BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penggunaan lahan Daerah Aliran Sungai Merawu didominasi oleh lahan
pertanian. Jenis sayuran yang menjadi komoditas unggulan wilayah ini yaitu jagung, daun bawang, wortel, kubis, kacang merah, kentang dan jenis tanaman lainnya. Sayuran yang banyak dibudidayakan di daerah ini lebih diutamakan kentang, dengan total produksi pada tahun 2012 sebanyak 78.590,20 Ton (BPS Banjarnegara, 2012). Pertanian kentang mengalami penurunan produktivitas khususnya di Kabupaten Banjarnegara dengan rata-rata turun sebesar 4,12 % per tahun pada tahun 2004-2009 (Dinas Pertanian, Perikanan, dan Peternakan Banjarnegara, 2010). Salah satu faktor terjadinya penurunan produktivitas ini diduga karena kondisi lahan yang semakin rusak akibat penggunaan pupuk dan pestisida yang berlebihan. Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) di beberapa Kecamatan seperti Batur, Pejawaran, Pagentan dan Wanayasa Kabupaten Banjarnegaara mengidentifikasi bahwa teknik budidaya tanaman oleh petani masih mengalami permasalahan. Permasalahan tersebut yaitu penggunaan bibit bermutu atau unggul masih kurang, sistem budidaya masih kurang memperhitungkan lingkungan, dan yang paling utama adalah penggunaan pupuk baik pupuk anorganik maupun pupuk organik yang masih belum sesuai anjuran. Di Kecamatan Batur dan Pejawaran hampir sebagian besar petani menggunakan pupuk anorganik melebihi batas anjuran.
1
2
Petani dengan berbagai usaha dan upaya ingin meningkatkan hasil produksi pertaniannya. Pemberian pupuk pada tanaman dilakukan untuk mengembalikan unsur hara yang telah diserap oleh akar tanaman, walaupun pada dasarnya tanah telah menyediakan unsur hara esensial bagi tanaman. Selain jenis pupuk, dosis dan waktu pemberian pupuk juga diperhatikan agar menghasilkan produk yang berkualitas. Sebagian pupuk anorganik yang tidak diserap oleh tanaman juga akan menumpuk di tanah, kondisi seperti ini menjadikan tanah tidak produktif, akibatnya mikroorganisme yang bertugas menggemburkan tanah tidak akan beraktivitas di tanah tersebut (Effendi, 2003). Menurut Udiyani dan Setiawan (2003) dalam penelitiannya mengenai paparan radiasi dan konsentrasi zat radioaktif alam di daerah-daerah pertanian di Pulau Jawa, diketahui bahwa Propinsi Jawa Tengah paling tinggi dibandingkan dengan daerah lain di Pulau Jawa. Radioaktivitas alam bisa digunakan sebagai indikator pencemaran pupuk kimia, terutama pupuk dari batuan fosfat dan kalium (TSP , NPK, SP-36). Penggunaan pupuk kimia dalam waktu lama dan dilakukan secara intensif dalam jumlah yang berlebihan mengakibatkan bahan-bahan kimia yang terdapat pada pupuk tersebar dan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Kandungan zat radioaktif alam pada batuan fosfat dan kalium yang digunakan sebagai bahan dasar pupuk kimia dapat digunakan sebagai indikator banyaknya pupuk kimia dan rentang waktu proses akumulasi pencemaran pupuk di lingkungan. Pencemaran dari kegiatan pertanian menghasilkan banyak masalah dalam lingkungan. Pemupukan yang tidak sesuai anjuran merupakan salah satu sumber
3
pencemaran di badan air sungai. Pemupukan yang berlebihan akan larut ke dalam air dikarenakan adanya pencucian dan limpasan tanah yang menyebabkan penurunan kualitas air disekitarnya (Ulrich & Schnug, 2002). Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup orang banyak sehingga perlu dilindungi agar dapat bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta mahkluk hidup lainnya. Hampir semua siklus kebutuhan manusia tergantung dari adanya air. Di sisi lain air mudah sekali terkontaminasi oleh bahan-bahan pencemar sehingga dapat mengganggu kesehatan makhluk hidup (Effendi, 2003). Sungai Merawu di Kabupaten Banjarnegara dengan panjang 32 km dan cakupan DAS Merawu meliputi Kecamatan Batur, Pejawaran, Wanayasa, Pagentan, Karangkobar, Madukara, Banjarmangu, dan Wanadadi. Sungai Merawu rentan terhadap pencemaran limbah pertanian khususnya akibat penggunaan pupuk. Hal ini disebabkan karena daerah hulu aliran Sungai Merawu sebagian besar penggunaan lahannya untuk pertanian. Terdapat saluran irigasi dan drainase yang mengalir langsung ke badan Sungai Merawu sehingga menyebabkan kemungkinan terjadinya penurunan kualitas air sungai. Kondisi air sungai cenderung mengalami penurunan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai kondisi dan permasalahan lingkungan di sungai, khususnya kualitas air Sungai Merawu. Suatu sungai dikatakan tercemar jika kualitas airnya sudah tidak sesuai dengan peruntukanya. Kualitas air didasarkan pada baku mutu kualitas air sesuai kelas sungai berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang
4
pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air menjelaskan bahwa sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situs, waduk, dan muara. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi suatu masukan ataupun rekomendasi dalam pengelolaan sumberdaya air sungai di Sungai Merawu secara berkelanjutan dan bermanfaat bagi berbagai pihak.
1.2
Perumusan Masalah Berbagai macam penggunaan lahan seperti permukiman, pertanian,
peternakan dan industri merupakan faktor penentu kualitas air sungai di sekitarnya. Pada penelitian ini penulis fokus pada penggunaan pupuk pada pertanian. Penggunaan pupuk baik pupuk anorganik maupun pupuk organik, dan berbagai macam pendukung kesuburan secara instan di daerah pertanian cenderung meningkat dari tahun ke tahun dan akan terserap oleh tumbuhan terbawa oleh air hujan dengan adanya pencucian dan limpasan tanah sehingga berdampak pada kualitas air. Pencucian dan limpasan tersebut masuk ke badan Sungai Merawu melalui saluran irigasi dan drainase. Sungai Merawu yang mengalir di Kabupaten Banjarnegara dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Permasalahan yang melatar belakangi penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana kondisi kualitas air Sungai Merawu?
2.
Bagaimana penggunaan pupuk oleh petani berkontribusi mempengaruhi kualitas air Sungai Merawu?
5
3.
Bagaimana upaya strategi pengelolaan yang perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas air Sungai Merawu akibat penggunaan pupuk?
1.3
Tujuan Penelitian Penelitian mengenai kajian penggunaan pupuk untuk pertanian terhadap
kualitas air Sungai Merawu, di Kabupaten Banjarnegara mempunyai beberapa tujuan, antara lain sebagai berikut: 1. Menganalisis kualitas air Sungai Merawu dengan adanya penggunaan pupuk pada pertanian ditinjau dari parameter biologi, fisika dan kimia. 2. Mengkaji penggunaan pupuk oleh petani
yang berkontribusi
mempengaruhi kualitas air Sungai Merawu. 3. Mengkaji strategi upaya untuk pengendalian pencemaran Sungai Merawu terkait penggunaan pupuk oleh petani sekitar.
1.4
Keaslian Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk persyaratan mencapai derajat master dalam
Ilmu Lingkungan. Penelitian mengenai analisis kualitas air sungai telah banyak dilakukan di Indonesia tetapi dengan lokasi, waktu, teknik pengambilan sampel dan metode analisis yang berbeda. Penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu dari segi lokasi penelitian, waktu penelitian dan hasil yang ingin dicapai. Penelitian ini difokuskan pada pencemaran limbah pertanian yaitu penggunaan pupuk terhadap kualitas air Sungai Merawu. Penggunaan pupuk pada
6
pertanian secara berlebih dan terus-menerus diindikasikan berkontribusi mempengaruhi kualitas air sungai bagian hulu dan terakumulasi di bagian hilir sungai dan kualitas air Sungai Merawu dapat dikaji menggunakan parameter biologi, fisika dan kimia. Parameter tersebut memiliki kesamaan dengan beberapa penelitian karena merupakan indikator secara umum untuk pencemaran di perairan. Hasil yang akan dicapai pada penelitian ini adalah mengkaji kondisi kualitas air Sungai Merawu, mengkaji perilaku petani dalam penggunaan pupuk, dan upaya pengendalian pencemaran Sungai Merawu. Beberapa contoh penelitian yang dijadikan referensi ditunjukkan pada Tabel 1.1. Beberapa penelitian terdahulu menggunakan pendekatan analisis kualitas air dengan parameter yang sama yaitu parameter biologi, fisika dan kimia. Dyah, dkk (2012) dan Peni, dkk (2013) masing-masing melakukan penelitian di Sungai Blukar Kabupaten Kendal dan Waduk Gajah Mungkur, dalam penelitiannya menjelaskan bahwa memang benar adanya pengaruh penggunaan lahan terhadap kualitas air. Pande dan Muhammad (2003) melakukan kajian pencemaran lingkungan di daerah pertanian dan
diketahui bahwa perilaku petani dalam
penggunaan pupuk kimia mempengaruhi tingkat pencemaran lingkungan di daerah pertanian. Dalam penelitian tersebut menggunakan data radioaktivitas alam sebagai indikator pencemaran tanpa menganalisis kualitas air di sekitarnya.
Tabel 1.1 Penelitian-Penelitian Terdahulu No 1.
2.
3.
4.
Nama & Judul Analisis Kualitas Air dan Beban Pencemaran Berdasarkan Penggunaan Lahan di Sungai Blukar Kabupaten Kendal (Dyah, A., dkk, 2012) Kajian Terhadap Pencemaran Lingkungan di Daerah Pertanian Berdasarkan Data Radioaktivitas Alam ( Pande, M.U dan Muhammad B, S .,2003) Pengaruh Limbah Domestik Terhadap Kualitas Air Waduk Batujai Kabupaten Lombok Tengah Nusa Tenggara Barat (Supardiono, 2010) Kualitas dan Beban Pencemaran Perairan Waduk Gajah Mungkur (Peni, P., dkk, 2013)
Tujuan Penelitian Menganalisis kualitas air sungai Blukar berdasarkan baku mutu kualits air sungai menurut PP nomor 82 Tahun 2001 Menganalisis penggunaan pupuk, dengan indikator radioaktivitas alam
Metode Penentuan status mutu air dengan metode indeks pencemaran.
Pendekatan Analisa kualitas fisik, kimia dan mikrobiologi dan dilakukan status mutu air.
Hasil 1. Kondisi kualitas air sungai Blukar dari hulu ke hilir mengalami penurunan dengan status mutu air cemar ringan. Morfologi sungai mempengaruhi proses pemurnian diri sungai. 2. Aktivitas permukiman dan pertanian merupakan sumber pencemar paling besar. Perilaku petani dalam penggunaan pupuk kimia mempengaruhi tingkat pencemaran dan kejenuhan lingkungan di daerah pertanian. Pencemaran penggunaan pupuk kimia mempunyai korelasi yang besar dengan tingkat radioaktivitas alam didaerah tersebut.
Carborne survey dan purposif sampling untuk lokasi
Radioaktivitas alam digunakan sebagai indikator pencemaran pupuk kimia didaerah pertanian.
Mengetahui kualitas air Waduk Batujai dan mengevaluasi pengaruh akumulasi limbah cair domestik dan pertanian. Memberikan gambaran dalam bentuk peta kualitas air dan beban pencemaran di Waduk Gajah Mungkur
Metode purposive sampling untuk pengambilan sampel air
Kualitas air dengan baku mutu dan indeks pencemaran.
Kandungan total coliform pada setiap stasiun sungai telah melampaui ambang batas baku mutu. Berdasarkan baku mutu dan indeks pencemaran kualitas air Waduk Batujiai tergolong tercemar.
Metode deskriptif laboratoris dilakukan terhadap parameter fisika, kimia, biologi.
Kualitas air berdasarkan baku mutu air PP Nomor 82 tahun 2001 dan beban pencemaran berdasarkan Kepmen LH 115 tahun 2003
Beberapa parameter yang melampaui baku mutu air kelas dua dan tiga yaitu TSS, DO, BOD, COD, Coliformdan Total coliform. Beban pencemaran yang berasal dari exogenous activity paling besar adalah TSS yang berasal dari DAS Keduang sebesar 891,71 ton/th. Sedangkan dari indigenous activity berupa limbah pakan ikan dari budidaya ikan dalam KJA, dengan beban pencemaran Nitrogen 81.963,51 ton/th dan Pospor 28.501,71 ton/th.
7
8
1.5
Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. Hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan pemahaman pada masyarakat petani mengenai dampak penggunanaan pupuk. 2. Bagi
pengembangan
ilmu
pengetahuan,
penelitian
ini
dapat
dimanfaatkan sebagai referensi penelitian sejenis khususnya tentang penggunaan lahan pertanian dan perilaku petani dalam penggunaan pupuk yang mempengaruhi kualitas air. 3. Bagi kepentingan kebijakan pembangunan, penelitian ini diharapkan mampu sebagai rekomendasi pemerintah setempat dalam mengambil kebijakan dalam strategi upaya pengendalian pencemaran air sungai.