APAKAH YESUS DAN PAULUS MEMBATALKAN EKSISTENSI TORAH DAN SEGALA ASPEKNYA? Tanggapan Atas Artikel Ir. Herlianto, MTh. “Syariat Taurat & Injil Yesus & Sabat Taurat & Injil Yesus” Oleh: Teguh Hindarto, MTh. Pengaruh Teologi Dispensasional1 dan Teologi Covenant2 terhadap orang Kristen pada umumnya adalah, sikap yang memandang rendah hakikat dan peranan Torah, sebagai hukum seremonial dan kultis yang berkaitan terhadap Israel di masa lampau. Gereja, yang didefinisikan sebagai Israel baru dan rohani, menerima mandat yang berbeda dengan Israel. Torah selalu berhubungan dengan Israel dan Anugrah selalu berhubungan dengan Gereja. Jika kita memahami bahwa kata “Gereja”, merupakan istilah Portugis “Igreja” yang berasal dari istilah Greek “Eklesia”, untuk menerjemahkan istilah “Qahal”, yang bermakna “Umat yang dipanggil dari luar untuk masuk kedalam persekutuan dan diperintahkan keluar untuk mewartakan perbuatan ajaib YHWH”. Dan jika kita memahami bahwa Perjanjian Baru (Brit Khadasha) yang dinubuatkan oleh YHWH didalam Yeremia 31:31, adalah perjanjian antara YHWH dengan Bangsa Israel yang diwakili oleh suku Yahuda, maka adalah keliru besar bahwa Perjanjian Baru merupakan perjanjian antara YHWH dengan “Gereja”, dalam pengertian sebagai “Orang-orang Kristen”. Perjanjian Baru atau tepatnya “Perjanjian yang Diperbarui” tidaklah hendak meniadakan perjanjian terdahulu, yaitu Perjanjian YHWH di Sinai terhadap Israel dengan mengaruniakan Torah-Nya. Sebaliknya, Perjanjian yang Diperbarui merupakan perjanjian antara YHWH dengan umat Israel, dengan ditandai dituliskan-Nya Torah dalam batin mereka (Yer 31:33-34). Peristiwa ini menunjuk pada Yesus Sang Mesias yang akan membuka Perjanjian yang Diperbarui itu. Dan Yesus Sang Mesias telah membuka Perjanjian yang Diperbarui itu saat Dia berkata menjelang penyaliban diri-Nya, "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” (Mat 26:27-28). DR. David Stern, seorang Mesianik Yahudi yang telah menaruh kepercayaan pada Yesus sebagai Mesias, mengakui kesenjangan pemahaman antara Kekristenan dan Yudaisme, ketika membicarakan mengenai Torah. Menurut beliau, jika memperbandingkan buku-buku teologia baik Kristen maupun Yudaisme, akan diperoleh fakta bahwa kedua belah akan bersebrangan pemahaman mengenai topik Torah. Dalam penelusuran berbagai buku teologi Kristen mengenai Torah, al., Augustus Strong’s Systematic Theology, hanya membahas mengenai topik Torah, sebanyak 28 halaman dari 1056 halaman (kurang dari 3%). Sementara L. Berkhof dalam bukunya Systematic Theology, hanya mengulas sebanyak 3 halaman dari 745 halaman (kurang dari 1/2%). Berbeda dengan buku-buku teologi dikalangan Yudaisme,al., Isidor Epstein’s yaitu the Faith of Judaism,mengulas mengenai Torah sebanyak 57 halaman dari 386 halaman (15%) dan Solomon Schetcher dalam Aspects of 1
Dispensasionalisme merupakan pokok Teologi yang mendasarkan pada sejumlah penafsiran teks Kitab Perjanjian Baru dengan pemahaman bahwa Yahweh memili 2 program yaang berbeda, yaitu untuk Israel dan untuk Gereja. Apa yang menjadi janji milik Israel, tidak dapat dilakukan oleh Gereja. Jika Israel memelihara Sabat (Kel 20:8-11), maka Gereja memelihara Hari Tuhan (1 Kor 16:2). Jika Israel adalah istri dari Yahweh (Hos 3:1) maka Gereja adalah Tubuh Mesias (Kol 1:27). Band. Paul Enns, The Moody Hand Book of Theology, Literatur SAAT, 2004.
2
Covenant merupakan pokok Teologia yang berkeyakinan bahwa Yahweh membuat 2 perjanjian, yaitu Perjanjian Perbuatan yang dibangun sejak Adam sampai zaman Israel. Perjanjian ini gagal dilakukan oleh Adam. Lalu Yahweh memberikan Perjanjian kedua yaitu Perjanjian Anugrah, melalui Yahshua, yang dengan sempurna melaksanakan perjanjian tersebut
1
Rabbinic Theology mengulas sebanyak 69 halaman dari 343 halaman (20%). Stern berkesimpulan,”In short, Torah is the great unexplored territory, the terra incognita of Christian Theology” (singkatnya, Torah merupakan wilayah yang belum sama sekali digali, suatu wilayah tidak dikenal dalam Teologi Kristen)3. Pernyataan ini menyiratkan bahwa Teologi Kristen menempatkan kajian tentang Torah, secara tidak berimbang dibandingkan dengan topik lainnya seperti Tuhan, Keilahian Yesus, Keselamatan/Anugrah, Dosa, dll. Namun syukurlah masih ada beberapa penulis Kristen atau teolog yang memandang secara positip dan proporsional terhadap Torah. Knox Chamblin dalam artikelnya, “Hukum Musa dan Hukum Kristus” mengatakan: “Hukum Kristus tidak berbeda dengan Hukum Musa. Hukum Kristus bukan nova lex atau hukum baru. Setiap hukum berasal dari (Tuhan); dan masing-masing diberikan untuk tujuan yang sama, yaitu untuk memerintahkan supaya mengasihi (Tuhan) dan mengasihi sesama (Mat 22:37-40)…Dengan melihat siapa Yesus sebenarnya dan apa maksud-Nya datang, hukum zaman dulu itu sekarang dijalankan dengan cara yang baru dan diterangkan dengan lebih mendalam…Jadi memang ada ketidaksinambungan, tetapi itu berkaitan dengan bentuk hukum tersebut, bukan dengan keberadaannya atau intinya, dan ketidaksinambungan itu terjadi didalam kerangka kesinambungan. Ringkasnya, Hukum Musa berkaitan dengan Hukum Kristus, bukan sebagai A dengan A, juga tidak sebagai A dengan B, tetapi sebagai A1 dengan A2”4. Demikian pula Bambang Budijanto dalam ulasannya yang mengatakan, ”Dalam kajian kita sejauh ini, kita telah melihat bahwa analogi perkawinan dalam konteks hubungan antara Yahweh dengan Israel sudah dikenal sejak dari awal sejarah Israel, yakni pada waktu dibuatnya Perjanjian Sinai, ketika Dasa Titah (Torah par exellence) di utarakan. Oleh karena itu, sejak semua orang-orang Israel tidak memandang Torah hanya sebagai peraturan atau hukum dalam pengertian legalistis. Sebaliknya, mereka melihat Torah sebagai kewajiban-kewajiban atau janji-janji perkawinan yang mereka ambil sendiri, sebagai respons mereka terhadap Yahweh yang telah mengambil Israel sebagai istri-Nya. Dengan demikian, kewajiban-kewajiban atau janjijanji perkawinan tersebut adalah sarana bagi bangsa Israel, sebagai istri Yahweh untuk mengekspresikan kasih, kesetiaan dan ketundukannya keada Yahweh, Suaminya”5 Pemikiran Ir Herlianto, MTh., dalam dua judul artikelnya “Syariat Taurat & Injil Yesus” & “Sabat Taurat & Injil Yesus”, mereflesikan pemahaman lama yang memandang posisi Yesus dan Rasul Paul hendak menggantikan Torah dengan segala aspeknya. Kita akan menguji dan mengkaji pemahaman lama yang didasarkan pada interpretasi yang keliru terhadap kehadiran Yesus Sang Mesias. Kajian ini tidak akan difokuskan pada tanggapan terhadap butir-butir pemikiran Ir Herlainto (sebagaimana saya pernah memberikan tanggapan dalam bahasan lainnya) namun akan difokuskan pada kajian sejumlah teks Kitab Perjanjian Baru yang meliputi pandangan Yesus dan Rasul Paul terhadap Torah. Kajian ini akan dimulai dengan pembahasan umum dan korelasi dinamis sejumlah terminologi teologi yaitu ”Dosa-Torah-Anugrah-Iman“. Setelah kajian disampaikan baru akan difokuskan memberikan tanggapan atas butir-butir pemikiran Ir. Herlianto. DOSA, TORAH, ANUGRAH, IMAN Kajian Roma 3:9-31 Ketika kita masih kanak-kanak, kita pernah melakukan permainan yaitu menghubungkan garis yang satu ke garis yang lain, agar membentuk suatu citra tertentu, entahkan itu hewan atau manusia. Jika 3
Messianic Jewish Manifesto, Jewish New Testament Publications, 1991, p.126
4
Dalam Masih Relevankah Perjanjian Lama di Era Perjanjian Baru?, editor John S. Feinberg, Gandum Mas, 1996, hal 280281 5
Torah Dalam Hidup Bangsa Israel, ANDI, 1999, hal 82-83
2
tidak tepat menghubungkan garis-garis tersebut, akan menimbulkan gambaran yang keliru tentang figur tersebut. Marilah kita menghubungkan secara cermat empat kata penting tersebut, melalui surat Rasul Paul, sehingga membentuk suatu struktur yang sistematis dan utuh dalam memahami cara YHWH bertindak atas dunia dan manusia yang telah mengalami kerusakan. PEMAHAMAN TENTANG DOSA Rasul Paul menjelaskan fakta dan realita yang tidak terbantahkan bahwa SEMUA ORANG (baik Yahudi non Yahudi) ada dalam dalam kuasa dosa (ha khet, Rm 3:9). Dalam naskah Greek berbunyi, “oti einai pantes hupo hamartian” . Apakah dosa itu? Dalam 1 Yokhanan 3:4 dikatakan, “hamartia estin he anomia”. Dalam Hebrew New Testament diterjemahkan, “ha khet, mri hu ba Torah”. Dosa adalah ANOMIA atau MRI HU BA TORAH atau MELAWAN TORAH atau MELAWAN PERINTAH. Kata “hamartia” bermakna “menyimpang dari sasaran”. Jadi dosa adalah “tindakan yang menyimpang dari sasaran”. Rasul Paul mengutip ayat-ayat dalam TaNaKh untuk menegaskan bahwa tidak ada satupun manusia di bumi yang tidak berdosa: • • • • •
Roma 3: 10-12 mengutip dari Mazmur 14:1-3 dan YeshaYa 53:2-4 Roma 3:13 mengutip dari Mazmur 5:10 ; 140:4 Roma 3:14 mengutip dari Mazmur 10:7 Roma 3:15-17 mengutip dari YeshaYah 59:7-8 Roma 3:18 mengutup Mazmur 36:2
Pengutipan TaNaKh oleh para rasul memberikan implikasi teologis bahwa TaNaKh merupakan pedoman dan sumber pengajaran bagi komunitas Mesianik dan Christianoi di Abad Pertama. Sikap yang ditunjukkan Gereja dan Kekristenan modern yang merendahkan TaNaKh menunjukkan distorsi pemahaman terhadap fungsi TaNaKh dalam kehidupan umat beriman. Darimana dosa berawal? Dosa masuk ketika Adam dan Hawa MELANGGAR atau MELAWAN PERINTAH YHWH untuk tidak memakan buah Pengetahuan Yang Baik (Ets Tov ha Daat) dan Pengetahuan Yang Buruk (Ets Tov ha Ra, Kej 2:16-17; 3:1). Akibat pelanggaran ini terjadilah masuklah DOSA dalam bentuk KUTUK yang berujung pada MAUT. Kutuk itu nampak dalam hal: • • • • • •
Permusuhan manusia dengan Tuhan (Kej 3:23-24), dimana manusia kehilangan relasi yang benar dengan Tuhan Permusuhan manusia dengan hewan (Kej 3:15). Terjadilah siklus ekologis dimana manusia memangsa hewan dan sebaliknya Permusuhan manusia dengan alam (Kej 3:17-19). Manusia harus bekerja menaklukan alam yang telah kena kutuk Permusuhan manusia dengan manusia (Kej 4:1-16), Qayin membunuh Qabel. Perempuan melahirkan dengan kesakitan (Kej 3:16) Manusia mengalami kefanaan yaitu maut (Kej 3:19)
Dosa mengakibatkan manusia kehilangan kemuliaan Tuhan (Rm 3:23) dan upah dosa adalah maut (Rm 6:23). Dosa dan maut adalah realitas yang dialami semua umat manusia. Tidak ada satupun manusia yang tidak mengalami maut. Maut adalah upah dosa dan konsekwensi hilangnya kemuliaan Tuhan dalam diri manusia. Semua manusia MEWARISI upah dosa yaitu kehilangan kemuliaan Tuhan, yaitu maut. Bagaimanakah cara manusia terbebas dari maut sebagai upah dosa? Apakah perbuatan baik dapat melepaskan seseorang dari dosa yang berujung pada maut? Apakah ibadah dan kesalehan dapat 3
membebaskan seseorang dari kutuk dosa yaitu maut? SAMA SEKALI TIDAK! Dosa diibaratkan seperti tanda lahir dalam badan kita yang tidak bisa dihilangkan dengan deterjen paling ampuh sekalipun. Hanya Tuhan yang berkuasa menghilangkan tanda lahir tersebut. PEMAHAMAN TENTANG TORAH Rasul Paul mengatakan bahwa TIDAK SEORANGPUN DIBENARKAN di hadapan Tuhan karena MELAKUKAN TORAH justru Torah memberikan pengetahuan terhadap manusia mengenai dosa (Rm 3:20). Apa arti pernyataan ini? Apakah Torah itu dosa? Apakah Torah itu tidak sempurna? Torah memiliki beberapa arti: 1. Ajaran. Kata “Torah” bermakan “Ajaran” dari kata “Yarah” yang bermakna “Melempar Sasaran”. Dari kata “Yarah” muncul “Moreh” yang bermakna “Pengajar” dan “Torah” yang bermakna “Ajaran”. Secara universal, Torah bermakna ajaran YHWH. 2. Kelima Kitab Moshe. Kitab Sefer Bereshit, Sefer Shemot, Sefer Wayiqra, Sefer Devarim serta Sefer Bamidbar juga disebut Torah. Lazim disebut Khumash Khumashy ha Torah atau Pentateukh 3. Kitab Suci TaNaKh. Dari Kitab Kejadian sampai Malekhi disebut juga dengan Torah 4. Talmud sebagai Torah Lisan hasil tafsiran para rabbi Torah memiliki peranan sbb: 1. Membuat bahagia (Mzm 1:1-2) 2. Memberi khokmah, daat dan binah (Mzm 119:98-100) 3. Mendatangkan ketentraman (Mzm 119:165) 4. Menuntun orang berdosa agar hidup kudus (1 Tim 1:8-10) 5. Memberikan pengetahuan akan yang baik dan yang salah (Rm 2:18) 6. Memberikan pengetahuan dan hikmat (Rm 2:20) 7. Sumber pendidikan spiritual, moral dan intelektual (2 Tim 3:16-20) Namun mengapa Torah yang bermakna positip dan bernilai positip bagi pembentukan spiritual, moral dan intelektual, oleh Rasul Paul dikatakan “tidak membuat seseorang benar dihadapan Tuhan?” Rasul Paul sebenarnya menggemakan kembali sifat dasar manusia yang telah dikuasai dosa, tidak mungkin benar di hadapan YHWH (Mzm 143:2). Jika manusia yang telah dibawah kuasa dosa yang berujung maut bermegah dengan “mengerjakan Torah”, maka dia akan gagal. Kata Greek “ergo nomou” atau kata Ibrani “maashim ha Torah” oleh DR. David Stern dimaknai sebagai sebuah kalimat yang mengandung konotasi, melakukan Torah untuk mendapatkan keselamatan dan dibenarkan di hadapan Tuhan. Maka DR. David Stern dalam Jewish New Testament menerjemahkan “ergo nomou” dengan “mengerjakan Torah secara legalistik”. Sementara Rabbi Moshe Koniuchowsky dalam Restoration Scriptures menerjemahkan, “melakukan Torah tanpa iman yang sepenuh hati”. Dengan kata lain, barangsiapa melakukan Torah dengan pengharapan dirinya akan mengalami keselamatan dan kehidupan kekal atau dibenarkan oleh Tuhan, maka sesungguhnya usaha ini sia-sia belaka. Ayat ini menegaskan kepada kita bahwa perbuatan baik, ibadah, tsedaqah yang dikerjakan demi mengharap terbebas dari dosa yang berujung maut, adalah sia-sia belaka. Torah bukanlah penghapus dosa. Torah bukanlah pembebas dari maut. Torah bukanlah jalan menuju kekekalan. Mazhab-mazhab Yahudi pada Abad pertama (Saduki, Farisi, dll) menyalahpahami Torah dengan menafsirkan bahwa dengan melakukan Torah untuk memperoleh pembenaran dan keselamatan, maka seseorang dipandang layak di hadapan Tuhan. Tindakan ini terkadang mendorong pada berbagai bentuk kesalehan yang lahiriah dan cenderung munafik. Hal mana merupakan praktek beribadah yang banyak dikecam oleh Yesus dan Rasul Paul. 4
Torah menyingkapkan kepada manusia bahwa YHWH adalah kudus dan manusia adalah ciptaan yang berdosa. Ciptaan yang berdosa harus melakukan Torah agar tercegah melakukan perbuatan yang berdosa, namun Torah bukan pembebas dari dosa. Lalu apa jalan keluar bagi terbebasnya manusia dari dosa yang berjung maut? PEMAHAMAN TENTANG ANUGRAH Rasul Paul menjelaskan bahwa “oleh Kasih Karunia manusia dibenarkan oleh YHWH melalui penebusan Yesus Sang Mesias”. Apa Kasih Karunia itu? Untuk menunjukkan tindakan Yahweh yang memberikan kebaikkannya tanpa menuntut balasan, dalam bahasa Ibrani digunakan kata “Khesed” dan “Khen” yang dalam bahasa Greek diterjemahkan “Kharis” dan “Eleos”. Keduanya menunjukkan tindakan YHWH yang tidak menuntut balasan. Agar seseorang dibenarkan di hadapan YHWH dan mengalami keselamatan dan kehidupan kekal yaitu terbebas dari kutuk dosa yang berujung maut, diperlukan KHESED atau KHARIS atau KASIH KARUNIA dari YHWH. Bagaimana Kasih Karunia itu dinyatakan pada dunia dan manusia yang berdosa? Melalui Kaparah atau penebusan yang dikerjakan oleh Yesus Sang Mesias, Putra YHWH Yang Hidup. Roma 3:25 menegaskan, “Karena Mesias Yesus telah ditentukan Tuhan menjadi jalan pendamaian karena iman dalam darah-Nya”. Inilah cara Tuhan menunjukkan Kasih Karunia-Nya, yaitu dengan memberikan Yesus sebagai jalan pendamaian. Artinya, jika bukan karena kemurahan dan perkenan YHWH, maka kebaikan dan ibadah apapun serta kesalehan apapun yang diperbuat manusia, tidak akan mampu membebaskannya dari maut akibat buah dosa. Apakah dengan pernyataan di atas, Rasul Paul hendak merendahkan kedudukan Torah dan menyatakannya batal serta tidak diberlakukan oleh adanya Anugrah atau Kasih Karunia? Rasul Paul menjawab dalam Roma 3:31, “Adakah kami membatalkan Torah karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya kami meneguhkannya”. Bahkan secara tegas dalam Roma 7:7 Rasul menegaskan kemuliaan Torah dengan mengatakan, “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Torah itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh Torah aku telah mengenal dosa” Bahkan dalam Roma 7:12 Paul mengatakan, “Jadi Torah adalah kudus dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik”. Dengan kata lain, sekalipun kita melakukan ketentuan yang diperintahkan Torah, namun kita harus menyadari bahwa Kasih Karunia atau Anugrah YHWHlah yang membenarkan dan menyelamatkan kita. Kekristenan pada umumnya menyalahpahami surat-surat Rasul Paul, seolah-olah Kasih Karunia menggantikan Torah. Ini terlihat ketika kita membaca terjemahan Yohanes 1:17 versi Lembaga Alkitab Indonesia, “Torah datang melalui Musa TETAPI Kasih Karunia datang melalui Yesus Kristus”. Dalam naskah Greek, tidak ada kata “tetapi” (Greek: alla) melainkan “dan” (Greek: kai). Dengan menerjemahkan “tetapi” memberikan kesan berhadapa-hadapan antara Torah dan Kasih Karunia, padahal keduanya datang dari YHWH Semesta Alam. Rasul mengulang kembali pentingnya Kasih Karunia dalam Efesus 2:8 bahwa manusia diselamatkan oleh Kasih karunia atau Anugrah Tuhan dn bukan karena berbagai perbuatan baik dan amalanamalan. Namun bagaimana agar Kasih Karunia atau Anugrah Tuhan itu menjadi efektif bagi keselamatan manusia? Manusia harus menjawab melalui Iman. PEMAHAMAN TENTANG IMAN Rasul Paul dalam Roma 3:27 menjelaskan, “Karena kami yakin bahwa manusia dibenarkan karena iman dan bukan karena dia melakukan Torah”. Kata Greek “Pisteos” atau kata Ibrani “Emunah” memiliki makna, “Keadaan yang kokoh” (Kel 17:12), “Kesetiaan terhadap sesuatu” (Mzm 37:3; 119:30). Ketika manusia menjawab Kasih Karunia YHWH yang telah mengutus Yesus Sang Mesias sebagai jalan pendamaian bagi dosa yang berujung maut, dengan mempercayai sepenuhnya atas apa yang dilakukan YHWH, maka dia dibenarkan dan mengalami keselamatan di hadapan YHWH. Sebagaimana Rasul Paul mengutip pernyataan Nabi Habakuk, “orang benar hidup oleh Iman” (wetsadiq beemunato yihye, Hab 2:4). 5
Lalu bagaimana kedudukan perbuatan baik dengan iman? Apakah manusia cukup hanya beriman saja dan tidak perlu berbuat baik saja? Rasul Yakobus memberikan jawaban hubungan antara iman dengan perbuatan sbb: “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak 2:14-17). Fungsi perbuatan adalah MENYEMPURNAKAN dan MEMBUKTIKAN bahwa seseorang memiliki iman sebagaimana dikatakan: “Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku." (Yak 2:18) dan “Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna” (Yak 2:22). Bagaimana pula hubungan Iman dengan Torah? Umat Mesias tetap melakukan Torah dengan dilandasi iman. Iman kepada Yesus Sang Mesias melandasi kita melakukan Torah. Maka melakukan Torah bukan lagi suatu kewajiban dengan suatu pengharapan untuk mendapatkan keselamatan, melainkan karena keselamatan itu telah dinyatakan dan diterima, maka untuk memelihara keselamatan itulah kita harus mengerjakan Torah dengan landasan iman. KESIMPULAN Kita sudah menghubungkan makna masing-masing kata yaitu Dosa, Torah, Anugrah dan Iman. Bahwasanya dunia dan segala isinya termasuk manusia telah berada dalam kuasa dosa. Dosa membuahkan maut. Maut merupakan keterpisahan manusia dengan YHWH Semesta Alam. Semua manusia keturunan Adam mewarisi maut sebagai buah dosa. Semua keturunan Adam telah kehilangan kemuliaan Tuhan. Dosa yang berujung pada maut tidak dapat diselesaikan manusia dengan upacara-upacara agama, dengan kesalehan dan ibadah serta berbagai perbuatan baik. Torah sekalipun tidak mendatangkan pembebasan atas maut, karena fungsi Torah bukanlah penghapus dosa melainkan menunjukkan dosadosa manusia dengan berbagai perintah-perintah yang harus dipatuhi oleh manusia di dalamnya. Melakukan Torah dengan tujuan keselamatan dan pembenaran di hadapan Yahweh pun tidak mendatangkan pembebasan atas kutuk dosa yaitu maut. Pembenaran atau keselamatan hanya datang melalui Kasih Karunia atau Anugrah YHWH belaka. Kasih Karunia YHWH diwujudnyatakan dengan mengutus Yesus Sang Mesias menjadi jalan pendamaian (kaparah) bagi dosa-dosa manusia melalui pengorbanan darah-Nya di palang kayu Gholgota. Barangsiapa yang menjawab Kasih Karunia YHWH Semesta Alam, Bapa Surgawi, melalui iman, maka dia dibenarkan, diselamatkan dan terbebas dari kutuk dosa yaitu maut dan beroleh persekutuan dalam kekekalan di Olam Haba (dunia yang akan datang). YESUS & TORAH Kajian Kitab Matius 5:17-48 Bagaimana Yesus memandang keberadaan Torah? Untuk mendapatkan pemahaman yang utuh, kita akan melakukan eksposisi teks dan konteks dari Matius 5:17-48. Yesus membuka dengan kalimat, “Jangan kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan Torah dan Kitab Para Nabi” (Mat 5:17). Kata yang diterjemahkan dengan “meniadakan”, dalam naskah Yunani adalah “Kataluo”. Dalam 6
Perjanjian Baru, kata “Kataluo” digunakan sebanyak tujuh belas kali dengan pengertian : “meruntuhkan”, “membinasakan”, “membatalkan”, “melenyapkan”, “mencari penginapan”6. DR. David Bivin dan Roy Blizard memberikan perspektif lain mengenai makna pernyataan “Aku datang bukan untuk meniadakan Torah” sebagai suatu ungkapan khas Ibrani dalam diskusi Rabinik. Ungkapan ini bermakna bahwa “seseorang telah menafsirkan secara keliru tentang Torah”. Jika ada seseorang menafsirkan Torah secara keliru, maka para rabbi yang lain akan mengatakan, “engkau membatalkan Torah”. Dalam konteks makna literal ini, maka Yesus sedang membantah kepada para pendengarnya, bahwa diri-Nya bukan datang untuk menyimpangkan atau menafsirkan secara keliru terhadap Torah dan Kitab Para Nabi7. Kata yang digunakan untuk “menggenapi” dalam teks Yunani, adalah “Pleroo”. Kitab Perjanjian Baru menuliskan sebanyak 86 kali dalam arti, “memenuhi”, “menggenapi”, “habis”, “lewat”, “menyatakan dengan penuh”, “memberitakan kemana-mana”, “menyelesaikan”, “melakukan”8. Sebagaimana komentar sebelumnya, David Bivin dan Roy Blizard menyatakan bahwa pengertian “membatalkan” dan “menggenapi” bermakna “tafsir yang menyimpang” dan “tafsir yang tepat”. Selengkapnya, beliau menjelaskan : “Kata ‘membatalkan’ dan ‘menggenapi’, merupakan istilah teknis yang digunakan dalam diskusi rabinik. Ketika seorang bijak merasa bahwa temannya menafsirkan secara keliru bagian dari Kitab Suci, dia akan mengatakan ‘anda telah membatalkan Torah!’, singkatnya, dalam banyak kasus, temannya menunjukkan ketidaksepahaman yang keras. Bagi orang bijak, yang dimaksud dengan ‘melenyapkan Torah” maka kebalikannya, ‘menggenapi Torah’ atau menafsirkan Kitab Suci dengan tepat9 Pernyataan diatas diperkuat dengan frasa “kamu telah mendengar” tetapi “Aku berkata kepadamu”. Tanggapan Yesus terhadap tafsiran para rabbi sebelumnya terhadap Torah, ditegaskan kembali secara tepat oleh Yesus dengan penekanan kalimat, “Tetapi Aku berkata kepadamu”. Dalam perikop ini, Yesus tidak sedang mengambil posisi melawan atau membatalkan Torah namun memberikan makna dan tafsir yang benar terhadap Torah yang selama ini ditafsirkan oleh para rabbi secara legalistik dan hurufiah sehingga menimbulkan beban religius. (tafsir) Torah mengatakan, janganlah membunuh karena barangsiapa yang membunuh akan mendapatkan hukuman namun Yesus menegaskan secara tepat makna Torah bahwa yang harus dihukum bukan hanya mengenai kasus yang berat namun yang kelihatannya ringan, seperti kemarahan yang luar biasa dengan mengeluarkan umpatan kasar seperti ‘Raka’ dan “More” (Mat 5:2122). Dalam hal kata “Raka” dan “More”, Lembaga Alkitab menerjemahkan dengan “Kafir” dan “Jahil”, sebuah terjemahan yang jauh dari maksud teks aslinya. Kata “Raka” adalah bahasa Ibrani dari akar kata “Riq” yang artinya “kosong”, “sia-sia”, “tolol”.” Dalam Mazmur muncul 6 kali (Mzm 2:1; 4:3; 73:13, Yer 51:34, 58, Hab 2:13). Dalam Peshitta Aramaik diterjemahkan “Raqa”. Sementara “More” berasal dari akar kata "Mara” yang bermakna “tidak setia”, “durhaka”, “membangkang” (1 Raj 13:26). (tafsir) Torah mengatakan jangan berzinah. Yesus memberikan pemahaman yang tepat mengenai zinah, bahwa seseorang yang berzinah bukan semata-mata yang memiliki hubungan dengan wanita lain selain istrinya, namun memandang wanita yang bukan istrinya dan mengingininya, sudah dikategorikan perzinahan (Mat 5:27-28). 6
Pdt. Hasan Sutanto, MTh. Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia dan Konkordansi Perjanjian Baru, Jil II, Jakarta : LAI 2003, hal 435
7
Understanding the Difficult Words of Jesus,Destiny Image Publishers, 2001, p. 114
8
Op.Cit., Perjanjian Baru Interlinear Yunani-Indonesia, hal 648
9
Ibid., Understanding the Difficult Words of Jesus
7
(tafsir) Torah mengijinkan suatu perceraian namun Yesus memberikan pemahaman bahwa jika bukan karena alasan yang kuat, yaitu perzinahan, maka janganlah sampai terjadi perceraian. Dengan melakukan perceraian, kita telah menjadikan diri kita dan pasangan kita sebagai seorang yang berzinah (Mat 5:31-32). (tafsir) Torah mengajarkan agar jangan bersumpah palsu. Yesus memberikan pemahaman yang tepat bahwa hendaklah seseorang tidak bersumpah demi apapun juga, karena sumpah mengandung risiko. Tidak jarang kita melakukan dalih dalam sumpah yang kita ucapkan dihadapan Tuhan dan sesama (Mat 5:38-42). (tafsir) Torah mengajarkan untuk mengasihi dan membenci musuh. Ayat ini sering dijadikan alasan untuk membenci dan tidak memaafkan orang-orang yang bersalah pada diri kita. Yesus memberikan pemahaman yang tepat dengan mengatakan untuk mengasihi musuh dan jangan membalas kejahatan dengan kejahatan yang setimpal (Mat 5:43-48). Eksposisi penegasan Yesus diatas membuktikan bahwa Yesus bukan “membatalkan Torah” (menyimpangkan makna Torah) melainkan “menggenapi Torah” (memberikan pemahaman yang benar). Hampir senada dengan ulasan David Bivin dan Roy Blizard, DR. David Stern dalam ulasannya mengenai kata “membatalkan” dan “menggenapi”, mengatakan : “Adalah tepat bahwa Yesus memelihara Torah secara sempurna dan menggenapi berbagai nubuatan dalam Kitab Para Nabi. Namun bukan ini pokok persoalannya. Yesus tidak datang untuk membuat tidak berlaku Torah namun membuat ‘maknanya menjadi penuh’ mengenai apa yang dituntut dalam Torah dan Kitab Para Nabi. Selanjutnya Dia melengkapi pemahaman kita terhadap Torah dan Kitab Para Nabi…Pasal 5 yang tersisa, menjelaskan enam kasus khusus dimana Yesus memberikan penjelasan makna rohani secara penuh mengenai pokok-pokok dalam hukum Yahudi10. Penjelasan David Bivin dan Roy Blizard serta DR. David Stern, bukan satu-satunya penjelasan yang dapat diterima dalam memahami perkataan Yesus mengenai arti “membatalkan Torah” dan “menggenapi Torah”. Penjelasan lain dari “menggenapi Torah”, dapat dimaknai bahwa Yesus sedang menggenapi bagian demi bagian nubuatan yang tertulis dalam Torah dan Kitab Para Nabi. Hal ini senada dengan apa yang kemudian diucapkan Yesus dalam Lukas 24:44, “Inilah perkataanKu yang telah Kukatakan kepadamu ketika Aku masih bersama-sama dengan kamu, yakni bahwa harus digenapi (plerothenai) semua yang tertulis tentang Aku dalam Kitab Torah Musa dan Kitab Nabi-nabi dan Mazmur”. Pernyataan “perkataanKu yang telah Kukatakan kepadamu” dapat menunjuk pada Matius 5:17-18, namun dapat pula menunjuk beberapa bagian perkataan Yesus seperti dalam Lukas 4:21. Saat Yesus di Hari Sabat memasuki Sinagog dan membaca Yesaya 61, Dia berucap, “Pada hari ini genaplah (peplerotai) nas Kitab Suci ini”. Dengan demikian, semua tafsiran dapat diterima bahwa arti “membatalkan dan menggenapi Torah” dapat bermakna : Pertama, memberi tafsir yang salah dan memberi tafsir yang tepat. Kedua, memberikan makna yang penuh sebagaimana mestinya. Ketiga, menggenapi berbagai nubuatan mengenai Mesias dalam Torah dan Kitab Para Nabi. Namun dari berbagai tafsiran diatas, tidak satupun yang memberi indikasi bahwa Torah tidak berlaku lagi atau tidak memiliki relevansi dalam kehidupan orang beriman. Sebaliknya, Torah dan Kitab Para Nabi tetap menjadi acuan iman dan moral orang-orang yang percaya pada Mesias. Mengapa beberapa tafsir diatas dapat dibenarkan? Mengapa satu pernyataan dapat memiliki makna ganda? Dalam Kitab Perjanjian Baru, ada beberapa istilah yaang mengandung makna ganda. Contoh, 10
Jewish New Testament Commentary, JNTP, 1992, p.25-26
8
“Kerajaan Tuhan” atau “Kerajaan Surga”. Arti yang pertama adalah “prinsip hidup dalam ajaran Yesus” (Rm 14:17, 1 Kor 4:20). Berkaitan dengan ini, Yesus meminta kepada murid-murid-Nya untuk mencarinya (Mat 6:33), memberitakannya (Luk 9:2), menyingkapkan rahasianya (Luk 8:10). Manifestasi Kerajaan Tuhan dalam arti pertama, adalah kehadiran kuasa YHWH melalui Yesus yaitu tanda-tanda ajaib (Mat 10:7-8, Mat 12:28). Arti kedua adalah, “Pemerintahan kekal Tuhan di Surga, dimana orang beriman berada” (Mat 8:11, Luk 13:29, 1 Kor 15:50). Pengertian Kerajaan dalam kategori pertama bersifat temporalistik (sementara, kekinian) dan disini, sampai Yesus datang kembali dan mendirikan pemerintahan 1000 tahun. Sementara pengertian Kerajaan dalam kategori kedua bersifat futuristik (yang akan datang) dan eternalistik (kekal)11. Tidak ada dasar dalam keseluruhan Perjanjian Baru yang menyatakan bahwa kehadiran Yesus telah membuat tidak berlaku Torah dengan kehadiran-Nya. Kehadiran-Nya adalah untuk memberikan tafsiran yang tepat terhadap Torah, membuat maknanya menjadi penuh, menggenapi berbagai nubuatan mengenai diri-Nya. Para Rabbi Yahudi menjumlah keseluruhan perintah dalam Torah ada 613 perintah yang terdiri dari 365 perintah yang bersifat negatif (ditandai dengan bentuk larangan atau kata “janganlah”) dan 248 perintah yang bersifat positip (ditandai dengan bentuk anjuran). Bagi Yahshua, INTI Torah yang 613 adalah KASIH. Kasih bukan menggantikan atau membatalkan Torah. Kasih adalah INTI dan NAFAS dari Torah. Sepuluh perintah di Sinai, terdiri dari perintah untuk mengasihi YHWH Tuhan Semesta Alam, dengan diaplikasikan dalam bentuk perintah: (1) Jangan ada padamu tuhan lain (2) Jangan membuat patung dan beribadah padanya (3) Jangan menyebut nama YHWH dengan sembarangan (4) Ingatlah Hari Sabat untuk menguduskannya. Sementara hukum yang lain merupakan perintah untuk mengasihi sesama yang diaplikasikan dalam bentuk perintah : (5) Hormatilah ayah dan ibumu (6) Jangan membunuh (7) Jangan berzinah (8) Jangan mencuri (9) Jangan mengucapkan saksi dusta (10) Jangan mengingini kepunyaan sesamamu. Kitab Imamat secara detail menjelaskan aturan teknis pelaksanaan sepuluh hukum di Sinai. Berbagai peraturan mengenai imam, mengenai pakaian, mengenai makanan, mengenai jemaat, mengenai kesehatan, mengenai memperlakukan sesama manusia, mengenai peperangan, dll. Merupakan penjabaran teknis dari sepuluh hukum di Sinai. Inti dari keseluruhan Torah yang berisikan 10 perintah dasar dan 613 perintah teknis adalah Kasih, yaitu Kasih terhadap YHWH dan Kasih terhadap Manusia. Ajaran Yesus mengenai Kasih, bukan membatalkan mengenai keberadaan Torah, melainkan meneguhkan dan menyempurnakan pemahaman tentang Torah. Berbagai bentuk konflik diantara Yesus dan para rabbi yang terekam dalam Kitab Perjanjian Baru, bukan konflik mengenai keberadaan Torah, melainkan pola penafsiran dan pemberlakuan Torah versi para rabbi, dengan ajaran Yesus. Yesus menentang tafsir yang keliru dari para rabbi mengenai bagian-bagian dalam Torah yang dipahami secara legalistik dan ceremonialistik. Dengan kata lain, Yesus menentang cara yang menjadikan Torah sebagai alat keselamatan dan diberlakukan secara lahiriah, namun tidak menghayati makna mendalam dibalik hukum yang lahiriah tersebut. Hal ini nampak dari ucapan Yesus, “Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih dan adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi YANG TERPENTING dalam Torah KAMU ABAIKAN, yaitu: KEADILAN dan BELASKASIHAN dan KESETIAAN” (Mat 23:23). Jika kedatangan Yesus untuk meniadakan atau meniadakan relevansi Torah, maka Yesus tidak akan berkata, ”Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari (Torah), sebelum semuanya terjadi“ (Mat 5:18). Karena konsekwensinya adalah, ”Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah (Torah) sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah (Torah), ia 11
Band. Prof George Eldon Ladd, Injil Kerajaan, Malang :Gandum Mas, 1995
9
akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga“ (Mat 5:19). Bahkan Yesus menuntut muridmuridnya memiliki pemahaman dan kesalehan yang melebihi Ahli Taurat dan Farisi, sebagaimana dikatakan: ”Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga“ (Mat 5:20). Frasa ”hidup keagamaanmu“ dalam teks Yunani dituliskan, ”me perisseuse humon he dikaiosune“ dan dalam Hebrew New Testament diterjemahkan dengan ”im lo tigdal tsedaqatkem...“ (jika kesalehanmu/tsedaqahmu/perbuatan baikmu tidak lebih besar...). RASUL PAUL & RUMOR PEMBATALAN TORAH Kajian Kisah Rasul 21:1-26 Orang-orang Yahudi yang telah menjadi percaya kepada Mesias dan tetap memelihara Torah, menjadi gelisah dengan kabar yang mereka terima tentang Paul yang mengajarkan untuk “mengkhianati ajaran Musa” (LAI: melepaskan Hukum Musa dan melarang sunat serta mengubah tradisi nenek moyang). Kata Greek Katexethesan, bermakna “diberitahu”, “diceritakan”. Berarti para murid ini hanya mendengar rumor dan kabar yang belum tentu benar tentang Paul. Oleh karenanya, Rasul Yakobus meminta penjelasan dan bukti dari Paul, berupa melakukan ritual pentahiran (tohorot) bersama dengan orang-orang yang akan bernazar (nezirim). Tujuan pentahiran ini untuk MEMBUKTIKAN KETIDAKBENARAN BERITA PALSU bahwa Paul telah meniadakan Torah (ay 24). Dan Rasul Paul telah melaksanakan ritual pentahiran di Beit ha Miqdash sampai selesai dengan melaksanakan berbagai ketentuan yang diatur dalam Torah (ay 26, band Bil 6:13-21). Mengapa muncul beragam rumor bahwa Rasul Paul telah membatalkan Torah? Rasul Petrus memberikan keterangan bahwa ada bagian-bagian dalam surat-surat Rasul Paul yang sukar dipahami, sehingga menimbulkan kesalah pahaman bagi pembacanya. Dalam 2 Petrus 3:15-16 dikatakan sbb: “Anggaplah kesabaran (Junjungan Agung) kita sebagai kesempatan bagimu untuk beroleh selamat, seperti juga Paulus, saudara kita yang kekasih, telah menulis kepadamu menurut hikmat yang dikaruniakan kepadanya. Hal itu dibuatnya dalam semua suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain”. Dari keterangan di atas kita mendapatkan pengertian bahwa beberapa bagian surat Rasul Paul, kerap menimbulkan kesalah pahaman. Dan bagi orang yang tidak teguh imannya, pernyataan-pernyataan dalam surat Rasul Paul diputarbalikkan. Marilah kita mengkaji beberapa pernyataan dalam surat Rasul Paul yang dapat menimbulkan kesalahpahaman, khususnya mengenai status Torah dalam kaitannya dengan kasih karunia. MENGENAI ISTILAH “KUTUK TORAH” DALAM GALATIA 3:10-13 Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia menuliskan, “Karena semua orang, yang hidup dari pekerjaan hukum Taurat, berada di bawah kutuk. Sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang tidak setia melakukan segala sesuatu yang tertulis dalam kitab hukum Taurat. Dan bahwa tidak ada orang yang dibenarkan di hadapan -llah karena melakukan hukum Taurat adalah jelas, karena: "Orang yang benar akan hidup oleh iman." Tetapi dasar hukum Taurat bukanlah iman, melainkan siapa yang melakukannya, akan hidup karenanya. Kristus telah menebus kita dari kutuk hukum Taurat dengan jalan menjadi kutuk karena kita, sebab ada tertulis: "Terkutuklah orang yang digantung pada kayu salib!12 Ada beberapa variasi terjemahan dari terjemahan Kitab Suci versi Hebraik Perspektif. Restoration Scriptures menerjemahkan:”For as many as are followers of the works of law are under curse; for it is written, Cursed is everyone that continues not it all things that are written in the scroll of the Torah to do them. 12
Alkitab Elektronik seri 2.0.0, LAI, 1974
10
But no man is declared a tzadik by the law in the sight of hvhy is evident; for the tzadik shall live by emunah. And the law is not made by emunah; but the man does what is written in it shall live in them. Moschiach has redeemed us from the curse of the Torah, being made a curse for us: for it is written, Cursed is every one that hangs on an eytz”13. Namun Jewish New Testament menerjemahkan:”For everyone who depends on legalistic observance of Torah commands [erga nomou] lives under a curse, since it is written, Cursed is everyone who does not keep on doing everything written in the Scroll of the Torah [Deutenomy 27;26]. Now it is evident that no one comes to be declared righteous by God through legalism [nomos], since The person who is righteous will attain life by trusting and being faithful [Habakuk 2;4]. Furthermore, legalism [nomos] is not based on trusting and being faithful, but on a misuse of the text that says, Anyone who does these things will attain life through them [Leviticus 18;5]. The Messiah redeemed us from the curse pronounced in the Torah [nomos] by becoming cursed on our behalf; for the TaNaKh says,Everyone who hangs from a stake comes under a curse [Deuteronomy 21;2223]14. DR. David Stern menerjemahkan kata “Nomos” dalam Galatia 3:10-13 secara bergantian dengan “Legalisme” (Ketaatan pada hukum secara berlebihan) dan dengan “Torah”. Beliau menyoroti ada 2 istilah dalam bahasa Yunani yang disalah pahami, yaitu “Hupo Nomou” (dibawah Hukum) yang muncul sebanyak 10 kali dalam Roma, 1 Korintus dan Galatia, dan “Erga Nomou” (pekerjaan Hukum) yang juga muncul sebanyak 10 kali dalam Roma, 1 Korintus dan Galatia. Menurut Stern, -sambil mengutip pendapat C.E.B. Cranfield- bahwa tidak ada padanan yang tepat dalam bahasa Yunani untuk menjelaskan istilah Legalisme, sehingga menggunakan kata yang sama, yaitu “Nomos”. Demikian pula dengan kalimat “Erga Nomou” dan “Hupo Nomou”, seharusnya diterjemahkan dan dipahami sebagai melakukan Torah secara legalistik dan tanpa iman pada YHWH yang memberikan anugrah keselamatan15. Konteks Galatia 3:10-13, bukan membicarakan bahwa Torah adalah kutuk, karena Torah adalah “sumber kebahagiaan” (Mzm 1:1-2), “sumber kepandaian” (Mzm 119:98-100), “sumber ketentraman” (Mzm 119:165), “kudus dan rohani” (Rm 7:12). Galatia 3:10-13 sedang membicarakan bahwa terkutuklah orang yang melakukan Torah secara legalistik dan berharap mendapatkan kehidupan kekal dengan cara melakukan Torah. Untuk mengalami hidup kekal, seseorang memerlukan iman dalam melakukan Torah, sehingga YHWH memberikan anugrah kehidupan kekal-Nya. MENGENAI ISTILAH “PEMBATALAN TORAH” DALAM IBRANI 7:12 DAN IBRANI 8:13 Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia menuliskan,”Sebab, jikalau imamat berubah, dengan sendirinya akan berubah pula hukum Taurat itu”. Mengenai Ibrani 7:18-19 bukan berbicara mengenai pembatalan Torah tetapi perubahan sistem keimamatan paska kedatangan Yesus dn penghancuran Bait Suci di Yerusalem tahun 70 Ms. Kata Yunani “Athetesis” (pembatalan) merupakan penekanan ulang pada apa yang dinyatakan pada ayat 12 tentang “Nomou Methatesis” (perubahan Torah). Perubahan yang dimaksudkan bukan Torah itu sendiri melainkan sistem keimamatan dari Imamat Lewi yang ditandai dengan korban hewan, menjadi Imamat Melkitsedek yang ditandai dengan persembahan rohani. DR. James Trimm dalam terjemahan mengungkapkan fakta teks Ibrani-Aramaik Perjanjian Baru, banyak yang disalah pahami oleh para penyalin naskah Perjanjian Baru versi Yunani. Terjemahan 13
Your Arms to Yishrael, 2004
14
Jewish New Testament Publications , 1989
15
Messianic Jewish Manifesto, JNTP, 1991, p.129-132
11
DR. James Trimm mengenai Ibrani 7:18-19 adalah sbb, “Sekarang telah terjadi PEMBARUAN (shuklafa, Aramaik) pada perintah yang pertama sebab itu hilanglah kuasanya dan sebab itu tidak memiliki kegunaan. Sebab Torah tidak LENGKAP (gemar, Aramaik) namun pengharapan yang lebih besar dibandingkan Torah telah masuk atas nama Torah yang mendekatkan diri kita pada Tuhan”16. Sementara Rabbi Yoseph Moshe Koniuchowsky menerjemahkan kata “Shuklafa” dengan “setting aside of the former command” (mengesampingkan perintah pertama). Dalam catatan kakinya, dijelaskan bahwa yang dikesampingkan bukan keseluruhan Torah melainkan mengenai pemindahan (transfer) keimamatan dari Lewi kepada Melkitsedek, melalui Yesus Sang Mesias17. Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia menuliskan, “Oleh karena Ia berkata-kata tentang perjanjian yang baru, Ia menyatakan yang pertama sebagai perjanjian yang telah menjadi tua. Dan apa yang telah menjadi tua dan usang, telah dekat kepada kemusnahannya”. Mengenai Ibrani 8:13, menurut terjemahan DR. James Trimm sbb, “Dengan menyatakan telah DIPERBARUI, maka Dia menyatakan yang pertama telah menjadi kuno dan apa yang telah menjadi kuno dan tua, telah dekat pada kemusnahannya”18. Ayat ini menegaskan mengenai perubahan sistem keimamatan Lewi kepada sistem keimamatan Melkitsedek. DR. David Stern menjelaskan: “Konteks perikop hendak menunjukkan bahwa penulis Ibrani berbicara mengenai sistem keimamatan dan korban, bukan mengenai aspek lain. Apa yang sesungguhnya terjadi adalah ambang kemusnahan sistem keimamatan yang lama dan bukan Perjanjian Lama”19 MENGENAI ISTILAH “MATI DALAM TORAH” DALAM GALATIA 2:19 Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia menuliskan, “Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk Allah. Aku telah disalibkan dengan (Mesias);…” Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa kata “Nomos”, disatu sisi dapat diterjemahkan “Torah” namun disisi lain dapat diterjemahkan “Legalisme”, tergantung pada konteks kalimatnya. Dalam naskah Yunani dituliskan, “Ego gar dia nomou apethanon”. DR. David Stern menerjemahkan, “Sebab aku telah mati melalui Torah untuk sistem legalisme”20 MENGENAI ISTILAH “TIDAK DI BAWAH TORAH” DALAM GALATIA 5:18 Merujuk pada terjemahan versi Lembaga Alkitab Indonesia, sbb: “Akan tetapi jikalau kamu memberi dirimu dipimpin oleh Roh, maka kamu tidak hidup di bawah hukum Taurat”. Dalam naskah Greek dituliskan, “Ei de pneumati agesthe ouk este upo nomon”. Sebagaimana telah dijelaskan dimuka bahwa perkataan “Hupo nomou” (dibawah sistem legalisme), sebagaimana “Erga Nomou” (pekerjaan legalisme) bukan menunjuk pada Torah itu sendiri, melainkan sistem yang dibangun oleh para rabbi Yahudi dalam melakukan Torah, sehingga menggantikan kasih karunia YHWH dan menggantinya dengan upaya dan kemampuan manusia melakukan Torah agar memperoleh keselamatan. Rabbi Moshe Yoseph Koniuchowsky menerjemahkan sbb: “But if the Ruakh ha Kodesh leads you, you are not under the systems that pervert the Torah”21 (Jika Ruakh ha Kodesh memimpinmu, maka kamu tidak dibawah sistem yang menyimpangkan Torah). 16
The Hebraic Roots Version Scriptures,2005
17
Op.Cit., Restoration Scriptures, p.952
18
Loc.Cit., The Hebraic Roots Version Scriptures,2005
19
Op.Cit., Jewish New Testament Commentary, p. 691
20
Ibid., Jewish New Testament, 1989
21
Op.Cit., Restoration Scriptures, p.1020
12
MENGENAI ISTILAH “PEMBATALAN TORAH” DALAM EFESUS 2:15 Terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia menuliskan, “sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera,…”Dalam versi King James Version, “Having abolished in his flesh the enmity, even the law of commandments contained in ordinances;…” (Telah dihapuskan didalam tubuh-Nya, perseteruan, juga perintah hukum yang berisikan ketetapanketetapan…)22 Benarkah Efesus 2:15 membicarakan “pembatalan Torah?” Marilah kita mengulas teks dan konteks Efesus 2:15, agar mendapatkan pengertian yang wajar dan proporsional mengenai hakikat Torah. 1. Jika benar terjemahan diatas, mengapa pada banyak ayat lain, Rasul Paul mengatakan “Jika demikian, adakah kami membatalkan Torah karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya” (Rm 3:31). Demikian pula dibagian lain dikatakan, “Jika demikian, apakah yang hendak kukatakan? Adakah Hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh Hukum Taurat aku telah mengenal dosa” (Rm 7:7). Bahkan dengan tegas Rasul Paul mengatakan, “Jadi Hukum Taurat adalah kudus dan perintah itu juga adalah kudus, benar dan baik” (Rm 7:12). Bagaimana mungkin disatu pihak Rasul Paul mengatakan bahwa Torah tidak dibatalkan, kudus dan baik namun dipihak lain berkata Torah dibatalkan?? 2. Jika terjemahan Efesus 2:15 benar demikian, bagaimana jika diperhadapkan dengan perkataan Mesias sendiri, "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya” (Mat 5:17)?? Apakah Paulus lebih tinggi dari Yesus sehingga membuat pernyataan yang berlawanan dengan Yesus Sang Mesias yang dikasihinya? 3. Konteks Efesus pasal 2 harus diperhatikan secara seksama dan secara keseluruhan. Untuk mengetahui “apa yang dibatalkan” atau “apa yang dirobohkan”, kita akan menelusuri berdasarkan konteks perikop Efesus 2. Surat ini secara khusus ditujukan pada orang kudus yang tinggal di Efesus (Ef 1:1). Agaknya merupakan campuran Yahudi dan non Yahudi. Ini tersirat dari kata-kata, “kamu bukan Yahudi secara daging” (Ef 2:11), “orang-orang tidak bersunat” (Ef 2:11), “tidak termasuk kewargaan Israel” (Ef 2:12), “tanpa ketetapan” (Ef 2:12), “tanpa pengharapan dan tanpa Tuhan didalam dunia” (Ef 2:12). Kondisi yang digambarkan oleh Rasul Paul diatas telah berubah setelah mereka menerima ha Mashiah sebagaimana dijelaskan, “Tetapi SEKARANG didalam ha Mashiah kamu yang dahulu jauh, sudah menjadi dekat oleh darah Sang Mesias” (Ef 2:13). Hasil penerimaan Yesus menurut Paul adalah “dipersatukan” (Ef 2:14), “diperdamaikan” (Ef 2:16), “persatuan kedua belah pihak, yaitu Yahudi dan non Yahudi didalam Yesus” (Ef 2:18-21), untuk dipakai “menjadi Bait Tuhan” (Ef 2:22). Jika kita jujur dan obyektif membaca keseluruhan konteks Efesus pasal 2, ssungguhnya Paul sedang membicarakan mengenai HUBUNGAN YAHUDI DAN NON YAHUDI YANG TELAH DIPERSATUKAN DIDALAM YESUS MELALUI KEMATIANNYA, SEHINGGA PERSETERUAN ATAU TEMBOK YANG MEMISAHKAN YAHUDI DAN NON YAHUDI, TELAH DIROBOHKAN! 4. Jika konteksnya demikian, maka yang “dibatalkan” atau “dirobohkan” adalah PERSETERUAN antara Yahudi dan non Yahudi dan bukan Torah itu sendiri. Menurut DR. David Stern, perseteruan antara Yahudi dan non Yahudi mngandung empat komponen: a) Kecemburuan non Yahudi atas status Israel sebagai bangsa pilihan, b) Yahudi merasa bangga
22
Michael S. Bushell & Michael D. Tan, Bible Work, 1992-2003
13
dengan status sebagai bangsa pilihan, c) Non Yahudi benci dengan kebanggaan status tersebut, d) Ketidaksukaan terhadap kebiasaan atau tradisi yang berbeda12 5. Atas dasar pemahaman diatas, Efesus 2:15 yang dalam teks Greek berbunyi, “en exthran en te sarki hautou ton nomon ton entolon en dogmasi, katargesos ina tous duo ktise en heatoi eis ena kainon anthropon, poion eirenen”23, tidak tepat diterjemahkan sebagaimana Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkannya. DR. David Stern menerjemahkan sbb: “The Messiah has broken down the m’chitzah which divided us , by destroying in his own body the enmity occasioned by the Torah, with its command set forth in the form of ordinances”24 (Sang Mesias telah merobohkan tembok yang memisahkan kita, dengan melenyapkan dalam tubuh-Nya, m’chitzah [tirai] yang terjadi melalui Torah, dengan ketetapan yang dinyatakan dalam bentuk perintah-perintahnya). Sementara itu DR. James Trimm menerjemahkan, “And enmity [by his flesh, and the Torah, because of Commands in His Commandement] is abolished”25 (Dan perseteruan [oleh tubuh-Nya dan Torah disebabkan Perintah-perintah dalam Ketetapan-Nya] telah dilenyapkan). Sementara itu, Restoration Scriptures menerjemahkan agak berbeda namun tetap menyatakan bahwa yang dilenyapkan bukan Torah, melainkan “perseteruan” dan “dogma-dogma manusia”. Selengkapnya, Restoration Scriptures menerjemahkan sbb: “Having abolished in His flesh the enmity, even the law of commandements contained in human dogma;…” (Telah dihapuskan didalam tubuh-Nya, perseteruan, juga perintah-perintah hukum yang berisikan dogma manusia)26. IMPLEMENTASI TORAH DALAM KEHIDUPAN KRISTIANI Kajian Kisah Rasul 21:20 Bagaimana implementasi terhadap Torah dalam kehidupan umat Perjanjian Baru, jika memang tidak dibatalkan? Apakah kita harus melaksanakan sabat sebagaimana orang Yahudi? Apakah kita harus melaksanakan sunat, puasa, sedekah, sebagaimana diatur dalam Torah? Untuk memahami bagaimana Torah diberlakukan dalam konteks Perjanjian Baru atau dalam konteks kehadiran Mesias yang dijanjikan, yang telah mati dan bangkit dari kematian serta duduk disebelah kanan Bapa di Surga, marilah kita melihat beberapa rujukan teologis berikut. Pertama, dalam Kisah Rasul 21:20 dijelaskan, “Pada keesokan harinya pergilah Paulus bersama-sama dengan kaami mengunjungi Yakobus; semua penatua telah hadir disitu. Paulus memberi salam kepada mereka, lalu menceritakan dengan terperinci apa yang dilakukan Tuhan diantara bangsa-bangsa lain oleh pelayanannya. Mendengar itu mereka memuliakan Tuhan. Lalu mereka berkata kepada Paulus: Saudara, lihatlah, beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan mereka semua rajin memelihara Torah”. Ayat tersebut memberikan penegasan pada kita bahwa orang-orang Yahudi, segmen utama dalam pemberitaan Injil, banyak yang menjadi percaya, bahkan beribu-ribu. Mereka dengan kesungguhan
12
Jewish New Testament Commentary, JNTP, 1992, p.585
23
Barbara Kurt Alland, etc., The Greek New Testament, 1998
24
Ibid., Jewish New Testament, JNTP, 1989
25
Op.Cit., The Hebraic Roots Version Scriptures
26
Op.Cit Rabbi Yoseph Moshe Koniuchowsky, Your Arms to Yisrael Publishing, 2005
14
memelihara Torah. Kata yang diterjemahkan “beribu-ribu” digunakan kata “Murias” yang bermakna “tidak terhitung jumlahnya sebagaimana laporan berikut:27 • • •
Angka yang dapat dihitung, sepuluh ribu, miriad (Kis 19:19) Angka yang tidak terhitung, dengan idiom bahasa Inggris ‘zillion’ (Luk 12:1, Kis 21:20) Tidak terhitung banyaknya (Why 9:16)
Kata yang diterjemahkan “rajin”, menggunakan kata “enthusiast, adherent, zealot (Ac 21:20; 22:3; 1Co 14:12; Gal 1:14; Tit 2:14; 1Pe 3:13)yang artinya: antusias, sungguh-sungguh28. Orang-orang Yahudi “yang tidak terhitung jumlahnya” dengan “sungguh-sungguh” atau “antusias” memelihara Torah. Apa artinya? Bahwa Torah tetap diberlakukan atau difungsikan sebagai standar iman dan moral pengikut Mesias. Yesus tidak membawa agama dan kitab yang baru. Yesus menegaskan apa yang tertulis dalam Torah mengenai diri-Nya. Yesus selalu menunjuk pada Torah sebagai standar perilaku orang beriman (Luk 4:1-13). Kondisi ini sangat jauh berbeda dengan apa yang dialami oleh Kekristenan masa kini. Rata-rata publik Kekristenan tidak mengerti keberadaan Torah bahkan cenderung meremehkan Torah dan memahaminya sekedar ritual yang legalistik yang telah digantikan dengan hukum kasih yang diajarkan Yesus. Pengikut Mesias Abad 1 Ms adalah orang Yahudi yang tidak terhitung banyaknya dan setia, antusias, sungguh-sungguh memelihara Torah. Konsekwensi logisnya, mereka tetap beribadah Sabat sebagaimana diatur dalam Torah, melaksanakan doa tiga kali sehari sebagaimana diatur dalam Torah, melaksanakan hari-hari raya yang diperintahkan YHWH dalam Torah, melaksanakan sunat sebagaimana menjadi perjanjian YHWH dengan keturunan Abraham secara daging, dll. Kedua, Dalam Sidang di Yerusalem sekitar tahun 50 Ms (Kis 15:19-21) ditetapkan suatu keputusan mengenai Goyim (non Yahudi) yang percaya pada Mesias sbb : “Sebab itu aku berpendapat, bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada (Tuhan), tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang yang mati dicekik dan dari darah. Sebab sejak zaman dahulu hukum Musa diberitakan ditiap-tiap kota dan sampai sekarang hukum itu dibacakan tiap-tiap hari Sabat di rumah-rumah ibadat“. Ayat diatas memberikan penjelasan pada kita bahwa orang percaya non Yahudi jika beribadah bukan di gedung ‘gereja’ sebagaimana anggapan Kekristenan masa kini, namun di Sinagog. Kata yang diterjemahkan “rumah-rumah ibadat”, dalam naskah Yunaninya, “Sunagogeis” yang bermakna “Sinagog-sinagog”. Ini memberikan petunjuk historis bahwa Kekristenan non Yahudi berakar pada Yudaisme dan menempel pada Israel sebagai sumber spiritual. Goyim tetap menerima beberapa aturan yang bersumber dari Torah, yaitu (1) tidak makan daging yang dicemari berhala (2) menghindari percabulan (3) tidak makan daging yang mati dicekik (4) tidak makan darah. Mengapa hanya empat? Ini aturan transisi dan bukan keputusan final. Mereka akan belajar tentang berbagai auran lainnya mengenai Torah, di Sinagog. Dengan kata lain, untuk keperluan darurat, bangsa Goyim diperintahkan untuk memelihara empat aturan dsar dan untuk selanjutnya, mereka akan belajar lebih banyak mengenai aspek yang diatur dalam Torah, di Sinagog. Kedua pemaparan ayat diatas memberikan petunjuk pada kita bahwa Torah tetap memiliki relevansi di zaman Perjanjian Baru. Torah, dipelihara baik oleh Yahudi maupun non Yahudi yang telah mempercayai Yesus sebagai Mesias.
27
Swanson, James, A Dictionary of Biblical Languages With Semantic Domains: Greek (New Testament), (Oak Harbor, WA: Logos Research Systems, Inc.) 1997. 28
Ibid.,
15
Bagaimana kita mengenali berbagai aspek penting dari Torah yang harus dipelihara oleh orang beriman? Dengan merujuk pada berbagai surat Rasul Paul, kita akan mendapatkan keterangan informatif mengenai pelaksanaan Torah dalam kehidupan orang beriman. Paulus memberikan rambu-rambu kepada Yahudi dan Goyim untuk melakukan Torah, dalam terang kematian dan kebangkitan Yahshua dari kematian serta kenaikkan-Nya ke Sorga. Dalam sidang para rasul (dimana Paulus turut serta) diputuskan agar “tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada (Tuhan)” (Kis 15:19). Tidak dengan serta merta bangsa non Yahudi melakukan secara literal berbagai aspek dalam Torah yang berhubungan dengan orang Yahudi. Sebagai contoh, pelaksanaan sunat. Tidak ada keharusan yang mengikat bahwa Goyim harus sunat sebagaimana orang Yahudi. Uraian mengenai hakikat sunat akan dibahas dalam tulisan yang terpisah. Rasul Paul memberikan penegasan mengenai pelaksanaan sunat bagi Yahudi dan Goyim, sbb : Orang yang dipanggil mengikut Yesus dalam keadaan bersunat, biarlah tetap mempertahankan tanda sunat dan jangan menghilangkannya. Bagi yang dipanggil tidak dalam keadaan bersunat, jangan menyunatkan dirinya (1 Kor 7:18-19) Orang non Yahudi yang percaya pada Yesus dianggap telah bersunat hati, karena telah menerima Yesus (Kol 2:11, Rm 2:26) Untuk beroleh pembenaran dan keselamatan sorgawi, bukan melalui sunat melainkan iman kepada YHWH yang telah menyatakan diri-Nya dalam Yesus Sang Mesias (Rm 4:11, Rm 3:20) Yang terutama bukanlah bersunat atau tidak bersunat, melainkan iman supaya beroleh keselamataan surgawi (Gal 6:15, Gal 7:19) Keselamatan surgawi tidak membedakan bagi golongan yang bersunat dan tidak bersunat, karena Yesus telah mati dan bangkit dari kematian untuk mereka yang beriman pada-Nya (Kol 3:11) Jangan memaksa orang yang sudah percaya pada Yesus untuk menyunatkan dirinya karena hal itu berarti meremehkan pengorbanan tubuh Yesus(Gal 6:12) Bagaimana kita memahami surat-surat Paulus diatas yang seolah-olah mengecilkan nilai sunat dalam Torah? Perlu diketahui sebelumnya bahwa berbagai reaksi keras rasul Paulus yang nampak dalam berbagai suratnya merupakan “reaksi teologis” terhadap sikap beberapa golongan Farisi yang memaksakan kepada Goyim bahwa untuk mendapatkan keselamatan, harus melaksanakan sunat (Kis 15:1-2). Rasul Paul bukan menentang sunat, karena dia pun menyunatkan Timotius (Kis 16:3). Ayah Timotius orang Yunani dan Ibunya Yahudi (Kis 16:1). Namun Paul menentang pemaksaan sunat terhadap Goyim dengan alasan keselamatan. Sunat memiliki nilai yang signifikan terhadap keturunan Abraham secara lahiriah (termasuk dirinya), karena sunat merupakan tanda perjanjian antara YHWH dengan Abraham yang beriman (Rm 4:11). Namun sunat bukan tanda dan jaminan bahwa seseorang telah dibenarkan atau mendapatkan keselamatan. Maka bangsa non Yahudi tidak terlalu dibebani dengan sunat. Jika mereka menghendaki sunat, diperbolehkan, dengan catatan bukan untuk mendapatkan keselamatan. Jika tidak, maka tidak perlu dipaksa dan diintimidasi dengan mengatakan tidak mendapatkan keselamatan. Bagaimana dengan aspek lain dari Torah, seperti Sabat, Tujuh Hari Raya, Tefilah, Berpuasa, Memelihara Hukum Kashrut ? Mengenai Sabat, Rasul Paul dan rasul-rasul lainnya tetap beribadah Sabat dan mengajar di hari sabat (Kis 13:14-15, Kis 14:1). Apa yang dilakukan para rasul meneladani Sang Guru, yaitu Yesus Sang Mesias sendiri yang dengan taat memelihara Sabat (Luk 4:16, Luk 14:1). Mengenai Sabat, ada beberapa hal yang perlu mendapatkan sorotan: AYAT-AYAT YANG KELIRU DITERJEMAHKAN DAN KELIRU DITAFSIRKAN Terjemahan yang buruk dan asumsi teologis yang keliru mengenai makna kedatangan Mesias, mengakibatkan pemahaman yang keliru terhadap aspek Torah, yaitu Sabat. Berikut ayat yang keliru diterjemahkan dan keliru ditafsirkan sehingga menghasilkan pemahaman yang keliru. 16
Keliru diterjemahkan Pertama, Dalam Yohanes 5:18, menurut terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia, sbb: "dengan demikian Dia membatalkan Sabat". Dalam Yohanes 5:1-18, dikisahkan bahwa Yahshua menyembuhkan seorang yang lumpuh selama tiga puluh delapan taahun saat berada di kolam Betesda pada hari Sabat (Yoh 5:5-9). Orang Yahudi marah karena Yesus menyembuhkan orang di hari Sabat (Yoh 5:16). Namun komentar Yohanes yang disalin dalam teks Greek berbunyi, "...luen ton sabbaton", banyak diartikan, "dia meniadakan Sabat". Kata "Luo" memiliki beragam makna sbb : • untie, loose from ropes or straps (Mk 1:7) • set free, release from condition or circumstance (Lk 13:16) • destroy, to ruin by tearing or breaking (Ac 27:41; Eph 2:14) • dismiss, disperse (Ac 13:43) • transgress, failing to conform to a law or regulation (Mt 5:19; Jn 5:18) • permit, allow, exercise authority (Mt 16:19; 1Jn 4:3) • do away with, remove, eliminate (Ac 2:24) • put an end to, cause to come to an end (1Jn 3:8)10 Kata "Luo", dapat juga diartikan "mengijinkan" (permit) dan "melaksanakan kekuasaan" (exercise authority). Dalam Orthodox Jewish Brit Chadasha diterjemahkan: "Because of this, therefore, those of Yehudah were seeking all the more to kill Rebbe, Melech HaMoshiach, because not only was he not Shomer Shabbos, but also Rebbe was saying that his own Av was Hashem, thereby making himself equal with Elohim (Yochanan 1:1)”29. Kalimat “he not shomer Shabbos” bermakna, “Dia tidak memelihara Sabat”. DR. James Trimm dalam terjemahannya yang bersumber dari naskah Ibrani Aramaik, menerjemahkan sbb : “…because he has loosed the Shabath”. Dalam catatan kaki kata “loosed”, beliau memberi keterangan bahwa kata tersebut merupakan idiom Yahudi yang bermakna “mengijinkan” (Ber. 5b;6b, San. 28a, b.Hag 3b)30. Konteks kalimat dalam Yohanes 5:18 bukan dalam pengertian bahwa Yesus membatalkan atau meniadakan Sabat, namun Yesus mengijinkan terjadinya terapeutik (penyembuhan) dihari Sabat, sehingga membawa konsekwensi melanggar aturan diseputar Sabat. Segolongan para rabbi memandang peristiwa terapeutik tersebut telah melanggar Sabat namun bagi Yesus, menolong orang (menyembuhkan) tidaklah melanggar Sabat dikarenakan tidak masuk dalam kategori “Melaka” atau “Avad” maupun “Asha”. Bahkan terapeutik tidak masuk dalam kategori yang disebutkan sebagai pelanggaran Sabat yang tertulis dalam Misnah Sabat 7:2 sebagaimana telah disinggung sebelumnya. Kedua, dalam Kisah Rasul 20:7, diterjemahkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, sbb : "Pada hari pertama minggu itu,...". terjemahan ini mengesankan bahwa sakramen Perjamuan Kudus dilaksanakan tiap-tiap hari minggu. Dalam naskah Yunani dituliskan, "en de te mia ton sabbaton sunegmenon hemon klasai arton Paulos dielegeto hautois". Dalam naskah Yunani saja tertulis kata 'sabat', mengapa dalam terjemahan Indonesia tidak tertulis? Teks diatas selayaknya diterjemahkan “Pada hari pertama usai Sabat itu…”. Kata “en de te mia” , menurut DR. David Stern, menunjuk pada “Motsaei Shabat” atau “Departure of the Shabat” (Sabat sore/ sabtu sore)31. Selanjutnya beliau menjelaskan, “pertemuan sabtu malam akan lebih tepat bersamaan dengan perayaan Sabat Yahudi, dimana semangat Sabat terkadang 10
Ibid., A Dictionary of Biblical Languages With Semantic Domains: Greek (New Testament)
29
New York: Artist for Israel International , 1996 www.beittikvahsynagogues.org
30
The Hebraic Root Version New Testament, Society for the Advancement of Nazarene Judaism, 2001, p.211
31
Op.Cit., Jewish New Testament Commentary, JNTP, 1992, p.299
17
dilaksanakan pada sabtu sore setelah upacara Sabat selesai, yang dilaksanakan sesudah matahari tenggelam ketika menjelang gelap, dimana saat yang cukup untuk melihat tiga bintang dilangit”32. Dalam Ortodox Jewish Brit Chadasha, diterjemahkan: “And on Yom Rishon, when we met for a firen tish (it was Motzoei Shabbos when there was a Melaveh Malkeh communal meal), Rav Sha'ul was saying a shiur to them, since he would have to depart early the next day and was having to extend the message until chatzot halailah”33 Kata “Yom Rishon” artinya hari yang pertama setelah melewati Sabat yang jatuh sekitar pukul 19.00 sampai malam. Perhitungan hari menurut orang-orang Yahudi, dimulai bukan pada saat matahari terbit, melainkan saat matahari mulai tenggelam. Dalam buku Passover: A Memorial for All Time disebutkan: “Thus it is clear that Biblical days begin at evening with the setting of the sun and not at sunrise as in ancient Egypt” (Telah jelas dikatakan bahwa hari menurut Kitab Suci dimulai saat matahari terbenam dan bukan saat matahari terbit, seperti di Mesir)34. TaNaKh menjelaskan mengenai pergantian hari dalam Kejadian 1:5b,8b,13, Ulangan 23:10-11, Imamat 11:24-25; 22:6-7, Imamat 23:32. Maka pertemuan yang diadakan Paul sebenarnya dalam rangka penutupan Sabat yang diakhiri pukul 19.00. Sebelumnya telah dimulai suatu pertemuan. Lalu dilanjutkan sampai malam. Ini bukan pertemuan istimewa yang menggantikan Sabat sebagaimana anggapan Kekristenan pada umumnya. DR. David Stern melanjutkan memberi komentar: “A Saturday night meeting would continue to God oriented spirit of Shabat, rather than require the believers to shift their concern from workday matters, as would be the case on Sunday night”35. Konteks Kisah Rasul 20:7 membicarakan mengenai persinggahan Paul dari kegiatan pelayanan di Makedonia, Siria, Filipi dan Troas (Kis 20:1-6). Usai ibadah Sabat di Troas, Paul berbincang-bincang sampai larut malam, sebelum keesokkan harinya berangkat ke Asos, Metilene, Khios, Miletus, Efesus, sebelum kembali ke Yerusalem (Kis 20:13-16). Kata “dielegeto” yang dihubungkan dengan ucapan Paul bukan berkategori kotbah namun setara dengan “berdiskusi”, “berdebat”, “berbicara” (Mrk 9:34, Kis 17:2, Kis 17:17). Ketiga, dalam 1 Korintus 16:2 dalam terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia: “Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing-sesuai dengan apa yang kamu peroleh-menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah, supaya jangan pengumpulan itu diadakan kalau aku datang”. Dalam naskah Yunani tertulis, “kai humeis poiesate kata mian sabbaton ekastos humon par eautoi titheto”. Ayat inipun menggunakan frasa serupa sebagaimana dalam Kisah Rasul 20:7, “kata mian Sabbaton” yang lebih tepat diterjemahkan “sabat sore” atau “hari pertama usai sabat itu”. Konteks 1 Korintus 16:2 tidak memberikan indikasi suatu pertemuan ibadah yang khusus layaknya dilakukan oleh gereja Kristen dimanapun. Perikop ini sedang membicarakan penggalangan dana bagi orang Yahudi di yerusalem dengan pola seperti jemaat di Galatia (1 Kor 16:1). Paul yang mengorganisir pertemuan pengumpulan dana ini. Pengumpulan dana tersebut sangat efektif dilaksanakan setelah ibadah sabat sore saat orang-orang berkumpul (1 Kor 16:2). Hasil pengumpulan akan dikirim ke Yerusalem (1 Kor 16:3). Keempat, Dalam Wahyu 1:10 terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia menerjemahkan, “Pada hari Tuhan aku dikuasai oleh Roh …”. Naskah Yunani menuliskan, “egenomen en pneumati en te kuriake hemera..”. Kata “te kuriake” hanya muncul satu kali dalam 1 Korintus 11:20, yaitu tentang “jamuan 32
Ibid.,
33
Op.Cit., New York: Artist for Israel International , 1996 www.beittikvahsynagogues.org
34
Yahweh’s New Covenant Assembly, 1992, p.11
35
Op.Cit., Jewish New Testament Commentary, p.299
18
Tuhan” (kuriakon deipnon). Ayat ini tidak berbicara mengenai hari pertama sebagai ibadah. Yechiel Lichtenstein menyatakan bahwa pada Abad 2 Ms., Irreneus pernah menyebutkan adanya tradisi bahwa hari kedatangan Mesias bukan pada hari minggu namun pada hari pertama saat perayaan Seder Paskah17. Nampaknya, kata “te kuriake hemera” lebih menunjuk pada “yom YHWH” dalam Yoel 2:31. Dalam naskah Septuaginta, ‘yom YHWH” diterjemahkan “hemeran kuriou” (hari Tuhan). Konteks Wahyu 1:10 tidak berbicara mengenai hari peribadahan yang tertentu melainkan berbicara mengenai penyingkapam mengenai Akhir Zaman yang harus diberitahukan pada jemaat (Why 1:1-3). Keliru ditafsirkan Dalam Markus 2:23-27, terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia berbunyi, "Anak Manusia Tuhan atas hari Sabat". Pernyataan ini ditafsirkan bahwa Yahshua berkuasa untuk mengubah hari sabat menjadi hari minggu. Jika kita telaah secara seksama, peristiwa yang dilaporkan dalam perikop diatas menceritakan teguran Yahshua terhadap penafsiran orang-orang Yahudi yang keliru mengenai sabat. Ketika murid Yahshua berjalan diladang, beberapa murid-Nya memetik bulir gandum (Mrk 2:1). Tindakan "memetik bulir gandum" dikategorikan bekerja oleh orang-orang Yahudi, sehingga mereka mencela para murid dan dianggap telah melanggar sabat (Mrk 2:24). Karena itu, Yesus memberikan kutipan kisah dalam TaNaKh, dimana peristiwa tersebut digunakan sebagai analogi terhadap apa yang dilakukan murid-Nya (Mrk 2:25-26). Yesus mengingatkan orang-orang Yahudi yang mencela agar tidak terjebak pada 'legalisme' (ketaatan pada hukum secara berlebihan) dengan mengatakan bahwa hari sabat ditetapkan baagi manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat. Dengan istilah lain, hukum untuk manusia dan bukan manusia menghamba pada hukum (Mrk 2:27). "memetik bulir gandum" dalam perjalanan tidak termasuk dalam "Melaka" namun hanya pekerjaan biasa dan tidak termasuk melanggar sabat. Demikian pula dalam Markus 3:1-6. Saat Yesus beribadah di hari Sabat, Dia menjumpai ada orang yang tangannya lumpuh sebelah (Mrk 3:1). Yesus bertanya pada hadirin, manakah yang benar, berbuat baik dihari sabat atau berbuat jahat? (Mrk 3:4). Karena tidak ada yang menjawab, Yesus akhirnya menyembuhkan orang tersebut (Mrk 3:5). Tindakan Yesus menimbulkan misinterpretasi diantara orang Yahudi (Mrk 3:6). Inti kejadian ini hendak mengatakan bahwa di hari sabat diperbolehkan menolong orang. Proses Terapeutik (penyembuhan) tidak termasuk kategori "Melaka" yang rutin. ASAL USUL IBADAH MINGGU Sebagaimana telah diuraikan dalam kajian sebelumnya, bahwa Pengikut Jalan Tuhan baik dari golongan Yahudi, yang lazim disebut Sekte Netsarim maupun dari golongan non Yahudi, yang lazim disebut Kristen, tetap beribadah pada hari sabat dan bersekutu di sinagog. Namun sejak Abad ke-2 Ms, muncul suatu kesadaran baru bahwa Yesus yang bangkit dari kematian, pada hari pertama minggu itu, dimaknai sebagai suatu bentuk hari beribadah Kekristenan non Yahudi, yang setara dengan sabat Yahudi. Gejala ini semakin memuncak saat Kekristenan menjadi agama negara dibawah pengaruh kaisar Konstantin. Pada tahun 321, dia mengeluarkan ketetapan yang disebut Edik Milano sbb: "pada saat hari Matahari yang diagungkan, biarlah para pegawai pemerintah dan rakyat beristirahat di kota-kota dan hendaklah semua toko-toko ditutup. Namun demikian, di kota dimana masyarakat sibuk dalam pertanian, dibebaskan dan diijinkan untuk melanjutkan kegiatannya; sebab hal itu hanya dapat dilaksanakan pada hari itu dan tidak dapat pada hari lain untuk menebar benih atau menanam anggur. Dengan mengabaikan waktu yang tepat untuk bekerja, maka rahmaat surgawi akan hilang"36. Harry R. Boer memberi komentar 17
Ibid., p.791
36 Harry R. Boer, A Short History of the Early Church, Grand Rapids, Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company, 1986, p. 143
19
terhdap keputusan dalam Edik Milano sbb: It is noteworthy that Constantine did not relate his legiaslation to Christian practice or to the Fourth Commandement. He designated Sunday by its traditional pagan name, the Day of the Sun, not the Shabath or the Day of the Lord. Pagans could therefore accept it. Christians gave the natural sun a new meaning by thinking of Christ the Sun of Rigteousness"37 (Patut dicatat baahwasanya Konstantin menghubungkan ketetapannya, tidak berhubungan dengan ibadah Kristen atau Hukum yang keempat dari Sepuluh Hukum. Dia menghubungkan hari Minggu melalui nama kekafiran yang secara tradisional disebut Hari Matahari, bukan Hari Sabat atau Hari Tu(h)an. Orang-orang kafir selanjutnya dapat menerima hari itu. Orang-orang Kristen memberikan tabiat matahari dengan makna baru dengan menghubungkan Mesias sebagai Matahari Kebenaran). Fakta sejarah diatas membuka cakrawala pemahaman kita mengenai asal-usul peribadatan Hari Minggu (Sunday Worship), yaitu penamaan Kristiani dan unsur-unsur Kristiani dari hari perayaan kekafiran yang diperuntukan bagi Dewa Matahari, yang secara politis ditetapkan oleh Kaisar Konstantin dalam Edik Milano tahun 321 Ms. Kini, ibadah Minggu telah meluas diseluruh dunia dan menjadi bagian dari kehidupan spiritual kekristenan, yang dihubungkan dengan kebangkitan Yesus dari kematian, setelah terkubur dalam bumi selama tiga hari tiga malam. Pertanyaannya bagi kita, apakah Yesus pernah mengatakan atau menetapkan bahwa kebangkitan-Nya pada hari pertama menjadi landasan perubahan terhadap Sabat yang ditetapkan Bapa-Nya? Apakah para rasul generasi pertama seperti Paul, Petrus, Yohanes, Yakobus pernah menetapkan hari pertama sebagai hari ibadah yang menggantikan Sabat? Jika kedua pertanyaan diatas dijawab Tidak!, maka tidak ada alasan signifikan dan firmaniah bagi Konstantin untuk merubah hari Sabat menjadi hari Minggu. Samuele Bacchiocchi mengatakan: "The Roman Sabbath fast was instituted solely to obliterate the real Sabbath day, discourage anyone from keeping it, further denigrate the despised Jews and take over from the Jews the position of the sole representation of God on earth. It is also clear from this writing that Sunday was already being observed as the day of worship in Rome which means the Western churches. Sources tell us the church of Orient at Milan and in Africa wouldn't follow the Roman lead in fasting on the Sabbath because of their veneration for that day"38 (Hari puasa Sabat orang-orang Roma, ditetapkan hanya semata-mata untuk membuang hari Sabat yang sebenarnya, merendahkan siapapun yang memeliharanya selanjutnya menghina orang-orang Yahudi yang dipandang rendah dan mengambil dari orang-orang Yahudi, suatu tempat yang mewakili kehadiran Tuhan di bumi ini. Adalah jelas bahwa dari tulisan ini bahwa Hari Minggu telah dipelihara di Roma, yang dimaksud adalah Gereja Barat. Berbagai sumber mengatakan bahwa Gereja Timur di Milan dan Afrika tidak merayakan hari yang dimuliakan itu). Persoalannya adalah, apakah kita harus mengganti ibadah Minggu menjadi Sabtu? Itu tergantung komitmen dan pemahaman kita masing-masing dalam mengaplikasikan kajian teks dan sejarah. Saya tidak anti terhadap ibadah Hari Minggu jika itu dihubungkan dengan suatu perayaan Gereja atas kemenangan Yesus Sang Mesias yang bangkit dari maut. Namun disatu sisi, tidak perlu mengatakan bahwa Shabat telah diganti menjadi Hari Minggu, karena pernyataan seperti itu tidak mendapatkan dukungan apapun dalam teks Perjanjian Baru. Adapun mereka yang mengambil keputusan untuk mengubah hari peribadatan menjadi Sabtu adalah baik namun tidak perlu menghakimi ibadah Hari Minggu sebagai ekspresi penyembahan berhala atau ibadah kepada dewa Matahari, karena tidak ada satupun dari orang kristen yang memahami ibadah Minggu sebagai bagian dari ibadah kafir tersebut
37
Ibid.,
38
Robert & Remy Koch, Christianity: New Religion or Sect Biblical Judaism? , Palm Beach Gardens, Florida: A Messenger Media Publication, p.216, mengutip Samuele Bacchiocchi, From Sabbath to Sunday, Rome: The Pontifical Gregorian University Press, 1977, p.194
20
Mengenai Tefilah tiga kali sehari, Para Rasul melaksanakan dengan taat sebagai bentuk disiplin rohani (Kis 3:10, Kis 10:3,9). Mereka meneladani Yesus yang juga melaksanakan Tefilah tiga kali sehari (Mrk 1:35, Mrk 6:46, Luk 6:12). Mengenai Tujuh Hari Raya (Im 23: 1-44), para rasul tetap memelihara ketetapan mengenai hari raya Paskah, Roti Tidak Beragi, Buah Sulung, Pentakosta, Pendamaian, Peniupan Sangkakala, Pondok Daun sebagaimana diatur dalam Torah (Kis 20:16, 1 Kor 16:8). Rasul Paul meneladani Mesias yang juga melaksanakan hari-hari raya (Yoh 7:2). Tujuh hari raya menunjuk pada kehidupan dan karya Sang Mesias (Kol 2:16-17) maka dari itu perlu dipelihara dalam terang Mesias yang telah bangkit dari kematian. Mengenai makanan Kashrut (yang diijinkan dimakan, Im 11:1-47) para rasul pun memelihara perintah tersebut. Ketika rasul Paul menerima penglihatan di Yope mengenai makanan “tahor” (bersih) dan “tame” (kotor) yang diperintahkan YHWH untuk dimakan, dia menolaknya dengan mengatakan “Tidak, (YHWH), tidak, sebab aku belum pernah makan sesuatu yang kotor dan tidak bersih” (Kis 10:14). Dalam versi The Orthodoxs Jewish Brit Chadasha diterjemahkan sbb : “Namun Kefa berkata, ‘Chalilah li, Adonoi! Karena aku tidak pernah memakan basar pigul (daging yang kotor) atau sheketz tameh (hewan yang kotor, Im 11:4-8, 13-20; 20-25; Ul 14:3-20; Yehz 4:14)39. Demikian pula mengenai darah. Para rasul telah berketetapan bahwa orang-orang yang beriman tidak diperbolehkan untuk memakan darah (Kis 15:20) karena memang darah bukan makanan atau minuman. Torah berkata bahwa darah adalah “nyawa mahluk” (Im 17:14, Kej 4:10), “terlarang” (Kej 9:4, Im 7:26, Im 19:26, Ul 12:16), “tindakan yang dikategorikan berdosa” (1 Sam 14:32, Yehz 33:25). TANGGAPAN ATAS BUTIR-BUTIR PEMIKIRAN IR. HERLIANTO,MTH Ir. Herlianto: Yesus dilahirkan dari orang tua yang adalah orang Yahudi dan semasa bayi dibawa ke Bait Allah di Yerusalem, disunat pada hari kedelapan dan menjalani ritual pentahiran dan penyerahan anak sulung (Luk.2:21-24), dan pada umur 12 tahun Ia kembali diajak kedua orang tuanya pergi ke Yerusalem merayakan hari raya Pesakh Yahudi sebagai peringatan keluarnya orang Israel dari perbudakan di Mesir (Luk.2:41-42). Namun, apakah itu berarti bahwa setelah Yesus mulai mengajar, ajaran-Nya adalah ajaran Yahudi yang berpusat Taurat? Sekalipun berlatar belakang agama Yahudi, sejak awal pelayanan-Nya Yesus sudah melakukan transformasi keyahudian. Sejak Yesus mulai melayani, Ia sudah menunjukkan reformasinya terhadap ibadat Yahudi yang membeku, agama Yahudi yang kehilangan gigitannya dan menjadi ritual yang memberatkan umat. Ditengah konteks demikianlah Yesus hadir mengadakan reformasi. Yesus sejak awal menunjukkan suatu ritual baru yaitu Ia dibaptiskan oleh Yohanes (Luk.3:21-22), suatu ritual baru yang tidak ada dalam ibadat Israel yang didasarkan PL selain adat basuhan, namun kenyataannya pada peristiwa pembaptisan itu ritual itu direstui oleh Roh Kudus dan Allah Bapa. .... Soal kebiasaan berpuasa, yaitu tidak makan pada hari-hari dan jam-jam tertentu, yang dalam adat istiadat Taurat Yahudi telah merosot dipraktekkan dengan tidak makan sambil menunjukkan muka muram, oleh Yesus diberi pengertian baru, bahkan kemudian Yesus mengatakan kepada hadirin yang mendengar: “Tidak seorang pun mengoyakkan secarik kain dari baju yang baru untuk menambalkannya pada yang tua … tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang lama.” (Luk.5:33-39). Dengan demikian, Yesus memberikan gambaran ibadat yang baru yang digambarkan sebagai baju agama yang baru, menggantikan ibadat ritual yang lama yang telah koyak bagaikan baju yang sudah tua. Pandangannya mengenai hari Sabat juga berubah, bahwa Sabat bukan lagi ritual yang memberatkan pada hari Sabtu, tetapi Sabat adalah aksi yang membebaskan dan mendatangkan kelegaan/perhentian bagi umat karena Yesus adalah Tuhan atas hari Sabat (Mat.11:28). 39
Artist for Israel International, New York, 1996 [www.beittikvahsynagogue.org]
21
Tanggapan: Kesadaran bahwa Yesus “seorang Yahudi” (Ibr 7:14) seharusnya membawa dampak redefinisi dalam devosi dan pemahaman teologi Kristen. Redefinisi devosi meliputi menyertakan unsur-unsur liturgi Yudaisme dalam liturgi ibadah Kristiani, sesuatu yang asing dan tidak dipahami oleh Kekristenan pada umumnya. Redefinisi teologi meliputi peninjauan sejumlah terminologi Ketuhanan yang ditunggangi Helenisme seperti istilah Tritunggal dibandingkan Keesaan Tuhan. Masih ada sejumlah agenda perubahan mendasar sebagai konsekwensi pemahaman dan kesadaran bahwa Yesus secara antropologis adalah orang Yahudi (Baca: Yahshua, Yahudi, Yudaisme ). Namun rupanya Ir. Herlianto tidak berminat untuk melakukan perubahan terkait kesadaran bahwa Yesus secara historis orang Yahudi. Sebaliknya, Ir. Herlianto lebih terfokus perhatiannya bahwa Yesus melakukan “transformasi keyahudian”. Sayangnya, istilah ini dipahami seolah-olah Yesus melakukan perombakan dan perubahan yang melawan Yudaisme yang ada. Apalagi Ir. Herlianto menafsirkan Lukas 3:21-22 sebagai, “suatu ritual baru yang tidak ada dalam ibadat Israel yang didasarkan PL selain adat basuhan,...”. Pandangan ini bukan hanya keliru namun tidak didukung oleh teks Kitab Perjanjian Baru maupun kesaksian historis serta keadaan Yudaisme Abad 1 Ms. Terkait pernyataan bahwa Yesus mengadakan ritual baru mengenai prosesi baptisan, perlu ditegaskan bahwa ritual ini bukan ritual baru yang diproklamirkan Yesus. Ron Moseley, Ph.D., menjelaskan sbb: “There is no question that the church is debtor to Judaism for its main structure including such items as Messiah, Scripture, canon, liturgy, altar, pulpit, church offices, songs, offerings, the Lord's Supper, as well as baptism itself. Dr. Merrill Tenney, the editor of the Zondervan Encyclopedia of the Bible said, "Baptism as a rite of immersion was not begun by Christians but was taken by them from Jewish and pagan forms...." Since early Christianity was a part of the Judaism of Jesus' day, it is without question that baptism in today's church was originally Jewish. Further evidence comes from Scholars like William Lasor and David Daube who tell us of the early church's practice of baptism by self immersion after the custom of the Jews” (The Jewish Bacground of Christian Judaism”40 - Berikut bukti foto-foto tempat baptisan yang dalam bahasa Ibrani disebut “Mikveh” yang ditemukan di Yerusalem kuno: 41
Mikveh at the Jerusalem Archaeology Park near the Western Wall, Jerusalem July 2006
40
http://www.haydid.org/ronimmer.htm
41
http://dqhall59.com/ritual_cleansing.htm
22
Pigeon at a mikveh at Ophel-Jerusalem 2008
Baptistery at Kursi in lower Galilee, Israel -- Byzantine era site
23
Baptistery at Shivta in the Negev near the Sinai border -- Byzantine era
Penemuan literatur naskah Laut Mati (Dead Sea Scroll) yang diberi kode 4Q278 yang ditemukan di gua 4, ditemukan fragmen dalam bahasa Ibrani mengenai ritual pembersihan diri dengan cara masuk dalam genangan air bagi wanita yang mengalami menstruasi. Dalam Fargmen 1 tertulis: “(…and he shall) rinse (in water…) (…n)o one may lie (with an unclean woman…And any furniture) which she shall sit (upon shall be unclean…And) if he has not touched it, (he shall be clean…on the th)ird (day), those who touch (…any)one, contact with the bed (…) in the pace (…)42 Mengenai ajaran tentang “berpuasa”, Yesus tidak mengubah dan membebaskan pengikutnya dari kewajiban berpuasa, namun memberikan pemahaman yang benar dalam melaksanakan puasa. Demikian pula Sabat tidak ditiadakan namun dibebaskan dari pemahaman yang salah dan legalistik dalam pelaksanaan Sabat. Ir. Herlianto: Injil, kabar baik dihadirkan bukan sebagai syariat yang memberatkan umat dengan segala ritualnya seperti yang terjadi dalam agama Yahudi yang secara ketat diawasi oleh para imam, tetapi Yesus mendatangkan tahun Sabat (Tahun Rakhmat Tuhan) sebagai anugerah kepada umat manusia, konsep pembebasan yang dalam Perjanjian Lama hanya dimengerti secara harfiah dan lahiriah sekarang ditampilkan dalam kenyataan yang rohaniah. Karena pelayanannya membedakan diri dengan agama Yahudi tradisional sejak awal itulah Yesus kemudian ditolak dan seisi rumah ibadat marah kepada-Nya bahkan Ia pernah akan dilemparkan dari atas tebing (Luk.4:28-29). Selanjutnya Yesus mulai mengadakan banyak mujizat sebagai penggenapan Yes.61:1-2 / Luk.4:18-19, dimana Ia membebaskan banyak orang dari belenggu penyakit dan kerasukan setan. Firman Tuhan dinyatakan bukan sekedar dalam simbol-simbol agama ritual tapi dalam kehidupan sehari-hari. Tanggapan: Sebagaimana telah diulas dalam kajian sebelumnya, kehadiran Yesus tidak membawa syariat baru atau meniadakan syariat yang dianjurkan Torah. Yesus melawan tafsir para rabbi yang bersifat legalistik dalam pemberlakuan syariat Torah. Syariat Torah tetap dilaksanakan namun dengan pemahaman dan pelaksanaan yang lebih dinamis dan dibebaskan dari pemahaman yang legalistik dan membebani umat. Kasus Yesus hendak dilemparkan dari tebing bukan karena Dia menjalankan
42
Michael Wise, etc., Dead Sea Scroll, HarperSanFrancisco, 1996, p.285
24
sesuatu yang melawan Torah namun karena ajaran dan tafsiran yang disampaikan Yesus menyinggung perasaan orang-orang Yahudi tertentu. Ir. Herlianto: Selanjutnya dengan mengumpulkan kedua-belas murid, Ia telah membuka era pelayanan baru yang selama ini berpusat pada pelayanan para Imam secara hukum Taurat yang secara turun temurun melayani ritual di rumah ibadat (bersifat sentripetal/memusat), sekarang bersifat melayani keluar melalui para murid yang diutus (bersifat sentrifugal/menyebar). Dalam Perjanjian Lama, keimaman dilayani oleh keturunan Lewi karena merekalah yang diberi wewenang secara keturunan sebagai pemelihara ritual agama, namun sekarang pelayanan dilakukan murid-murid yang dipilih bukan atas dasar keturunan keimaman melainkan karena panggilan, iman dan anugerah Allah. Rasul Petrus mengatakan: “Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib.” (1 Ptr.2:9). Tanggapan: Sekalipun demikian, Yesus tetap menempatkan dan memposisikan Imam sebagai yang harus dihormati, terbukti orang yang sakit yng telah disembuhkan-Nya diperintahkan untuk menghadap imam sebagaimana dikatakan dalam Matius 8:1-4 sbb: “Setelah Yesus turun dari bukit, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata: "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku." Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: "Aku mau, jadilah engkau tahir." Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya. Lalu Yesus berkata kepadanya: "Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka." Ir. Herlianto: Doa yang selama ini merupakan pengulangan ayat-ayat yang dipimpin Imam, berubah menjadi doa langsung kepada Tuhan sebagai ungkapan hati yang bertobat (Mat.6:5-15). Doa menjadi percakapan dialogis dengan Tuhan yang hidup. Yesus bahkan membandingkan doa dan puasa seorang Farisi dan ahli Taurat yang bersifat ritual dengan doa orang berdosa yang dengan tulus diucapkan (Luk.18:9-14). Menariknya, dalam kedua doa itu, justru doa orang miskin itulah yang diperkenan Tuhan. Tanggapan: Kitab Injil memberikan kesaksian yang berbeda dengan kesimpulan Ir. Herlianto. Injil justru mencatat bahwa Yesus dan para rasul-Nya tetap berdoa menurut jam-jam tertentu dan dengan sikapsikap tubuh tertentu. Doa Yudaisme disebut Tefilah dan dilaksanakan 3 kali sehari yaitu Shakharit, Minkhah dan Ma’ariv. Waktu-waktu Doa harian Yesus Sang Mesias, “Pada waktu itu pergilah Yesus ke bukit untuk berdoa dan semalam-malaman ia berdoa kepada Tuhan” (Luk 6:12). Petrus & Yohanes di Yerusalem, “Pada suatu hari menjelang waktu sembahyang, yaitu jam kesembilan (jam tiga petang), naiklah Petrus dan Yohanes ke Bait Tuhan (Kis 3:1). Petrus di Yope, “Keesokan harinya ketika ketiga orang itu berada dalam perjalanan dan sudah dekat kota Yope, naiklah Petrus keatas rumah untuk berdoa” (Kis 10:9). Kornelius di Kaisarea, “Di Kaisarea ada seorang yang bernama Kornelius, seorang perwira pasukan yang disebut pasukan Italia. Dia saleh, serta seisi 25
rumahnya takut akan YHWH dan dia banyak memberi sedekah kepada umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Tuhan” (Kis 10:1-2) Sikap Tubuh Saat Berdoa Berlutut, “Kemudian Dia (Yesus) menjauhkan diri dari mereka kira-kira sepelempar batu jaraknya, lalu Dia berlutut dan berdoa” (Luk 22:41). “Sesudah mengucapkan kata-kata itu, Paulus berlutut dan berdoa bersamasama dengan mereka semua” (Kis 20:36) Merebahkan diri, “Dia maju sedikit, merebahkan diri ketanah dan berdoa supaya sekiranya mungkin, saat itu lalu daripada-Nya” (Mrk 14:35) Gereja Timur dan Barat tetap melestarikan doa harian dengan penambahan jumlah menjadi tujuh kali. Di kalangan Katholik dikenal dengan sebutan ”Liturgia Horarum“ dan di Orthodox dikenal dengan sebutan ”Ashabush Sholawat“. Bahkan Kitab Didake Pasal 8 dari 16 Pasal memberikan penjelasan mengenai keharusan syariat berdoa tiga kali sehari sbb: Pada Pasal 8 perihal berpuasa dan berdoa dikatakan, “Berpuasa dan Berdoa (Doa Bapa Kami). Namun janganlah kamu berpuasa bersama orang-orang munafik, karena mereka berpuasa pada hari kedua dan kelima dalam seminggu. Sebaliknya, berpuasalah pada hari keempat dan Hari Persiapan (Jumat). Janganlah berdoa seperti orang-orang munafik namun sebagaimana diperintahkan Sang Junjungan Agung (Yahshua) dalam Injilnya, yaitu. Berdoalah setiap tiga kali sehari”43. Dalam naskah Greek tertulis, “tri te hemera outou proseuchethe” Ir. Herlianto: Konsep ibadat yang menekankan Iman dan Anugerah jelas dalam pengajaran Yesus, dan ini dikaitkan dengan konsep kelahiran baru dimana Roh Kudus dikaruniakan ke dalam diri manusia yang berbeda dengan keselamatan karena melakukan hukum Taurat : “Jikalau seorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat kerajaan Allah.” (Yoh.3:3) Tanggapan: Yesus tidak menekankan Iman dan Anugrah dalam memperoleh keselamatan. Rasul Paul lah yang melakukan hal tersebut. Penekanan Rasul Paul terhadap Iman bukan berarti bahwa Iman lebih unggul dari Perbuatan. Sikap Rasul Paul untuk melawan penafsiran para rabbi yang menempatkan perbuatan baik dan kesalehan individu seolah-olah dapat menyebabkan seseorang dibenarkan di hadapan Tuhan dan memperoleh kehidupan kekal. Sementara Yesus sendiri berkata dalam Matius 7 :21 “Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuan, Tuan! akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di sorga”. Melakukan kehendak Bapa di Sorga berarti melakukan sesuatu – perbuatan baik, derma, menolong, dll- yang lahir dari iman. Sekali lagi Yesus pun memperingatkan para pengikutn-Nya sbb: “Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat 25:40). Ir. Herlianto: Disini Yesus ingin membawa umat kepada pengertian hukum yang benar, yaitu ‘Kasih.’ “… seorang dari mereka, seorang ahli Taurat, bertanya untuk mencobai Dia: “Guru hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?”Jawab Yesus kepadanya: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan 43
www.user.unu-bremen.de.didache.htm
26
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.” (Mat.22:35-40). Tanggapan: Ada kesan kuat bahwa “Kasih” menggantikan syariat Taurat. Padahal “Kasih” adalah “Inti” Torah. Kesepuluh Perintah dalam Keluaran 20 yang dijabarkan dalam 365 perintah dalam Mishney Torah dari Rabi Moshe Maimonides, intinya hanya “Kasih” yaitu “Kasih pada Tuhan” (we ahavta et YHWH Eloheika, Ul 6:5) dan “Kasih pada Sesama” (we ahavta et reaka kamoka, Im 19:18). Namun “Kasih” bukan meniadakan dan menggantikan Torah. Ir. Herlianto: Berbeda dengan anggapan seakan-akan Yesus patuh pada hukum Taurat sesuai tradisi turun temurun dan penafsiran para Imam Yahudi, dan Pauluslah yang kemudian melepaskan kekristenan dari akarnya Yahudi, kita sudah melihat bahwa sejak awal pelayanannya, Yesus sudah dengan pelan tapi pasti melepaskan diri dari adat-istiadat Yahudi dan bayang-bayang hukum/syariat Taurat yang diikuti secara harfiah dan lahir dalam agama Yahudi, dan kemudian membawanya masuk ke dalam hukum kasih, yaitu kasih kepada Allah dan kasih kepada manusia. Tanggapan: Hukum ”Kasih“ sudah tertulis dalam Torah sebelum Yesus memulai pelayanan sebagai Mesias, Anak Tuhan. Israel diperintahkan untuk ”Mengasihi YHWH“ (Ul 6:5) dan ”Mengasihi Sesama“ (Im 19:18). Yesus hanya menegaskan dan memperjelas Hukum Kasih tersebut dalam masa 30 tahun pelayanan-Nya. Hukum Kasih bukan hukum baru. Yesus mengritik sikap orang Yahudi yang lebih mengutamakan adat istiadat daripada Firman Tuhan. Bukankah Torah adalah Firman Tuhan? Syariat ibadah yang dilaksanakan orang Yahudi pun bersumber dari Torah. Tidak logis jika Yesus mengajak orang-orang Yahudi melepaskan Torah. Ir. Herlianto: Kita melihat bahwa Yesus maupun para Rasul tidak lagi memegang hukum/syariat Taurat (seperti dimengerti agama Yahudi) tetapi Taurat Perjanjian Lama diperbarui menjadi Injil Perjanjian Baru yang membawa manusia kepada iman, kebenaran dan kasih, dan menyadarkan umat bahwa keselamatan dan kebenaran bukanlah tergantung dari melakukan perbuatan hukum/syariat Taurat melainkan karena Iman dan Kasih Karunia dengan menjalankan hukum Kasih. Dengan demikian umat Kristen Perjanjian Baru telah dimerdekakan dan hidup dalam kabar kesukaan Injil, dengan Roh dalam hati yang diperbaharui dengan roh yang baru (Yer.31:31-33/Yeh.36:26-27). Tanggapan: Mayoritas Kekristenan yang mengacu pada pola penafsiran Helenistik (Yunani), cenderung mengganggap bahwa istilah ”Perjanjian Baru“, menunjuk pada suatu kondisi dan tata cara yang lebih unggul yang dibawa oleh Yesus Sang Mesias, karena kehadiranNya melenyapkan fungsi Torah atau lazim disebut Perjanjian Lama. Bagaimanakah Kitab Suci menjelaskan fakta yang sesungguhnya? Adakah istilah Perjanjian Baru mengandaikan lenyapnya Perjanjian yang pertama?, Apa makna Perjanjian Baru yang sesungguhnya? 27
EKSEGESE YEREMIA 31:31-34 WAKTU PERJANJIAN & PESERTA PERJANJIAN (ay 31) “Sesungguhnya, akan datang waktunya, demikianlah firman YHWH, Aku akan mengadakan perjanjian baru dengan kaum Yisrael dan kaum Yahuda”. Kapan waktu yang dimaksudkan? Waktu ini tergenapi saat pelayanan Yesus di Yerusalem, yang memuncak pada kematian dan kebangkitanNya dari maut. Sesaat sebelum Yesus disalibkan dan wafat, pada waktu Seder Pesakh Tgl 14 Nisan, Dia berkata: “Dan ketika mereka sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya dan berkata: "Ambillah, makanlah, inilah tubuh-Ku." Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur lalu memberikannya kepada mereka dan berkata: "Minumlah, kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang untuk pengampunan dosa” (Mat 26:27-28). Peserta Perjanjian Baru bukanlah Goyim atau Non Yahudi melainkan kaum Yisrael dan Yahuda. Pelayanan Yesus sebagai Mesias yang dijanjikan yang memuncak dalam kematian dn kebangkitanNya adalah gerbang pembuka Perjanjian yang Baru. Dan peserta perjanjian itu diwakili oleh jumlah murid Yesus yang dua belas sebagai simbol jumlah suku-suku Yisrael. Kedua belas murid adalah orang-orang Yisrael dan Yahuda dan bukan Goyim. KARAKTERISTIK PERJANJIAN (ay 32) “bukan seperti perjanjian yang telah Kuadakan dengan nenek moyang mereka pada waktu Aku memegang tangan mereka untuk membawa mereka keluar dari tanah Mesir; perjanjian-Ku itu telah mereka ingkari, meskipun Aku menjadi tuan yang berkuasa atas mereka, demikianlah firman YHWH”. Perjanjian Baru yang diadakan antara YHWH dengan orang Israel berbeda karakteristik dengan Perjanjian yang pertama atau terdahulu. Bagaimanakah karakteristik perjanjian yang pertama? “Musa memanggil seluruh orang Israel berkumpul dan berkata kepada mereka: "Dengarlah, hai orang Yisrael, ketetapan dan peraturan, yang pada hari ini kuperdengarkan kepadamu, supaya kamu mempelajarinya dan melakukannya dengan setia. YHWH Tuhan kita, telah mengikat perjanjian dengan kita di Horeb. Bukan dengan nenek moyang kita YHWH mengikat perjanjian itu, tetapi dengan kita, kita yang ada di sini pada hari ini, kita semuanya yang masih hidup. YHWH telah bicara dengan berhadapan muka dengan kamu di gunung dan di tengah-tengah api -- aku pada waktu itu berdiri antara Yahweh dan kamu untuk memberitahukan firman YHWH kepadamu, sebab kamu takut kepada api dan kamu tidak naik ke gunung -- dan Ia berfirman: Akulah YHWH Tuhanmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan” (Ul 5:1-6). Perjanjian pertama adalah perjanjian yang diadakan oleh YHWH dengan nenek moyang Yisrael di Sinai, yaitu ketaatan untuk melaksanakan Torah sebagai ajaran, prinsip, pedoman perilaku ditengahtengah bangsa penyembah berhala. Bahkan Perjanjian pertama dimeteraikan oleh darah anak domba sebagaimana dikatakan sbb: “Diambilnyalah kitab perjanjian itu, lalu dibacakannya dengan didengar oleh bangsa itu dan mereka berkata: "Segala firman YHWH akan kami lakukan dan akan kami dengarkan. Kemudian Musa mengambil darah itu dan menyiramkannya pada bangsa itu serta berkata: "Inilah darah perjanjian yang diadakan YHWH dengan kamu, berdasarkan segala firman ini."(Kel 24:7-8). Namun perjanjian luhur ini telah mereka langgar dan rusakkan. Dengan cara bagaimana perjanjian luhur ini dirusakkan? Mereka selalu jatuh pada penyembahan berhala, sehingga bangsa Yisrael kerap mengalami penjajahan bangsa-bangsa non Yahudi seperti Babilonia, Media-Persia, Yunani, Romawi, dll. Simak doa Daniel yang menggambarkan pembuangan Yisrael ke segala bangsa sebagai bentuk hukuman YHWH sebagaimana dikatakan sbb: “Maka aku memohon kepada Yahweh Elohimku, dan mengaku dosaku, demikian: "Ah (Junjungan, Tuhanku) yang maha besar dan dahsyat, yang memegang Perjanjian dan kasih setia terhadap mereka yang mengasihi Engkau serta berpegang pada perintah-Mu! Kami telah berbuat dosa dan salah, kami telah berlaku fasik dan telah memberontak, kami telah menyimpang dari perintah dan peraturan-Mu, dan kami tidak taat kepada hamba-hamba-Mu, para nabi, yang telah berbicara atas 28
nama-Mu kepada raja-raja kami, kepada pemimpin-pemimpin kami, kepada bapa-bapa kami dan kepada segenap rakyat negeri. Ya (Junjungan) Engkaulah yang benar, tetapi patutlah kami malu seperti pada hari ini, kami orang-orang Yahuda, penduduk kota Yerusalem dan segenap orang Yisrael, mereka yang dekat dan mereka yang jauh, di segala negeri kemana Engkau telah membuang mereka oleh karena mereka berlaku murtad terhadap Engkau. Ya YHWH, kami, raja-raja kami, pemimpin-pemimpin kami dan bapa-bapa kami patutlah malu, sebab kami telah berbuat dosa terhadap Engkau” (Dan 9:4-8). ISI PERJANJIAN (ay 33-34) “Tetapi beginilah perjanjian yang Kuadakan dengan kaum Yisrael sesudah waktu itu, demikianlah firman YHWH: Aku akan menaruh Torah-Ku dalam batin mereka dan menuliskannya dalam hati mereka; maka Aku akan menjadi Tuhan mereka dan mereka akan menjadi umat-Ku. Dan tidak usah lagi orang mengajar sesamanya atau mengajar saudaranya dengan mengatakan: Kenallah YHWH! Sebab mereka semua, besar kecil, akan mengenal Aku, demikianlah firman YHWH, sebab Aku akan mengampuni kesalahan mereka dan tidak lagi mengingat dosa mereka." Isi Perjanjian Baru adalah: Torah disimpan dan dituliskan dalam hati orang-orang Yisrael. Semua orang tidak perlu secara ekslusif belajar mengenai YHWH, karena YHWH akan menyatakan diriNya pada mereka karena mereka telah mendapat pengampunan dosa. Apakah ayat ini berbicara mengenai TIDAK BERLAKUNYA atau PEMBATALAN Torah YHWH? Tidak! Ayat ini menegaskan bahwa Torah yang diturunkan di Sinai dan dipelihara serta dipelajari dalam bentuk huruf-huruf tertulis, akan ditanam dan ditulis dalam hati orang beriman. Ayat ini mengajarkan pada kita suatu transformasi hidup akibat pertobatan dan pengampunan yang Bapa YHWH berikan pada anak-anakNya. Torah, bukan lagi suatu beban dan kewajiban melainkan suatu kesukaan yang dikerjakan oleh orang beriman. Bagaimanakah proses Torah ditanam dan ditulis dalam batin tersebut? Bagaimana pengenalan akan YHWH datang tanpa pengajaran khusus seorang imam? Ketika Roh Kudus dicurahkan pada para murid dan berlangsung pada semua orang yang menerima Yesus sebagai Junjungan Agung dan Mesias (Kis 2:1-21). Roh Kudus inilah yang menuntun orang beriman pada pelayanan Perjanjian Baru, yaitu pelayanan yang dipimpin oleh Roh Kudus yang berdiam dalam batin (Rm 7:6). Roh Kudus inilah yang akan memberikan pengurapan agar semua orang beriman dapat belajar dan mengenal YHWH (1 Ptr 2:27). Roh Kudus yang berdiam dalam diri orang beriman yaang akan memberikan hati yang baru untuk taat dan melakukan Torah YHWH yang telah ditanam dan dituliskan dalam batin orang beriman. Dengan demikian, ketaatan bukan datang dari luar namun secara korporatif bekerja dari dalam, yaitu oleh kuasa Roh Kudus yang mengubah hati orang beriman. EKSEGESE YEKHEZKIEL 36:25-27 ISI PERJANJIAN “Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu. Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat. Roh-Ku akan Kuberikan diam di dalam batinmu dan Aku akan membuat kamu hidup menurut segala ketetapan-Ku dan tetap berpegang pada peraturan-peraturan-Ku dan melakukannya”. Isi Perjanjian YHWH yang diucapkan melalui nubuat Nabi YeremiYah adalah bahwasanya YHWH akan mencurahkan air jernih yang membersihkan noda dan kesalahan Yisrael, diberikan hati yang baru dan taat serta menjauhkan hati yang keras. Semua itu terjadi dikarenakan Roh YHWH berdiam 29
didalam diri orang beriman. Kapankah itu terjadi dan bagaimana mendapatkannya? Secara historis terjadi saat pencurahan Roh Kudus dan secara soteriologis terjadi setiap saat pada orang yang menerima Yesus sebagai Junjungan Agung dan Mesias Putra Tuhan (Kis 2:38; 10:45). Adapun mengenai ”Syariat Yesus“ atau ”Syariat Perjanjian Baru“ tetap merujuk pada Torah namun dengan pemahaman yang baru. Orang-orang Kristen kerap dituduh tidak memiliki syariat agama. Tuduhan ini diperparah oleh sikapsikap orang Kristen sendiri yang menganggap agamanya adalah agama non syariat bahkan anti syariat. Mungkin kita kerap mendaat pertanyaan-pertanyaan dari non Kristen sbb: “Mengapa orang Kristen kalau ibadah hanya satu minggu sekali?” “Mengapa orang Kristen khoq makan hewan-hewan yang diharamkan oleh orang Islam, seperti babi, anjing?” “Apakah orang Kristen itu ada syariat doanya?” dll. Berkaitan dengan istilah syariat, kita harus mengerti terlebih dahulu apa arti “syariat” karena ini merupakan terminologi Arab yang terkait dengan Agama Islam. Menurut M. Hasibullah Satrawi, “Secara kebahasaan syariat berarti jalan. Di dalam Alquran terdapat tiga ayat yang bermakna jalan (Qs. 45: 18, 5: 48, dan 42: 13). Syariat Islam berarti jalannya umat Islam. Syariat Kristen berarti jalannya umat Kristen. Begitu pula dengan syariat Yahudi. Lebih jauh Alquran menyebutkan, masing-masing agama mempunyai syariat tersendiri (Qs. 5: 48). Umat beragama dianjurkan mengikuti jalannya (syariat) masing-masing. Para ulama kemudian memaknai jalan dengan ajaran. Jalan Islam berarti ajaran Islam. Mengikuti jalan Islam berarti mengamalkan ajarannya”44 Dari kutipan di atas, bahwasanya kata “syariat” adalah “aturan”. Jadi semua agama pasti memiliki syariat termasuk Kekristenan yang melandaskan pada ajaran dan kehidupan Yesus Sang Mesias Putra YHWH Semesta Alam. Dalam istilah Yahudi, kata yang setara dengan “syariat” adalah “halakhah”. Dalam kaitannya dengan kepercayaan kita, maka saya sebut HALAKHAH HA MASHIAKH atau SYARIAT AL MASIH. Halakhah dapat menunjuk pada dua hal. Pertama, gaya hidup seseorang yang berlandaskan Torah dan perintah-perintah YHWH. Kedua, sekumpulan fatwa-fatwa atau keputusan para pemimpin agama berkaitan dengan persoalan-persoalan kehidupan sehari-hari mengenai apa yang boleh dan tidak boeh dilakukan. Sumber atau rujukan Halakhah Meshikim adalah Kitab TaNaKh (singkatan dari Torah, Neviim, Kethuvim) yang disebut orang Kristen pada umumnya disebut Kitab Perjanjian Lama dan juga uacapan dan perbuatan Yesus Sang Mesias yang terekam dalam Kitab-kitab Euanggelion atau Injil. Yesus telah mengatakan dalam Yohanes 13:15 sbb: “sebab Aku telah memberikan suatu TELADAN kepada kamu, supaya kamu juga BERBUAT SAMA seperti yang telah Kuperbuat kepadamu”. Rasul Petrus (Kefa) pun menegaskan hal yang sama dalam suratnya sbb: “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena (Mesias) pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan TELADAN bagimu, supaya kamu MENGIKUTI JEJAK-NYA”(1 Petrus 2:21). Kata “teladan” dalam Yohanes 13:15 dipakai kata Yunani “hupodeigma” dan dalam 1 Petrus 2:21 dipergunakan kata Yunani “hupogrammos” dan diterjemahkan dalam bahasa Ibrani menjadi “mofet” yang artinya “contoh”. Berarti Mesias Yahshua telah meninggalkan bagi kita suatu contoh. Baik Mesias Yesus maupun Rasul Petrus menekankan bahwa contoh atau teladan yang ditinggalkan Yesus Sang Mesias harus dilakukan. Kalimat “supaya kamu mengikuti jejak-Nya” dalam terjemahan berbahasa Ibrani, “Wayehi lakem lemofet LALEKET beiqqvotaiw”. Kata LALEKET berasal dari kata “HALAK” yang artinya “berjalan”. Dalam terjemahan Peshitta Aramaik diterjemahkan dengan 44
Membendung Perda Syariat , Jumat, 29 September 2006 www.radarsulteng.com
30
“TAHALAKON”. Berdasarkan pemahaman bahasa di atas, maka sebagai Pengikut Mesias (apapun namanya, Orthodox, Katholik, Kristen, Mesianik) kita harus menjalankan dan melaksanakan Halakah Mesias dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain kita menjalankan dan melaksanakan Syariat Al Masih dalam kehidupan sehari-hari. Apa saja yang termasuk Halakah Mesias itu? Pertama, Yesus mengatakan dalam Matius 5:17-20 sbb: "Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan Torah atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya. Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titik pun tidak akan ditiadakan dari Torah, sebelum semuanya terjadi. Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah Torah sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah Torah, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga. Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga”. Dari kutipan di atas kita mendapat penegasan bahwa Torah yang diturunkan YHWH di Sinai kepada Moshe dan Bangsa Israel tetap menjadi pedoman moral dan perilaku kita, sebagaimana Mesias Yesus tetap melakukan ketentuan Torah. Torah sebagai sumber Halakah Mesias memerintahkan kita untuk: 1. Mengesakan Tuhan (Ulangan 6:4-5) 2. Memelihara Shabat (Keluaran 20:8-11) 3. Menghindari makanan yang tahor dan tame (Imamat 11:1-47) 4. Memelihara Moedim (hari-hari raya) 5. Menegakkan keadilan (Yesaya 56:1) 6. Membela dan melindungi janda dan anak yatim (Keluaran 22:22, Yesaya 1:17) 7. Memperlakukan orang miskin dengan selayaknya (Imamat 25:35) 8. Menghindari riba (Imamat 25:36) 9. Menghindari pemerasan (Imamat 19:13) 10. Menghindari suap (Keluaran 23:8, Ulangan 16:19) 11. Menjaga kebersihan (Imamat 13:1-11) 12. Menjaga kesehatan (Bilangan 19:14-17) 13. dll. Bukankah Torah memerintahkan kita melakukan hukum korban dan sunat? Sunat adalah Tanda Perjanjian antara YHWH dan Israel (Kejadian 17:10; 34:15), maka bangsa-bangsa non Yahudi yang telah menerima Mesias tidak terikat untuk melaksanakan sunat (1 Korintus 7:18-19). Sunat diperbolehkan dan tidak dilarang. Kalau melaksanakan sunat harus dengan kesadaran untuk memelihara tanda perjanjian secara fisik dan bukan untuk prasyarat untuk mendapatkan keselamatan dan hidup kekal. Mengenai korban hewan (penghapus salah, pendamaian, dll) tidak mengikat pengikut Mesias. Korban hewan dalam Torah adalah bayangan. Wujudnya adalah Yesus Sang Mesias (Ibrani 10:1). Hukum korban bukan dibatalkan melainkan telah genap dalam diri Yesus Sang Mesias. Dialah korban sejati kita dalam menghampiri Tahta YHWH Tuhan Semesta Alam. Kedua, sumber Halakah Mesias berikutnya adalah ucapan, ajaran, perintah dan tindakan Yesus Sang Mesias yang terekam dalam Kitab Injil (Ibrani: Besorah/Yunani: Euanggelion). Yesus mengajarkan hal-hal berikut: 1. 2. 3. 4.
Mengesakan Tuhan (Markus 12:29) Memelihara Shabat (Lukas 6:5) Memelihara Moedim (Yoh 7:37-38) Menegakkan keadilan (Matius 23:23) 31
5. Menghormati pernikahan (Matius 19:1-12) 6. Mengasihi Tuhan dan sesama sebagai inti Torah (Matius 22:37-40) 7. dll. Apa saja perbuatan Yesus Sang Mesias yang harus diteladani sebagai sumber Halakah Mesias? 1. Yesus menghargai orang miskin (Lukas 4:18, Yohanes 12:8) 2. Yesus tetap mengampuni meskipun disalibkan oleh musuh-Nya (Lukas 23:34) 3. Yesus menghormati kemanusiaan (Yohanes 8:1-11) 4. Yesus a menghindari kekerasan (Yohanes 18:10) 5. Yesus empati terhadap orang berdosa agar mereka bertobat (Matius 9:10,13, Lukas 7:37) 6. dll. Jika kita Pengikut Mesias maka kita harus memiliki Halakah Mesias sebagai petunjuk dan pedoman moral dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karenanya, pandangan Ir. Herlianto mengenai “Syariat Perjanjian Baru” mengesankan suatu syariat yang melepaskan Torah, adalah pemahaman yang sama sekali keliru dan tidak dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan kajian teks Kitab Perjanjian Baru itu sendiri. Ir. Herlianto: Sebagian umat kristen ingin kembali kepada hukum Taurat dan adat-istiadat Yahudi, padahal Yesus, dan kemudian para rasulnya, sudah melepaskan kita dari kuk Taurat dan membawa kita ke bawah Injil Anugerah Allah. Rasul Paulus berkata kepada mereka yang masih terikat hukum Taurat, bahwa: “Adakah kamu telah menerima Roh karena melakukan hukum taurat atau karena percaya kepada pemberitaan Injil? Adakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, maukah engkau sekarang mengakhirinya di dalam daging?” (Gal.3:3). “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri. Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalamnya.” (Ef.2:810).
Tanggapan: Bukan “kembali kepada Hukum Taurat dan adat istiadat Yahudi” melainkan “Kebali ke Akar Ibrani Iman Kristen yaitu Yudaisme dengan segala implikasinya di bidang teologi dan devosi (Baca kajian saya berjudul: MENEMUKAN KEMBALI AKAR KEKRISTENAN: Wacana Rekonstruksi Teologi & Devosi, dan MESSIANIC JUDAISM & SACRED NAME MOVEMENT: Fenomena Keagamaan Abad XIX dan Tanggapan Kekristenan, terlampir). Galatia 3:13 tidak sepadan dipakai untuk menghakimi kerinduan komunitas Kristen yang berusaha menggali akar-akar Yudaisme dalam Teologi dan Devosi. Nasihat Rasul Paul ditujukan bagi mereka yang berusaha mendapatkan keselamatan dan hidup kekal serta Roh Kudus, dengan sekuat tenaga berusaha melakukan Torah. Ir. Herlianto: Perlu disadari bahwa sama halnya dengan Yesus yang ingin menggenapi Taurat, rasul Paulus juga tidak mengajarkan umat untuk merombak hukum Taurat melainkan meneguhkannya. “Jika demikian, adakah kami membatalkan hukum Taurat karena iman? Sama sekali tidak! Sebaliknya, kami meneguhkannya.” (Rm. 3:31). Meneguhkan bagi Paulus sama dengan menggenapi bagi Yesus, soalnya 32
sekalipun Paulus mengatakan tidak membatalkan Taurat, ia memberikan arti sebenarnya dibalik huruf Taurat itu yaitu pengejawantahannya yang bukan dengan “perbuatan” tetapi dengan “iman.” Tanggapan: Sayangnya, Ir. Herlianto mengaburkan makna mengenai kehadiran Yesus “menggenapi Torah” dan pernyataan Paul mengenai “meneguhkan Torah” dengan memberikan penjelasan, “ia memberikan arti sebenarnya dibalik huruf Taurat itu yaitu pengejawantahannya yang bukan dengan ‘perbuatan tetapi dengan ‘iman’”. Cara berpikir demikian adalah dualistik khas cara pandang Helenistik yang mengontradiksikan antara yang “spiritual” dan “material”. Padahal, Rasul Paul sedang mengingatkan orang Yahudi yang bermegah melalui perbuatan mereka dalam melakukan Torah sehingga terjebak legalisme, namun bukan berarti perbuatan baik tidak memiliki nilai. Berulang kali Rasul Paul menghubungkan “perbuatan baik” dengan kekekalan sbb: “Ia akan membalas setiap orang menurut perbuatannya, yaitu hidup kekal kepada mereka yang dengan tekun berbuat baik, mencari kemuliaan, kehormatan dan ketidakbinasaan, tetapi murka dan geram kepada mereka yang mencari kepentingan sendiri, yang tidak taat kepada kebenaran, melainkan taat kepada kelaliman” (Rm 2:6-8). Demikian pula dikatakan dalam 2 Korintus 5:10 sbb: “Sebab kita semua harus menghadap takhta pengadilan (Mesias) supaya setiap orang memperoleh apa yang patut diterimanya, sesuai dengan yang dilakukannya dalam hidupnya ini, baik ataupun jahat”. Ir. Herlianto: Dapat dimengerti mengapa banyak dari mereka yang ingin kembali ke akar yudaik dan syariat Taurat menganggap Surat-Surat Paulus sebagai kurang berotoritas bahkan ada yang menolaknya sama sekali, soalnya ajaran Paulus dengan jelas mengajarkan umat agar berakar dalam Tuhan Yesus Kristus dan bukan berakar pada ajaran turun-temurun yaitu akar adat istiadat Yahudi. “Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur. Hati-hatilah, supaya jangan ada yang menawan kamu dengan filsafatnya yang kosong dan palsu menurut ajaran turuntemurun dan roh-roh dunia, tetapi tidak menurut Kritus.” (Kol.2:6-8) Tanggapan: Tidak kami sangkal, dalam sikap euforia terhadap pemahaman baru, ada sikap dan tindakan yang melampaui batas, berlebihan. Kami akui ada sikap-sikap sedemikian yang muncul dalam beberapa komunitas. Kami anggap itu sebagai suatu koreksi. Namun jangan menggeneralisir bahwa semua memiliki pemahaman sedemikian. Saya sendiri tetap menjunjung tinggi surat-surat Rasul Paul dari kacamata dan sudut pandang Semitik-Hebraik, sehingga tersingkap maknanya secara utuh dan tidak membaca dari bingkai Greko-Roman yang Helenistik sehingga menimbulkan bias pemahaman. Ir. Herlianto: Bahwa Yesus tidak menjalankan syariat Sabat Taurat seperti kebiasaan Yahudi dapat diketahui dari kenyataan bahwa Ia selalu disalahkan oleh orang Farisi karena dianggap ‘melanggar sabat. Tanggapan: Siapa bilang Yesus tidak menjalankan Syariat Shabat? Perhatikan data berikut: “Pada suatu hari Sabat Yesus datang ke rumah salah seorang pemimpin dari orang-orang Farisi untuk makan di situ. Semua yang hadir mengamat-amati Dia dengan saksama” (Luk 14:1). Laporan Lukas 14:1 tidak memberikan kesan apa-apa 33
jika tidak dibaca dengan perspektif Yudaisme dan budaya Semitik-Hebraik. Kata “makan” dalam ayat tersebut merupakan kebiasaan yang dilakukan saat membuka Sabat (Erev Shabat) yang jatuh Ju’at petang dan menutup Sabat (Havdalah) yang jatuh Sabtu petang. Yesus makan dalam jamuan Sabat,berarti beliau memelihara syariat yang terkait Sabat. Sikap orang Farisi ketika menyalahkan Yesus bukan dikarenakan Yesus tidak melaksanakan Sabat, melainkan Yesus memberikan pemahaman yang segar mengenai Sabat dan membebaskannya dari pelaksanaan Sabat yang legalistik dan membebani umat dengan berbagai aturan. Ir. Herlianto: Sikap Yesus terhadap hari Sabat secara konsekwen dinyatakan dengan kebangkitannya bukan pada hari Sabat hari ketujuh tetapi ‘pada hari pertama dalam minggu’ (Mat.28:1) sebagai pengejawantahan arti sabat yang sebenarnya. Ini menarik karena kemenangannya atas maut dan ke’tuhan’annya tidak dinyatakan pada hari ‘Sabat Sabtu’ Tanggapan: Mari kita baca Matius 28:1 sbb: ”Setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu“. Apakah ayat ini mengatakan bahwa Yesus bangkit pada hari Minggu pagi? Tidak! Ayat ini hanya melaporkan bahwa para murid subuh itu (Minggu) pergi menuju kuburan. Namun mereka berjumpa dengan malaikat dan malaikat menginformasikan bahwa Yesus ”...sebab Dia telah bangkit...“ (Mat 28:6). Kapan Yesus bangkit? Bukan Minggu pagi namun Sabtu malam, tidak diketahui pukul berapa. Jika mengikuti perhitungan Yahudi, Sabtu malam Minggu pk 18 sudah dikategorikan hari Minggu, namun bukan bermakna Yesus bangkit Minggu pagi. Beliau ditemukan sudah bangkit pada Minggu pagi, namun beliau bangkit saat Shabat sudah berganti, masih di hari Sabtu. Dan yang terpenting dari sanggahan ini, apakah Yesus memberikan makna teologis baru pada Hari Minggu sebagai hari yang menggantikan Sabat? Sama sekali tidak! Ir. Herlianto: Rasul Yohanes melihat penglihatan pada ‘hari Tuhan’ (kuriake hemera, Why.1:10) dan ‘hari Tuhan’ juga akan menunjukkan hari kedatangan-Nya yang keduakali kelak untuk menghakimi manusia (Kis.2:20; 2 Ptr.3:10). Istilah ‘hari Tuhan’ dalam PB tidak ditujukan kepada Yahweh melainkan kepada Tuhan Yesus. Tanggapan: Saya telah memberikan perspektif lain mengenai “Kuriake Hemera” dalam penjelasan awal. Terlepas tulisan para “Bapa Gereja” merujuk “Kuriake Hemera”, Wahyu 1:10 tidak memberikan indikasi apapun mengenai suatu perintah mengenai perpindahan hari Sabat dari Sabtu menjadi Minggu. Thoh seandainya ayat ini terbukti bahwa istilah “Kuriake Hemera”, adalah Hari Minggu, tidak memberikan bukti apapun untuk mengesahkn pergantian Sabat ke Minggu. Ir. Herlianto: Hari Tuhan bukanlah penetapan gereja, sebab sudah ditulis oleh Yohanes pada akhir abad I sedangkan institusi gereja sebagai organisasi kepausan dimulai dari uskup Roma baru muncul pada abad III dimana mulai dikeluarkan peraturan-peraturan atas nama gereja. Kaisar Konstantin lah yang menjadi kristen yang kemudian mengeluarkan edik yang menjadikan ‘Hari Minggu sebagai hari istirahat resmi’ (AD 321) karena sudah meluas digunakan sebagai hari pertemuan umat Kristen sejak abad pertama. 34
Tanggapan: Hari Tuhan (Kuriake Hemera) dalam Wahyu 1:10 tidak ada kaitannya dengan Edik Milano (321 M) yang dikeluarkan Konstantin. Hari Tuhan dalam Wahyu 1:10 bukan menunjukkan hari perkumpulan ibadah dan bukan pula menunjukkan perintah untuk beribadah pada Hari Minggu. Kasus Wahyu 1:10 berbeda dengan keputusan Konstantin untuk mengubah, mengganti Sabat ke Minggu. Harry R. Boer memberi komentar terhdap keputusan dalam Edik Milano sbb: It is noteworthy that Constantine did not relate his legiaslation to Christian practice or to the Fourth Commandement. He designated Sunday by its traditional pagan name, the Day of the Sun, not the Shabath or the Day of the Lord. Pagans could therefore accept it. Christians gave the natural sun a new meaning by thinking of Christ the Sun of Rigteousness"45 (Patut dicatat baahwasanya Konstantin menghubungkan ketetapannya, tidak berhubungan dengan ibadah Kristen atau Hukum yang keempat dari Sepuluh Hukum. Dia menghubungkan hari Minggu melalui nama kekafiran yang secara tradisional disebut Hari Matahari, bukan Hari Sabat atau Hari Tu(h)an. Orang-orang kafir selanjutnya dapat menerima hari itu. Orang-orang Kristen memberikan tabiat matahari dengan makna baru dengan menghubungkan Mesias sebagai Matahari Kebenaran). Ir. Herlianto: Setelah Yesus naik ke sorga, Roh Kudus dicurahkan kepada umat manusia pada ‘hari Minggu’ yaitu pada hari ‘Pentakosta’ (hari ke-50 setelah Sabat Paskah, Kis.2). Hari Pentakosta dianggap sebagai kelahiran gereja Kristen. Gereja Kristen lahir pada hari Minggu, hari mengenang kebangkitan Yesus yang menandakan kemenangannya atas dosa dan maut. Semua ini menunjukkan bahwa Tuhan Yesus Kristus memang menghendaki kita menjadikan ‘hari Minggu’ sebagai ‘hari Tuhan’ dimana kita mengenang Sabat, bukan dalam pengertian Sabat Yahudi yang berupa ritual yang memberatkan umat, namun dalam pengertian ‘Tahun Rahmat Tuhan’, Sabat Akbar (Yobel) yang dikenang sebagai membebaskan umat manusia dari segala penderitaan mereka.
Tanggapan: Sekali lagi saya tegaskan, kegagalan memahami Yudaisme dan tradisi Semitik-Hebraik dalam pembacaan Kitab Suci Perjanjian Baru Yunani, akan menimbulkan bias pemahaman. Inilah yang terjadi pada kajian Ir. Herlianto mengenai Hari Raya Pentakosta. Pentakosta adalah bahasa Yunani untuk menerjemahkan Hari Raya yang ditetapkan YHWH di Sinai dengan sebutan ”Shavuot“ yang artinya hari kelima puluh. Hari Raya yang ditetapkan YHWH ada 7 (Im 23:1-44) dan salah satunya adalah ”Shavuot“ atau Pentakosta. Penetapan jatuhnya Pentakosta atau Shavuot dituliskan dalam Imamat 23:15-16 sbb: ”Kemudian kamu harus menghitung, mulai dari hari sesudah sabat itu, yaitu waktu kamu membawa berkas persembahan unjukan, harus ada genap tujuh minggu; sampai pada hari sesudah sabat yang ketujuh kamu harus hitung lima puluh hari; lalu kamu harus mempersembahkan korban sajian yang baru kepada YHWH“. Frasa ”sesudah Sabat itu“ menimbulkan dua penafsiran dalam mazhab Yahudi. Mazhab Farisi memahami ”sabat“ dalam ayat tersebut yaitu setelah ”Sabat Pesakh“. Pesakh dilaksanakan Tgl 14 Nisan, dan itu termasuk ”Sabat Moedim“ (Sabat Hari Raya). Maka hari apapun jatuhnya Pesakh (entah Senin, Selasa, dst) maka sesudah Pesakh, esok harinya Tgl 15 Nisan Mazhab Farisi akan mulai menghitung Omer sampai hari kelimapuluh. Namun bagi Mazhab Saduki, Frasa ”sesudah Sabat itu“ dimaknai hari sesudah Sabat mingguan, sehingga jatuhnya Hari Minggu. Oleh karenanya jatuhnya Shavuot hingga kini dirayakan selisih sekitar 1 Minggu antara mereka yang memegang tafsir Mazhab Farisi dan Saduki. Dengan melihat latar belakang di atas, jatuhnya Pentakosta (Kitab Kisah Rasul, tidak menginformasikan harinya) maka jika Anda menyatakan Pentakosta dalam Kisah Rasul 2 jatuh pada hari Minggu, adalah sesuatu yang alamiah dari sudut pandang tafsir Mazhab Saduki. Tidak ada yang istimewa pada Hari 45
Ibid.,
35
Minggu Pentakosta, karena sejak lama, Mazhab Saduki melaksanakan Pentakosta tiap Hari Minggu kelimapuluh sejak Pesakh. Dan yang tidak kurang pentingnya, Kisah Rasul 2 tidak menginformasikan pada kita apalagi memerintahkan suatu peribadatan baru yang dimulai pada Hari Minggu. Ir. Herlianto: Perlu disadari bahwa hari Minggu bukanlah hari Sabat dalam pengertian ritual tradisi Yahudi, dan sekalipun para murid kemudian masih menghadiri perayaan hari Sabat di Bait Allah / Sinagoga, mereka melihat Sabat sebagai menunjuk Yesus yang menjadi Sabat bagi manusia. Kemudian, para murid berangsur-angsur meninggalkan pertemuan Sabat di rumah ibadat Yahudi dan berkumpul memecahkan roti di hari minggu di rumah-rumah mereka (Kis.2:42;20:7; 1Kor.16:2). Persekutuan demikianlah yang kemudian menjadi hari persekutuan rutin bagi para murid Yesus sebagai hari kenangan mingguan hari kebangkitan Yesus, kebiasaan mana dilakukan sedini hari kebangkitan Yesus (Yoh.20:1,19) dan Pentakosta (Kis.2). Tanggapan: Benarkah pernyataan ini, “Kemudian, para murid berangsur-angsur meninggalkan pertemuan Sabat di rumah ibadat Yahudi dan berkumpul memecahkan roti di hari minggu di rumah-rumah mereka (Kis.2:42;20:7; 1Kor.16:2)?” Kita akan uji dengan melakukan eksegese teks-teks yang dirujuk dan ini sudah diulas dalam penjelasan awal, namun akan kita kutip kembali Kisah Rasul 20:7, diterjemahkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia, sbb : "Pada hari pertama minggu itu,...". terjemahan ini mengesankan bahwa sakramen Perjamuan Kudus dilaksanakan tiap-tiap hari minggu. Dalam naskah Yunani dituliskan, "en de te mia ton sabbaton sunegmenon hemon klasai arton Paulos dielegeto hautois". Dalam naskah Yunani saja tertulis kata 'sabat', mengapa dalam terjemahan Indonesia tidak tertulis? Teks diatas selayaknya diterjemahkan “Pada hari pertama usai Sabat itu…”. Kata “en de te mia” , menurut DR. David Stern, menunjuk pada “Motsaei Shabat” atau “Departure of the Shabat” (Sabat sore/ sabtu sore)46. Selanjutnya beliau menjelaskan, “pertemuan sabtu malam akan lebih tepat bersamaan dengan perayaan Sabat Yahudi, dimana semangat Sabat terkadang dilaksanakan pada sabtu sore setelah upacara Sabat selesai, yang dilaksanakan sesudah matahari tenggelam ketika menjelang gelap, dimana saat yang cukup untuk melihat tiga bintang dilangit”47. Dalam Ortodox Jewish Brit Chadasha, diterjemahkan: “And on Yom Rishon, when we met for a firen tish (it was Motzoei Shabbos when there was a Melaveh Malkeh communal meal), Rav Sha'ul was saying a shiur to them, since he would have to depart early the next day and was having to extend the message until chatzot halailah” 48 Kata “Yom Rishon” artinya hari yang pertama setelah melewati Sabat yang jatuh sekitar pukul 19.00 sampai malam. Perhitungan hari menurut orang-orang Yahudi, dimulai bukan pada saat matahari terbit, melainkan saat matahari mulai tenggelam. Dalam buku Passover: A Memorial for All Time disebutkan: “Thus it is clear that Biblical days begin at evening with the setting of the sun and not at sunrise as in ancient Egypt” (Telah jelas dikatakan bahwa hari menurut Kitab Suci dimulai saat matahari terbenam dan bukan saat matahari terbit, seperti di Mesir)49. TaNaKh menjelaskan mengenai pergantian hari dalam Kejadian 1:5b,8b,13, Ulangan 23:10-11, Imamat 11:24-25; 22:6-7, Imamat 23:32. Maka pertemuan yang diadakan Paul sebenarnya dalam rangka 46
Op.Cit., Jewish New Testament Commentary, JNTP, 1992, p.299
47
Ibid.,
48
Op.Cit., Artist for Israel International, New York, 1996 [www.beittikvahsynagogue.org]
49
Yahweh’s New Covenant Assembly, 1992, p.11
36
penutupan Sabat yang diakhiri pukul 19.00. Sebelumnya telah dimulai suatu pertemuan. Lalu dilanjutkan sampai malam. Ini bukan pertemuan istimewa yang menggantikan Sabat sebagaimana anggapan Kekristenan pada umumnya. DR. David Stern melanjutkan memberi komentar: “A Saturday night meeting would continue to God oriented spirit of Shabat, rather than require the believers to shift their concern from workday matters, as would be the case on Sunday night”50. Konteks Kisah Rasul 20:7 membicarakan mengenai persinggahan Paul dari kegiatan pelayanan di Makedonia, Siria, Filipi dan Troas (Kis 20:1-6). Usai ibadah Sabat di Troas, Paul berbincang-bincang sampai larut malam, sebelum keesokkan harinya berangkat ke Asos, Metilene, Khios, Miletus, Efesus, sebelum kembali ke Yerusalem (Kis 20:13-16). Kata “dielegeto” yang dihubungkan dengan ucapan Paul bukan berkategori kotbah namun setara dengan “berdiskusi”, “berdebat”, “berbicara” (Mrk 9:34, Kis 17:2, Kis 17:17). 1 Korintus 16:2 dalam terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia: “Pada hari pertama dari tiap-tiap minggu hendaklah kamu masing-masing-sesuai dengan apa yang kamu peroleh-menyisihkan sesuatu dan menyimpannya di rumah, supaya jangan pengumpulan itu diadakan kalau aku datang”. Dalam naskah Yunani tertulis, “kai humeis poiesate kata mian sabbaton ekastos humon par eautoi titheto”. Ayat inipun menggunakan frasa serupa sebagaimana dalam Kisah Rasul 20:7, “kata mian Sabbaton” yang lebih tepat diterjemahkan “sabat sore” atau “hari pertama dari sabat itu”. Konteks 1 Korintus 16:2 tidak memberikan indikasi suatu pertemuan ibadah yang khusus layaknya dilakukan oleh gereja Kristen dimanapun. Perikop ini sedang membicarakan penggalangan dana bagi orang Yahudi di yerusalem dengan pola seperti jemaat di Galatia (1 Kor 16:1). Paul yang mengorganisir pertemuan pengumpulan dana ini. Pengumpulan dana tersebut sangat efektif dilaksanakan setelah ibadah sabat sore saat orang-orang berkumpul (1 Kor 16:2). Hasil pengumpulan akan dikirim ke Yerusalem (1 Kor 16:3). Dari analisis teks di atas, TIDAK TERBUKTI, jika pertemua-pertemuan yang dimaksudkan adalah pertemuan Minggu pagi, sebaliknya pertemua dilaksanakan dalam suasana Sabat yang hendak berakhir yaitu Havdalah. Ketidakpahaman akan konteks Yudaisme dan pola pikir Semitik-Hebraik, menimbulkan pemahaman yang bias terhadap pembacaan teks-teks Yunani Kitab Perjanjian Baru Ir. Herlianto: Jadi sebutan bahwa orang kristen menyembah dewa matahari dan dianggap menjadikan hari matahari sebagai ‘Hari Tuhan’ (Lord’s Day) tidak berdasar, sebab orang Kristen yang semula mengikuti tradisi yahudi dengan berkumpul pada hari Sabat kemudian melepaskan diri dari tradisi Yahudi dan menjadikan kenangan ‘hari pertama dalam minggu’ dimana Yesus bangkit sebagai saat berkumpul mingguan untuk mengenang ‘Yesus yang telah bangkit sebagai Tuhan.’ Orang Yahudi menyebut urutan hari dengan Yom Rishom (hari ke-1), Yom Sheyni (hari ke-2), Yom Slishi (hari ke-3), Yom Revi’i (hari ke-4), Yom Khamishi (hari ke-5), Yom Shishi (hari ke-6), dan Shabbat (hari istirahat). Tentu tidak bisa disebut bahwa orang Yahudi mengkuduskan Dewa Saturnus hanya karena mengkuduskan hari ketujuh bukan? Tanggapan: Kekristenan yang beribadah pada Hari Minggu, tentu saja tidak bisa dihakimi menyembah Dewa Matahari. Namun Kekristenan pada umumnya harus mengetahui bahwa sejarah mencatat bahwa 50
Ibid., Jewish New Testament Commentary, p.299
37
Hari Minggu adalah perayaan kafir penyembahan bagi Dewa Sol Invictus (Matahari) yang disembah penduduk Romawi termasuk Konstantin sebelum bertobat. Dan perayaan Minggu diadopsi dan dibaptiskan menjadi ibadah Kristiani dengan mempertimbangkan tafsiran mengenai kebangkitan Yesus pada hari pertama dan peristiwa Pentakosta. Silahkan saja beribadah pada Hari Minggu namun adalah keliru menyatakan Sabat telah digantikan pada hari Minggu. Ir. Herlianto: Perlu diingat kembali, benar bahwa dalam hidupnya Yesus sering menghadiri pertemuan di hari Sabat namun itu bukan untuk merayakan hari Sabat sesuai tradisi Yahudi (sehingga Ia disalahkan oleh orang Farisi sebagai melanggar Sabat) melainkan karena disitulah Ia bisa bertemu umat yahudi yang berkumpul dimana Ia bisa bersaksi tentang firman Tuhan terutama untuk menyatakan bahwa Ia adalah Tuhan sendiri penggenap Sabat Yobel (Luk.4:18-19), karena kalau Ia masuk ke sinagoga dihari lain tentu tidak ada yang berkumpul, tetapi setelah kebangkitan-Nya dari antara orang mati ketika para pengikut-Nya makin banyak, Ia tidak berkumpul di hari Sabat menemui umat agama Yahudi melainkan menjumpai murid-murid-Nya pada hari minggu dan menyatakan diri-Nya sebagai Tuhan yang Bangkit kepada mereka... Tanggapan: Asumsi Ir. Herlainto di atas tidak terbukti. Mari kita baca Matius 28:1 sbb: ”Setelah hari Sabat lewat, menjelang menyingsingnya fajar pada hari pertama minggu itu, pergilah Maria Magdalena dan Maria yang lain, menengok kubur itu“. Apakah ayat ini mengatakan bahwa Yesus bangkit pada hari Minggu pagi? Tidak! Ayat ini hanya melaporkan bahwa para murid subuh itu (Minggu) pergi menuju kuburan. Namun mereka berjumpa dengan malaikat dan malaikat menginformasikan bahwa Yesus ”...sebab Dia telah bangkit...“ (Mat 28:6). Kapan Yesus bangkit? Bukan Minggu pagi namun Sabtu malam, tidak diketahui pukul berapa. Jika mengikuti perhitungan Yahudi, Sabtu malam Minggu pk 18 sudah dikategorikan hari Minggu, namun bukan bermakna Yesus bangkit Minggu pagi. Beliau ditemukan sudah bangkit pada Minggu pagi, namun beliau bangkit saat Shabat sudah berganti, masih di hari Sabtu. Dan yang terpenting dari sanggahan ini, apakah Yesus memberikan makna teologis baru pada Hari Minggu sebagai hari yang menggantikan Sabat? Sama sekali tidak! Ir. Herlianto: Kematian dan kebangkitan Yesus telah menggenapi pembebasan umat manusia dari dosa sehingga umat kristen tidak lagi perlu menambahinya dengan usaha baik manusia termasuk menjalankan ritual Sabat. Tanggapan: Jika benar demikian, mengapa Rasul Paul tetap memelihara Sabat dan beribadah serta mengajar pada Hari Sabat, beberapa puluh tahun paska kenaikkan Yesus ke Sorga? Mari kita perhatikan data-data berikut: “Dari Perga mereka melanjutkan perjalanan mereka, lalu tiba di Antiokhia di Pisidia. Pada hari Sabat mereka pergi ke rumah ibadat, lalu duduk di situ” (Kis Ras 13:14) “Sebab penduduk Yerusalem dan pemimpin-pemimpinnya tidak mengakui Yesus. Dengan menjatuhkan hukuman mati atas Dia, mereka menggenapi perkataan nabi-nabi yang dibacakan setiap hari Sabat” (Kis Ras 13:27) 38
“Ketika Paulus dan Barnabas keluar, mereka diminta untuk berbicara tentang pokok itu pula pada hari Sabat berikutnya” (Kis Ras 13:42) “Pada hari Sabat berikutnya datanglah hampir seluruh kota itu berkumpul untuk mendengar firman (Tuhan)” (Kis 13:44) Kalau Kekristenan tidak memerlukan perbuatan baik, darimana orang non Kristen dapat membuktikan keimanan orang Kristen itu? Yakobus mengingatkan atas cara berpikir yang parsial, dengan mengatakan sbb: “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Jika seorang saudara atau saudari tidak mempunyai pakaian dan kekurangan makanan sehari-hari, dan seorang dari antara kamu berkata: "Selamat jalan, kenakanlah kain panas dan makanlah sampai kenyang!", tetapi ia tidak memberikan kepadanya apa yang perlu bagi tubuhnya, apakah gunanya itu? Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Tetapi mungkin ada orang berkata: "Padamu ada iman dan padaku ada perbuatan", aku akan menjawab dia: "Tunjukkanlah kepadaku imanmu itu tanpa perbuatan, dan aku akan menunjukkan kepadamu imanku dari perbuatan-perbuatanku." Engkau percaya, bahwa hanya ada satu (Tuhan) saja? Itu baik! Tetapi setan-setan pun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar. Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong? Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatanperbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah? Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna. Dengan jalan demikian genaplah nas yang mengatakan: "Lalu percayalah Abraham kepada (Tuhan), maka (Tuhan) memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran." Karena itu Abraham disebut: "Sahabat (Tuhan)." Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman. Dan bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui jalan yang lain? Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati” (Yak 2:14-26) Demikian pula Rasul Paul menegaskan sbb: “Segala tulisan yang diilhamkan (Tuhan) memang bermanfaat untuk mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran. Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan (Tuhan) diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik” (2 Tim 3:16-17).
39