BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Rumah sakit adalah salah satu tempat pelayanan yang beroperasi 24 jam di mana pelayanan tersebut dilaksanakan oleh pekerja kesehatan rumah sakit. Pekerja kesehatan rumah sakit yang terbanyak adalah perawat yang berjumlah sekitar 60% dari tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit. Perawat merupakan salah satu pekerja kesehatan yang selalu ada di setiap rumah sakit dan merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan rumah sakit. Peranan perawat dalam melakukan pelayanan kesehatan di dalam sebuah rumah sakit sering dijadikan ukuran oleh pelanggan rumah sakit tersebut sebagai gambaran pelayanan rumah sakit secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena dalam melakukan tugasnya perawat memiliki kesempatan yang sering untuk berhadapan dengan pasien maupun keluarganya dibandingkan dengan petugas kesehatan lainnya. Perawat juga berada di garis depan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Pelayanan keperawatan dalam rumah sakit menduduki peringkat pertama dalam hal jumlah personil melebihi jumlah personil tenaga medis lainnya. Demikian juga dalam hubungan dengan pasien, perawat memiliki frekuensi kontak yang paling tinggi dibandingkan dengan tenaga pelayan kesehatan lainnya. Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak 1
2
mengalami gangguan dalam menilai kenyataan, kepribadian masih tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribadian normal (Hawari, 2008). Sementara itu Kaplan dan Sadock (2005) mengatakan kecemasan merupakan suatu keadaan yang ditandai oleh rasa khawatir disertai gejala somatik yang menandakan suatu kegiatan berlebihan dari Susunan Saraf Autonomik (SSA). Kecemasan dalam kerja dapat terjadi pada berbagai macam pekerjaan, namun ada pekerjaan yang memiliki resiko kecemasan yang lebih tinggi dari pekerjaan yang lain. Salah satu pekerjaan yang paling dapat membuat rasa cemas adalah perawat (National Safety Council, 2004). Beberapa studi yang meneliti kecemasan
pada perawat mengidentifikasi bahwa banyak stressor kecemasan
pada perawat karena kompleksitas kerja perawat, baik yang berada di area kesehatan umum maupun kesehatan mental/psikiatri. Perawat psikiatri bekerja merawat pasien dengan ketidakadekuatan mekanisme koping terhadap stress (Stuart dan Laraia, 2007). Pasien yang masuk ke Instalasi Gawat Darurat dan Unit Perawatan Psikiatri Intensif biasanya berada pada situasi krisis, demikian juga mekanisme pertahanan diri mereka yang kurang efektif, sehingga selama periode ini tindakan menyerang atau kekerasan mungkin terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku kekerasan oleh pasien merupakan salah satu sumber kecemasan perawat yang bekerja di rumah sakit jiwa. Perawat yang bekerja di Unit Perawatan Psikiatri Intensif berada di lingkungan yang terbatas (small space) yang memungkinkan perawat sangat dekat dengan pasien untuk dapat mengobservasi kondisi pasien dan mengevaluasi tindakan keperawatan yang dilakukan (Krikson, 2008).
3
Penelitian membuktikan bahwa 225 perawat yang bekerja di unit psikiatri, sebuah rumah sakit di Jepang, 61,8% perawat mengalami kekerasan fisik maupun verbal (verbal abuse) dari pasien (Inoue, 2006). Kekerasan fisik maupun verbal tersebut menjadi ancaman bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien Dalam Undang-Undang Republik Indonesia tentang kesehatan No.36 tahun 2009 disebutkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Pekerjaan seorang perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan tidak terlepas dari pengaturan jam kerja di suatu rumah sakit yang lebih dikenal dengan istilah shift kerja. Menurut Kuswadji (1997), secara alami manusia bekerja pada siang hari dan tidur/ istirahat pada malam hari. Kehidupan seperti mengikuti suatu jam biologis yang disebut circadian rhythm (irama sirkadian) yang berdaur selama 24 jam. Fungsi tubuh yang diatur oleh jam biologis adalah: tidur, kesiapan untuk bekerja, metabolisme, suhu tubuh, nadi, dan tekanan darah. Perawat yang harus berjaga pada malam hari cenderung merasa letih dan mengantuk sedangkan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan tersebut sangat sulit. bila fungsi tubuh tidak mampu menyesuaikan diri dengan irama sirkadian, maka dapat mempengaruhi kejiwaan dan dapat menimbulkan gangguan siklus irama sirkadian. Sistem shift kerja memiliki dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah memaksimalkan sumber daya yang ada. Dampak negatifnya
4
adalah penurunan kinerja, keselamatan kerja, dan masalah kesehatan. Pada akhir suatu shift terdapat kecenderungan meningkatnya kecemasan dan sensivitas (Dongen, 2006). Tidak semua orang dapat menyesuaikan diri dengan shift kerja karena membutuhkan banyak sekali penyesuaian waktu, seperti waktu tidur, waktu makan dan waktu berkumpul bersama keluarga. Secara umum, semua fungsi tubuh berada dalam keadaan siap digunakan pada siang hari sedangkan pada malam hari adalah waktu untuk istirahat dan pemulihan sumber energi. Shift kerja dan kerja malam hari merupakan kondisi yang dapat menghambat kemampuan adaptasi pekerja baik dari aspek biologis maupun sosial. Shift kerja malam berpengaruh terhadap kesehatan fisik, mental, menganggu irama sirkadian, waktu tidur dan makan, mengurangi kemampuan kerja dan meningkatkan kesalahan dan kecelakaan kerja, menghambat hubungan sosial dan keluarga (Tomei et al., 2006). Berbagai dampak kesehatan dan keselamatan dapat muncul akibat kerja shift. Persoalan yang segera dapat dirasakan adalah terganggunya kualitas tidur dan menurunnya kualitas hubungan dengan keluarga atau teman yang akan berdampak pada timbulnya depresi, cemas dan stres (Rogers, 1997). Dampak utama dari shift kerja terhadap tenaga kerja adalah terjadinya gangguan irama sirkadian karena berubahnya waktu tidur yang seharusnya pada malam hari menjadi siang hari (Kroemer dan Grandjean, 2005). Kecemasan dapat diakibatkan oleh gangguan irama sirkadian yang dipengaruhi oleh regulasi hormon kortisol, di mana hormon kortisol tersebut di dalam tubuh memiliki beberapa efek terhadap psikologi tubuh (Costa, 2003).
5
Rumah Sakit Jiwa Grhasia adalah Rumah Sakit Jiwa satu-satunya milik pemerintah propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Seperti rumah sakit yang lain, Rumah Sakit Jiwa Grhasia menerapkan sistem shift kerja bagi para pekerjanya. Pelaku shift kerja terbanyak di Rumah Sakit Jiwa Grhasia adalah perawat. Perawat yang melakukan shift kerja di Rumah Sakit Jiwa Grhasia adalah perawat yang bertugas di Instalasi Gawat Darurat (IGD), Unit Perawatan Psikiatri Intensif (UPPI), dan Instalasi Rawat Inap. Perawat IGD dan UPPI sangat rentan menderita kecemasan pada saat menjalankan shift kerja karena perawat di kedua instalansi tersebut berhadapan langsung dengan pasien gangguan jiwa yang masih dalam kondisi eksaserbasi akut, yaitu dalam kondisi agresif, hiperaktif, dan tidak kooperatif. Pasien psikiatrik akut biasanya datang dengan dibawa petugas kepolisian, karena perilaku menyerang dan membahayakan, baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Penelitian yang dilakukan The National Alliance For The Mentally III (NAMI) menyatakan bahwa 10,6% pasien dengan gangguan mental serius seperti skizofrenia paranoid melukai orang lain, dan 12,2% mengancam mencidrai orang lain. Pada beberapa keadaan pasien dengan perilaku kekerasan tidak dapat diajak komunikasi dengan baik, kondisi tersebut akan menimbulkan kecemasan pada perawat di unit gawat darurat dan di unit akut/intensif psikiatri (NAMI, 2004). Niven (2002) menyatakan bahwa tipe kepribadian merupakan hal yang penting dalam proses interaksi dalam dunia kesehatan, karena kemampuan berinteraksi dengan klien sampai batas tertentu ditentukan oleh tipe kepribadian,
6
dan interaksi dengan klien membutuhkan tingkat empati tertentu serta kemampuan melihat masalah dari sudut pandang klien. Esfahani (2004) menyatakan bahwa ada kecenderungan harapan bagian struktural rumah sakit untuk menempatkan orang-orang dengan tipe kepribadian tertentu dalam posisi tertentu. Tipe kepribadian yang berbeda-beda pada perawat tentunya akan menyebabkan perbedaan dalam menyelesaikan masalah dalam melakukan pekerjaan mereka. Menurut Stuart & Sundeen (1998), orang yang berkepribadian tipe A lebih mudah mengalami gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan kepribadian B. Adapun ciri-ciri orang dengan kepribadian A adalah tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa diburu waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah tersinggung, otot-otot mudah tegang. Sedangkan orang dengan tipe kepribadian B mempunyai ciri-ciri yang berlawanan dengan tipe kepribadian A. karena tipe kepribadian B adalah orang yang penyabar, tenang, dan teliti (Stuart & Sundeen, 1998). Faktor individu lain yang mempengaruhi kecemasan pada perawat adalah jenis kelamin (National Safety Council, 2004). Menurut Anju (2014), tingkat kecemasan perawat perempuan lebih tinggi daripada perawat laki-laki dikarenakan peran ganda mereka di rumah sakit dan rumah. Selain bertanggung dalam pekerjaannya di rumah sakit, perawat perempuan juga bertanggung jawab mengurus rumah tangga dan keluarganya. Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 15 Oktober 2014 di RSJ Grhasia dengan beberapa orang perawat RSJ Grhasia yang melakukan shift kerja
7
di IGD dan UPPI, diketahui bahwa perawat terkadang merasa cemas, gelisah, tegang dalam menjalankan kerja shift, terutama ketika perawat berdinas sore atau malam. Kecemasan yang dialami perawat dapat berakibat pada gangguan kesehatan seperti, insomnia, mudah berkeringat, gemetar, denyut nadi meningkat, kurang konsentrasi dan lain-lain.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara tipe kepribadian, jenis kelamin, dan shift kerja dengan tingkat kecemasan pada perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Unit Perawatan Psikiatri Intensif (UPPI) di Rumah Sakit Jiwa Grhasia?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1.
Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan tipe kepribadian, jenis kelamin, dan shift kerja dengan tingkat kecemasan pada perawat Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Unit Perawatan Psikiatri Intensif (UPPI) Rumah Sakit Jiwa Grhasia.
2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan tipe kepribadian dengan tingkat kecemasan pada perawat di IGD dan UPPI Rumah Sakit Jiwa Grhasia. b. Untuk mengetahui hubungan jenis kelamin dengan tingkat kecemasan pada perawat IGD dan UPPI Rumah Sakit Jiwa Grhasia.
8
c. Untuk mengetahui hubungan shift kerja dengan tingkat kecemasan pada perawat IGD dan UPPI Rumah Sakit Jiwa Grhasia. d. Untuk mengetahui hubungan tipe kepribadian, jenis kelamin, dan shift kerja dengan tingkat kecemasan pada perawat IGD dan UPPI Rumah Sakit Jiwa Grhasia.
C. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat secara teoritis dan bermanfaat secara praktis. 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangan informasi ilmiah dalam perkembangan ilmu kesehatan dan keselamatan kerja di tempat kerja terutama mengenai hubungan tipe kepribadian, jenis kelamin dan shift kerja dengan tingkat kecemasan. 2. Manfaat Praktis a. Bagi Institusi Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan bahan masukan untuk mengatasi masalah kecemasan yang dihadapi oleh perawat yang bekerja dengan sistem shift. b. Bagi Perawat di IGD dan UPPI Memberi informasi tentang kecemasan di IGD dan UPPI RSJ Grhasia DIY sehingga perawat yang bertugas di ruang tersebut mampu beradaptasi dengan baik dan meningkatkan kualitas pelayanan kepada pasien.
9
c. Bagi Program Studi Kesehatan Kerja Sebagai data dan informasi ilmiah bagi penelitian selanjutnya yang diharapkan menjadi salah satu sumber informasi serta masukan yang bermanfaat bagi program studi. d. Bagi Peneliti Memberikan wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai hubungan tipe kepribadian, jenis kelamin dan shift kerja dengan tingkat kecemasan.
D. Keaslian Penelitian Penelitian yang membahas tentang shift kerja biasanya dihubungkan dengan kelelahan dan tingkat stres pekerja. Penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti lain yang membahas shift kerja dengan tingkat kecemasan antara lain sebagai berikut: 1.
Moraes dan Fontenele (2009) dengan judul: The Impact of Different Shift Work Schedules on The Level of Anxiety and Stress in Workers in a Petrochemicals Company. Penelitian ini dilakukan secara cross-sectional pada pekerja di perusahaan petrokimia. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada subyek penelitian, variabel penelitian, dan lokasi penelitian. Subyek pada penelitian ini adalah pekerja shift dan pekerja non shift yang berjenis kelamin laki-laki di sebuah perusahaan petrokimia di Brazil. Sedangkan variabel terikat pada penelitian ini adalah kecemasan dan stres.
10
2.
Lilhare dan Bolkar (2011) dengan judul: A Comparative Study Of Stress And Anxiety In Working Women Performing Clerical And Shift Hour Duties. Penelitian ini dilakukan secara cross-sectional pada pegawai administrasi non shift dan pegawai shift di perusahaan. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah pada subyek penelitian dan variabel penelitian. Subyek pada penelitian ini merupakan pegawai administrasi dan pegawai shift di perusahaan, sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini adalah stres dan kecemasan.
3.
Nicholas et al (2013) dengan judul: Association Between Night Work and Anxiety, Depression, Insomnia, Sleepiness, and Fatique in a Sample of Norwegian Nurses. Penelitian ini dilakukan secara cross-sectional pada perawat di instalasi rawat inap. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti adalah pada penelitian ini variabel terikat tidak hanya tingkat kecemasan tetapi juga depresi, insomnia, kurang tidur, dan kelelahan. Selain itu subyek dan lokasi penelitian juga berbeda yaitu perawat di Norwegia.