Prosiding Seminar Nasional, Program Studi Teknologi Industri Pertanian bekerjasama dengan Asosiasi Profesi Teknologi Agroindustri (APTA)
APLIKASI COMMODITY SYSTEM ASSESSMENT METHOD PADA PENANGANAN PASCAPANEN JERUK KEPROK (Citrus reticulata) DARI KECAMATAN PUPUAN SAMPAI DENPASAR . Sri Mulyani, Bambang Admadi H dan I Gede Nyoman Arya Suyasa R Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana Koresponden :
[email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk: mengetahui sistem penanganan, mengidentifikasi faktor penyebab kerusakan dan dampak penanganan pasca panen jeruk keprok dari Kecamatan Pupuan sampai Denpasar. Populasi terdiri atas petani jeruk keprok di Kecamatan Pupuan, Tabanan. Sampel diambil dengan metode purposive sampling terhadap 62 petani dari tiga desa. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner kepada pelaku pasar penanganan jeruk keprok dari petani sampai pengecer. Hasil menunjukkan bahwa tingkat penanganan terbanyak dilakukan di tingkat supplier lalu petani selanjutnya pengecer . Faktor penyebab kerusakan jeruk keprok yang teridentifikasi di tingkat petani adalah pada proses sortasi, di tingkat pengepul pada proses pembongkaran dan sortasi, ditingkat pengecer pada pemajangan. Dampak kehilangan pasca panen di tingkat petani mencapai 10%, supplier 11% dan pengecer 18%. Kata Kunci: Jeruk Keprok, CSAM, Pupuan
PENDAHULUAN Sampai saat ini produksi buah jeruk di Bali masih kurang, sehingga banyak didatangkan dari luar Bali (Anon, 2010). Salah satu varietas jeruk yang diproduksi dan dikembangkan di Kabupaten Tabanan Bali adalah jeruk varietas keprok. Di Bali, jeruk menjadi salah satu komoditi unggulan, hal ini disebabkan selain untuk konsumsi sehari- hari, masyarakat di Bali biasa mempergunakan buah jeruk untuk keperluan sarana upacara. Berdasarkan data keperluan buah, keperluan
buah jeruk di Bali
terus mengalami
peningkatan. Data menunjukkan keperluan jeruk pada tahun 2000 mencapai lebih dari 7000 ton, tahun 2005 lebih dari 10.000 ton dan tahun 2010 sudah mencapai 13.900,80 ribu ton (Anon, 2010). Dalam pemasaran jeruk salah satu masalah yang dihadapi adalah tingginya prosentase kehilangan dan kerusakan jeruk dalam rantai pemasaran. Sampai saat ini ternyata petani kurang memperhatikan masalah tersebut, hal ini disebabkan kurangnya pengetahuan petani 163
Prosiding Seminar Nasional, Program Studi Teknologi Industri Pertanian bekerjasama dengan Asosiasi Profesi Teknologi Agroindustri (APTA) dalam sistem penangan pasca panen jeruk. Jeruk yang dihasilkan oleh petani mengalami beberapa jalur distribusi sebelum sampai ke tangan konsumen. Jalur distribusi yang berbeda akan menyebabkan penanganan yang berbeda sehingga kerusakan pada tiap jalur distribusi juga berbeda. Dengan semakin panjangnya jalur distribusi, maka makin banyak variasi penanganan yang dialami sehingga makin besar pula tingkat kerusakannya (Admadi, 2008). Penerapan
CSAM
(Commodity
System
Assessment
Method)
bertujuan
mengidentifikasi dan mendeskripsikan masalah serta mengidentifikasi dan memformulasikan pemecahan masalah yang tepat dari faktor-faktor dan cara-cara penanganan yang mempengaruhi mutu, kehilangan, kerusakan, kerugian secara ekonomi dalam rantai distribusi atau pemasaran produk hortikultura (Admadi, 2008). Penerapan CSAM dan dengan diperkuatnya rantai distribusi maka akan dapat diperoleh produk - produk hortikultura bermutu yang mampu bersaing di pasaran. Penerapan sistem tersebut sangat penting mengingat mutu produk hortikultura khususnya di Bali sangat bervariasi dengan tingkat kehilangan produksi berkisar 20-50% (Admadi, 2008). Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengetahui penanganan pascapanen, mengidentifikasi faktor penyebab kerusakan dan mengetahui dampak penangana jeruk keprok pada jalur distribusi dari petani di Kecamatan Pupuan Tabanan sampai Denpasar. Diharapkan adanya evaluasi ini maka nantinya penanganan pascapanen jeruk keprok sejak pemetikan sampai pemasarannya bisa dipantau agar tingkat kehilangan komoditas bisa dikurangi.
METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Pupuan, Kabupaten Tabanan hingga ke Denpasar. Pengambilan sampel dimulai dari Maret sampai Mei 2011. Populasi adalah seluruh petani dan stakeholder yang terlibat dalam distribusi buah jeruk keprok dari Pupuan sampai ke Denpasar. Sampel diambil 30 % dari seluruh petani jeruk yang berada di 3 desa yaitu : Desa Batungsel 17 petani, Desa Bangsing 31 petani dan Desa Belimbing 14 petani. (Singarimbun dan Effendi, 1989). Untuk pengepul, supplier dan pengecer digunakan teknik snowball sampling (Sugiyono, 1997).
164
Prosiding Seminar Nasional, Program Studi Teknologi Industri Pertanian bekerjasama dengan Asosiasi Profesi Teknologi Agroindustri (APTA)
HASIL DAN PEMBAHASAN Sistem Penanganan Pascapanen Jeruk dari Petani Pupuan sampai Denpasar Di Kecamatan Pupuan terdapat 3 kelompok tani yang menanam jeruk keprok dengan jumlah petani sebanyak 62 orang. Pengepul di tingkat desa ada 4 orang tetapi yang mendistribusikan sampai ke Denpasar hanya 2 orang. Terdapat 7 pengecer yang menjual jeruk sampai ke Denpasar. Pada Tabel 1 ditampilkan Tahapan penanganan pascapanen jeruk keprok dari petani sampai ke pengecer di Denpasar. Identifikasi Faktor Penyebab Kerusakan pada Pasca Panen Jeruk Keprok Pada tingkat petani faktor yang teridentifikasi sebagai penyebab kerusakan adalah pada saat sortasi. Pemanenan jeruk dilakukan pagi hari, adanya embun mengakibatkan permukaan jeruk basah, hal ini menyebabkan buah jeruk mudah berjamur. Adanya jamur akan menyebabkan buah mudah mengalami kerusakan. Pemanenan yang dilakukan tanpa gunting pangkas
juga
menyebabkan
lepasnya
tangkai
buah,
sehingga
buah
mengalami
cacat/kerusakan, hal-hal tersebut akan menyebabkan dampak kehilangan pada saat sortasi . Pada tingkat pengepul faktor-faktor penyebab kerusakan yang teridentifikasi adalah pada tahap pembongkaran dan sortasi. Pengemasan dengan keranjang bambu dan penanganan setelah pembongkaran diduga menyebabkan kerusakan yang signifikan. Setelah jeruk tiba di gudang penerimaan, jeruk akan diturunkan dari pickup dan dilakukan pembongkaran untuk disortasi serta dipilah-pilah menurut ukuran buah (pengkelasan). Penanganan pada tahap ini menyebabkan buah sering mengalami benturan sehingga buah memar atau cacat sehingga saat sortasi buah akan banyak tersortir. Pada tingkat pengecer faktor yang teridentifikasi sebagai penyebab kerusakan adalah pada saat pemajangan. Hal ini disebabkan karena pedagang pengecer memajang produk tanpa dilindungi atau tanpa pengemas, bahkan kadang-kadang terkena sinar matahari langsung. Kondisi pemajangan yang memang diudara terbuka akan menyebabkan buah cepat mengalami kemunduran mutu dan kerusakan. Dari hasil pengamatan diperoleh data bahwa rata-rata kerusakan jeruk keprok yang lolos pada tingkat petani mencapai 10%, di tingkat pengepul mencapai 11% di tingkat pengecer mencapai 18%. Tingginya produk rusak di di tingkat pengecer ini disebabkan karena tidak ada pengaturan suhu selama pemajangan dan cara pemajangan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan jeruk rusak atau mengalami susut berat. 165
Prosiding Seminar Nasional, Program Studi Teknologi Industri Pertanian bekerjasama dengan Asosiasi Profesi Teknologi Agroindustri (APTA)
Tabel 1 : Tahapan penanganan jeruk keprok dari petani sampai ke pengecer Pelaku Sistem penanganan pascapanen Penanganan Petani Jara Waktu Penanganan k (jam) (m) 1 2 3 1 Pemanenan ±20 07.00-09.00 Dengan : gunting pangkas atau dengan tangan 2.Pengumpulan ±2 07.00-09.00 Wadah keranjang bambu atau karung plastik 3. Pengangkutan ±35 09.00-09.30 diangkut dengan pickup menuju gudang 4. Sortasi ±3-4 09.30 Dibersihkan dari kotoran dan yang cacat 5. Pengemasan ±1 10.00 Dikemas dalam keranjang bambu Pengepul 1 2 3 1. Pengangkutan ±46 11.00-12.30 1. Dengan pickup menuju pengepul, atau 2.Pengepul yang datang 2. ±4-5 12.30 – 13.00 Keranjang diturunkan dari mobil pickup Pembongkaran 3.Sortasi dan ±2 13.00-14.00 Di gudang penerimaan, disortir berdasarkan pengkelasan ukuran, ketuaan dan cacat lalu dipisahkan mutu menurut kelasnya yaitu : A, B, C dan D. 4 Penimbangan 5 Pengemasan
±2 ±2
6. Penyimpanan
±3-4
12-36 jam
7. .Pengangkutan
± 10
Pagi atau sore hari
Pengecer a. Pembongkaran b. Pemeriksaan c. Pemajangan
±2-3
14.00-14.20 14.20-15.20
Penimbangan masing-masing kelas Di kemas dengan keranjang plastik atau keranjang bambu yang dilapisi koran. Disimpan dalam gudang penyimpanan, kemudian keesokan harinya dikirim ke pengecer. Dibawa ke pengecer menggunakan mobil pick up.
Pagi atau sore hari Pagi atau sore hari Pagi sampai sore
Jeruk dikeluarkan dari keranjang plastik atau keranjang bambu Jeruk diperiksa, apabila ada yang rusak langsung dikembalikan ke pengepul Dengan keranjang bambu atau keranjang plastik dipajang tanpa ditumpuk.
166
Prosiding Seminar Nasional, Program Studi Teknologi Industri Pertanian bekerjasama dengan Asosiasi Profesi Teknologi Agroindustri (APTA) Dampak penanganan terhadap pascapanen Jeruk Keprok Dampak penanganan pascapanen jeruk keprok dalam distribusinya, menunjukkan variasi kehilangan pada tiap-tiap tingkatan distribusi. Dampak penanganan pascapanen jeruk keprok berdasarkan tingkat kehilangan pascapanen dapat di lihat pada Tabel 2. Dari Tabel tersebut menunjukkan bahwa secara signifikan dampak penanganan berpengaruh terhadap kehilangan pascapanen jeruk dengan prosentase yang berbeda. Kehilangan tertiggi pada adalah pada tingkat pengecer sebesar 18%, pada tingkat pengepul 11% sedangkan pada tingkat petani sebesar 10%. Tabel 2. Persentase dampak penanganan terhadap kehilangan pascapanen. Tidak Signifikan Signifikan Sangat Signifikan A. Tingkat Petani 1. Panen 2. Transportasi 3. Sortasi dan pembersihan 4. Pengemasan B. Tingkat Pengepul 1. Pengangkutan 2. Pembongkaran 3. Sortasi 4.Pengkelasan mutu 5. Pengemasan 6. Penyimpanan 7. Pengangkutan C. Tingkat Pengecer 1. Pembongkaran 2. Pemeriksaan 3. Pemajangan Keterangan : Tidak Signifikan Signifikan Sangat Signifikan
V V V
V(10%)
V
V (5%) V(6%)
V V V V V V
V (18%) : < 5% : 5-30% : > 30% (La Gra, 1999)
167
Prosiding Seminar Nasional, Program Studi Teknologi Industri Pertanian bekerjasama dengan Asosiasi Profesi Teknologi Agroindustri (APTA)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Sistem penanganan, pasca panen jeruk keprok dari Pupuan sampai Denpasar ada beberapa tingkat, tingkat penanganan terbanyak dilakukan di tingkat supplier (7 tingkat), petani (5 tingkat) dan selanjutnya pengecer (3 tingkat) . 2.
Faktor penyebab kerusakan yang teridentifikasi dalam penanganan pascapanen jeruk keprok di tingkat petani adalah pada sortasi, pengepul pada pembongkaran dan sortasi, tingkat pengecer adalah pemajangan.
3.
Dampak penanganan terhadap kehilangan pasca panen jeruk keprok di tingkat petani adalah 10%, di tingkat pengepul: 11%, dan di tingkat pengecer : 18%.
Saran Perlu instansi yang berwenang menyampaikan kepada pelaku usaha jeruk keprok tentang tentang tahap-tahap yang menyebabkan kerusakan atau kehilangan produk, sehingga pelaku usaha lebih berhati-hati dalam penanganan pasca panen produk, sehingga dengan berkurangnya kehilangan produk maka harga produk bisa lebih murah dengan demikian produk jeruk keprok akan mampu bersaing dengan produk jeruk import.
DAFTAR PUSTAKA Admadi, H., B. 2008. (Orasi Ilmiah) Pentingnya Penerapan Commodity System Assessment Method (CSAM) Pada Penanganan Dan Distribusi Produk Hortikultura. UNUD. Badung. Anonimus, 2010. Rancang Bangun Pembangunan Hortikulura Tahun 2010-2014 Di Bali. Kotler, P. dan G. Amstrong, 2001. Prinsip-Prinsip Pemasaran. Edisi Kedelapan. Erlangga. Jakarta. La Graa, 1999. A Commodity System Assessment Methodology for Problem and Project Identification. Postharvest Institute for Parishable, College of Agriculture. University of Idaho, Moscow. Rukmana, H., R., Oesman, Y., Y. 2003. Usaha Tani Jeruk Keprok. Anggota IKAPI. Penerbit CV. Aneka Ilmu. Semarang. Singarimbun dan Efendi. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta. Sjaifullah. 1997. Petunjuk Memilih Buah Segar. Cetakan ke-2. Penebar Swadaya. Jakarta. Sugiyono, 1997. Statistika untuk Penelitian. Penerbit Alfabeta. Bandung Suyamto, A. Suprianto, A. Agustian, A. Triwiratno, M. Winarno. 2005. Prospek Dan Arah Pengembangan Agribisnis Jeruk. Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta. Utama, S. et., al., 2002. Teknologi Pascapanen Hortikultura. Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Denpasar Wibawa, W., D., 2009. Profil Jeruk Keprok. Direktorat Budidaya Tanaman Buah dan Direktorat Jenderal Hortikultura Departemen Pertanian. Jakarta
168