APA YANG SEBENARNYA TERJADI DI TIANANMEN? Oleh: Gregory Clark / Mantan Diplomat Australia di Jepang. Diterjemahan oleh: Anthony Hocktong Tjio / Diaspora Indonesia. Bertahun-tahun “penerangan hitam” dari pemerintah Amerika dan Inggris telah berhasil menggelarkan mitos seperti: Perang Vietnam merupakan perlakuan Beijing untuk membonekakan Hanoi dalam tujuan perluasannya di Asia, seperti juga Iraq memiliki senjata pembinasaan massa, juga yang dianggap pembersihan etnis Serbian oleh Kosovars tetapi sesungguhnya adalah kebalikannya, dan sekarang menganggap Moskow adalah dalang proRussia di Ukreina Timur. Dari semuanya yang paling hebat masih itu mitos yang mengatakan bahwa ratusan bahkan ribuan mahasiswa dibrondong atau dibantai oleh tentara di Lapangan Tiananmen pada tanggal 4 Juni 1989. Pada achir-achir ini, hikayat pembantaian di Tiananmen malam itu telah ditantang kebenarannya, seperti yang disiarkan oleh TV Spanyol, dari pencerahan rakyat setempat yang mengungkapkan bahwa pembantaian itu sesungguhnya tidak terjadi, yang mereka saksikan hanya adanya pasukan yang memasuki lapangan dan meminta supaya para mahasiswa dengan tenang meninggalkan lapangan pada petang itu. Demikianlah dijadikan “pembantaian” dijalan-jalan sekitar lapangan tersebut, maka menjelang peringatan ke-25 tahun ini, cerita “pembantaian tak beralasan” tersebut bakal membara kembali dalam rangka mereka melecehkan Beijing. Untungnya, kenyataan cerita yang sesungguhnya telah dilaporkan secara terperinci oleh pihak Kedutaan Besar Amerika di Beijing, ini bisa ditelusuri di internet. Memang, ada terjadi sesuatu yang serupa pembantaian dijalanan-jalanan itu oleh satuan yang mula-mula dikirim kesana untuk membubarkan mahasiswa yang menghalang-halangi mereka. Namun untuk mencari sebab mengapa pasukan sampai melaksanakan kekejian itu, boleh dimengerti dari foto-foto media yang menayangkan deretan bus militer yang dibakar oleh massa demonstrasi tersebut.
Pembakaran tank oleh mahasiswa. Sampai sekarang dunia masih mengira bahwa pembakaran bus-bus tersebut akibat setelah pasukan mendahului melepaskan tembakan kepada massa. Kenyataannya adalah sebaliknya, massa yang menyerang iring-iringan bus yang memasuki Beijing, mengakibatkan beberapa belasan tentara terbakar didalam bus, dan karena itulah tembakan dimulai. Disini juga tidak perlu jauh-jauh mencari buktinya, ada foto-foto yang tidak diterbitkan dimana serdadu yang terbakar payah berlarian mencari perlindungan dirumah rakyat disekitarnya, dan dilaporkan bahwa ada penggantungan mayat hangus dijembatan viaduk. Betul, massa mempunyai alasan-alasan mereka untuk protes. Dipermulaan tahun 1970an, tidak lama setelah dimulainya Revolusi Budaya-nya Mao Zedong, saya pernah mengelilingi Tiongkok kemana-mana. Saya menyaksikan dengan mata sendiri perlakuan kejam yang tidak masuk akal dan gila telah melanda seluruh bangsa negara. Saya mungkin bisa ikutikutan diantara pemrotes, bilamana saya juga seorang mahasiswa atau warga negara diwaktu itu maupun sekarang ini, ditahun 1989. Hal tersebut semestinya disadari oleh pemerintah, maka itu meski protes mahasiswa dilapangan tersebut sangat memalukan dan mengganggu, masih juga dibiarkan sampai 6 minggu. Malah sekretaris jendral partai juga berupaya mengadakan perundingan. Hanya setelah perembukan gagal dan mahasiswa sudah memulai bubar maka baru mengambil tindakan untuk menguasai lapangan kembali.
Pada saat itu massa disekitar lapangan sangat besar dan juga tidak beres. Dalam catatan kedutaan (Amerika) mengatakan bahwa tindakan semula dari pemerintah adalah mengirimkan pasukan yang tidak bersenjata dengan kereta metro, dan ini diblok oleh massa dengan mudah. Kemudian mengirimkan pasukan yang dipersenjatai maka akibatnya seperti yang telah kita ketahui. Meskipun begitu hanya sebagian kesatuan saja yang mengamuk (serdadu layak bersikap begitu bilamana kawan seperjuangannya dipanggang: coba tanyakan pada rakyat di-Fallujah, Iraq). Sedangkan kesatuan lainnya berusaha mengendalikan mereka. Semua itu terjadi diluar, tetapi bukan, didalam lapangan (Tiananmen). Maka darimanakah tuntutan senapan mesin itu? Inipun kita tidak perlu jauhjauh mencarinya, adalah dari sebuah cerita yang diterbitkan seminggu setelahnya dalam surat kabar berbahasa Inggris yang pro-Inggris di Hong Kong, katanya dituturkan oleh seorang mahasiswa demontran yang telah melarikan diri dari Tiongkok, tetapi siapakah dia itu tidak ada yang bisa menemukannya. Cerita ini dengan pesat menyebar keseluruh dunia dan terbit dihalaman pertama The New York Times pada tanggal 12 Juni, maka sejak itu cerita ini telah menyelubungi kita. Tiada seorangpun dari wartawan Barat di Beijing yang sudi memeriksa kebenaran apa yang telah terjadi pada malam itu, boleh jadi cerita yang penuh perdarahan dan mengerikan itu lebih laris. Syukurlah selain laporan dari Kedutaan Besar Amerka tersebut, sekarang juga ada pengamatan tahun 1998 yang teliti dari majalah Columbia Journalism Review yang judulnya “ Melaporkan Mitos Tiananmen dan Hadiahnya Pers Pasif” yang mengusut “laporan dramatis yang menunjang mitos pembantaian mahasiswa” tersebut. Sejak semula kita sudah semestinya mencurigai cerita pembantaian tersebut. Apakah masuk akal pimpinan pemerintah di Beijing seperti Deng Xiao-ping yang unggulan dalam upaya reformasi dalam banyak bidang kemasyarakatan Tionghoa bisa sengaja menganiaya mahasiswa yang tidak membahayakan, yang menurut tradisi mereka merupakan penggerak reformasi di Tiongkok, yang dulunya banyak diikuti juga oleh pemimpin pro-komunis. Bilamana pimpinan pemerintah harus disalahkan, itu terletak dikegagalan melatih tentara dalam bidang penertipan massa, suatu kesalahan yang juga telah diakui oleh anggauta pemerintah yang sialan. Ironis sekali akibat
laporan hitam pembantaian khayalan dengan senjata mesin yang dibuat-buat oleh pihak Inggris tersebut telah menimbulkan embargo pemasukan senjata Barat yang melarang (Tiongkok) untuk mendatangkan perlengkapan untuk memperbaiki tindakan penertipan massa yang diperlukan. Lebih aneh lagi ada berita yang kemudian menyusul bahwa kantor berita Inggris, Reuters, menolak untuk menerbitkan itu foto penggantungan mayat hangus di-viaduk yang mana semestinya bisa mencerahkan kejadian yang sesungguhnya. Dan sekarang telah diketahui dengan jelas bahwa foto Tankman yang tersohor itu, dimana seorang mahasiswa mencegat didepan barisan tank-tank tentara yang diterbitkan sebagai lambang kenekadan menantang rezim yang kejam, kenyataannya terjadi sehari setelah pristiwa Tiananmen, dan tank-tank tersebut sedang meninggalkan, tetapi bukan menuju, Lapangan Tiananmen.
Telah jelas bahwa protes di lapangan yang berlarut-larut bakal berachir tanpa hasil itu mengakibatkan frustrasi pimpinan mahasiswa untuk mengambil tindakan perdarahan dijalanan tersebut. Lagi pula bisa dipersoalkan bagaimana massa protes sampai bisa menggunakan bom bensin kepada tentara, suatu senjata yang tidak pada umumnya digunakan oleh perusuh di Tiongkok, sehingga sangat banyak kendaraan yang dihancurkan. Inilah yang bikin pemerintah jadi marah, sehingga mengambil tindakan keras untuk menghukum para pimpinan mahasiswa. Meskipun tanpa perincian yang panjang lebar, telah jelas bahwa Peristiwa Pembantaian
Lapangan Tiananmen tersebut tidak sedurjana seperti yang dibayangkan oleh Barat. Referensi: 1. Gregory Clark: http://www.japantimes.co.jp/opinion/2014/06/03/commentary/worldcommentary/really-happened-tiananmen/#.U485whZRSnt 2. Brian Becker: http://www.globalresearch.ca/what-really-happened-in-tiananmensquare-25-years-ago/5385528
Monterey Park, 5 Juni 2014.