BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Sistem saraf merupakan salah satu sistem yang berfungsi untuk memantau dan merespon perubahan yang terjadi di dalam atau luar tubuh atau lingkungan. Sistem saraf juga bertanggung jawab sebagai sietem persepsi, perilaku dan daya ingat, serta merangsang pergerakan tubuh (Farley A et al, 2014). Sistem saraf juga merupakan jaringan komunikasi utama didalam tubuh manusia. Seperti pada vertebrata lainnya, fungsi normal sistem saraf sangat bergantung pada terpeliharanya integritas struktural, serta jumlah proses metabolik kompleks. Oleh karena itu, proses yang mengganggu struktur atau metabolisme normal atau keduanya, dapat menimbulkan penyakit neurologik (Robbins et al, 2007). Gangguan pada sistem saraf sering dianggap lebih rumit atau misterius dibandingkan dengan sistem organ lain. Hal ini disebabkan karena sinyal ke dan dari berbagai bagian tubuh dikendalikan oleh daerah yang sangat spesifik didalam sistem saraf sehingga menyebabkan sistem saraf rawan terhadap lesi fokal yang pada sistem organ lain mungkin tidak menimbulkan disfungsi yang bermakna (Robbins et al, 2007). World Health Organization (WHO) dan World Federation of Neurology (WFN) yang berkolaborasi dengan International Survey of Country Resources for Neurological Disorders, (2006)yang melibatkan 109 negara dan mencakup lebih dari 90% dari populasi dunia menunjukkan bahwa gangguan neurologis
1 Universitas Sumatera Utara
2
sekitar 6,22% pada tahun 2005 dan diperkirakan meningkat menjadi 6, 39 % 2015 dan 6,77 % tahun 2030. Penyakit- penyakit gangguan saraf yang muncul adalah stroke, epilepsi, alzheimer, parkinson, multiple sklerosis, migrain, poliomelitis, meningitis, ensepalitis. Stroke adalah penyakit gangguan saraf yang paling tinggi yaitu 3,46%. Indonesia tercatat sebagai negara dengan jumlah penderita gangguan sistem saraf terbesar di Asia (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Jumlah penderita gangguan sistem saraf di Indonesia dengan pravalensi masing – masing adalah stroke mencapai 500.000 penduduk setiap tahunnya dan sekitar 2,5% orang meninggal, kemudian di ikuti dengan cedera kepala 2,18%, demensia 7,58% ,epilepsi 0,5 – 4% , Parkinson 0,6% - 3,5 %, multiple sklerosis 5%, dan migrain sekitar 11 % (Riskesdas, 2013). Data yang didapatkan dari Rumah Sakit Adam Malik Medan pada tahun 2013, yaitu pasien stroke hemoragik 262 orang, stroke iskemik 353 orang, pasien trauma kepala 66 orang, Parkinson 3 orang, migrain 174 orang, dan semakin bertambah setiap tahunnya. Stroke
dan
penyakit
gangguan
fungsi
neurologis
lainnya
akan
mengakibatkan berbagai macam gangguan dalam fungsi tubuh seperti gangguan fungsi kognitif, gangguan sirkulasi, gangguan kekuatan otot, gangguan fungsi perifer, gangguan fisiologis yang akan berpengaruh pada sistem sensorik dan motorik penderita sehingga dari gangguan sistem saraf tersebut penderita akan mengalami imobilisasi yaitu ketidakmampuan untuk bergerak secara aktif akibat
Universitas Sumatera Utara
3
berbagai penyakit atau impairment (gangguan pada alat atau organ tubuh) yang bersifat fisik atau mental (Kumalasari, 2010). Fungsi kognitif adalah kemampuan dan memberikan rasional, termasuk proses belajar, mengingat menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan. Gangguan fungsi
kognitif merupakan gangguan fungsi luhur otak berupa
orientasi, perhatian, kosentrasi, daya ingat dan bahasa serta fungsi intelektual yang diperlihatkan dengan adanya gangguan dalam berhitung, bahasa, daya ingat semantik (kata-kata) dan pemecahan masalah.Gangguan fungsi kognitif erat kaitannya dengan fungsi otak karena kemampuan untuk berpikir akan dipengaruhi oleh otak(Asmadi, 2008). Gangguan fungsi kognitif juga menjadi salah satu parameter kualitas hidup masyarakat Indonesia. Apabila tidak ditangani dengan baik, gangguan pada fungsi kognitif dapat mengakibatkan gangguan psikososial, sehingga dapat dikatakan kualitas hidup penderitanya akan menurun. Salah satu contoh yang paling sederhana adalah akan terjadinya kepikunan setelah mengalami stroke, yang tentu saja sangat mengganggu aktifitas sehari-hari (Kemenkes, 2010). Penelitian Neuropsikologi yang dilakukan selama 2 tahun terakhir pada pasien Multiple Sclerosis menyebabkan gangguan kognitif antara 30-70 %. Bagian kognitif yang sering terganggu adalah perhatian, ingatan dan pengolahan informasi (Wallin et al, 2014). Salah satu penelitian yang dilakukan pada pasien stroke di Irina F Neuro BLU RSUP Prof. DR. R. D. Kandou Manado hasil pemeriksaan fungsi kognitif didapatkan 32,4 % normal, sedangkan yang mengalami gangguan fungsi kognitif 67,5 % ( Hasra, Munayang dan Kandau, 2013).
Universitas Sumatera Utara
4
Penyakit-penyakit fisik mempunyai efek psikologi. Pola respon ini dapat sehat atau tidak sehat. Kecemasan dan Depresi merupakan respon yang lazim dan jelas ( Ingram, 1993). Kecemasan terjadi ketika seseorang terdiagnosa suatu penyakit. Banyak pasien yang kewalahan karena perubahan pada kehidupan mereka (Taylor, 1995). Depresi merupakan juga gejala yang muncul pada pasien-pasien penyakit kronik. Faktor terjadinya depresi ini
disebabkan oleh stress psikologis karena
ketidakmampuan pasien dalam melakukan sesuatu yang biasanya dikerjakan sebelum terkena penyakit, seperti stroke (Idris, 2007). Depresi tidak hanya tentang stress tapi juga memberi dampak pada fase pemulihan dan rehabilitasi ( Primeav, 1988 dalam Taylor 1995). Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Jiwa Indonesia menyatakan bahwa insiden depresi pasca stroke berkisar 11-68% pada 3-6 bulan pasca stroke dan tetap tinggi sampai 1-3 tahun kemudian. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Andri dan Marti (2008 dalam Sarigumilan, 2013) kejadian depresi terjadi sebanyak 50% pasien pasca stroke. Sedangkan penelitian yang dilakukan Hendrik (2013), dari 60 sampel pasien dengan penyakit parkinson didapatkan hasil 37 % mengalami depresi. Hasil penelitian diatas pada bagian psikologis terdepat perbedaan antara kejadian depresi pada pasien stroke dan pada pasien penyakit parkinson. Sama halnya dengan gangguan kognitif didapatkan hasil yang berbeda antara penyakit saraf Multiple Sclerosis dan penyakit stroke. Sejauh ini belum ada penelitian yang menunjukkan gambaran umumgangguan sistem saraf ditinjau dari psikologis yang meliputi kecemasan dan tingkat depresi dan kognitifnya. Untuk itu peneliti
Universitas Sumatera Utara
5
tertarik ingin meneliti bagaimana gambaran psikologis dan kognitif pada pasien gangguan sistem saraf di RSUP H.Adam Medan. 2. Pertanyaan Penelitian Bagaimanakah gambaran psikologis dan kognitif
pada pasien dengan
gangguan Sistem Saraf di RSUP H.Adam Malik Medan ? 3. Tujuan Penelitian 3.1. Tujuan Umum: Untuk mengetahui gambaran psikologis dan kognitif pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP. H. Adam Malik Medan. 3.2. Tujuan Khusus: 3.2.1.Untuk
mengetahui
bagaimana
gambaran
psikologis
berdasarkan
tingkatkecemasan pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP. H. Adam Malik Medan. 3.2.2.Untuk mengetahui bagaimana psikologis berdasarkan tingkatat depresi pada Pasien Gangguan Sistem Saraf di RSUP. H. Adam Malik Medan. 3.2.3.Untuk mengetahui bagaimana gambaran kognitif pada setiap jenis penyakit gangguan Sistem Saraf di RSUP. H. Adam Malik Medan. 4. Manfaat Penelitian 4.1. Pendidikan Keperawatan Diharapkan bagi institusi pendidikan khususnya mata ajaran keperawatan Medikal Bedah mampu memberikan informasi kepada mahasiswa/mahasiswi keperawatan tentang gambaran psikologis dan kognitif pada pasien dengan gangguan sistem saraf.
Universitas Sumatera Utara
6
4.2. Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi perawat dalam hal memberi pelayanan kesehatan kepada pasien atau keluarga tentang psikologis dan kognitif pada pasien dengan gangguan sistem saraf. 4.3. Peneliti Selanjutnya Sebagai bahan bagi peneliti selanjutnya jika ingin meneliti hal yang berkaitan psikologis dan kognitif pada pasien gangguan sistem saraf.
Universitas Sumatera Utara