Apakah Mati?
Yesus
Benar-benar
Pengantar Gagasan bahwa Yesus tidak pernah benar-benar mati muncul pada tulisan di abad ketujuh. Di situ dikatakan bahwa Yesus melarikan diri ke India. Bahkan sampai saat ini terdapat sebuah makam keramat yang dianggap makam Yesus di Srinagar, Kashmir. Pada permulaan abad ke-19, Karl Bahrdt, Karl Venturini, dan yang lain-lainnya mencoba menjelaskan Kebangkitan dengan mengemukakan
gagasan
bahwa
Yesus
hanya
pingsan
karena
kepayahan di atas kayu salib, atau Ia telah diberi obat yang membuatnya kelihatan mati, dan bahwa selanjutnya Ia dihidupkan kembali oleh udara kubur yang sejuk dan lembab. Mereka menjelaskan bahwa Yesus telah diberi suatu cairan di suatu bunga karang ketika tergantung di atas salib (Markus 15:36) dan bahwa Pilatus kelihatan terkejut akan betapa cepatnya Yesus mati (Markus 15:44). Konsekuensinya, kata mereka, pemunculan Yesus kembali bukanlah suatu kebangkitan mukjizat, tetapi sekedar suatu kesadaran kembali yang kebetulan, dan kubur-Nya kosong karena Ia masih terus hidup. Apa yang sebenarnya terjadi saat Penyaliban? Apa penyebab kematian Yesus? Adakah cara yang mungkin bagi-Nya untuk bertahan hidup dari siksaan ini? Ini adalah pertanyaanpertanyaan yang dapat dibantu diselesaikan dengan bukti medis. Wawancara dengan Alexander Metherell, M.D., PH.D. Metherell adalah seseorang dengan gelar medis dari University of Miami di Florida dan gelar doktor dalam bidang teknik dari University of Bristol di Inggris. Ia memperoleh sertifikat dalam diagnosis dari The American Board of Radiology dan menjadi konsultan bagi The National Heart, Lung, and Blood Institute of the National Institutes of Health of Bethesda,
Maryland. Metherell adalah mantan ilmuwan riset yang mengajar di The University of California, dan editor lima buku ilmiah dan telah membuat tulisan-tulisan yang diterbitkan mulai dari Aerospace Medicine sampai Scientific American. Analisis cerdasnya atas konstraksi muskular telah diterbitkan dalam The Physiologist dan Biophysics Journal. Ia berpenampilan sesuai dengan perannya sebagai seorang otoritas medis terkemuka. Penyiksaan Sebelum Penyaliban Dapatkah Anda melukiskan suatu gambaran tentang apa yang terjadi pada Yesus? Itu dimulai setelah Perjamuan Terakhir. Yesus pergi dengan murid-murid-Nya ke Taman Getsemani. Di sana Ia berdoa semalammalaman. Nah, selama proses itu Ia mengantisipasi datangnya peristiwa-peristiwa pada hari berikutnya. Karena Ia mengetahui beratnya penderitaan yang akan Ia pikul, sungguh wajar jika Ia mengalami tekanan psikologis yang sangat besar. Dalam Lukas 22:44 menceritakan bahwa Ia mulai meneteskan keringat darah pada keadaan ini. Bukankah ini hanyalah imajinasi yang terlalu fiktif? Tidak sama sekali. Ini adalah suatu kondisi medis yang dikenal dengan hematidrosis. Ini terjadi karena tekanan psikologis yang sangat tinggi. Kegelisahan yang hebat menyebabkan terlepasnya zat-zat kimia yang memecahkan kapiler-kapiler dalam kelenjar-kelenjar keringat. Akibatnya terjadi pendarahan dalam kelenjar-kelenjar ini, dan keringat yang keluar disertai dengan darah. Hal ini menyebabkan kulit menjadi amat sangat rapuh ketika Yesus dicambuk oleh serdadu Roma keesokan harinya, kulit-Nya menjadi amat sangat sensitif. Pencambukan Roma dikenal sangat brutal, biasanya terdiri dari 39 cambukan, tetapi seringkali lebih banyak daripada itu, tergantung pada suasana hati Si Serdadu yang melaksanakan pukulan. Si Serdadu akan menggunakan cemeti dari kepangan tali kulit dengan bola-bola logam yang dijalin ke dalamnya. Ketika
cemeti itu menghantam daging, bola-bola ini akan menyebabkan memar atau lebam yang dalam, yang akan pecah terbuka akibat pukulan selanjutnya. Dan cemeti itu juga memiliki potonganpotongan duri tajam, yang akan mengiris daging dengan hebat. Punggung yang dipukul itu akan menjadi tercabik-cabik, sehingga sebagian dari tulang belakang kadangkala terlihat akibat irisan yang dalam, sangat dalam. Pencemetian itu akan ditimpakan ke segala arah: dari bahu turun ke punggung, pantat, dan bagian belakang kaki. Itu akan sangat mengerikan. Selagi pencambukan berlanjut, luka koyakan akan tercabik sampai ke otot-otot kerangka di bawahnya dan menghasilkan goresan-goresan daging berdarah yang gemetar. Seorang sejarawan abad ketiga bernama Eusebius menggambarkan pencambukan dengan mengatakan, “Pembuluh-pembuluh si penderita terbuka telanjang, dan otot-otot, urat-urat, dan isi perut si korban terlihat”. Banyak orang akan mati dari pemukulan semacam ini, bahkan sebelum mereka disalibkan. Setidaknya, Si Korban akan mengalami kesakitan hebat dan keguncangan karena efek-efek kehilangan sejumlah besar darah (hipovolemik). Ini mengakibatkan 4 hal: Jantung berdetak cepat untuk mencoba memompa darah yang tidak ada di sana. Tekanan darah turun, menyebabkan pingsan. Ginjal berhenti menghasilkan urin untuk mempertahankan volume darah yang masih tinggal. Orang itu menjadi sangat haus sewaktu tubuhnya sangat membutuhkan cairan untuk menggantikan volume darah yang hilang. Apakah Anda melihat bukti ini dari catatan-catatan Injil? Ya, sangat pasti. Yesus berada dalam keguncangan karena kehilangan sejumlah besar darah ketika Ia berjalan terhuyunghuyung ke lokasi hukuman mati di Kalvari, memikul batang kayu salib yang horizontal. Akhirnya Yesus tak sadarkan diri, dan
serdadu Roma memerintahkan Simon untuk memikul salib-Nya. Selanjutnya kita membaca bahwa Yesus berkata, ‘Aku haus’, pada saat ketika sedikit cuka diberikan kepada-Nya.Karena efek-efek mengerikan dari pemukulan ini, sudah pasti Yesus berada dalam kondisi kritis, bahkan sebelum paku-paku ditancapkan menembus kedua tangan dan kaki-Nya. Penderitaan Salib Apa yang terjadi ketika Ia tiba di lokasi Penyaliban? Ia akan dibaringkan, kedua tangan-Nya akan dipakukan dalam posisi terentang ke batang kayu horizontal. Orang-orang Roma biasanya menggunakan paku besar yang panjangnya 5 sampai 7 inci dan meruncing ke suatu ujung yang tajam. Paku ini ditancapkan menembus pergelangan tangan. Ini adalah posisi kokoh yang akan mengunci posisi tangan. Dan penting untuk dipahami bahwa paku itu akan menembus ke tempat di mana urat syaraf tengah berada. Ini adalah urat syaraf terbesar yang menuju ke tangan, dan itu akan diremukkan oleh paku yang diketokkan ke dalamnya. Kesakitan apa yang akan ditimbulkannya? Apakah Anda pernah merasakan rasa sakit ketika Anda membenturkan siku Anda dan memukul tulang ujung siku Anda? Itu sebenarnya urat syaraf lain, disebut urat syaraf ulna. Akan sangat menyakitkan bila tanpa sengaja Anda memukulnya. Yah, bayangkan mengambil sebuah tang dan memeras dan meremukkan urat syaraf itu. Efek itu akan mirip dengan apa yang Yesus alami. Kesakitannya sama sekali tak tertahankan, secara harafiah itu di luar kata-kata untuk menjelaskannya. Pada keadaan seperti ini Yesus dinaikkan, selagi balok salib dipasangkan ke tiang vertikal, dan kemudian paku-paku ditancapkan menembus kedua kaki Yesus. Sekali lagi, urat syaraf di kedua kaki-Nya akan remuk, dan di sana akan terasa jenis kesakitan yang sama. Penyebab Kematian
Penyaliban pada intinya adalah kematian perlahan yang diakibatkan oleh asfiksiasi (sesak nafas karena kekurangan oksigen dalam darah). Alasannya adalah bahwa tekanan-tekanan pada otot-otot dan diafragma membuat dada berada pada posisi menarik nafas, agar dapat menghembuskan nafas, orang itu harus mendorong kedua kakinya agar tekanan pada otot-otot dapat dihilangkan untuk sesaat. Ketika melakukan itu, paku akan merobek kaki, lalu akhirnya mengunci posisi terhadap tulangtulang tumit kaki. Setelah dapat menarik nafas, orang itu kemudian akan dapat relaks dan menarik nafas lagi. ekali lagi ia harus mendorong tubuhnya naik untuk menghembuskan nafas, menggesekkan punggungnya yang berdarah ke kayu salib yang kasar. Ini akan berlangsung terus dan terus sampai kepayahan, dan orang itu tidak akan mampu mengangkat diri dan bernafas lagi. Ketika nafas orang itu semakin perlahan, ia mengalami apa yang disebut asidosis pernafasan, karbondioksida dalam darah larut sebagai asam karbonik, menyebabkan keasaman darah meningkat. Ini akhirnya mengakibatkan detak jantung yang tidak teratur. Dengan jantung-Nya yang berdetak tak menentu, Yesus berada dalam saat-saat kematian-Nya, yakni ketika Ia berkata, “Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku”. Kemudian Ia mati akibat berhentinya detak jantung. Bahkan sebelum Ia mati, keguncangan karena kehilangan sejumlah besar darah akan menyebabkan jantung berdebar kencang terusmenerus, yang akan menyebabkan: kegagalan jantung serta terkumpulnya cairan dalam membran-membran di sekitar jantung dan juga sekitar paru-paru. Mengapa hai ini penting? Karena ketika serdadu Roma datang, dan hampir yakin bahwa Yesus telah mati, mereka menegaskannya dengan menusukkan sebuah tombak ke pinggang kanan-Nya. Tombak itu menembus paruparu kanan dan ke jantung, jadi ketika tombak itu ditarik
keluar, sejumlah cairan dalam membran-membran sekitar jantung dan juga sekitar paru-paru keluar. Ini akan terlihat sebagai cairan jernih, seperti air, diikuti dengan banyak darah, seperti yang dijelaskan saksi mata Yohanes dalam Injilnya (Yohanes 19:34). Tulang-tulang-Nya Tidak Dipatahkan Injil-injil berkata bahwa para serdadu mematahkan kaki kedua penjahat yang disalibkan Yesus. Mengapa mereka melakukan itu? Mereka ingin mempercepat kematian, dan dengan datangnya hari Sabat dan Paskah, para pemimpin Yahudi tentunya ingin segera mengakhiri ini sebelum matahari tenggelam. Serdadu-serdadu Roma akan menggunakan gagang baja dari tombak Roma untuk menghancurkan tulang-tulang kaki bagian bawah Si Korban. Ini akan mencegahnya dari mengangkat diri dengan kakinya, sehingga dapat bernafas, dan kematian akibat sesak nafas kekurangan oksigen dalam darah akan terjadi dalam beberapa menit. Perjanjian Baru menjelaskan kepada kita bahwa kaki-kaki Yesus tidak dipatahkah karena para serdadu telah menyatakan bahwa Ia telah mati, dan mereka hanya menggunakan tombak untuk memastikannya. Ini menggenapi Perjanjian Lama tentang Mesias, yaitu bahwa tulang-tulang-Nya tidak akan dipatahkan (Mazmur 34:21). Para serdadu Roma adalah orang yang tidak ahli dalam hal pengobatan/medis, apakah pernyataan mereka tentang kematian Yesus dapat dipercaya? Para serdadu Roma memang tidak pergi ke sekolah medis/pengobatan. Tetapi ingat, mereka adalah ahli dalam membunuh orang karena itu adalah tugas mereka, dan mereka melakukannya dengan baik. Mereka tahu tanpa keraguan sedikitpun kapan seseorang mati, dan itu tidak sulit untuk mengetahuinya. Disamping itu, jika seorang tahanan berhasil melarikan diri, serdadu-serdadu yang bertanggung jawab itu sendiri akan dibunuh, jadi mereka memiliki dorongan besar untuk memastikan
bahwa setiap korban telah mati ketika ia diturunkan dari salib. Argumen Terakhir Adakah cara apapun yang memungkinkan Yesus bisa bertahan hidup dari penderitaan salib ini? Sama sekali tidak ada. Ingatlah bahwa Ia sudah berada dalam keguncangan akibat kehilangan banyak darah, bahkan sebelum penyaliban dimulai. Ia tidak mungkin mempura-purakan kematianNya, karena Anda tidak mungkin mempura-purakan ketidakmampuan bernafas untuk waktu yang lama. Disamping itu, tombak yang dihunjamkan ke jantungnya akan menetapkan kematian-Nya. Dan serdadu-serdadu Roma tidak akan mengambil resiko kematian sendiri dengan membiarkan-Nya pergi dalam keadaan hidup. Jadi bila seseorang mengajukan gagasan kepada Anda bahwa Yesus sekedar pingsan di atas kayu salib, akan saya beritahu bahwa itu tidak mungkin. Itu adalah khayalan tanpa dasar. Pertanyaan Bagi Hati Yesus dengan sengaja melangkah ke dalam tangan-tangan lawanNya. Ia tidak menolak penangkapan. Ia tidak mempertahankan diri-Nya saat persidangan. Jelas bahwa Ia bersedia mengajukan diri-Nya untuk mengalami penyaliban, suatu bentuk penyiksaaan yang memalukan dan memilukan. Apa yang mungkin memotivasi
seseorang
untuk
bersedia
menanggung penghukuman semacam ini? Yesus tahu apa yang akan terjadi, dan Ia bersedia melewati semuanya itu, karena itu merupakan satu-satunya cara Ia dapat menebus kita, dengan menjadi pengganti kita dan menanggung hukuman maut yang layak kita terima karena pemberontakan kita terhadap Tuhan. Itu merupakan misi-Nya yang sepenuhnya ketika Ia datang ke bumi. Jadi bila Anda bertanya apa yang memotivasi Dia, jawabannya dapat diringkas dalam satu kata, yaitu KASIH. Kesimpulan Yesus tidak mungkin bertahan hidup dari siksaan salib, suatu bentuk kekejian yang begitu keji, sehingga orang-orang Roma
membebaskan warga negara mereka sendiri dari itu, kecuali untuk kasus-kasus pengkhianatan besar. Kesimpulan-kesimpulan Metherell konsisten dengan penemuan dokter-dokter lain yang dengan teliti mempelajari hal ini. Di antara mereka adalah Dr. William D. Edwards, yang artikelnya pada tahun 1986, dalam The Journal of the America Medical Association menyimpulkan, “Jelas, bobot bukti historis dan medis menunjukkan Yesus telah mati sebelum pinggangnya dilukai…. Sesuai dengan itu, penafsiran-penafsiran yang didasarkan pada asumsi bahwa Yesus tidak mati di atas salib bertentangan dengan pengetahuan medis modern”. Untuk direnungkan Di hadapan Tuhan, Saudara adalah orang yang berdosa yang harus menghadap pengadilan Allah dan harus menerima hukuman kekal karena dosa-dosa yang Saudara lakukan. Saudara tidak bisa menyelamatkan diri Saudara sendiri. Yesus telah menanggung hukuman dosa yang seharusnya Saudara terima. Ia telah menerima hukuman yang seharusnya Saudara tanggung. Jika Saudara menerima penggantian hukuman ini, Saudara bisa selamat dari hukuman Tuhan. Maukah Saudara menerima penggantian hukuman ini? Maukah Saudara menerima Yesus sebagai Juruselamat dan Tuhan? Sumber : Lee Strobel, Pembuktian Atas Kebenaran Kristus, Penerbit Gospel Press, PO BOX 238, Batam Center, 29432. F: 021-74709281 Diposkan oleh Blog Kristen Emas Murni di 00.41 Tidak ada komentar:
Detil Anatomi dari Penyaliban Berikut ini adalah hasil penelitian dari dr. C. Truman Davis yang dipublikasikan dalam Majalah New Wine (April 1982) dan awalnya diterbitkan dalam Jurnal Kedokteran Arizona (Maret 1965): 1. Penyaliban diciptakan oleh Bangsa Persia pada 300 SM, dan disempurnakan oleh Orang Romawi pada tahun 100 SM. Ini adalah kematian yang paling menyakitkan yang pernah diciptakan oleh manusia. Istilah “menyiksa” dalam bahasa Inggris “excruciating” berasal dari peristiwa ini. 2. Penyaliban hanya ditujukan untuk penjahat laki-laki yang paling kejam. Yesus menolak anggur yang berfungsi sebagai anestesi (penghilang rasa sakit) yang ditawarkan kepada-Nya oleh tentara Romawi. Hal ini sesuai janji-Nya dalam Matius 26: 29, “Akan tetapi Aku berkata kepadamu: mulai dari sekarang Aku tidak akan minum lagi hasil pokok anggur ini sampai pada hari Aku meminumnya, yaitu yang baru, bersama-sama dengan kamu dalam Kerajaan BapaKu. “ 3. Yesus ditelanjangi dan pakaian-Nya dibagi dengan para penjaga Romawi. Ini adalah pemenuhan dari Mazmur 22:18, “Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan mereka membuang undi atas jubahku.” 4. Penyaliban Yesus dijamin mengerikan, lambat, dan merupakan kematian yang menyakitkan. Karena dipaku Salib, Yesus mustahil mempertahankan posisi anatominya. 5. lutut Yesus tertekuk sekitar 45 derajat, dan Dia terpaksa menanggung beban-Nya dengan otot paha-Nya, yang bukan merupakan posisi anatomis yang mungkin untuk menjaga lebih dari beberapa menit tanpa kram parah pada otot dari paha dan betis. 6. Berat Yesus ditanggung di kaki-Nya, dengan paku didorong melalui mereka. Sebagai kekuatan otot-otot anggota badan
7.
8.
9.
10.
Yesus lebih rendah lelah, berat tubuh-Nya harus dipindahkan ke pergelangan tangan-Nya, tangan-Nya, dan bahu-Nya. Dalam beberapa menit ditempatkan di kayu Salib, bahu Yesus terkilir. Beberapa menit kemudian siku dan pergelangan tangan Yesus menjadi terkilir. Hasil dari dislokasi ekstremitas atas adalah bahwa Lengannya 9 inci lebih panjang dari biasanya, dengan jelas ditampilkan pada Kain Kafan. Hal ini menggenapi nubuatan dalam Mazmur 22:14, “Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di dalam dadaku;” Setelah pergelangan tangan, siku, dan bahu Yesus terkilir, berat tubuh bagian atas-Nya menyebabkan traksi
pada otot Mayor Pectoralis dari dinding dada-Nya. 11. Kekuatan traksi ini disebabkan rusuk-Nya harus ditarik ke atas dan keluar, dalam keadaan yang paling tidak wajar. Dinding Dadanya permanen dalam posisi pernapasan inspirasi maksimal. Untuk menghembuskan napas, Yesus harus memaksa tubuh-Nya secara fisiologis. 12. Untuk bernapas keluar, Yesus harus menekan pada paku di kaki-Nya untuk menaikkan tubuh-Nya, dan memungkinkan tulang rusuk-Nya bergerak ke bawah dan ke dalam untuk menghembuskan udara dari paru-Nya. 13. Paru-paru-Nya berada dalam posisi istirahat inspirasi maksimum yang konstan. Penyaliban merupakan bencana medis. 14. Masalahnya, Yesus tidak bisa dengan mudah menekan paku di kaki-Nya karena otot-otot kaki-Nya membungkuk di 45 derajat, sehingga menjadi sangat lelah, kram parah, dan dalam posisi anatomis tidak dapat lagi bergerak. 15. Seperti semua film Hollywood tentang Penyaliban, korban menjadi sangat aktif. Korban yang disalib fisiologis dipaksa untuk bergerak ke atas dan ke bawah (jarak sekitar 12 inci) untuk bernapas. 16. Proses respirasi menyebabkan sakit luar biasa, dicampur
dengan teror sesak napas mutlak. 17. Enam jam Penyaliban berlalu, Yesus makin tidak mampu menanggung beban-Nya pada kaki-Nya, karena pahaNya dan otot betis menjadi semakin kecapaian. Ada peningkatan dislokasi pergelangan tangan-Nya, siku dan bahu, dan elevasi lebih lanjut dari dinding dada-Nya, membuat Napasnya semakin sulit. Dalam beberapa menit penyaliban Yesus menjadi sangat dyspnoeic (sesak napas). 18. Gerakan naik turun Salib untuk bernapas menyebabkan sakit luar biasa di pergelangan tangan-Nya, kaki-Nya, dan siku-Nya terkilir dan bahu. 19. Yesus dipaksa untuk makin sering bergerak seiring Ia makin kecapaian, tetapi kematian makin dekat karena sesak napas memaksa Dia untuk melanjutkan upaya-Nya untuk bernapas. 20. Terjadi kram yang sangat menyiksa pada otot tubuh bagian bawah Yesus secara ekstrim karena upaya menekan kakiNya, untuk meningkatkan tubuh-Nya, sehingga Dia bisa bernapas keluar. 21. Ledakan rasa sakit dari dua saraf median di pergelangan tangan-Nya yang hancur terjadi seiring tiap gerakan yang dilakukanNya. 22. Yesus berlumuran darah dan keringat. 23. Darah adalah akibat dari pencambukan yang hampir membunuh-Nya, dan keringat akibat Nya upaya untuk secara paksa menghembuskan udara dari paru-Nya. Selama kejadian ini berlangsung Dia benar-benar telanjang, dan para pemimpin Yahudi, orang banyak, dan pencuri di kedua sisi-Nya yang mencemooh, memaki dan menertawakan Dia. Selain itu, ibu Yesus sendiri sedang menonton. 24. Secara fisiologis, tubuh Yesus menjalani serangkaian peristiwa bencana. 25. Karena Yesus tidak dapat mempertahankan ventilasi yang memadai bagi paru-Nya, Dia sekarang dalam keadaan hipoventilasi (kekurangan pernapasan). 26. yle=””>Kadar oksigen dalam darah-Nya mulai turun, dan terjadi Hipoksia (oksigen darah yang rendah).
27. Selain itu, karena gerakan pernapasan dibatasi, tingkat karbon dioksida darah (CO2) tingkat meningkat, kondisi yang dikenal sebagai hiperkapnia. 28. CO2 yang meningkat merangsang jantungNya untuk berdetak lebih cepat untuk meningkatkan kadar oksigen, dan mengurangi CO2. 29. Pusat pengaturan pernapasan di otak Yesus mengirim pesan penting ke paru-paru untuk bernapas lebih cepat, dan Yesus mulai terengah-engah. 30. Refleks fisiologis Yesus membuatNya harus mengambil napas lebih dalam, dan tanpa sadar Ia bergerak naik turun jauh lebih cepat, meskipun rasa sakit luar biasa. Gerakan spontan mulai menyiksa beberapa kali per menit, untuk menyenangkan orang banyak yang mencemooh-Nya, serta para prajurit Romawi, dan Sanhedrin. 31. Namun, karena Yesus dipaku di Salib serta meningkatnya kelelahan di tubuh Nya, Dia tidak dapat memberikan lebih banyak oksigen ke tubuhNya. 32. Serangan kembar Hipoksia (terlalu sedikit oksigen) dan hiperkapnia (terlalu banyak CO2) menyebabkan jantung-Nya untuk berdetak lebih cepat, dan Yesus mengembangkan Takikardia. Jantung Yesus berdetak lebih cepat dan lebih cepat, dan denyut nadi Nya mungkin sekitar 220 denyut / menit, kondisi ini adalah kondisi normal maksimal yang dapat dipertahankan. 33. 33, Yesus tidak minum selama 15 jam, sejak jam enam malam sebelumnya. Yesus telah mengalami pencambukan yang hampir membunuh-Nya. 34. Dia berdarah di seluruh tubuh-Nya (akibat pencambukan, mahkota duri, paku di pergelangan tangan dan kaki-Nya, serta lecet akibat Ia jatuh). 35. Yesus sudah sangat dehidrasi, dan tekanan darahnya merosot. 36. tekanan darahnya mungkin sekitar 80/50. 37. Mengalami Syok Pertama, dengan Hipovolemia (volume darah yang rendah), Takikardia (Detak jantung berlebihan), takipnea (Tingkat pernapasan berlebihan), dan
38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45.
hiperhidrosis (keringat berlebih). Pada siangnya, jantung Yesus mungkin mulai gagal. Mungkin terjadi Edema pada paru-paru Yesus. Hal ini memperburuk napasNya, yang sebelumnya sudah tidak normal. Yesus mengalami di Gagal Jantung dan Kegagalan pernapasan. Yesus berkata, “Aku haus” karena Tubuhnya sangat membutuhkan cairan. Yesus membutuhkan infus darah intravena dan plasma untuk menyelamatkan nyawa-Nya. Yesus tidak bisa bernapas dengan baik dan perlahan-lahan tercekik sampai mati. Pada tahap ini Yesus mungkin mengalami hemoperikardium (Plasma dan darah berkumpul di ruang di sekitar jantung-
Nya). 46. Cairan ini menyebabkan Cardiac Tamponade (berkumpulnya cairan di sekitar jantung yang mencegah jantung Yesus untuk berfungsi secara normal). 47. Karena hal ini jantung Yesus Pecah. JantungNya benarbenar meledak. Hal ini mungkin merupakan penyebab kematian-Nya. 48. Untuk memperlambat proses kematian tentara menaruh kursi kayu kecil di kayu Salib, yang akan memungkinkan Yesus untuk membagi berat tubuhnya dalam bantalan di sakrum 49. 50.
51.
52.
nya. Efeknya adalah bahwa ini bisa menahan kematian hingga sembilan hari. Ketika bangsa Romawi ingin mempercepat kematian mereka hanya akan mematahkan kaki korban, menyebabkan korban mati lemas dalam hitungan menit. Ini disebut Crucifragrum. Pada pukul tiga sore Yesus berkata, “Tetelastai,” yang berarti, “Sudah selesai.” Pada saat itu, Ia menyerahkan Roh-Nya, dan Ia mati. Ketika tentara datang kepada Yesus untuk mematahkan kaki-Nya, Ia telah mati. Tidak ada tulang TubuhNya yang
rusak. Ini menggenapi nubuat di atas. 53. Yesus meninggal setelah enam jam penyiksaan yang merupakan proses kematian paling menyiksa dan mengerikan yang pernah diciptakan. 54. Yesus mati sehingga orang-orang biasa seperti Anda dan saya bisa pergi ke Surga. Yesus melakukannya karena Ia mengasihi kita. Ia adalah Tuhan yang tidak punya kewajiban apapun atas hidup kita, tapi Ia memberikan nyawaNya untuk kita. Ia layak untuk menerima yang terbaik dari hidup kita, karena yang terbaik telah diberikanNya bagi kita. Source : http://blog.leipzic.com/2497-detil-anatomi-dan-fisiologis-da ri-penyaliban/
Paskah, Tradisi?
Kebenaran
Atau
Banyak orang Kristen sadar bahwa kata “Paskah (Easter)” tidak muncul dalam naskah bahasa asli Ibrani maupun Yunani. Pada kenyataannya, satu-satunya tempat yang dapat ditemukan adalah di dalam Alkitab bahasa Inggris, King James Version, yang tertulis: Kisah Para Rasul 12:4 Setelah Petrus ditangkap, Herodes menyuruh memenjarakannya di bawah penjagaan empat regu, masing-masing terdiri dari empat prajurit. Maksudnya ialah, supaya sehabis Paskah (Easter) ia menghadapkannya ke depan orang banyak. Bagian ini menggambarkan rencana Herodes untuk menghukum mati Petrus “sehabis Paskah (Easter).” Kata Yunani untuk “Paskah
(Easter)” adalah pascha, yang menunjuk kepada perayaan Yahudi Paskah yang dirayakan dari hari ke 14 hingga ke 21 bulan Nisan (Kel. 12:18). Dalam terjemahan KJV, tampaknya bahwa “Kisah Para Rasul sudah jatuh ke tangan seorang penerjemah yang memberlakukan prinsip pemilihan, bukan sesuatu yang paling benar, tetapi padanan kata yang paling lazim.” Dalam hal ini, fakta bahwa Paskah (Easter) sudah dikenal baik oleh pembaca abad 17 menjelaskan bagaimana kata itu masuk ke dalam terjemahan KJV, tetapi itu tidak menolong kita untuk mengerti bahwa Paskah (Passover) dan Paskah (Easter) adalah dua hal berbeda, dan apa yang dimaksudkan oleh Kisah Para Rasul adalah Paskah (Passover) dan bukan “Paskah” (Easter). Versi Alkitab modern semuanya menerjemahkan pascha dengan “Paskah” (Passover). Apa yang kita kenal pada hari ini sebagai perayaan Paskah (Easter) berkembang setelah masa Perjanjian Baru. Perjanjian Baru tidak menyinggung sebuah perayaan Kristen di mana kematian dan kebangkitan Kristus dirayakan, tetapi apa yang sungguh kita lihat adalah beberapa orang Kristen mula-mula terus merayakan perayaan Paskah (Passover). Dalam perjalanan Paulus ke Yerusalem di mana dia ditangkap dan dipenjarakan, sekitar akhir tahun 50 M, atau 30 tahun setelah kelahiran Jemaat Kristen, banyak orang-orang Kristen di Yerusalem bangga terhadap fakta bahwa mereka mempertahankan Hukum Taurat. Kisah Para Rasul 21:20 Mendengar itu mereka memuliakan Tuhan. Lalu mereka berkata kepada Paulus: “Saudara, lihatlah, beribu-ribu orang Yahudi telah menjadi percaya dan mereka semua rajin memelihara hukum Taurat. Bagi orang-orang Kristen yang “rajin”, mereka taat memelihara Hukum Taurat melalui memperingati perayaan Paskah (Passover), yang menjadi perayaan peringatan. Bukan lagi berhubungan dengan waktu penantian untuk penebusan dengan Tuhan di masa depan, tetapi berkaitan dengan peringatan bahwa Dia sudah menyediakan pembayaran bagi dosa-dosa umat-Nya melalui Kristus. Ini adalah topik yang sangat sensitif bagi orang Kristen mula-mula, karena tidak semua orang Yahudi yang bertobat dan menjadi Kristen merasa nyaman dengan ide bahwa
Kristus sudah menggenapi hukum Taurat dan mereka tidak perlu lagi berkewajiban untuk memelihara hukum Taurat. Kemudian Surat-surat Jemaat yang diberikan oleh Tuhan kepada Paulus memperjelas bahwa tidak perlu lagi berpartisipasi dalam perayaan Yahudi (Kol. 2:16-17). Paulus telah menimbulkan kekacauan dengan mengajarkan hal-hal seperti “bersunat atau tidak bersunat tidak ada artinya” (Gal. 6:15). Tuntutan yang diajarkan Paulus kepada petobat-petobat adalah ” melepaskan hukum Musa” telah membuat seluruh kota Yerusalem berada dalam kegemparan dan mengakibatkan penahanannya (Kis. 21:21). Sementara itu banyak orang Yahudi yang menjadi Kristen mempertahankan kebiasaan memperingati perayaan Paskah (Passover), hal itu mungkin membuat petobat orang bukan Yahudi tertarik untuk memperingati perayaan yang sama sekali tidak diwajibkan oleh Tuhan. Ketika Kekristenan mulai menyebar ke seluruh dunia, orang-orang Kristen bukan Yahudi mulai merayakan kematian dan kebangkitan Kristus hampir sama dengan cara orang Yahudi. Namun sayang, seperti yang sering terjadi dengan perdebatan Yahudi-bukan Yahudi, banyak desakan yang menggiring Kekristenan bertentangan secara radikal dengan mereka yang ingin mempertahankan akar Kekristenan secara Yahudi. Pada akhirnya, perayaan kematian dan kebangkitan Kristus disisipi oleh unsur-unsur yang kurang berkaitan dengan perayaan Yahudi atau peristiwa sebenarnya dari kematian Kristus. Kontroversi Tanggal Selama berabad-abad, tanggal perayaan kebangkitan Kristus sangat diperdebatkan. Orang-orang Kristen Yahudi mula-mula, khususnya yang tinggal di Israel, Siria, dan Timur Tengah, secara alami ingin merayakannya pada tanggal 14 bulan Nisan, tanggal Paskah (Passover). ”Jemaat-jemaat di Asia Kecil (mengikuti tradisi Yohanes bahwa kematian Yesus terjadi pada saat pembunuhan domba Paskah [Passover]) yang dirayakan orang Kristen Pascha pada tanggal 14/15 bulan Nisan, tanpa mempedulikan tanggal itu jatuh pada hari apa.” Praktik ini menyajikan suatu situasi yang menarik bagi Jemaat. Orang-orang Kristen itu yang mempertahankan tanggal Yahudi melihat kepada orang-orang Yahudi untuk menentukannya. ”Dalam Yudaisme,
kalender yang berlaku adalah berdasarkan bulan. Setiap bulan, termasuk Nisan, mencakup fase bulan, dan Paskah (Passover) jatuh pada tanggal 14 bulan itu, yaitu pada saat bulan purnama. Easter Eggs Kata “Paskah” (Easter) pada dasarnya diadopsi oleh Jemaat dari penyembahan berhala. Penetapan tanggal ini adalah sebuah proses rahasia yang dijaga di dalam Bait Yahudi dan kemudian dalam sinagoge, dan Kristus memperingati perayaan berdasarkan kalkulasi ini.” Ag ar merayakan kematian dan kebangkitan Kristus pada tanggal Paskah (Passover) yang tepat selama setahun, Jemaat harus bergantung pada orang Yahudi, sesuatu yang tidak ingin mereka lakukan. Bukan saja Jemaat harus memperoleh tanggal itu dari orang Yahudi, tetapi fakta bahwa tanggal 14 bulan Nisan dapat menjadi satu hari dalam seminggu yang tidak menarik bagi mereka juga. “Paskah Ibrani (Passover) jatuh pada suatu hari dalam seminggu, dan ini tidak cocok dengan orang Kristen. Mereka menghendaki suatu Minggu Kudus yang dimulai dengan Minggu Palem, yang diteruskan dengan Jumat Agung dan diakhiri oleh Minggu Paskah (Easter), memperingati kebangkitan.” Orang-orang Kristen itu yang berselisih untuk merayakan Paskah (Easter) pada tanggal 14 bulan Nisan dikenal sebagai ”Quartodecimanians,” sebagian besar tinggal di bagian Timur Kerajaan Romawi. ”Orang-orang Kristen di barat merayakan Paskah (Easter) pada hari Minggu, di bagian Timur yang banyak dianut oleh Quartodecimanian dan lebih memilih tanggal 14 setiap bulan. Ini adalah awal perpecahan yang membagi Gereja Orthodoks Timur dengan Katolik Roma.” Jadi tanggal untuk merayakan kebangkitan termasuk di antara kontroversi secara Kristologi yang luar biasa di Dewan Nicaea pada tahun 325. Ketika Yesus Menjadi Tuhan, oleh Richard Rubenstein, menggambarkan suasana dewan Nicaea ini. “Satu pertanyaan pokok adalah ini: Sejauh manakah nilai dan kebiasaan dunia kuno yang masih berlaku yang memimpin pemikiran dan tindakan dalam kerajaan Kristen? Beberapa orang Kristen, di antara mereka adalah Arius dan Eusebius dari Nicodemia, memiliki kesadaran yang lebih kuat tentang
kelanjutan sejarah dibandingkan yang lain …. Sebaliknya, antiArius mengalami kehadiran mereka seperti keretakan yang nyata dengan masa lalu. Sesungguhnya mereka menuntut agar Kekristenan ‘diperbarui’ melalui mengaburkan atau bahkan menghapuskan perbedaan yang sudah lama diterima antara Bapa dan Anak.” Dengan semangat yang sama untuk memisahkan diri dari masa lalu, dewan dengan suara bulat memutuskan bahwa perayaan Kebangkitan tidak akan berdasarkan tanggal Yahudi, tetapi akan jatuh pada hari Minggu mengikuti bulan purnama setelah musim semi. Menarik sekali, perayaan hari Minggu sama sekali masih memberikan kesempatan bagi Jemaat untuk merayakan hari yang sama seperti orang Yahudi. Sekali lagi, bagian Timur dan Barat menangani situasi itu secara berbeda. Bagian Barat menetapkan suatu peraturan bahwa jika tanggal itu bertepatan dengan Paskah Yahudi (Passover), Jemaat akan menunggu minggu depan untuk merayakannya. Sebaliknya, bagian Timur terus merayakan meskipun tanggal itu bertepatan dengan Paskah Yahudi (Passover). Hingga hari ini masih terdapat ketidaksepakatan mengenai tanggal perayaan Paskah (Easter). Protestan dan Katolik Roma menetapkan tanggal Paskah (Easter) secara bersamaan, tetapi sehubungan dengan metode kalkulasi yang berbeda, Gereja Orthodoks Timur merayakannya berbeda tanggal hingga lima minggu dari jemaat-jemaat Barat. Hasrat untuk mencapai kesatuan Kristen, dalam beberapa tahun terakhir ini, sudah mengajukan ide tentang sebuah tanggal universal yang tetap bagi semua gereja Kristen. Unsur Penyembahan Berhala Bukan rahasia lagi bahwa banyak dari perayaan Paskah (Easter) modern sudah berkembang dari sumber penyembahan berhala. Kata “Paskah” (Easter) sendiri pada dasarnya diadopsi oleh Jemaat dari penyembahan berhala. Kata Inggris Paskah (Easter) dan bahasa Jerman Ostern berasal dari asal mula yang umum ( Eostur, Eastur, Ostara, Ostar), di mana bagi penduduk Normandia berarti musim dari terbitnya
(berkembangnya) matahari, musim kelahiran baru. Kata itu dipakai oleh nenek moyang kita untuk menunjukkan Perayaan Kehidupan Baru pada musim semi. Akar yang sama ditemukan dalam nama tempat di mana matahari terbit (Timur, Ost). Maka kata Paskah (Easter), pada awalnya berarti perayaan matahari bersemi, yang terbit di bagian Timur dan membawa kehidupan baru di atas bumi. Simbolisme ini dialihkan kepada arti supernatural dari Paskah (Easter) kita …” Pandangan umum lainnya yang diajarkan oleh Bede, sejarawan Inggris pada awal abad 8, adalah bahwa kata itu berasal dari “Eastre,” seorang dewi Musim Semi bangsa Jerman yang menerima persembahan di bulan April. Sementara kedua penjelasan itu masuk akal, jelas bahwa kata “Easter” bukan alkitabiah. Encyclopedic Dictionary of Religion menyatakan bahwa kebiasaan telur Paskah (Easter) mungkin didasarkan pada pengikut aliran kesuburan di masa kuno (Indo-Eropa), gabungan Persia tentang telur dan musim semi, atau fakta bahwa beberapa orang Kristen mula-mula berpantang terhadap telur selama masa empat puluh hari sebelum Paskah (Easter). Tidak sulit dilihat bagaimana orang-orang Kristen dapat mengadopsi telur sebagai simbol kubur Kristus, atau bahkan hidup mereka yang baru di dalam Dia. Lebih jauh lagi, kelinci adalah sebelum-Kristen dan menunjukkan kesuburan berhubungan dengan pertumbuhan yang pesat dalam reproduksi. Kelinci sama sekali tidak diadopsi sebagai bagian dari perayaan Paskah (Easter) “Kristen,” tetapi itu sudah menjadi simbol dalam banyak kebudayaan. Misalnya Natal, perayaan Paskah (Easter) telah sangat menyimpang dari peringatan asal tentang kematian Tuhan kita pada tanggal 14 bulan Nisan. Keseimbangan Sebagai orang Kristen modern, kita harus memutuskan bagaimana menarik sebuah dunia yang sudah kehilangan minat terhadap keaslian sejati dari iman kita. Apakah kita harus menghakimi hari-hari libur modern sebagai penyembahan berhala yang tidak disukai? Atau apakah kita dengan segenap hati harus menerima kebudayaan kita melalui suatu sikap kerelaan? Sebagaimana dengan begitu banyak hal dalam dunia modern kita, kita harus
menemukan keseimbangan yang membuat kita melatih kerohanian sejati namun masih tercakup dalam budaya asal kita. Bayangkan Anda mengatakan kepada orang-orang yang Anda kasihi pada waktu Natal, “Maafkan saya, saya tidak memberikan hadiah karena saya seorang Kristen.” Atau pada hari Paskah (Easter), ”Saya tidak merayakan kebangkitan Tuhan pada hari Paskah (Easter) karena saya bukan penyembah berhala.” Jelas, ada beberapa tingkat pernyataan yang mengada-ada yang dapat dijangkau melalui berusaha menghindari semua unsur non-Kristen dari kebudayaan kita. Misalnya, dalam sebuah artikel yang diterbitkan oleh The Restored Church of God berjudul ”Asal usul Paskah (Easter) yang Sesungguhnya,” penulis menyatakan unsur penyembahan berhala dari perayaan Paskah (Easter) modern, tetapi kita percaya dia menjelaskan terlalu jauh di dalam semangatnya yang berapi-api untuk menghindari unsurunsur penyembahan berhala itu. Berkenaan dengan kebaktian subuh, dia berkata, ”Merayakan kebaktian subuh adalah hal yang serius bagi Tuhan! Dia sangat membenci praktik yang buruk ini di mana pada akhirnya Dia akan menghancurkan semua yang mempertahankannya (Yeh. 9)!” Apakah ini Tuhan yang sama yang mengilhami ayat berikut ini? 1 Korintus 8:7 dan 8 “Ada orang, yang karena masih terus terikat pada berhalaberhala, makan daging itu sebagai daging persembahan berhala. Dan oleh karena hati nurani mereka lemah, hati nurani mereka itu dinodai olehnya. Makanan tidak membawa kita lebih dekat kepada Allah. Kita tidak rugi apa-apa, kalau tidak kita makan dan kita tidak untung apa-apa, kalau kita makan.” Tuhan sudah menunjukkan bahwa bukan peragaan dari luar yang dikehendaki-Nya, tetapi pengabdian dari dalam hati. Kita tahu bahwa Tuhan tidak membangkitkan Yesus dari kematian pada hari Minggu pagi (kejadian sesungguhnya hari Sabtu antara jam 3 sore dan matahari terbenam), tetapi apakah Tuhan tidak menghormati hati orang-orang yang mengalami kesulitan bangun pagi di hari Minggu Paskah (Easter), berpakaian, dan pergi ke tempat kebaktian untuk berdoa, menyanyi dan meneguhkan kebangkitan Tuhan? Kita percaya Dia menghormatinya.
Alkitab memakai kata yang menarik yang menunjuk kepada kemampuan kita untuk menghubungkan keadaan yang tidak disinggung secara spesifik – kebebasan (1 Kor.8:9). Ingatlah, bersama dengan kebebasan datanglah tanggung jawab. Bukanlah dosa jika mempunyai pohon Natal, atau menyembunyikan beberapa telur di halaman belakang rumah agar anak-anak mencarinya. Mohon dimengerti, kami tidak berkata bahwa mengetahui kebenaran adalah tidak berharga, namun kami merasa Anda dapat mengenal kebenaran dan tetap merayakan banyak kebiasaan modern. Misalnya, seorang Kristen dapat mengetahui bahwa Kristus tidak dilahirkan dalam bulan Desember dan bahwa orangorang Kristen mula-mula tidak mempunyai pohon Natal, dan tetap memiliki pohon Natal. Dia dapat mengetahui bahwa Kristus disalibkan pada hari Paskah Yahudi (Passover) tetapi tetap menunjukkan pengabdiannya kepada Tuhan dalam Kebaktian Subuh. Apa yang harus kita perbuat sebagai orang Kristen adalah mengajar diri kita sendiri dan orang lain tentang kebebasan sejati yang sudah diberikan Kristus kepada kita. Banyak orang Kristen sangat diberkati untuk mengambil kesempatan di mana Paskah (Easter) memberikan hormat kepada Tuhan dan kebangkitan-Nya, dan kita beranggapan bahwa hal itu tidak masalah bagi Tuhan (dan Tuan Yesus). Sementara kita mempertimbangkan bagaimana bentuk penghormatan kepada Tuhan dalam musim ini, mungkin sangat menolong untuk mengingat kata-kata dari Paulus dalam Roma. Roma 14:5 dan 6 Yang seorang menganggap hari yang satu lebih penting dari pada hari yang lain, tetapi yang lain menganggap semua hari sama saja. Hendaklah setiap orang benar-benar yakin dalam hatinya sendiri. Siapa yang berpegang pada suatu hari yang tertentu, ia melakukannya untuk Tuhan. Tuhan sudah memberikan kebebasan dari segala keterikatan kepada kita. Jangan biarkan arti sesungguhnya dari Paskah (Easter) ini hilang dalam timbunan telur dan kelinci dalam dunia sekular (dan coklat – di mana orang Kristen mula-mula tidak memilikinya), tetapi ingatlah bahwa lebih banyak arti yang sesungguhnya dari kematian dan kebangkitan Tuhan yang berbicara tentang kebebasan yang sekarang kita miliki untuk
merayakannya dari hati kita, dan berdoa dan bernyanyi untuk memberkati dan menghormati Dia, meskipun kita melakukannya di hari yang bukan “Paskah (Passover).” Semoga kita memuji Tuhan setiap hari, selama-lamanya.
GEREJA YANG SEJATI Kehadiran gereja di tengah dunia selama 2000 tahun ini adalah sebuah mujizat. Hal ini bukanlah sebuah kebetulan karena sejak 2000 tahun yang lalu Yesus sudah menubuatkannya. Dalam Injil Mat 16:18 Yesus berkata bahwa : “Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini (PETRA) Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Di dalam Alkitab Terjemahan Lama ayat ini berbunyi : “… Aku akan membangunkan sidang-Ku; dan segala pintu alam maut pun tiada akan dapat mengalahkan dia. Sedangkan dalam Alkitab bahasa Inggris King James Version (KJV) dikatakan : “…I will build my church; and the gates of hell shall not prevail against it. (Aku akan membangun gerejaKu, dan pintu-pintu neraka/alam maut tidak dapat menang melawannya). Kita tahu bahwa sepanjang sejarah, gereja banyak mengalami aniaya dari berbagai kalangan, secara khusus dari kekaisaran Romawi. Kaisar-kaisar Roma seperti kaisar Nero, kaisar Claudius, kaisar Caligula dan beberapa kaisar lainnya dicatat oleh sejarah sebagai orang-orang yang sangat membenci dan berupaya dengan keras untuk memusnahkan kekristenan dari muka bumi ini. Namun kenyataannya gereja masih berdiri hingga saat ini setelah kaisar-kaisar itu pergi ke neraka. Ya! Gereja mengalami begitu banyak aniaya dan usaha untuk menghancurkannya. Entah berapa banyak darah yang tertumpah sebagai martir-martir. Tapi satu hal yang luar biasa adalah gereja tetap exist hingga 2000 tahun ini. Benarlah apa yang dikatakan orang “darah para martir adalah benih gereja”.
Dalam sejarah gereja di Indonesia, tercatatlah 2 orang misionaris yang memberitakan Injil di pulau Sumatera. Mereka akhirnya ditangkap dan hendak disembelih di sebuah sungai. Menariknya adalah sebelum disembelih mereka menaikkan doa kepada Tuhan dengan berkata “Tuhan, karena perintah-Mulah kami sampai di sini untuk memberitakan InjilMu. Sebentar lagi kami akan dibunuh dan disembelih. Darah kami akan dialirkan sepanjang sungai ini. Doa kami ya Tuhan adalah kemanapun air sungai ini membawa darah kami, ke sanalah gerejamu harus berdiri karena darah kami, darah para martir adalah benih gereja”. Ketika terjadi kasus pembakaran gereja beberapa waktu yang lalu oleh umat Islam, Dr. Mukti Ali, seorang Islam yang mempelajari sejarah gereja dengan baik berkata kepada umat Islam : “Kalau anda mau agar gereja (Kristen) musnah, satusatunya cara adalah jangan menindas mereka karena sejarah membuktikan bahwa semakin mereka ditindas, mereka akan semakin bertumbuh. Penindasan adalah bibit bagi pertumbuhan gereja. Karena itu kalau anda mau agar gereja Kristen musnah maka caranya adalah biarkan saja mereka, jangan usik-usik mereka. Biarkan mereka hidup dengan tenang maka setelah sekian tahun lamanya mereka akan mati dengan sendiri”. Benar sekali, gereja justru bertumbuh di tengah-tengah penindasan. Semakin ia dihambat, semakin ia merambat. Bahwa gereja mampu bertahan dari segala upaya penghancuran ini membuktikan adanya kekuatan ilahi yang memeliharanya. Kekuatan ilahi ini tidak lain adalah kuasa dari Kristus – Kepala Gereja itu. Ini tentu membahagiakan kita tetapi bukan berarti bahwa tugas gereja telah selesai dan gereja berhenti berjuang karena minimnya tekanan-tekanan di era seperti sekarang ini. Gereja memang telah bertahan selama kurang lebih 2000 tahun tetapi gereja harus terus berjuang agar tidak menjadi serupa dengan dunia, agar tidak bergeser dari panggilannya dan agar tetap menjadi gereja seperti yang diinginkan Yesus (Kepala Gereja). Faktanya adalah hari ini ada begitu banyak gereja yang sudah menjadi serupa dengan dunia ini, yang sudah bergeser dari panggilannya dan sudah menjadi gereja yang palsu dan menyimpang. Gereja harus tetap menjadi gereja yang sejati (sesuai kehendak Allah) dan saya percaya bahwa gereja mulamula yang kita baca dalam Kisah Rasul pasal 2 adalah gambaran gereja yang sejati. Kalau begitu kita dapat mengetahui gereja
yang sejati itu seperti apa dengan melihat kehidupan dari gereja mula-mula. Dalam tulisan ini saya akan membahas tentang “GEREJA YANG SEJATI”. Selamat membaca!
Sumber : http://pelangikasihministry.blogspot.com/ Penulis : Esra Alfred Soru, S.Th, M.Pdk (Beliau Melayani dalam bidang pelayanan pemuda, pelayanan anak, pelayanan multi media (televisi, radio, internet) dan sekolah teologia bagi kaum awam serta Pendiri sekaligus Pemimpin Lembaga Pelayanan “Pelangi Kasih Ministry” NTT )
HAMBA TUHAN & PENYESAT ? Firman Tuhan yg dinyatakan di Alkitab, tidak hanya mengajarkan perihal berkat dan kasih setia Tuhan; tetapi juga ada pengajaran dalam bentuk peringatan dan nasihat bagi umatNya, agar berjaga-jaga dan mewaspadai berbagai penyesatan (dari nabi-nabi palsu): “Waspadalah terhadap nabi-nabi palsu yang datang kepadamu dengan menyamar seperti domba, tetapi sesungguhnya mereka adalah serigala yang buas.” (Matius 7:15).
“Celakalah dunia dengan segala penyesatannya: memang penyesatan harus ada, tetapi celakalah orang yang mengadakannya.” (Matius 18:7) Sejak di zaman PL juga di PB, dan sampai kapan pun, selalu ada yang namanya para hamba Tuhan (misalnya nabi, rasul, penginjil, pengajar, pendeta, dll.), dan ada pula yg namanya nabi2 palsu alias penyesat. Pada zaman nabi Elia, jumlah nabi palsu yg menyesatkan umat kepada pemujaan kepada Baal sebanyak 450 orang. Sedang nabi benar, hanya dlm diri Elia, seorang diri (I Raja 18:19).
Tuhan juga mengingatkan bhw nabi2 palsu (para penyesat) itu dapat menyamar dng menggunakan bulu domba (Matius 7:15); dapat pula mengadakan tanda-tanda yg dahsyat dan mujizat2 untuk menyesatkan sebanyak mungkin umat Tuhan (Matius 24:24). Acapkali bnyak orang Kristen tdk bisa membedakan dng jeli, siapakah para hamba Tuhan yang benar dan siapakah para penyesat itu ? bagaimanakah tanda-tanda bhw seseorang itu adalah hamba Tuhan yang benar, ataukah sebagai penyesat ? Berikut ini sekedar sharing tt sebagian ciri2 yg membedakannya: Hamba Tuhan yg benar: * Wajib mempunyai jiwa pelayanan yg rendah hati dan dedikatif * Dalam penyampaian ajaran Firman Tuhan (khotbah) lebih banyak menyampaikan kasih Allah, Firman Tuhan, pribadi Tuhan, Roh Kudus dan kuasaNya dibandingkan membicarakan tt dirinya sendiri. * Memediasi & menghantar umat Tuhan agar mengalami hubungan iman & kasih dng Tuhan. * Baik dalam pengajaran dan perilakunya MENJADIKAN YESUS KRISTUS sbg PUSAT (FOKUS) & sbg KEPALA (Pemimpin, Pemilik, Penguasa & SUMBER KASIH KARUNIA) bagi kehidupan dirinya bersama umat Allah. * Memfokuskan pelayanannya agar nama Tuhan yang dipermuliakan (Yohanes 15:8) Penyesat: * Tidak memiliki sifat/roh rendah hati, tetapi sombong; * tdk pula berdedikasi, ttp bermuatan kepentingan untuk diri sendiri (Band Filipi 1:17). Karena itu nuansa pelayanannya bersifat duniawi dan kental dng materialisme (menjadikan kekayaan materi sbg tolok ukur kesuksesan hidup kekristenan). Di Alkitab diperkenalkan dng istilah sbg “hamba uang” (Lukas 16:14,”Orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, mendengar semua ini, dan mereka mencemoohkan Dia.” atau: orang yg”bertuhankan perut” (Filipi 3:19).
* Dalam penyampaian Firman Tuhan (Khotbah) lebih banyak bicara dan berfokus pd diri sendiri. Sedangkan Firman Tuhan atau kehendakNya hny disampaikan secara sambil lalu, atau “diperalat” untuk membesar-besarkan diri sendiri. * Menempatkan dirinya sebagai pusat hidup Jemaat; yg diperjuangkan bukan untuk memediasi Jemaat agar dapat mengalami hubungan iman & kasih dng Tuhan, tetapi mengandalkan diri si penyesat. * Menjadikan dirinya seolah sebagai seorang yang SUPER HEBAT, paling segala-galanya, dan bahkan Tuhan pun dianggap berhutang budi kepada dirinya, karena dirinya telah menjadi hamba Tuhan; ajaran2nya membentuk opini bhw Tuhan itu sangat bergantung pada pelayanan si (orang) penyesat tsb. * Memfokuskan pelayanannya dan mengarahkan umat agar mengagung-agungkan dirinya, bukan untuk memuliakan nama Tuhan. Note: Dalam
pemberitaan
Firman
Tuhan,
seorang
hamba
Tuhan
(pengkhotbah) dapat saja menyaksikan pengalaman spiritualnya bersama Tuhan, yaitu ketika ditolong dan diberkati Tuhan secara luar biasa. Tapi inti & fokusnya tetap: pengalaman hidupnya itu untuk melayani Firman Tuhan, untuk menyaksikan kebaikan Tuhan, dan agar nama Tuhan yg dimuliakan oleh umat Allah. Tetapi oleh seorang penyesat, pengalaman spesial tsb berulang-ulang diceritakan dng motif agar dirinya dikagumi dan dihormati oleh umat; dan Firman Tuhan (ayat2 Alkitab) “diperalat” olehnya untuk membesar2kan dirinya sendiri agar diidolakan oleh umat Tuhan. Perihal ini ada satu ayat yg sesuai sekali: ”Janganlah kamu biarkan kemenanganmu digagalkan oleh orang yang pura-pura merendahkan diri dan beribadah kepada malaikat, serta MENGAGUNG-AGUNGKAN PENGLIHATAN-PENGLIHATAN dan TANPA ALASAN MEMBESAR-BESARKAN DIRI oleh pikirannya yang duniawai, sedangkan ia tidak berpegang teguh pada Kepala….” (Kolose 2:18-19a).
Lagu Gereja Untuk Siapa ? Sering kali kita menyanyikan lagu-lagu gereja baik di gereja maupun di rumah ataupun di mobil. Sering kali juga lagu-lagu tersebut menjadi perdebatan antar sesama aliran gereja. Ada yang tidak suka dengan lagu gereja yang saat ini banyak beredar di kalangan kaum muda gereja, ada pula yang mendukung perkembangan lagu-lagu gereja saat ini, bahkan saat ini ada yang menciptakan lagu gereja dengan nada house music atau rock. Beberapa lagi menganggap lagu hymne adalah lagu pujian yang benar dan banyak lagi perdebatan tentang lagu di gereja, tepatnya perdebatan tentang nada lagu gereja.Jika kita berfikir lebih jernih, dan merenung lebih dalam, bukankah pujian dan penyembahan yang kita lantunkan dalam lagu tersebut adalah untuk Allah bukan untuk para pendengar atau pencinta musik gereja? Berapa banyak diantara umat kristiani yang menikmati lagu gereja sebagai sebuah lagu hiburan. Mereka menilai sebuah lagu apakah nikmat untuk didengar atau tidak, menilainya apakah enak untuk dinyanyikan atau tidak? Memberikan komentar “enak” pada lagu baru yang didengar seakan lagu itu diciptakan untuk mereka. Dari sinilah mulainya lahir perdebatan tentang nada lagu tersebut. Dari selera masingmasing manusialah perdebatan tentang lagu hymne, pop, keroncong, klasik, jezz, dangdut, rock bahkan house music didalam gereja diperbebatkan. Jika kita merenung kembali, sebenarnya apakah Allah menikmati nada lagu yang kita lantunkan atau tidak? Apakah Allah menikmati seperti kita nikmati? Punyakah Allah selera musik seperti kita, yang seorang menyukai jezz, yang lain menyukai keroncong? Nada lagu yang mana yang Allah suka? Allah bukan manusia. Nada lagu adalah untuk manusia berekspresi, mengungkapkan isi hatinya, karena itu didalam Alkitab kita tidak menemukan not-not atau nada lagu, hanya ada syair lagu. Tiap orang dapat mengekspresikan hatinya lewat
nada, bahkan anak balitapun saat bergembira mereka menggumumkan suatu nada lagu. Manakah yang berkenan dihati Allah, nada lagu yang digumumkan oleh seorang balita dengan tidak jelas tetapi hatinya penuh sukacita kepada Allah ataukah nada lagu gereja yang dinyanyikan dengan sempurna oleh seorang penyanyi kenamaan pemenang Grammy Award? Allah sebenarnya melihat hati, bukan melihat nada lagu yang kita lantunkan. Lebih penting dari nada lagu adalah kata-kata atau syair dalam lagu tersebut. Syair lagu adalah sebuah katakata iman, kata-kata marifat, kata-kata nubuat yang diucapkan dalam bentuk nyanyian. Karena itu jika kita menyanyikan lagu gereja, perhatikanlah syairnya, karena kata-kata yang kita nyanyikan itu seperti Firman Iman.Tetapi apakah katanya? Ini: “Firman itu dekat kepadamu, yakni di dalam mulutmu dan di dalam hatimu.” Itulah firman iman, yang kami beritakan. (Roma 10:8) Karena itu jika ada lagu gereja yang syairnya tidak sesuai kebenaran Firman Tuhan, bagaimana bisa disebut lagu pujian dan penyembahan kepada Allah? Juga jika kita menyanyi tanpa mengerti arti syairnya, tanpa paham maksudnya dan menyanyi tanpa hati yang penuh syukur dan pujian kepada Allah, walau nada lagu yang kita nyanyikan begitu merdu, syaduh, indah dan menghanyutkan, dihadapan Allah itu sama sekali tidak berarti, beda dengan manusia, manusia tidak dapat melihat sampai dalam hati, ia hanya menikmati merdunya lagu tersebut dan memberi nilai baik pada lagu tersebut sesuai selera pendengaranya (1 Samuel 16:7). Allah melihat nyanyian yang kita nyanyikan sampai kedalam hati kita. Jika lagu yang dinyanyikan tidak keluar dari dalam hati kita, percuma kita menyanyikan lagu gereja, lagu pujian dan penyembahan kepada Allah. Maka jadilah lagu gereja itu lagu hiburan, masuk telinga kita untuk dinikmati. Tetapi, walaupun Allah tidak memperhatikan macam nada lagu yang kita nyanyikan, kita wajib memberikan yang berbaik yang dapat kita berikan kepada Allah, termasuk dalam hal memuji dan
menyembah Allah. Jika seseorang menyukai nada lagu pop, biarlah berikan lagu popnya yang terbaik bagi Allah, jika seseorang menyukai nada lagu keroncong, baiklah nyanyikan lagu pujian kepada Allah didalam nada keroncong yang terbaiknya. Jika ada yang menyukai nada musik dangdut, mari berikan yang terbaik kepada Allah, tanpa harus memaksakan selera kita satu sama lain. Bagimana seseorang dapat menyanyi dari dalam hatinya jika ia yang menyukai nada lagu jezz harus menyanyi dalam nada lagu klasik? Raja Daud selalu mengekspresikan hatinya kepada Allah dalam menyanyi dengan nada lagu kesukaannya, bahkan didalam tari-tarian. Tetapi semua itu bukan dipaksakan, meniru-niru atau dibuat seperti itu. Ekspresikan lagu dari hati anda dalam nyanyian kepada Allah sesuai dengan selera nada anda sendiri. Berikan yang terbiak yang dapat kita berikan. Allah melihat nyanyian hati kita, bukan merdunya nada lagu yang kita nyanyikan lewat pita suara manusia. Suara pecah dan hancurpun indah dihadapan Allah. Amin Sumber: http://kotbahku.blogspot.com
APA ITU SCIENTOLOGI? Scientology adalah sekumpulan ajaran dan teknik terkait yang dikembangkan oleh pengarang Amerika, L. Ron Hubbard selama sekitar 30 tahun, dimulai pada 1952 sebagai suatu filosofi pertolongan diri sendiri, perkembangan dari sistem pertolongan diri-sendirinya yang lebih awal, Dianetika. Ajaran ini mengklaim menawarkan suatu metodologi yang pasti untuk menolong manusia mencapai kesadaran keberadaan rohaninya melintasi beberapa masa hidupnya. Pada saat yang bersamaan,
juga untuk menjadi lebih efektif di dunia fisik. Nama “Scientology” juga digunakan untuk merujuk kepada Gereja Scientology yang kontroversial, organisasi terbesar yang mempromosikan praktik Scientology. Gereja ini sendiri adalah bagian dari jaringan korporasi terkait yang mengklaim pemilikan dan wewenang tunggal untuk menyebarkan Dianetika dan Scientology. Scientology menyatakan bahwa tujuannya “merehabilitasi” thetan (kira-kira setara dengan jiwa) untuk memperoleh kembali keadaannya semula berupa “kebebasan total”. Para juru bicara gereja ini dan praktisinya memberikan kesaksian bahwa ajaranajaran Hubbard (yang disebut “Teknologi” atau “Tek” dalam terminologi Scientology) telah menyelamatkan mereka dari begitu banyak masalah dan memampukan mereka untuk lebih menyadari potensi tertinggi mereka dalam bisnis maupun kehidupan pribadi mereka. Namun, para pengamat termasuk wartawan, anggota parlemen, dan lembaga-lembaga pemerintahan nasional dari sejumlah negara telah mencapai kesimpulan tentang Scientology yang sangat bertentangan dengan penggambaran diri gereja ini. Di antaranya termasuk tuduhantuduhan bahwa gereja ini adalah sebuah usaya komersial tidak jujur yang mengganggu para kritikusnya, dan secara brutal mengeksploitasi anggota-anggotanya. Meskipun beberapa pakar dan banyak pemerintahan dunia menerima Scientology sebagai sebuah agama yang bonafid, Scientology juga telah digambarkan sebagai pseudo agama, sebuah ajaran sesat atau sebuah perusahaan transnasional.
PELAYAN YANG MEMIMPIN ATAU PEMIMPIN YANG MELAYANI? True
greatness,
true
leadership,
is
achieved not by reducing men to one’s service but in giving oneself in selfless service to them.(Oswald Sanders) Banyak orang menganggap dirinya sebagai seorang pemimpin Kristen, baik di kantor, organisasi, kampus, rumah, atau gereja, meskipun konsep dan aksi kepemimpinan mereka sangat berbeda dengan konsep dan aksi kepemimpinan yang pernah diajarkan dan didemonstrasikan oleh Yesus Kristus. Aneh memang, tapi nyata. Konsep kepemimpinan umum biasanya dikaitkan dengan konsep kuasa (power). Karena pemimpin diidentikkan dengan kuasa, muncul opini umum yang mengatakan bahwa seorang pemimpin adalah seorang yang memiliki kuasa. Kuasa itu sendiri sering kali didefinisikan sebagai kapasitas untuk mempengaruhi orang lain. Beberapa sumber kuasa yang populer termasuk posisi, uang, fisik, senjata, kepakaran, dan informasi. Konsep Yesus tentang kuasa jelas berbeda. Namun yang penting diingat terlebih dulu adalah bahwa Yesus tidak meniadakan kuasa. Ia sendiri mengatakan bahwa Ia memiliki kuasa. Yang Yesus lakukan adalah membongkar dan memperbaiki pengertian kuasa dan aplikasinya oleh pemimpin. Ajaran Yesus sama sekali tidak berfokus pada kuasa seorang pemimpin, namun kerendahan hati seorang pelayan. Kristus memandang kerajaan-Nya sebagai suatu komunitas individu yang melayani satu sama lain (Galatia 5:13). Pemimpin adalah Hamba Dalam Alkitab versi King James, kata “pemimpin” muncul hanya enam kali, yaitu tiga kali dalam bentuk tunggal dan tiga kali dalam bentuk plural. Namun tidak berarti konsep kepemimpinan atau figur pemimpin tidak penting dalam Alkitab. Yang sangat menarik, konsep pemimpin dalam Alkitab muncul dengan terminologi yang berbeda-beda. Yang paling sering dipakai adalah “pelayan” atau “hamba”. Allah tidak menyebut, “Musa, pemimpin-Ku” tetapi “Musa, hamba-Ku”. Alkitab memakai kata Yunani ‘doulos’ dan ‘diakonos’ yang diterjemahkan sebagai hamba. Meskipun kedua kata tersebut
sulit dibedakan dalam penggunaannya, David Bennett dalam bukunya “Leadership Images from the New Testament” menulis bahwa ‘doulos’ mengacu kepada seseorang yang berada di bawah otoritas orang lain, sedangkan ‘diakonos’ lebih menekankan kerendahan hati untuk melayani orang lain. Kata Yunani ketiga yang sering dipakai Alkitab untuk hamba adalah ‘huperetes’, yang menunjuk secara literal kepada orangorang yang mendayung di level bagian bawah dari kapal perang Yunani kuno yang memiliki tiga tingkat. Thayer’s Hebrew Dictionary mengartikannya sebagai ‘bawahan’ (underlings, subordinate). Setelah mempelajari tiga terminologi di atas, kesimpulan yang dapat ditarik adalah bahwa konsep pemimpin di dalam Alkitab adalah hamba. Lebih konkret lagi, hamba yang dengan rela hati mengambil tempat yang terendah, dan bertahan dalam berbagai kesulitan dan penderitaan karena pelayanannya terhadap orang lain. Betapa kontras dengan konsep kepemimpinan sekuler! Mencermati Pemimpin-Pelayan Jadi pemimpin Kristen adalah seorang pemimpin-pelayan. Namun pemimpin-pelayan sering kali dianggap sebagai sebuah kontradiksi dalam terminologi (oxymoron). Bagaimana mungkin kita dapat menjadi pemimpin dan pelayan pada saat bersamaan? Untuk mengerti kedalaman dan menghargai keindahan konsep pemimpin- pelayan, kita perlu melihat minimal dua acuan firman Tuhan berikut ini. Pertama, “Jika seseorang ingin menjadi yang terdahulu, hendaklah ia menjadi yang terakhir dari semuanya dan pelayan dari semuanya” (Markus 9:30-37). Dalam konteks Markus 9 di atas, murid-murid Yesus meributkan tentang siapa yang terhebat di antara mereka. Dan mereka meributkan itu persis setelah Yesus memberitahukan untuk kedua kalinya bahwa Ia hendak menuju ke jalan salib. Sungguh ironis! Namun betapa persis! Persis menggambarkan kita manusia yang berambisi terhadap kuasa, dan berani menyebut diri pemimpin Kristen. Ketika Yesus mengkonfrontasi mereka, saya bayangkan betapa malu mereka. Yesus lalu mengajarkan kepemimpinan yang sejati. Bagi yang ingin di depan haruslah menjadi yang paling belakang. Yang ingin menjadi pemimpin, harus menjadi hamba. Untuk menjelaskan
ini, Ia lalu merangkul seorang anak kecil sebagai model. Seorang anak kecil tidak memiliki pengaruh sama sekali, tidak memiliki kuasa. Namun Yesus berkata, siapa yang menyambut sesamanya yang tidak berarti, ia menyambut Tuhan. Kebesaran seorang pemimpin Kristen tidak terletak pada berapa orang yang menjadi pengikutnya, tetapi berapa banyak orang yang dilayaninya. Kebesaran seorang pemimpin Kristen terletak justru pada komitmennya kepada mereka yang tersisih, kecil, marjinal, dan sering terlupakan. Yesus membalikkan seratus delapan puluh derajat konsep kepemimpinan yang dimiliki kebanyakan orang, termasuk para murid-Nya. Alkitab menulis bahwa tak seorang pun yang kuasanya melebihi Dia (Yohanes 13:3). Keempat Injil mencatat segala perbuatan ajaib yang pernah dilakukan-Nya. Namun Yesus tidak pernah sekalipun menggunakan kuasa- Nya untuk kepentingan pribadi. Ia menganggap kuasa-Nya sebagai sesuatu yang dipakai untuk melayani orang lain. Kedua, “Barang siapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barang siapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya” (Markus 10:43,44). Belum lama kejadian di Markus pasal 9 berlalu, murid-murid Yesus kembali menanyakan kemungkinan mereka memperoleh posisi saat suksesi kepemimpinan terjadi. Dan ini terjadi setelah Yesus memberitahukan tentang penderitaan jalan salib yang akan Ia lalui untuk ketiga kalinya! Tragis bukan? Kita pasti pernah mendengar kutipan terkenal dari Lord Acton yang berkata bahwa “Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely.” Yang mungkin jarang kita dengar adalah kebalikan dari kutipan di atas. Powerlessness juga punya tendensi untuk korup, sebagaimana pernyataan Edgar Friedenberg: “All weakness tends to corrupt and impotence corrupts absolutely.” Niccolo Machiavelli dalam karyanya yang terkenal “The Prince”, menulis bahwa manusia senantiasa memiliki ambisi terhadap kuasa, dan setelah memiliki kuasa cenderung menyalahgunakan kuasa tersebut. Keinginan tersebut mengkorupsi diri manusia. Untuk kesekian kalinya, Yesus menjelaskan bahwa kepemimpinan adalah pelayanan. Kata “ingin” dan “hendaklah” dalam ayat 43 dan 44 di atas berasal dari kata “want” dan “must” dalam bahasa Inggris. Jadi yang lebih tepat adalah “ingin” dan
“harus”. Yesus mengajukan syarat yang konkret. Ingin menjadi besar, harus menjadi pelayan. Ingin menjadi terkemuka, harus menjadi hamba. Kita cenderung berat sebelah, condong kepada sisi “ingin” dan melupakan sisi “harus”. Kita cenderung ingin jadi besar namun tidak mau menjadi pelayan bagi sesama. Kita memilih untuk menjadi yang terkemuka, namun tidak pernah rela menjadi hamba bagi orang lain. Yesus lalu berkata tentang diri-Nya: “Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (10:45). Inilah yang disebut Oswald Sanders sebagai “The Master’s Master Principle”. Prinsip ini tidak dimengerti oleh Yohanes dan Yakobus yang menginginkan mahkota namun menghindari salib, yang mengejar kemuliaan tapi menjauhkan penderitaan, yang berambisi menjadi tuan dan menolak disebut hamba. Seorang dosen seminari teologi pernah mengingatkan saya bahwa Yesus tidak mengajarkan konsep pemimpin-pelayan. Terminologi tersebut tidak pernah muncul di Alkitab. Yang ia ajarkan adalah konsep pelayan, dan setiap orang Kristen seharusnya menjadi pelayan. Namun tidak semua orang dipanggil menjadi pemimpin. Ini masukan yang sangat berharga dan saya setuju dengan sepenuh hati. Tetapi kepadanya saya mengungkapkan bahwa memang benar tidak semua orang dipanggil menjadi pemimpin, namun mereka yang terpanggil menjadi pemimpin haruslah menjadi pemimpin-pelayan. Dosen ini mengangguk setuju. Namun yang penting untuk digarisbawahi adalah bahwa dalam konsep pemimpin-pelayan, yang menjadi tekanan bukanlah aspek “pemimpin”, namun aspek “pelayan”. Pemimpin-pelayan bukan pemimpin yang melayani, namun pelayan yang memimpin. Ia bukan seorang pemimpin yang lalu merelakan diri untuk melayani orang lain. Namun ia pertama-tama adalah seorang pelayan, seorang hamba Allah yang lalu terpanggil untuk memimpin. Setelah cukup lama merenungkan ajaran Yesus di atas, ada beberapa kristalisasi pemikiran yang mengemuka: • Memimpin adalah melayani, namun melayani belum tentu memimpin. • Yang tidak mau melayani, tidak boleh dan tidak berhak
memimpin. • Pemimpin adalah pelayan, namun pelayan belum tentu pemimpin. • Yang tidak rela menjadi pelayan, tidak layak menjadi pemimpin. Kepemimpinan ala Yesus Kristus sangat sulit dan sangat tidak natural. Namun konsep tersebut senantiasa menantang saya yang terus- menerus diserbu oleh dahsyatnya godaan kuasa. Entah bagaimana dengan Anda, namun saya melihat diri saya persis seperti Yohanes dan Yakobus serta para murid lainnya yang selalu ingin menjadi yang terutama, yang terkemuka, yang terdepan, yang terhebat, dan berbagai predikat superlatif lainnya. Kiranya Allah menolong Anda dan saya untuk melepaskan diri dari jerat kuasa, dan dalam anugerah-Nya dimampukan untuk menjadi pemimpin sejati dengan melayani sesama.
Ironi tentang Salib Ironi dari penyaliban Yesus adalah bahwa sesuatu yang sangat hina seperti salib yang sangat menjijikkan, sehingga orang menolak Manusia terbaik yang pernah hidup itu — sesungguhnya Dia merupakan satu-satunya harapan kita untuk diselamatkan dari ketidakberdayaan rohani. Itulah yang dikatakan di dalam Alkitab. Dan itulah yang ditegaskan oleh Kristus ketika Dia bangkit dari kematian dengan penuh kemenangan. Salib bukanlah suatu kesalahan. Salib juga bukan malapetaka yang tiba-tiba menimpa kehidupan yang damai. Ironi tentang salib itu adalah salib merupakan contoh terbaik tentang kasih Allah dan dalam kematian, Kristus juga menunjukkan bagaimana seharusnya kita hidup. Kematian Kristus Menunjukkan Kasih Allah Kebenaran terbesar dari ayat Alkitab yang paling populer dan disukai adalah bahwa salib merupakan bukti kasih Allah. “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yohanes 3:16) Pesan yang serupa berbunyi, “Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita.” (1 Yohanes 3:16) Sebagian orang mencari kasih Allah di alam. Namun, mereka belum tentu
puas bila mencarinya di sana, karena pesan yang disampaikan oleh alam ini terkadang saling berlawanan. Kadang kala alam menyatakan kepada kita bahwa kasih Allah itu begitu indah. Cahaya mentari yang hangat, rintikrintik hujan, bunga yang bermekaran di padang, dan induk lembu yang sangat memerhatikan anak-anaknya, seolah-olah hendak berkata, “Allah itu kasih.” Namun di waktu yang lain, pesan alam menunjukkan kebalikannya. Terik matahari dan musim kemarau membuat tanah menjadi tandus dan tidak subur. Angin topan yang ganas tiba-tiba menderu di langit yang gelap. Anak-anak kelinci dibantai oleh kucing yang berburu pada malam hari atau serigala yang sedang mencari mangsa. Letusan gunung berapi menyapu seluruh desa, menewaskan ratusan orang, dan membuat ribuan orang kehilangan tempat tinggal. Tidak. Kasih Allah tidak selalu dapat dilihat lewat alam. Kasih Allah juga belum tentu terlihat jelas lewat sejarah. Keluargakeluarga imigran asal Vietnam atau Korea yang mengungsi ke Amerika akan berkata bahwa jika mereka bisa sampai ke Amerika Serikat, itu membuktikan bahwa Allah mengasihi mereka. Namun, apabila Anda berbicara dengan seorang ibu muda beranak tiga yang ditinggal mati oleh suaminya yang dibunuh oleh para pembajak pesawat, ia akan mencibir bila Anda mengatakan bahwa Allah yang penuh kasih itu mengendalikan segala peristiwa. Banyak orang Yahudi yang hidup di bawah bayang-bayang ketakutan pada masa kepemimpinan Auschwitz atau Dachau juga akan menolak pemikiran yang mengatakan bahwa kasih Allah itu ditunjukkan lewat sejarah. Oleh karena itu, ketika orang Kristen berbicara tentang kasih Allah, mereka harus menunjukkan bukti lain. Menurut Alkitab, bukti itu adalah salib. Karena Yesus Kristus adalah Anak Allah, maka kematian-Nya merupakan pernyataan yang luar biasa tentang kasih Allah. Allah telah menunjukkan kasih-Nya bagi kita — dengan harga yang mahal. Dalam pribadi Yesus Kristus, Allah menjadi anggota keluarga manusia. Dia menjalani kehidupan-Nya tanpa dosa. Selanjutnya meski tidak berdosa, Dia harus mengalami kematian yang mengerikan demi keselamatan kita. Menembus kegelapan di Kalvari, hari yang sangat penting itu menunjukkan kasih Allah yang menakjubkan. Renungkan sejenak tentang penderitaan Kristus, dan ingatlah bahwa sesungguhnya kitalah yang harus menanggungnya. Tunjukkanlah rasa hormat, tatkala Dia bergumul di hadapan Allah Bapa di taman Getsemani, hingga peluh-Nya seperti titik-titik darah yang bertetesan ke tanah. Rasakan ketakutan-Nya, tatkala Dia ditangkap seperti seorang penjahat, didera oleh cambuk orang Romawi, dianiaya, diolok-olok, dan diejek dengan dipakaikannya mahkota duri. Menangislah untuk-Nya, tatkala Dia terhuyung-huyung membawa balok kayu yang berat. Dia dipaksa membawa kayu tersebut hingga ke tempat penghukuman-Nya. Rasakanlah kengerian yang terjadi, tatkala prajurit Romawi memaku tangan dan kaki-Nya, serta dengan kasar menegakkan salib itu pada tempatnya.
Dengarkan bagaimana Dia, tatkala tergantung di atas kayu salib, berdoa bagi musuh-musuh-Nya, berbicara dengan penuh kasih kepada ibu-Nya, dan menjanjikan keselamatan bagi penjahat di samping-Nya yang mau bertobat. Berdiam dirilah, tatkala Anda melihat langit menjadi gelap pada siang itu, dan perhatikanlah tiga jam kegelapan pada hari yang menakutkan itu. Dengarkan seruan-Nya, ketika Dia merasa ditinggalkan, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Ingatlah bahwa di atas kayu salib, Yesus menanggung segala kengerian neraka, bagi Anda dan saya. Allah adalah Bapa-Nya. Sebelumnya, dalam kekekalan Dia berada bersama-sama dengan Bapa-Nya dalam hubungan yang sangat erat yang tak dapat kita mengerti. Namun oleh Bapa, “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” (2 Korintus 5:21) Kematian Kristus Menunjukkan Bagaimana Seharusnya Kita Hidup Salib tidak hanya merupakan bukti terbesar dari kasih Allah, tetapi juga memberi kita sebuah prinsip rohani tentang kehidupan. Kasih yang memimpin Yesus Kristus pada tindakan pengorbanan diri yang tiada bandingnya ini merupakan teladan bagi kita. Kita harus mengasihi sebagaimana Dia juga mengasihi, dan hidup sebagaimana Dia hidup. Sebenarnya Tuhan hendak menyinggung tentang salib pada suatu malam sebelum penyaliban, tatkala Dia berkata kepada para murid-Nya, “Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi” (Yohanes 13:34). Kasih Kalvari menjadi standar bagi kasih kita. Yesus Kristus juga hendak berbicara tentang kematian di atas kayu salib tatkala Dia berkata: “Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia mati, ia akan menghasilkan banyak buah. Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal. Barangsiapa melayani Aku, ia harus mengikut Aku.” (Yohanes 12:24-26) Inilah hukum penuaian: sebuah benih harus mati agar dapat menghasilkan sebuah tanaman. Yesus Kristus adalah “biji” yang harus mati. Kematian-Nya menghasilkan kehidupan rohani bagi semua yang percaya kepada-Nya. Kita adalah buah dari penderitaan dan kematian-Nya. Akan tetapi hukum kematian yang membawa kehidupan ini tidak hanya berakhir pada salib Kristus. Yesus menyatakan bahwa hukum itu juga berlaku bagi para pengikut-Nya. Kita harus menempuh jalan salib, yaitu mematikan segala keinginan kita yang egois, apabila kita mau menghasilkan buah sesuai dengan kehendak Allah (Efesus 2:8-10). Rasul Paulus melihat prinsip ini dalam kematian Kristus. Berulangkali ia mengatakan bahwa dirinya telah disalibkan bersama-sama dengan Kristus, mati terhadap dirinya sendiri, dan berjalan dalam jalan Kalvari. Dengan keyakinan penuh ia menuliskan, “Tetapi aku sekali-kali tidak mau bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, sebab olehnya dunia telah disalibkan bagiku dan aku bagi dunia.” (Galatia 6:14)
Bagi Paulus, salib merupakan sumber ilham dan kepercayaan, sehingga ia dapat menulis bahwa segala sistem dalam dunia ini hanyalah sesuatu yang sia-sia dan fana. Dunia tak memiliki sesuatu pun yang mampu menarik hati Paulus. Apabila kita hidup menurut hukum penuaian, kita akan menghasilkan buah dalam pelayanan kita kepada Kristus. Untuk dapat mengikuti teladan-Nya, terlebih dahulu kita harus mati terhadap diri sendiri. Tatkala kita melakukannya, kita akan mampu berkata seperti Paulus, “Aku telah disalibkan dengan Kristus; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku.” (Galatia 2:19-20). Inilah ironi dari salib, yaitu bahwa salib tidak hanya membawa kehidupan Allah kepada kita, tetapi juga membawa kehidupan kita kepada Allah.
10 Kepribadian yang disukai Beberapa kepribadian yang disukai baik pria ataupun wanita: 1. Ketulusan menempati peringkat pertama sebagai sifat yang paling disukai oleh semua orang. Ketulusan membuat orang lain merasa aman dan dihargai karena yakin tidak akan dibodohi atau dibohongi. Orang yang tulus selalu mengatakan kebenaran, tidak suka mengada-ada, pura-pura, mencari-cari alasan atau memutarbalikkan fakta. Prinsipnya “Ya diatas Ya dan Tidak diatas Tidak”. Tentu akan lebih ideal bila ketulusan yang selembut merpati itu diimbangi dengan kecerdikan seekor ular. Dengan begitu, ketulusan tidak menjadi keluguan yang bisa merugikan diri sendiri. 2. Beda dgn rendah diri yg merupakan kelemahan, kerendahhatian justru mengungkapkan kekuatan. Hanya orang yang kuat jiwanya yang bisa bersikap rendah hati. Ia seperti padi yang semakin berisi semakin menunduk. Orang yang rendah hati bisa mengakui dan menghargai keunggulan orang lain. Ia bisa membuat orang yang diatasnya merasa oke dan membuat orang yang di bawahnya tidak merasa minder.
3. Kesetiaan sudah menjadi barang langka & sangat tinggi harganya. Orang yg setia selalu bisa dipercaya dan diandalkan. Dia selalu menepati janji, punya komitmen yang kuat, rela berkorban dan tidak suka berkhianat. 4. Orang yang bersikap positif selalu berusaha melihat segala sesuatu dari kacamata positif, bahkan dalam situasi yang buruk sekalipun. Dia lebih suka membicarakan kebaikan daripada keburukan orang lain, lebih suka bicara mengenai harapan drpd keputusasaan, lebih suka mencari solusi daripada frustasi, lebih suka memuji daripada mengecam, dsb. 5. Karena tidak semua orang dikaruniai temperamen ceria, maka keceriaan tidak harus diartikan ekspresi wajah dan tubuh tapi sikap hati. Orang yang ceria adalah orang yang bisa menikmati hidup, tidak suka mengeluh dan selalu berusaha meraih kegembiraan. Dia bisa mentertawakan situasi, orang lain, juga dirinya sendiri. Dia punya potensi untuk menghibur dan mendorong semangat orang lain. 6. Orang yang bertanggung jawab akan melaksanakan kewajibannya dengan sungguh-sungguh. Kalau melakukan kesalahan, dia berani mengakuinya. Ketika mengalami kegagalan, dia tidak akan mencari kambing hitam untuk disalahkan. Bahkan kalau dia merasa kecewa dan sakit hati, dia tidak akan menyalahkan siapapun. Dia menyadari bahwa dirinya sendirilah yang bertanggung jawab atas apapun yang dialami dan dirasakannya. 7. Rasa percaya diri memungkinkan seseorang menerima dirinya sebagaimana adanya, menghargai dirinya dan menghargai orang lain. Orang yang percaya diri mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan dan situasi yang baru. Dia tahu apa yang harus dilakukannya dan melakukannya dengan baik. 8. Kebesaran jiwa dapat dilihat dr kemampuan seseorang memaafkan orang lain. Orang yang berjiwa besar tidak membiarkan dirinya dikuasai oleh rasa benci dan permusuhan. Ketika menghadapi masa-masa sukar dia tetap tegar, tidak membiarkan dirinya hanyut dalam kesedihan dan keputusasaan. 9. Orang yang easy going menganggap hidup ini ringan. Dia tidak suka membesar-besarkan masalah kecil. Bahkan berusaha mengecilkan masalah-masalah besar. Dia tidak suka mengungkit
masa lalu dan tidak mau khawatir dengan masa depan. Dia tidak mau pusing dan stress dengan masalah-masalah yang berada di luar kontrolnya. 10. Empati adalah sifat yg sangat mengagumkan. Orang yg berempati bukan saja pendengar yang baik tapi juga bisa menempatkan diri pada posisi orang lain. Ketika terjadi konflik dia selalu mencari jalan keluar terbaik bagi kedua belah pihak, tidak suka memaksakan pendapat dan kehendaknya sendiri. Dia selalu berusaha memahami dan mengerti orang lain.