APA YANG SALAH DENGAN KEBIJAKAN PERBERASAN KITA? Mohamad Ikhsan, Vivi Alatas, Monica Wihardja, Taufiq Maret 2015
1
Sejumlah pertanyaan: •
Dimulai dengan pertanyaan berkaitan dengan determinan inflasi: – Inflasi headline masih bertengger di sekitar 5% - tidak bisa turun menuju 2-3 % – Penyebabnya adalah inflasi makanan yang bukan hanya terus meningkat – dibandingkan harga barang lain dan harga beras di negara tetangga.
•
Pada saat yang sama ditunjukkan produksi beras terus meningkat. Produksi beras per kapita tertinggi dalam sajarah Indonesia. – Mengacu kepada neraca beras – harusnya telah terjadi akumulasi stok beras dan harga seharusnya turun.
•
Apa yang salah? – Produksi overestimated – most likely – Konsumsi underestimated – enggak mungkin karena konsumsi beras Indonesia sudah tertinggi di dunia dan mengalami tren penurunan.
•
Bagaimana kebijakan untuk mendorong produksi beras – Haruskah kita jorjoran dan all out and all cost mengejar swasembada? – Kalau tren penurunan konsumsi beras menurun, apakah effort yang luar biasa ini berguna? Apa kebijakan yang lebih rasional? – Depolitisasi HPP
03
Latar belakang
Harga beras di Indonesia lebih tinggi dari harga dunia dan lebih fluktuatif dari negara tetangga FLUKTUASI HARGA KARENA MUSIM UMUM TERJADI, TETAPI DI INDONESIA LEBIH TINGGI
HARGA DI INDONESIA KONSISTEN LEBIH TINGGI DARI HARGA DUNIA SEJAK 2004
Rata rata perubahan harga y.o.y. per bulan, 2005-2014
9,000 8,000
Harga grosir Beras di Indonesia dan Vietnam
7,000 6,000
Percentage Change
Rp/Kg
6 4 2 0 -2
Jan
Feb
Mar
Indonesia
5,000
Apr
May
Jun
Thailand
Jul
Aug
Sep
Oct
Philiphines
Nov
Dec
Malaysia
PERUBAHAN HARGA KARENA FAKTOR NON-MUSIMAN TERSEBAR DALAM JANGKAUAN LEBIH BESAR
4,000 3,000
25%
2,000
20%
1,000
15%
0
10%
Distribusi perubahan tahun ke tahun (yoy) pada bulan yang sama, 2005-2014
5% 0% Vietnam 15% brokens, fob Domestic Wholesale price (PIBC), IR64 III - the lowest in Rp/kg
Sumber: BPS, CEIC
-5% Indonesia
Thailand
Philliphines
Malaysia
Sumber: BPS, CEIC, kalkulasi World Bank
Kendala data produksi dan konsumsi
05
Mengapa analisis supply-demand di Indonesia bermasalah?
BANYAK INKONSISTENSI DALAM PERHITUNGAN ANGKA KONSUMSI BERAS Beberapa versi perhitungan konsumsi beras per kapita (kg/tahun) 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 Susenas
Kemendag University of Arkansas
USDA & FAO
ADA INDIKASI TERJADINYA OVERESTIMATION DALAM DATA PRODUKSI • Data produksi beras yang dikeluarkan oleh Kementrian Pertanian tidak akurat (Dawe, Timmer and Warr, 2014) • BPS dan Kementan mengestimasi hasil panen per hektar melalui crop-cutting survey (‘ubinan’) dan luas area panen melalui pendekatan ‘eye estimate’. (BD Analisis, Rice Report, 2008) • Studi menunjukkan bahwa ada overestimation area produksi dan panen beras sebesar 17% pada tahun 1996-1997. (BD Analisis, Rice Report, 2008) • JICA juga menemukan overestimation luas lahan beras di Jawa sebesar 9% dan yield sebesar 5.2% sehingga produksi total beras di Jawa kelebihan estimasi sebesar 13% pada tahun 2000-2001.
Bahan untuk Diskusi • Berasal dari dua tulisan: Ikhsan, Anwar, Puspandari dan Tohari (2014) “Transformasi Struktural dan Permintaan akan Pangan” Masyarakat Statistik dan Vivi Alatas dkk, Stabilisasi Harga Beras. • Diskusi ini hanya awal dari seri diskusi dan perlu dilanjutkan. • PSE Deptan perlu memelopori diskusi masalah pangan secara komprehensif.
Rapid economic and income growth GDP per capita (2005 $US in ‘000s)
Average annual growth in per capita consumption, 2000 to 2009
5 Milk Eggs
4
Fish Meat
3
Fruits Vegetables
2
Oilcrops 1
Southeast Asia Indonesia
0
Pulses Starchy Roots Cereals -2.0
Source: Data from ERS, USDA 2013
0.0
2.0
4.0
6.0
8.0
Source: Data from FAO 2013
Per capita incomes to grow 2.5 times from 2010-30 Richer population will demand safe and more nutritious food
Transformasi Struktural sedang berlangsung: konsumsi pangan terus turun Tabel 1 Tren Konsumsi Per Kapita (kg) Beberapa Komoditas Pangan Sumber: : Dyck et al. (2012 1999
2005
2010
Index: Level tahun 1999=100 Menurun, 2010 dibandingkan dengan 1999 Umbi-umbian
100
92
61
Padi-padian
100
95
87
Minuman
100
107
97
Bumbu-bumbuan
100
125
104
Kacang-kacangan
100
134
107
Minyak dan lemak
100
117
113
Sayur
100
120
120
Buah
100
122
125
Ikan
100
132
126
Makanan olahan
100
136
160
Daging
100
207
205
Makanan lainnya
100
184
206
Telor dan susu
100
193
230
Meningkat lebih dari 100 persen
Meningkat lebih dari 2x lipat
Indonesia has high prevalence of undernutrition Prevalence of micronutrient deficiencies
Undernutrition Large productivity and GDP losses
E.g. cost of micronutrient deficiencies 2-4% of GDP in various countries (Stein and Qaim 2007) Source: HarvestPlus 2011
Rapid urbanization Indonesia’s rural and urban population, 1950-2050 (‘000s) 300
Urban Rural
250 200 150 100 50 0 1950
1970
1990
2010
2030
2050
Source: Data from UN 2011
72% of the population will live in urban areas by 2050 Urbanization offers great opportunities if managed properly
Supply Problems •
• • • •
Lahan – luas lahan pertanian terus menurun dan kualitas tanah menurun (?) – aspek spasial [tekanan penurunan lahan terjadi pada daerah lumbung pangan – daerah kompensasi/ekspansi – miskin infrastruktur, tenaga kerja dan tingkat kesuburan] Perubahan iklim – frekuensi bencana – jika tidak bertambah lebih severe –; perubahan musim hujan. Ketersediaan air menjadi masalah di daerah penghasil pangan. Teknologi bibit : eksperimen dengan bibit impor gagal – bibit pengembangan lokal sudah di frontier. Meningkatnya inefisiensi dalam pasca panen [Husein Sawit Hipothesis] – Susut dalam proses dan pasca panen, penggilingan yang ketinggalan.
• • • •
Daya saing beras mulai menurun dan bahkan hilang. Biaya produksi beras Indonesia sudah jauh diatas biaya di negara tetangga di tengah derasnya subsidi pemerintah. Kompetisi antar komoditas : with food commodities dan food and energy Perubahan dalam rantai pemasaran: revolusi supermarket Perlu Pendekatan Supply Value Chain dalam melihat persoalan.
Limited land resources Land degradation / soil erosion
Loss of annual net primary productivity, 1981-2003 (due to degradation)
Large declines in agric. productivity Loss of forest cover in Indonesia, 2000-05
Source: World Resources Institute 2010
Source: Bai et al. 2007 (LADA, FAO/ISRIC)
Higher risk of agriculture-associated diseases
Picture source: ILRI 2013
Human diseases linked directly or indirectly to practices in food and agriculture are more prevalent
High vulnerability to climate change Direct risks
Overall vulnerability
Physical climate impacts
Physical impacts adjusted for coping ability
(extreme weather, sea level rise, agric. productivity loss, overall)
Source: Wheeler 2011
Higher agric. R&D investment with 10% productivity increase can overcome adverse impacts (Oktaviani 2011)
08
Masalah Produksi
Pertumbuhanproduksidanproduktivitasyanglambatsangatmempengaruhisupplydomestikberas PRODUKTIVITAS BERAS INDONESIA RENDAH BERDASARKAN STANDAR DUNIA DAN KAWASAN
PRODUKTIVITAS TUMBUH LAMBAT AKIBAT MELAMBATNYA PERTUMBUHAN HASIL LAHAN 10
61-70 Hasil 3.4% Lahan 1.9% Prod. 5.4%
70-80 3.3% 1.0% 4.4%
80-90 2.7% 1.5% 4.3%
90-00 0.2% 1.2% 1.4%
8
00-11 1.1% 1.0% 2.2%
Sumber: IRRI and FAO, perhitungan Bank Dunia Catatan: Peningkatan tahunan merupakan gabungan dari rata rata pertumbuhan tahunan.
6 4
Hasil Beras Internasional (T/Ha)
Indonesia Asia
2 0
EGYPT AUSTRALIA UNITED STATES OF AMERICA URUGUAY SPAIN PERU MOROCCO SOUTH KOREA TURKEY GREECE CHINA JAPAN SOMALIA ARGENTINA TAIWAN TAJIKISTAN ITALY EL SALVADOR CHILE UKRAINE FRANCE PORTUGAL RWANDA VENEZUELA VIETNAM MEXICO BULGARIA RUSSIA MAURITANIA MACEDONIA PARAGUAY INDONESIA IRAN BRAZIL ECUADOR COLOMBIA MYANMAR MALAYSIA SRI LANKA PHILIPPINES KAZAKHSTAN LAOS INDIA PAKISTAN NEPAL MALI CAMBODIA NORTH KOREA THAILAND MADAGASCAR BANGLADESH TANZANIA GUINEA NIGERIA
Peningkatan tahunan (%)*
Sumber: IRRI and FAO Catatan: mencakup semua penghasil diatas 1 juta ton.
PRODUKSI BERAS DI TAHUN 2014 TURUN 0.94%, KETIGA KALINYA SETELAH KRISIS ’97-’98 8.00
0.06
6.00
0.04 0.02
4.00
0.00
2.00
-0.02
0.00 -2.00 -4.00
1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Pertumbuhan Produksi (%) Pertumbuhan Produktivitas (%)
Sumber: BPS, 2015
-0.04 -0.06 -0.08
09
Masalah Produksi
Beberapafaktorpenyebablambatnyapertumbuhanproduktivitas:Lahanpertanianyangrelatifkecil
UKURAN OPERASIONAL LAHAN PERTANIAN BERADA DI BAWAH LEVEL OPTIMAL Ukuran lahan pertanian (Ha)
LUAS PANEN PER KAPITA JUGA MASIH BELUM KEMBALI KE LEVEL PRE-KRISIS ‘97-’98 0.06 0.058 0.056 0.054 0.052 0.05 2014
2013
2012
2011
2010
2009
2008
2006
Sumber: BPS, 2015
2007*
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
Luas Panen per Kapita (Hektar) 1993
0.048
KONVERSI TANAH DIDOMINASI OLEH PERKEBUNAN MINYAK SAWIT SEJAK TAHUN 2000
Sumber: Sensus Pertanian Nasional, Dawe 2015 Sumber: FAO 2013, Dawe 2015
10
Masalah Produksi Mekanisasidaninovasiberjalanlambat
INDONESIA LAMBAT DALAM HAL MEKANISASI (Dawe, Timmer, Warr, 2014) Penggunaan tenaga kerja (termasuk tenaga kerja keluarga) dalam budi daya beras
Sumber: Moya et al (2004), Bordey et al (2014), Dawe (2015). Data untuk Indonesia: 1994-1997.
PENGELUARAN R&D UNTUK PERTANIAN KECIL (Dawe, 2015) Pengeluaran publik untuk R&D pertanian dari GDP pertanian (%)
Sumber: Flaherty, Stads and Srinivasacharyulu (2013), Dawe (2015).
Seandainya kita dapat seefisien Thailand dalam mengolah GKG menjadi beras maka akan ada tambahan beras minimal 2 juta ton. Average Milling Ratio in Selected Asian Countries 76 74 72 70 68 66 64 62 60 58 56 Cambodia
China
Indonesia
South Korea
Philippines
Malaysia
Thailand
Vietnam
06
Identifikasi Masalah
Apa saja faktor yang mungkin mempengaruhi harga beras?
Instrumen jangka pendek dibutuhkan untuk mengatasi volatilitas harga jangka pendek Satgas Sub Divre
Unit Pengolahan Gabah Beras
Impor
Mitra Bulog
HPP
Bulog-Dolog
Impor Ilegal
Pemda/Camat
OP, Raskin
Pengecer
Konsumen
OP PT. Food Nation
Petani Pemilik Lahan Petani Penggarap
MASALAH JANGKA PANJANG
Pengumpul
Penggiling
Produktivitas Biaya produksi Diversifikasi Peningkatan luas lahan Mekanisasi
Pedagang Lokal
Grosir/Mitra/ Penyalur Bulog Industri Makanan/Tepung
Struktur pasar Revolusi rantai nilai dan retail Biaya distribusi Informasi
Permintaan Urbanisasi Transisi pola diet
07
Struktur Harga
TingginyahargaIndonesia disetiaptitikmenunjukkanbanyakkemungkinanmasalah Struktur Harga Beras Indonesia dan Thailand, Mei 2014
12,000
10,000
Rupiah per Kilo
8,000
Harga jual petani tinggi: mungkin terdapat masalah biaya produksi atau produktivitas
Harga jual grosir dan eceran tinggi: mungkin karena panjangnya rantai nilai/distribusi
Harga jual grosir dan eceran tinggi: mungkin juga terdapat masalah biaya logistik tinggi
Mungkin juga terdapat masalah struktur pasar di setiap titik (petani, pedagang, grosir, atau pengecer). Harus diadakan studi lebih mendalam mengenai struktur pasar.
6,000
4,000
2,000
0
Indonesia
Thailand
Harga jual petani
Harga jual penggiling
Harga jual grosir
Harga jual eceran
Sumber: BPS, FAO, CEIC (data Thai ) dan perhitungan Bank Dunia Catatan: Harga Penggiling dan petani adalah harga untuk beras yang sudah dikeringkan. Eceran dan grosir adalah untuk IR64 di Jakarta. Harga untuk Mei 2014 menggunakan kurs THB:IDR = 356.
11
Disintermediasi Rantai Nilai
TidakdiketahuiapakahIndonesiasudahmulaimengikutipolamodernisasiyangsedangterjadidibeberapanegaraberkembang Trend disintermediasi internasional di negara berkembang: “Secara geografis panjang, secara intermediasi pendek” (Reardon and Timmer, 2012) Value-creation, Value-addition, Value –from-trading
Pedagang Grosir di Kota
Petani/ Penggiling
Eceran/ Supermarket
Konsumen
Perusahaan Pangan Modern Peran dari perantara telah berkurang karena berkurangnya interaksi antara petani dan tengkulak, perbaikan jalan ke pasar dan pemakaian telephone seluler. (Timmer and Reardon, 2012)
Munculnya “aktor modern”, termasuk: 1. Grosir Modern melakukan aktivitas value-added: mengumpulkan, memilih, menilai, mengemas, memproses dan mengantar. 2. Perusahaan logistik modern melakukan wholesaling, pergudangan, Teknologi Informasi terintegrasi dan pengemasan. (Timmer and Reardon, 2012)
REKOMENDASI:
Supermarket menggantikan pasar tradisional, walaupun infrastruktur pasar tradisional yang jelek merupakan masalah utama dan bukan karena munculnya Supermarket. (Suryadharma et al, 2010)
DIBUTUHKAN PENELITIAN LEBIH DALAM MENGENAI RANTAI NILAI DI INDONESIA
Pola Perdagangan Domestik
12
Ketidakseimbanganpasarantarwilayah menunjukanpentingnya logistikantarawilayahsurplus(Jawa)dandefisitberas (wilayahTimur)
Keseimbangan beras = Total Produksi-Total Konsumsi (2012) Hijau = Surplus Merah = Defisit Sumber: Produksi (BPS) Konsumsi (Susenas) Distribusi (Kemendag)
13
Biaya Logistik: Darat dan Laut • Biaya truk di kota tujuan merupakan yang tertinggi diantara komponen transportasi lainnya dalam rantai nilai beras. (BD, Rice Supply Chain, 2014) 100,000 90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 Rp/TEU/Km
Trucking costs at destination city Trucking costs at origin city 60,840
Sea Freight Costs + Port Costs
60,840
23,864
25,000
10,642
7,516
22,602
22,602
Surabaya - Banjarmasin
Surabaya - Sorong
38,611
5,313
17,724
13,801 5,367 17,724
13,801 4,620
22,602
22,602
22,602
Makassar - Sorong
Makassar - Manado
Surabaya - Makassar
Surabaya - Manado
Surabaya - Medan
7,277
2,587
Sumber: Kementrian Perdagangan, BBP2KP, 2013. Ini adalah estimasi untuk kontainer berukuran 20feet.
• • •
Biaya rata-rata (Rp/TEU/km) di kota asal dipengaruhi oleh kemacetan dan infrastruktur jalan (misalnya, Makasar vs. Surabaya). Biaya rata-rata (Rp/TEU/km) di kota tujuan tertinggi di Sorong. Ini disebabkan oleh peraturan lokal yang menghabat pergerakan transportasi kontainer. Pengiriman antar pulau dapat menjadi mahal dan dapat berkontribusi pada tingginya harga distribusi disebabkan oleh beberapa hal termasuk: • Jarak yang pendek (biaya pengiriman laut domestik per kontainer per km yang menjadi tinggi). • Ketidakseimbangan perdagangan (empty backhaul) yang menyebabkan kekosongan kargo pada perjalanan pulang dan biaya pengiriman lewat laut ke tempat tujuan yang tinggi. • Frekuensi pelayaran yang rendah. • Infrastrukrur pelabuhan seperti banyaknya dan panjangnya tempat merapat, produktivitas penanganan kargo, waktu penurunan dan penaikan barang.
Persoalan masa transisi • •
Harmonisasi perubahan structural di sisi permintaan – bagaimana mengamodasi perubahan komposisi kalori dalam diet penduduk Indonesia dan persoalan tekanan di sisi supply. Apakah kita akan terus menghabiskan resources pada komoditas yang sebetulnya telah menurun dalam diet rumah tangga Indonesia sementara mengabaikan (termasuk memberikan “disinsentif”) kepada komoditas yang sedang tumbuh dalam diet keluarga Indonesia. – Jangan kaget jika telah dan akan terjadi lonjakan dalam impor sayuran, daging karena domestic supply responsnya terlambat.
•
• • • •
Sedikit good news: negara-negara tetangga seperti Vietnam – akan terus mengalami peningkatan produktivitasdan kemungkinan masuknya new comers: Myanmar, Laos dan Cambodia serta transformasi permintaan yang berlanjut di Thailand akan membantu pasokan pangan di tingkat regional. Coordination failures terus berlanjut di dalam negeri – terus mengulangi kesalahan yang sama. Persoalan kelembagaan : Organisasi pada tingkat petani, penggilingan, BUMN bibit, Bulog – membutuhkan transformasi. Perlu revolusi mental untuk menerima kenyataan dan menyelesaikan masalah. Jangka panjang : kita terjebak dengan persoalan yang dihadapi Jepang tetapi dengan kondisi kesejahteraan yang berbeda. Jepang petani politically powerful vis a vis Indonesia dominasi buruh tani yang miskin.
Policy Recommendations (taken from IFPRI) Hanya untuk memancing diskusi
1. Accelerate investments in agric. R&D Invest in technologies for •
High-yielding, high-nutrient, biotic- and abiotic-resistant crop varieties e.g.
Hybrid rice
High-iron and high-zinc rice
Climate-change ready rice
Disease and pest resistant rice
•
Resource-saving e.g. low-cost (solar panel) drip irrigation
•
Low carbon agriculture
•
Food safety Picture source: IRRI 2013
2. Promote agricultural diversification • Focus on high-value products such as vegetables, fruits, poultry, and seafood • Production of high-value commodities are driven by both pull (demand) and push (supply) factors (Joshi et al. 2007) – Demand: e.g. rising incomes and urbanization – Supply: e.g. improvements in infrastructure and technology
Continue to improve smallholder access to urban and export markets by • • • •
Improving rural infrastructure Enhancing farmer organizations or cooperatives Promoting rural information technologies Upgrading food safety standards
3. Enhance social safety net system • Expand coverage and improve targeting to protect elderly, women, children, and disabled • Link social safety nets to nutrition and education e.g. School feeding programs • Explore cross-sectoral approaches to reach poor more effectively – Integrate safety nets and agricultural support rather than stand alone programs – Utilize a variety of instruments e.g. public works, cash transfers, agricultural credit programs
4. Improve markets and trade • Convert food stocks to national strategic reserves to reduce costs • Target strategic reserves to poor and vulnerable groups • Further collaborate with ASEAN to improve regional rice reserves • Utilize trade as an effective tool to stabilize domestic food prices (reduce tariffs, etc.) • Create enabling environment for private sector re food trade, storage, and transport
02
Latar belakang
Stabilitashargaberaspentinguntukalasanekonomi,sosial,danpolitik
BERAS MERUPAKAN KOMODITAS TERPENTING DI INDONESIA
HARGA BERAS AKAN SANGAT MEMPENGARUHI RAKYAT MISKIN
80%
25%
Orang Indonesia merupakan konsumen netto beras
5
Ranking Indonesia secara global untuk konsumsi kalori beras per kapita
Proporsi konsumsi beras dari pada total konsumsi oleh rumah tangga miskin
Harga beras naik 10% = Kemiskinan naik 1.3%
Sumber: IRRI World Rice Statistics, Susenas, kalkulasi staf World Bank
FLUKTUASI HARGA BERAS ADALAH ISU POLITIK Beras merupakan kunci dari ekonomi pedesaan Petani beras lokal meminta perlindungan perdagangan beras untuk menjaga harga tinggi Namun, harga tinggi merugikan konsumen, pedagang kecil, dan petani miskin
Rekomendasi Jangka Panjang •
•
14
DATA PRODUKSI DAN KONSUMSI BERAS HARUS LEBIH AKURAT, TRANSPARAN DAN KONSISTEN – Ketidakpastian stok beras nasional menimbulkan banyaknya spekulasi di pasar. – Information signaling yang baik dan keterbukaan data dan kebijakan dapat mengurangi tingkah laku spekulatif. PENINGKATAN PRODUKTIVITAS MENJADI PRIORITAS UTAMA JANGKA PANJANG – Percepatan mekanisasi dan pemanfaatan teknologi pangan lainnya
•
– Perlu penyuluhan untuk meningkatkan informasi dan kemampuan petani BIAYA LOGISTIK HARUS DITURUNKAN DENGAN INVESTASI INFRASTRUKTUR – Kondisi jalan darat, komponen terbesar biaya logistik, harus diperbaiki – Masalah di transportasi laut (frekuensi pelayaran dan empty backhaul) harus diatasi
•
PERLU DILAKUKAN BEBERAPA PENELITIAN LEBIH LANJUT – Tinjauan struktur kompetisi di tingkat petani, grosir, dan eceran – Kondisi modernisasi rantai nilai di Indonesia
15
Instrumen Jangka Pendek
Ada berbagai kebijakan pemerintah yang mempengaruhi supply beras di pasar Proporsi kuantitas Raskin, Impor, dan OP terhadap total produksi beras (%)
10
Raskin
9
Imports
OP
8 7 6 5 4 3 2 1 0 2006
2007
2008
2009
2010
Source: Indonesia customs, BPS, Bulog, SUSENAS.
2011
2012
16
Instrumen: Impor
Rezim impor sangat berpengaruh terhadap perbandingan harga domestik dan lokal
5,000,000
9000
4,500,000
8000
4,000,000 3,500,000
Impor (Ton)(Secondary Axis) Vietnam 15% brokens, fob(Rp./Kg) Harga Grosir Beras Domestik (PIBC), IR64 III (Rp./Kg)
Monopoli impor Bulog dihapus, terjadi persaingan impor, harga domestik mendekati harga dunia
7000
AFC & El Nino
6000
3,000,000
larangan impor, harga meningkat tajam
tariff & non-tariff barrier terhadap impor
5000 2,500,000 4000 2,000,000
Harga grosir beras domestik, internasional dan impor Sumber: CEIC (Vietnamese rice price), Kemendag and BPS (Import), FAO Rice Data; Saifullah (2010), WB Rice Report (2008), berbagai kliping dan artikel, interviews
Feb-06
Nov-05
Aug-05
May-05
Feb-05
Nov-04
Aug-04
May-04
Feb-04
Nov-03
Aug-03
May-03
Feb-03
Nov-02
Aug-02
May-02
Feb-02
Nov-01
Aug-01
May-01
Feb-01
Nov-00
Aug-00
May-00
Feb-00
Nov-99
Aug-99
May-99
Feb-99
0 Nov-98
0
Aug-98
1000
May-98
500,000
Feb-98
2000
Nov-97
1,000,000
3000
Aug-97
1,500,000
17
Instrumen: Impor
Rezim impor sangat berpengaruh terhadap perbandingan harga domestik dan lokal Krisis pangan dunia
Impor (Ton)(Secondary Axis) Vietnam 15% brokens, fob(Rp./Kg) Harga Grosir Beras Domestik (PIBC), IR64 III (Rp./Kg)
Monopoli impor dihapus untuk broken 0, 1, 5%
Monopoli impor Bulog dikembalikan
9,000
5000000
8,000
4500000
7,000
Otomatisasi impor
6,000
4000000 3500000 3000000
larangan impor
5,000 2500000 4,000 2000000 3,000
Oct-14
Jul-14
Apr-14
Jan-14
Oct-13
Jul-13
Apr-13
Jan-13
Oct-12
Jul-12
Apr-12
Jan-12
Oct-11
Jul-11
Apr-11
Jan-11
Oct-10
Jul-10
Apr-10
Jan-10
Oct-09
Jul-09
Apr-09
Jan-09
Oct-08
Jul-08
Apr-08
Jan-08
Oct-07
Jul-07
Apr-07
Jan-07
Oct-06
Jul-06
Apr-06
2,000
Harga grosir beras domestik, internasional dan impor Sumber: CEIC (Vietnamese rice price), Kemendag and BPS (Import), FAO Rice Data; Saifullah (2010), WB Rice Report (2008), berbagai kliping dan artikel, interviews
1500000 1000000
1,000
500000
0
0
18
Instrumen: Operasi Pasar
OP, sebagai intervensi pemerintah untuk stabilisasi harga beras, tidak efektif TIDAK TERLIHAT KORELASI ANTARA TERDAPAT BEBERAPA MASALAH DENGAN PELAKSANAAN OP DAN INFLASI BERAS IMPLEMENTASI OP (2010-2012) Trigger harga Permintaan Pemda Instruksi Mendag/ rekomendasi Mentan kepada Bulog
Pemantauan harga beras oleh Pemda tidak reguler
80
180000
70
160000
60
Lobi petani untuk menjaga harga tinggi menyebabkan Pemda tidak meminta OP
140000
50
120000
40
100000
30
Distribusi kadang terhambat karena rendahnya stok di gudang regional Bulog
80000
20
60000
10
40000
0
Penetapan Harga oleh Mendag
Proses kaku dan panjang menyebabkan OP terlambat atau tidak terlaksana
-10
20000
-20
0
Provincial Rice Inflation (%)
Pelaksanaan OP oleh Bulog
Pemantauan dan evaluasi terhadap OP tidak dijalankan
OP in ton (secondary axis)
Ada korelasi positif, namun tidak signifikan
19
Instrumen: Raskin
Proses Raskin memiliki banyak masalah, sehingga tidak efektif untuk mencapai tujuan
TUJUAN RASKIN: Pembelian
Memberikan akses beras kepada orang miskin dengan harga 60-75% di bawah harga pasar.
Penyimpanan
54-81%
Distribusi ke Desa
40%
Distribusi ke RT
Pengaduan dan Keluhan
30%
Responden menyatakan kualitas Raskin buruk
Raskin terlambat tiba ke titik distribusi di desa
Raskin di titik distribusi tidak sampai ke RT/pembeli
Beras terpapar kelembaban di gudang dalam waktu yang lama. Distribusi Raskin bulanan jauh lebih rendah dari total stok di gudang, sehingga stok tertahan di gudang cukup lama. (World Bank, 2014)
Distribusi ke desa, yang dikelola Bulog, sering tertunda. Walaupun hampir seluruh beras tiba ke titik distibusi/alokasi di akhir tahun, keterlambatan ratarata selama 2 bulan.
Karena tidak ada SOP tingkat local, distribusi dari TA/TD ke RT tidak merata. Banyak kejadian “bagi rata” sehingga rumah tangga target tidak mendapat manfaat yang seharusnya.
(JPAL, 2014)
(World Bank, 2014)
(World Bank, 2014)
21
Informasi dan Spekulasi Pasar
Instrumenjangkapendekharusbisamencegahterjadinyaspekulasihargaberas.
Harga mulai naik
Respon kebijakan: Impor / OP
Komunikasi Publik tentang Kebijakan
Harga kembali stabil
Spekulan menimbun beras
Harga semakin naik
OP/impor terlalu jarang
Komunikasi kebijakan tidak lancar
Siapa saja spekulan?
Berdasarkan bukti anekdotal, ada spekulan dari petani-pedagang di daerah dengan stok puluhan ribu ton, ada spekulan di tingkat gudang dan penggilingan, ada juga politisi.
Instrumen: HPP
20
Faktor-Faktor yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh kebijakan HPP
Dampak peningkatan HPP: • Inflasi meningkat: –
Elastisitas HPP terhadap inflasi: 0.01 (Analisis Bank Indonesia, Karnain 2013) HPP ‘flexible’ (HPP diatas ketentuan Inpres) meningkatkan Harga Eceran Beras (HEB) di Sul-Teng (Bank Indonesia, Kajian Ekononomi Regional)
–
HPP berpengaruh terhadap inflasi masa pendek dan panjang, impor jangka pendek, produksi jangka panjang. (Widiarsih, 2012; Karnain, 2013)
–
•
Insentif produksi meningkat: –
•
–
–
•
Pasar beras/ gabah domestik kalah daya saing dibanding pasar impor Dengan tingginya harga gabah dan beras di pasaran, Bulog tetap tidak mampu menyerap pasar domestik dan memilih impor untuk mengisi kekosongan stoknya. (Maulana, 2012) Beras selundupan bakal marak karena disparitas harganya sangat tinggi(Ketua PPPPBI, Nellys Soekidi, 2015)
– –
Kebijakan HPP hanya untuk kualitas tunggal sehingga tidak ada diferensiasi kualitas (Maulana, 2012) Informasi antara pedagang dan petani asymetris, penentuan kualitas tidak terukur (Maulana, 2012) Tidak ada standardisasi kemitraan (Bank Indonesia, Kajian Ekonomi Regional)
–
Dengan mengkontrol two-way causality, peningkatan inflasi sebesar 1% meningkatkan GKP sebesar 0.00347% , GKG 0.00098% dan HEB 0.47% satu arah(Karnain, 2013)
–
Peningkatan HEB lambat dalam meningkatkan harga gabah petani, tetapi peningkatan harga gabah petani cepat dalam meningkatkan HEB (Arifin, 2006)
Produktifitas menurun atau ongkos produksi meningkat: –
–
Kualitas belum tentu meningkat: –
•
Harga beras meningkat 1%, produksi meningkat 0.041% di Sul-Utara (Hasyim, 2007)
Disparitas harga domestik dan impor meningkat: –
•
HPP dapat meningkat jika: • Inflasi atau harga beras eceran meningkat:
–
•
Dalam enam tahun terakhir, penetapan HPP tidak merujuk pada harga beras internasional, tetapi sepenuhnya ditentukan oleh ongkos produksi yang terus meningkat (harga saran produksi, BBM, nilai sewa lahan, upah tenaga kerja) Ini mendorong penurunan daya saing beras berkualitas medium. (Maulana, 2012) Pemerintah mentargetkan HPP dengan memperhitungkan harga GKP sebesar 30% lebih tinggi dari harga ongkos produksi. (Maulana, 2012) Keuntungan usah tani padi dengan memperhitungkan harga GKP telah lebih besar dari 30% dari biaya. (Maulana, 2012)
Harga beras international untuk kualitas medium meningkat: –
Tetapi disparitas harga domestik dan impor membesar
Anggaran negara untuk subsidi beras meningkat Pilihan kebijakan HPP sebaiknya menimbang faktor: sejauh mana petani diuntungkan, konsumen diuntungkan, efisiensi, dan efektifitas
Analisis Kuantitatif: Dampak Faktor-Faktor Penyebab Inflasi Beras
22
Studi kuantitatif yang melihat pengaruh konvergensi, produksi, konsumsi, impor, harga beras internasional, distribusi Raskin, kualitas jalan, efek spasial dan efek tahunan terhadap inflasi harga beras di tingkat propinsi menunjukan: 1. Pentingnya kualitas jalan terhadap inflasi harga beras. 2. Terdapat transmisi inflasi antar wilayah di Indonesia, dimana penambahan 1 persen rata-rata inflasi di wilayah di Indonesia bisa meningkatkan inflasi di suatu daerah yang terkoneksi dengan perdagangan melalui kontainer laut sekitar 0.3 persen. (BD Analisis, Efek Spasial Terhadap Inflasi di Indonesia, 2014) 3. Efek impor tidak konsisten yang mungkin disebabkan oleh kebijakan impor yang tidak konsisten. 4. Raskin menurunkan inflasi beras tetapi tidak signifikan. 5. Produksi beras menurunkan inflasi (signifikan), Konsumsi meningkatkan inflasi beras (tidak signifikan). VARIABLES Inflasi Beras (T-1) Konsumsi Beras (Ln, Kg) Produksi Beras (Ln, Ton) Impor (Ln, Ton) Impor (Ln, Ton) (T-1) Impor (Ln, Ton) (T-2) Impor*Harga Beras Vietnam Impor (T-1)*Harga Beras Vietnam (T-1) Impor (T-2)*Harga Beras Vietnam(T-2) Inflasi Harga Beras Vietnam (%) Inflasi Harga Beras Vietnam (%) (T-1) Distribusi Raskin (Ln, Ton) %Jalan Berkualitas Bagus dari Total Jalan Provinsi Efek Spasial Konstan Observasi Total Propinsi *** p<0.01, ** p<0.05, * p<0.1
Inflasi Beras (OLS)
Inflasi Beras (Fixed Effect)
Inflasi Beras (Dynamic AB-GMM)
-0.250** 0.185 0.636 2.264*** -0.964 -4.053*** 0.00213 -0.985 -0.0117*** 0.0784 49.88*
-0.356** 19.08 -11.50 0.0573 -0.00759*** -0.000822 -0.761 -1.225 -0.0192*** 0.239 94.65
-0.381** 53.66 -44.26** 0.00813 -0.0114*** -0.00573** -0.203 -0.833 -0.0388*** 0.326*
143
143 112 29 29 “- “ variabel dijatuhkan karena multicollinearity