www.parlemen.net
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN KETUA BADAN LEGISLASI HASIL KONSULTASI PROGRAM LEGISLASI NASIONAL 2005-2009 DAN PRIORITAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TAHUN 2005 DALAM RAPAT PARIPURNA Tanggal 1 Pebruari 2005 Assalamu'alaikum Wr.Wb Salam Sejahtera Yth. Pimpinan dan anggota Dewan; Yth. Menteri Hukum dan HAM beserta pejabat dari Kementerian Hukum dan HAM; Para wartawan dan hadirin yang kami hormati
Puji dan syukur kita ucapkan kehadirat AIIah SWT Tuhan Yang Maha Esa karena hanya atas perkenan dan ridho-Nya kita semua dapat menghadiri Rapat Paripurna dalam rangka pengambilan keputusan penetapan Program Legislasi Nasional 2005-2009 dan Prioritas Rancangan Undang-Undang tahun 2005 pada hari ini. Pimpinan dan Hadirin Yang Kami Hormati Dalam UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan diatur bahwa pembentukan peraturan perundang-undangan merupakan salah satu syarat dalam rangka pembangunan hukum nasional yang hanya dapat diwujudkan apabila didukung olah cara dan metode yang pasti, baku, dan standar yang mengikat semua lembaga yang berwenang membuat peraturan perundang-undangan. Untuk mewujudkan cara dan metode yang pasti, baku, dan standar tersebut, dalam Pasal 17 tersebut ditentukan bahwa Rancangan Undang-Undang baik yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakayat, Presiden, maupun dari Dewan Perwakilan Daerah disusun berdasarkan Program Legislasi Nasional. Selanjutnya dalam Pasal 16 UU tersebut diatur bahwa penyusunan Program Legislasi Nasional antara DPR dan Pemerintah dikoordinasikan oleh DPR melalui alat kelengkapan yang khusus menangani bidang legislasi (dalam hal ini adalah Badan Legislasi). Penyusunan Program Legislasi dalam lingkungan DPR jugs dikoordinasikan oleh Badan Legislasi, sedangkan penyusunan Program Legislasi di Iingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Peraturan Perundang-Undangan (dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM).
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Ketentuan dalam UU No. 10 Tahun 2004 tersebut lebih lanjut diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPR. Dikatakan bahwa Badan Legislasi dalam merencanakan dan menyusun Program Legislasi Nasional dan prioritas rancangan undang-undang untuk satu masa keanggotaan DPR dan setiap tahun anggaran dilakukan dengan tahapan inventarisasi masukan dari anggota fraksi, komisi, DPD, dan masyarakat. Masukan tersebut menjadi bahan Badan Legislasi untuk konsultasi penyusunan Program Legislasi Nasional dan Prioritas RUU untuk satu tahun anggaran dengan Pemerintah. Pimpinan dan Hadirin Yang Kami Hormati Untuk mejalankan ketentuan dalam UU No. 10 tahun 2004 dan Peraturan Tata Tertib DPR, mulai pada Masa Persidangan II Tahun Sidang 2004-2005, Badan Legislasi mengadakan rangkaian kegiatan, yang pertama yaitu meminta masukan RUU dari fraksi, komisi, DPD, dan masyarakat/LSM dan kedua mengadakan koordinasi dan konsultasi dengan Menteri Hukum dan HAM. Dalam kaitan mendapatkan masukan dari komisi, dapat kami sampaikan tidak semua komisi memberikan masukan terhadap Program Legislasi Nasional dan Prioritas RUU tahun 2005 yang diminta oleh Badan Legislasi. Sedangkan dari fraksi, Badan Legislasi sama sekali tidak mendapatkan masukan tepat pada waktunya. Dari DPD diperoleh masukan sejumlah RUU untuk Program Legislasi Nasional dan Prioritas RUU tahun 2005 yaitu RUU yang terkait dengan kewenangan DPD dalam bidang tertentu. Satu hal yang menarik bahwa ternyata masyarakat, dalam hal ini LSM, menunjukkan tingkat kepedulian dan partisipasi yang cukup tinggi. Badan Legislasi menerima banyak usul daftar RUU baik yang disampaikan secara langsung maupun melalui surat. Masukan dari LSM tersebut ada sebagian yang sudah dalam bentuk naskah RUU yang dilengkapi dengan Naskah Akademik. Hal seperti ini tentu akan sangat membantu tidak saja Badan Legislasi tetapi kemungkinan juga komisi-komisi dalam penyiapan RUU. Untuk memberikan kesempatan kepada Kementerian Hukum dan HAM melakukan koordinasi di lingkungan Pemerintah, Badan Legislasi menyetujui memperpanjang waktu penyusunan Program Legislasi Nasional dan Prioritas RUU tahun 2005 pada Januari 2005. Perpanjangan ini juga sekaligus dimanfaatkan oleh Badan Legislasi menerima masukan dari Komisi yang belum menyampaikan pada Masa Persidangan II yang lalu dan juga mengadakan koordinasi dengan unsur Pimpinan Komisi-Komisi untuk menyerap keinginan komisi-komisi khususnya berkaitan dengan Prioritas RUU tahun 2005 dan koordinasi tersebut telah dilakukan pada tanggal 24 Januari 2005. Bagaimana sesungguhnya penyampaikan masukan dari Komisi dan DPD kepada Badan Legislasi, ini memang tidak tegas diatur di dalam Peraturan Tata Tertib, apakah cukup dengan surat sebagaimana dilakukan Badan Legislasi pada Masa Persidangan II yang lalu atau hanya dengan Rapat Koordinasi Pimpinan Badan Legislasi dengan unsur Pimpinan KomisiKomisi. Badan Legislasi berpendapat bahwa pada masa yang akan datang dalam rangka penyusunan RUU Prioritas tahunan perlu dilakukan Rapat Badan Legislasi dengan unsur Pimpinan Komisi-komisi, demikian juga masukan RUU dari DPD hendaknya disampaikan dalam Rapat Badan Legislasi. Oleh karena itu Badan Legislasi telah sepakat untuk menyusun mekanisme yang akan dinamakan Sistem dan Prosedur (SISDUR) Penyusunan Program Legislasi yang akan mengatur mengenai penyiapan RUU DPR dan keterlibatan Badan Legislasi selalu koordinator penyusunan Program Legislasi baik di lingkungan DPR maupun antara DPR dan Pemerintah. Badan Legislasi dan Pemerintah membahas Program Legislasi Nasional Tahun 2005-2009 dan Prioritas RUU Tahun 2005 dilakukan sesuai dengan mekanisme pembahasan RUU yaitu dibicarakan pertama kali dalam Rapat Kerja, kemudian secara mendalam dan intensif dibahas oleh Panja yang diketuai oleh Sdr. Pataniari Siahaan (FPDIP), dan hasil-hasil pembicaraan Panja selanjutnya dirumuskan oleh Tim Perumus yang diketuai oleh Sdr. Prof. Drs. Rustam E. Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Tamburaka, MA, Phd (FPG). Pembicaraan atau diskusi dalam setiap tingkat pembahasan berjalan cukup menarik, kadang-kadang terjadi perdebatan yang cukup seru. Namun hal itu dapat dikatakan sebagai pencerminan dinamika dari sebuah masyarakat demokratis yang mempunyai keinginan untuk menghasilkan suatu rumusan Program Legislasi Nasional yang lebih baik untuk membangun suatu sistem hukum nasional yang berasaskan kenusantaraan dengan mengakui kebhinekaan, pluralisme atau heterogenitas. Dapat kami laporkan bahwa, Badan Legislasi bersama dengan Kementerian Hukum dan HAM pada tanggal 31 Januari 2005 atau kemarin telah berhasil menyepakati rumusan Program Legislasi Nasional 2005-2009 dan Prioritas RUU Tahun 2005 untuk diteruskan pada Rapat Paripurna Dewan hari ini, dengan sistematika rumusan sebagai berikut: PROGRAM LEGISLASI NASIONAL TAHUN 2005-2009 (JUDUL) 1. Pendahuluan 2. Program Pembentukan Undang-Undang 3. Maksud dan Tujuan 4. Kondisi Obyektif 5. Visi dan Misi 6. Arah Kebijakan 7. Skala Prioritas 8. Penutup Pimpinan dan Hadirin Yang Terhormat Selanjutnya perkenankan kami secara ringkas menyampaikan materi muatan dari Program Legislasi Nasional sebagai masukan bagi para Anggota Dewan. Program Legislasi Nasional adalah bagian dari pembangunan hukum nasional sebagai instrumen perencanaan program pembentukan undang-undang secara berencana, terpadu, dan sistematik, yang memuat daftar rancangan undang-undang dalam kurun waktu tertentu yang disusun berdasarkan metode dan parameter tertentu dengan dijiwai oleh visi dan misi serta mempunyai maksud dan tujuan yaitu mewujudkan tujuan negara sebagaimana terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu untuk melindungi segenap rakyat dan bangsa, seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial melalui suatu sistem hukum nasional. Kondisi obyektif pelaksanaan pembangunan nasional tahun 2000-2004 secara umum menggambarkan masih belum menunjukkan pembangunan hukum yang sesuai dengan harapan dan rasa keadilan masyarakat yaitu hukum yang benar-benar memihak kepada kepentingan rakyat, hukum yang tidak hanya melindungi kepentingan orang perorang dan kelompok/golongan, hukum yang tetap mengimplementasikan nilai-nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat. Pada aspek materi hukum masih ditemukan materi hukum yang saling tumpang tindih dan tidak konsisten, belum menunjukkan komitmen dan karakter hukum yang responsif terhadap perlindungan hak asasi manusia, masyarakat lemah dan marjinal, nilai keadilan jender, serta proses pembentukan yang kurang aspiratif dan partisipatif. Ini merupakan permasalahan dalam pembangunan hukum dan permasalahan tersebut tidak terlepas dari sistem pembentukan undang-undang yang mengabaikan pentingnya kegiatan inventarisasi, sinkronisasi, dan harmonisasi pada masa lalu. Hal tersebut menjadi pendorong bagi Badan Legislasi untuk merumuskan Program Legislasi Nasional 2005-2009 berbeda dengan masa lalu yaitu tidak semata-mata memuat daftar RUU, tetapi memiliki arah pembentukan undang-undang melalui proses yang dinamis sesuai dengan Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
dinamika masyarakat pada era globalisasi yang dipacu oleh kemajuan teknologi informasi. Oleh karena itu pembentukan undang-undang harus dikaitkan dengan tiga hal yaitu masa lalu yang terkait dengan perjuangan bangsa, masa kini yaitu kondisi obyektif yang terkait dengan lingkungan strategis, dan masa depan yang dicita-citakan. Dimensi pemikiran seperti itu hendaknya diwujudkan ke dalam sistem hukum nasional yang menganut asas kenusantaraan dengan tetap mengakui keanekaragaman atau heterogenitas seperti hukum adat, hukum Islam, hukum agama lainnya, hukum kontemporer, dan hukum barat serta merumuskan berbagai simpul yang menjadi titik taut fungsional di antara aneka ragam kaidah yang ada melalui unifikasi baik secara parsial maupun dalam bentuk kodifikasi. Selain hal-hal yang diuraikan di atas, dalam penyusunan Program Legislasi Nasional 2005-2009 khususnya berkaitan dengan RUU yang dimasukkan dalam Program Legislasi, dasar pertimbangan yang digunakan bahwa RUU tersebut merupakan pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UUD 1945 yang meliputi: 1. Penguatan hak-hak asasi manusia diantaranya hak politik, hak ekonomi, hak sosial; 2. Penguatan kelembagaan penyelenggaraan pemerintahan negara; 3. Penguatan terhadap penegakan hukum. Dengan landasan pemikiran di atas, disusun Skala Prioritas yang memuat daftar RUU tahun 2005-2009 dengan jumlah 284 RUU. Dari jumlah RUU tahun 2005-2009 kemudian ditetapkan sebanyak 55 RUU Prioritas tahun 2005 dengan dasar pertimbangan: 1. RUU yang belum sempat dibahas pada Masa Keanggotaan DPR 1999-2004 dimasukkan sebagai prioritas RUU tahun 2005. 2. RUU sebagai pengaturan lebih lanjut ketentuan dalam UUD 1945 3. RUU terkait dengan pelaksanaan UU 4. RUU terkait dengan revisi UU 5. RUU pengganti UU 6. RUU terkait dengan ratifikasi 7. RUU sebagai pengganti peraturan produk kolonial 8. RUU baru sebagai penguatan kepada hak-hak rakyat dan perlindungan sosial 9. RUU pembentukan daerah 10. Naskah RUU telah tersusun. Dalam Program Legislasi Nasional 2005-2009 dan Prioritas RUU tahun 2005 tidak digunakan pengelompokan RUU berdasarkan bidang tertentu, tetapi disusun dengan penomoran dan penomoran tersebut tidak mengandung makna bahwa nomor di atas menjadi prioritas teratas. Bisa saja RUU yang berada pada nomor urut terbawah dibahas terlebih dahulu, tergantung pada pengajuan RUU dan kesiapan untuk membahan RUU itu sendiri. Perlu kami sampaikan bahwa dalam Prioritas tahun 2005, tidak keseluruhan RUU yang belum sempat dibahas pada Masa keanggotaan 1999-2004 dimasukkan dalam Prioritas Tahun 2005. Ada beberapa RUU yang digeser menjadi Prioritas Tahun 2006 atau tahun berikutnya dan 24 RUU mengenai pembentukan daerah otonom hanya diberikan satu judul yaitu RUU tentang Pembentukan Daerah. Beberapa RUU yang merupakan sisa Masa Keanggotaan DPR 19992004 ada yang secara substansial sesungguhnya dapat dilakukan penggabungan dalam satu RUU misalnya RUU tentang Lembaga Kepresidenan dengan RUU Dewan Penasihat Presiden dan RUU tentang Kementerian Negara. Apabila nantinya dilakukan penggabungan, tentunya prioritas RUU tahun 2005 kemungkinan dapat mengalami penurunan jumlah.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pimpinan dan Hadirin Yang Kami Hormati Badan Legislasi sesungguhnya berkeinginan untuk menetapkan Prioritas RUU Tahun 2005 didasarkan pada ratio kemampuan DPR dan Pemerintah serta waktu yang tersedia. Dalam tahun berjalan sekarang ini waktu yang tersedia untuk pembahasan RUU adalah 10 bulan terhitung sejak ditetapkannya Program Legislasi Nasional tanggal 1 Pebruari 2005, waktu tersebut masih dipotong dengan waktu reses dan waktu proses mengajuan RUU. Namun Badan Legislasi dan Pemerintah menyadari adanya keinginan dan semangat yang tinggi dalam menentukan Prioritas Tahun 2005 tersebut. Selain itu, memang terdapat kesulitan untuk menentukan jumlah RUU dalam prioritas tahun 2005 secara rational disebabkan adanya sisa RUU periode sebelumnya yang jumlahnya cukup besar. Oleh karena itu kami berharap bahwa dengan ditetapkannya prioritas RUU tahun 2005 hendaknya Dewan dan Pemerintah samasama memiliki kesungguhan untuk menyelesaikan program tersebut, sehingga tidak ada lagi RUU yang mengalami proses tindak lanjut dengan waktu yang cukup lama sebelum dibahas di DPR, misalnya RUU DPR yang disampaikan kepada Presiden tidak mendapat tanggapan atau mendapat tindak lanjut tetapi waktunya cukup lama. Pimpinan dan Hadirin Yang Kami Hormati Salah satu hal penting dalam kaitan Program Legislasi Nasional Tahun 2005-2009 dan Prioritas RUU Tahun 2005 berkenaan dengan fungsi koordinasi. Memperhatikan ketentuan dalam UU No. 10 tahun 2004, bahwa terselenggaranya Program Legislasi secara terkoordinasi, terintegrasi, dan terpadu peran dan tanggung jawab Badan Legislasi dan Kementerian Hukum dan HAM makin penting dan beban tugasnya makin besar dan berat. Kementerian Hukum dan HAM selaku koordinator penyusunan Program Legislasi di Iingkungan Pemerintah perlu didukung oleh semua instansi Pemerintah terkait, sehingga fungsinya dalam mengkoordinasikan penyusunan RUU benar-benar dapat dilaksanakan. Demikian juga Badan Legislasi sebagai koordinator Program Legislasi di lingkungan DPR serta antara DPR dan Pemerintah hendaknya didukung oleh DPR sendiri, sehingga fungsinya sebagai koordinator penyusunan RUU benar-benar dapat diwujudkan. Badan Legislasi hendaknya dijadikan sebagai "law centre" atau pusat perencanaan, penyusunan, dan perancangan RUU. Perlu kami sampaikan bahwa terselenggaranya perencanaan dan penyiapan RUU di lingkungan DPR harus didasarkan pada sistem dan prosedur sebagaimana kami telah kemukakan di atas, mulai dari penyusunan Program Legislasi sampai dengan penyiapan suatu RUU. Dalam penyusunan RUU perlu dilakukan kegiatan: 1. Penelitian dalam rangka pengumpulan bahwn/data 2. Penyusunan Naskah Akademik 3. Sosialisasi 4. Persetujuan RUU pada Badan Legislasi/Komisi untuk dijadikan RUU Badan Legislasi/Komisi. Untuk itu Badan Legislasi perlu melakukan penguatan kelembagaan dan kapasitas dengan dukungan dana, sarana dan prasarana, serta tenaga khusus yang mempunyai keahlian di bidang perundang-undangan yang bersifat tetap. Sistem dan prosedur tersebut hendaknya juga dilakukan oleh setiap Komisi atau Gabungan Komisi dalam penyusunan RUU. Dengan demikian RUU yang diajukan DPR melalui Komisi atau Gabungan Komisi telah menjalani proses berdasarkan standar tertentu dan terencana, sehingga mutu RUU dari segi cara dan metode sebagaimana diatur dalam UU No.10 tahun 2004 dapat dipertanggungjawabkan. Badan Legislasi berpendapat bahwa penyusunan RUU bukan untuk mengejar target kuantitatif tetapi lebih mengutamakan kualitas produk rancangan undang-undang.
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net
www.parlemen.net
Pimpinan dan Hadirin Yang Kami Hormati Sebelum kami mengakhiri laporan ini, perlu kami sampaikan bahwa berdasarkan Ketentuan dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a. angka 3) disebutkan bahwa Badan Legislasi melaporkan hasil konsultasi Program Legislasi Nasional dan Prioritas RUU kepada Rapat Paripurna untuk ditetapkan menjadi Program Legislasi Nasional dan Prioritas RUU dan pada kesempatan ini, Badan Legislasi pada awal Masa Keanggotaan DPR 2004-2009 menyusun Program Legislasi Nasional untuk lima tahun dan sekaligus menyusun Prioritas RUU Tahun 2005. Hal inilah yang kami laporkan sebagai hasil konsultasi dengan Menteri Hukum dan HAM untuk ditetapkan menjadi Program Legislasi Nasional Tahun 2005-2009 dan Prioritas RUU Tahun 2005 oleh Rapat Paripurna ini. Dengan ditetapkannya Program Legislasi Tahun 2005-2009 dan Prioritas RUU Tahun 2005, maka telah terbentuk instrumen perencanaan pembentukan undang-undang sebagai dasar. dalam penyusunan rancangan undang-undang yang harus diikuti oleh DPR, Presiden, dan DPD. Dan Badan Legislasi akan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan prioritas RUU tahun 2005. Akhirnya perkenankan kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada para anggota yang telah dengan sabar mengikuti laporan ini. Kepada Komisi-komisi kami juga mengucapkan terima kasih atas kesediaannya memberikan masukan RUU untuk Program Legislasi Nasional. Demikian Menteri Hukum dan HAM beserta jajarannya kami mengucapkan terima kasih atas perhatiannya di dalam penyusunan Program Legislasi nasional dan Prioritas RUU tahun 2005 ini. Ucapan terima kasih juga tak lupa kami sampaikan kepada Tim Asistensi dan Sekretariat Badan Legislasi yang telah bekerja dengan sungguh-sungguh membantu Badan Legislasi menyusun Program Legislasi dan Prioritas RUU tahun 2005 ini. Naskah Program Legislasi Nasional 2005-2009, kami kira sudah diterima oleh para anggota Dewan. Demikian Laporan Penyusunan Program Legislasi Nasional 2005-2009 dan Prioritas RUU tahun 2005.Terima Kasih. Wassalamu'alaikum Wr.Wb
Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di www.parlemen.net