BAB 1 PENDAHULUAN
2.1. Latar belakang Komunikasi interpersonal antara perawat dengan pasien merupakan hal yang penting oleh para PKMRS (Penyuluh Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit) yang bekerja di rumah sakit khususnya ruang rawat inap. Berdasarkan penelitian bahwa lebih dari 80 % waktu yang digunakan untuk berkomunikasi, 16 % untuk membaca dan 4 % untuk menulis. Pengembangan keterampilan dalam komunikasi merupakan kiat yang sukses bagi tenaga pekerja di rumah sakit (Notoatmodjo, 2010). Kecerdasan emosi seseorang berpengaruh besar terhadap komunikasi interpersonal seseorang. Orang yang cerdas akan mengendalikan emosinya, memotivasi diri, empati dan hubungan sosial dalam melakukan komunikasi dengan orang lain. Dengan adanya kemampuan memotivasi diri dan mengenali orang lain, sehingga mampu melakukan komunikasi interpersonal yang baik dengan keluarga pasien (Notoatmodjo, 2002). Komunikasi termotivasi dengan memberikan penjelasan kepada para pegawai tentang apa yang harus dilakukan, seberapa baik mereka mengerjakannya dan apa yang dapat dilakukannya untuk meningkatkan kinerja jika berada dibawah standart. (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengalaman dilapangan upaya komunikasi interpersonal dapat memberikan kontribusi yang cukup bermakna bagi peningkatan status kesehatan apabila dilakukan secara komprehensif pada instansi yang terkait. Peningkatan kinerja dalam hal komunikasi interpersonal akan mendorong kinerja sumber daya manusia secara keseluruhan dan memberikan feed back yang tepat terhadap perubahan perilaku yang direfleksikan dalam kenaikan produktivitas.(Notoatmodjo, 2010). Komunikasi Interpersonal (komunikasi antarpribadi) mempunyai keunikan karena selalu dimulai dari proses hubungan yang bersifat psikologis dan proses psikologis
selalu
mengakibatkan
keterpengaruhan.
Komunikasi
antarpribadi
merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung. Pada hakekatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk mengubah sikap, pendapat atau prilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis. Komunikasi antarpribadi selalu dihubungkan dengan pertemuan antara dua, tiga atau mungkin empat orang yang terjadi secara spontan dan tidak berstruktur. Komunikasi antar pribadi merupakan komunikasi dari mulut ke mulut yang terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi atau komunikasi tatap muka antara dua atau lebih orang. (Hidayat, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Metode komunikasi antar pribadi yang paling baik adalah konseling (councelling), karena didalam cara ini antara komunikator atau konselor dengan komunikan atau klien terjadi dialog. Mendapat lebih terbuka menyampaikan masalah dan keinginan-keinginannya, karena tidak ada pihak ketiga yang hadir. (Notoatmodjo,2007). Menurut Lawrence Green (1984) dalam Notoatmodjo (2010) Promosi kesehatan adalah segala bentuk kombinasi pendidikan kesehatan dan intervensi yang terkait dengan ekonomi, politik dan organisasi, yang dirancang untuk memudahkan perubahan perilaku dan lingkungan kondusif bagi kesehatan. Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter: 1986), sebagai hasil rumusan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada, menyatakan bahwa: promosi kesehatan adalah suatu proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, promosi kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan mereka sendiri. Menurut Bussard dan Ball (1966) Keluarga merupakan lingkungan sosial yang sangat dekat hubungannya dengan seseorang. Di keluarga itu seseorang dibesarkan, bertempat tinggal, berinteraksi satu dengan yang lain, dibentuknya nilainilai, pola pemikiran, dan kebiasaannya dan berfungsi sebagai saksi segenap budaya luar,
dan
mediasi
hubungan
anak
dengan
lingkungannya.
WHO
(1969)
Universitas Sumatera Utara
mendefenisikan Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan. Depkes RI (1988) Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Menurut UU No. 10 tahun 1992 Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri dan anaknya atau ibu dan anaknya.(Setiadi, 2008). Menurut Tjiptono (2002) sering dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, dimana perubahan-perubahan berlangsung cepat, pendidikan masyarakat semakin tinggi, sehingga kebutuhan, keinginan serta tuntutan masyarakat sebagai pelanggan rumah sakit juga semakin kompleks. Untuk mewujudkan dan mempertahankan kepuasan pasien, organisasi rumah sakit harus melakukan empat hal sebagai berikut : Pertama, mengidentifikasi siapa pelanggannya. Kedua, memahami tingkat harapan pelanggan atas kualitas. Ketiga, memahami strategi kimlitas layanan pelanggan. Dan keempat, memahami siklus pengukuran dan umpan balik dari kepuasan pelanggan. Tingkat kepuasan pelanggan sangat tergantung pada mutu atau kualitas suatu produk atau jasa yang ditawarkan (Supranto, 2001). Menurut Parasuraman et al. dalam Shahin (1994), kualitas suatu jasa sangat ditentukan oleh 5 (lima) dimensi, yakni
bukti
langsung
(tangible),
keandalan
(reliability),
daya
tanggap
(responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (emphaty). Dimensi-dimensi
Universitas Sumatera Utara
inilah yang digunakan pelanggan untuk mengevaluasi kinerja perusahaan jasa, sehingga kepuasan dan ketidakpuasan akan tergantung pada 5 dimensi itu. Parasuraman et al. dalam Shahin (1994), antisipasi kualitas atau mutu harus dilakukan oleh rumah sakit untuk tetap bertahan dan berkembang adalah dengan cara meningkatkan pendapatan dari pasien, karena pasien merupakan sumber pendapatan dari rumah sakit baik secara langsung (out of pocket). Tanpa adanya pasien, rumah sakit tidak dapat bertahan dan berkembang mengingat biaya operasional rumah sakit yang sangat tinggi. Oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan kunjungan pasien ke rumah sakit maka rumah sakit harus mampu menampilkan dan memberikan kepuasan kepada pasien. Salah satu cara utama mendiferensiasikan pelayanan jasa kesehatan termasuk pelayanan rawat inap adalah memberikan jasa pelayanan kesehatan yang berkualitas lebih tinggi dari pesaing secara konsisten. Kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan pasien tentang kualitas pelayanan yang diterimanya. Setelah menerima jasa pelayanan kesehatan pasien akan membandingkan jasa yang dialaminya dengan jasa yang diharapkan. Jika jasa yang dialami berada dibawah jasa yang diharapkan, pasien tidak berminat lagi pada penyedia pelayanan kesehatan. Jika jasa yang dialami memenuhi atau melebihi harapan, pasien akan menggunakan penyedia pelayanan kesehatan itu lagi (Supranto, 2001). Parasuraman et al. dalam Shahin (1994) mengidentifikasi adanya kesenjangan antara persepsi konsumen dan persepsi penyedia jasa pelayanan yang mengakibatkan
Universitas Sumatera Utara
kegagalan penyampaian jasa yang berkualitas. Penyedia jasa pelayanan tidak selalu memahami secara tepat apa yang diinginkan konsumen. Lebih lanjut Parasuraman dalam Shahin (1994) menyatakan bahwa penilaian pasien terhadap kualitas ditentukan oleh dua hal, yaitu harapan pasien terhadap kualitas (expected quality) dan persepsi pasien atas kualitas (perceived quality). Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka pengukuran keberhasilan suatu perusahaan jasa dalam hal ini rumah sakit, lebih banyak ditentukan oleh penilaian dan persepsi pasien tentang kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit tersebut dengan segala unsur yang ada dalam lingkungan internal dan ekstemainya yang saling berinteraksi dan memengaruhi keberhasilan rumah sakit tersebut dalam mencapai kepuasan. Menurut Wasisto (2000) kualitas pelayanan kesehatan dipengaruhi banyak faktor yang ada di rumah sakit sebagai suatu. sistem. Faktor-faktor tersebut adalah manajemen rumah sakit, tenaga kesehatan, pembiayaan, sarana dan teknologi kesehatan yang digunakan, serta interaksi kegiatan yang digerakkan melalui proses dan prosedur tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk menghasilkan jasa atau pelayanan. Menurut Puti (2007), kualitas atau mutu dan kepuasan tidak dapat dipisahkan, seperti layaknya dua sisi mata, uang yang saling berhubungan dan memengaruhi. Kualitas memberikan suatu dorongan kepada pasien untuk menjalin hubungan yang kuat dengan rumah sakit. Hubungan seperti ini dalam jangka panjang memungkinkan
Universitas Sumatera Utara
rumah sakit untuk memahami dengan seksama kebutuhan dan harapan pasien. Dengan demikian, rumah sakit dapat meningkatkan kepuasan pasien dirumah sakit melalui pengalaman pasien yang menyenangkan dan meminimumkan atau meniadakan pengalaman yang kurang menyenangkan. Kepuasan pasien pada akhirnya berpengaruh terhadap kesetiaan pasien kepada rumah sakit yang memberikan mutu yang memnaskan. Salah satu upaya agar kepuasan pasien dapat dipenuhi maka diperlukan informasi tentang apa yang dianggap penting menurut persepsi pasien dan bagaimana kinerja rumah sakit saat ini, apakah lebih memenuhi harapan pasien ataukah belum. Menurut Rangkuti (2002) tingkat harapan pelanggan (pasien) (customer expectation) merupakan salah satu cara mengukur kepuasan pasien dibandingkan dengan kepentingan rumah sakit, dengan cara ini diharapkan informasi yang diperlukan akan dapat diketahui serta faktor-faktor apa yang harus diperbaiki agar dapat memberikan kepuasan pasien yang lebih tinggi. Supranto (2001) mendefenisikan bahwa kepuasan adalah tingkat perasaan individu terhadap kinerja atau hasil yang diterimanya yang sesuai dengan harapan. Heriandi (2006) menyatakan bahwa kepuasan pasien akan tercapai apabila setiap pasien memperoleh hasil yang optimal dari pelayanan, adanya perhatian terhadap kemampuan pasien/keluarga, memperhatikan pasien, kondisi lingkungan fisik dan memperioritaskan kebutuhan pasien. Hasil penelitian Alfisyah (2010) menemukan bahwa lebih dari setengah pasien (55%) kurang puas terhadap kualitas pelayanan
Universitas Sumatera Utara
yang diberikan petugas kesehatan. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Anjaryani (2009) bahwa pasien kurang puas terhadap pelayanan petugas kesehatan sebesar (55,3%). Hal ini menggambarkan bahwa ketidakpuasan pasien dalam pelayanan masih setengahnya dari kepuasan pasien. Hasil penelitian melalui survey CRC (Citizen Report Card) ICW pada bulan November 2009, dengan sampel 738 pasien miskin (pasien rawat inap dan jalan yang memegang kartu. Jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas), Keluarga miskin (Gakin) dan Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) di 23 rumah sakit yang ada di lima daerah (Jakarta, Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi), menunjukan bahwa pasien miskin menyatakan bahwa pengurusan administrasi rumah sakit masih rumit dan berbelit-belit (28,4%) dengan antrian yang panjang (46,9%). Pasien rawat inap misalnya mengeluhkan rendahnya kunjungan dan disiplin dokter terhadap mereka. Sedangkan pasien perempuan rawat inap mengeluhkan sikap perawat yang kurang ramah dan simpatik terhadap mereka (65,4%) (KPK Online Monitoring System, 2009). Badan Layanan Umum (BLU) RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, merupakan rumah sakit pusat rujukan tipe Klas A Pendidikan, yang menampung pasien peserta dari Jamkesmas, JKA, Askes yang ada. di Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh. Upaya peningkatan pelayanan Kesehatan melalui penyuluhan, dianggap sangat penting dimana keberhasilan suatu rumah sakit sangat dipengaruhi oleh faktor perilaku masyarakat itu sendiri, melalui penyuluhan masyarakat dapat berperan
Universitas Sumatera Utara
secara aktif untuk meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat. Di rumah sakit pelaksanaan penyuluhan ini dilaksanakan oleh Instalasi PKMRS. Jumlah petugas yang melakukan penyuluhan keruangan adalah 2 orang dan petugas tersebut telah mendapatkan pelatihan jabatan, fungsional. Rata-rata kunjungan pertahunnya 18.533 orang dan setiap informasi mengenai kesehatan dilayani oleh petugas PKRMS. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, pada pelaksanaan kegiatan Penyuluhan kesehatan pada BLU RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, dapat disimpulkan bahwa kegiatan penyuluhan ini mendapat respon yang baik dari pasien dan keluarga pasien. Dimana terlihat banyaknya pengunjung rumah sakit datang dan berkumpul ditempat penyuluhan yang sudah ditentukan oleh petugas PKMRS. Dalam kegiatan ini petugas selain memberikan penyuluhan juga memberikan kesempatan kepada keluarga pasien untuk bertanya dan memberikan masukan mengenai pelayanan di rumah sakit. Penyuluhan ini selain memberikan informasi juga edukasi bagi penderita Diabetes di ruang Instalasi PKMRS. Kegiatan ini rutin dilaksanakan dengan mengundang peserta dari Jamkesmas, JKA, dan Askes. Pada kegiatan rutin ini PT.Askes bekerjasama dengan PKMRS melakukan kegiatan senam kaki dan perlombaan untuk pasien diabetes. Sebelum kegiatan penyuluhan kesehatan dilaksanakan, petugas PKMRS melalui Pusat Informasi, mengajak dan mengundang masyarakat untuk mendengarkan penyuluhan kesehatan, informasi ini mereka berikan melalui microfon, sehingga pemberitahuan tersebut jelas kedengarannya, dan mereka yang ingin mendengarkan penyuluhan langsung berkumpul di lokasi penyuluhan
Universitas Sumatera Utara
yang telah ditentukan. Adapun materi yang diberikan adalah mengenai kesehatan lingkungan rumah sakit, tata tertib, gizi tumbuh kembang anak, alur berobat askes dan fasilitas yang ditanggung Askes, senam kaki bagi penderita DM dan lain-lain yang terkait dengan kesehatan. Pelaksanaan penyuluhan kesehatan ini dilakukan dengan menggunakan fasilitas wireless dan kamera digital, sebagai dokumentasi adanya kegiatan penyuluhan. Narasumber penyuluhan kesehatan yang diundang dari berbagai macam profesi diantaranya : dokter ahli, ahli gizi, ahli kesehatan lingkungan, kesehatan masyarakat, Askes dan yang terkait dengan materi penyuluhan sehingga penyuluhan yang dilaksanakan tepat sasaran. Metode penyuluhan yang dilaksanakan dengan menggunakan sistem dua arah, dimana narasumber memberi kesempatan pada audiens untuk bertanya dan mengeluarkan pendapat mengenai topik penyuluhan yang dibicarakan. Selain kegiatan penyuluhan, petugas PKMRS juga menyebarkan informasi melalui leaflet, buklet, poster, buku tuntunan bagi pasien yang sedang dirawat. Dan melalui pusat informasi, petugas juga memberikan penyuluhan. tentang : bahaya merokok, penanggulangan. penyakit TB. Paru, tata tertib mengunjungi rumah sakit, perilaku hidup bersih dan sehat, dan lain-lain yang terkait dengan kesehatan. Dari hasil wawancara peneliti di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, terhadap 10 orang keluarga pasien rawat inap ternyata ada 8 orang yang mengeluh. Keluhan tersebut antara lain terkait dengan buruknya pelayanan petugas kesehatan, sedikitnya kunjungan dokter pada pasien rawat inap. Buruknya pelayanan perawat
Universitas Sumatera Utara
yang dirasakan pasien terutama sikap, keramahan dan kemampuan komunikasi yang yang dirasakan pasien terutama sikap, keramahan dan kemampuan komunikasi yang kurang santun. Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap kotak saran di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh diperoleh bahwa tahun 2011 terdapat 96 keluhan dari 18.533 jumlah pasien rawat inap atau sekitar 0,52 % . (Inst. PKMRS). Jumlah ini sebenarnya lebih banyak lagi dari keluarga pasien tapi mereka tidak menuliskannya di kotak saran dan mereka bicara langsung kepada petugas kesehatan. Dari uraian ini dan fenomena rendahnya kepuasan keluarga pasien yang menjalani rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh maka peneliti ingin mengetahui "Pengaruh Komunikasi Interpersonal Petugas PKMRS Terhadap Kepuasan Keluarga Pasien Rawat Inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh".
2.2. Permasalahan Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan adalah Apakah komunikasi interpersonal petugas PKMRS berpengaruh terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
2.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitiaan ini adalah Untuk menganalisis tentang pengaruh komunikasi interpersonal petugas PKMRS terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Universitas Sumatera Utara
2.4. Hipotesis Ada pengaruh komunikasi interpersonal petugas PKMRS terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
2.5. Manfaat Penelitian a.
Secara
teoritis,
dapat
menambah
khasanah
keilmuan
Kesehatan
Masyarakat dan dapat sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya. b.
Diharapkan petugas PKMRS di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dapat memberikan informasi komunikasi interpersonal yang baik terhadap keluarga pasiennya.
c.
Bagi Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, sebagai bahan masukan dan tambahan wacana akademik tentang pengaruh komunikasi interpersonal petugas PKMRS terhadap kepuasan keluarga pasien rawat inap di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Universitas Sumatera Utara