BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian Korupsi adalah suatu perbuatan untuk menguntungkan diri sendiri, dan secara tidak
langsung dapat merugikan negara dan orang banyak. Korupsi menurut Mahzar dalam (Semma, 2008:34), menandaskan istilah korupsi secara umum sebagai berbagai tindakan gelap dan tidak sah (illicit or illegal activities) untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok. Ia lalu menambahkan, bahwa dalam perkembangan lebih akhir, dari beragam pengertian korupsi, terdapat penekanan yang dilakukan sejumlah ahli dalam mendefinisikan korupsi, yakni “Penyalahgunaan kekuasaan atau kedudukan publik untuk kepentingan pribadi.” Dalam hal ini, korupsi sendiri sudah menjadi budaya dalam Indonesia. Dikutip dari (Wijayanto, 2009: 4-5) di Indonesia, korupsi mulai terjadi sejak zaman kerajaan. Bahkan, VOC bangkrut pada awal abad ke-20 akibat korupsi yang merjalela ditubuhnya. Dengan itulah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi di bentuk pada Desember 2003 berdasarkan UU No.30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Dalam UU tersebut disebutkan bahwa KPK dibentuk karena lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien dalam memberantas tindak pidana korupsi. KPK pada 30 Juni 2009, secara terbuka dituduh melakukan penyadapan terhadap telepon seluler Susno Duadji dengan mengatakan bahwa ada lembaga yang telah secara sewenang-wenang menyadap telepon selulernya. Polri juga menetapkan dua pimpinan KPK sebagai tersangka, yaitu Chandra M. Hamzah, dan Bibit Samad Rianto, bahkan sempat menahan mereka berdua. Dalam wawancara Tempo dengan Susno Duadji yang dimuat di Majalah Tempo edisi 6-12 Juli 2009, ia mengatakan “Cicak kok mau melawan buaya”. Susno menilai KPK (Cicak) bodoh karena berani dengan Polri (Buaya),
1
2 khususnya dengan Kabareskrim yaitu dia sendiri. Dan dari sinilah muncul istilah “Cicak vs Buaya”, dan dikenal juga sebagai “Cicak vs Buaya Jilid I”. Pada Juli 2012, kisruh antara KPK dengan Polri terdengar kembali, setelah KPK menetapkan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri, yaitu Irjen Djoko Susilo sebagai tersangka kasus korupsi di proyek simulator ujian SIM, tiba-tiba Polri mengumumkan juga sebenarnya sedang menyelidiki kasus korupsi yang sama. Pada 5 Oktober 2012, sejumlah aparat kepolisian mengepung Gedung KPK untuk menangkap salah satu penyidik KPK yang juga berasal dari Polri, Komisaris (Pol) Novel Baswedan. Kisruh yang seperti terulang lagi dari kedua institusi hukum itu dikenal sebagai “Cicak vs Buaya Jilid II”. Dari kedua kalinya kisruh tersebut selalu diselesaikan dan diredamkan oleh Presiden ke-6 Republik Indonesia yaitu Jenderal TNI (Purn.) Prof. Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono atau biasa dipanggil SBY. Pada awal bulan Januari 2015 di masa pemerintahan Ir. H. Joko Widodo atau yang akrab disapa Jokowi sebagai Presiden ke-7 Republik Indonesia. Terulang kembali kisruh “Cicak vs Buaya” tersebut.
Gambar 1.1 Kronologi Kisruhnya KPK-Polri Sumber: BBC Indonesia, 16 Februari 2015, “Kronologi kasus Budi Gunawan dan ketegangan KPK-Polri”
Ketegangan kisruh ini terdapat dan ramai dalam media massa. Media massa menjadi alat dari komunikasi massa kepada khalayak ramai dengan serempak. Dikemukakan oleh Bittner yakni, komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media
3 massa pada sejumlah besar orang. Elvinaro, Lukiati, dan Siti, (2012:3) Media massa dibagi dalam dua jenis, yaitu media cetak (koran, dan majalah), dan media elektronik (radio, televisi, internet). Konvergensi media massa saat ini membuat media online (internet) makin berkembang. Dengan kecepatan informasi yang ter-update saat ini rata-rata khalayak sudah mempunyai smartphone, yang dapat memberikan kemudahan dalam mengakses informasi di mana saja, dan kapan saja. Dengan begitu membuat media konvensional (Koran, majalah) berkonvergensi ke media online juga. Rossler mengatakan, secara umum media baru telah disambut (juga oleh media lama) dengan ketertarikan yang kuat positif, dan bahkan pengharapan serta perkiraan yang bersifat eforia, serta perkiraan yang berlebihan mengenai signifikasi mereka (McQuail, 2011:148). Media konvensional yang berkonvergensi itu dianggap mempertahankan eksistensi medianya dalam masyarakat sekarang. Dengan begitu dalam portal berita online banyak yang memuat artikel-artikel tentang kisruhnya antara KPK dengan Polri yang biasa disebut Cicak vs Buaya. Seperti dalam portal berita online Detik.com pada hari Sabtu, 24 Januari 2015 - 09:54 WIB yang berjudul “Penangkapan BW dan Siklus 3 Tahunan Ketegangan KPK dengan Polri”. Berkembangnya kisruh “Cicak vs Buaya” pada masa pemerintahaan Jokowi seperti siklus 3 tahunan. Berkembangnya kisruh tersebut menyoroti Jokowi juga, seperti dalam Okezone.com pada hari Minggu, 3 Mei 2015 - 08:07 WIB dengan judul artikel “Konflik KPK dan Polri Terjadi karena Jokowi Lemah”. Dalam artikel tersebut terlihat juga perbandingan Jokowi dengan SBY. Dilihat juga karena kisruh antara KPK dengan Polri pernah terjadi dua kali, perbandingan ini menyoroti sikap Jokowi sebagai presiden dalam menangani dan menyelesaikan kisruh kedua institusi hukum negara itu. Yang menariknya bukan hanya portal berita online yang terdapat artikel dengan isi tulisan mengenai kisruhnya dan ketegangan antara KPK dengan Polri. Terdapat juga beberapa karikatur yang berisikan kisruh tersebut. Makna karikatur secara umum, sebenarnya adalah suatu “bentuk lucu”, janggal atau berlebihan (Suprana, 2009:14). Karikatur juga dapat dipakai untuk penyebaran kritikan dan opini atas suatu kejadian atau masalah-masalah. Karikatur adalah bagian dari opini penerbit yang dituangkan
4 dalam bentuk gambar-gambar khusus. Semula, karikatur ini hanya merupakan selingan atau ilustrasi belaka. Namun pada perkembangan selanjutnya, karikatur dijadikan sarana untuk menyampaikan kritik yang sehat. Kritik yang sehat maksudnya, pejabat pemerintah atau tokoh masyarakat yang menjadi objek komik-kartun dan karikatur pun tidak tersinggung, tetapi justru sebaliknya merasa senang karena dirinya diangkat kepermukaan oleh kartunis (Sobur, 2013:140). Kritik politik Jokowi pun menjadi sorotan. Ilmu politik merupakan ilmu yang mengkaji interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan (dan menegakkan pelaksanaan) keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama untuk masyarakat umum (Surbakti, 2010:20). Dengan begitu setiap keputusan Jokowi mendapat kritikan oleh media. Karikatur telah menjadi alat kontrol jika media lainnya dirasakan tidak dapat efektif. Dengan visualnya karikatur dapat masuk di benak lapisan masyarakat. Penggunaan katakata dalam karikatur pun menambah pemaknaan yang luas. Karikatur dalam rubrik berita, menjadi suatu ruang opini yang santai dan menarik perhatian khalayak. Media pers Indonesia menampilkan komik-kartun dan karikatur sebagai ungkapan kritis terhadap berbagai masalah yang berkembang secara tersamar, dan tersembunyi (Sobur, 2013:140). Peneliti tertarik dalam meneliti karikatur pada portal berita Inilah.com yang mempunyai sub-kanal berita karikatur editorial yang memuat beberapa karikaturnya dalam portal berita online Inilah.com setiap ada pemberitaan atau informasi-informasi didalam masyarakat. Atau bisa dibilang sub-kanal berita karikatur editorial ini selalu update dalam menampilkan karikatur didalam portal berita online Inilah.com. Ada khas dari karikatur editorial Inilah.com, yaitu di dalam setiap karikaturnya terdapat gambar orang yang berkuping besar dan selalu mempunyai perkataan disetiap karikaturnya. Dilihat gambar orang yang berkuping besar ini seperti opini media yang berasal dari opini publik yang ada. Dalam hal ini membuat portal berita online Inilah.com dalam karikatur editorialnya dijadikan objek penelitian, karena karikatur terdapat tanda-tanda yang ingin disampaikan
5 ke khalayak, isinya yang tidak hanya tulisan berita tetapi terdapat juga gambar atau karikatur yang memrepresentasikan kritik politik dengan lebih sehat. Dikatakan kritik sehat karena penyampainnya dilakukan dengan gambar-gambar lucu dan menarik (Sobur, 2013: 140). Karikatur ini peneliti melihat menjadi sebuah pesan komunikasi dari media yang merupakan kritikan dari politik Jokowi pada saat kisruhnya antara KPK dengan Polri. Karena peneliti ingin melihat makna kritik politik dalam karikatur yang berasal dari tanda-tanda di dalamnya tersebut, maka dari itu peniliti menggunakan analisis semiotika. Analisis semiotika adalah penelitian yang dirasakan memiliki tanda-tanda, dan berupaya untuk menemukan makna dari tanda yang muncul tersebut. Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Sobur, 2013:15). Dengan begitu judul penelitian ini adalah “Analisis Semiotika Karikatur Jokowi di Inilah.com dalam Sub-Kanal Berita Karikatur Editorial sebagai Media Kritik Politik”.
1.2
Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, peneliti merumuskan fokus
penelitian adalah, bagaimana makna pesan dalam karikatur Jokowi di Inilah.com dalam Sub-kanal berita Karikatur Editorial bulan Januari 2015 – Februari 2015 dengan pendekatan semiotika?
1.3
Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana makna denotasi dalam karikatur Jokowi di Inilah.com dalam Subkanal berita Karikatur Editorial bulan Januari 2015 – Februari 2015? 2. Bagaimana makna konotasi dalam karikatur Jokowi di Inilah.com dalam Subkanal berita Karikatur Editorial bulan Januari 2015 – Februari 2015?
6 3. Bagaimana mitos yang berada di dalam masyarakat terhadap karikatur Jokowi di Inilah.com dalam Sub-kanal berita Karikatur Editorial bulan Januari 2015 – Februari 2015?
1.4
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1
Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai peneliti dalam melakukan penelitian semiotika
berdasarkan semiotika Barthes yaitu: 1. Untuk mengetahui makna denotasi dalam karikatur Jokowi di Inilah.com dalam Sub-kanal berita Karikatur Editorial bulan Januari 2015 – Februari 2015. 2. Untuk mengetahui makna konotasi dalam karikatur Jokowi di Inilah.com dalam Sub-kanal berita Karikatur Editorial bulan Januari 2015 – Februari 2015. 3. Untuk mengetahui mitos yang berada di dalam masyarakat terhadap karikatur Jokowi di Inilah.com dalam Sub-kanal berita Karikatur Editorial bulan Januari 2015 – Februari 2015. 1.4.2
Manfaat Penelitian
a)
Manfaat Akademis Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya pengetahuan di
bidang ilmu komunikasi khususnya pendalaman analisis semiotika. b)
Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para pelaku media.
Dan dijadikan refrensi untuk mengemas pesan melalui visual. c)
Manfaat Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang berguna bagi masyarakat
tentang karya komunikasi visual karikatur yang dijadikan media sebagai salah satu alat untuk menyampaikan kritik politik.
7 1.5
Sistematika Penelitian
Secara garis besar sistematika penulisan ditulis sebagai berikut : BAB 1 : PENDAHULUAN Dalam bab ini, peneliti menggunakan tentang pokok permasalahan yang akan diteliti agar pembaca dapat memperoleh gambaran mengenai permasalahan yang akan dibahas oleh peneliti. Bab ini dibagi atas beberapa sub bab, antara lain; latar belakang, fokus penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat, dan sistematika penulisan. BAB 2 : KAJIAN PUSTAKA Berisikan tentang teori-teori dan konsep-konsep yang akan mendukung isi dari penelitian yang dibuat oleh peneliti. BAB 3 : METODE PENELITIAN Dalam bab ini, peneliti Berisikan tentang metodologi penelitian yang dipakai oleh peneliti dalam melakukan penelitian. BAB 4 : HASIL PENELITIAN Berisikan tentang hasil dari penelitian yang telah dibuat oleh peneliti berdasarkan dari teori-teori dan konsep-konsep yang telah digunakan oleh peneliti serta metodologi penelitian. BAB 5 : SIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang dapat diberikan penulis berkaitan dengan hasil penelitian yang didapat. DAFTAR PUSTAKA Bagian ini memuat sumber-sumber referensi yang digunakan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini, bisa buku, jurnal, maupun situs-situs di internet.
8 LAMPIRAN Memuat penjelasan tambahan seperti gambar yang merupakan penjelasan dari apa yang disajikan di bagian-bagian terkait sebelumnya, juga termasuk biodata peneliti.