Aplikasi Model IPPS (Aunur R. Mulyarto, dkk.)
APLIKASI MODEL IPPS (Industrial Pollution Projection System) PADA ESTIMASI BEBAN POLUSI INDUSTRI KOTA SURABAYA
Application of Industrial Pollution Projection System Model to Estimate the Pollution Level of Industries in Surabaya Aunur R. Mulyarto1), Susinggih Wijana1), Iis Trisna Wati2) 1)
Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP Unibraw Malang 2) Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian, FTP Unibraw Malang
ABSTRACT This research was intended to use IPPS model for estimating industrial pollution load in Surabaya. Descriptive-analytic method was chosen as the research methodology and consists of two main stages, i.e. classify industries base on the ISIC code and estimate pollution load of each industrial sector based on the number of employments’ variables. Major data used are the annual industrial activities provided by BPS. The data includes the name, addresses, main product and number of employees of the industries. The estimation has been carried out on six types of air pollutant, namely levels of SO2, NO2, VOC, CO, TSP, PM10 and two types of water pollutant (TSS and BOD). The result shows that the Chemical Producer N.E.C Industries are main contributor for the pollutant of SO2, NO2, and VOC, while TSP and PM10 are given mostly emitted by Oil and Fat Industries. On the other hand, the Soap, Cleaning Prep, Perfumery and Toilet Prep Industries are the main contributor for CO. The BOD pollution load comes mainly from Pulp, Paper and Paperboard Industries and the TSS is contributed primarily by Iron and Steel Mills, Foundries, and Re-Rolling Industries. Key Words: industrial pollution, pollution load
PENDAHULUAN Industri memiliki kontribusi besar dalam kerusakan lingkungan baik pada sisi aktifitas input maupun output. Pada sisi input, industri merupakan konsumen utama dari energi dan sumber daya alam lainnya. Sedang dari sisi output, industri menghasilkan berbagai macam polutan yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius. Luken, et.al (2002) menyebutkan bahwa emisi CO2 dari industri bisa mencapai 1,25 metrik ton per kapita dan emisi limbah cair organik berkisar 0,16 kg per hari. Pengembangan industri, seringkali tidak memperhitungkan faktor lingkungan terutama dalam jangka panjang. Tercemarnya sumber dan badan air, polusi udara, dan polusi pada tanah merupakan
dampak buruk yang sangat mungkin terjadi. Hal ini telah dihadapi oleh banyak kota besar di Indonesia, termasuk Surabaya. Data dari Biro Pusat Statistik menunjukkan jumlah industri di Surabaya dari tahun 2000 sampai dengan 2002 meningkat secara signifikan, yaitu dari 3117 menjadi 3503. Sektor industri yang ada juga sangat bervariasi. Perkembangan jumlah industri ini secara langsung maupun tidak langsung akan meningkatkan potensi pencemaran terhadap lingkungan. Upaya pencegahan pencemaran lingkungan oleh industri telah banyak dilakukan. Namun dalam implementasinya seringkali tidak sesuai dengan harapan karena belum tersedianya informasi awal yang dapat digunakan sebagai dasar pelaksanaan upaya pencegahan 37
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 6 No. 1 (April 2005) 37-44 pencemaran. Beberapa model telah dikembangkan untuk mendapatkan informasi-informasi awal yang penting seperti sektor industri yang potensial menghasilkan polutan, wilayah yang potensial tercemari, dan proporsi beban polusi dalam suatu wilayah. Salah satunya adalah model IPPS (Industrial Pollution Projection System) yang dapat digunakan untuk mengestimasi beban polusi untuk sektor industri dan wilayah tertentu. Model IPPS dikembangkan oleh Bank Dunia setelah melakukan penelitian selama beberapa tahun di beberapa negara. Model ini dapat digunakan untuk mengestimasi beban polusi oleh industri berdasarkan aktivitas industri yang bersangkutan (World Bank, 1994). Hettige et.al (1994), Faisal et.al(1997) dan Laplante dan Smiths (1998) menyebutkan bahwa model IPPS menyediakan emisi faktor berdasarkan tiga variabel kunci ekonomi, yaitu total output, nilai tambah dan jumlah tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja lebih banyak digunakan karena alasan ketersediaan data dan kemudahan perhitungan. Analisis korelasi menunjukkan bahwa ketiga varabel tersebut memberikan hasil estimasi yang tidak berbeda terlalu jauh. Faktor emisi ini tersedia untuk berbagai sektor dan sub-sektor industri yang diidentifikasi dengan menggunakan 4 digit kode ISIC (International Standard Industrial Classification). Dasar pemikiran dibalik model IPPS cukup mudah dimengerti yaitu, untuk setiap sektor atau sub-sektor industri ditentukan kode ISIC dan faktor emisinya. Kemudian beban polusi dapat diestimasi dengan mengalikan jumlah tenaga kerja dengan faktor emisi yang dipilih (Hettige et.al, 1994). Penelitian bertujuan untuk menerapkan model IPPS (Industrial Pollution Projection System) untuk mengestimasi beban polusi yang dihasilkan oleh industri. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi awal tentang sektor industri yang potensial mencemari lingkungan dan wilayah atau kecamatan
yang memiliki potensi beban terbesar di wilayah Surabaya.
polusi
BAHAN DAN METODE Kebutuhan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah terdiri dari data statistik industri Surabaya tahun 2000 sampai 2003 yang diperoleh dari BPS, data demografis, dan data pendukung untuk estimasi beban polusi industri. Item data industri yang dibutuhkan adalah nama industri, alamat berdasarkan kecamatan, produk utama, dan jumlah tenaga kerja. Sedangkan data pendukung yang dibutuhkan adalah faktor intensitas polusi udara dan air berdasarkan tenaga kerja. Metode Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yang memfokuskan pada aplikasi model IPPS untuk mengestimasi beban polusi dari industri dengan tahapan sebagai berikut : a. Pemilihan indikator aktivitas industri Model IPPS menyediakan faktor emisi berdasarkan tiga variabel ekonomi yaitu output total, nilai tambah dan jumlah tenaga kerja. Jumlah tenaga kerja dipilih dalam penelitian ini karena merupakan variabel yang nilainya dapat diperoleh dengan cukup akurat dan tidak membutuhkan konversi satuan yang rumit. b. Pengelompokkan industri ke dalam sektor industri berdasarkan ISIC Data statistik industri yang diperoleh merupakan data per industri. Agar dapat digunakan dalam model IPPS, data ini harus dikelompokkan berdasarkan sektor industri. Pengelompokkan sektor industri mengacu pada kode ISIC (International Standard Industrial Classification) yang terdiri dari 79 sektor. Selain itu data industri juga dikelompokkan berdasarkan lokasi kecamatan dimana industri tersebut berada. Ada 29 kecamatan di Kota Surabaya. Setelah dikelompokkan berdasarkan sektor dan kecamatan, kemudian dapat 38
Aplikasi Model IPPS (Aunur R. Mulyarto, dkk.)
PL = EF . TEM 6 10 Keterangan: • PL = beban polusi pada satu sektor industri dalam 1tahun • EF = faktor emisi dalam kg per 1000 pekerja dalam 1 tahun • TEM = jumlah total tenaga kerja pada sektor industri tersebut Beban polusi yang diestimasi pada penelitian ini terbagi dalam dua kelompok yaitu beban polusi udara dan beban polusi air. Beban polusi udara terdiri dari SO2 (Sulphur dioxyde), NO2 (Nitrogen dioxyde), VOC (Volatile Organic Compound), CO (Carbon monoxyde), TSP (Total Suspended Particles), dan PM10 (Fine Particulates Matter). Sedangkan beban polusi air adalah TSS (Total Suspended Solid) dan BOD (Biological Oxygen Demand). HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor Industri dan Tenaga Kerja Sektor industri yang ada di Surabaya sangat bervariasi dan tersebar pada 29 kecamatan. Hasil klasifikasi dengan kode ISIC menunjukkan ada 63 sektor pada tahun 2000, 62 sektor untuk tahun 2001 dan 64 sektor pada tahun 2004. Gambar 1 menunjukkan sebaran sektor industri pada beberapa kecamatan. Kecamatan Tenggilis Mejoyo (TG) dan Gunung Anyar (GA) merupakan kecamatan-kecamatan dengan jumlah sektor industri terbesar selama tiga tahun berturut-turut. Selain itu tampak ada peningkatan jumlah sektor industri yang cukup signifikan pada tahun 2002, yaitu
pada Kecamatan Asemrowo (AR) dan Tandes (TD). Jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri tidak berbeda secara signifikan dari tahun ke tahun yaitu 150.576 untuk tahun 2000, 152.095 untuk tahun 2001 dan 145.449 pada tahun 2002. Tenaga kerja ini sebagian besar terkonsentrasi pada kecamatan Tenggilis Mejoyo yaitu hampir 30% dari total tenaga kerja.
35 30 Jumlah Sektor Industri
dihitung jumlah tenaga kerja untuk masing-masing sektor industri pada masing-masing kecamatan. c. Perhitungan estimasi beban polusi Estimasi beban polusi dilakukan secara langsung dengan mengalikan jumlah tenaga kerja pada satu sektor industri dengan faktor emisi yang dipilih. Persamaan matematisnya adalah sebagai berikut :
25 2000
20
2001 15
2002
10 5 0 TG GA TS
KP AR SM SW KJ
TD BL
Kecamatan
Gambar 1. Sepuluh kecamatan dengan jumlah sektor industri terbesar. Estimasi Beban Polusi Estimasi beban polusi dengan menggunakan model IPPS, bukan estimasi yang menghasilkan nilai dengan akurasi tinggi. Oleh karena itu pada umumnya nilai-nilai hasil estimasi akan dikonversi dalam bentuk persentase untuk menunjukkan proporsi beban polusi, kontributor utama, dan wilayah dengan beban polusi tertinggi. a. Polusi Udara Hasil estimasi dari tahun 2000 sampai dengan 2002 menunjukkan adanya kecenderungan yang hampir sama pada beberapa jenis parameter polusi udara seperti ditunjukkan pada Gambar 2, 3, dan 4. Proporsi parameter NO2, TSP, PM10 dan VOC, selama tiga tahun tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Sedangkan pada parameter SO2 dan CO terjadi pergeseran proporsi yang cukup signifikan. CO merupakan beban polusi 39
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 6 No. 1 (April 2005) 37-44 terbesar pada tahun 2000 (35%), namun pada tahun 2001 dan 2002 terjadi penurunan yang cukup signifikan (25% dan 24%). SO2 yang semula hanya 25% pada tahun 2000, meningkat menjadi 30% pada tahun 2001 dan 2002 dan menggeser CO sebagai beban polusi terbesar di Surabaya.
SO2
-
Bersama CO, SO2 merupakan beban polusi utama di Surabaya seperti pada Gambar 2, 3 dan 4. Sektor-sektor industri yang menjadi kontributor utama SO2 adalah Chemical N.E.C (3529), Tobacco (3140), Oils And Fats (3115), Pulp, Paper & Paperboard (3411) dan Cement, Lime, And Plaster (3692).
Sektor Industri
3692 3411 2002
3115
2001 2000
3140 3529
Gambar
2.
Proporsi beban tahun 2000.
0
polusi
3.
Proporsi beban tahun 2001.
polusi
Gambar
4.
Proporsi beban tahun 2002.
polusi
20
30
40
50
Persentase
Gambar
Gambar
10
5.
Sektor - sektor industri kontributor utama SO2.
Pada Gambar 5, tampak kontribusi masing-masing sektor industri selam tiga tahun berturut-turut. Sektor industri Chemical N.E.C dan Cement, Lime, And Plaster merupakan dua sektor yang secara signifikan meningkat kontribusinya dari tahun ke tahun. Pada tahun 2000, Chemical N.E.C hanya berkontribusi kurang dari 10%, tetapi pada tahun 2001 melonjak menjadi lebih dari 40% meskipun kemudian turun menjadi lebih dari 30% pada tahun 2002. Demikian pula dengan Cement, Lime, And Plaster, yang pada tahun 2000 kurang dari 5 %, melonjak menjadi sekitar 15% pada tahun 2002. Hal ini menjelaskan mengapa pada tahun 2001 dan 2002, beban polusi SO2 mengalami peningkatan yang signifikan (Gambar 2, 3 dan 4). Peningkatan kontribusi Chemical N.E.C disebabkan adanya peningkatan jumlah tenaga kerja pada industri-industri di sektor ini. Sedangkan pada Cement, Lime, And Plaster, ada peningkatan jumlah industri, yang semula hanya satu industri bertambah menjadi empat yang tentunya akan diikuti peningkatan jumlah tenaga kerja. Peningkatan jumlah tenaga kerja 40
Aplikasi Model IPPS (Aunur R. Mulyarto, dkk.) merupakan indikasi adanya peningkatan aktivitas atau kapasitas produksi industri yang secara langsung atau tidak langsung akan meningkatkan emisi polutan.
NO2
-
Secara umum NO2 memberikan kontribusi beban polusi antara 15-17% tiap tahunnya. Sektor-sektor industri yang menjadi kontributor utama NO2 sama seperti halnya SO2 seperti tampak pada Gambar 6.
tenaga kerja akibat pengurangan aktivitas produksi. Peningkatan hanya terjadi pada Chemical N.E.C (3529), yang seperti dijelaskan sebelumnya mengalami peningkatan aktivitas terutama pada tahun 2001. Sektor Pulp, Paper & Paperboard (3411) dan Iron And Steel (3710) juga mengalami penurunan, namun tidak terlalu signifikan. Pada Pulp, Paper & Paperboard (3411) terjadi penurunan jumlah industri, yang semula 6 menjadi 4 pada tahun 2001 dan 2002.
3710 Sektor Industri
Sektor Industri
3692 3115 2002
3411
2001 2000
3140
3311 2002
3411
2001 2000
3529 3523
3529 0
10
20
30
40
0
50
20
Persentase
Gambar 6.
Sektor - sektor industri kontributor utama NO2.
Gambar 7.
CO
Proporsi beban polusi CO secara umum mengalami penurunan dari tahun ke tahun (Gambar 2, 3 dan 4). Hal ini dikuatkan dengan kecenderungan turunnya kontribusi dari masing-masing sektor industri seperti terlihat pada Gambar 7. Penurunan paling banyak terjadi pada sektor Soap & Toilet Preps (3523). Hal ini dikarenakan adanya penurunan jumlah
80
Sektor - sektor industri kontributor utama CO.
Proporsi beban polusi TSP relatif tetap dari tahun ke tahun yaitu sekitar 9% (Gambar 2, 3, dan 4). Sektor-sektor industri yang merupakan kontributor utama TSP seperti terlihat pada Gambar 8 adalah Oils And Fats (3115), Cement, Lime, And Plaster (3692) Chemical N.E.C (3529), Sawmills & Wood Mills (3311) dan Pulp, Paper & Paperboard (3411).
3411
Sektor Industri
-
60
TSP
Sektor industri Chemical N.E.C (3529) merupakan kontributor terbesar NO2. Pada Gambar 6 tampak sektor ini mengalami peningkatan yang signifikan pada tahun 2001 dan 2002 akibat adanya peningkatan aktivitas industri. Namun sektor-sektor lain yaitu Tobacco (3140), Oils And Fats (3115), Pulp, Paper & Paperboard (3411) mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini menjelaskan mengapa proporsi beban polusi NO2 tidak berubah terlalu banyak dari tahun 2000-2002 (Gambar 2, 3 dan 4).
40 Persentase
3311 2002
3529
2001 2000
3692 3115 0
20
40
60
Pe rsentase
Gambar
8.
Sektor - sektor industri kontributor utama TSP.
41
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 6 No. 1 (April 2005) 37-44 Pada Gambar 8, tampak kontribusi sektor industri Oils And Fats (3115) mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Hal ini dikarenakan turunnya jumlah industri dari semula 9 menjadi 6 pada tahun 2002. Di sisi lain ada peningkatan signifikan dari sektor industri Cement, Lime, And Plaster (3692) akibat adanya penambahan jumlah industri seperti dijelaskan sebelumnya. -
PM10
PM10 merupakan beban polusi dengan proporsi terkecil dari tahun ke tahun yaitu antara 5-7% (Gambar 2, 3 dan 4). Sektorsektor industri yang merupakan kontributor utama PM10 seperti terlihat pada Gambar 9 adalah Oils And Fats (3115), Iron And Steel (3710), Soap & Toilet Preps (3523) Cement, Lime, And Plaster (3692) dan Pulp, Paper & Paperboard (3411).
secara signifikan seperti terlihat pada Gambar 8 dan 9.
VOC
-
Proporsi beban polusi VOC berada pada peringkat ke empat setelah NO2 dengan nilai berkisar antara 11-14% (Gambar 2, 3 dan 4). Kontributor terbesar untuk beban polusi VOC adalah sektor industri Chemical N.E.C (3529), terutama pada tahun 2001 dan 2002 seperti tampak pada Gambar 10. Peningkatan ini terjadi karena peningkatan jumlah tenaga verja yang berarti adanya peningkatan aktivitas produksi. Sektor-sektor industri lain seperti Oils And Fats (3115), Soap & Toilet Preps (3523), Plastics , N.E.C (3560), dan Tobacco (3140) mempunyai nilai proporsi yang hampir sama, yaitu kurang dari 20%.
Sektor Industri
3411 3692 2002
3523
Sektor Industri
3140 3115 2002
3529
2001 2000
3560
2001 2000
3523
3710 0
3115
40
60
Persentase
0
20
40
60
80
Persentase
Gambar
20
9.
Sektor - sektor industri kontributor utama PM10.
Kontributor terbesar untuk PM10 memiliki kesamaan dengan TSP, yaitu dari sektor industri Oils And Fats (3115) dan Cement, Lime, And Plaster (3692). Secara alami proses produksi pada kedua sektor ini memang akan menghasilkan polusi udara dalam bentuk partikel-partikel dalam jumlah cukup besar. Terutama pada Cement, Lime, And Plaster (3692), penambahan industri dan penambahan aktivitas meskipun dalam jumlah yang tidak terlalu besar akan meningkatkan kontribusi beban polusi TSP dan PM10
Gambar
10.
Sektor - sektor industri kontributor utama VOC.
VOC merupakan senyawa organik volatil memberi gambaran tentang sebuah kelas dari ribuan zat yang dipakai sebagai pelarut dan pewangi (Spellman, 1999). Kelima kontributor utama VOC adalah industri yang semuanya menggunakan atau menghasilkan pelarut atau pewangi yang termasuk kelompok VOC. b. Beban Polusi Air Beban polusi yang diestimasi pada penelitian ini hanya TSS dan BOD. Keduanya adalah parameter utama dalam polusi air. Hasil dari estimasi seperti yang disajikan pada Gambar 11, menunjukkan proporsi TSS dan BOD dari tahun ke tahun 42
Aplikasi Model IPPS (Aunur R. Mulyarto, dkk.) tidak mengalami perubahan yang signifikan. Meskipun ada kecenderungan penurunan pada TSS dan kenaikan pada BOD. 100 90 80
Persentase
70 60
2000
50
2001
40
2002
30 20 10 0
TSS
BOD
Pada Gambar 12 juga tampak bahwa sektor industri Pulp, Paper & Paperboard (3411) menyumbang lebih dari 50 persen beban polusi BOD di Surabaya. Meskipun mengalami penurunan pada tahun 2001 dan 2002 karena penurunan jumlah industri seperti telah disebutkan, namun sektor industri ini tetap dominan sebagai kontributor terbesar. Sektor industri Pulp, Paper & Paperboard (3411) merupakan sektor industri yang mengolah bahanbahan organik sebagai bahan baku kertas dalam jumlah besar. Hal ini potensial menghasilkan limbah cair organik dalam jumlah besar pula.
Param eter Beban Polusi
11.
Proporsi TSS dan tahun 2000-2002
BOD
BOD
-
Proporsi BOD dari tahun ke tahun relatif kecil, yaitu sekitar 10%. Sektorsektor industri yang merupakan kontributor utama BOD seperti terlihat pada Gambar 9 adalah Pulp, Paper & Paperboard (3411), Industrial Chemicals (3511), Oils And Fats (3115), Fish (3114), dan Chemical N.E.C (3529). Sektorsektor industri ini pada umumnya banyak menghasilkan limbah cair yang mengandung bahan organik tinggi. Seperti diketahui kandungan bahan organik dalam limbah cair merupakan indikator pada tinggi rendahnya BOD.
-
TSS
Proporsi TSS jauh lebih tinggi dari BOD yaitu sekitar 90% tiap tahunnya (Gambar 11). Berbeda dengan BOD, sektor-sektor industri yang berkontribusi paling besar pada TSS adalah Iron And Steel (3710) dan Pulp, Paper & (3411), Fertilizers & Paperboard Pesticides (3512), Watches And Clocks (3853) dan Industrial Chemicals (3511) seperti tampak pada Gambar 13.
3511 Sektor Industri
Gambar
3853 2002 3512
2001 2000
3411 3710
Sektor Industri
3529
0
20
40
60
80
Persentase
3114 2002
3115
2001 2000
Gambar
13.
Sektor - sektor industri kontributor utama TSS.
3511 3411 0
20
40
60
80
100
Persentase
Gambar 12.
Sektor -sektor industri kontributor utama BOD.
Pada Gambar 13 juga terlihat bahwa sektor industri Iron And Steel (3710) dan Pulp, Paper & Paperboard (3411) secara bersama-sama menyumbang lebih dari 70% dari beban polusi TSS di Surabaya. Dari penelitian sebelumnya oleh Laplante (1998), menyebutkan bahwa emisi TSS di Latvia kebanyakan berasal dari industri
43
Jurnal Teknologi Pertanian, Vol. 6 No. 1 (April 2005) 37-44 besi dan baja yang menduduki 90% dari total emisi TSS. KESIMPULAN SO2 dan CO merupakan beban polusi udara terbesar yang dihasilkan oleh industri di Surabaya. Sedangkan NO2, TSP, PM10 dan VOC proporsinya dalam kondisi stabil dari tahun ke tahun. Pada polusi air, beban polusi utama adalah TSS. Sektor industri produk kimia lain (Chemical product N.E.C) merupakan kontributor utama untuk beban polusi SO2, NO2, danVOC. Sedangkan sektor industri minyak dan lemak (oil and fat) merupakan kontributor utama untuk TSP, dan PM10. Beban polusi CO dihasilkan sebagian besar dari sektor industri sabun dan bahan pembersih keperluan rumah tangga (soap, cleaning prep, perfumes, & toilet preps). Pada beban polusi air, sektor industri pulp, paper and paperboard meupakan kotributor utama pada BOD. Sedangkan sektor industri besi dan baja (Iron And Steel) berperan besar dalam beban polusi TSS. Untuk meningkatkan akurasi penelitian ini perlu ada penelitian lanjutan dengan menggunakan metode estimasi yang memperhitungkan proses-proses produksi pada masing-masing sektor industri secara lebih mendalam. DAFTAR PUSTAKA
Faisal, I., R. Shammin, and J. Junaid. 1997. Industrial Pollution in Bangladesh. Workshop Discussion Paper. The World Bank Dhaka Office. Haklay, M. 1999. From Environmental Information Systems to Environmental Informatics: Evolution and Meaning. Centre for Advance Spatial Analysis, University College London. Hettige, H., Martin, P., Singh, M. and Wheeler, D. 1994. Industrial Pollution Projection System (IPPS). Working Paper #1431, The World Bank, Washington D.C. Laplante, B. and K. Smiths. 1998. Estimating Industrial Pollution in Latvia. A World Bank Country Study, The World Bank, Washington D.C. Luken, R., J. Alvarez and P. Hesp. 2002. Developing Country’s Industrial Source Book. United Nation Industrial Development Organization, Vienna. Spellman, F.R. 1999. The Science Environmental Pollution. Technomic Publishing Company, Inc., Lancester, Pennsylvania. World Bank. 1994. Indonesia: Environment and Development. A World Bank Country Study, The World Bank, Washington D.C.
Anonymous. 2000. Direktori Perusahaan, Statistik Industri Besar dan Sedang di Jawa Timur 2000. Badan Pusat Statistik Jawa Timur. Anonymous 2001. Direktori Perusahaan, Statistik Industri Besar dan Sedang di Jawa Timur 2001. Badan Pusat Statistik Jawa Timur. Anonymous 2002. Direktori Perusahaan, Statistik Industri Besar dan Sedang di Jawa Timur 2002. Badan Pusat Statistik Jawa Timur.
44