untuk menjaga kulit agar tetap mengandung air. Komponen occlusion efektif untuk mempertahankan kelembaban yang sudah ada dalam kulit. Jika tidak ada kelembaban lagi dalam kulit tersebut, maka tidak akan didapatkan hasil yang diinginkan sekalipun telah menggunakan moisturizer. Komponen humectants akan meningkatkan kadar air dalam kulit karena komponen ini bekerja dengan menarik air menuju lapisan terluar, yaitu stratum corneum. Komponen emollients akan mengisi ruang-ruang di antara lapisan kulit dan memberikan penampilan halus bagi kulit. Jika kulit yang bersangkutan berada dalam kondisi yang kering dan sering berada dalam temperatur yang cukup tinggi, maka kadar airnya akan sangat terbatas untuk dijadikan modal kerja moisturizer.
20
2.4 Tekstur 2.4.1
Teori Tekstur Secara umum, tekstur seringkali menyediakan berbagai sumber informasi
visual yang alamiah. Tekstur merupakan sesuatu yang sangat menarik, tidak hanya karena merupakan komponen penting dalam analisis citra untuk proses pengenalan (recognition), segmentasi dan sintesis, akan tetapi dapat berperan sebagai alat bantu untuk memahami mekanisme dasar dari persepsi visual manusia. Tekstur merupakan karakteristik intrinsik suatu jenis citra yang berhubungan dengan tingkat kekasaran (roughness) dan keteraturan (regularity) susunan struktural dari piksel citra. Aspek-aspek tersebut dapat dimanfaatkan untuk proses segmentasi, klasifikasi, maupun interpretasi citra. Obyek-obyek yang memiliki karakteristik tekstural biasanya diamati sebagai obyek buatan (artificial) maupun alami (natural). Contohnya adalah teksturtekstur pada kayu, tumbuh-tumbuhan, material, dan kulit. Walaupun tekstur merupakan suatu bidang penelitian yang cukup penting, tetapi belum ada definisi yang benar-benar pasti untuk merepresentasikan tekstur. Alasan utamanya adalah tekstur-tekstur alami sering menampilkan sifat-sifat yang saling bertentangan, seperti misalnya regularity dengan randomness, uniformity dengan distortion, yang agak sulit untuk dideskripsikan dalam aturan yang seragam. Walaupun begitu, beberapa peneliti memiliki definisi sendiri mengenai tekstur sesuai dengan aplikasi yang sedang dikerjakannya.
Gambar 2. 7. Contoh tekstur alami (natural)
21
Gambar 2. 8. Contoh tekstur reguler buatan (artificial)
2.4.2
Analisis Tekstur Ada empat buah kategori besar dalam bidang analisis tekstur, yaitu:
1. Ekstraksi fitur: menghitung suatu karakteristik dari citra dijital yang dapat mendeskripsikan sifat-sifat teksturalnya secara numerik. 2. Segmentasi tekstur: memilah-milah suatu citra bertekstur menjadi beberapa daerah, dimana setiap daerah tersebut berhubungan dengan tekstur-tekstur yang homogen. 3. Klasifikasi tekstur: untuk menentukan kelompok dari tekstur-tekstur homogen menuju sejumlah kelas yang sudah didefinisikan. 4. Pembentukan obyek dari tekstur: untuk merekonstruksi geometri permukaan tiga dimensi (atau obyek dengan dimensi yang lebih tinggi) dari berbagai informasi tekstural. Di dalam proses yang umum dilakukan, biasanya tahap ekstraksi fitur merupakan tahapan pertama dari proses analisis citra tekstural dan hasilnya akan digunakan untuk proses selanjutnya. Analisis tekstur memiliki peran yang cukup penting pada banyak aplikasi pengolahan citra, mulai dari metode penginderaan jauh sampai pencitraan medis. Tujuan utama dari penelitian tentang tekstur adalah untuk memahami, memodelkan dan memproses tekstur, serta untuk mensimulasikan proses pembelajaran sistem visual manusia menggunakan komputer. Sistem yang biasa digunakan adalah sebagai berikut:
22
Gambar 2. 9. Sistem yang biasa digunakan dalam bidang computer vision
Analisis tesktur berusaha untuk mencari suatu deskripsi kuantitatif umum, efisien, dan sederhana dari tekstur sehingga berbagai operasi matematis dapat digunakan untuk mengubah, membandingkan, dan mentransformasikan tekstur. Sebagian besar algoritma analisis tekstur cenderung melakukan proses ekstraksi fitur dan menghasilkan suatu skema pengkodean citra untuk merepresentasikan fitur-fitur yang dipilih. Beberapa aplikasi yang berhubungan dengan analisis tekstur adalah klasifikasi tekstur, segmentasi tekstur, bentuk dari tekstur, dan sintesis tekstur [13]. Sistem visual manusia mampu untuk mengenali dan membedakan tekstur dengan mudah. Akan tetapi, proses tersebut menjadi sesuatu yang lebih sulit untuk dilakukan perhitungan oleh komputer jika didasarkan pada parameterparameter tertentu. Oleh karena itu, masalah-masalah yang dihadapi dalam analisis tekstur akan dibatasi pada proses membedakan antara beberapa nilai derajat
keabuan
(gray-level
values).
Hal
tersebut
dimaksudkan
untuk
mempermudah proses komputasi yang akan dilakukan. Berbagai pendekatan untuk melakukan proses analisis tekstur dapat dikategorikan menjadi: 1. Metode struktural Metode pendekatan struktural akan mendefinisikan tekstur melalui komponen-komponen mikro-tekstur yang sudah didefinisikan dan kaidahkaidah penyusunan spasial dari komponen-komponen mikro tersebut (membentuk makro-tekstur). Keuntungan utamanya adalah pendekatan ini memberikan suatu deskripsi simbolik yang baik dari citra. Bagaimanapun, fitur-fitur yang didapatkan akan lebih bermanfaat untuk proses sintesis daripada keperluan analisis.
23
2. Metode statistik Berbeda dengan pendekatan struktural, pendekatan statistik tidak akan menentukan struktur-struktur hirarki dari citra tekstural. Pendekatan statistik akan merepresentasikan tekstur secara tidak langsung melalui sifat-sifat non-deterministiknya yang mengatur distribusi dan hubungan antar nilai derajat keabu-abuan dari citra tersebut. Metode statistik orde kedua yang paling populer untuk melakukan analisis tekstur berasal dari pembentukkan matriks kookurensi [1, 2]. 3. Metode model-based Pendekatan model-based dalam analisis tekstur biasanya menggunakan model fractal dan stokastik. Model fractal sangat berguna untuk memodelkan beberapa tekstur-tekstur natural, analisis tekstur maupun segmentasi tekstur 4. Metode transformasi Metode transformasi dalam analisis tekstur, seperti Fourier, Gabor, dan Wavelet, mencoba merepresentasikan suatu citra dalam domain yang memiliki sebuah interpretasi tertentu yang berhubungan erat dengan karateristik tekstural tersebut (seperti frekuensi dan sebagainya). Analisis tekstur seringkali dilakukan dengan mengamati pola ketetanggaan antar piksel dalam domain spasial dan dua macam persoalan yang berkaitan dengan analisis tekstur adalah: •
Ekstraksi ciri Ekstraksi ciri merupakan suatu langkah awal dalam melakukan klasifikasi dan interpretasi citra. Adapun metode-metode yang sering digunakan adalah ekstraksi ciri statistik orde pertama dan orde kedua.
•
Segmentasi citra Segmentasi citra merupakan suatu proses untuk memisahkan suatu daerah pada citra dengan daerah lainnya. Segmentasi citra bertekstur tidak didasarkan
pada
intensitas
piksel
24
per
piksel,
tetapi
perlu
mempertimbangkan perulangan pola dalam suatu wilayah ketetanggaan lokal.
2.4.3
Ekstraksi Ciri Statistik Seperti sudah disebutkan pada penjelasan di atas, bahwa dalam melakukan
proses analisis tekstur, tahap pertama yang biasa dilakukan adalah proses ekstraksi fitur, yang kemudian akan dilanjutkan pada proses klasifikasi, segmentasi, ataupun rekonstruksi citra. Untuk menganalisis apakah dua buah tekstur dapat dibedakan, maka salah satu parameter yang dihitung adalah komponen statistik orde pertama dan orde keduanya. Ekstraksi ciri statistik orde pertama dilakukan melalui histogram citra yang bersangkutan (histogram menunjukkan probabilitas kemunculan nilai derajat keabuan/intensitas piksel pada suatu citra). Nilai-nilai tersebut hanya bergantung pada nilai piksel secara individual dan bukan merupakan hasil interaksi (sifat kookurensi) dari nilai-nilai piksel yang bersebelahan. Sedangkan ciri statistik orde kedua dilakukan dengan menggunakan matriks kookurensi, yaitu suatu matriks yang merepresentasikan hubungan ketetanggaan antar piksel di dalam suatu citra pada berbagai orientasi dan jarak spasial. Para peneliti menemukan bahwa tekstur yang memiliki sifat statistik orde pertama yang serupa tetapi memiliki sifat statistik orde kedua yang berbeda, dapat dengan mudah dibedakan. Hal tersebut memberi sebuah kesimpulan yaitu sifat statistik orde kedua dapat digunakan untuk membedakan citra tekstural.
Gambar 2. 10. Contoh metode ekstraksi ciri statistik; histogram citra; hubungan ketetanggaan antar piksel sebagai fungsi orientasi dan jarak spasial
25
Bagian ini hanya akan menitikberatkan pada pembahasan mengenai ciri statistik orde kedua saja, dengan memberikan informasi singkat mengenai ciri statistik orde pertama.
2.4.3.1 Ekstraksi Ciri Orde Pertama Ekstraksi ciri statistik merupakan metode pengambilan ciri yang didasarkan pada histogram citra. Dari nilai-nilai histogram yang dihasilkan, dapat dihitung beberapa parameter ciri statistik orde pertama, antara lain: a. Mean (μ) Parameter ini dirumuskan sebagai berikut:
μ = ∑ f n p( f n )
(2.1)
n
dimana fn merupakan suatu nilai intensitas keabuan citra, sedangkan p(fn) menunjukkan nilai histogramnya (probabilitas kemunculan intensitas tersebut pada citra). b. Variance Menunjukkan variasi elemen pada histogram dari suatu citra.
σ 2 = ∑ ( f n − μ ) p( f n ) 2
(2.2)
n
c. Skewness
α3 =
1
σ
3
∑( f
n
− μ ) p( f n )
(2.3)
∑( f
n
− μ ) p( f n ) − 3
(2.4)
3
n
d. Kurtosis
α4 =
1
σ
4
4
n
e. Entropy Menunjukkan ukuran ketidakteraturan bentuk dari suatu citra. H = −∑ p( f n )⋅ 2 log p( f n ) n
26
(2.5)
2.4.3.2 Ekstraksi Ciri Orde Kedua Pada beberapa kasus, metode ekstraksi ciri orde pertama tidak dapat lagi digunakan untuk mengetahui perbedaan antar citra bertekstur. Oleh karena itu, pengambilan ciri statistik orde kedua harus dilakukan. Metode ekstraksi ciri orde kedua dilakukan dengan menghitung suatu hubungan ketetanggaan antara dua piksel pada jarak dan orientasi tertentu. Pendekatan ini dilakukan dengan membentuk suatu matriks kookurensi dari data citra yang bersangkutan dan dilanjutkan dengan menentukan beberapa ciri sebagai fungsi dari matriks tersebut. Gambar 2.11 di bawah ini akan memberikan ilustrasi mengenai pembentukkan matriks kookurensi.
Gambar 2. 11. Proses pembentukkan matriks kookurensi dengan jarak d = 1 dan θ = 0o
Kookurensi berarti suatu kejadian bersama dan dalam kasus ini dapat diartikan sebagai jumlah kejadian satu tingkat nilai piksel bertetangga dengan satu tingkat nilai piksel lain dalam jarak (d) dan orientasi (θ) tertentu. Jarak dinyatakan dalam piksel dan orientasi dinyatakan dalam derajat. Orientasi sudut dibentuk dalam empat arah dengan interval sudut 45o, yaitu 0o, 45o, 90o, dan 135o. Sedangkan jarak antar piksel biasanya ditetapkan sebesar satu piksel. Pemilihan besarnya jarak piksel sebenarnya tidak ada peraturan yang mengikat, karena setiap jarak yang berbeda dapat berperan sebagai fitur tersendiri. Biasanya jarak yang dipilih akan bergantung pada besarnya dimensi citra yang akan dianalisis, misalnya jika citra memiliki dimensi cukup besar (1024 x 1024 piksel), maka jarak piksel sebesar 1 sampai 10 piksel (atau bahkan lebih) dapat digunakan. Hal tersebut digunakan untuk menyederhanakan proses perhitungan yang mungkin terlalu rumit.
27
Setelah memperoleh matriks kookurensi tersebut, maka langkah selanjutnya adalah menghitung ciri statistik orde kedua. Beberapa parameter statistik orde kedua antara lain: a. Angular Second Moment Menunjukkan ukuran sifat homogenitas citra. ASM = ∑∑ {p (i, j )}
2
i
(2.6)
j
dimana p(i,j) menyatakan nilai pada baris i dan kolom j pada matriks kookurensi. b. Contrast Secara visual, nilai kekontrasan adalah ukuran variasi antar derajat keabuan suatu daerah citra. ⎡ CON = ∑ k 2 ⎢∑∑ p (i, n ⎣ i j
⎤ j )⎥ , ⎦
i− j =k
(2.7)
c. Correlation COR =
∑∑ (ij )⋅ p(i, j ) − μ i
x
μy
j
(2.8)
σ xσ y
d. Variance Menunjukkan variasi elemen-elemen matriks kookurensi. Citra dengan transisi derajat keabuan kecil akan memiliki variansi yang kecil pula.
VAR = ∑∑ (i − μ x )( j − μ y ) p(i, j ) i
(2.9)
j
e. Inverse Different Moment Menunjukkan kehomogenan citra yang berderajat keabuan sejenis. Citra homogen akan memiliki harga IDM yang besar. IDM = ∑∑ i
j
p (i, j )
1 + (i − j )
2
(2.10)
f. Entropy Menunjukkan ukuran ketidakteraturan bentuk. Harga ENT besar untuk citra dengan transisi derajat keabuan merata dan bernilai kecil jika struktur citra tidak teratur (bervariasi).
28
ENT2 = −∑∑ p(i, j )⋅ 2 log p(i, j ) i
(2.11)
j
2.5 Jaringan Saraf Tiruan
Jaringan saraf tiruan (JST) merupakan suatu sistem pemrosesan informasi dengan karakteristik menyerupai jaringan saraf biologis dan dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan saraf biologis tersebut. Secara sederhana, JST meliputi elemen-elemen pengolahan sederhana (neuron) yang dapat menunjukkan karakteristik data yang kompleks, yang ditentukan dari hubungan-hubungan antara elemen-elemen pengolahan dan elemen-elemen parameter.
Gambar 2. 12. Gambaran sistem jaringan saraf tiruan secara umum
JST merupakan sistem yang bersifat adaptif yang dapat mengubah strukturnya sendiri berdasarkan informasi internal maupun eksternal yang memasuki jaringan tersebut selama masa pembelajaran. Salah satu keuntungan utama dari JST adalah JST dapat digunakan untuk menentukan hubungan kompleks antara suatu kelompok input dengan kelompok output untuk menemukan kecenderungan pola-pola datanya. JST merupakan suatu metode pemodelan data yang dapat membawa dan merepresentasikan hubungan antara komponen masukan dan keluaran yang bersifat kompleks. Perilaku sistem JST yang menyerupai otak manusia bekerja sebagai berikut: 1. Sistem JST mendapatkan pengetahuan melalui proses pembelajaran (training).
29
2. Pengetahuan sistem JST disimpan dalam hubungan-hubungan antarneuron yang biasa disebut dengan bobot sinaptik, atau bobot saja.
2.5.1
Model Neuron
Gambar di bawah ini menunjukkan masukan skalar tunggal dengan komponen bias di setiap summing junction.
Gambar 2. 13. Contoh sistem JST dengan masukan tunggal dan bias di summing junction
Masukan skalar p dikirimkan melalui suatu hubungan dengan mengalikan nilainya dengan suatu bobot skalar w, yang hasilnya juga berupa skalar. Pada bagian summing junction, hasil perkalian wp akan ditambahkan dengan komponen bias b. Hasil tersebut akan berperan sebagai masukan dari komponen fungsi aktivasi f. Persamaan akhir yang merepresentasikan sistem tersebut adalah a = f (wp + b ) . Ada beberapa buah jenis sistem JST, akan tetapi mereka semua memiliki empat komponen dasar yang sama, yaitu: 1. Sekelompok unit pengolahan 2. Sekelompok hubungan-hubungan antar neuron 3. Prosedur penghitungan 4. Prosedur pembelajaran/pelatihan (training) JST terdiri dari banyak sekali unit-unit pengolahan data yang sederhana, yang dapat dianalogikan sebagai neuron di dalam otak manusia. Unit-unit tersebut bekerja sekaligus untuk mendukung keselarasan antara satu unit dengan unit yang
30
lain. Unit-unit di dalam JST biasanya dibagi menjadi unit masukan, yang menerima data mentah dari lingkungan luar; unit tersembunyi (hidden unit), yang dapat mengubah karakteristik suatu data; dan unit keluaran, yang menghasilkan keputusan atau hasil numerik tertentu.
Gambar 2. 14. Macam topologi JST; (a) unstructured; (b) layered; (c) recurrent; (d) modular
Unit-unit dalam JST diatur sedemikian rupa ke dalam suatu topologi dengan sekelompok hubungan atau bobot (ditunjukkan dengan garis pada gambar 2.14). Setiap bobot memiliki nilai riil, dengan jangkauan antara - ∞ s/d + ∞. Bobot-bobot tersebut dapat berubah-ubah sebagai akibat dari proses pelatihan.
Gambar 2. 15. Aktivasi unit komputasi; x = masukan, w = bobot, b = bias, F = unit aktivasi, y = keluaran
Proses perhitungan selalu dimulai dengan memberikan pola komponen masukan ke dalam JST. Secara sederhana, prosesnya dimulai dengan penghitungan komponen masukan terlebih dahulu dan kemudian dilanjutkan
31
dengan penghitungan nilai fungsi aktivasi keluaran dari masukan tersebut. Persamaan yang umum digunakan adalah V j = ∑ xi wi + b j , dimana x i
merupakan komponen masukan, V merupakan hasil dari bagian summing junction, y merupakan nilai fungsi aktivasi F, dan b merupakan nilai bias dari setiap bagian summing junction. Fungsi aktivasi (atau transfer function) dapat bersifat deterministik ataupun stokastik. Fungsi aktivasi yang bersifat deterministik biasanya merupakan salah satu dari ketiga bentuk ini, yaitu linier, threshold, dan sigmoidal (gambar 2.16).
Gambar 2. 16. Fungsi aktivasi deterministik; (a) linier; (b) threshold; (c) sigmoidal
Di dalam bentuk linier, persamaan yang dibutuhkan adalah y = F (V ) = V
(2.12)
dimana komponen keluaran bersifat proporsional dengan masukannya. Bentuk linier macam ini jarang digunakan karena kinerjanya tidak terlalu baik. Bentuk fungsi aktivasi yang lain, yaitu threshold memiliki persamaan yang lain, yaitu:
⎧0 y = F (V ) = ⎨ ⎩1
jika V ≤ 0 jika V > 0
(2.13)
Fungsi threshold ini merupakan fungsi yang memberikan nilai keluaran pada suatu batas nilai tertentu dengan bergantung apakah nilai masukan yang diberikan melebihi nilai batas threshold atau tidak. Dalam beberapa kasus, diperlukan suatu proses pencarian bobot yang bersifat eksponensial, dengan jangkauan nilai antara 0 s/d +1 . Fungsi yang biasa digunakan sebagai representasi fungsi eksponensial adalah fungsi sigmoidal. Fungsi sigmoidal direpresentasikan dengan persamaan:
y = F (V ) =
1 1 + exp(− V )
32
(2.14)
Proses-proses di atas perlu dilakukan untuk memodelkan JST sehingga sistem tersebut dapat melaksanakan tugas yang diharapkan. Hubungan-hubungan pada model JST akan menentukan pengaruh antara satu unit dengan unit yang lainnya dan nilai bobot menunjukkan kekuatan pengaruh dari suatu nilai unit tertentu. Secara umum, proses pembelajaran/pelatihan (training) dilakukan sebagai berikut: 1. Memberikan contoh-contoh kombinasi pada JST, yang menunjukkan polapola yang diinginkan serta hasil yang diinginkan. 2. Mengubah nilai-nilai bobot dan bias pada setiap hubungan untuk memperoleh nilai keluaran yang diinginkan.
2.5.2
Arsitektur Feed-forward
Ada beberapa macam jenis arsitektur sistem JST, dimana salah satunya adalah JST Feed-forward. Jenis ini merupakan pemodelan JST yang paling sederhana. Ada dua buah tipe dari arsitektur ini, yaitu single layer network dan multi layer network. Tipe single layer network terdiri dari lapisan tunggal komponen keluaran saja, dimana komponen masukan secara langsung akan melalui jaringan menuju bagian keluaran dengan menggunakan bobotnya sendiri. Sedangkan tipe multi layer network terdiri lebih dari satu lapisan. Diagram sistem JST dengan jenis arsitektur Feed-Forward dan tipe multi layer network ditunjukkan dengan gambar 2.17 di bawah ini.
Gambar 2. 17. Contoh sistem JST Multi Layer Feed-Forward
33
Pada arsitektur ini, komponen masukan hanya bergerak dalam satu arah saja menuju bagian keluaran dan tidak memiliki bagian loop. Karakteristik dari jenis JST ini adalah sebagai berikut: 1. Komponen neuron tersusun pada suatu lapisan tertentu, dimana lapisan pertama merupakan bagian masukan dan lapisan terakhir akan menghasilkan keluaran. Lapisan tengah tidak memiliki hubungan dengan lingkungan eksternal dan sering disebut dengan hidden layer. 2. Setiap neuron dalam satu lapisan terhubung pada neuron pada setiap lapisan selanjutnya, sehingga informasinya diteruskan secara langsung dengan arah maju (feed-forward). 3. Antara neuron yang terdapat dalam satu lapisan yang sama tidak memiliki hubungan apapun.
2.5.3
Metode Back Propagation
Sistem JST merupakan suatu sistem yang bersifat adaptif. Oleh karena itulah, sistem tersebut harus mampu mengubah karakteristiknya jika melibatkan komponen masukan yang bervariasi. Dengan kata lain, sistem JST harus memiliki suatu pengetahuan berkenaan dengan lingkungan kerjanya. Pengetahuan tersebut akan didapatkan dalam tahap pembelajaran/pelatihan (training). Ada berbagai macam metode pembelajaran dalam sistem JST dan salah satunya adalah metode back propagation. Sistem JST dengan metode back propagation akan melakukan proses pembelajaran dengan menggunakan contoh-contoh (supervised), yaitu bagian yang terdiri dari pasangan nilai masukan dan keluaran untuk beberapa siklus tertentu, sehingga sistem JST dapat mempelajari hubungan antara komponen masukan dan keluaran tersebut. Pada metode ini, nilai keluaran yang didapatkan dari suatu masukan tertentu akan
dibandingkan
dengan
nilai-nilai
yang
diinginkan,
sehingga
akan
mendapatkan suatu nilai kesalahan (error). Nilai error tersebut akan diumpanbalikkan (feedback) ke dalam JST dan akan mengubah semua nilai komponen bobot dan bias pada hubungan-hubungan yang ada. Proses perbandingan menggunakan error dapat dilakukan dengan berbagai macam cara,
34
salah satunya adalah penghitungan nilai squared-difference, dengan persamaan sebagai berikut:
Error = (Nilai yang diinginkan − Nilai keluaran aktual)
2
(2.15)
Tujuan dari metode back propagation ini adalah untuk meminimalkan nilai error tersebut untuk setiap contoh data pelatihan, sehingga sistem JST dapat bekerja sesuai dengan apa yang diinginkan. Dengan mengetahui error tersebut, maka komponen bobot dan bias akan diperbaiki untuk meminimalkan error yang ada. Perhitungan faktor koreksi untuk komponen bobot dan bias adalah sebagai berikut: wbaru = wlama − η
∂Error ∂Error → Δwk = −η (2.16) ∂wk ∂w
dan
bbaru = blama − η
∂Error ∂Error → Δbk = −η ∂b ∂bk
(2.17)
dimana η merupakan learning rate yang akan menentukan seberapa cepat sistem pelatihan akan bekerja. Akan tetapi, nilai η yang terlalu besar juga tidak akan memberikan hasil yang lebih baik. Faktor koreksi tersebut akan mengubah nilai bobot dan bias pada setiap hubungan dan tahap pembelajaran ini akan melakukan proses iterasi sampai batas suatu batas dimana nilai error yang minimal atau nilai batas yang dapat ditoleransi.
35