BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Angka pertumbuhan penduduk yang tinggi merupakan salah satu masalah kependudukan yang masih terjadi di Indonesia. Indonesia berada di urutan keempat negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, dengan jumlah penduduk 241 juta pada pertengahan tahun 2012 (Population Reference Bureau, 2012). Laju pertumbuhan penduduk (LPP) meningkat dari 1,45% menjadi 1,49% pada tahun 2000-2010 (Witjaksono, 2012). Bila angka pertumbuhan ini terus berlanjut, maka diproyeksikan jumlah penduduk Indonesia akan mencapai 305,8 juta jiwa pada tahun 2035. Konsekuensi dari jumlah penduduk yang sangat besar ini akan timbul masalah-masalah kependudukan, seperti masalah kesehatan, pendidikan, pengangguran dan kemiskinan (BAPPENAS, 2012). Upaya pengendalian laju pertumbuhan penduduk dilakukan melalui pelaksanaan program Keluarga Berencana bagi Pasangan Usia Subur (PUS). Hasil SDKI 2012 menunjukkan PUS yang menjadi peserta KB aktif (Contraceptive Prevalence Rate/CPR) mencapai 61,9%. Meskipun angka tersebut mengalami peningkatan sekitar 0,04 dibandingkan CPR pada SDKI 2007, namun hasil ini jauh dari target tahun ini yaitu minimal sebesar 62-63%. Jumlah anak yang dimiliki oleh PUS (Total Fertility Rate/TFR) pada tahun 2012 masih sama dengan tahun 2007 yaitu berada pada kisaran 2,6 per wanita usia subur dan gagal mencapai target 2,4 pada tahun ini. Dengan keadaan tersebut, program KB
Universitas Sumatera Utara
mustahil untuk mencapai TFR yang ditargetkan Millenium Development Goals 2015 yaitu sebesar 2,1. Mandeknya program KB ini salah satunya disebabkan oleh keikutsertaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) yang masih rendah (Witjaksono, 2012). Hasil Mini survei 2011 menunjukkan bahwa metode KB hormonal yaitu suntik dan pil merupakan metode yang paling dominan digunakan oleh peserta KB di Indonesia (Nasution, 2011). Metode suntik dan pil yang termasuk ke dalam metode kontrasepsi jangka pendek, rentan terhadap kegagalan dan tingkat drop out-nya cukup tinggi. Angka drop out, kegagalan dan komplikasi metode kontrasepsi jangka pendek mencapai 23-39% (suntik 23%; Pil 39%; Kondom 38%), sementara metode kontrasepsi jangka panjang hanya sekitar 0,5-10% (BAPPENAS, 2012). Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) merupakan metode yang dikenal efektif karena dapat memberikan perlindungan dari risiko kehamilan maksimal mencapai sepuluh tahun sehingga memberikan dampak yang signifikan terhadap penurunan TFR secara nasional. Penggunaan MKJP mengalami sedikit peningkatan yaitu dari 11,6% pada tahun 2010 menjadi 12,7% pada tahun 2011 dengan proporsi pemakaian IUD 5,28%, MOW 2,19%, MOP 0,27% dan implant 4,93%. Akan tetapi, angka tersebut belum mencapai hasil yang ditargetkan. Penggunaan MKJP yang relatif masih rendah di kalangan PUS pada masing-masing wilayah dipengaruhi oleh banyak faktor seperti faktor sosial, demografi, ekonomi dan sarana, serta faktor yang berkaitan dengan kualitas pelayanan MKJP (Nasution, 2011). Rendahnya penggunaan MKJP dipengaruhi
Universitas Sumatera Utara
oleh faktor pengguna dan penyedia pelayanan KB. Salah satu faktor yang dianggap berkontribusi dengan kecenderungan pemilihan metode kontrasepsi jangka pendek adalah faktor penerimaan atau image terhadap kontrasepsi tersebut. Selain itu dari sisi penyedia pelayanan, MKJP membutuhkan tenaga yang berkompeten, sarana dan prasarana penunjang pelayanan yang memadai. Pemilihan dan penggunaan kontrasepsi pada PUS belum berdasarkan atas pilihan yang rasional dan belum mempertimbangkan efektivitas dan efisiensi (Witjaksono, 2012). Banyak wanita yang mengalami kesulitan menentukan pilihan jenis kontrasepsi karena terbatasnya metode yang tersedia, dan ketidaktahuan mereka tentang persyaratan dan keamanan metode kontrasepsi tersebut (Pinem, 2008). Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pemilihan kontrasepsi adalah faktor pasangan, faktor kesehatan, dan faktor metode kontrasepsi itu sendiri (Hartanto, 2010). Penelitian yang dilakukan Kusumaningrum (2009) menunjukkan bahwa umur istri, jumlah anak dan tingkat pendidikan memiliki hubungan yang bermakna dengan pemilihan jenis kontrasepsi yang digunakan. Faktor lainnya yang mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi adalah fasilitas kesehatan (Stephenson, Beke, Tshibangu, 2008). Penggunaan metode kontrasepsi modern berhubungan dengan usia wanita, jumlah anak hidup, pendidikan wanita, agama, tujuan reproduksi, dan pandangan suami terhadap KB (Rahayu, Utomo, McDonald, 2009). Pemilihan metode kontrasepsi modern juga berhubungan dengan paritas dan komposisi jenis kelamin anak (Jayaraman, Mishra, Arnold, 2008). Sementara untuk penggunaan MKJP,
Universitas Sumatera Utara
fakto-faktorr yang ditemukan signifikan diantaranya adalah usia, jumlah anak hidup, tingkat pendidikan, lama pernikahan, sumber pelayanan KB dan tujuan ber-KB (Nasution, 2011). Di provinsi Sumatera Utara terdapat 2.204.567 Pasangan Usia Subur. Jumlah peserta KB aktif sebanyak 1.509.109 (68,45%) dan terdapat 406.638 peserta KB baru (18,45%). Jenis metode kontrasepsi yang digunakan oleh peserta KB aktif adalah suntik (32,91%), pil (32,65%), IUD (10,81%), implan (9,3%), MOW (7,48%), MOP (7,48%), dan kondom (6,85%) (Depkes RI, 2011). Data tersebut menunjukkan bahwa penggunaan kontrasepsi non MKJP yaitu suntik dan pil merupakan metode yang paling banyak digunakan oleh PUS di provinsi Sumatera Utara (Depkes RI, 2012). Berdasarkan data yang didapatkan dari Puskesmas Pancur Batu, sampai bulan Agustus 2012 terdapat 12127 Pasangan Usia Subur di wilayah kerja puskesmas. Terdapat sebanyak 9200 PUS yang menjadi peserta KB aktif. Sampai bulan Oktober 2012 terdapat 645 PUS yang menjadi peserta KB baru di wilayah kerja puskesmas yang terdiri dari pengguna metode suntik (31,93%), pil (25,27%), kondom (20,31%) , implant (9,92%), IUD (7,75%), MOP (4,34%) dan MOW (0,77%). Dari data tersebut, metode kontrasepsi yang paling banyak digunakan PUS adalah metode suntik dan pil, padahal kedua metode tersebut bukan termasuk metode jangka panjang yang diprioritaskan oleh BKKBN. Berdasarkan hasil wawancara dengan seorang petugas puskesmas, hal tersebut terjadi karena menurut PUS metode pil dan suntik lebih praktis, lebih murah, dan tidak memerlukan pemeriksaan genitalia atau pembedahan. Berdasarkan latar
Universitas Sumatera Utara
belakang tersebut, penulis berminat untuk melakukan penelitian tentang analisa faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi pada Pasangan Usia Subur (PUS) di wilayah kerja Puskesmas Pancur Batu.
1.2 Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian dalam latar belakang dapat diambil rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi yang digunakan Pasangan Usia Subur (PUS) di di wilayah kerja puskesmas Pancur Batu.
1.3.2
Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi pemilihan metode kontrasepsi pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu. 2. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Wilayah Kerja Puskesmas Pancur Batu.
Universitas Sumatera Utara
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1 Praktik Pelayanan Keperawatan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode kontrasepsi sehingga dapat menjadi informasi tambahan bagi perawat ketika memberikan pendidikan kesehatan tentang pemilihan kontrasepsi rasional. 1.4.2 Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat tentang pemilihan kontrasepsi yang rasional dan sesuai kebutuhan. 1.4.3 Puskesmas Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pelayanan keluarga berencana di puskesmas.
Universitas Sumatera Utara