APRESIASI PUISI “HUTAN KELABU DALAM HUJAN” KARYA SAPARDI DJOKODAMONO DENGAN PENDEKATAN STILISTIKA F.A. Milawasri Abstrak: Karya sastra diciptakan untuk dinikmati dan diapresiasi. Pengarang memiliki kreativitas masing-masing dan setiap karya yang dihasilkan memperhatikan kebaharuan dan perkembangan sosial budaya. Misalnya puisi sebagai objek kajian yang dianalisis. Setiap orang tentunya pada umumnya memiliki pendapat dan penafsiran terhadap suatu puisi. Perbedaan itu muncul pula pada pemahaman seseorang, stilistika akan muncul dengan kekhasan bahasa yang digunakan dan akan sangat berbeda dengan penggunaan bahasa sehari-hari. Kata Kunci: Puisi, stilistika 1. Pendahuluan Karya sastra merupakan wujud dari hasil pemikiran manusia. Karya sastra diciptakan untuk dinikmati dan diapresiasi. Dalam hal ini setiap penulis memiliki cara dalam mengemukakn gagasan dan gambarannya untuk menghasilkan efek-efek tertentu bagi pembacanya. Secara menyeluruh kajian stilistik berperan untuk membantu menganalisis dan memberikan gambaran secara lengkap bagaimana nilai sebuah karya sastra. Sastra terbagi atas dua jenis yaitu sastra lama dan modern. Sastra ini menjadi objek yang diamati dalam penelitian sastra, sastra modern dapat meliputi puisi, prosa maupun drama. Berdasarkan hal tersebut menurut Ratna (2009:19) dari ketiga jenis sastra modern dan sastra lama, puisilah yang paling sering digunakan dalam penelitian stilistika. Puisi memiliki ciri khas yaitu kepadatan pemakaian bahasa sehingga paling besar kemungkinannya untuk menampilkan ciri-ciri stilistika. Karya sastra sebagai kajian dari stilistik yang menggunakan gaya bahasa sastra sebagai media untuk menemukan nilai estetisnya. Aminuddin (1997—67) mengemukakan terdapat jenis karya sastra yaitu puisi dan prosa fiksi. Dalam hal ini perbedaan karakteristik karya sastra mengakibatkan perbedaan dalam tahapan pemaknaan dan penafsiran ciri dan penggambarannya. Pengarang memiliki kreativitas masing-masing dan setiap karya yang dihasilkan memperhatikan kebaharuan dan perkembangan sosial budaya. Misalnya puisi sebagai objek kajian yang dianalisis. Setiap orang tentunya pada umumnya memiliki pendapat dan penafsiran terhadap suatu puisi. Perbedaan itu muncul pula pada pemahaman seseorang, stilistika akan muncul dengan kekhasan bahasa yang digunakan dan akan sangat berbeda dengan penggunaan bahasa sehari-hari. 1
Puisi diciptakan oleh seseorang dengan melukiskan dan mengekspresikan watakwatak yang penting si pengarang, bukan hanya menciptakan keindahan. Aminuddin (1997— 65) menyatakan dalam puisi misalnya membutuhkan efek-efek emotif yang mempengaruhi karya sastra. Memperoleh efek-efek tersebut dapat melalui kebahasaan, paduan bunyi, penggunaan tanda baca, cara penulisan dan lain sebagainya. Dengan kriteria tersebut membantu dalam menganalisis sebuah puisi. Alasan penulis menganalisi Puisi Hutan Kelabu Dalam Hujan Karya Sapardi Joko Damono adalah sebagai berikut: pertama, puisi ini menggunakan kata-kata sederhana, sehingga beberapa puisinya sangat populer, baik dikalangan sastrawan maupun khalayak umum. Kedua Sapardi Joko Damono banyak menerima penghargaan. Pada tahun 1986 Sapardi Joko Damono mendapatkan anugerah SEA Write Award. Ia juga penerima Penghargaan Achmad Bakrie pada tahun 2003. Ia adalah salah seorang pendiri Yayasan Lontar (wikipedia, diakses 26 Maret 2016). Dari latar belakang ini maka masalah yang akan dibahas adalah bagaimanakah penerapan kajian stilistika dalam puisi Hutan Kelabu Dalam Hujan karya Sapardi Djoko Damono? 2. Teori Stilistika 2.1 Hakikat Stilistika Stilistika (stylistic) dapat diterjemahkan sebagai ilmu tentang gaya. Secara etimologis stylistic berhubungan dengan kata style yaitu gaya. Dengan demikian stilistika adalah ilmu pemanfaatan bahasa dalam karya sastra. Penggunaan gaya bahasa secara khusus dalam karya sastra. Gaya bahasa yang muncul ketika pengarang mengungkapkan idenya. Gaya bahasa ini merupakan efek seni dan dipengaruhi oleh hati nurani. Melalui gaya bahasa itu seorang penyair mengungkapkan idenya. Pengungkapan ide yang diciptakan melalui keindahan dengan gaya bahasa pengarangnya (Endraswara, 2011:72—73). Melalui ide dan pemikirannya pengarang membentuk konsep gagasannya untuk menghasilkan karya sastra. Aminuddin (1997:68) mengemukakan stilistika adalah wujud dari cara pengarang untuk menggunakan sistem tanda yang sejalan dengan gagasan yang akan disampaikan. Namun yang menjadi perhatian adalah kompleksitas dari kekayaan unsur pembentuk karya sastra yang dijadikan sasaran kajian adalah wujud penggunaan sistem tandanya. Secara sederhana menurut Sudiman (dikutip Nurhayati, 2008:8) “Stilistika adalah ilmu yang meneliti penggunaan bahasa dan gaya bahasa didalam karya sastra”. Konsep utamanya adalah penggunaan bahasa dan gaya bahasa. Bagaimana seorang pengarang mengungkapkan karyanya dengan dasar dan pemikirannya sendiri. 2
Dalam hal ini untuk memahami konsep stilistik secara seksama Nurhayati (2008:7) mengemukakan pada dasarnya stilistika memiliki dua pemahaman dan jalan pemikiran yang berbeda. Pemikiran tersebut menekankan pada aspek gramatikal dengan memberikan contohcontoh analisis linguistik terhadap karya sastra yang diamati. Selain itu pula stillistika mempunyai pertalian juga dengan aspek-aspek sastra yang menjadi objek penelitiannya adalah wacana sastra. Stilistika secara definitif adalah ilmu yang berkaiatan dengan gaya dan gaya bahasa. Tetapi pada umumnya lebih banyak mengacu pada gaya bahasa. Dalam pengertiannya secara luas stilistika merupakan ilmu tentang gaya, meliputi berbagai cara yang dilakukan dalam kegiatan manusia (Ratna, 2011:167). 2.2 Tujuan Kajian Stilistika Stilistika sebagai salah satu kajian untuk menganalisis karya sastra. Endraswara (2011:72) mengemukakan bahasa sastra memiliki tugas mulia. Bahasa memiliki pesan keindahan dan sekaligus pembawa makna. Tanpa keindahan bahasa, karya sastra menjadi hambar. Keindahan suatu sastra dipengaruhi oleh kemampuan penulis mengolah kata. Keindahan karya sastra juga memberikan bobot penilaian pada karya sastra itu. Selain itu, menurut Sudjiman dikutip Nurhayati (2008:11) mengemukakan titik berat pengkajian stilistik adalah terletak pada penggunaan bahasa dan gaya bahasa suatu sastra, tetapi tujuan utamanya adalah meneliti efek estetika bahasa. Keindahan juga merupakan bagian pengukur dan penentu dari sebuah sastra yang bernilai. 2.3 Sumber Objek Penelitian Stilistika Penelitian stilistika menuju kepada bahasa, dalam hal ini merupakan bahasa yang khas. Menurut Ratna (2009:14) bahasa yang khas bukan pengertian bahwa bahasa dan sastra berbeda dengan bahasa sehari-hari dan bahasa karya ilmiah. Ciri khasnya yaitu pada proses pemilihan dan penyusunan kembali. Hal tersebut merupakan analog dengan kehidupan sehari-hari dan merupakan proses seleksi, manipulasi dan mengombinasikan kata-kata. Bahasa yang memiliki unsur estetis, berbagai fungsi mediasi, dan emonsionalitas. Dalam hal ini kekuatan dalam karya seni adalah kekuatan untuk menciptakan kombinasi baru, bukan objek baru. Dengan demikian seperti yang telah dikemukan sebelumnya jenis sastra puisilah yang dianggap sebagai objek utama stilistika. Puisi memiliki medium yang terbatas sehingga keterbatasannya sebagai totalitas puisi yang hanya terdiri dari beberapa baris harus mampu menyampaikan pesan sama dengan sebuah cerpen, bahkan juga novel yang terdiri atas banyak jumlah halaman. 2.4 Pendekatan dalam Stilistika
3
Melalui stilistika dapat dijabarkan ciri-ciri khusus karya sastra. Berdasarkan hal itu, Wellek, dan Warren (1993:226) menyatakan ada dua kemungkinan pendekatan analisis stilistika dengan cara semacam itu. Yang pertama di analisis secara sistematis tentang sistem linguistik karya sastra, kemudian membahas interprestasi tentang ciri-cirinya dilihat berdasarkan makna total atau makna keseluruhan. Melalui hal ini akan muncul sistem linguistik yang khas dari karya atau sekelompok karya. Pendekatan yang kedua yaitu mempelajari sejumlah ciri khas membedakan sistem satu dengan yang lainnya. Analisis stilistika adalah dengan mengamati deviasi-deviasi seperti pengulangan bunyi, inversi susunan kata, susunan hirarki klausa yang semuanya mempunyai fungsi estetis penekanan, atau membuat kejelasan, atau justru kebalikannya yang membuat makna menjadi tidak jelas. Sejalan dengan pernyataan di atas dalam kajian stilistik dipengaruhi oleh karya sastra dan bentuk pendekatan yang digunakan. Nurhayati (2008:13—20) mengemukakan lima pendekatan yang dapat digunakan yaitu, sebagai berikut: 1) Pendekatan Halliday Dalam pendekatan ini Halliday mengilustrasikan bagaimana kategori-kategori dan metode-metode linguistik deskriptif dapat diaplikasikan ke dalam analisis teks-teks sastra seperti dalam materi analisis teks yang lainnya. Melalui hal ini analisis bukan hanya kepada interprestasi atau evaluasi estetika terhadap pesan-pesan sastra yang dianalisisnya tetapi hanya kepada deskripsi unsur-unsur bahasa. Dalam kajiannya ia tidak mengungkapkan bagaimana bentuk-bentuk verbal tersebut disusun sehingga berhubungan dengan bentuk lainnya pada hubungan intra-tekstual. 2) Pendekatan Sinclair Pendekatan ini searah dengan teori pendekatan Halliday. Ia menerapkan kategori-kategori deskripsi linguistik Halliday. Sinclair mengemukakan terdapat dua aspek yang berperan penting dalam pengungkapan pola-pola intratekstual karya sastra. 3) Pendekatan Goeffrey Leech Leech mengemukakn bahwa karya sastra mengandung dimensi-dimensi makna tambahan yang beroperasi pula di dalam wacana lainnya. Leech mengungkapkan tiga gejala ekspresi sastra, yaitu cohesion, foregrounding, dan cohesion of foregrounding. Ketiga gejala ekspresi ini menghadirkan dimensi-dimensi makna yang berbeda yang tidak tercakup oleh deskripsi linguistik dengan kategori-kategori normalnya. Cohesion merupakan hubungan interatekstual antara unsur gramatikal dengan unsur leksikal yang jalin-menjalin dalam sebuah teks sehingga menjadi sebuah unit wacana yang lengkap. Foregrounding merupakan gejala khas yang hanya terdapat dalam karya sastra. Sedangkan cohesion of foregrounding adalah 4
penyimpangan-penyimpangan dalam teks yang dihubungkan dengan bentuk lain untuk membentuk pola-pola intratekstual. 4) Pendekatan Roman Jakobson Pendekatan ini menggolongkan fungsi puitik bahasa sebagai sebuah penggunaan bahasa yang berpusat kepada bentuk aktual dari pesan itu sendiri. Tulisan sastra tidak seperti bentukbentuk lainnya. Dalam tulisan sastra ditemukan pesan yang berpusat pada pesan itu sendiri. 5) Pendekatan Samuel R. Levin Pendekatan Levin dalam analisis stilistika serupa dengan pendekatan Halliday dan Sinclair yang berpusat pada analisis butir-butir linguistik. Levin juga mengembangkan gagasan kesejajaran yang juga dikemukakan oleh Jakobson. Dalam hal ini kesejajaran tersebut berlaku pada level fonologi, sintaksis, dan semantik yang untuk menghasilkan ciri-ciri struktural. 2.5 Teori yang Berhubungan dengan Kajian Stilistik Pembentuk utama unsur puisi selain bahasa adalah keindahan. Pada dasarnya kajian stilistika dikemukakan beberapa teori-teori yang berhubungan. Menurut Nurhayati (2008:30—38) teori-teori tersebut digunakan untuk menganalisis bahasa. Teori tersebut adalah sebagai berikut: 1) Diksi, pemilihan kata sangat erat kaitannya dengan hakikat puisi yang penuh pemadatan. Oleh karena itu, penyair harus pandai memilih kata-kata. Penyair harus cermat agar komposisi bunyi rima dan irama memiliki kedudukan yang sesuai dan indah. Selain itu, Tarigan (2011:29) mengemukakan diksi adalah pilihan kata yang digunakan oleh penyair. Pilihan kata yang tepat dapat mencerminkan ruang, waktu, falsafah, amanat, efek, dan nada dalam suatu puisi. 2) Citraan, merupakan penggunaan bahasa untuk menggambarkan objek-objek, tindakan, perasaan, pikiran, ide, pernyataan, pikiran dan setiap pengalaman indera atau pengalaman indera yang istimewa. Dalam hal ini yang dimaksud adalah citraan yang meliputi gambaran angan-angan dan pengguna bahasa yang menggambarkan angan-angan tersebut, sedangkan setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji. Secara spesifik Tarigan (2011:31) dalam menciptakan karya penyair berusaha membangkitkan pikiran dan perasaan para penikmat sehingga merekalah yang benar-benar mengalami peristiwa dan perasaan tersebut. Penyair berusaha agar penikmat dapat melihat, merasakan mendengar, dan menyentuh apa yang ia alami dan rasakan. 3) Kata-kata konkret, merupakan kata yang dapat melukiskan dengan tepat, membayangkan dengan jitu apa yang hendak dikemukakan oleh pengarang. Tarigan (2011:32) mengungkapkan salah satu cara membangkitkan daya bayang imajianasi para penikmat puisi 5
adalah menggunakan kata-kata yang tepat, kata yang dapat menyarankan suatu pengertian secara menyeluruh. 4) Bahasa figuratif, untuk memperoleh kepuitisan, penyair menggunakan bahasa figuratif, yaitu bahasa kiasan atau majas. Menurut Endraswara (2011:73) terdapat dua macam bahasa kiasan atau stilistik kiasan, yaitu gaya retorik dan gaya kiasan. Gaya retorik meliputi eufemisme, paradoks, tautologi, polisndeton, dan sebagainya. Sedangkan gaya kiasan amat banyak ragamnya antara lain alegori, personifikasi, simile, sarkasme, dan sebagainya. Menurut Ratna (2011:164) majas (figure of speech) adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan. 5) Rima dan ritma, merupakan pengulangan bunyi dalam puisi. Dengan pengulangan bunyi tersebut, puisi menjadi merdu bila dibaca. Bentuk-bentuk rima yang paling sering muncul adalah aliterasi, asonansi, dan rima akhir. Bunyi-bunyi yang berulang, pergantian yang teratur, dan variasi-variasi bunyi menimbulkan suatu gerak yang teratur. Gerak yang teratur tersebut di sebut ritma atau rhythm. Tarigan (2011:35) mengatakan rima dan ritma memiliki pengaruh untuk memperjelas makna puisi. Dalam kepustakaan Indonesia, ritme atau irama adalah turun naiknya suara secara teratur, sedangkan rima adalah persamaan bunyi. 2.6 Struktur Batin Puisi Struktur batin puisi pula yang menjadi salah satu unsur pembentuk puisi. Struktur batin berperan untuk menjiwai sebuah puisi. Dalam hal ini menurut Nurhayati (2008:40—43) hakikat puisi terdiri atas beberapa komponen yang membangun sebuah puisi. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut: 1) Tema (sense), merupakan gagasan atau ide pokok dalam suatu kajian puisi. Hal yang menjadi pokok persoalan dalam puisi tersebut. Setiap puisi memiliki pokok persoalan yang hendak di sampaikan kepada pembacanya. Selain itu menurut Tarigan (2011:10—11) dalam puisi memiliki subject matter yang hendak dikemukakan atau ditonjolkan. Hal ini dapat dipengaruhi oleh pengalaman-pengalaman penyair. Makna yang terkandung dalam subject matter adalah sense atau tema dalam puisi tersebut. 2) Perasaan (feeling) merupakan sikap penyair terhadap pokok persoalan yang terdapat dalam puisinya. Dalam hal ini pada umumnya setiap penyair tentunya akan memiliki pandangan yang berbeda terhadap suatu karya. Menurut Tarigan (2011:12) rasa/felling yaitu merupakan sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang ada pada puisinya. 3) Nada (tone), merupakan refleksi sikap penyair terhadap pembacanya, baik suasana hati, dan pandangan moral, dan terkadang muncul pula karakter kepribadian pengarangnya
6
tercemin dalam puisi. Penyair pula menunjukkan sikapnya kepada pembacanya, misalnya dengan sikap menggurui, menyindir atau bersifat lugas. 4) Amanat (intention) atau tujuan merupakan hal yang mendorong penyair untuk menciptakan suatu puisinya. Dalam hal ini penyair menciptakan puisinya dan tersirat secara tidak langsung muncul melalui di balik tema yang diungkapkan. 2.7
Analisis Stilistika Karya sastra pada analisis stilistika memiliki kaitan erat dengan bahasa yang menjadi
medium utamanya. Ratna (2009:330) menyatakan bahwa analisis yang baik adalah kajian yang memelihara keseimbangan antara prinsip linguistik dan sastra kebudayaan atau yang mendasar pada pencapaian aspek estetis. Dalam kajian stilistika hendaknya sampai pada dua hal yaitu makna dan fungsi. Makna dicari melalui penafsiran yang dikaitkan melalui totalitas karya, sedangkan fungsi terbesit dari peranan stilistika dalam membangun karya (Endraswara, 2011:76). Senada dengan hal tersebut Nurhayati (2008:46) mengemukakan terdapat 2 unsur dalam menganalisis puisi, yaitu pada kajian stilistika dan struktur batin puisi. Pada kaiian stilistika di bahas masalah perimaan, linguistik, diksi, citraan, kata-kata konkret dan bahasa figuratif. Sedangkan struktur batin membahas masalah tema, perasaan, nada dan amanat. 2.8 Penerapan Analisis Stilistika Puisi “Hutan Kelabu Dalam Hujan” Karya Sapardi Djoko Damono.
Hutan Kelabu Dalam Hujan ( Karya Sapardi Djoko Damono) hutan kelabu dalam hujan lalu kembali kusebut kau pun kekasihku langit dimana berakhir setiap pandangan bermula keperihan, rindu itu temaram temasa padaku semata memutih dari seribu warna hujan senandung dalam hutan lalu kelabu, mengabut nyanyian ( dikutip dalam Sayuti, 2003: 12)
7
1) Perimaan Berdasarkan puisi Hutan Kelabu Dalam Hujan tersebut diperoleh gambaran yang jelas mengenai variasi aliterasi yang berbeda-beda. a. Bait I baris pertama dijumpai variasi bunyi konsonan sengau /n/, /m/, /n/ “hutan kelabu dalam hujan”. Baris kedua berupa variasi konsonan /k/ “lalu kembali kusebut kau pun kekasihku. b. Bait II baris pertama menunjukkan variasi konsonan /t/ “temaram temasa padaku semata”. Baris kedua konsonan /r/ “memutih dari seribu warna”. Serta baris ketiga kembali lagi aliterasi konsonan sengau /n/, /ng/, dan /m/ “hujan senandung dalam hutan” c. Pada puisi tersebut terdapat
juga rima silang a-b-a-b. Bait I dijumpai rima
berkonsonan /n/ pada baris pertama dan ketiga. Serta bunyi rima bervokal /u/ pada baris kedua dan keempat. hutan kelabu dalam hujan lalu kembali kusebut kau pun kekasihku langit dimana berakhir setiap pandangan bermula keperihan, rindu itu d. Pada puisi tersebut terdapat juga rima kembar a-a-b-b pada bait II. Pada baris pertama dan kedua, dijumpai rima bervokal /a/. Pada baris ketiga dan keempat, dijumpai rima berkonsonan /n/. temaram temasa padaku semata memutih dari seribu warna hujan senandung dalam hutan lalu kelabu, mengabut nyanyian 2) Diksi Di dalam
puisi tersebut, Sapardi Djoko Damono menggunakan diksi
memperindah dan memperkuat puisinya. Pada bait pertama terdapat diksi berupa
untuk kata
kelabu yang diungkapkan pengarang sebagai keadaan hutan yang gundul. Serta kata kekasihku yang menggambarkan hutan, bagi pengarang hutan adalah sesuatu yang disayanginya. hutan kelabu dalam hujan lalu kembali kusebut kau pun kekasihku Pada bait kedua, terdapat diksi temaram yang menggambarkan keadaan pengarang yang merasakan suatu kemuraman ketika berada dalam hutan tersebut. Ada juga kata 8
memutih dari seribu warna, yang berarti hutan yang begitu indah telah berubah. Kata memutih mengungkapkan bahwa ketika berada di dalam hutan tersebut yang terlihat hanya awan putih karena hutan indah tersebut telah menjadi hutan yang lapang tanpa pepohonan. Lalu kata senandung dari baris puisi hujan senandung dalam hutan yang dimaksud pengarang adalah suara hujan di dalam hutan itu. Lalu kelabu, mengabut nyanyian lalu, suara yang terdengar hanya berupa kemuraman dan kesuraman. 3) Kata-kata Konkret Untuk memperjelas kesedihan yang dialami pengarang, ada beberapa kata yang dikonkretkan, seperti kelabu, keperihan, temaram, dan mengabut. Pengarang memperjelas keadaan hutan tersebut pada baris ketiga pada bait pertama langit dimana berakhir setiap pandangan. 4) Bahasa Figuratif a. Metafora, terletak pada larik “lalu kembali kusebut kau pun kekasihku” b. Paradoks, terletak pada larik “memutih dari seribu warna” c. Personifikasi, terletak pada larik “hujan senandung dalam hutan” Selain menganalisis unsur stilistika, penulis juga akan menganalisi unsur batin puisi tersebut, yang meliputi tema, perasaan, nada dan amanat. Namun, sebelum menganalisis unsur batin puisi itu.. Salah satu cara agar pembaca mudah memahami makna sebuah puisi, ialah dengan memparafrasekan puisi tersebut. Untuk itu, puisi Hutan Kelabu dalam Hujan ini, akan di parafrasekan terlebih dahulu Hutan Kelabu dalam Hujan ( Karya Sapardi Djoko Damono) hutan kelabu dalam hujan lalu kembali kusebut kau pun kekasihku langit dimana berakhir setiap pandangan bermula keperihan, rindu itu temaram temasa padaku semata memutih dari seribu warna hujan senandung dalam hutan lalu kelabu, mengabut nyanyia ( dikutip dalam Sayuti, 2003: 12)
9
3. Parafrase hutan[ku] [kini menjadi] kelabu [dan sedang berada] dalam hujan lalu [kemudian] kembali kusebut kau pun [sebagai] kekasihku [wahai hutan] [dan] langit dimana[-mana terlihat], [selalu] berakhir [pada langit di]setiap pandanganku [Yang] bermula [dari sebuah] keperihan, rindu itu [kini hadir dihatiku]
[hanya] temaram [pada] temasa [yang hadir] padaku semata [hutanku yang hijau kini] memutih dari seribu warna [yang indah] [kini] hujan [sedang ber]senandung dalam hutan lalu [semuanya menjadi] kelabu, mengabut[kan] nyanyian [bahagia di hatiku]
1) Tema Setelah memparafrasekan puisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa tema dalam penulisan puisi tersebut adalah kecintaan dan kepedulian seorang Sapardi Djoko Damono, sebagai pengarang, terhadap alam sekitar. Alam di dalam puisi ini adalah hutan. Begitu cintanya pengarang terhadap hutan, ketika hutan itu rusak ia pun merasakan kegundahan dan kerinduan akan keadaan hutan yang indah. Lalu menuangkan perasaannya dalam puisi Hutan Kelabu dalam Hujan. 2) Perasaan Dalam puisi ini, pengarang mengungkapkan perasaannya yang gelisah terhadap nasib hutan saat itu dan pengarang juga mengungkapkan kerinduannya pada hutan yang hijau. Dapat dilihat pada larik berikut: langit dimana berakhir setiap pandangan bermula keperihan, rindu itu 3) Nada Dalam puisi tersebut pengarang menggambarkan betapa muram hatinya melihat keadaan hutan yang gundul dan gersang, yang menimbulkan rasa empatik pembaca setelah memahami puisi tersebut dan membuat pembaca menyadari kenyataan bahwa pada zaman sekarangpun hutan masih disalahgunakan oleh oknum-oknum tertentu. Dapat dilihat pada keseluruhan puisi, yang menggambarkan betapa pengarang merasakan kegelisahan. 4) Amanat Amanat yang hendak disampaikan pengarang dalam puisinya ialah hutan merupakan sahabat bagi manusia. Pengarang hendak menggali sebuah memori pada kita semua bahwa 10
hutan memiliki banyak fungsi seperti, penampung karbon dioksida, habitat hewan serta merupakan bentuk dari kehidupan. Ketika hutan sudah rusak, maka kehidupan yang ada didalamnyapun akan hilang. Sehingga pengarang dalam puisinya mengajak agar kita sebagai anak bangsa mampu melindungi hutan dan melindungi kehidupan di dalamnya.
4 . PENUTUP Stilistika merupakan bagian linguistik yang menitikberatkan kajiannya kepada variasi penggunaan bahasa dan kadang kala memberikan perhatian kepada penggunaan bahasa yang kompleks dalam karya sastra. Kajian stilistik meliputi bidang rima, diksi (pilihan kata), citraan, kata-kata konkret, dan bahasa figuratif dengan tidak melupakan struktur batin puisi yang meliputi tema, perasaan, nada, dan amanat. Puisi “Hutan Kelabu dalam Hujan” karya Sapardi Djokodamono mengandung makna bahwa hutan merupakan sumber kehidupan bagi manusia dan mahluk hidup lainya, maka kita janganlah merusak hutan tersebut. Karena hutan memiliki banyak fungsi seperti, penampung karbon dioksida, habitat hewan serta merupakan bentuk dari kehidupan. Ketika hutan sudah rusak, maka kehidupan yang ada didalamnya pun akan hilang. Daftar Pustaka Aminnuddin. 1997. Stilistika, Pengantar Memahami Karya Sastra. Semarang: CV. IKIP Semarang Press. Endraswara, Suwardi. 2011. Metodelogi Penelitian Sastra. Yogyakarta: CAPS. Nurhayati. 2008. Teori dan Aplikasi Stilistik. Penerbit Unsri. Ratna, Nyoman Kutha. 2009. Stilistika, Kajian Puitika Bahasa, dan Budaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sayuti, Suminto A. 2003. Berkenalan dengan Puisi. Gama Media: Yogyakarta. Tarigan, HG. 2011. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa. Wikipedia. wwww: https://id.wikipedia.org/wiki/Yayasan_Lontar (diakses 26 Maret 2016).
11