Aplikasi Metode Valuasi Kontingen ........................................................................................................................... (Jatnika dan Rahardyan)
APLIKASI METODE VALUASI KONTINGEN DALAM UPAYA PENINGKATAN KEBERSIHAN SUNGAI CIKAPUNDUNG KOTA BANDUNG (Application of Contingent Valuation Method in Sanitation Quality Improvement Efforts at Cikapundung River in Bandung City) 1
1
2
Luthfan Jatnika dan Benno Rahardyan Program Pascasarjana Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, 2 Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10, Bandung 40132 E-mail :
[email protected]
Diterima (received): 20 Oktober 2014; Direvisi (revised): 25 Februari 2015; Disetujui untuk dipublikasikan (accepted): 1 April 2015
ABSTRAK Saat ini Sub-DAS Cikapundung mengalami pencemaran sampah yang sangat tinggi. Untuk memperbaiki keadaan tersebut harus dengan melibatkan keinginan masyarakat untuk menjaga lingkungannya agar tetap bersih. Keinginan masyarakat ini dapat diketahui dengan metode valuasi kontingen (CVM). Penelitian ini dilakukan di bulan September 2012 sampai dengan November 2012 di Kota Bandung. Sub-DAS Cikapundung 3 menghasilkan 3.018,4 m sampah setiap minggu, sementara TPS yang mengakomodir daerah di Sub-DAS 3 Cikapundung hanya ada 22 TPS dengan total daya tampung sebesar 2.768,4 m /minggu sehingga masih 3 3 tersisa 8,5% atau 250 m /minggu (1.000 m /bulan) sampah yang tidak masuk TPS yang berpotensi masuk mencemari Sungai Cikapundung. Hasil penelitian menyebutkan 56,7% masyarakat (208 responden) masih 3 membuang sampah ke sungai, berarti ada 1.500 m /minggu sampah yang masuk sungai. Hal itu disebabkan oleh beberapa variabel yang berpengaruh terhadap pola hidup masyarakat dan secara tidak langsung berdampak pada pencemaran sungai oleh sampah. Setidaknya terdapat empat variabel yang berpengaruh, yaitu penghasilan, sampah bikin banjir, lama tinggal, orang lain yang membuang sampah ke sungai, dengan sampah bikin banjir dan lama tinggal menjadi variabel yang paling berpengaruh. Kata kunci: polusi sampah, keinginan masyarakat, metode kontingen valuasi ABSTRACT Currently, Cikapundung sub-watershed is highly polluted by waste. Involvement of the community willingness to take care of their environment is needed in order to remedy this situation. This research measured the willingness value using Contingent Valuation Method (CVM). This research was conducted in September 2012 to November 2012 at Bandung City. Every week Cikapundung sub-watershed produce 3018.4 3 m waste, while there are only 22 polling stations which accommodate the Cikapundung sub-watershed with a 3 3 3 total capacity of 2768.4 m /week. Thus, there are 8.5% or 250 m /week (1000 m /month) of the remaining garbage which is potentially polluting the Cikapundung River. The result showed that 56.7% of citizens (208 3 respondents) still throw garbage into the river, so that there are 1500 m /week of the garbage have been drowning into the stream. It is caused by several variables that correlated to the lifestyle of the citizens and indirectly impact to garbage pollution at river. There are at least four significant variables, namely Income, Waste Make Flood, Length of Stay, and People who Throw Garbage into the river, with the Waste Make Floods and Length of Stay is the most influential variable. Keywords: waste pollution, community willingness, contingent valuation method PENDAHULUAN Sungai Cikapundung merupakan sungai yang membelah Kota Bandung dari kawasan utara menuju selatan. Daerah Aliran Sungai (DAS) Cikapundung adalah salah satu bagian sub dari DAS Citarum dan merupakan sungai yang berfungsi sebagai drainase utama di pusat Kota Bandung. Permasalahan pencemaran timbul akibat perilaku dari masyarakat yang tinggal di DAS Cikapundung yang suka membuang sampah ke sungai. Perubahan dari masyarakat sendirilah yang bisa menjadi kunci perubahan peningkatan kebersihan
pada sungai. Namun mengubah perilaku masyarakat yang telah terbentuk selama bertahuntahun bukanlah hal yang mudah, apalagi terkait dengan pengelolaan sampah yang sejak dulu memang diurus oleh pemerintah, namun saat ini pemerintah tidak dapat lagi mengatasi permasalahan sampah seorang diri. Untuk itu harus ada upaya juga dari masyarakat untuk mengurangi sampah dan menjaga kebersihan lingkungannya sebagai bentuk nilai masyarakat akan lingkungannya. Dalam kasus seperti itu, penilaian jasa lingkungan menawarkan alternatif untuk menyelaraskan kepentingan kedua belah pihak 59
Majalah Ilmiah Globe Volume 17 No. 1 Juni 2015 : 059 - 066
(pemerintah dan masyarakat) dan membantu pengambil kebijakan dalam membuat perubahan (Jiang, 2010). Nilai jasa lingkungan itu diukur melalui metode Contingent Valuation Method (CVM). CVM biasanya menggunakan teknik survei untuk memperoleh kesediaan individu untuk membayar (Willingness to Pay) untuk penyediaan lingkungan yang baik atau kesediaan untuk menerima kompensasi (Willingness to Accept) untuk kehilangan. Jadi, nilai-nilai ini diambil untuk mewakili manfaat ekonomi dari perubahan yang diusulkan dan dapat persetujuan dalam kerangka biayamanfaat untuk memperoleh manfaat sosial dari kebijakan publik yang biasanya meningkatkan kesejahteraan sosial (Saz-Salazar et al., 2009). Penilaian ekonomi dari penggunaan beberapa sumber daya air di DAS Cikapundung adalah relatif baru, meskipun itu sangat penting jika kebijakan air menjadi inklusif dan efisien (Zander et al., 2010). CVM juga lebih tepat jika dibandingkan dengan metode harga bayangan (shadow prize), ketika dicoba untuk memperkirakan nilai ekonomi total yang merupakan teknik yang secara teori mampu memperkirakan nilai baik penggunaan dan nonpenggunaan (Molinos-Senante et al., 2010). Tujuan dari CVM sendiri mampu menekankan penggunaan prinsip-prinsip ekonomi untuk mendukung pengambilan keputusan, manajemen fleksibel dan terintegrasi, penilaian manfaat, rencana desain, evaluasi alternatif, keuangan, dan desain institusional (Harou et al., 2009). METODE Penelitian ini dilakukan di DAS Cikapundung, wilayah Kota Bandung, pada bulan SeptemberNovember 2012. Penelitian ini membahas perilaku masyarakat DAS Cikapundung, dalam hal ini Willingness to Pay (WTP), Willingness to Accept (WTA), dan Willingness to Support (WTS) untuk program menjaga kebersihan Sungai Cikapundung dengan metode Contingent Valuation Method (CVM) sehingga didapatkan hasil yang bisa menjadi acuan penerapan program yang telah dirancang dalam penataan serta peningkatan kebersihan bantaran Sungai Cikapundung terutama di daerah Kota Bandung. Pemetaan Pemetaan awal dilakukan dengan menentukan unit pemetaan sebagai wilayah penelitian pada SubDAS Cikapundung. Pemetaan awal ini bertujuan untuk membuat gambaran kondisi wilayah penelitian seperti pencemaran sungai, sebaran sarana dan prasarana kebersihan dan sebaran populasi. Pemetaan ini dibuat untuk mempermudah analisis penelitian ini. Pemetaan menggunakan ArcGIS 9.3 dengan peta Rupabumi Indonesia wilayah Jawa Barat dari Badan Informasi Geospasial.
60
Observasi Lapangan Observasi lapangan yang penting adalah Imagery Drainage, yang bertujuan untuk melihat dan mengamati kondisi drainase yang tercemar oleh sampah. Standar indeks kekotorannya mengacu pada penelitian Frisellya (2009) dapat dilihat pada Gambar 1. Standar ini memungkinkan untuk menghitung persentase luasan sampah pada permukaan. Pada penelitian ini tidak hanya menghitung permukaan, tetapi dengan menambahkan nilai t agar dapat dihitung persentase volume sampahnya.
Gambar 1. Indeks kekotoran (Frisellya, 2009). Kuesioner Tahap awal penelitian ini adalah dengan melakukan pengolahan data awal yang merupakan kondisi eksisting data wilayah penelitian. Dalam tahap ini, akan dianalisis lebih mendalam mengenai korelasi antar aspek sosial yaitu aspek demografi, persepsi, kekhawatiran akan pencemaran, sumber pencemar, dampak pencemaran, dan keinginan kebersihan di Sungai Cikapundung. Untuk jumlah sampel penelitian menggunakan Rumus Slovin (Barlett, 2001) seperti pada Persamaan 1, karena dianggap cocok dan dapat digunakan untuk menghitung populasi di Sub-DAS Cikapundung.
....................................... (1) dimana : N N E
= = =
ukuran sampel ukuran populasi merupakan persen error
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Data yang diolah telah dikumpulkan melalui wawancara langsung kepada responden. Informasi yang diperoleh meliputi kondisi pengelolaan sampah eksisting, terutama mengidentifikasi lokasilokasi yang rawan pembuangan sampah ke sungai. Proses pemilihan responden menggunakan metode purposive sampling, yaitu memilih orang-orang atau pihak yang dianggap mengetahui secara jelas permasalahan yang diteliti (Faisal, 1990).
Aplikasi Metode Valuasi Kontingen................................................................................................................................(Jatnika dan Rahardyan)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Eksisting Wilayah Penelitian Penelitian ini dimulai dengan memetakan wilayah penelitian untuk memperolah kondisi eksisting. Gambar 2 menyajikan sebaran populasi penduduk wilayah penelitian. Semakin menuju ke muara jumlah penduduk semakin banyak dibandingkan pada bagian hulu sungai. Total penduduk di Sub-DAS Cikapundung adalah 253.645 jiwa. Penduduk tersebut tersebar dalam 20 kelurahan. Dari hasil survei di lapangan, diketahui total Tempat Pembuangan Sampah (TPS) di SubDAS Cikapundung sebanyak 22 TPS dengan total 3 daya tampung sebesar 2.768,4 m /minggu, rincian TPS tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Gambar 2. Peta sebaran populasi penduduk. Tabel-1.--TPS yang tersebar di Sub-DAS Cikapundung. No. Nama TPS 1. TPS Ledeng 2. TPS Bungur 3. TPS Punclut 4. TPS Sukajadi 5. TPS Jembatan Layang 6. TPS Kebon Binatang 7. TPS Sangkuriang 8. TPS Terminal Dago 9. TPS Komunal Darrul Hikam 10. TPS Simpang 11. TPS Cibeunying 12. TPS Pasar Bunga 13. TPS Cicendo 14. TPS Braga 15. TPS Patrakomala 16. TPS Pasar Karapitan 17. TPS Tegalega 18. TPS Pasirluyu 19. TPS Putraco 20. TPS Bintara 21. TPS Batununggal 22. TPS Sekelimus Sumber : Hasil survei lapangan
Total aktual di perkiraan Menurut
sampah dihitung dari kapasitas TPS lapangan dan dikombinasikan dengan sampah yang dihasilkan setiap harinya. data dari Dinas Permukiman dan
Perumahan Jawa Barat tahun 2011, dan juga menurut penelitian Yusfi (2012) nilai timbulan sampah untuk Sub-DAS Cikapundung adalah 1,7 l/orang/hari. Dengan demikian, total sampah yang 3 dihasilkan setiap bulannya adalah 3018,4 m sampah. Total sampah yang tidak terangkut dan tidak masuk ke TPS adalah 9% dari total sampah yang dihasilkan oleh populasi manusia di Sub-DAS 3 Cikapundung yaitu sebesar 250 m /minggu. Sisa sampah ini berpotensi mencemari Sungai Cikapundung. Total pengelolaan sampah adalah 1.000 3 m /bulan. Apabila diasumsikan semua sampah masuk Sungai Cikapundung, maka menurut sistem pengelolaan sampah di PD Kebersihan Kota Bandung akan membutuhkan biaya sebesar Rp.119.550.455,- untuk sampah yang tidak terakomodir. Sementara itu, untuk sampah yang terakomodir sendiri telah membutuhkan biaya sebesar Rp.972.902.523,-. Nilai tersebut dihitung dari biaya pengolahan sampah sebesar Rp. 237.479/ton, juga dihitung per 3 volume senilai Rp.59.369/m dan untuk tipping fee di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sebesar Rp.33.500/ton. Selain perhitungan menurut pemetaan aktual TPS di atas, sampah juga dihitung menurut image drainage yang didapat dari beberapa daerah sampling. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Image Drainage. Rata-rata Daerah 3 Volume (m ) Dago 0,92 Ciumbuleuit 2,23 Tamansari 27,74 Cipaganti 13,20
Rata-rata Berat (Kg) 100.64 205.45 5704.23 2931.56
Sumber : Hasil analisis
Hasil yang bisa dijadikan acuan adalah daerah Cikapundung Atas (Hegarmanah, Ledeng, Cipaganti, Ciumbuleuit, Lebak Siliwangi, Dago, Tamansari) karena setiap saluran drainase di daerah ini berhubungan dan bermuara di Cikapundung wilayah Tamansari. Total sampah 3 yang masuk drainase adalah 44,3 m . Jika dibandingkan dengan total sampah yang tidak 3 masuk TPS pada wilayah tersebut adalah 443,7 m . Hal ini menunjukkan bahwa 9,94% 10% dari sisa sampah yang tidak terakomodir TPS masuk ke dalam saluran drainase. Image drainage ini dapat digunakan untuk menduga volume sampah yang masuk saluran drainase di bagian lainnya, seperti bagian tengah dan bawah dengan patokan nilai sumber pencemar dari bagian Cikapundung Atas. Hasil ini merupakan patokan estimasi sampah yang berada di saluran drainase Sub-DAS Cikapundung. Nilai sumber pencemar adalah rata-rata persentase nilai dari “Saya yang membuang sampah ke sungai”, “orang lain yang membuang sampah ke sungai”, dan “sampah kiriman”. Nilai sumber pencemar bagi Cikapundung Atas adalah
61
Majalah Ilmiah Globe Volume 17 No. 1 Juni 2015 : 059 - 066
“951”. Nilai “951” menunjukkan angka persentase “setuju” dan “sangat setuju” dari total nilai 2.100 (nilai maksimal 300/kelurahan), hal ini memperlihatkan bagaimana tingkat perilaku masyarakat atas sampah mereka sendiri. Ini berarti untuk Cikapundung Atas 45,3% perilaku masyarakatnya berpotensi menjadi sumber pencemar. Nilai persentase sumber pencemar diambil dari jumlah persentase kuesioner “setuju” dan “sangat setuju” untuk bagian “sumber pencemar”. Nilai estimasi sampah masuk drainase diambil dari jumlah rata-rata volume sampah setiap TPS pada Tabel 2. Sisa volume sampah tidak masuk TPS merupakan hasil perhitungan daya tampung TPS di lapangan. Nilai persentase sampah masuk drainase merupakan perbandingan estimasi sampah masuk drainase dengan sampah yang tidak masuk TPS. Tabel 3 menyajikan image drainase setiap wilayah, yang menggambarkan jumlah estimasi sampah yang masuk ke saluran drainase yang
dibagi menjadi 3 daerah yaitu atas, tengah dan bawah. Bagian Cikapundung Bawah, saluran drainasenya menyumbang sampah dengan total 3 33,5 m selama penelitian ini dilakukan. Sedangkan 3 angka 40,2 m merupakan estimasi sampah yang masuk di bagian Cikapundung Tengah namun tidak ditemukan sampah di saluran drainase menandakan bahwa masyarakat di bagian ini tidak membuang sampah ke saluran drainase tetapi membuang sampah langsung ke Sungai Cikapundung. Karena pengelolaan distribusi sampah di Cikapundung Tengah ini sudah baik, namun untuk daerah bantaran sungai yang padat penduduk, hasil observasi lapangan tidak ada pengelolaan sampah ataupun penyediaan sarana dan prasarana. Jadi angka tersebut dapat disimpulkan berasal dari masyarakat yang tepat berada di bantaran Sungai Cikapundung. Dampak di atas akan membuat Sungai Cikapundung tercemar, dipetakan pada Gambar 3.
Tabel 3. Image drainage per wilayah. Wilayah Bagian
Daerah
Hegarmanah, Ledeng, Cipaganti, Ciumbuleuit, Lebak Siliwangi, Dago, Tamansari Pasirkaliki, Braga, Babakan Ciamis, Ancol, Tengah Balong Gede, Ciateul, Pungkur, Pasirluyu, Cijagra, Cikawao, Mengger, Bawah Batununggal Sumber : Hasil analisis Atas
Nilai Persentase Sumber Pencemar
Estimasi Sampah Masuk 3 Drainase (m )
Sisa Volume Sampah Tidak Masuk TPS (m3)
951
44,3
443,7
862
40,2
0
719
33,5
111,2
Profil Responden Pengambilan sampel responden digunakan rumus slovin dengan metode purposive sampling. Hasil yang didapatkan adalah 208 responden untuk tingkat kepercayaan 93%. Responden mempunyai aneka ragam latar belakang, namun tetap sesuai kriteria yang digunakan dalam penelitian ini. Masyarakat yang tinggal di bantaran sungai yaitu yang mempunyai jarak < 250 m dan masyarakat umum yang tinggal di kawasan Sub-DAS Cikapundung yang berjarak > 250 m hingga batas Sub-DAS Cikapundung. Beragamnya perbedaan dari variabel-variabel tersebut sangat mempengaruhi persepsi masing-masing responden hingga berujung pada penentuan Willingness to Pay (WTP) untuk peningkatan kebersihan Sungai Cikapundung. Tabel 4 menyajikan variabel-variabel yang mempengaruhi persepsi responden, dimana beberapa data yang memperlihatkan fakta bahwa banyak sekali hal-hal yang menjadikan perbedaan masyarakat dalam hal menentukan WTP.
Gambar 3.- Peta Sampel Volume Sampah di SubDAS Cikapundung.
62
Aplikasi Metode Valuasi Kontingen................................................................................................................................(Jatnika dan Rahardyan)
Tabel 4. Uji beda dan uji korelasi sikap masyarakat Sub-DAS Cikapundung terhadap WTP. Uji Beda Atribut Responden
Uji Korelasi
Sig.
Keterangan
Koefisien Korelasi
Sig.
Keterangan
Profil Jenis Kelamin Umur Pendidikan Pekerjaan Penghasilan Pengeluaran Jumlah Anggota Lama Tinggal Jarak Rumah
0.008 0.223 0.000 0.000 0.000 0.000 0.415 0.008 0.006
Ada perbedaan Tidak ada perebedaan Ada perbedaan Ada perbedaan Ada perbedaan Ada perbedaan Tidak ada perebedaan Ada perbedaan Ada perbedaan
0.320 0.382 0.437 0.824 0.616 0.616 0.574 0.448 0.326
0.008 0.223 0.000 0.000 0.000 0.000 0.415 0.008 0.006
Hubungan Tidak Erat Tidak Signifikan Hubungan Tidak Erat Hubungan Tidak Erat Hubungan Tidak Erat Hubungan Tidak Erat Tidak Signifikan Hubungan Tidak Erat Hubungan Tidak Erat
Persepsi Umum Kegunaan Sungai Restribusi Sampah Keinginan Kebersihan
0.000 0.000 0.602
Ada perbedaan Ada perbedaan Tidak Ada Perbedaan
0.520 0.522 0.341
0.000 0.000 0.602
Hubungan Tidak Erat Hubungan Tidak Erat Tidak Signifikan
Persepsi Terhadap Kekotoran Gangguan Sampah
0.000
Ada perbedaan
0.525
0.000
Hubungan Tidak Erat
0.010
Ada perbedaan
0.484
0.010
Hubungan Tidak Erat
0.000
Ada perbedaan
0.522
0.000
Hubungan Tidak Erat
0.036
Tidak Ada Perebedaan
0.465
0.036
Tidak Signifikan
Ada perbedaan Ada perbedaan Ada perbedaan
0.498 0.541 0.501
0.003 0.000 0.003
Hubungan Tidak Erat Hubungan Tidak Erat Hubungan Tidak Erat
Ada perbedaan Ada perbedaan Ada perbedaan
0.535 0.458 0.516
0.000 0.003 0.001
Hubungan Tidak Erat Hubungan Tidak Erat Hubungan Tidak Erat
Sumber Pencemar Buang Sampah Ke Sungai Orang Lain Buang Sampah Ke Sungai Sampah Kiriman
Dampak Tercemar Sampah Bikin Banjir 0.003 Gangguan Kenyamanan 0.000 Gangguan Kesehatan 0.003 Sikap Masyarakat Untuk Kebersihan Sampah Dibersihkan Bersama 0.000 Penyuluhan Dari Pemerintah 0.003 Ikut Berperan Serta 0.001 Sumber : Hasil Analisis
Hanya faktor umur responden dan jumlah anggota keluarga setiap tempat tinggalnya yang relatif sama. Keinginan masyarakat akan kebersihan sungai juga persepsi yang sama tentang sampah kiriman dari daerah lain yang menjadi persamaan dari mulai masyarakat Cikapundung Atas sampai Cikapundung Bawah. Latar belakang responden juga sistem pengelolaan sampah di masing-masing wilayahnya berbeda. Dari hasil di atas dapat diperjelas dengan Gambar 4 yaitu hubungan sikap masyarakat terhadap Sungai Cikapundung dimana nilai positif dan negatifnya hampir berimbang. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan persepsi dari beberapa variabel dilihat dari peran Sungai Cikapundung sendiri bagi masing-masing individu maupun masing-masing wilayah. Dalam grafik pada Gambar 4, nilai persepsi umum dari responden digambarkan dengan variabel Q10 untuk kegunaan sungai, Q11 untuk restribusi sampah, dan Q12 untuk keinginan kebersihan. Persepsi terhadap gangguan kekotoran digambarkan dengan variabel Q13 untuk gangguan sampah. Persepsi terhadap sumber pencemar digambarkan dengan variabel Q14 untuk buang sampah ke sungai, Q15 untuk orang lain buang sampah ke sungai, Q16 untuk sampah kiriman.
Persepsi terhadap dampak pencemar digambarkan dengan variabel Q17 untuk gangguan banjir, Q18 untuk gangguan kenyamanan, dan Q19 untuk gangguan kesehatan. Persepsi terakhir adalah persepsi sikap untuk kebersihan, digambarkan dengan variabel Q20 untuk sampah tanggung jawab bersama, Q21 untuk penyuluhan dari pemerintahdan Q22 untuk siap berperan serta. Dari hasil survei didapatkan sebanyak 53% masyarakat yang tinggal di bantaran sungai, serta 47% masyarakat yang tinggal di wilayah Sub-DAS Cikapundung. Karakteristik sistem pengelolaan sampahnya hampir sama untuk setiap kelompoknya. Untuk kelompok yang mempunyai tempat tinggal < 250 m cenderung tidak difasilitasi dengan baik oleh pemerintah dari sisi pengelolaan sampah. Dengan kondisi lapangan jalanan sempit dan permukiman padat, memang menyulitkan petugas kebersihan untuk mengangkut sampah ke TPS terdekat. Selain itu sarana dan prasarana kebersihan pun tidak disediakan. Kondisi seperti demikian tersebut mendorong masyarakat untuk membuang sampah ke sungai. Itulah sebabnya kenapa ada Q14 hanya daerah Cikapundung Atas dan Cikapundung Bawah yang bernilai positif, yang artinya masyarakatnya masih membuang sampah ke sungai.
63
Majalah Ilmiah Globe Volume 17 No. 1 Juni 2015 : 059 - 066
2,0 1,5 1,0 0,5 0,0 -0,5 -1,0 -1,5 -2,0 -2,5
Q10 Q11 Q12 Q13 Q14 Q15 Q16 Q17 Q18 Q19 Q20 Q21 Q22
Cikapundung Atas
Cikapundung Tengah
Cikapundung Bawah
Gambar 4. Grafik hasil pemetaan sikap masyarakat terhadap Sungai Cikapundu Hal ini berbeda dengan masyarakat yang yang mempunyai tempat tinggal > 250 m hingga batas Sub-DAS Cikapundung, dimana permukiman ini mempunyai jalanan yang cukup lebar dan permukiman yang teratur sehingga memungkinkan daerahnya difasilitasi oleh petugas kebersihan. Dengan kondisi demikian sampah di wilayah ini dapat dikendalikan oleh petugas kebersihan sekalipun ternyata masih ada saja masyarakatnya yang membuang sampah langsung ke sungai. Hal itu disebabkan juga masih banyak masyarakat yang tinggal di bantaran sungai, dan masyarakat tersebut kesulitan untuk mendapatkan sarana dan prasarana kebersihan yang memadai. Menurut Faramita & Rahardyan (2012) tingkat keberhasilan pengumpulan limbah padat (sampah) dipengaruhi oleh aspek teknis dan non-teknis. Dalam aspek teknis, pengaruh yang diberikan oleh variasi pola pengumpulan yang ada dan frekuensi pengumpulannya. Sementara aspek non-teknis,
pengaruh diberikan oleh tingkat ketergantungan dan persepsi masyarakat yang menjadi pelaku utama. Potensi ekonomi untuk hal-hal seperti tersebut di atas menyebabkan terjadinya perbedaan WTP dari masing-masing wilayah kelurahan. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui Gambar 5. Secara umum, sebanyak 10,2% responden menolak untuk membayar dan 45,8% menolak untuk ada kenaikan iuran, namun mereka menggantinya dengan tenaga dan jasa dalam hal menjaga lingkungan. Total yang mampu membayar untuk kenaikan iuran (WTP) adalah 44%. Jika ditotal dari perhitungan biaya yang mampu diberikan oleh masyarakat adalah Rp.527.905.500,00 dari WTP ditambah dengan Rp.90.000.000,00 dari sumbangan tenaga (WTS) yang dikonversikan ke rupiah, sedangkan untuk WTA sendiri, 100% masyarakat dapat menerima semua kegiatan atau program dengan tujuan meningkatkan kebersihan Sungai Cikapundung untuk kebersihan setiap bulannya.
p Keterangan :
Wilayah dengan Potensi Uang;
Wilayah dengan Potensi Tenaga
Gambar 5. Peta potensi uang dan tenaga wilayah Sub-DAS Cikapundung. 64
Aplikasi Metode Valuasi Kontingen................................................................................................................................(Jatnika dan Rahardyan)
Jumlah ini tentu saja banyak membantu dari total biaya yang harus dikeluarkan dalam pengelolaan Sungai Cikapundung sebesar Rp.1.092.452.979,00. Pemerintah masih harus menambah jumlah kekurangannya ditambah dengan alokasi dana untuk memenuhi keinginan 97% responden yang ingin ada penyuluhan untuk masyarakat di sekitar bantaran sungai yang diperkirakan menelan biaya Rp.335.195.000,00 setiap bulannya. Total pemerintah harus menyiapkan dana sebesar Rp.899.742.479,00. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Jiang (2011), dimana WTP ditarik untuk menurunkan polusi pertanian di Sungai Min, China, keadaan Sungai Cikapundung tidak jauh berbeda, dimana setiap orang diminta kenaikan restribusi (bentuk WTP) dengan maksud dan tujuan meningkatkan kebersihan di Sungai Cikapundung dari sampah. Di China khususnya masyarakat Sungai Min, sebanyak 57% menyetujui gagasan kenaikan restribusi, dengan rata-rata kenaikan tarif CNY 0,5 atau setara dengan Rp 750. Di Sungai Cikapundung, sebanyak 44,0% sanggup membayar kenaikan tarif kebersihan demi membebaskan Sungai Cikapundung dari Sampah, dengan rata-rata kenaikan sebesar Rp 2.500. Dengan kenaikan tarif yang lebih besar seharusnya
Keterangan :Tahap ke-1
Tahap ke-2
pemerintah dapat memanfaatkan peluang ini untuk merancang sistem pengelolaan sampah di Sub-DAS Cikapundung dengan lebih baik lagi. Namun di bagian hulu Sungai Cikapundung tercemar limbah pertanian dari Kabupaten Bandung Barat. Setelah potensi uang dan tenaga wilayah SubDAS Cikapundung diperoleh hasilnya, maka pemerintah dapat melakukan tahapan penyuluhan yang dimulai dari hulu ke hilir wilayah Sub DAS Cikapundung seperti yang disajikan oleh peta pada Gambar 6. Tahapan penyuluhan ini mengambil konsep bahwa yang harus dibenahi pertama-tama adalah daerah hulu, penggambaran ini dibedakan berdasarkan warnanya. Penyuluhan di daerah hulu dilakukan terlebih dahulu, agar sumber pencemaran dapat diketahui terlebih dahulu, dan dapat dihilangkan terlebih dahulu dari daerah hulu. Dengan demikian sampah tidak mengalir ke daerah hilir dan daerah hulu tidak dipersalahkan sebagai sumber pencemar. Setelah daerah hulu, baru tahapan dilanjutkan ke bagian tengah dan hilir. Metode penyuluhan ini diharapkan dapat berjalan lancar, sehingga bagian hulu yang ditinggalkan ke bagian tengah dan hilir, tidak mengulang kesalahan yang sama dalam membuang polusinya. Dengan kondisi demikian maka diharapkan kesadaran masyarakat terhadap kebersihan akan meningkat.
Tahap ke-3
Tahap ke-4
Gambar 6. Lokasi tahapan penyuluhan wilayah. KESIMPULAN Sungai Cikapundung dalam kondisi kritis dalam hal pencemaran sungai oleh sampah, dalam hal ini 3 diestimasikan terdapat 567 m sampah yang masuk ke sungai setiap bulannya, padahal Willingness to Accept masyarakat Sub-DAS Cikapundung untuk menerima program pemerintah untuk membersihkan Sungai yaitu sebesar 97%, dan tingkat Willingness to Support dan Willingness to Pay untuk
membersihkan Sungai Cikapundung adalah 89,8% baik dalam bentuk membayar, tenaga, menjaga, memelihara dan menjaga lingkungan Sungai Cikapundung dari sampah. Meningkatkan kebersihan di kawasan Sungai Cikapundung merupakan tanggung jawab bersama, namun sistem pengelolaan sampah yang buruk dari pemerintah harus segera diperbaiki agar potensi yang ada pada masyarakat dapat termaksimalkan untuk kebersihan Sungai Cikapundung. 65
Majalah Ilmiah Globe Volume 17 No. 1 Juni 2015 : 059 - 066
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Benno Rahardyan selaku dosen pembimbing. Ucapan terima kasih juga disampaikan rekan-rekan dan seluruh civitas Program Pascasarjana Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung DAFTAR PUSTAKA Barlett, J. (2001). Organizational Research Determining Appropiate Sample Size in Survey Research. Information Technology, Learning, and Performance Journal 19(1). 43-50. Faisal, S. (1990). Penelitian Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi. Yayasan Asih Asah Asuh. Malang. Indonesia. Faramita, N. & Rahardyan, B. (2012). Analysis on the Implementation of Scheduled Solid Waste Collection Program in Regional Scale. Environmental Engineering Seminar‟s Graduate Programme. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Indonesia Frisellya, P. (2009). Measurement Method Developing of Dirtiness Level Caused by Garbage Using Perception and Image Variables for Supporting Road Sweeping Activity (Case Study: Bandung City). Bachelor Programme. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Indonesia
66
Harou, J.J., Manuel, P.V., David, E.R., Josue, M.A., Jay, R.L. & Richard, E.H. (2009). Hydro-economics Models: Concepts, Design, Applications, and Future Prospects. Journal of Hydrology: 375. 627-643. California. USA. Jiang, Y., L. Jin & Lin, T. (2011). Higher water tariffs for less river pollution-Evidence from the Min River and Fuzhou City in China. China Economic Review, 22(2), 183–195. doi:10.1016/j.chieco.2010.12.006 Molinos-Senante, M., Hernández-Sancho, F. & SalaGarrido, R. (2010). Economic feasibility study for wastewater treatment: A cost-benefit analysis. Science of the Total Environment, 408(20), 4396– 4402. Saz-Salazar, D. S., Hernández-Sancho, F., & SalaGarrido, R. (2009). The social benefits of restoring water quality in the context of the Water Framework Directive: A comparison of willingness to pay and willingness to accept. Science of the Total Environment, 407(16), 4574–4583. Yusfi, R. N. (2012). Study The Characteristics of Waste and Alternative Waste Management Systems along the Cikapundung River. Bachelor Programme. Institut Teknologi Bandung. Bandung. Indonesia. Zander, K.K., Stephen, T.G. & Straton, A. (2010). Tradeoffs Between Development, Culture and Conservation- Willingness to Pay for Tropical River Management among Urban Australians. Journal of Environmental Management, 91. 2519-2528. Darwin. Australia.