ASPEK PSIKOLOGIS TOKOH DALAM CERITA BERSAMBUNG ENDAHE TRESNA NJAREME RASA KARYA MBAH BRINTIK (Suatu Tinjauan Psikologi Sastra)
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret
Disusun Oleh : Wahyu Tri Prabowo C0106056
JURUSAN SASTRA DAERAH FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010 ASPEK PSIKOLOGIS TOKOH DALAM CERITA BERSAMBUNG
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan gambaran nyata kehidupan tentang perjalanan manusia dengan berbagai problematika yang menyelimutinya. Oleh karena itu, sastra bermanfaat karena di dalamnya terkandung gagasan-gagasan yang berupa ajaran, petuah-petuah, dan pengetahuan-pengetahuan. Dapat dikatakan bahwa sebenarnya karya sastra itu tidak hanya berfungsi bagi masyarakat dengan seseorang, yang sering menjadi bahan sastra adalah pantulan hubungan seseorang dengan masyarakat. Karya sastra jawa dapat dibagi menjadi dua yaitu Sastra lisan dan Sastra tulis. Sastra lisan berupa foklore, mite dan sebagainya, sedangkan sastra tulis berupa geguritan , novel, cerkak, cerbung dan sebagainya. Karya sastra Jawa sekarang ini juga telah banyak dipublikasikan / ditampilkan melalui surat kabar harian (koran). Karya sastra tersebut antara lain berupa puisi / geguritan, cerita cekak, cerita sambung, baik berupa karya asli maupun terjemahan dari karya sastra berbahasa Indonesia. Karya Sastra tulis berupa novel, cerita cekak, roman picisan, cerita sambung dan lain-lain dibangun oleh sebuah struktur yang terdiri dari tema, alur, penokohan, setting dan amanat. Semua unsur tersebut disebut unsur intrinsik dalam karya sastra. Terdapat juga unsur ekstrinsik yaitu unsur di luar karya sastra yang dalam hal ini sering disebut sebagai sisi dari pengarang. Melalui unsur intrinsiknya kita akan lebih mudah ii
mengerti dan memahami jalan cerita beserta menangkap apa yang ingin disampaikan oleh pengarangnya. Pengarang dalam menciptakan suatu karya sastra mengekspresikan ungkapan emosi perasaan dan dituangkan melalui tulisan dengan proses imajinasi. Sebuah karya sastra yang lahir dari pengarang yang menciptakannya, adalah sesuatu yang dibuat dengan tujuan tertentu. Sebuah karya sastra bisa dikatakan karya fiksi dan dengan proses kreativitas dari pengarang, membuat karya sastra itu menjadi lebih hidup. Dapat dikatakan bahwa novel, cerpen dan puisi adalah suatu karya yang fiksi, begitu pula dengan cerbung. Di dalam novel, cerkak dan cerbung terdapat struktur yang membangun karya sastra tersebut seperti tema, amanat, alur, setting dan penokohan. Karya sastra yang berbentuk novel dan cerbung dapat diidentifikasi dari segi formalitas bentuk dan segi panjangnya cerita. Cerbung atau cerita sambung merupakan cerita yang dibaca dan dinikmati dalam setiap membaca episode ceritanya. Membaca cerita bersambung seperti membaca novel yang panjang, tetapi membaca cerita bersambung membuat pembaca senantiasa mengingat kembali cerita yang telah dibaca sebelumnya. Tiap-tiap episode dalam cerita sambung terdapat keterkaitan cerita. Cerkak dan cerbung (yang pada konteks ini berbahasa Jawa) pada umumnya dimuat di dalam surat kabar dan majalah, tidak seperti novel yang dibukukan tersendiri. Dalam perkembangannya, cerkak dan cerbung berbahasa Jawa ini kebanyakan dimuat dalam majalah yang berbahasa Jawa walaupun terdapat juga kumpulan cerpen yang dibukukan. Para pengarang karya Sastra Jawa dengan adanya majalahiii
majalah berbahasa Jawa yang memuat karya sastra Jawa, telah membuat kehidupan Sastra Jawa sampai kini masih bisa dinikmati. Adapun majalah yang sampai saat ini masih bertahan yaitu Jayabaya dan Panjebar Sernangat, tidak membuka kemungkinan akan bertambah lagi majalah berbahasa Jawa yang bisa muncul. Telah banyak karya-karya sastra berupa cerkak dan cerbung yang dihasilkan pengarang Jawa yang dimuat dalam majalah Jawa seperti misalnya cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik. Cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa ini di muat dalam majalah Panjebar Semangat edisi 29 Maret 2008 sampai dengan 9 Agustus 2008. Majalah berbahasa Jawa Panjebar Semangat adalah majalah yang eksis dalam dunia kesusatraan Jawa. Majalah ini tetap ada karena masih banyak diminati oleh masyarakat yang cinta dengan majalah berbahasa Jawa. Cerita bersambung yang berbahasa Jawa merupakan sebuah cerita yang diciptakan pengarang mampu menciptakan dunia imajinasi yang berisi gambaran kehidupan atau realitas masyarakat yang merupakan kenyataan sosial. Cerita bersambung dengan bahasa Jawa merupakan hasil karya pengarang Jawa Modern dan menjadi genre (jenis) sastra dalam khasanah kesusastraan Jawa baru. Kemunculan cerita berbahasa Jawa tersebut pada awalnya banyak mendapat dukungan dari berbagai surat kabar atau majalah yang menjadi wadah tersiarnya jenis sastra. Sebagai sebuah karya sastra, cerita bersambung menawarkan banyak permasalahan kemanusiaan dan kehidupan. Mbah Brintik termasuk pengarang yang sangat produktif, karya-karyanya bukan saja merupakan bacaan yang memberikan kesenangan semata, melainkan iv
juga mempunyai manfaat bagi pembaca, sesuai dengan pendapat Horace bahwa seni selayaknyalah bersifat dulce et utile, artinya menyenangkan dan berguna, seni sastra menyenangkan karena bersifat seimbang (harmonis), berirama, katakatanya menarik hati, mengharukan, mengandung konflik, dan sebagainya. Berguna disebabkan karena seni sastra itu memancarkan pengalaman yang tinggi dan hebat, sehingga penikmat akan mendapatkan manfaat serta pengalaman jiwa yang dikemukakan sastrawan itu (Pradopo, 1994; 47). Hal ini terlihat dari karya sastra Mbah Brintik yang selama 20 tahun berkarya, beliau menghasilkan lebih dari 240 karya sastra yang dimuat dalam beberapa majalah berbahasa Jawa seperti Parikesit, Mekar Sari, Djoko Lodhang, Jaya Baya, Penyebar Semangat, dan lainlain. Karya-karyanya antara lain berupa, geguritan, kritik esai, cerkak, cerbung dan lain-lain. Cerita Endahe Tresna Njareme Rasa menggambarkan problem-problem yang ada dalam kehidupan beberapa orang tokoh di dalam kehidupanya bermasyarakat. Masalah ini menarik untuk diteliti karena menggambarkan watakwatak khas seorang manusia yang selalu merasa kurang puas dengan apa yang sudah dimilikinnya sekarang dan berusaha untuk memuaskan diri sehingga tidak jarang dalam rangka pemuasan diri, tokoh utama ini menggunakan cara-cara yang negatif. Namun di dalam perjalanan cerita, tokoh utama mengalami konflik batin yang bisa ditinjau dari aspek psikologis. Di samping itu pemilihan objek penelitian ini dikarenakan setelah kami melakukan wawancara dengan Mbah Brintik sebagai pengarang, Cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa ini belum pernah diteliti oleh siapapun. Mbah Brintik dalam upaya melestarikan budaya v
Jawa memang tak diragukan lagi, di usianya yang memasuki 80 tahun, ia tetap eksis menjadi penulis majalah berbahasa Jawa Panjebar Semangat. Prestasi yang beliau dapatkan cukup banyak diantaranya yaitu: 1. Juara 1 Penulisan Cerita Rakyat Tingkat Nasional. 2. Penghargaan Bintang Budaya dari Pusat Lembaga Kebudayaan Jawa dari Mangkunegaran, tahun 1994. 3. Mbah Brintik adalah pengarang yang sangat produktif di usianya yang terbilang sudah lanjut, beliau telah membuat lebih dari 240 karya sastra semenjak tahun 1990. Beliau juga aktif dalam organisasi sampai sekarang, organisasi-organisasi yang beliau tangani antara lain : 1. Ketua Kerta / Pensiunan Wanita PWRI Kab. Malang. 2. Wakil Ketua PWRI Kab. Malang. 3. Ketua Wanita Taman Siswa 4. Pembina Bahasa dan Budaya Jawa Provinsi Jawa Timur. 5. Ketua Pelestari Bahasa Jawa Kab. Malang. Hal ini menjadi alasan yang kuat bagi kami untuk meneliti Cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa dikarenakan dilihat dari segi pengarang, Mbah Brintik adalah pengarang yang produktif dan berkualitas. Cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik ini yang dimuat dalam majalah Panyebar Semangat. Cerbung ini menceritakan tentang masalah tokoh sentral yang mengalami beberapa masalah dalam kehidupannya. Tokoh utama dalam cerita ini adalah Pak Sentot, seorang guru BP sekaligus Wakil vi
Kepala Sekolah SMA Pancasila. Dia adalah seorang guru yang memiliki latar belakang kehidupan yang kurang baik. Sewaktu dia SMA, pak Sentot memiliki seorang sahabat yang bernama Asriningtyas (ibu dari Rio) dalam cerita ini. Pak Sentot salah mengira bahwa kedekatannya dengan Asriningtyas merupakan sebuah hubungan percintaan, namun ternyata Asriningtyas menganggap Pak Sentot sebagai sosok seorang kakak dan tidak lebih dari itu. Semenjak Pak Sentot mengetahui bahwa cintanya bertepuk sebelah tangan karena Asriningtyas menikah dengan Pak Mulyorejo, dia memutuskan untuk membujang sampai usianya terbilang sudah tua. Pak Sentot kemudian menjadi pribadi yang kaku, sombong, angkuh dan sewenang-wenang.
Suatu saat dia
menangani masalah kenakalan muridnya yang mencuri, dan dia mengadili murid yang mencuri tersebut dengan menghukumnya di depan kelas dengan cara yang tidak manusiawi. Hal inilah yang mengakibatkan murid dan orang tua murid tidak terima atas perlakuan Pak Sentot. Ternyata siswa yang dihukum olehnya adalah anak Asriningtyas dan dia merasa terkejut karena Rio adalah anak dari kekasih impiannya. Pak Sentot mulai mengingat-ingat kepahitan kisah cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Semenjak itu mulai terjadi konflik-konflik batin yang menjadi cambuk sekaligus pembelajaran diri bagi Pak Sentot. hingga pada akhir kisah cerita ini, Pak Sentot akhirnya tersadar bahwa perbuatan yang dilakukan selama ini salah. Cerbung memiliki jalan cerita sekaligus kasus-kasus yang sangat menarik untuk diteliti karena sebagian tokoh-tokoh dalam cerbung tersebut memiliki reaksi emosional yang dapat dikatakan ekstrim bagi pemecahan problem hidupnya vii
terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapi para tokohnya. Pandangan tokohtokoh tentang nilai-nilai kehidupan, pertentangan batin dalam menetukan pilihan, menentukan keputusan tentang baik dan buruk, kekecewaan dan penyesalan, masalah keluarga dan lain-lain tercermin dalam cerbung ini. Berangkat dari permasalahan diatas, maka cerbung ini menjadi menarik untuk diteliti dengan pendekatan psikologi sastra. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sebagai aktivitas kejiwaan. Pengarang akan menggunakan cipta, rasa, dan karya dalam berkarya. Begitu pula pembaca, dalam menganggapi karya juga tidak akan lepas dari kejiwaan masing-masing. Penggunaan aspek-aspek kejiwaan pada manusia dilakukan dengan pendekatan psikologi sastra, sehingga pendekatan yang dilakukan adalah melalui pendekatan psikologi sastra guna menganalisis tokoh-tokoh dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik. Bagaimana tokohtokoh tersebut mengalami perkembangan atau perubahan karakter, seberapa jauh lingkungan berpengaruh terhadapnya merupakan kajian utama penelitian ini. Dengan demikian akan diketahui makna yang terdapat dalam keseluruhan peristiwa dalam cerita, serta dapat diketahui hukum-hukum atau teori psikologi yang digunakan oleh pengarang dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa. Dewasa ini teori psikologi sangat beragam, dan bidang yang berkaitan mempelajari tentang kepribadian manusia dan segala aspek kejiwaannya adalah psikologi kepribadian. Sedangkan psikologi yang lebih memfokuskan pada hubungan manusia kaitannya dengan individu yang lain / lingkungannya adalah psikologi sosial. viii
Psikoanalisis Sigmund Freud adalah pilihan pertama untuk menganalisis cerita bersambung Endahe Tresna Najreme Rasa tersebut. Sigmund Freud mendasarkan teori pada aspek dasar kepribadian atau psikis manusia, yaitu id, ego dan super ego (Sumadi Suryabrata,1993:124). Dinamika ketiga aspek tersebut yang mendasari tingkah laku dan kepribadian manusia. Disamping itu akan dipakai juga teori psikologi lain yang berkaitan dengan objek penelitian, yaitu psikologi sosial. Hal itu karena manusia secara otonom memiliki kepribadian yang berkembang dan dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya atau hubungan interaksi dengan individu lain. Di dalam interaksi sosial yang terjalin melibatkan faktor : imitasi, sugesti, simpati, identifikasi, empati dan lain-lain. Dari uraian di atas maka dapat dirumuskan alasan yang mendorong penulis mengadakan penelitian terhadap cerbung berbahasa Jawa dengan judul Endahe Tresna Njareme Rasa yaitu, di dalam cerbung tersebut menampilkan tokoh-tokoh yang mengalami perubahan karakter yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan sosial/hubungan antar manusia. Selain mengetengahkan permasalahan menarik seputar kehidupan manusia, pengarang juga lebih jauh mampu menggambarkan segi-segi kejiwaan tokoh-tokohnya. Sehingga perkembangan kejiwaan dari para tokoh dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa menarik untuk diketahui dan membuat suasana cerita / nuansa peristiwa lebih kaya, logis, sehingga menarik untuk diteliti. Melalui pemahaman terhadap tokoh-tokohnya, juga akan dapat diketahui/dipahami perubahan, kontradiksi, dan penyimpangan-penyimpangan lain yang terdapat dalam masyarakat khususnya dalam kaitannya dengan psike. Selain itu dengan mengetahui segi-segi psikologisnya maka akan dapat tersirat ix
makna yang terkandung dalam keseluruhan cerita, yang dapat digunakan sebagai pengetahuan/cerminan dalam kehidupan masyarakat. Terlepas dengan permasalahan di atas, dengan pertimbangan bahwa karya sastra mengandung aspek kejiwaan yang sangat kaya, maka di dalam penelitian ini penulis memberi judul Aspek Psikologis Tokoh dalam Cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa, Karya Mbah Brintik (Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra).
B. Pembatasan Masalah
Sebuah penelitian agar dapat mengarah dan dapat memecahkan masalah sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai, maka diperlukan adanya pembatasan sehingga inti permasalahan yang hendak dicapai tidak terlalu meluas dari apa yang seharusnya dibicarakan. Pembatasan masalah ini adalah: Pembahasan dibatasi mengenai struktur yang membangun dalam cerita bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik yang meliputi tema, alur, penokohan, latar dan amanat. Kemudian dilanjutkan dengan analisis psikologi sastra, yakni proses-proses dinamika kejiwaan para tokoh dalam menghadapi problematika dan pengaruh lingkungan terhadapnya, sehingga nantinya diharapkan akan dapat diperoleh makna dan nilai yang mengandung pesan-pesan moral bagi pembacanya.
x
C. Perumusan masalah Perumusan masalah diperlukan agar sebuah penelitian tidak meluas dari apa yang seharuasnya di bahas dan lebih terfokus pada masalah. Permasalahan tersebut nantinya akan diteliti untuk mencari pemecahan masalah. Perumusan masalah tersebut adalah: 1. Bagaimanakah
unsur-unsur
struktural
yang
meliputi
tema,
alur,
penokohan, latar / setting dan amanat yang saling terkait, dalam cerita bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa Karya Mbah Brintik? 2. Bagaimanakah aspek dan proses kejiwaan tokoh yang ada di dalam cerita bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa Karya Mbah Brintik? 3. Bagaimanakah makna dan nilai kehidupan yang terdapat dalam cerita bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa Karya Mbah Brintik?
D. Tujuan Penelitian. Berdasarkan perumusan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Mendeskripsikan unsur-unsur Struktural yang meliputi tema, alur, penokohan, latar / seting dan amanat yang saling terkait, dalam cerita bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa. 2. Mendeskripsikan aspek dan proses kejiwaan tokoh yang ada di dalam cerita bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa. 3. Mengungkap makna dan nilai dalam kehidupan yang terdapat dalam cerita bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa. xi
E. Manfaat Penelitian Penelitian terhadap cerbung berbahasa Jawa dengan judul Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik merupakan penelitian karya sastra yang di dalamnya mengandung unsur-unsur struktural seperti tema, amanat, alur, penokohan, latar. Dari unsur-unsur struktur pembangun yang telah diuraikan, kemudian akan diteliti dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra. Hasil yang akan dicapai diharapkan akan memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat yang akan diperoleh yakni : a. Secara teoritis Penelitian ini menggunakan kajian teori struktural, teori psikologi sastra, dan teori-teori pendukung yang lainnya, sehingga secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan teori-teori psikologi guna penelitian selanjutnya. b. Secara praktis Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya, dengan pendekatan yang berbeda, baik pendekatan Sosiologi Sastra maupun pendekatan lain dan dapat menghasilkan sudut pandang yang lebih menarik mengenai aspek-aspek penting lainnya. Manfaat bagi masyarakat diharapkan dapat digunakan sebagai pengetahuan dalam
memahami
perubahan,
kontradiksi
dan
penyimpangan-
penyimpangan lain yang terjadi dalam masyarakat khususnya dalam kaitannya dengan psikis.
xii
BAB II LANDASAN TEORI
A. Pengertian Cerita Bersambung Cerita bersambung adalah suatu cerita atau karangan yang dimuat tidak hanya sekali saja pada suatu majalah atau media masa lainnya, melainkan dimuat beberapa kali. Cerita bersambung ini biasanya sangat panjang karena teknik penceritaan yang mendetail antara satu kejadian dengan kejadian selanjutnya dan juga lengkapnya penuturan dari satu bagian ke bagian dalam cerita bersambung tersebut. Cerita bersambung juga mempunyai beberapa tokoh, di samping tokoh utama, tokoh pembantu yang terdapat di dalam cerita bersambung biasanya lebih kompleks dan lebih banyak. Suripan Sadi Hutomo lebih lanjut mengemukakan cerita bersambung merupakan awal dari perkembangan novel Jawa modern yang dimuat dalam beberapa majalah dan surat kabar. Berdasarkan dari pendapat di atas dapat dipahami bahwa dalam kaitannya dengan perkembangan novel Jawa modern, cerita bersambung mempunyai peranan yang penting sebagai salah satu bentuk sarana dan prasarana untuk karya sastra Jawa yang dapat dijadikan sebagai objek penelitian hingga sekarang ( Suripan Sadi Hutomo, 1987 :5 ). Cerita bersambung mempunyai struktur yang sama dengan novel, cerita pendek ataupun roman, yaitu memiliki tema, amanat, penokohan, alur dan latar dalam cerita. Perbedaannya disajikan bagian demi bagian, secara urut dalam majalah atau surat kabar. xiii
B. Pendekatan Struktural Pendekatan struktural sering juga dinamakan pendekatan obyektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik, bertolak dari asumsi bahwa karya sastra sebagai karya kreatif memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri sendiri terlepas dari hal-hal lain yang berada diluar dirinya. Bila hendak dikaji atau diteliti, maka yang harus dikaji atau diteliti adalah aspek yang membangun karya tersebut seperti tema, alur, latar, penokohan, gaya penulisan, gaya bahasa serta hubungan harmonis antar aspek yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra (Atar Semi, 1996; 67). Analisis struktural merupakan tahap awal dalam suatu penelitian terhadap karya sastra. Tahap ini sulit dihindari, sebab analisis struktural merupakan pintu gerbang yang paling utama untuk mengetahui unsur-unsur yang membangunnya. Kita akan mengetahui kedalaman suatu karya sastra dengan cara kita menguak permukaannya terlebih dahulu. Pada dasarnya analisis struktural bertujuan untuk membongkar dan memaparkan secermat, seteliti, sedetail dan sedalam mungkin keterjalinan semua anasir dan aspek karya sastra yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Sangidu, 2004:15) Satu konsep dasar yang menjadi ciri khas teori struktural adalah adanya anggapan bahwa di dalam dirinya sendiri karya sastra merupakan struktur yang otonom yang dapat dipahami sebagai suatu kesatuan yang bulat yang saling berjalin. Usaha untuk memahami struktur sebagai suatu kesatuan yang utuh (tidak terpisahkan), seseorang harus mengetahui unsur-unsur pembentuknya yang saling berhubungan satu sama lain ( Rahmat Djoko Pradopo, 1994:108 ). xiv
Pendekatan struktural dapat juga dinamakan dengan pendekatan obyektif (Atar Semi, 1996 : 67) suktural karya sastra, yang dalam hal ini fiksi, dapat, dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendiskripsikan fungsi dan hubungan antar unsur instrinsik fiksi yang bersangkutan. Analisis struktural pada dasarnya bertujuan untuk memaparkan secermat mungkin fungsi dan keterkaitan antar berbagai unsur karya sastra yang secara bersama menghasilkan sebuah kemenyeluruhan. Analisis strukturan tak cukup dilakukan hanya sekedar mendata unsur tertentu sebuah karya fiksi. Namun yang lebih penting adalah menunjukkan bagaimana hubungan antar unsur itu, dan sumbangan apa yang diberikan terhadap tujuan estetik dan makna keseluruhan yang, ingin dicapai (Burhan Nurgiyantoro, 2007:37). Diharapkan melalui analisis struktural dapat diketahui katerkaitan antar unsur intrinsik yang meliputi tema, alur, penokohan, latar dan amanat yang membangun sebuah karya sastra secara utuh.
1. Tema Tema adalah makna yang terkandung oleh sebuah cerita (Burhan Nurgiyantoro, 2007 : 67). Sedangkan menurut Brooks, Purser dan Warren ( dalam Henry Guntur Tarigran, 1999: 125 ) mengatakan bahwa tema adalah pandangan hidup tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian nilai – nilai tertentu yang membangun dasar dan gagasan utama dari suatu karya sastra. Panuti Sudjiman ( 1993 : 51 ) memaparkan bahwa tema tidak lain adalah gagasan, ide tau pikiran utama yang mendasari sebuah karya sastra. Tema memberi gambaran tentang
xv
pandangan hidup yang dapat diperoleh setelah membaca atau memberi makna karya sastra tersebut. Suatu cerita yang baik dan berbobot terbentuk karena ada tema / topik yang dibicarakan. Dalam menganalisis cerita, pengarang tidak hanya sekedar bercerita tetapi juga ingin mengatakan sesuatu kepada pembaca. Sesuatu tersebut dapat mengenai masalah kehidupan atau komentar tentang hidup, seperti percintaan, kesedihan, ketakutan, spiritual dan sebagainya.
2. Alur Alur adalah urutan jalannya cerita yang menceritakan cerita dari awal jalannya cerita sampai akhir cerita. Menurut Herman J. Waluyo ( 2002 : 9 ) alur merupakan jalinan cerita atau kerangka dari awal hingga akhir yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh vang berlawanan. Pendapat lain mengatakan bahwa a!ur merupakan suatu jalur tempat keluarnya rentetan peristiwa yang merupakan rangkaian poia tindak tanduk yang berusaha memecahkan konflik yang terdapat di dalamnya (Atarsemi, 1996 : 43). Sementara itu menurut Panuti Sudjiman ( 1993 : 29 ) bahwa alur atau sebuah plot cerita pada umumnya merupakan cerita bergerak melalui rentetan peristiwa yang menuju klimaks dan berakhir sampai pada penyeiesaian yang logis. Plot adalah rangkaian kejadian atau peristiwa dalam suatu cerita. Plot merupakan cerita yang berisi urutan kejadian, namun tiap kejadian itu dihubungkan sebab akibat, peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan tedadinya suatu peristiwa yang lain. (Burhan Nurgiyantoro, 2007: 113). xvi
Alur disebut juga dengan plot. Plot merupakan unsur fiksi yang penting di dalam karya sastra yang berbentuk prosa. (Sugihastuti, 2002: 37) mengemukakan tahapan plot mcnjadi lima bagian. Kelima tahapan itu adalah sebagai berikut. 1. Tahap situation : tahap penyituasian, tahap yang terutama berisi pelukisan dan pengenalan situasi latar dan tokoh-tokoh cerita. 2. Tahap generating circumstantes: tahap pemunculan konflik, (masalahmasalah) dan peristiwa-peristiwa yang menyulut terjadinya konflik dimunculkan. 3. Tahap
rising
dimunculkan
action: pada
tahap,
tahap
peningkatan
sebelumnya
konflik,
semakin
konflik
berkembang
yang dan
dikembangkan kadar intensitasnya. 4. Tahap climax: tahap klimaks, konflik dan atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang diakui dan atau ditimpakan kepada para tokoh cerita mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dialami oleh tokoh utama yang berperan sebagai pelaku utama dan penderita terjadinya konflik utama. 5. Tahap denouement: tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai klimaks diberi penyelesaian, ketegangan, dikendorkan. 3. Penokohan Tokoh merupakan pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita rekaan sehingga peristiwa itu menjalin suatu cerita., sedangkan cars sastrawan menampilkan tokoh disebut penokohan (dalam Wahyudi Siswanto, 2008 : 142).
xvii
Jones (dalam Burhan Nurgiyanto, 2007 : 165) menyatakan, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang disampaikan dalam sebuah cerita. Di dalam sebuah cerita, tentunya terdapat tokoh cerita. Walaupun tokoh cerita hanya merupakan tokoh ciptaan pengarang namun isi harus merupakan tokoh yang hidup secara wajar dalam cerita dan mempunyai pikiran dan perasaan. Tokoh cerita dapat dipandang sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Ada beberapa cara yang dapat digunakan oleh pengarang untuk melukiskan rupa, watak dan pribadi para tokoh tersebut menurut Mochtar Lubis yaitu: 1. Physical description (melukiskan bentuk lahir dari pelakon). 2. Portrayal of thought stream or of concious thought (melukiskan jalan pikiran pelakon atau apa yang terlintas dalam pikirannya). 3. Reaction to events (melukiskan bagaimana reaksi pelakon itu terhadap kejadiankejadian) 4. Direct author analysis (pengarang dengan langsung menganalisis watak pelakon). 5. Discussion of environtment (pengarang melukiskan keadaan sekitar pelakon). 6. Reaction of others – about to character (pengarang melukiskan bagaimana pandangan-pandangan pelakon lain dalam suatu cerita terhadap pelakon utama itu). 7. Conversation of other about character (pelakon-pelakon lainnya dalam suatu cerita memperbincangkan keadaan pelakon utama, dengan demikian maka secara tidak langsung pembaca dapat kesan tentang segala sesuatu yang mengenai pelakon utama itu.(Henry Guntur Tarigan, 1999: 133-134). Di dalam penokohan, karena tokoh berpribadi dan berwatak, maka memiliki sifat-sifat sebagai berikut : a. Dimensi fisiologis, ialah ciri-ciri badannya, seperti : usia, jenis kelamin, keadaan tubuh,dan lain-lain xviii
b. Dimensi Psikologis, ialah latar belakang kejiwaan seperti : mentalitas, ukuran moral, temperamen, tingkat kecerdasan, ketrampilan, dan lain-lain c. Dimensi sosiologis ialah latar belakang dari kemasyarakatannya, seperti : status sosial, pekerjaan, jabatan, peranan di dalam masyarakat (R. M. A Harymawan, 1988: 25-26 Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah penggambaran perwatakan dari tokoh-tokoh dalam cerita yang digambarkan, baik secara langsung dalam cerita maupun tersirat dari kata-kata dan perbuatan di dalam cerita.
4. Latar Latar atau setting merupakan tempat terjadinya peristiwa. Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra (Panuti Sudjiman, 1993:46). Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial. 1. Latar tempat Latar tempat adalah tempat atau lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. 2. Latar waktu Latar waktu berhubungan dengan masalah kapan terjadinya peristiwa peristiwa yang diceritakan dalam karya fiksi. 3. Latar sosial Latar sosial adalah latar yang menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi ( dalam Burhan Nurgiyantoro 2007 : 227 ). xix
Setting sosial menggambarkan keadaan masyarakat, kelompok-kelompok sosial dan sikapnya, adat kebiasaan, cara hidup, bahasa, yang melatari peristiwa. Latar fisik mengacu pada wujud fisikal, yaitu bangunan, daerah, dan sebagainya. (Wahyudi Siswanto. 2008:150). Latar merupakan tempat kejadian peristiwa di mana para pelaku berada dalam sebuah cerita. Latar tempat merupakan lokasi terjadinya peristiwa yang dapat berupa daerah atau tempat. Latar waktu berhubungan dengan waktu peristiwa yang dapat berupa jam, hari, bulan dan tahun tertentu, sedangkan latar sosial mengarah kepada kelas sosial di mana para tokoh tersebut diceritakan apakah dari kelas sosial atas yang terdirl dari dari kaum kaya dan terpelajar ataupun dari kelas sosial bawah atau kaum yang berpenghasilan rendah. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa latar adalah tempat kejadian di dalam sebuah cerita.
5. Amanat Amanat merupakan pesan atau sesuatu yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca (Burhan Nurgiyantoro, 2007 : 322). Dari suatu cerita dapat diambil suatu pesan atau kesan yang disebut amanat. Dalam amanat dapat dilihat pandangan dari pengarang mengenai kehidupan yang terdapat dalam karya sastranya. Nilai-nilai yang ada di dalam cerita rekaan bisa dilihat dari diri sastrawan dan pembacanya. Dari sudut sastrawan, nilai ini biasa disebut amanat. Sehingga amanat dapat juga diartikan sebagai gagasan yang mendasari karya sastra, pesan, xx
perintah, keterangan, wejangan, dan kepercayaan yang disampaikan pengarang kepada pembaca (Wahyudi Siswanto. 2008:162).Amanat sebuah cerita dapat diutarakan secara eksplisit maupun implisit. Pendekatan struktural yang meliputi tema, alur, penokohan, latar dan amanat merupakan satu langkah awal untuk melakukan penelitian karya sastra sebelum melakukan pendekatan selanjutnya. Diharapkan melalui analisis struktural dapat diketahui keterkaitan antar unsur intrinsik yang meliputi tema, alur, penokohan, latar dan amanat yang membangun sebuah karya sastra sebagai suatu kesatuan yang utuh.
C. Pendekatan Psikologi Sastra Psikologi merupakan sebuah disiplin ilmu yang menyelidiki manusia dengan segala tingkah lakunya sebagai objek, sedangkan sastra membicarakan manusia itu sebagai sumber penceritaannya. Antara psikologi dan sastra merupakan dua disiplin ilmu yang berbeda, namun dalam penelitian karya sastra, kedua ilmu tersebut dapat digunakan secara bersamaan dan saling terkait, karena mempunyai objek yang sama. Keduanya memfokuskan pada kehidupan manusia. Psikologi sebagai suatu ilmu, yaitu psikologi merupakan ilmu pengetahuan tentang kejiwaan. Menurut Sartain, psikologi merupakan ilmu jiwa yang ilmiah, yang scientific. Karena itu dalam mempelajari psikologi harus dari sudut ilmu, psikologi sebagai suatu science (Bimo Walgito, 1992 : 2). Psikologi sastra adalah suatu disiplin ilmu yang niemandang karya sastra sebagai suatu karya yang memuat peristiwa-peristiwa kehidupan manusia yang diperahkan oleh tokohxxi
tokoh yang didalamnya atau mungkin juga diperankan oleh tokoh faktual (Sangidu, 2004 : 30). Tokoh-tokoh dalam drama atau novel dinilai apakah benar secara psikologi. Kadang-kadang ada teori psikologi tertentu yang dianut pengarang secara sadar atau Samar-samar oleh pengarang dan teori ini cocok untuk menjelaskan tokoh dan situasi cerita (Rene Wellek & Austin Warren, 1995 : 106). Kejujuran, kecintaan, kemunafikan dan lain-lain berada, di dalam batin masingmasing yang kadang-kadang terlihat gejalanya dari luar dan kadang-kadang tidak. Kajian tentang perwatakan para tokoh harus menukik ke dalam segi kejiwaan (Atar Semi, 1996 : 78) Dalam kajian Psikologi Sastra juga mengkaji tentang Psikologi Sosial. Psikologi sosial merupakan salah satu cabang dari ilmu psikologi yang secara umum mempelajari perilaku sosial manusia dalam hubungannya dengan lingkungan dan masyarakat / individu-individu yang lainnya. Secara umum psikologi sosial dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memahami dan menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan, dan tingkah laku individu dipengaruhi oleh kehadiran orang-orang lain baik secara aktual (nyata) ataupun imagined (dibayangkan). Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari individu berpikir, merasa, dan bertingkah laku dalam latar atau setting sosial. (Tri Dayakisni. 2006:5). Pandangan Rene Welick dan Austin Warren (1990) Berta Andre Hardjana (1985 (U-61), psikologi sastra mempunyai empat kemungkinan penelitian yaitu xxii
1. Penelitian terhadap psikologi pengarang sebagai tips atau sebagai pribadi. Studi ini cenderung ke arah psikologi Beni. Seorang peneliti berusaha menangkap kemball kondisi kejiwaan seorang pengarang pada saat menghasilkan karya sastra. 2. Penelitlan proses kreatif dalam kaitannya dengan kejiwaan. Studi ini berhubungan dengan psikologis proses kreatif. 3. Penelitian hukum-hukum psikologi yang diterapkan dalam karya sastra. dalam kaitan ini studi dapat diarahkan pads teori-teori psikolosi, misalnya psikoanalisis ke dalam sebuah teks sastra. 4. Penelitian dampak psikologis teks sastra kepada pembaca. Studi ini lebih cenderung kea rah-arah aspek pragmatik psikologis teks sastra terhadap pembacannya ( Suwardi Endraswara, 2006 : 98-99 ). Psikologi merupakan ilmu yang menyelidiki manusia, dan dalam karya sastra terdapat keterkaitan karena obyeknya adalah sama yaitu membicarakan tentang manusia. Psikologi dalam karya sastra mempunyai pengaruh karena pengarang. memberikan citra manusia dalam tokoh-tokoh dan melukiskan kehidupannya dalam cerita. Hal itu berhubungan dengan jiwa pengarang yang menggunakan
pikirannya
menciptakan
tokoh-tokoh
dengan
melihat
pengalaman pribadi ataupun melihat situasi di sekitamya yang dituangkan dalam karya sastra, diharapkan melalui psikoanalisa kepribadian Sigmund Freud dapat diketahui proses kejiwaan tokoh-tokoh yang terdapat dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik.
D. Teori Psikoanalisis Aliran psikoanalisis ini diperkenalkan oleh Sigmund Freud yang lahir di Moravia tanggal 6 Mei 1856. Selama hampir 80 tahun ia tinggal di Wina sampai pada waktu Nazi menyerang Australia tahun 1937, ia pindah ke Inggris hingga meninggal di London 23 September 1939.
xxiii
Psikoanalisa termasuk dalam golongan ilmu jiwa, bukan ilmu jiwa kedokteran dalam arti kata yang lama, bukan ilmu jiwa tentang proses penyakit jiwa, melainkan semata-mata ilmu jiwa yang luar biasa. Sudah pasti bahwa psikoanalisa tidak merupakan keseluruhan dari ilmu jiwa biasa, tetapi merupakan suatu cabang dan mungkin malahan dasar dari keseluruhannya “ilmu jiwa” (Hall, 1980 : 24). Teori ini menganalisis kehidupan jiwa manusia sampai pada alam bawah sadar, karena sebagai makhluk individu, seorang manusia selalu mengalami konflik batin dalam keresahan dan keterkanan jiwa. Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari perilaku dan aspek kejiwaan manusia. Terdapat beberapa kajian psikologi dan yang berkaitan dengan penelitian ini adalah psikologi kepribadian. Hal itu mengingat bahwa penelitian ini menganalisis tentang tingkah laku manusia (tokoh) guna memperoleh tipologi kepribadian tertentu berdasarkan karakter tokoh tersebut. Teori psikoanalisis Freud, membandingkan jiwa manusia dengan gunung es yaitu bagian yang lebih kecil yang timbul di permukaan air menggambarkan daerah ketidaksadaran. Di dalam daerah ketidaksadaran yang sangat luas ditemukan dorongan-dorongan, nafsu-nafsu, ide-ide dan perasaan-perasaan yang ditekan suatu dunia bawah yang besar berisi kekuatan-kekuatan vital dan tak kasat mata yang melaksanakan kontrol penting atas pikiran-pikiran dan perbuatanperbuatan sadar individu. Sigmund Freud membagi susunan kepribadian manusia menjadi tiga sistem, yaitu : xxiv
1. Das Es atau Id, merupakan aspek biologis dan sebagai lapisan kejiwaan yang paling dasar. Id berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir, yaitu nalurnaluri bawaan (seksual dan agresoif), termasuk keinginan-keinginan yang direpresi. Id merupakan reservoir energi psikis yang menggerakkan ego dan super ego. Id berfungsi untuk mencapai kepuasan bagi keinginan nalurinya sesuai prinsip kesenangan. Oleh kareanya id tidak mengenal hukum akal dan id tidak memiliki nilai etika atau akhak. Hanya ada dua kemungkinan bagi proses id yaitu berusaha memuaskan keinginan atau menyerahkan kepada pengaruh ego. 2. Das Ich atau Ego, merupakan aspek psikologi dari kepribadian yang timbul karena kebutuhan untuk berhubungan dengan dunia kenyataan (realita). Ego adalah devirat id yang bertugas menjadi perantara kebutuhan instingtif dengan keadaan lingkungan untuk mencari objek yang tepat guna mereduksi tegangan. Sebagai aspek ekskutif kepribadian, ego mempergunakan energi psikis yang dikuasai untuk mengintegrasikan ketiga aspek kepribaadian, agar timbul keselarasan batin sehingga hubungan antara pribadi dengan dunia luar dapat mempegunakan energi psikis secara baik maka akan timbul konflik internal atau konflik batin, yang diekspresikan dalam bentuk tingkah laku yang pathologis dan abnormal. 3. Das Ueber Ich atau The Super ego, merupakan aspek psikologi kepribadian yang fungsi pokoknya menentukan benar salahnya atau susila tidaknya sesuatu. Dengan demikian, pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat. Super ego dibentuk melalui jalan internalisasi, artinya larangan/ perintah dari luar diolah sedemikian rupa sehingga akhirnya terpancar dari dalam. Fungsi pokok super ego terlihat dalam hubungannya dengan ketiga sistem kepribaadian, yaitu merintangi impulsimpuls id terutama impuls seksual dan agresif, mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal moralitas dan mengejar kesempurnaan. Aktivitas super ego menyatakan diri dalam konfik dengan ego yang dirasakan dalam emosiemosi, seperti rasa bersalah, menyesal dan sikap observasi diri dan kritik diri (Suryabrata, 2006 : 124-128). Super ego (das Uber Ich) merupakan sistem kepribadian yang berisikan nilai-nilai dan aturan-aturan yang sifatnya evaluatif (menyangkut baik buruk) (Koswara. 1991; 34). Super ego adalah termasuk aspek sosiologi, merupakan wakil dari nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya, yang diajarkan dengan perintah dan larangan. Menurut Freud, super ego terbentuk melalui internalisasi nilai-nilai atau aturan-aturan oleh individu dari sejumlah individu yang berperan, berpengaruh xxv
atau berarti bagi individu tersebut, seperti orang tua dan guru. Adapun fungsi utama adalah a. Merintangi impuls-impuls naluri id, terutama impuls seksual dan agresif yang kenyataannya sangat ditentang masyarakat. b. Mendorong ego untuk lebih mengejar hal-hal yang moralitas daripada yang realistis. (Koswara, 1991; 34-35) Super ego cenderung menentang baik id maupun ego, dan membuat dunia menurut konsepsi yang ideal. Aktivitas super ego terutama apabila bertentangan dengan ego, menyatakan diri dalam rasa bersalah, penyelesaian, dan sebagainya, yang sebelumnya didahului sikap koreksi diri dan observasi diri. Dinamika kepribadian menyangkut masalah penggunaan energi yang bersumber pada id, Freud sependapat dengan hukum kelangsungan energi, yaitu energi dapat berubah dari suatu keadaan atau bentuk ke keadaan yang lain, tetapi tidak akan hilang dari sistem secara keseluruhan (Suryabrata, 1993:131). Berdasarkan hukum ini Freud mengajukan gagasan bahwa energi fisik bisa diubah menjadi energi psikis dan sebaliknya, yang menjembatani energi fisik dengan kepribadian adalah id dengan naluri dan keinginannya. Energi seperti dikemukakan di atas berasal dari id. Dalam dinamikanya terjadi pemindahan sekaligus perebutan energi antara id, ego, super ego. Apabila ternyata suatu sistem memperoleh energi yang lebih banyak maka yang lain akan kekurangan energi, sampai energi baru ditambahkan kepada sistem keseluruhan (Koswara, 1991; 35). Dengan demikian dapat diterangkan mengenai keadaan pribadi tertentu. Artinya apabila energi banyak digunakan oleh id, maka yang xxvi
terjadi adalah kepribadian yang hanya mengejar keinginan tanpa melihat kenyataan yang ada. Bila yang mendominasi adalah super ego, maka yang terlihat orang tersebut cenderung merepresi sebagian besar keinginannya untuk menjadi orang yang selalu taat pada norma dan adat istiadat yang berlaku di lingkungannya. Maka kondisi yang ideal ialah apabila terdapat keseimbangan energi antara id, dan super ego. Jadi ego berfungsi dengan baik. Bila demikian maka individu dapat memenuhi kebutuhannya tanpa meninggalkan norma yang ada di lingkungannya. Dilihat dari uraian di atas maka dinamika kepribadian ini sebagian besar dikuasai oleh keharusan untuk memuaskan kebutuhan dengan cara berhubungan dengan dunia luar. Untuk itu selain menekankan faktor genetis atau pembawaan, Freud tidak mengabaikan peranan lingkungan di dalam pembentukan kepribadian individu. Peranan atau pengaruh lingkungan itu ditunjukkan oleh fakta bahwa disamping
bisa
memenuhi
kebutuhan
individu,
lingkungan
juga
bisa
membahayakan dan memfrustasikannya. Dalam menghadapi stimulus yang membahayakan individu, biasanya individu tersebut akan menunjukkan sikap ketakutan, apabila stimulus yang membahayakan itu terus menghantui maka individu akan mengalami kecemasan (anxiety). Freud selain menggolongkan struktur kepribadian manusia, juga mengemukakan adanya kecemasan yaitu : a. Kecemasan realistis; suatu ketakutan akan bahaya di dunia luar. b. Kecemasan neurotis; kecemasan kalau-kalau insting-insting tidak dapat dikendalikan dan menyebabkan orang berbuat sesuatu yang dapat dihukum. c. Kecemasan moral; kecemasan yang dialami sebagai suatu perasaan xxvii
d. bersalah atau malu dalam ego, ditimbulkan oleh sesuatu pengamatan mengenai bahaya dari hati nurani (Suryabrata, 2006 : 139). Kecemasan meskipun menyebabkan individu dalam keadaan tidak senang, namun juga bisa berfungsi sebagai peringatan bagi individu agar mengetahui adanya bahaya, sehingga individu bisa mempersiapkan langkah-langkah yang akan diambil untuk mengatasi bahaya yang mengancam tersebut. Apabila langkah yang diambil bisa mengatasi kecemasan-kecemasan yang dihadapi, maka kepribadian individu akan berkembang ke arah yang lebih positif. Namun apabila kecemasan atau ketakuan tidak dapat diatasi dengan tindakan-tindakan yang efektif, maka individu akan mengalami gejala traumatis (Suryabrata, 1993:141). Kepribadian individu berkembang dalam hubungan dengan bermacammacam sumber tegangan yang berupa konflik maupun ancaman. Sebagai akibat dari meningkatnya tegangan karena sumber itu, maka orang terpaksa harus belajar cara yang baru untuk mereduksi tegangan. Belajar mempergunakan cara-cara baru dalam mereduksi tegangan disebut perkembangan kepribadian (Suryabrata, 1993:149). Cara individu mereduksikan tegangan dan kecemasan,yaitu dengan : a. Identifikasi, sebagai metode yang dipergunakan orang dalam menghadapi orang lain dan membuatnya menjadi bagian dari kepribadiannya. Dia belajar mereduksikan tegangannya dengan cara bertingkah laku seperti tingkah laku orang lain. b. Pemindahan objek, apabila objek sesuatu insting yang asli tidak dapat dicapai karena rintangan (anti cathexis) baik rintangan dari dalam maupun dari luar, maka terbentuklah cathexis yang baru, kecuali kalau terjadi penekanan yang cukup kuat. Insting adalah sumber perangsang somatis dalam yang dibawa sejak lahir. c. Mekanisme pertahanan das ich Terdapat beberapa bentuk pokok mekanisme pertahanan antara lain : (1) Penekanan atau represi adalah pengertian yang mula-mula sekali dalam psikoanalisis. Mekanisme yang dilakukan individu dalam hal ini xxviii
adalah ego, untuk meredakan kecemasan dengan jalan menekan dorongan atau keinginan yang menjadi sebab kecemasan tersebut ke alam tak sadar. (2) Proyeksi adalah mekanisme yang dipergunakan untuk mengubah ketakutan neurotis dan ketakutan moral menjadi ketakutan realistis. Pengubahan ini mudah dilakukan, karena ketakutan neurotis dan ketakutan moral dua-duanya sumber aslinya adalah ketakutan akan hukuman dari luar. (3) Pembentukan reaksi adalah penggantian impuls atau perasaan yang menimbulkan ketakutan atau kecemasn dengan lawannya di dalam kesadaran. d. Fiksasi dan Regresi, pada perkembangan yang normal, kepribadian akan melewati fase-fase yang sedikit bnyak sudah tetap dari lahir sampai dewasa. Hal ini akan menimbulkan sejumlah frustasi dan ketakutan (Suryabrata, 2006 : 138-139).
E. Teori Psikologi Sosial Manusia mengalami perkembangan kepribadian. Dalam perkembangan tersebut tidak dapat disangkal lagi bahwa lingkungan berpengaruh di dalamnya. Manusia mempunyai dorongan untuk mengabdi kepada dirinya sendiri (ichaftingkeit) dan dorongan untuk mengabdi kepada masyarakat (sachlichkeit) secara bersama-sama, manusia merupakan kesatuan dari keduanya, di samping tentu saja manusia yang mengabdi kepada Tuhan. Manusia dapat mengalami perubahan-perubahan sebagai akibat adanya perkembangan pada diri manusia itu, dan dalam perkembangan manusia itu faktor pembawaan dan faktor lingkungan secara bersama-sama mempunyai peranan (Gerungan.2006:25). Karena manusia itu pada hakekatnya makhluk sosial di samping sifat-sifat yang lain maka secara xxix
alami manusia membutuhkan hubungan dengan orang lain dan alam sekitarnya. Jelasnya bahwa manusia dalam kehidupannya membutuhkan lingkungan. Psikologi sosial merupakan salah satu cabang dari ilmu psikologi yang secara umum mempelajari perilaku sosial manusia dalam hubungannya dengan lingkungan dan masyarakat / individu-individu yang lainnya. Secara umum psikologi sosial dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk memahami dan menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan, dan tingkah laku individu dipengaruhi oleh kehadiran orang-orang lain baik secara aktual (nyata) ataupun imagined (dibayangkan). Psikologi sosial adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari individu berpikir, merasa, dan bertingkah laku dalam latar atau setting sosial. (Tri Dayakisni. 2006:5). Cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa mengetengahkan cerita tentang dinamika percintaan, persahabatan dan konflik-konflik yang menggambarkan keadaan sosial masyarakat kalangan menengah ke bawah. Di dalam cerbung ini menceritakan
tentang
dinamika hubungan
persahabatan,
percintaan
dan
persahabatan yang dialami oleh tokoh-tokohnya. Di dalam perkembangan hubungan persahabatan dan percintaan dipengaruhi oleh hubungan interaksi di antara individu yang satu dengan yang lain Interaksi Sosial merupakan suatu hubungan antara individu yang satu dengan individu lainnya, dimana individu yang satu dapat mempengaruhi individu yang lainnya sehingga terdapat hubungan yang saling timbal balik. Interaksi sosial dapat terjalin melalui komunikasi baik verbal maupun nonverbal, yaitu merupakan saluran untuk menyampaikan perasaan ataupun ide / pikiran dan sekaligus sebagai xxx
media untuk dapat menafsirkan atau memahami pikiran atau perasaan orang lain. Hubungan antar individu (interaksi sosial) tersebut akan menjadi dasar bagi perilaku sosial yang lebih mendalam dengan berbagai bentuknya. Terdapat beberapa bentuk interaksi sosial yang terjadi, yaitu antara lain: a. Imitasi dan Sugesti Imitasi dan Sugesti dalam hubungannya dengan interaksi sosial mempunyai arti yang hampir sama. Keduanya merupakan suatu proses saling pengaruh antara individu atau kelompok yang satu dengan yang lainnya. Perbedaannya : Imitasi merupakan suatu proses peniruan terhadap sesuatu yang berasal dari luar dirinya, sedangkan sugesti merupakan suatu proses pemberian pandangan atau sikap dari diri seseorang kepada orang lain di luar dirinya (Gerungan, 1988). Artinya sugesti dapat dilakukan dan diterima oleh individu lain tanpa adanya kritik terlebih dahulu. b. Identifikasi Identifikasi di sini merupakan dorongan untuk menjadi identik (sama) dengan orang lain, baik secara lahiriah maupun batiniah. c. Simpati Simpati merupakan suatu bentuk interaksi yang melibatkan adanya ketertarikan indiviu terhadap individu lainnya. Simpati timbul tidak berdasarkan pada pertimbangan yang logis dan rasional, melainkan berdasarkan penilaian perasaan. Soekanto (1990) menyampaikan bahwa dorongan utama pada simpati adalah adanya keinginan untuk memahami pihak lain dan bekerja sama. (Tri Dayakisni. 2006: 152-156) Hasil kontak / interaksi yang terjalin antara individu yang satu dengan yang lain akan melahirkan suatu hubungan. Hubungan tersebut dapat sebagai hubungan persahabatan maupun percintaan. Hubungan persahabatan biasanya terjalin antara individu yang sejenis, hubungan ini terkadang melahirkan hubungan yang lebih erat, namun tidak jarang pula hubungan tersebut melahirkan suatu konflik. Hubungan yang telah terjalin dengan erat apabila mengalami sebuah konflik maka akan mempunyai dampak psikologi yang lebih dalam dibandingkan dengan hubungan yang tidak terlalu erat.
xxxi
Melalui teori psikologi sosial, maka akan dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh hubungan antar individu dalam lingkungan sosialnya, sehingga akan dapat diungkapkan dinamika perkembangan kepribadian tokohtokohnya serta sejauh mana lingkungan berpengaruh terhadap kepribadian tokohtokoh tersebut.
F. Teori Psikologi Jawa Pusat dari telaah pustaka ini adalah kawruh jiwa yang dirinci menjadi rasa, aku (ego), serta mawas diri. Untuk itu perlu ditelaah terlebih dahulu Kebudayaan Jawa pada umumnya, kemudian keseluruhan wejangan Ki Ageng Soerjomentaram sebagai suatu sistem, konteks sosial historis yang memusat pada riwayat Ki Ageng sendiri untuk kemudian memusat pada Ilmu Jiwa Kramadangsa, serta akhimya suatu telaah tentang ego dalam psikologi modern terutama menurut psikoanalisis, behaviorisme, serta psikologi humanistik.
1. Rasa “Wong Jawa iku nggone rasa,” demikian sebuah ungkapan yang sangat dikenal di kalangan masyarakat Jawa. Orang dianggap kasar bila ia tidak tahu rasa. xxxii
Orang yang tidak halus perilakunya dianggap durung Jawa. Dalam uraiannya tentang Hati Nurani pada alam Pikiran Jawa dan Alam Pikiran Barat, Reksosusilo menulis bahwa rasa yang semula mempunyai makna yang sangat penting bagi orang Jawa, sekarang menjadi sama sekali kalah unggul dengan kemauan, dengan rasio atau intelek. Rasa sekarang hanya mempunyai makna sekitar “feeling”,“emotion”,“sentimentality”,“lust”,“moor”,
dan
juga
“sensation”.
Sementara dalam kesusastraan Jawa Klasik, la dapat bermakna sangat dalam, yakni “Hati Nurani” (Suseno,1983:37). Dalam kepustakaan Jawa, agaknya rasa dipahamkan sebagai substansi atau zat yang mengaliri alam sekalir artinya ia berupa suasana pertemuan antara jagad gedhe dan jagad cilik. Terkadang, muncul sebagai daya hidup. Demikianlah kita mengenal hirarki rasa, mulai dari yang paling wadhag, berhubungan dengan badan kasar, badan halus, dan roh. Ketiga bentu keadaan ini oleh Soemadi Hardjoprakosa disebut sebagai keadaan biologis, psikologis dan rohani (Harun Hadiwiyono, 1983:44).
2. Aku Orang masih ingat huruf Alif, yakni huruf pertama dalam abjad Arab, HA dalam abjad Jawa, yang diterangkan oleh Sosrokartono di rumahnya yang diberi nama Darussalam di Bandung. Murid-muridnya masih ingat bagaimana Sosrokartono menyebut dirinya sebagai “Mandhor Klungsu”, penjaga. inti terdalam. Apabila manusia dapat diumpamakan kelapa, maka orang perlu mengupas sabutnya untuk ketemu tempurung, perlu mengupas tempurung untuk ketemu kenthos-nya, klungsuxxxiii
nya.
3. Mawas Diri Mawas diri telah menjadi bagian tak terpisahkan lagi dari kebudayaan Jawa, dalam tradisi mistis maupun etis. Sekalipun perlu diingat bahwa hampir semua kepustakaan Jawa keterkaitan antara tradisi etis dan mistis adalah sangat erat. Mawas diri beda dengan. Mulat Sarira. Bahwa yang kedua lebih mengacu pada Jumbuhing KawulaGusti, sementara mawas diri lebih mengacu pada upaya untuk memahami diri sendiri, keinginan-keinginan sendiri, susah senangnya sendiri. Sekalipun pada masa kini ada kecenderungan yang cukup mencemaskan bahwa mawas diri hanya dipergunakan sebagai lip service seperti ditulis oleh Marbangun Hardjowirogo (1983:34) atau bahkan hanya moralisme seperti dikhawatirkan Soedjatmoko, agaknya mawas diri masih juga merupakan salah satu laku utama yang diharapkan oleh masyarakat. Hanya saja memang diperlukan uraian laku dan patrap yang jelas, supaya mawas diri dapat menjadi jalan yang benar menuju ke pemahaman diri, penyerahan diri serta akhirnya penyadaran diri. “cegah dhahar lawan guling”, “mesu reh kasudarman”. Kesalahan dalam melaksanakan mawas diri ini akan menumbuhkan penghakiman dan penghukuman terhadap diri sendiri beserta reaksinya, yakni pembelaan akan kebenaran diri sendiri, yang justru menjadi aling-aling sehingga seseorang dapat gangling terhadap dirinya sendiri. Menurut Rahmat Subagyo (1983:55), mawas diri adalah tahap integrasi diri di mana egoisme dan egosentrisme diganti dengan sepi ing pamrih. Tahap integrasi diri ini perlu diikuti dengan transformasi diri dengan latihan-latihari agar manusia xxxiv
menemukan identitas baru, ego baru, dan diakhiri dengan partisipasi manusia dalam kegiatan Ilahi.
BAB III METODE PENELITIAN
A.
Metode dan Bentuk Penelitian
Metode penelitian merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan dan pemecahan masalah yang dihadapi, yang pada dasarnya merupakan suatu metode ilmiah. Metode penelitian juga merupakan suatu cara kerja untuk memahami obyek yang menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan. Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk memulai pelaksanaan suatu kegiatan penelitian guna mencapai tujuan yang telah ditentukan. Metode dapat juga dipahami sebagai cara kerja untuk mencari kebenaran berdasarkan disiplin ilmu yang bersangkutan (Sangidu, 2004:13). Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode deskriptif kualitatif, yaitu data - data yang dikumpulkan berwujud catatan yang menggambarkan situasi sebenarnva guna mendukung penguji (HB. Sutopo, 2003:48). Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya (Lexy J. Moleong, 2006: 4). Bentuk penelitian kualitatif dapat memberikan rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit untuk diungkapkan oleh peneliti kuantitatif. Jenis penelitian ini adalah penelitian xxxv
deskriptif kualitatif, yaitu usaha pencarian pengetahuan dan pemberian makna dengan hati-hati dan kritis secara terus-menerus terhadap suatu masalah. Hal ini mengingat bahwa sastra merupakan suatu disiplin ilmu yang mempunyai obyek yang jelas, mempunyai metode dan pendekatan yang jelas. Pada dasarnya penelitian sastra sama dengan kritik sastra, yang membedakannya adalah jangkauan, kedalaman, dan tujuannya yang jauh kedepan (Atar Semi, 1996: 18). Penelitian deskriptif kualitatif yang dilakukan ini diharapkan dapat membantu memperoleh informasi yang akurat dalam penelitian terhadap cerbung berbahasa Jawa dengan judul Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik.
B. Sumber data dan Data Sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain (Lexy J. Moleong. 2006:157). Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah cerbung karya Mbah Brintik yang ber udul Endahe Tresna Njareme Rasa. Cerbung ini diterbitkan oleh majalah berbahasa Jawa Panjebar Semangat sebagai cerita bersambung edisi 29 Maret 2008 sampai dengan 9 Agustus 2008 yang bejumlah 20 Episode. Data yang disajikan, dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. a. Data primer merupakan data pokok, dalam penelitian ini berupa, teks cerita, bersambung yang dibangun oleh unsur-unsur intrinsik dalam karya xxxvi
sastra seperti unsur tema, alur, penokohan, latar dan amanat serta aspek-aspek psikologi sastra, dari cerita bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik. b. Data sekunder merupakan data pendukung penelitian yaitu, wawancara dan hasil rekaman.
C. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Analisis Struktural Teknik pengumpulan data dengan analisis struktural digunakan oleh peneliti untuk mengambil data literer. Data yang membangun unsur-unsur instrinsik struktur cerbung, sehingga melalui teknik analisis struktural akan didapat data kategoris yang berupa : tema, amanat, alur, plot, penokohan, serta latar (setting) cerita. 2. Teknik Wawancara (Interview) Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan yang dilakukan oleh dua belah pihak, pewawancara (Interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (Interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Maksud mengadakan wawancara antara lain : mengontruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi, tuntutan, kepedulian dan lain-lain. (Lexy. J. Moleong, 2006:186). Wawancara dengan pengarang dilakukan secara terbuka yang merupakan wawancara pembicaraan formal dengan pendekatan yang menggunakan petunjuk umum wawancara. Wawancara yang dilakukan dengan pengarang dibarengi xxxvii
dengan proses rekan, yang ditindaklanjuti dengan teknik simak hasil rekaman dan pencatatan data-data dalam bentuk catatan kartu data, sejenis kartu catatan dalam content analysis untuk mencatat data yang mendukung. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan data yang lengkap dan jelas mengenai biografi pengarang, hasil karyanya dan keterangan-keterangan lain yang mendukung penelitian.
3. Teknik Kepustakaan Teknik kepustakaan di dalam penelitian ini dilakukan melalui Library research (studi pustaka). Library research bertujuan untuk mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam-macam materi yang terdapat di ruang perpustakaan, misalnya berupa buku-buku, majalah, naskah, catatan sejarah, dokumen, dan lain-lain. (Kartini Kartono,1990 : 33). Istilah teknik kepustakaan disebut juga dengan content analysis / analisis isi. Kajian isi adalah metodologi penelitian yang memanfaatkan seperangkat prosedur untuk menarik kesimpulan yang lebih sahih dari sebuah buku atau dokumen (dalam Lexy J. Moleong, 2006: 163). Definisi yang lain menyatakan bahwa kajian isi merupakan teknik apa pun yang digunakan untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan, dan dilakukan secara objektif dan sistematis (dalam Lexy J. Moleong, 2006: 163). Teknik ini dipakai untuk pengumpulan data utama dan tulisan lain yang berkaitan dengan cerbung dan pengarangnya. Adapun cara kerjanya yaitu, membaca dan memahami teks cerita bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik secara berulang-ulang, selanjutnya mencatat data yang penting dan xxxviii
menarik (fakta-fakta empiris kejiwaan tokoh / fakta-fakta bahasa yang berwujud gambaran dialog tokoh-tokohnya) dan menemukan teori perkembangan kejiwaan dari para tokoh yang tergambar dari cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa.
D. Teknik Analisis Data Teknik analisis data bertujuan menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber. Analisis data menurut Bogdan dan Taylor (1975:79) adalah proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis (ide) seperti yang disarankan oleh data dan untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis itu. Lebih lanjut analisis data merupakan
proses mengatur urutan data,
mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Berbeda dengan penafsiran yaitu memberikan arti yang signifikan terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari hubungan di antara dimensidimensi uraian. Data yang muncul berwujud kata-kata, dan bukan rangkaian angka. Data itu mungkin telah dikumpulkan dalam aneka macam cara dan yang biasanya “diproses” kira-kira sebelum siap digunakan melalui pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih tulis) tetapi analisis kualitatif tetap menggunakan katakata yang biasanya disusun ke dalam teks yang diperluas. Dalam analisis data semacam itu ada tiga langkah yang ditempuh, yakni :
xxxix
1. Reduksi Data Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Sebagaimana diketahui, reduksi data berlangsung terus menerus. Selama proyek yang berorientasi kualitatif berlangsung (Milles dan Hubberman, 1992;16). Dalam penelitian ini data dalam teknik analisis struktural dilanjutkan dengan menggunakan pendekatan psikologi sastra sebagai pembahasan inti. 2. Penyajian Data Penyajian data sebagai sekumpulan informasi terusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian-penyajian akan dapat dipahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus dilakukan, lebih jauh menganalisis atau mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang didapat dari penyajian-penyajian tersebut (Milles dan Hubberman, 1992;16). Tahapan ini dimulai dengan membaca dan mengelompokkan data berdasarkan deskripsi data, kemudian disajikan dalam analisis struktural yang membangun cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa, antara lain tema, alur, penokohan, latar dan amanat maupun data mengenai aspek psikologi sastra yang meliputi perkembangan kejiwaan tokohnya dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa. Dalam tahap ini semua data yang terkumpul dideskripsikan, diidentifikasikan dan diklasifikasikan. xl
Data yang telah dikelompokkan berdasarkan klasifikasinya, selanjutnya disajikan (data Display) berdasarkan karakteristik data. Setelah data-data yang ada disajikan kemudian dibuat deskripsi masing-masing data untuk mempermudah tahap interprestasi. 3. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi Penarikan kesimpulan merupakan sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mungkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pemikiran seorang peneliti selama mengadakan penelitian, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan, atau mungkin menjadi begitu seksama dan memakan tenaga dengan peninjauan kembali serta tukur pikiran di antara teman sejawat untuk mengembangkan “kesepakatan intersubjektif” atau juga upayaupaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain (Milles dan Hubberman, 1992:16).
BAB IV PEMBAHASAN
Tinjauan Pengarang
Karya sastra dan pengarang memiliki suatu hubungan yang erat. Bukan saja hubungan yang menyebabkan timbulnya karya sastra, tetapi merupakan sebuah hubungan yang dapat mencerminkan segi-segi kejiwaan, pandangan sosial, ataupun filsafat hidup yang ada dalam diri pengarang yang terdapat dalam hasil xli
karyanya. Aspek-aspek yang berhubungan dengan diri pengarang, oleh karena itu perlu untuk diungkapkan, karena kedudukannya memegang peranan yang penting dalam sebuah penelitian sastra. Pengarang dalam menghasilkan karya-karya sastranya, memiliki suatu kebebasan untuk mengembangkan perasaan, pikiran dan fantasinya untuk disusun dan diungkapkan hingga menjadi sebuah cerita, cerita itu juga akan dipengaruhi oleh pengalaman dan pandangannya.
1. Riwayat Hidup Pengarang Pengarang merupakan hal yang sangat penting dalam penelitian. Berhasil tidaknya suatu karya sastra tergantung dari luas tidaknya wawasan yang dimilikinya. Bahkan kejelian pengamatan terhadap sendi-sendi kehidupan yang amat kompleks akan sangat membantu, oleh karena itu, segala aspek yang menyangkut diri pengarang perlu sekali untuk diperhatikan. Latar belakang kehidupan keluarganya, pengarang dalam kegiatan / dunia kesastrawanannya, hubungan pengarang dengan pengarang yang lain / pengarang lain yang memberi inspirasi, tidak ada salahnya untuk diketahui. Hal ini penting mengingat banyak kemungkinan yang terjadi tentang proses kelahiran karya sastra itu sendiri dengan kehidupan pengarang. Ada suatu hubungan kausal yang menyangkut dirinya maupun orang lain sehubungan dengan eksistensinya dalam masyarakat. Terlepas dengan hal tersebut di atas maka absahlah apabila dalam penelitian ini akan dipaparkan tentang riwayat hidup pengarang yaitu Rara Kurniasih Soemardi Sastra Utama atau yang lebih dikenal dengan Mbah Brintik. xlii
Mbah Brintik merupakan salah satu pengarang Sastra Jawa Modern yang cukup produktif. Terlahir di Malang, 31 juli 1930. Beliau menikah dengan Soemardi Sastro Utama dan dikaruniai 13 orang. Anak dari pasangan Mustaram Sastro Utama dan Mariyah. Mbah Brintik adalah anak ke enam dari tujuh bersaudara, sampai sekarang yang masih hidup tinggal beliau dan adiknya. Nenek yang satu ini memiliki hobby yang sangat mulia yaitu melestarikan budaya Jawa yang saat ini mulai berangsur-angsur berkurang. Usia tua, tidak menghabat beliau dalam berkarya dan berorganisasi. Sampai sekarang beliau masih aktif mengarang dan berorganisasi. Organisasi yang masih beliau tangani diantaranya Ketua Kerta PWRI Kab. Malang, Pembina Bahasa dan Budaya Jawa Timur, Ketua Pelestari Bahasa Jawa Kab. Malang.
2. Awal Mula Pengarang Terjun Dalam Dunia Kepengarangan Mbah Brintik mulai terjun ke dunia kesusatraan terutama Sastra Jawa dimulai ketika beliau pensiun dari dunia pendidikan sebagai seorang guru di Malang yaitu tahun 1990. Dalam rentang waktu 1990-2010 beliau sudah menyelesaikan lebih dari 240 karya sastra berbagai bentuk. Salah satu diantaranya yaitu Cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa ini. Berkat kepandaiannya dalam mengarang, beliau pernah mendapatkan Juara Pertama Lomba Penulisan Cerita Rakyat Tingkat Nasional tahun 1991, Penghargaan Bintang Budaya dari Pusat Lembaga Kebudayaan Jawa dari Mangkunegaran, tahun 1994. xliii
3. Prestasi yang Diperoleh oleh Pengarang. Prestasi yang diperoleh oleh Mbah Brintik, cukup banyak. Antara lain sebagai berikut: 4. Juara 1 Penulisan Cerita Rakyat Tingkat Nasional tahun 1991. 5. Penghargaan Bintang Budaya dari Pusat Lembaga Kebudayaan Jawa dari Mangkunegaran, tahun 1994. 6. Mbah Brintik adalah pengarang yang sangat produktif di usianya ke 80 th pada bulan juli dan terbilang sudah lanjut, beliau telah membuat lebih dari 240 karya sastra semenjak tahun 1990. 7. Karya-karya Mbah Brintik, antara lain: a. Cerkak yang berjudul Yu Sabrug Latah b. Cerita misteri yang berjudul Wong Wadon Kang Pungkasan c. Artikel bahasa Jawa berjudul Aja Congkrah Mundhak Bubrah B. Analisis Struktural
Analisis struktural merupakan langkah awal yang digunakan untuk membongkar dan memaparkan sebuah karya sastra secara mendetail dan seteliti mungkin, dengan demikian tampak jelas bahwa analisis struktural merupakan tahap pendahuluan dari penelitian sebuah karya sastra. Analisis struktural merupakan bangunan kerangka pokok yang ada dalam sebuah karya sastra yang tidak dapat berdiri sendiri secara terpisah, melainkan saling berkaitan erat dalam sebuah bentuk kesatuan yang utuh.
xliv
Cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik menekankan pada lima unsur pembentuk karya sastra yang bersifat intrinsik. Kelima unsur tersebut juga mewakili analisis struktural karya sastra, selanjutnya akan diuraikan satu demi satu kelima unsur intrinsik tersebut secara berurutan dalam rangka pembahasan segi struktur karya sastra cerita bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik.
1. Tema Tema sebagai suatu gagasan dasar pengarang yang melatar belakangi penciptaan karya sastranya, merupakan salah satu unsur penting yang membangun sebuah cerita. Tema dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa tergolong dalam tema sosial yang diambil dari persoalan-persoalan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, yaitu kisah percintaan Pak Sentot dan Asriningtyas yang bertepuk sebelah tangan. Kisah ini juga banyak di kehidupan nyata yang seolah-olah cerita ini menjadi refleksi dari kehiupan nyata sekarang. Hal ini juga sering menimbulkan konflik yang banyak karena berhubungan dengan perasaan cinta seseorang. Cerbung menceritakan tentang perasaan cinta yang dirasakan oleh tokoh utama, namun cinta bertepuk sebelah tangan. Hal dikarenakan perasaan cinta yang berlebih kepada tokoh wanita dalam cerbung, namun perasaan ternyata sirna ketika tokoh perempuan menikah dengan laki-laki lain. Cinta yang bertepuk sebelah tangan membuat banyak konflik dan intrik yang terjadi di dalam cerbung. Secara umum tema yang menjadi latar belakang cerita xlv
bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa dapat penulis simpulkan bahwa kisah cinta yang bertepuk sebelah tangan memang ada dan terjadi di dunia nyata. Kejadian seperti ini jika terjadi dalam dunia nyata akan berdampak pada kekecewaan yang mendalam dalam diri. Sikap terbuka dan tidak mudah “gede rasa” adalah solusi dalam kita menjalani hubungan antar sesama manusia.
2. Alur / Plot a. Situation (pengarang mulai melukiskan keadaan) Tahap ini pengarang mengawali cerita dengan memperkenalkan tokoh yang bernama Sentot. Ia adalah seorang Guru BP di SMA Pancasila yang berumur kurang lebih 30-40 tahun. Dia adalah guru yang tegas dan kaku. Sentot adalah seorang perjaka tua yang masih setia untuk membujang. Hal ini dikarenakan perasaan cintanya yang bertepuk sebelah tangan. Pengarang di dalam tahap situation juga memperkenalkan tokoh yang bernama Rio, yaitu seorang murid kelas 3 di SMA Pancasila. Dia adalah anak yang disukai banyak temannya karena dia tidak memilih dalam mencari teman. b. Generation Circumstances (peristiwa mulai bergerak) Peristiwa mulai bergerak yaitu ketika Rio yang lewat di samping rumah Penjaga Sekolah SMA Pancasila yang berada di lingkungan sekolah. Rio melihat dari luar di meja makan rumah penjaga tersebut terdapat hidangan yang enak yang selama ini jarang dia rasakan di rumah. Rio bermaksud untuk membeli makan yang ada di meja kepada istri penjaga tersebut. Ketika Rio xlvi
akan melangkahkan kaki tiba-tiba tangan Rio dipegang oleh temannya yang bernama Gandi dan digelandang menuju ruang makan, di tempat tanpa rasa malu Gandi langsung mengambil tempe goreng yang masih panas, kemudian di makan. Rio yang masih terkejut dia masih bingung dan tidak berani berbuat apa-apa. Dia masih tidak percaya akan kejadian. Beberapa saat kemudian perbuatan keduanya di ketahui oleh pemilik rumah dan kejadian tersebut diadukan kepada Pak Sentot. c. Rising Action (keadaan mulai memuncak) Keadaan mulai memuncak yaitu ketika laporan yang diterima pak Sentot langsung ditidak lanjuti oleh Pak Sentot. Pak Sentot pada jam ke 3 masuk ke ruang kelas dimana Rio dan Gandhi berada. Kecurigaan mulai muncul di benak Rio dan akhirnya kecurigaan terjadi juga. Pak Sentot mulai menginterogasi tentang pencurian makanan di rumah penjaga sekolah kepada murid-muridnya dan mulai marah dengan ulah muridnya yang tidak tepuji. Kemarahan Pak Sentot akhirnya membuat Rio mengakui bahwa dialah pencurinya walaupun sebenarnya bukan dia pencurinya. Pengakuan Rio membuat pak Sentot mulai bertindak sewenang-wenang pada muridnya. Rio langsung di suruh maju kedepan kelas dan dia dihukum dengan cara yang kurang manusiawi. Hal ini membuat teman-teman Rio di kelas marah dan memprotes hukuman yang diberikan kepada Rio. Hukuman yang diberikan kepada Rio membuat Gandi yang sebenarnya pelaku pencurian maju kedepan kelas dan berdiri di samping Rio. Gandhi mulai berujar bahwa dialah yang xlvii
sebenarnya mencuri. Gandi pun merebut ikan asin yang dibawa Rio dan dimakanya ikan asin didepan kelas. Kejadian di kelas masih terngiang ditelingan Rio sampai dirumah. Ketika waktunya untuk berkumpul bersama temannya, tiba-tiba saat berada di jalan, dia melihat dari kejauhan dua orang yang beremesraan di jalan. Kedua orang semakin dekat dan Rio terkejut karena dua orang, sosok lelakinya adalah pak Sentot. Rio kemudian bersembunyi ketika pak sentot dan wanita lewat di jalan dan akhirnya dua orang duduk di pinggir jalan dan berbincang mesra. Sosok wanita ini bernama Sumi, setelah bercakap-cakap diketahui bahwa Sumi mengandung janin hasil hubunganya dengan pak Sentot dan meminta tanggung jawab. Percakapan Pak Sentot dan Sumi ini tidak sengaja di dengarkan oleh Rio. Hal ini membuat Rio terkejut dan merasa bahwa perbuatan pak Sentot ini lebih memalukan daripada perbuatan mencuri makanan yang sebenarnya bukan dia yang melakukannya.
d. Climax ( keadaan mencapai klimaks ) Pengarang menggambarkan keadaan yang mencapai klimaks yaitu ketika peristiwa mulai tercium oleh orang tua Rio yang bernama Asriningtyas atau sering dipanggil Bu Kentas. Pada suatu hari, Bu Kentas mendengar cerita bahwa anaknya dipermalukan oleh Pak Sentot didepan kelas. Bu Kentas merasa tidak terima atas perlakuan Pak Sentot mendatangi ruang guru untuk bertemu Pak Sentot.
xlviii
kepada anaknya dan
Bu Kentas akhirnya bertemu Pak Sentot di ruang sekolah. Alangkah terkejutnya Pak Sentot melihat Bu Kentas yang mendatanginya. Bu Kentas mulai menjelaskan maksud kedatangannya dan mulai menasehati Pak Sentot yang dianggap melakukan tindakan yang tidak pantas bagi seorang guru. Pak Sentot hanya bisa terdiam karena dia di nasehati oleh orang yang dicintainya sejak dia SMA. Pak Sentot mulai memikirkan kejadian-kejadian sewaktu dia SMA dahulu yang seperti sepasang kekasih dengan Bu Kentas, namun ketika lulus sekolah bu Kentas menikah dengan laki-laki lain. Sejak saat itu pak Sentot sadar bahwa cintanya tak terbalas. Ingatanya kemudian kembali, nasehat yang di berikan Bu Kentas membuat hati pak Sentot bagai disayatsayat dan akhirnya mengakui kesalahannya. Masalah lain muncul ketika Pak Sentot didesak oleh Sumi untuk bertanggungjawab atas janin yang dikandung Sumi. Pak Sentot bingung dan bermaksud untuk menolak karena Sumi dianggap bukan satu level dengan dirinya. Pak Sentot akhirnya memilih jalan pintas dengan mendatangi dukun untuk meminta jampi-jampi agar Sumi tidak menuntut untuk dinikahi, selain itu pak Sentot juga meminta jampi-jampi lain dengan tujuan agar bu Kentas tergila-gila padanya. e. Denounment (pengarang memberikan penyelesaian dari semua cerita) Akhir cerita pengarang memberikan penyelesaian masalah dari cerita yang telah ditampilkan, bahwa pada akhirnya Pak Sentot sadar bahwa semua perbuatannya itu salah. Dia akhirnya diangkat menjadi kepala sekolah sebuah SMA di Probolinggo. Pada saat perpisahan kelas 3 juga merangkap xlix
perpisahan bagi pak Sentot, dia merasa sangat bersalah dan ketika dia berpaminta, para murid seperti tidak merasa dendam atas semua ulahnya dan bahkan sebaliknya yaitu para murid merasa kehilangan salah seorang guru. Hal in menjadi cambuk bagi dirinya yang menyadarkan bahwa kesewenangwenangan yang dilakukan pak Sentot itu salah dan bukan merupakan ceriman seorang guru. Setibanya di Probolinggo, pak Sentot mulai aktif beribadah dan mendekatkan diri pada Tuhan. Dia menjadi umat yang taat beribadah. Disana pak Sentot mempunyai guru spiritual yang menjadi Imam Masjid. Gairah hidup pak Sentot hidup kembali saat suatu waktu dia berkunjung dirumah guru spritualnya dan disuguhi minuman oleh putri dari guru tersebut. Pak Sentot kaget karena wajah dari putri guru spiritualnya ini mirip dengan Asriningtyas atau bu Kentas. Pak Sentot jatuh cinta pada sosok yang mirip Asriningtyas dan menikahi gadis itu. Akhirnya mereka berdua hidup bahagia dan Pak Sentot sudah menjadi pribadi yang baik dan tidak bertindak sewenang-wenang lagi. 3. Penokohan a. Pak Sentot Pak Sentot merupakan tokoh utama dalam cerita bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa. Dari bentuk lahirnya (pysical description) Pak Sentot digambarkan pengarang sebagai seorang lelaki kurus, kulit sawo matang, rambut lurus kaku. Hal ini dapat dilihat dari kutipan: Si Tyas pancen angel encupane, nanging kabeh gumun, kok malah kelet karo Sentot sing kuru ngiyeyet, kulite mangkak, rambute lurus kaku, kaya atine kang uga kaku. ( seri 5:4 ) l
Terjemahan : Si Tyas memang sulit didekati, tetapi semua terkejut, kok malah dekat dengan Sentot yang kurus kering, kulitnya sawo matang, rambutnya lurus kaku, seperti hatinya yang juga kaku. ( seri 5:19) Pak Sentot adalah seorang lelaki yang hatinya sedang resah terhadap masalah wanita. Dia adalah seorang perjaka tua yang sebenarnya hidup dengan serba kecukupan karena profesinya. Pak Sentot memilih untuk menjadi perjaka tua bukan tanpa alasan. Cintanya yang bertepuk sebelah tangan dengan Bu Kentas / Asriningtyas (ibu dari Rio) ketika semasa SMA yang membuat dia sakit hati terhadap Bu Kentas. Sakit hatinya ini dilampiaskan dengan perbuatan yang kurang terpuji, salah satunya dengan menghamili
salah
seorang
tokoh
dalam
cerita
dan
tidak
mau
bertanggungjawab karena Pak Sentot merasa bahwa perempuan yang dihamilinya berbeda kasta dengan dirinya. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan .... “dadi kowe…? La kok ora mbok gugurake bae ta Sum, rak beres ta? Penak, awake dhewe bisa seneng-seneng satuwuke, rak ngono ta ya Sum?” (seri 3:15)
Terjemahan : …..” jadi kamu…? Kenapa tidak kamu gugurkan saja Sum, kan beres? Enak, kita berdua bisa senag-senang sampai puas, kan begitu ta ya Sum?” (Seri 3:15) Sosok Pak Sentot juga terkenal sebagai seorang guru yang kasar, galak dan angkuh. Semua dilakuakannya dengan sadar dan menganggap semua kelakuannya benar untuk mendidik muridnya supaya disiplin. Terkadang dia mengucapkan kata-kata yang tidak sepantasnya diucapkan oleh seorang pendidik. Hal ini dapat dilihat dari kutipan berikut: li
…” Senaaa… iki merga kowe sing marahi, metuu kana munyuk. Metuuu, munyuuukkk!” (seri 1:17) Terjemahan: ….” Senaaa… ini karena kamu yang memulai, keluar sana monyet. Keluarrr, monyeeettt!” (seri 1:17)
b. Bandrio / Rio Bandrio / Rio digambarkan pengarang sebagai seorang pelajar kelas 3 SMA Pancasila. Rio dalam cerita digambarkan sebagai seorang yang memiliki watak yang baik hati, ramah dan suka menolong. Sifat yang dimiliki Rio adalah warisan dari kedua orang tuanya yang juga suka menolong orang, terutama orang yang sedang kesusahan. Sifat Rio yang suka menolong dapat dilihat dari kutipan berikut: ...., wong mau langsung dicandhet Rio, dilungguhake buk pinggir dalan, dijejeri, pundhake dipukpuk, dirih-rih.’sareh riyin nggih Pak, pun kuwatir nek kula bekta ten kantor pulisi. Sampeyan mboten perlu ajrih, niki kula sukani yatra, mangga diangge tumbas sekul napa tedhan, kaliyan segerseger, mangga, selak dirantos sing enten griya.(seri 3:8) Terjemahan : …, orang tadi langsung dihenntikan langkahnya oleh Rio, didudukan tditempat duduk pinggir jalan, duduk beriringan, bahunya ditepuk-tepuk, di nasehati. ‘istirahat dulu ya Pak, jangan khawatir kalau saya bawa ke kantor polisi. Anda tidak perlu tkut, ini saya beri uang, silahkan digunakan membeli nasi atau makanan, dan buah-buahan, silahkan, nanti ditunggu-tunggu yang ada di rumah. (seri 3:8). Penggambaran bentuk lahir dan keadaan tokoh, dapat menggambarkan perwatakan dari segi sosiologis yaitu Rio adalah seorang tokoh terpelajar yang mempunyai latar sosial yang lebih maju jika dibanding dengan latar sosial orang-orang di desa dimana ia kini berada. Rio adalah seorang anak dari orang tepandang di desanya. Dapat dilihat dalam kutipan berikut :
lii
Rio mung tansah rumangsa salah ora ana maneh, senajan ta dudu salahe Bapak ibune Rio, senajan dudu pejabat, nanging dieringi, dikurmati wong akeh, kabeh suyud marang wong tuwane Rio. (seri 2:21) Terjemahan : Rio hanya selalu merasa bersalah tidak ada lagi, walaupun bukan kesalahan Bapak ibunya Rio, walaupun bukan pejabat, nanging dihargai, dihormati banyak orang, semua hormat dengan orang tuanya Rio (seri 2:21)
c. Asriningtyas / Bu Kentas Asriningtyas / Bu Kentas adalah seorang istri dari orang yang terpandang didesanya. Dari bentuk lahirnya (Psycal descriptions) Bu Kentas digambarkan sebagai seorang wanita yang cantik. Terlihat dalam kutipan berikut : Bu Asriningtyas, kang katelah Bu Kentas, ayune ora kalah karo artis-artis ibu kota, wis ayu, kenes, canthas kentas, sembada. ( seri 2:20 )
Terjemahan Bu Asriningtyas, yang sering dipanggil Bu Kentas, cantiknya tidak kalah dengan artis-artis ibu kota, sudah cantik, tegas, pantas. (seri 2:20) Asriningtyas adalah seorang wanita yang tangguh, tegas dan baik hati. Dia adalah seorang wanita yang pandai menempatkan dirinya dalam berbagai hal. Semua ini dapat terlihat ketika ia menemui Pak Sentot untuk mengingatkan perbuatan Pak Sentot yang sudah keterlaluan terhadap Rio. Terlihat dalam kutipan berikut : …. Aja nggomblohi, saiki kari milih, apa kowe ngakoni marang bocah sak kelas, yen tumindakmu ora bener, mesisan sekolahan kene jenenge kondhang, jalaran ana guru ora kena dadi contone murid lan masyarakat, apa kabeh dak beber ana Koran, piye kari milih, sanggup? Saupama ora ngelingi nggon kita kekancan biyen, wis runyam kowe Tot, ngerti ora? Wani dolanan uler, ya kudu wani nanggung gatele ta Pak Guruuu.”(Seri 4:20) Terjemahan : liii
…. Jangan pura-pura tidak tahu, sekarang tinggal memilih, apa kamu mengakui kepada murid satu kelas, kalau perbuatanmu tidak benar, sekalian sekolah ini namanya terkenal, karena ada guru tidak bisa menjadi contoh bagi murid dan masyarakat, apa semua saya sebakan dalam Koran, bagaimana tinggal memilih, sanggup? Seandainya tidak ingat persahabatan kita dahulu, sudah runyam kamu Tot, tau tidak? Berani bermain ulat, ya harus berani menanggung gatalnya ta Pak Guruuu.” (seri 4:20)
4. Setting / Latar Latar atau setting memiliki fungsi utama sebagai penyokong alur dan penokohan. Selain merupakan salah satu sarana untuk mengaitkan peristiwaperistiwa dalam suatu cerita. Latar di sini mencakup latar tempat, waktu, dan sosial. Latar tempat merupakan tempat terjadinya peristiwa. Latar waktu merupakan petunjuk waktu terjadinya peristiwa, sedangkan latar sosial berkaitan dengan stasus sosial atau kedudukan tokoh dalam masyarakat, selain itu latar sosial mencakup penggambaran keadaan masyarakat, kelompok sosial, dan sikapnya, cara hidup, bahasa, dan lain-lain yang melatari peristiwa. Berpijak dari penjelasan di atas, maka secara berurutan akan dijabarkan latar yang digunakan dalam cerita bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik dalam uraian berikut. a.
Latar Tempat
(1) Dapur dan meja Dapur dan meja disini yang dimaksud adalah dapur Pak Ruslan Penjaga Sekolah, tempat kejadian pencurian makanan yang dilakukan Gandi . Terlihat pada kutipan berikut: liv
Nanging lagi arep njangkah, wis kedhisikan tangane di glandhang Gandi, mlebu menyang pawone Bu Ruslan, njujug meja kang kebak pasedhiyan mau. ( seri 1: 5 ). Terjemahan : Tetapi baru akan melangkahkan kaki, sudah didahului tanganya di tarik Gandi, masuk ke dalam dapurnya Bu Ruslan, menuju meja yang penuh dengan makanan tadi. ( seri 1:5) (2) Ruang kelas Ruang kelas disini adalah ruang kelas Rio di SMA Pancasila. Setelah dia dipergoki Pak Ruslan di dapur dan dituduh mencuri. Dalam kutipan berikut: Karo nata pikiran lan ngendhokna napase, Rio njangkah alon-alon nuju menyang kelase. ( seri 1: 11 ). Terjemahan : Sambil menata pikiran dan menghela napasnya, Rio berjalan menuju ruang kelasnya. (seri 1:11)
3). Di depan kelas Bu Sriningsih yang menegtahui maslah pencurian di rumah Pak Ruslan kemudian masuk kelas. Seperti dalam kutipan berikut: Ngadeg ana ngarep klas ngadhepi bocah-bocah, Bu Sriningsih wiwit ngomong, kabeh dipandeng siji mbaka siji, nuwuhake tandha pitakon. (seri 2:12) Terjemahan : Berdiri di depan kelas menghadap anak-anak, Bu Sriningsih mulai berbicara, semua dilihat satu demi satu, menimbulkan pertanyaan. (seri 2:12) 4). Jalan Setting tempat ini pada saat Rio menuju rumah Aisyah bertemu dengan teman-temannya. Hal ini terdapat dalam kutipan berikut: lv
Sadawane dalan nuju menyang omahe Aisyah, pikirane Rio ora karuwan rasane. (Seri 2: 21). Terjemahan : Sepanjang jalan menuju menyang rumah Aisyah, pikirannya Rio tidak menentu rasanya (seri 2:21). 5). Ruang Kepala sekolah Guru-guru di SMA Pancasila dikumpulkan oleh Pak Sastromo sebagai Kepala Sekolah. Terlihat dalam kutipan berikut : Pak Sastromo kang minangka Kepala Sekolah SMA Pancasila, ngumpulake guru-guru ana ruwang Kepala Sekolah . (Seri 7 : 6) Terjemahan : Pak Sastromo selaku Kepala Sekolah SMA Pancasila, mengumpulkan guru-guru di ruang Kepala Sekolah. 6). Pertigaan dan seberang jalan Pertigaan disini yang dimaksud adalah pertigaan jalan tempat mangkal tukang becak. Terlihat dalam kutipan berikut : Tekan pratelon nggone wong becakan njanggol, saka sabrang dalan keprungu wong gadhangan jula-juli, Surabayan. ( seri 7 : 16 ) Terjemahan : Sampai pertigaan tempat orang pengemudi becak mangkal, dari seberang jalan terdengar orang bernyanyi lagu Surabayan. ( seri 7:16 ) 7). Pinggir jalan Pinggir jalan dalam cerita ini adalah pinggir jalan
raya tempat
berhentinya bis. Terlihat dalam kutipan berikut: Ngenteni sedhela ana pinggir dalan gedhe, kebeneran ana bis jurusan Malang, kang leren ana kono, golek tambahan penumpang (seri 8:8 ). Terjemahan : Menunggu sebentar di pinggir jalan raya, kebetulan ada bis urusan Malang, yang istirahat disitu, mencari tambahan penumpang (seri 8:8) lvi
8). Dalam bis Setting di dalam bis ini ketika Pak Sentot memikirkan Sumi yang dilihatnya bersama laki-laki naik sepeda motor yang kebetulan juga berada di Tulungagung. Terdapat dalam kutipan berikut : Ana njero bis, nalika bise wis budhal menyang jurusan Malang, pikirane Pak Sentot malah ketambahan masalah Sumi kang kok ya kebeneran ana Tulungagung kono karo wong lanang. (Seri 8: 9) Terjemahan : Di dalam bis, ketika bisnya sudah berangkat menuju jurusan Malang, pikirannya Pak Sentot malah ditambahi masalah Sumi, yang kebetulan sama-sama di Tulungagung dengan laki-laki (seri 8:9)
9). Pinggir halaman Sekolah Setting disaat Sumi dan Suaminya melewati halaman sekolah, pada saat itu guru-guru sedang berkumpul untuk menunggu upacara dimulai. Dalam kutipan berikut : Ana iringane plataran sekolah kang diliwati Sumi karo boone, pas kuwi guru-guru padha nggrombol, ngenteni upacara bendera diwiwiti (seri 14 : 12 ). Terjemahan : Di pinggir halaman sekolah yang diliwatiSumi dan suaminya, saat itu guru-guru sedang berkumpul, menunggu upacara bendera dimulai. (seri 14:12) 10). Sepanjang jalan Setting pada saat Rio dan keempat temannya yang bercanda disepanjang jalan. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut Sadawane dalan, bocah lima padha kemrecek gojeg gojlog-gojlogan, Pak Sentot kang dadi pendengar karo bola-bali mesem seneng. (seri18:3). Terjemahan : lvii
Sepanjang jalan, lima anak saling bergurau, Pak Sentot yang menjadi pendengar sambil tersenyum berulang-ulang. (seri 18:3 )
b. Latar Waktu / Historis 1) Sore Hari Latar waktu sore hari menunjukkan ketika Rio dan Gandhi bertandang ke rumah Bu Sriningsih. Hal ini dapat dilihat dalam kutipan berikut : Sorene, nalika Rio karo Sugandi wis ana daleme Bu Sriningsih, didhedhes bab masalah kuwi,” Jane ki piye ta Rio, uga kowe Gandi, kok nganti ana masalah kaya ngene iki. (seri 2:15) Terjemahan : Sore harinya, ketika Rio dan Sugandi di rumah Bu Sriningsih, didesak pertanyaan tentang masalah itu,” Sebenarnya itu bagaimana ta Rio, juga kamu Gandi, kok sampai ada masalah seperti ini. (seri 2:15)
2) Malam Hari Latar waktu yang ditampilkan pengarang untuk menggambarkan waktu suatu kejadian, yaitu malam hari. Hal ini terlihat melalui kutipan berikut : Ya merga kuwi, bengi iki mau Rio metu arep menyang omahe Aisyah. (seri 2:20) Terjemahan : Ya Karena itu, malam ini tadi Rio keluar pergi kerumah Asiyah. (seri 2:20) 3) Hari Minggu Latar waktu yang menunjukkan saat Pak Ruslan membersihkan halaman sekitar rumahnya. Dapat dilihat dalam kutipan berikut Senajan dina Minggu, ana bae kang ditandangi, sing mbenakake kang during bener, mbabati pager lsp. ( Seri 6 : 1) Terjemahan : lviii
Walaupun hari Minggu, ada saja yang dikerjakan, yang memperbaiki yang belum baik, memangkas pagar dsb. (seri 6:1) 4) Jam Delapan dan Jam Sepuluh Latar waktu menunjukkan ketika Pak Sentot terkaget melihat jam yang menunjukkan waktu yang sudah malam . Dapat dilihat dalam kutipan berikut: Nglilir-nglilir, wis rada bengi antarane jam wolu. ( Seri 8:12 ) Metu saka kamar, ngungak jam, rada kaget, komentare lirih, “ Lho, kok wis jam sepuluh.” ( Seri 8:17 ) Terjemahan : Terbangun, sudah malam sekitarnya jam delapan ( Seri 8:12) Keluar dari kamar, melihat jam, terkaget, komentarnya pelan-pelan, “Lho, kok sudah jam sepuluh.” ( Seri 8:17) 5) Sore hari Latar waktu sore hari ditampilkan pengarang disaat menggambarkan Pak Sentot yang sedang bersantai di depan rumah.
Dapat dilihat dalam
kutipan berikut : Sore kuwi, nalika Pak Sentot lagi lungguhan ana emperan ngarep, saka apa bae kang disawang, ketok nengsemake banget. ( Seri 12:1 ) Terjemahan : Sore itu, ketika Pak Sentot sedang duduk di teras depan, dari apa saja yang dilihat, terlihat menyenangkan sekali. ( Seri 12:1 )
6) Dari Hari Menjadi Minggu, Menjadi Bulan dan Akhirnya Menjadi Tahun. Latar waktu menggambarkan keadaan waktu yang dipercepat. dapat dilihat dalam kutipan berikut :
lix
Saka dina dadi Minggu, munggah menyang sasi, terus mrambat menyang taun, kuwi wis ubeng ingere wektu saben dinane, kang terus mrambat. (Seri 20:1) Terjemahan : Dari hari menjadi minggu, naik menjadi bulan, terus berjalan menjadi tahun, itu sudah runtutan waktu setiap harinya, yang terus berjalan. (seri 20:1)
c. Latar Sosial Latar sosial erat hubungannya dengan keadaan para tokoh. Latar sosial menggambarkan keadaan masyarakat desa dan bagaimana kedudukan masingmasing tokoh dalam masyarakat. Latar sosial juga mendukung tokoh tampil dalam permasalahan serta cara penyelesaiannya. Di dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa pengarang menggambarkan keadaan masyarakat yang aman, tentram dan damai. Mereka masih menjunjung tinggi adat istiadat dan norma-norma yang mengikatnya. Rasa hormat kepada orang yang berpengaruh didesa dan orang yang berjasa bagi daerahnya, juga masih di dipegang teguh. Terlihat dalam kutipan berikut: Rio mung tansah rumangsa salah ora ana maneh, senajan ta dudu salah Bapak ibune Rio, senajan dudu pejabat, nanging dieringi, dikurmati wong akeh, kabeh suyud marang wong tuwane Rio. ( seri 2:21 ) Terjemahan : Rio selalu merasa bersalah tidak ada lagi, walaupun bukan salah Bapak ibunya Rio, walaupun bukan pejabat, namun dipandang, dihormati orang banyak, semua hormat kepada orang tuanya Rio. ( seri 2:21 ) 5. Amanat Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra dan dapat dipandang sebagai wawasan yang diberikan pengarang terhadap suatu pokok
lx
persoalan yang ditampilkan dalam karyanya, yang kemungkinan diharapkan dapat berguna bagi masyarakat pembacanya. Cerita bersambung dengan judul Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik mengungkapkan persoalan tentang hidup dan kehidupan manusia. Baik dalam hubungan antara individu yang satu dengan yang lain atau pun dengan diri sendiri. Di dalam cerita ini dikisahkan tentang kehidupan orang-orang sederhana dalam menjalani liku kehidupannya. Di dalamnya terdapat konflik-konflik antar individu yang pada intinya menyoroti tentang masalah realita kehidupan. Di dalam cerita, pengarang menampilkan konflik yang di dominasi oleh kisah percintaan antara Pak Sentot dan Asrinintyas, yaitu Pak Sentot yang sakit hati pada Asriningtyas yang dia rasa mengkhianati cintanya, padahal Asriningtyas hanya menganggap dia seperti figur kakaknya yang telah meninggal. Peristiwa tersebut dapat mengandung sebuah amanat, bahwa saling pengertian antara sahabat / pasangan sangat dibutuhkan untuk menjalin komunikasi.
6. Keterkaitan Antar Unsur Struktural Karya sastra yang berbentuk cerbung memiliki unsur-unsur yang membangun cerita, yang terjalin dari sudut penokohan, tema, alur, latar serta amanatnya. Tema yang diangkat oleh pengarang di dalam cerbung tersebut secara keseluruhan adalah di lingkungan sosial apa saja selalu terdapat
lxi
pengkhianatan yang memiliki dampak yang fatal dan tragis bagi masingmasing pihak. Tema yang terdapat dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa dapat menyiratkan sebuah amanat yang ingin disampaikan pada pengarang, yaitu komunikasi antar individu dalam pergaulan sangat penting. Komunikasi bertujuan agar tidak ada salah paham antar individu, apalagi dalam cerita yang menjadi pokok masalah adalah rasa cinta yang terpendam namun tidak diungkapkan karena menganggap orang yang dicintai juga mencintai dirinya. Cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa menampilkan tokoh-tokoh yang terbebani oleh konflik kejiwaan. Secara umum tokoh yang ditampilkan dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa tersebut merupakan tokoh kompleks, yaitu tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan (perubahan) alur/plot yang dikisahkan. Ia digambarkan secara aktif berinteraksi dengan setting/latar yang menjadi pijakan cerita, yaitu lingkungan desa yang berlatar sosial rendah, baik lingkungan sosial alam dan hubungan antar manusia. Kesemuanya telah berpengaruh terhadap sikap, watak dan tingkah laku. Tokoh yang bersifat kompleks memungkinkan alur cerita mengalami sebuah kejutan atau surprise seiring dengan penokohan yang berubah dan berkembang. Latar/Setting yang ditampilkan oleh pengarang sebagian besar merupakan latar/setting yang berada dalam lingkungan pendidikan. Latar / setting dalam cerita bersetting di sekolah. Hal ini ditujukan karena tema cerita yang ditampilkan oleh pengarang menyoroti / berkisah tentang seoarng Guru lxii
BP disebuah Sekolah yang berbuat semena-mena pada muridnya. Setelah di jabarkan dalam cerita, diketahui perbuatan yang dilakukan guru memang terpengaruh dengan kondisi kejiwaanya yang labil karena masa lalunya dalam percintaan yang dirasa oleh tokoh ini sangat kelam dan menyedihkan. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap watak/karakter dari tokoh-tokohnya. Secara keseluruhan Mbah Brintik dalam menampilkan cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa memiliki pandangan yang cukup luas mengenai kehidupan. Aspek-aspek yang ditampilkan oleh pengarang di dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa yang terdiri dari tema, amanat, alur, penokohan dan setting, masing-masing memiliki keunikan dan keterkaitan. Secara umum cerita ini walaupun tergolong singkat / sederhana namun tetap menarik.
C. Analisis Proses Kejiwaan Tokoh
Penelitian karya sastra dengan pendekatan psikologi adalah sebuah penelitian dengan memperhatikan tingkah laku dari tokoh-tokoh yang terdapat dalam karya sastra tersebut. Melalui psikologi, proses pemahaman karakter tokoh dapat diketahui secara lebih mendalam. Dengan kata lain, psikologi dapat menjelaskan sebuah proses kreatifitas. Kata psikologi terkandung kata Pshycho, yang dalam bahasa Yunani berarti ‘jiwa’ dan logos yang dapat diterjemahkan dengan kata ‘ilmu’, sehingga istilah ”ilmu jiwa” itu merupakan terjemahan dari istilah Psikologi. Psikologi merupakan ilmu lxiii
yang membahas jiwa manusia, tetapi karena jiwa tersebut tidak tampak maka yang dilihat adalah aktivitas-aktivitas manusia yang merupakan perwujudan kehidupan jiwanya. Hal ini dapat dilihat dari tingkah laku manusia, baik yang terlihat ataupun yang tidak terlihat. Psikologi meneliti kesadaran atau pengalaman manusia. Psikologi terutama mengarahkan perhatian pada perilaku manusia dan mencoba menyimpulkan proses kesadaran yang menyebabkan terjadinya perilaku itu. Sebagaimana yang telah diungkapkan pada bab sebelumnya, bahwa penelitian ini menggunakan teori psikoanalisis yang dikemukakan oleh Sigmund Freud dan teori psikologi lain yang mendukung. Sigmund Freud membagi susunan kepribadian menjadi tiga sistem yang penting, yaitu id, ego dan super ego. Id adalah jembatan antara segi biologis dan psikis manusia yang berupa dorongan-dorongan/ nafsu-nafsu yang bersifat ingin dipuaskan, termasuk di dalamnya naluri dan hasrat alamiah manusia, sehingga dikatakan bahwa id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure principle). Ego adalah segi kepribadian yang dapat membedakan antara khayalan dan kenyataan serta mau menanggung ketegangan, dalam batas tertentu ego menjalankan proses sekunder, yaitu menggunakan kemampuan berfikir secara rasional dalam mencari pemecahan masalah yang terbaik. Maka dari itu, ego bekerja berdasarkan prinsip realitas (reality principle). Superego merupakan perwakilan dari berbagai nilai dan norma yang diajarkan dari orangtua yang ada dalam masyarakat. Pembahasan proses perkembangan jiwa tokoh-tokoh dalam cerita bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa berpangkal dari pembahasan terhadap aspek penokohan yang terdapat dalam analisis struktural, sehingga dapat dikatakan bahwa analisis psikologi merupakan tindak lanjut dari analisis struktural. Aspek psikologi sastra atau proses kejiwaan dari para tokoh cerita bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik, akan diteliti unsur psikologi sastra dari tokoh-tokoh dalam cerita tersebut, dengan pelaksana perwatakan, yang digambarkan memiliki perkembangan/konflik yang dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern (lingkungan). Berikut akan dijabarkan mengenai proses kejiwaan tokoh - tokoh dalam cerita bersambung Endahe Tresna Njareme Rasa.
1. Proses Kejiwaan Pak Sentot Pak Sentot adalah tokoh utama dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa . Pak Sentot digambarkan oleh pengarang sebagai seorang jejaka tua. Pak Sentot adalah seorang Guru BP di SMA Pancasila. Dia adalah seorang laki-laki yang kaku dan kurang bisa bergaul dengan lingkungan masyarakat sekitar. Ia memiliki stemming (keadaan perasaan yang berlangsung beberapa waktu lamanya). Dalam hal ini stemming dasar yang dimiliki Pak Sentot adalah stemming kekecewaan. Ia lxiv
merasa sedih ketika dia ditinggal pujaan hatinya yaitu Asriningtyas yang menikah dengan orang. Kesedihan merupakan stemming kekecewaan yang berkepanjangan dan mendalam. Orang yang selalu merasa gelisah, dikhianati dan dikecewakan oleh pujaan hatinya. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis (physiological needs), seperti : makanan, pakaian, dan tempat tinggal bagi Pak Sentot telah dapat ia penuhi dan tidak merasa kekurangan. Hal tersebut merupakan pengaruh dari ego pada diri Pak Sentot yang berfungsi dengan baik. Ego merupakan instansi yang mempertahankan dan melindungi pribadi. Ego tersebut penuh dengan energi intern (pulsi-pulsi Id), tetapi juga memperhatikan realitas luar. Tugas ego adalah mempertahankan kepribadiannya sendiri dan menjamin penyesuaian dengan alam sekitar. Masalah wanita memang tidak dapat dipungkiri membuat Pak Sentot mulai merasa resah / cemas. Kecemasannya tersebut muncul karena keinginannya untuk dapat memiliki pendamping hidup (seorang istri). Keinginan untuk menikah yang ada pada diri Pak Sentot merupakan pengaruh dari adanya dorongan Id yang merupakan aspek psikologi kepribadian paling dasar yang di dalamnya terdapat naluri-naluri bawaan organisme. Naluri yang muncul di dalam dirinya merupakan representasi psikologis bawahan dari ekspektasi yang diakibatkan oleh munculnya suatu kebutuhan organisme. Kebutuhan-kebutuhan fisiologis, dan rasa aman yang telah dapat terpenuhi, di dalam diri Pak Sentot muncul kebutuhan akan rasa cinta dan ingin memiliki pasangan hidup. Sebenarnya ia telah ingin menikah, namun kekecewaan karena dikhianati wanita masih mengganggunya, oleh karena itu ia merepresikan keinginannya tersebut dengan melupakan atau mengalihkan ke alam bawah sadarnya, sehingga persediaan energi psikis yang ada di dalam dirinya dapat mencapai keseimbangan. Hal tersebut merupakan pengaruh dari peran superego yang mampu menguasai Id dengan baik. Adanya pengaruh kebutuhan akan rasa cinta pada seorang wanita yang ada dalam diri Pak Sentot, memberikan dorongan Id nya untuk dapat menyalurkan keinginannya tersebut. Hal itu tampak ketika Pak Sentot menghamili serang wanita. Seperti tampak dalam kutipan berikut : Sing wadon terus mulat-mulet bae, digrayahi ra wis-wis mau, karo komentar sajak nutuh,” La nek terus disemayani mawon, la napa ngrantos sing enten weteng niki taken bapake ta Pak nggih.” (Seri 3 : 15) Terjemahan : Si wanita terus menggeliatkan badan terus, digerayangi tidak lekas selesai, sambil komentar seperti menghakimi,” lha kalau terus diebri janji-jani saja, lha apa sampai yang ada di perut ini menanyakan bapaknya ya Pak ya,” (seri 3:15)
Keinginan Pak Sentot untuk dapat memiliki pendamping hidup, dan belum dapat tersalurkan, telah memberikan tegangan pada Id nya. Id dalam diri individu tidak dapat mentolelir penumpukan energi yang menyebabkan meningginya taraf lxv
tegangan organisme/individu tersebut secara keseluruhan. Bagi individu meningginya tegangan tersebut akan menempatkannya pada suatu keadaan yang tidak menyenangkan, sehingga id akan berusaha meredakan atau mengurangi tegangan yang meninggi tersebut ke taraf semula / keadaan yang menyenangkan. id dalam menjalankan fungsi dan operasinya, untuk pencapaian maksud tersebut, oleh karena itu memiliki perlengkapan berupa tindakan refleks dan proses primer. Proses id dalam mempertahankan konstansi (mencapai keadaan yang menyenangkan) tampak dilakukan Pak Sentot ketika ia melihat seorang wantita di rumah guru spritualnya yang wajahnya mirip dengan Asriningtyas yang telah lama dicintainya namun cintanya bertepuk sebelah tangan, rasa cinta Pak Sentot akhirnya begelora kembali dan tanpa sadar disaat dia melihat gadis tersebut, ayah dari gadis tersebut melihat tatapan Pak Sentot terhadap anaknya, Pak Sentot pun kaget. Reaksi Pak Sentot yang demikian merupakan sebuah tindakan refleks. Tindakan refleks Pak Sentot merupakan proses id dalam pencapaian pemuasaan hasratnya untuk mencari perhatian dengan gadis. Reaksi itu muncul akibat tegangan (keinginannya yang belum tersalurkan untuk menikah) yang membuatnya berada dalam kondisi yang tidak menyenangkan, dan ingin membuatnya berada pada keadaan yang menyenangkan. Namun karena obyek yang ada dalam pikirannya itu tidak akan bisa memuaskan kebutuhan sepenuhnya, sedangkan kebutuhan selalu mendesak untuk dipuaskan, maka hal tersebut menggerakkan ego nya untuk bertanya lebih jauh tentang gadis tersebut pada ayah yang juga merupakan guru spritualnya sampai akhirnya ia mengetahui gadis itu bernama Asriningsih. Haji Subeki ayah dari Asriningsih itu pun dapat membaca gesture Pak Sentot yang sering mencuri pandangan pada Asriningsih dan memberikan penilaian bahwa Pak Sentot cocok dengan Asriningsih. Hal tersebut semakin memberi efek penguatan bagi Pak Sentot atas ketertarikannya pada Asriningsih. Pak Sentot kemudian bermaksud mencari informasi yang lengkap tentang Asriningsih. Dia mendatangi rumah Pak Taman dan bermaksud untuk bertanya kepada Pak Taman perihal anak dari Pak Haji Subeki kepada Pak Taman (penjaga sekolah) SMA Pancasila, Probolinggo. Pak Sentot akhirnya mendapatkan info bahwa Asriningsih belum memiliki calon suami. Seperti tampak dalam kutipan berikut : Sorene sawise adus lan salin penganggo kang pantes sarta wis sholat Asar, Pak Sentot merlokake mara menyang omahe Pak Taman, arep golek sisikmelik ngenani anake Pak Haji Subeki. Saka Pak Taman oleh keterangan lengkap, yen anake Pak Haji Subeki kang ora ana tunggale sebab sing siji wis mati. Jenenge Asriningsih lan durung nduwe calon. (Seri 19 : 26) Terjemahan : Sore harinya setelah mandi dang anti pakaian yang pantas dan sudah sholat Ashar, Pak Sentot menyempatkan dating ke rumah Pak Taman, mau mencari informasi masalah anaknya Pak Haji Subeki. Dari Pak Taman diperoleh keterangan lengkap, kalau anaknya Pak Haji Subeki yang tidak ada lxvi
saudaranya (anak tunggal) karena yang satusudah meninggal. Namanya Asriningsih dan belum memiliki calon (calon suami). (seri 19:26) Kemauan / keinginan Pak Sentot untuk mencari informasi tentang gadis yang bernama Asriningsih merupakan pengaruh dapri adanya stimulus eksternal. Menurut teori Sigmund Freud, disamping menerima stimulus dari dalam (stimulus internal) berupa naluri-naluri, individu juga menerima stimulus dari luar (stimulus eksternal) yang berupa sikap dan perlakuan dari individu lain / situasi dan kondisi lingkungan tempat individu berada. Sugesti yang diberikan oleh Pak Taman yang memberikan keterangan tentang sosok Asriningsih merupakan stimulus eksternal yang menyalurkan energi psikis pada Id dan menggerakkan ego nya untuk melakukan proses identifikasi (perilaku eksternal). Selanjutnya Pak Sentot mengidentifikasikan dirinya dengan Asriningsih yang menurutnya berjodoh dan merupakan pasangan serasi seandainya menjadi pasangan suami istri. Proses identifikasi tersebut pertama-tama berlangsung secara sadar, dan selanjutnya irrasional, yaitu mulai mampu memunculkan semangat, ia mulai mencari informasi tentang sosok Asriningsih. Berkat informasi yang diberikan oleh Pak Taman, akhirnya Pak Sentot mulai melakukan pendekatan pada Asriningsih dan mendapatkan tanggapan yang baik dari Asriningsih. Pak Sentot yang dahulunya merasa inferior (penuh ketidakberdayaan) yang selama ini ada pada dirinya, sebagai perjaka tua yang sulit mendapatkan pasangan karena dia pernah mengalami trauma dalam percintaan, kini perlahan mulai berganti dengan perasaan percaya diri dan optimisme yang tinggi (perasaan superior). Perasaan tersebut menjadi pendorong bagi manusia untuk mencapai keunggulan diri atau menjadi diri yang lebih baik dari sebelumnya, sehingga secara tidak langsung proses kejiwaan Pak Sentot mulai mengalami perkembangan. Keresahan Pak Sentot selama ini terhadap masalah wanita / ingin memiliki pasangan hidup, yang merupakan pengaruh dari adanya dorongan Id, tetapi terhambat karena trauma percintaan yang dialaminya, membuat Pak Sentot berada dalam keadaan yang kurang menyenangkan. Pada saat pendekatan yang dilakukan Pak Sentot kepada Asriningsih ditanggapi dengan baik oleh Asrinigsih, membuat dia berada dalam keadaan yang menyenangkan. Hal tersebut membuat energi ego di dalam dirinya membentuk kateksis. yaitu dengan niatnya yang mantap untuk melamar Asriningsih. Hal tersebut merupakan pengaruh dari Ego yang berfungsi dengan baik dalam diri Pak Sentot. Ego yang merupakan sistem pengarah individu yang bertindak sebagai eksekutor (menyalurkan energi yang berasal dari id) dalam diri Pak Sentot tersebut, dikuasai oleh prinsip realitas, seperti tampak dalam pemikirannya yang obyektif, yang sesuai dengan tuntutan sosial yang rasional. Menurut psinsip realitas, pencarian kepuasan tidak lagi menggunakan cara yang paling singkat, namun menyesuaikan menurut kondisi yang diwajibkan oleh dunia luar. Proses rasionalisasi tersebut memungkinkan ego mempertahankan kepribadiannya dan menjamin penyesuaian dengan lingkungan. Hal tersebut merupakan sebuah perkembangan pada fungsi kesadaran pribadi yang mulai tampak dalam diri Pak Sentot, taraf perkembangan kejiwaan Pak Sentot mulai lxvii
berkembang secara signifikan. Kebiasaan Pak Sentot yang sering mempermainkan wanita pun akhirnya hilang dan dia berubah menjadi sosok yang religius dan santun dalam perbuatan. Pengendalian diri ini merupapakn pengaruh super ego. Berkat dorongan super ego yang kuat, akhirnya memutuskan untuk menikah dengan Asriningsih. Pak Sentot berusaha merasionalisasikan keinginannya untuk menikah tersebut dengan berbagai pertimbangan yang dapat diterima oleh masyarakat / lingkungan, seperti halnya perkembangan kepribadian manusia. Menikah adalah sudah semestinya, apalagi kini dirinya sudah bekerja / dapat mempunyai penghasilan sendiri. Dari sekian wanita yang ditemuinya ternyata hanya Asriningsih yang bisa menggantikan peran Asriningtyas di hatinya dan akhirnya keduanya menikah. Tampak dalam kutipan berikut “Gusti, menawi pancen anakipun Pak Haji Subeki punika saged kangge jodho kula, utawi pancen jodho paringan saking Penjenengan, paringana margi padhang, saengga enggal saged kasembadan Pepenginan kula Gusti…” ( Seri 19 : 27) Wis digaris dening “dhalange” kang ora liya Gusti Kang Maha Wenang, kunfayakun tumiba marang Pak Sentot. Pak Sentot klakon bisa methik kembang tandurane Pak Haji Subeki, kang ora liya anake wedok si Asriningsih, sida dadi sisihane Pak Sentot tenan. Jodho kang pinasthi ( Seri 20:10 ). Terjemahan : “Tuhan, apabila memang anaknya Pak Haji Subeki itu bisa menjadi jodoh saya, atau memang jodoh pemberian dari ENGKAU, berilah jalan terang, sehingga segera terlaksanan keinginan saya TUHAN…” .Sudah digariskan oleh “dalangnya” yang tidak lain TUHAN YANG MAHA ESA, kunfayakun terjadi kepada Pak Sentot. Pak Sentot akhirnya bisa menjadi suami dari anak Pak Haji Subeki, yang tidak lain anaknya perempuan si Asriningsih, benar menjadi isrinya Pak Sentot. Jodoh yang sudah pasti.(seri 20:10)
Pak Sentot setelah menikah dengan Asriningsih, masih melanjutkan profesinnya sebagai seorang Kepala Sekolah di SMA Pancasila, Probolinggo. Pak Sentot hidup bahagia dengan istrinya. Suatu saat dia dan istrinya mengunjungi tempat asalnya di Kepanjen, Malang. Kedatangan Pak Sentot ini bermaksud untuk memperkenalkan Asriningsih kepada Pak Mulyorejo dan keluarganya serta pada guru dan bekas murid-muridnya dan tidak disangka pasangan suami istri ini lxviii
diterima dengan baik. Semua membuat Pak Sentot merasa malu karena perbuatannya diwaktu dahulu, namun pertemuan itu bukan untuk menginat-ingat masa lalu. Akhirnya mereka semua bertemu dan menjadi saudara.
2. Proses Kejiwaan Bandrio / Rio Rio digambarkan oleh pengarang sebagai seorang pemuda yang masih duduk di bangku SMA kelas 3.Dalam segi penampilan ia memiliki paras / wajah yang tampan dengan dandanan yang rapi dan bersih. Dari segi fisik ia cukup memiliki daya tarik interpersonal yang tinggi (persona stimuli). Rio merupakan seorang tokoh terpelajar yang mempunyai latar sosial yang maju seperti kaum terpelajar lainnya. Rio hidup dengan berkecukupan karena orang tua Rio yang berprofesi sebagai pengusaha batik. Di dalam kehidupannya sehari-hari, dia selalu merasa tidak nyaman dengan perlakuan ibunya yang seolah-olah masih menganggap dia sebagai anak kecil yang selalu di manja. Orang tua Rio memiliki prinsip tidak akan membuat kecewa anaknya dan ingin selalu memberikan fasilitas yang nomor satu kepada Rio. Masalah kemudian muncul ketika Rio yang merasa bosan dengan semua fasilitas yang diberikan kedua orang tuanya. Dia bosan dengan menu makannya yang setiap hari diberiak kepadanya, padahal sebenarnya Rio ingin / Id ( makan dengan nasi, sayur lodeh, tempe goreng, ikan asin dan sambal lxix
terasi ). namun hal tersebut terhambat, sehingga ego membentuk antikateksis. Ego yang ada di dalam dirinya berusaha menggendalikan dorongan-dorongan Id (keinginan untuk makan nasi, sayur lodeh, tempe goreng, ikan asin dan sambal terasi) dia ingin makanan yang dilihatnya dirumah Pak Ruslan itu, dengan maksud membelinya kepada Bu Ruslan . Seperti dalam kutipan berikut : Sega sakwakul, jangan lodheh bung, iwak asin, tempe menjes goreng, sambel trasi kang ana layah. Pancen omahe Pak Ruslan kang oleh saka sekolahan mau, pernahe cedhak pakiwan sekolahan. Dadi kang padha mentas saka pakiwan, liwate ana tritisan omahe Pak Ruslan. Mula mesti bae Rio bisa weruh jelas apa kang ana mejane Pak Ruslan ing pawone mau. (seri 1:2) Meruhi kabeh mau, karepe Rio arep terus menyang warunge Bu Ruslan, arep nembung tuku kang kaya ana mejane mau. Menawa oleh, kejaba dipangan ana kono, arep mbungkus digawa mulih, kanggo mengko ana ngomah. Jalaran kang cumawis ana mejane Pak Ruslan mau kang wis pirang-pirang dina tansah dadi pepenginane. (seri 1:3) Terjemahan : Nasi satu wadah, sayur lodeh rebung, ikan asin, tempe goreng, sambal terasi yang ana dalam cobek. Memang rumah Pak Ruslan yang diberi oleh sekolahan tadi, letaknya dekat di samping sekolahan. Jadi orang yang lewat dari samping, lewatnya di pinggir rumah Pak Ruslan. Maka pasti saja Rio bisa melihat jelas apa yang ada di mejanya Pak Ruslan di dapurnya tadi. Karena yang tersedia di meja Pak Ruslan tadi yang sudah beberapa hari selalu mejadi keinginanya. (seri 1:2) Melihat semua tadi, Rio ingin terus ke warung Bu Ruslan, mau membeli yang seperti ada di mejanya tadi. Seandainya boleh selain dimakan ditempat, mau membungkusnya untuk dibawa pulang, buat nanti di rumah. (seri 1:3) Kegiatan Rio sehari-hari sebenarnya tidak jauh beda dengan remajaremaja lainnya. Dia tergolong remaja yang baik dan sopan. Sehari-hari dia memiliki kegiatan dengan kelompok belajarnya yang bernama PANCA SETYA MITRA yang memiliki jumlah anggota 5 orang. Tuduhan mencuri yang dialamatkan kepada dirinya, memang membuatnya menjadi tertekan dan menyebabkan meningginya taraf tegangan. Tegangan yang muncul karena lxx
tekanan dari gurunya yaitu Pak Sentot, memberikan tegangan pada Id yang membuatnya berada dalam keadaan yang kurang menyenangkan. Ego di dalam dirinya walaupun telah mampu mengendalikan dorongan-dorongan Id dengan mengungkapkan tingkah laku sebaliknya (reaksi formasi) melalui pernyataannya bahwa benar dia mencuri, namun sebenarnya hal tesebut bukan dia yang melakukannya. Hal ini mampu sepenuhnya mengurangi taraf ketegangan dan sewaktu-waktu dapat muncul dan menyebabkan penumpukan energi kembali. Taraf ketegangan tersebut ketika kembali memenuhi Id (yaitu kecemasannya terhadap ketakutannya mencemarkan nama baik keluarga karena mencuri), ego di dalam dirinya berusaha mereduksikan ketegangannya dengan cara pemindahan obyek. Ia berusaha menyublimasikan / menyalurkan dorongan-dorongan yang menyebabkan ketegangan pada Id dengan memindahkan atau menyesuaikan ke dalam bentuk sikap / perilaku yang dapat diterima bahkan dihargai oleh orang lain, yaitu dengan menganggap bahwa pengakuan yang dilakukan demi kebaikan bersama. Dia berusaha menjadi seorang pahlawan yang mengakui kesahalan orang lain demi kebaikan orang tersebut, ini merupakan pengaruh dari fungsi ego yang ingin mereduksikan tegangannya dengan mekanisme sublimasi. Suatu saat ketika Rio berjalan menuju rumah temannya, ia melihat orang yang dikeroyok dipinggir jalan. Rio berusaha mencari informasi apa masalah dari pengeroyokan. Ternyata masalahnya dalam seorang laki-laki yang dituduh mencuri minuman, padahal laki-laki tersebut benar tidak mencuri. Laki-laki itu bermaksud mengambil minuman bersoda dan kemudian membayar untuk istrinya yang sakit di rumah, namun dia dituduh mencuri oleh preman kampung. Akhirnya Rio dapat menyelesaikan masalah dengan mengusir preman dan untuk sementara waktu dapat mengalihkan masalahnya. Ia berhasil menyalurkan/mengalihkan tegangan yang perlahan-lahan memberi dampak frustasi pada suatu kegiatan yang memberi pengaruh positif pada dirinya. Ia walaupun terbelit masalah pencurian yang dituduhkan padanya, namun dia dapat membantu orang lain. Hal itu membuat perasaan superior muncul di dalam dirinya. lxxi
Kasus pencurian yang dituduhkan pada Rio memang membuat dirinya menjadi cemas, tetapi ia masih mampu mengalihkan / mendesakkan dorongan yang membuatnya cemas ke alam bawah sadarnya. Ketegangan muncul kembali, akibat kecemasan karena tuduhan pencurian. Meskipun ia mampu mendesakan dorongan-dorongan yang membuat kecemasan ke alam bawah sadarnya, namun belum lenyap sama sekali dan memiliki potensi untuk muncul ke alam kesadaran. Rio mengalami kecemasan realistis, yaitu suatu kecemasan yang berasal dari luar. Dia merasa sedih karena merasa telah mepermalukan keluarganya, hingga dia merasa sangat menyesal pada dirinya sendiri. Di satu sisi dorongan id (yaitu kasus pencurian yang dituduhkan kepadanya) muncul tetapi di sisi lain ketakutan yang membayanginya karena anggapannya yang telah mencemari nama baik orang tuanya. Kelompok yang dibuat Rio dan teman-temanya yang bernama PANCA SETYA MITRA ini memang bermanfaat bagi semua anggotanya. Pada saat Rio mengalami masalah seperti ini, Rio mendapatkan bantuan moral dari temantemannya itu. Mereka semua merasa bahwa kejadian itu merupakan beban bagi mereka juga. Seperti dalam kutipan berikut : Mohamad munggel omongane Sutanti, banjur nggenahake masalahe, Ngene lho Rio, Gandi wis omong akeh-akeh, kabeh wis ngerti, apa kang kudu kita tindakake, tugas saka Bu Sriningsih. Kowe rak ya wis ngerti aturane Setya Mitra ta Rio? Mula masalahmu karo Gandi, uga masalahe Setya Mitra? ( seri 4:4 ) Terjemahan : Mohamad memotong pembicaraan Sutanti, lalu menanyakan masalahnya, Begini lho Rio, Gandi sudah bicara banyak, semua sudah mengerti, aturannya Setya Mitra ta Rio? Maka masalah kamu dengan Gandi, juga masalahnya Setya Mitra? (seri 4:4) Rio terlihat tampak merendahkan dirinya sendiri, meski Mohamad telah memberi sugesti (efek penguatan) pada Rio bahwa Rio memang tidak bersalah, dan pasti dapat menyelesaikan masalahnya. Namun hal tersebut tidak memberikan stimulus bagi Rio. Kecemasan terhadap masalah pencurian telah membuatnya diliputi perasaan inferior (ketidakberdayaan) yang membuatnya rendah diri jika berhadapan dengan masalah tersebut. Mohamad yang bertanya pada dirinya memang benar-benar ingin membantu (berempaty), justru membuat Rio lebih ingin melakukan disclosure (pengungkapan diri). Seperti dalam kutipan berikut : Rio kang kawit mau mung meneng, ngacungake tangane terus ngomong, “Ngene lho ya, kanca-kanca, aku ya maturnuwun banget, dene masalahku diberesake dening Panca Setya Mitra Naning aku ya tetep mbiyantu lan siap dana. Aja nganti ngetokake dhuwit saka kas akeh-akeh nemen, isih akeh butuhe, lho?” (seri 4:7) lxxii
Terjemahan : Rio yang dari tadi hanya diam, mengacungkan tangannya terus berbicara,” gini lho ya, teman-teman, aku ya terimakasih sekali, karena maslahku diselesaikan oleh Panca Setya Mitra tetapi aku ya tetap membantu dan siap dana. Jangan sampai mengeluarkan uang dari kas terlalu banyak, masih banyak kebutuhannya, lho?” (seri 4:7) Tindakan Rio yang tidak mampu menguasai / mengontrol dorongan Id nya tersebut menurut teori Sigmund Freud merupakan ketidakmampuan dirinya dalam mengontrol emosi / ketegangannya selama ini yang disebabkan oleh anti-chatexis, sehingga cathexis dari id menguasai ego dan pada akhirnya menimbulkan perbuatan yang impulsif, yaitu dengan keberaniannya untuk mengakui kesalahan. Pengakuan yang tersebut sebenarnya salah dan tidak baik untuk dilakukan, merupakan pengaruh dari superego (hati nurani) yang sebenarnya juga memberikan desakan / penekanan dalam dirinya, namun karena dominasi Id yang sangat kuat sehingga ego berbalik merintanginya dengan membentuk mekanisme pertahanan yaitu melalui rasionalisasi. Ia mengemukakan alasan-alasan / dalih tertentu yang seakan-akan masuk akal, sebagai upaya pembelaan dirinya, agar perbuatan dan alasan-alasannya itu bisa diterima oleh orang lain, sehingga seolaholah karena alasan-alasan itulah ia rela melakukan tindakan tersebut. Pada akhirnya Rio terbukti tidak bersalah. Hal ini dikarenakan tindakan Pak Sentot yang sewenang-wenang diketahui oleh ibu dari Rio yang tiak terima atas perbuatan Pak Sentot. Rio yang memiliki dorongan Id untuk dapat membanggakan orang tuanya, akhirnya menjadi kacau karena masalah pencurian itu. Bahkan dirinya harus menanggung derita, karena menanggung beban rasa bersalahnya, sehingga memunculkan fungsi super ego di dalam dirinya. Melihat apa yang telah terjadi fungsi super ego di dalam diri Rio mulai muncul dan mendominasi Id. Terlihat secara psikis bahwa Rio mulai menyadari dan menyesali sikap-sikapnya selama ini. Rio mencoba meredam dengan kepercayaan (optimismenya) bahwa dirinya akan bisa memecahkan masalahnya . 3. Proses Kejiwaan Asriningtyas Asriningtyas digambarkan oleh pengarang sebagai seorang wanita , seorang istri dari pengusaha sukses di daerahnya, Kepanjen. Asriningtyas digambarkan sebagai seorang wanita yang cantik, pandai dan tegas. Asriningtyas adalah seorang wanita yang pandai, walaupun dia tidak kuliah dan bergelar sarjana.. Ketika Pak Sentot dan Asriningtyas sama-sama duduk dibangku SMA dulu, Pak Sentot sangat tergila-gila pada Asriningtyas dan Asriningtyas seolah lxxiii
merespon cintanya, namun respon dari Asriningtyas ini lebih kepada sayang kepada seorang sahabat. Pak Sentot pun merasa dikhianati cintanya, karena setelah lulus SMA, Asriningtyas menikah dengan orang lain. Asriningtyas baru mengetahui bahwa rasa sayangnya kepada Pak Sentot sebgaia seorang sahabat, namun Pak Sentot salah tafsir dan menganggap semua perhatian Asriningtyas adalah rasa cinta kepadannya sebagai seorang kekasih. Seperti terlihat dalam kutipan berikut :
Kanggo nutupi kanyatan, malah melehake,” dadi aku biyen mbok anggep kekasihmu, pacarmu, calonmu. Terus aku karo kowe ngiket janji arep bobojowan, banjur aku ninggalake kowe, golek sing gagah sugih, ngono ta? Apa awake dhewe raket biyen wis ateges kuwi pacaran, ya genah ora ta. Salahmu dhewe kok kowe ora biyen-biyen ngomong. Salahe sapa? (seri 4:26) Terjemahan : Untuk menutupi kenyataan, malah menyalahkan,” jadi saya dahulu kamu anngap kekasihmu, pacarmu, calonmu. Terus aku dan kamu mengikat janji akan menjadi suami-istri, lalu aku meninggalkan kamu, mencari yang gagah dan kaya, begitu ta? Apa kita dekat dulu sudah dapat diartikan itu pacaran, ya tentu saja tidak kan. Salahmu sendiri kok tidak dari dahulu bicara, salahnya siapa? (seri 4:26)
Menurut teori Freud, dalam taraf perkembangan Asriningtyas sedang berada pada taraf genital (kewanitaan). Pada taraf genital (kewanitaan) akibat proses pematangan berbagai organ dan fungsi badaniah, mengalami kegairahan hidup dan peningkatan dorongan seksual, namun berhasil mengembangkan hubungan sosial-seksual yang matang dalam cinta heteroseksual. Libido tersalurkan dengan cara tepat ke pasangan yang dicintai dalam hubungan yang mendapat persetujuan masyarakat. Asriningtyas yang yang setia pada suami dan bertanggungjawab terhadap keluarga merupakan instinknya sebagai seorang istri lxxiv
yang bisa lebih baik dan dapat menyesuaikan diri dengan perannya. Hal tersebut merupakan pengaruh dorongan ego yang merupakan aspek kepribadian yang menjadi perantara diantara kebutuhan-kebutuhan instinktif (utama) dengan keadaan lingkungan demi kepentingan adanya organisme, yang berfungsi dengan baik di dalam dirinya. Asriningtyas sangat menyayangi suaminya yang bernama Pak Mulyorejo. Dia sangat setia pada suami dan keluarganya. Kecintaan pada keluargannya tersebut ditunjukan dengan ikhlas dan tulus. Terlihat dalam kutipan berikut : Aku oleh Pak Mulyorejo kuwi wis niyat karepe wong loro, dudu merga wonge sugih, gagah, ning pribadine, kang angel golek kaya wong kaya bojoku kuwi lho. Kuwi sing kowe kudu ngerti.” ( seri 4:26 ) Terjemahan: Aku mendapatkan Pak Mulyorejo itu sudah niat kemauan kita berdua, bukan karena orangnya kaya, gagah, tetapi kepribadianya, yang sulit mencari orang yang seperti suamiku itu lho. Itu yang harus kamu tau.” (seri 4:26)
Terlihat dalam kutipan di atas, daya tarik interpersonal yang dimliki oleh Pak Mulyorejo memberikan stimulus yang bersifat eksternal pada Asriningtyas, sehingga ia menjadi tertarik. Ketertarikan Asriningtyas pada Pak Mulyorejo tersebut berasal dari Id yang merupakan sistem yang di dalamnya terdapat naluri / instink bawaan organisme. Stimulus tersebut memberikan tegangan pada Id nya. Sikapnya yang manja pada Pak Mulyorejo merupakan dorongan dari ego yang menjadi perantara diantara kebutuhan-kebutuhan instinktif. Di dalam kehidupan rumah tangganya bersama Pak Mulyorejo, hidup mereka bukannya tanpa masalah. Salah satu diantaranya ketika permasalahan yang dialami oleh putranya, yaitu Rio yang dituduh mencuri oleh Pak Sentot sehingga membuat Asriningtyas mengalami kecemasan. Kecemasannya tersebut telah memberi tekanan pada dirinya, sampai pada akhirnya ketika kesabarannya terhadap Pak Sentot habis, dia mendatangi sekolah dan bermaksud untuk mengingatkan Pak Sentot bahwa tindakannya tersebut adalah salah.. Terlihat dalam kutipan berikut : … apa wis bener, kowe guru pendidik, kang mulang ana sekolahan, kang nganggo jeneng SMA Pancasila mau, patrapmu nggladrah kaya ngono, bener, ya? ( seri 4:19 ). “Aja nggomblohi, saiki kari milih, apa kowe ngakoni marang bocah sak klas, yen tumindkmu ora bener, mesisan sekolahan kene jenenge kondhang, jalaran lxxv
ana guru ora kena dadi contone murid lan masyarakat, apa kabeh dak beber ana koran, piye kari milih, sanggup? ( seri 4:21 ) Terjemahan: …. Apa sudah benar, kamu guru pendidik, yang mengajar di sekolahan, yang menggunakan nama SMA Pancasila tadi, penerapanmu seenaknya seperti itu, benar, ya? ( seri 4:19) “jangan grogi, sekarang tinggal pilih, apa kamu mengakui kepada anak satu kelas, kalau perbuatanmu tidak benar, sekalian sekolahan ini namanya terkenal, karena ada guru tidak bisa jadi contoh bagi murid dan masyarakat, apa semua saya sebarkan di Koran, bagaimana tinggal pilih, sanggup? ( seri 4:21 ) Keberadaan Pak Sentot dengan kedewasaannya ternyata telah memberikan daya tarik tersendiri bagi Asriningtyas. Kecemasannya karena tuduhan yang dialamatkan pada diri anaknya yang memang tidak benar, membuat dia lega. Pak Sentot juga mengakui kesalahannya setelah diingatkan oleh Asriningtyas. Tindakan Asriningtyas tersebut merupakan pengaruh dari dorongan Id yang begitu kuat di dalam dirinya. Instinknya sebagai wanita yang lebih tertarik pada lawan jenis yang dewasa dan juga Instinknya sebagai seorang istri yang ingin mengabdikan dirinya untuk keluarga, menggerakkan ego nya untuk memnuhi Id nya tersebut. Id yang hanya mengejar keinginan dan kepuasan naluri tanpa melihat kenyataan yang ada, mendominasi kepribadiannya dan tidak mampu dirintangi oleh super ego, sehingga menimbulkan perbuatan yang impulsif dan ammoral. Ia menjadi lupa diri dan akhirnya tega mengkhianati suaminya sendiri. Asrinintyas setelah menikah dengan Pak Mulyorejo sebenarnya masih ingin menjalin hubungan yang baik dengan Pak Sentot sahabat semasa SMA tersebut. Hal itu tampak ketika Asriningtyas terenyuh mendengarkan semua kisah Pak Sentot yang mencintai dirinya. Tampak dalam kutipan berikut : Disalahke mangkono mau, sakal praupane Bu Kentas mbrabak, nanging omongane tetep sengak, gawe Pak Sentot angluh banget, nggetuni nasibe, “ dak kandhani ya, saben ana apa-apa kowe kang dak sambati, kaya-kaya aku kelet karo kowe, kuwi dak akoni. Nanging raketing pasrawungan, durung bisa dianggep raketing jiwa. Kowe kudu ngerti, menawa tresa kuwi ora mung tresna bae. Ana tresna seduluran, tresna merga welas ya ana. (seri 5:2) Terjemahan : Disalahkan seperti itu, seketika wajah Bu Kentas ingin menangis, tetapi bicaranya tetap tinggi, membuat Pak Sentot sedih sekali, menyesali nasibnya,” saya beritahu ya, setiap ada apa-apa kamu yang saya jadikan temapt kelu kesah, seperti aku dekat dengan kamu, itu saya akui. Tetapi kedekatan dalam berteman, belum bisa dianggap dekatnya jiwa. Kamu harus tau, apabila sayang itu tidak hanya cinta saja. Ada sayang persaudaraan, sayang Karena kasihan ya ada. (seri 5:2) lxxvi
Keadaan yang ada di dalam diri Asriningtyas merupakan pengaruh dari dorongan super ego yang muncul di dalam dirinya. Hal ini disebabkan karena adanya kompleks perasaan yang akan memaksakan diri untuk disadari ketika seseorang melakukan kesalahan, yaitu dengan perasaan bersalah, rendah, hina, dan tidak berharga. Tekanan super ego (perasaan sedih terhadap sikap Pak Sentot) membuat Asriningtyas diliputi perasaan kecewa sehingga memunculkan kecemasan di dalam dirinya. Dalam hal ini kecemasan yang dialaminya yaitu kecemasan sikap yaitu kecemasan yang timbul akibat tekanan super ego atas ego individu karena individu telah mengecewakan seseorang. Karena tekanan dari super ego yang begitu besar, maka ego membentuk pertahanan untuk mereduksikannya, yaitu dengan mekanisme regresi. Regresi merupakan mekanisme dimana individu untuk menghindarkan diri dari kenyataan yang mengancam dengan cara kembali pada taraf perkembangan yang lebih rendah serta bertingkah laku ketika dia berada dalam taraf yang lebih rendah. Mekanisme regresi tampak dalam sikap Asriningtyas yang hamper meneteskan air mata mendengarkan pengakuan Pak Sentot. 4. Proses Kejiwaan Sumi Sumi adalah tokoh dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa. Sumi digambarkan oleh pengarang sebagai seorang janda. Sumi adalah adik dari Pak Ruslan (Penjaga Sekolah SMA Pancasila). Dia adalah janda muda yang ditinggal suaminya karena meninggal dalam sebuah kecelakaan dan dia belum mempunyai anak. Awal Masalah Sumi ini muncul pada saat Sumi yang berpacaran dengan Pak Sentot, kemudian dia hamil. Dia menuntut tanggung jawab dari Pak Sentot, Sumi ingin / Id, dinikahi oleh Pak sentot. Tampak dalam kutipan berikut: “Kula tetep nagih janji lo Pak, pun disemayani mawon. Kula nggih ngertos, njenengan guru terhormat, mesthi ragu-ragu badhe nikahi kula, sing naming yogane tiyang becakan mawon. Neng riyin njenengan rak janji, mesthi mboten badhe damel dolanan kula, kula mesthi badhe njenengan nikah. Pokoke kula mboten butuh disemayani, butuh kula dinikah, namung niku…! (seri 3:14) Terjemahan: Saya tetap menagih janji lo Pak, jangan diberi janji saja. Saya juga mengerti, anda guru terhormat, pasti ragu-ragu mau menikahi saya, yang hanya anak dari tukang becak. Tetapi dulu anda kan janji, pasti tidak akan mempermainkan saya, saya pasti akan anda nikahi. Pokoknya saya tidak butuh diberi janji, keinginan saya dinikah, hanya itu…! (seri 3:14)
lxxvii
Tegangan dalam diri Sumi muncul kembali ketika keluarganya mengetahui semua kejadian yang dialaminya, sehingga memberi tegangan pada id dan menjadikannya dalam kondisi yang tidak menyenangkan. Sumi bingung karena Pak Sentot tidak mau bertanggungjawab. Ego di dalam dirinya berusaha mereduksikan ketegangannya dengan cara pemindahan obyek. Pemindahan obyek terjadi saat ia bertemu dengan temannya semasa SMA bernama Jatmika dan menceritakan semua permasalahan yang dialami. Sumi merasa sedikit berkurang bebannya karena menceritakan masalahnya pada Jatmika. Ternyata diam-diam Jatmika jatuh cinta pada Sumi. Keinginannya untuk menikahi sumi sangat kuat. Pada suatu hari Jatmika berniat melamar Sumi. Berkat dorongan super ego yang kuat dan dia sudah mengetahui maksud dari Jatmika yang benar-benar tulus mencintai dia dan menerimanya apa adanya, akhirnya Sumi memutuskan untuk menikah dengan Jatmika. 5. Proses Kejiwaan Pak Ruslan Pak Ruslan adalah Penjaga Sekolah SMA Pancasila, Malang. Dia adalah bawahan Pak Sentot ditempat kerja. Pak Ruslan memiliki seorang adik yang bernama Sumi. Di lingkungan pekerjaanya, dia terkenal sebagai seorang pekerja keras dan bertanggungjawab penuh dengan pekerjaannya sebagai penjaga sekolah. Keinginan / Id Pak Ruslan agar adiknya Sumi agar segera mendapatkan pengganti suaminya yang telah meninggal. Ego dalam dirinya ketika melihat Sumi dan Pak Sentot sedang bercanda, dia melihat ada kecocokan dalam diri keduannya. Akhirnya dia membiarkan hubungan Pak Sentot dan Sumi terus berjalan, dengan harapan mereka berdua jodoh. Masalah yang dihadapinya dalam cerita ini adalah ketika dia berkunjung ke rumah orang tua, dia mendapatkan pengaduan dari ibunya bahwa adiknya Sumi dihamili Pak Sentot dan Pak Sentot tidak mau bertanggungjawab. Pak Ruslan bingung harus bersikap bagaimana atas masalah ini. Seperti dalam kutipan berikut: “Nyumurupi mangkono mau, Ruslan dadakan bingung atine, kudu tumindak apa.” (seri 6:8) Terjemahan: Mengetahui hal seperti tadi, Ruslan hatinya mendadak bingung, harus bertindak apa.” (seri 6:8) Pak Ruslan dalam kutipan di atas terlihat sangat bingung dengan kehamilan adiknya. Hal ini membuat ketegangan dalam dirinya muncul dan mendesak idnya untuk berbuat sesuatu. Pak Ruslan akhirnya berniat melabrak Pak Sentot dan menuntut tanggungjawab karena telah menghamili adiknya. Sebelum dia berangkat melabrak Pak sentot, Pak Ruslan yang emosi mendapatkan saran dari bapaknya. Ternyata, saran tersebut berpengaruh pada diri Pak Ruslan sehingga membuat fungsi super ego dalam diri Pak Ruslan berfungsi baik. Dia lxxviii
mulai berfikir jernih bahwa semua yang dialami oleh adiknya bukan semata-mata kesalahan Pak Sentot, karena semua kejadian yang terjadi antara Sumi dan Pak Sentot adalah kesalahan dari kedua belah pihak. 6. Proses Kejiwaan Gandi Gandi adalah salah astu teman Rio yang juga tergabung dalam perkumpulan PANCA SETYA MITRA. Dia adalah sosok yang periang dan mudah bergaul. Gandi adalah teman Rio yang sebenarnya baik hati, namun dia sembrono. Hal ini dapat dibuktikan ketika dia mencuri makanan di rumah Pak Ruslan. Ketika id menguasai dirinya, dia mencuri makanan di rumah Pak Ruslan. Pencurian itu dilakukan ketika Rio berada di samping dapur rumah Pak Ruslan dan dia mengetahui bahwa Rio ingin mencicipi maskan yang ada di meja dapur Pak Ruslan, namun Gandi mewujudkan impian Rio itu dengan cara yang salah yaitu dengan mengajak Rio masuk kedapur Pak Ruslan tanpa ijin. Gandi mengambil makanan yang ada di meja itu dan Rio terkejut atas tindakan Gandi. Masalah muncul ketika Pak Ruslan mengetahui ada pencuri yang masuk dan Gandi berhasil meloloskan diri, namun Rio tertangkap basah didapur. Seperti dalam kutipan berikut ini: “ Nanging durung nganti kudu tumidak apa, Rio dikagetake dening pak Ruslan kang mara-mara wis ngadeg ana ngarepe, guneme kasar karo mencerengi Rio,” Bajingan tengik, dadi dhapurmu ya sing tukang maling, Iya?” Nyumurupi Rio mung meneng merga saking bingunge mau, pak Ruslan tansaya nesu, omongane tambah nylekit.” Nggantheng, dadi bajingan, wis iki untalen kabeh, ben mbledhos wadhukmu, huh!!!” (seri 1:9) Terjemahan: “tetapi belum sampai harus berbuat apa, Rio dikagetkan oleh Pak ruslan yang tiba-tiba sudah berdiri di depannya, bicaranya kasar sambil melototi Rio,” bajingan tengik, jadi kamu ya yang suka mencuri, iya?” Melihat Rio hanya diam karena bingungnya, pak Ruslan semakin marah, bicaranya tambah menyakitkan hati.” Tampan, jadi bajingan, sudah ini kamu makan semua, biar meletus perutmu, huh!!!” (seri 1:9) Kejadian itu dilaporkan ke Pak Sentot dan Rio akhirnya di hukum di depan kelas. Melihat kejadian ini, Gandi tidak terima karena dia merasa dia yang harus bertanggungjawab terhadap semua yang dilakukan dan rasa bersalah dalam diri Gandi membuat ego dalam diri, melakukan tindakan yang abnormal dengan mengaku didepan kelas bahwa dialah yang mencuri. Hal ini dilakukan karena dia merasa bersalah pada Rio dan super ego dalam dirinya menuntut dia untuk bertanggungjawab atas perbuatan yang dia lakukan. 7. Proses Kejiwaan Wariman Wariman, seorang laki-laki pengayuh becak. Dia adalah orang tua dari Pak Ruslan dan Sumi. Sosoknya sebagai orang tua, perlu dicontoh oleh orang tua lxxix
lainnya. Dia selalu melandaskan semua perbuatannya dengan menggunakan sikap seorang satria. Terlihat ketika dia mengetahui bahwa Sumi hamil, dia menggunakan kepala dingin untuk menyelesaikannya. Seperti dalam kutipan berikut: “ karo mesem, bapake mangsuli kalem bae, dhasare watake kebak pengerten, Aku wis omong karo ibumu Lan, ora perlu gegeran lan ribut disik. (seri 6:10) Terjemahan: “sambil senyum, bapaknya menjawab dengan santai, memang kepribadiannya penuh pengertian, Aku sudah bicara sama ibumu Lan, tidak perlu bingung dan ribut dulu. (seri 6:10) Terlihat dari kutipan di atas, Wariman dapat mengontrol idnya dengan baik sehingga tekanan yang di alami dirinya dapat di kurangi. Fungsi ego yang ada dalam dirinya juga berperan dalam memberikan masukan kepada keluarganya agar tidak terlalu panik menghadapi masalah yang dihadapi. Keinginan Pak Ruslan untuk melabrak Pak Sentot supaya mau bertanggungjawab atas kehamilan adiknya dapat diredam oleh Wariman mengunakan super ego yang berkembang baik dalam pemikirannya.
8. Simpulan Analisis Proses Kejiwaan Tokoh Analisis psikologi sastra terhadap cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik, telah penulis jabarkan satu demi satu. Dengan analisis penokohan tokoh-tokoh dalam cerbung tersebut maka dapat diperoleh gambaran mengenai proses/perkembangan kejiwaan dari masing-masing tokohnya yang dipengaruhi oleh faktor dari dalam dan faktor dari luar. Analisis Psikologi sastra cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik ini mampu memberikan gambaran perwatakan pada masing-masing tokohnya. Proses kejiwaan tokohtokohnya dapat dipahami melalui pendalaman teori Sigmund Freud (id, ego, dan Super ego) yang dapat menggambarkan suasana dan perasaan hati para tokoh. Hal tidak lepas dari kemampuan pengarang dalam melukiskan perwatakan tokoh yang ada dalam karyanya. Tokoh Pak Sentot merupakan tokoh utama dalam cerbung. Pada awalnya ia memiliki keadaan jiwa yang harmoni/ideal (ego dapat menjalankan fungsinya dengan baik). Ia mampu mengatasi dorongan id nya dengan antichatexis, sampai akhirnya bertemu dan menikah dengan Asriningsih yang memberikan (stimulus eksternal) pada perkembangan kepribadiannya ke arah yang lebih baik, dan ia akhirnya hidup bahagia bersama keluarga. Dalam taraf tersebut perkembangan lxxx
kejiwaan, Pak Sentot terlalu mendapat tekanan dari super ego yang menimbulkan kecemasan. Ia meredakan kecemasannya dengan mekanisme represi, yaitu menekan dorongan yang menjadi penyebab kecemasan ke alam bawah sadar, sehingga menguras energi psikis di dalam id nya dan menyebabkan ego mampu menguasai dan dia menjadi orang yang baik. Tokoh selanjutnya yang memiliki karakter/penokohan yang kompleks yaitu Bandrio / Rio. Awal kisahnya dalam cerita, Rio menjadi seorang yang dituduh mencuri dalam kasus pencurian yang sepele. Tuduhan yang dialamatkan pada dirinya ini telah memberikan tekanan/tegangan pada Id nya dan memunculkan kecemasan. Ia meredam kecemasan dengan berperilaku sebaliknya dengan apa yang sedang terjadi (reaksi formasi) melalui pernyataannya bahwa benar dia mencuri, namun sebenarnya pencurian yang terjadi, bukan dia yang melakukannya. Kejadian reaksi sebagai bentuk pengalihan dorongan / sublimasi atas kecemasannya yang kembali muncul pada dirinya, dan akhirnya berhasil memberi dampak positif pada perkembangan kepribadiannya. Berjalannya waktu membuktikan Rio tidak terbukti bersalah dalam masalah ini. Tokoh yang terakhir yaitu tokoh wanita yang bernama Asriningtyas. Tokoh Asriningtyas mengalami suatu proses kejiwaan ke arah yang tidak menyenangkan. Pada awal kehidupannya bersama keluarga, keluarga ini bahagia. Asriningtyas sebenarnya memiliki kondisi kejiwaan yang cukup ideal. Ego yang berfungsi dengan baik memungkinkannya dapat beradaptasi dengan keadaan lingkungannya. Ia tetap mau bekerja membantu suaminya, namun setelah muncul masalah yang dialami oleh anaknya yang bernama Rio yang dituduh mencuri oleh Pak Sentot, padahal bukan Rio yang melakukannya. Ia mengalami kecemasan karena masalah yang membelit anaknya ini. Hal itu menyebabkan menumpuknya energi pada Id. Id yang terlalu kuat berbalik menekan ego, sehingga super ego gagal merintanginya, dan menyebabkan perbuatan yang impulsif. Ia akhirnya melabrak Pak Sentot di Sekolahnya, namun pada akhirnya super ego mampu menguasai dirinya kembali dan memberi tekanan, sampai memunculkan tingkah laku yang regresif, yaitu merasa kasihan dengan cerita Pak Sentot yang patah hati karena tinggal menikah wanita yang dia cintai sejak SMA, yaitu Asriningtyas. Nilai-nilai adalah bagian dari wujud abstrak kebudayaan yang menjadi pedoman bagi perilaku manusia. Keterkaitan antara nilai dengan sikap hidup inilah yang biasa disebut sebagai mentalitas. Salah satu sikap yang dianggap menonjol pada orang Jawa adalah ketergantungannya pada masyarakat.orang Jawa bersifat sosial. Seorang adalah baik apabila masyarakatnya menyatakan demikian. 1. Rasa Manusia dalam hidup tidak terlepas dari keinginan dalam menjalani lxxxi
kehidupan. Rasa dalam teori Psikologi Jawa, berfungsi sebagai pengidentifikasi dan penyaring keinginan (karep). Rasa dapat memilih mana yang dia inginkan berdasarkan beberapa kriteria (nafsu, keinginan atau bahkan memang sebagai suatu kebutuhan yang harus dipenuhi) kemudian disaring dan dipilah melalui akal budi atau hati nurani. Dapat dijelaskan atau di ambil contoh dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa tokoh utama yang bernama Pak Sentot yang ingin menikah dengan Asriningtyas karena rasa cinta Pak Sentot yang dalam pada Asriningtyas walaupun Asriningtyas sudah menikah dengan Pak Mulyorejo. Keinginan Pak Sentot ini dalam batasan keinginan yang belum disaring oleh akal budi atau hati nurani sebagai seorang manusia yang berbudi dan beragama. Fungsi rasa sebagai penyaring keinginan kemudian berfungsi karena pada akhirnya Pak Sentot sadar bahwa upayanya untuk menikahi Asriningtyas yang sudah bersuami, menurut akal budi dan hati nuraninya sebagai seorang manusia adalah salah. 2. Aku Aku berhubungan dengan keinginan (karep) mengarah kepada pangkat / kekayaan / pengaruh. Aku adalah hakekat manusia (isi karep). Tubuh adalah obyek dari aku, tubuh hidup ketika ada gerak dan karep. Contoh aku atau karep dalam Cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa misalnya dapat dilihat dari tokoh yang bernama Pak Wariman yang menilai kejadian anak wanitanya bernama Sumi yang dipermainkan Pak Sentot hingga hamili. Mengetahui Sumi dihamili oleh Pak Sentot, pandangan awal Pak Wariman terhadap Pak Sentot adalah sosok laki-laki yang semena-mena karena tidak mau bertanggungjawab atas kehamilan Sumi. Pak Wariman kemudian mulai bertanya lxxxii
pada Sumi tentang hubungan Sumi dengan Pak Sentot. Sumi menjelaskan bahwa dia mau diajak berhubungan intim dengan Pak Sentot karena Sumi menganggap kalau nanti dia sampai hamil, pasti dia akan dinikahi oleh Pak Sentot, seorang guru yang menurut pemikiran Sumi lebih tinggi drajatnya dibandingkan dia. Mendengar cerita tersebut, Pak Wariman mulai berfikir bahwa sebenarnya permasalahan ini bukan hanya kesalahan Pak Sentot semata, tetapi permaslahan ini muncul akibat kesalahan mereka berdua. 3. Mawas Diri Mawas diri adalah tataran tertinggi dari ilmu Psikologi Jawa. Mawas diri sebagai alat introspeksi diri atas semua perbuatan yang dilakukan seseorang. Dalam tingkatan ini, manusia menyadari semua perbuatan yang telah diperbuat, baik benar maupun salah. Sikap mawas diri dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa salah satunya dapat terlihat dari tokoh Pak Sentot yang menyadari semua perbuatan seperti : menghukum Rio dengan cara yang tidak manusiawi, tidak bertanggungjawab atas kehamilan Sumi dan lain-lain, adalah perbuatan yang salah dan dia mengintropeksi dirinya ketika dia pindah ke Probolinggo, Pak Sentot mendekatkan diri pada Tuhan dan merubah perilakunya.
lxxxiii
D. Makna dan Nilai Cerbung Dalam Kehidupan Masyarakat
Menikmati karya sastra secara otomatis seorang pembaca akan menerima ajaran yang terkandung dalam karya yang dibuatnya. Karya sastra diciptakan diharapkan mampu menjadi cerminan masyarakat sekarang. Tokoh-tokoh yang ditampilkan pengarang dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa setidaknya dapat memberikan perenungan bagi masyarakat pembaca. Bertolak dari analisis psikologi sastra, cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik memiliki makna dan nilai bagi kehidupan masyarakat. Cerita bersambung ini mengungkapkan persoalan tentang hidup dan kehidupan manusia. Baik dalam hubungan antara individu yang satu dengan yang lain atau pun dengan diri sendiri. Di dalam cerita ini dikisahkan tentang kehidupan lxxxiv
orang-orang dilingkungan pendidikan yaitu sebuah SMA yang bernama SMA Pancasila. Suatu saat ketika suatu permasalahan muncul antara Rio dan Pak Sentot, masalah ini menjadi panjang lebar dan pada akhirnya mengungkap rahasia-rahasia dibalik perbuatan Pak Sentot yang sewenang-wenang terhadap orang. Pengarang di dalam cerita ini menampilkan kisah pengkianatan cinta dan kekecewaan cinta yang dialami oleh Pak Sentot dan Asriningtyas, yang ditengah cerita menggambarkan kekecewaan Pak Sentot yang sangat mendalam kepada Asriningtyas karena merasa cintanya dikhianati, namun pada akhir kisah, Pak Sentot mendapatkan ganti yang sepadan dengan Asriningtyas. Dari peristiwa tersebut dapat terkandung sebuah nilai yang dapat dijadikan cerminan dalam kehidupan bahwa suatu kekecewaan dalam percintaan dapat terjadi pada siapa saja. Kekecewaan cinta itu sendiri tidak jarang yang pada akhirnya memiliki dampak fatal bahkan tragis dalam kehidupannya, sehingga seseorang memang perlu berhati-hati dalam kehidupannya. Terutama dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kejadian dalam cerita menunjukan seseorang yang dekat dengan kita, belum tentu mencintai kita, bisa saja dia hanya menyayangi kita sebagai sahabat atau saudara. Tampak dalam cerita Endahe Tresna Njareme Rasa. Hubungan antar Pak Sentot dan Asriningtyas yang pada mulanya diawali dengan niat yang baik atau hubungan yang baik, tetapi dalam perjalanan kisahnya Pak Sentot merasa dikhianati karena ditinggal menikah. Pak Sentot kecewa dan dalam perjalannya dia menjadi orang yang dibenci orang lain walaupun pada akhirnya dia menyadari semua perbuatannya itu salah. Tampak disini tersirat sebuah makna lxxxv
bahwa kehidupan kadang tidak pasti (absurd), ada sesuatu yang mengejutkan di luar perkiraan manusia baik dari segi hubungan antara manusia atau dari segi psikis/kejiwaan manusia sendiri yang seringkali berubah seiring dengan pergulatan kehidupan. Manusia perlu untuk memiliki prinsip hidup yang kuat dalam kehidupan Di dalam cerita juga mengandung sebuah makna bahwa seseorang dalam kehidupannya memiliki sebuah kebebasan untuk memilih dan memutuskan jalan mana yang terbaik bagi dirinya, namun di dalam keputusannya manusia akan dihadapkan
dengan
tanggungjawab
dan
konsekuensi
atas
pilihannya.
Keputusan/pilihannya sedikit banyak akan menyangkut individu yang lain, karena manusia selain sebagai makhluk individu juga makhluk sosial. Berdasarkan analisis psikologi sastra terhadap kepribadian tokoh dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa, dapat terlihat betapa pentingnya menjaga sebuah keadaan yang ideal dalam menjalani kehidupan pribadi, yaitu terdapatnya keadaan yang seimbang antara Id, ego, dan super ego. Energi apabila banyak digunakan oleh Id, maka yang terjadi adalah kepribadian yang hanya mengejar keinginan tanpa melihat kenyataan yang ada. Apabila yang mendominasi adalah super ego, maka yang terlihat orang tersebut cenderung merepresi sebagian besar keinginannya untuk menjadi orang yang selalu taat pada norma dan adat yang berlaku di lingkungannya. Keadaan yang ideal adalah jika terdapat keseimbangan antara id, ego dan super ego, sehingga individu akan dapat memenuhi kebutuhannya tanpa meninggalkan/melanggar nilai-nilai dan norma yang ada di lingkungannya. lxxxvi
Lingkungan tidak dapat dipungkiri memiliki peranan yang cukup besar dalam pembentukan kepribadian individu. Peranan atau pengaruh lingkungan itu ditunjukkan oleh fakta bahwa disamping memenuhi kebutuhan individu, lingkungan juga bisa membahayakan dan memfrustasikannya. Dalam hal tersebut maka penting untuk dapat mereduksikan keadaan yang membuat frustasi / kecemasan dengan mekanisme yang membangun (defence mechanisme), yaitu antara lain dengan sublimasi, mekanisme pertahanan yang ditujukan untuk meredakan ketegangan dengan cara merubah dorongan id ke dalam tingkah laku yang dapat diterima atau bahkan dihargai oleh masyarakat. Analisis psikologi sastra cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik ini mampu memberikan gambaran perwatakan pada masing-masing tokohnya. Proses kejiwaan tokoh-tokohnya dapat dipahami melalui kisah dalam cerita tersebut dan proses kejiwaan para tokoh dapat diketahui dengan menggunakan teori-teori analisis psikologi, seperti teori dari Sigmund Freud (id, ego dan super ego). Misalnya penggambaran salah satu tokoh utama yang bernama Pak Sentot. Dia memiliki stemming kekecewaan yang sangat mendalam tentang kisah percintaan yang dialami. Keinginan / id untuk menikah dengan Asriningtyas, namun Asriningtyas menikah dengan orang lain. Pak Sentot akhirnya menemukan pengganti dari Asriningtyas yang bernama Asriningsih sehingga Ego dari Pak Sentot berjalan baik dengan mencari informasi identitas Asriningsih. Berkat dorongan super ego yang kuat, akhirnya Pak Sentot melamar Asriningsih. Pengarang memiliki kemampuan dalam melukiskan perwatakan tokoh-tokoh yang ada dalam karyanya. lxxxvii
Terlepas dengan pembahasan di atas, cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik ini juga memiliki beberapa sudut kelemahan. Pengarang dalam menggambarkan tokoh-tokohnya terkesan kurang lengkap, terutama dalam penggambaran fisik yang tidak semua tokoh digambarkan dalam cerita ini, tetapi berpulang pada pengarang yang memang dituntut untuk mampu menjalin sebuah karyanya yang melukiskan peristiwa, tokoh-tokoh sampai pada sekecil-kecilnya menyebabkan pembaca merasakan sebagai sesuatu yang faktual yang sungguhsungguh terjadi permasalahan yang ditampilkan dalam cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik secara simbolik memang merupakan kondisi/permasalahan yang umum
banyak terjadi di masyarakat sekarang
(mempunyai nilai faktual).
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan tentang analisis struktural dan analisis psikologi sastra mengenai aspek penokohan dari cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik sebagai berikut : 1. Ditinjau dari segi struktural, cerbung karya Mbah Brintik menunjukkan kesatuan yang utuh dan sangat erat kaitannya satu sama lain. Unsur-unsur yang terdiri dari tema, alur, penokohan, latar dan amanat tersebut bersamalxxxviii
sama membentuk makna totalitas. Tema cerita yang tergambar dalam judul, yang kemudian didukung oleh unsur lainnya, yaitu penokohan, alur dan latar. Menampilkan masalah kehidupan percintaan yang menyuguhkan permasalahan yang menarik, terutama tentang perubahan karakter yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Alur ceritanya adalah alur campuran yang merupakan suatu jalinan yang bergerak melalui peristiwaperistiwa yang bergerak maju dan mundur. Pengarang mampu melukiskan perwatakan dari tokoh-tokohnya yang terungkap lewat penampilan fisik, karakter dan psikisnya. Latar atau setting yang digunakan meliputi latar tempat, latar waktu dengan keterangan waktu baik abstrak maupun konkrit, serta latar sosial yang ada, yaitu berada dalam lingkungan pendidikan. Amanat yang disampaikan melalui cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa ini terdapat pada masalah yang berkaitan dengan pribadi masing-masing tokoh dan hubungan antar tokoh. Secara keseluruhan unsur-unsur yang membangun struktur cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik tersebut saling terkait secara utuh. 2. Ditinjau dari aspek psikologi sastra, cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik ini, mengungkapkan tentang proses kejiwaan tokoh dan perjalanan kehidupan seseorang yang memiliki masalah percintaan. Dia adalah Pak Sentot yang merasa dikhianati oleh Asriningtyas. Dalam perjalannya, Pak Sentot sering bertindak semenamena dan mempermainkan wanita. Seiring berjalannya cerita, dia tersadar dengan semua perbuatannya yang salah. Sampai suatu saat dia lxxxix
menemukan cinta sejati yang kebetulan memilik wajah mirip dengan Asriningtyas, bahkan namanya pun mirip yaitu Asriningsih. Akhirnya Pak Sentot menikah dengan Asriningsih dan hidup bahagia. 3. Ditinjau dari makna dan nilai cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa dalam kehidupan, yang berpijak dari analisis psikologi sastra, maka dapat menyiratkan sebuah makna dan nilai secara keseluruhan yaitu pentingnya menjaga keseimbangan hidup dan keselarasan jiwa agar nyaman dalam menjalani hidup.
xc
B. Saran
Bertolak dari kesimpulan di atas, maka selanjutnya disampaikan beberapa saran mengenai cerbung Endah Tresna Njareme Rasa karya Mbah Brintik, sebagai berikut : 1. Umum Dengan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kemajuan pandangan hidup dalam menyikapi permasalahan yang ada dalam kehidupan dan harus dihadapi dengan kepala dingin dan bijaksana. 2. Khusus 1. Pendekatan yang dipakai dalam analisis terhadap cerbung Endahe Tresna adalah pendekatan psikologi sastra. Peneliti berharap agar nantinya ada penelitian lain yang dapat terus dilakukan yang mampu meneliti cerbung Endahe Tresna Njareme Rasa dengan pendekatan yang berbeda dan sudut pandang yang lebih menarik mengenai aspekaspek penting lainnya. 2. Semoga penelitian ini dapat memperkaya khasanah penelitian dibidang Sastra terutama Sastra Jawa.
DAFTAR PUSTAKA
Atar Semi, 1996. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa Bimo Walgito.2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Ani Yogyakarta xci
Burhan Nurgiantoro. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Press University E. Koeswara. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Bandung : PT. Eresco Gerungan, W. A. 1996. Psikologi Sosial. Bandung: PT. Eresco. HB. Sutopo. 2003. Pengantar Penelitian Kualitatif Dasar Teoritis dan Penerapannya dalam Penelitian. Surakarta: UNS Press Hall, Calvin. 1980. Suatu Pengantar ke Dalam Ilmu Jiwa Sigmund Freud (Terjemahan) (S. Tasrif). Jakarta. PT. Pembangunan. Harun Hadiwiyono. 1983. Konsepsi tentang Manusia dalam Kebatinan Jawa. Jakarta: Sinar harapan. Henry Guntur Tarigan. 1999. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa Herman J. Waluyo. 2002. Drama, Teori dan Pengajarannya. Yogyakarta: Hanindita Jalaludin Rahmat. 2001. Pikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Kartini Kartono. 1990. Psikologi Umum. Bandung: Mandar Maju. K. Bertens. 2006. Psikoanalisis Sigmund Freud. Jakarta; PT Gramedia Pustaka Utama Lexy J. Moleong. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Marbangun Hardjowirogo. 1983. Manusia Jawa. Jakarta: Idayu Milles, Matthew dan Hubberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta; Indonesia University press Panuti Sudjiman. 1993. Kamus Istilah Sastra. Jakarat: Universitas Indonesia Rachmat Djoko Pradopo. 1994. Beberapa Teori Sastra Metode Kritik dan Penerapannya. Yogyakarta: Jendela Rahmat Subagyo. 1981. Agama Asli Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan dan Yayasan Cipta Loka Caraka. R.M.A Harymawan. 1988. Dramaturgi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya xcii
Sangidu. 2004. Penelitian Sastra : Pendekatan, Teori, Metode, Teknik dan Kiat. Yogyakarta; Universitas Gadjah Mada University Press. Sugi Hastuti. 2003. Teori dan Apresiasi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Sumadi Suryabrata. 1993. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT. Radja Grafindo Perkasa. Suripan Sadi Hutomo. 1987. Telaah Kesusastraan Jawa Modern. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Suseno FVM & S. Reksosusilo. 1983. Etika Jawa dalam Tantangan. Yogyakarta: Yayasan Kanisius. Teew, A. 1988. Sastra dan Ilmu Sastra. (Pengantar Teori Sastra). Jakarta: Pustaka Jaya Tim. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. Tim. 2005. Pedoman Penulisan dan Pembimbingan Skripsi/ TA Fakultas Sastra dan Seni Rupa. Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Tri Dayakisni. 2006. Psikologi Sosial. Malang : Universitas Muhammadiyah Malang Press Wahyudi Siswanto. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta; PT Grasindo Wellek, Rene dan Austin Warren. 1993. Teori Kesusastraan (Terjemahan Melani Budianto. Jakarta: Gramedia
xciii