ANALISIS SPLITTING PULSA PADA SERAT OPTIK DUA-CORE DENGAN KENONLINEARAN KERR BERDASARKAN VARIASI KOEFISIEN KOPLING DAN DISPERSI INTERMODAL
Anita Listanti, Arif Hidayat, Nugroho Adi P Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas Negeri Malang Email:
[email protected] ABSTRAK : Sistem komunikasi dapat mentransmisikan informasi dari suatu tempat ke tempat lain yang terpisah dengan jarak yang sangat jauh. Serat optik dua-core sering digunakan dalam sistem komunikasi optik modern. Mekanisme transfer daya pada serat optik dua-core ditandai dengan parameter koefisien kopling. Secara umum koefisien kopling bergantung pada panjang gelombang. Hal ini menyebabkan terjadinya dispersi intermodal. Dispersi intermodal dapat membatasi bandwidth serat optik dua-core, serta dapat terjadi splitting pulsa. Kemudian ditemukan bahwa dengan membuat nilai dispersi intermodal cukup kecil dan koefisien kopling cukup besar, dengan daya masukan yang besar maka dapat menekan terjadinya splitting pulsa. Permasalahannya, deskripsi fenomena nonlinear hingga dapat ditemukannya simpulan tersebut tidak dapat dilakukan dengan bersandar pada solusi analitis. Sementara penggalian lebih mendalam dan meluas atas gejala nonlinear ini sangat perlu dilakukan. Penelitian ini mengkaji tentang persamaan umum coupled Schrodinger nonlinear dan keadaan fisis dari serat optik dua-core. Kemudian dengan memvariasi nilai dispersi intermodal dan koefisien kopling dilakukan visualisasi dengan menggunakan program Matlab. Kemudian dianalisis pengaruh variasi koefisien kopling dan dispersi intermodal dalam perambatan pulsa pada serat optik. Hasil yang dicapai adalah didapatkan hasil visualisasi perambatan pulsa pada serat optik dua-core dengan variasi nilai dispersi intermodal dan koefisien kopling. Pertama nilai daya masukan P dibuat relatif rendah, dengan koefisien kopling R yang rendah dan variasi dispersi intermodal R1. Dapat diketahui berdasarkan hasil visualisasi yaitu ketika daya input yang diberikan relatif kecil, dengan koefisien kopling kecil, dan variasi dispersi intermodal semakin besar, maka kenonlinearan tidak dapat mengimbangi efek dari dispersi intermodal, sehingga pulsa terdistorsi. Ketika efek dispersi intermodal menjadi lebih kuat, dengan bertambahnya nilai dispersi intermodal, maka akan terjadi splitting pulsa. Kemudian dilakukan variasi koefisien kopling, dengan nilai dispersi intermodal tetap rendah dan daya masukan besar. Ketika nilai koefisien kopling rendah, pulsa yang merambat mengalami splitting pulsa. Kemudian dengan memperkuat koefisien kopling dengan memavariasi koefosien kopling menjadi lebih besar, maka tidak terjadi splitting pulsa, dan integritas pulsa terjaga. Kata Kunci : Serat Optik, Kenonlinearan Kerr, Koefisien Kopling, Dispersi Intermodal
1
Penelitian ini mengkaji tentang persamaan umum coupled Schrodinger nonlinear dan keadaan fisis dari serat optik dua-core. Kemudian dengan memvariasi nilai koefisien kopling dan koefisien kopling dispersi dilakukan visualisasi dengan menggunakan program Matlab. Hal ini dilakukan dengan harapan untuk memperoleh hasil penjelasan yang lebih baik dan jelas. Sehingga dalam penelitian ini peneliti mengambil judul “Analisis Splitting Pulsa pada Serat Optik Dua-Core dengan Kenonlinearan Kerr berdasarkan variasi Koefisien Kopling dan Dispersi Intermodal”.
I. PENDAHULUAN Sistem komunikasi dapat mentransmisikan informasi dari suatu tempat ke tempat lain yang terpisah dengan jarak yang sangat jauh. Dalam sistem komunikasi optik, informasi dibawa oleh frekuensi pembawa tinggi (~100THz) dalam daerah cahaya tampak (Shimu, et all; 2005). Sistem komunikasi serat optik merupakan sistem yang menggunakan serat optik untuk mentransmisikan informasi. Transmisi sinyal melalui serat optik memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan sistem transmisi gelombang listrik maupun gelombang mikro, antara lain ukurannya sangat kecil dan ringan sehingga mudah dalam penanganan dan instalasinya (Supadi; 2006). Isyarat gelombang optik sulit terpengaruh oleh gangguan elektris maupun medan magnetis. Kapasitas transmisi serat optik besar, sehingga dapat mentransmisikan informasi dalam jumlah yang besar dan cepat. Salah satu alat yang dikembangkan saat ini adalah serat optik dual-core (directional coupler) yang berfungsi sebagai komponen optical switching, multiplexing, demultiplexing pada perangkat WDM (Wavelenght Division Multiplexing), dan pemecah daya atau power divider (Saifudin, 2009; 2). Serat optik dual-core sering digunakan dalam sistem komunikasi optik modern. (Boumaza; 2009). Serat optik dual-core merupakan serat yang terdiri dari dua serat optik identik, dimana masing-masing memiliki struktur bimodal yang mendukung mode simetri dan mode asimetri (Liu, et all; 2010). Ketika daya diluncurkan ke salah satu core, maka akan ada daya yang ditransferkan dari core pertama ke core kedua. Pada umumnya, dua mode tersebut memiliki kecepatan grup yang berbeda, sehingga pada perambatan pulsa, pulsa masukan akan melebar dan semakin lama pulsa menjadi terpecah setelah merambat pada jarak tertentu. Efek yang menyebabkan pulsa menjadi terdistorsi dinamakan dispersi intermodal (IMD). IMD dapat membuat pulsa terdistorsi dan terjadi splitting pulsa. Mekanisme transfer daya pada serat optik duacore ditandai dengan parameter koefisien kopling. Secara umum koefisien kopling bergantung pada panjang gelombang. Hal ini menyebabkan terjadinya dispersi intermodal. Dispersi intermodal dapat membatasi bandwidth serat optik dua-core, serta dapat terjadi splitting pulsa. Kemudian ditemukan bahwa dengan membuat nilai dispersi intermodal cukup kecil dan koefisien kopling cukup besar, dengan daya masukan yang besar maka dapat menekan terjadinya splitting pulsa. Permasalahannya, deskripsi fenomena nonlinear hingga dapat ditemukannya simpulan tersebut tidak dapat dilakukan dengan bersandar pada solusi analitis. Sementara penggalian lebih mendalam dan meluas atas gejala nonlinear ini sangat perlu dilakukan.
II. KAJIAN PUSTAKA A. Serat Optik Serat optik merupakan pandu gelombang dielektrik atau media transmisi gelombang cahaya yang terbuat dari bahan silica atau plastik berbentuk silinder. Serat optik terdiri dari bagian inti (core) yang dikelilingi oleh bagian yang disebut selubung (cladding). Bagian terluar dari serat optik disebut sebagai jaket (coating) yang berfungsi sebagai pelindung.
Gambar 2. 1 Skema bagian penyusun serat optik (Gred Keiser, 1991: 26)
Perambatan cahaya pada serat optik didasarkan pada hukum Snellius, dimana jika seberkas sinar masuk pada suatu ujung serat optik dengan sudut kritis dan sinar itu datang dari medium yang mempunyai indeks bias lebih kecil dari udara menuju unti fiber optik yang mempunyai indeks bias yang lebih besar maka seluruh sinar akan merambat sepanjang inti (core) serat optik menuju ujung yang lain. Cahaya pada serat optik merambat melalui core dengan terus menerus memantul pada cladding, yan dikenal dengan pemantulan internal total, yaitu ketika dua material yang mempunyai indeks bias yang berbeda dimana n1 > n2, maka pemantulan internal total akan terjadi karena sudut datang pada material dengan indeks bias n1 lebih besar dari sudut kritis. B. Serat Optik Dual-Core Serat optik dual-core adalah suatu serat yang terdiri dari dua single-mode core. Mekanisme fisik dari transfer daya antara dua-core pada serat optik dual-core dapat dijelaskan menggunakan teori moda tergandeng (couple mode theory). Berdasarkan teori moda tergandeng (couple mode theory), ketika pulsa diluncurkan pada salah satu core, maka sebagian berkas pulsa akan terkopel menuju core yang lain saat 2
melewati daerah interaksi kopling sepanjang LC. Berkas pulsa yang tidak terkopel akan keluar menuju output core pertama.
amplitudo dari dua mode dalam core individu, ( , ) dan ( , ) secara dinotasikan sebagai berturut-turut. 1 2.3 a+ = (a1 + a2 ) exp(−iRZ ) 2
1 a− = (a1 − a2 ) exp(iRZ ) 2
Dengan mensubitusikan persamaan 2.3 ke dalam persamaan 2.1 dan 2.2 maka didapatkan persamaan umum Schrodinger nonlinear coupled :
Gambar 2. 2 Mekanisme perambatan cayaha dalam serat optik dual-core (Li, 2013: 6)
∂a1 1 ∂ 2 a1 ∂a 2 2 + + a1 a1 + a2 a1 + Ra2 + iR1 2 = 0 ∂Z 2 ∂T 2 ∂T 2 ∂a 1 ∂ a 2 ∂a 2 2 i 2+ + a2 a2 + a1 a2 + Ra1 + iR1 1 = 0 ∂Z 2 ∂T 2 ∂T i
Daya yang keluar pada kedua port output fiber coupler bergantung pada panjang coupler L dan daya yang dimasukkan pada port masukan. Jika panjang coupler L dinyatakan sebagai RL = π atau L = Lc / 2 ,
2.4 2.5
Dimana a1 ( Z , T ) dan a2 ( Z , T ) merupakan normalisasi amplitudo pulsa pada oleh mode dari dua-core, secara berturut-turut Z dan T merupakan normalisasi jarak perambatan dan koordinat waktu. Suku kedua menyatakan dipersi kecepatan grup dengan β 2 adalah koefisien dispersi kecepatan grup,
4
maka daya yang ditransferkan diantara dua port output yaitu 50 : 50 atau 3-dB coupler. Fiber coupler dengan semua daya L = Lc menstransferkan masukannya pada core kedua, dan daya yang ditrasnfer akan kembali ke core pertama jika panjang fiber L = 2Lc .
dengan nilai β 2 = −1 . Suku ketiga dan keempat menyatakan kenonlinearan Kerr, yaitu Self Phase Modulation (SPM) dan Cross Phase Modulation (XPM). Pada suku kelima R menyatakan koefisien kopling linear yang menentukan transfer daya periodik diantara dua core. Suku terakhir R1 menyatakan efek dispersi intermodal. Parameter XPM memiliki nilai yang sangat rendah, maka bisa dianggap nol. Maka persamaan 2.6 dan persamaan 2.7 dapat disederhanakan menjadi :
Gambar 2. 3 Kopler-kopler optik (switching antara daya dari satu pandu gelombang ke pandu gelombang lain) (Bahtiar, 2008: 70)
∂a1 1 ∂ 2 a1 ∂a 2 + + a1 a1 + Ra2 + iR1 2 = 0 ∂Z 2 ∂T 2 ∂T ∂a2 1 ∂ 2 a2 ∂a 2 + + a2 a2 + Ra1 + iR1 1 = 0 i 2 ∂Z 2 ∂T ∂T i
C. Persamaan Mode Terkople Serat optik dual-core memiliki struktur bimodal, yang didukung oleh dua ragam jenis mode, dengan kata lain secara berturut-turut mode genap (simetri) dan mode ganjil (antisimetri). Perambatan dari dua supermode dalam serat optik dual-core dijelaskan dengan mengikuti normalisasi persamaan Schrodinger couples nonlinear.
2.6 2.7
Parameter R dan R1 merupakan normalisasi koefisien kopling dan koefisien kopling dispersi, π LD 2.8 R= 2 Lc
LD 2.9 Lw Dimana LD adalah panjang dispersi dan Lc adalah panjang kopling, dengan Lc = (π/2R), R adalah normalisasi koefisien kopling, yang menentukan transfer daya periodik diantara dua core linear. Sedangkan Lw = 1 / 2 R1 (walk of lengh) merupakan R1 = 0.5
∂a 1 ∂ 2 a+ 2 2 ∂a i + + R1 + + + a+ a+ + 2 a− a+ 2 ∂T 2 ∂T ∂Z 2 * +a− a+ exp(−4iRZ ) = 0
2.1
∂a 1 ∂ 2 a− 2 2 ∂a i − + R1 − + + a− a− + 2 a+ a− ∂T 2 ∂T 2 ∂Z + a+ 2 a−* exp(4iRZ ) = 0
2.2
jarak ketika pulsa mengalami distorsi. Pulsa yang diluncurkan ke dalam salah satu core pada serat optik dual-core dalam bentuk : 2.10 a1 (0, T ) = P0 sech(T )
Dalam aplikasinya, paket pulsa dalam core individu dapat dihitung langsung. Berdasarkan teori coupled mode, diasumsikan jarak overlap diantara medan mode dalam core individu sangat kecil, normalisasi paket amplitudo dari dua supermode dapat dinyatakan sebagai superposisi dari normalisasi paket
a2 (0, T ) = 0
Dengan P0 adalah daya masukan.
3
2.11
Penggambaran matematis dari model fisis tersebut menggunakan persamaan Schrodinger coupled nonlinear. Dengan memvariasi parameter koefisien kopling, koefisien kopling dispersi, dan daya masukan, maka dapat dianalisis pengaruh apakah yang terjadi ketika pulsa merambat pada serat optik dengan variasi koefisien kopling dan dispersi intermodal. Dalam penelitian ini menggunakan metode numerik. Metode ini dilakukan dengan mengkaji persamaan Nonlinear Schrodinger yang bersesuaian dengan model fisis. Selanjutnya dilakukan visualisasi untuk mempermudah dalam mendapatkan gambaran terkait dengan pemisahan pulsa yang terjadi dalam fiber optik dengan menggunakan software Matlab.
D. Perambatan Pulsa pada Serat Optik Linear Gambar 2.4 menunjukkan perambatan pulsa pada serat optik dual-core linear dengan R = 20 dan R1 = 0, -0.5 dan -1.0. Pada gambar 2.4 (a) tidak ada dispersi intermodal, namun ada pelebaran pulsa yang diakibatkan oleh dispersi kecepatan grup. Jika efek dispersi intermodal diperbesar dengan nilai R1 = -0.5, maka terlihat pada gambar 2.4 (b), pulsa semakin lama melebar akibat dari efek dispersi kecepatan grup dan pulsa terdistorsi akibat dari efek dispersi intermodal. Ketika efek dari dispersi intermodal menjadi sangat kuat dengan nilai R1 = -1, maka terjadi splitting pulsa.
0
2 10 −10 T
6
2 10
4
0
4
0 −10 T
Z/LW
6
Z/LW
10 −10 T
6
1
−10 T
6
0
0 10
4 Z/LW
2 0
(a)
4 −10 T
6
Z/LW
4
0 −10 T
Z/LW
6
Z/LW
(b)
1 0
0 10
2 0
1
−10 T
6
0
0 10
4 Z/LW
2 0
(b)
4 −10 T
6
−10 T
6
−10 T
6
Z/LW
−10 T
6
10
−10 T
6
|a2|2/P0
0
0
2 0
4
0
Z/LW
1
2 10
4
0
0 0
2 10
|a1|2/P0
0 0
|a2|2/P0
1
|a1|2/P0
1
2 0
2 10
4
0
0
0
0 0
2
1
10
|a1|2/P0
0 0
|a2|2/P0
1
|a1|2/P0
1
|a1|2/P0
(a)
|a2|2/P0
0
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 4.1 merupakan perambatan pulsa pada serat optik dua-core dengan daya masukan P0 = 1, koefisien kopling R = 1, dan variasi dispersi intermodal, maka didapatkan hasil visualisasi sebagai berikut :
0
|a2|2/P0
0
|a2|2/P0
1
|a1|2/P0
1
1
−10 T
0
0 10
4 6
Z/LW
2 0
(c)
4 Z/LW
Z/LW
0
0 10
|a1|2/P0
Visualisasi perambatan pulsa pada serat optik dua-core ini dilakukan dengan mengacu pada program Li Jin Hua tahun 2013 pada jurnal yang berjudul “Dynamics of wave propagation in nonlinear optics and hydrodynamics”, dimana persamaan yang digunakan dalam visualisasi adalah persamaan 2.6 dan persamaan 2.7
2 0
−10 T
Z/LW
2 0
6
Z/LW
(e)
4 Z/LW
1 0
0 10
4 −10 T
2 0
(d)
0
0
0
0 10
1
10
1
4 6
|a2|2/P0
|a1|2/P0
1
|a2|2/P0
(c)
Gambar 2. 4 Perambatan pulsa pada serat optik dualcore linear dengan P0 = 1, R = 20 dan R1 = (a) 0, (b) 0.5, (c) -1 E. Visualisasi Perambatan Pulsa pada Serat Optik Dua-Core
2 0
4 −10 T
6
Z/LW
Gambar 4. 1 Perambatan pulsa dalam serat nonlinear dua-core dengan R = 1 pada P0 = 1 untuk a) R1 = -0.15, b) R1 = -0.5, c) R1 = -1, d) R1 = -1.5, e) R1 = -2, dimana Lw = 1/(2|R1|)
III. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian pengembangan visualisasi dari model fisis. Model fisis yang dipilih yaitu karakteristik perambatan pulsa pada serat optik dual core akibat variasi koefisen kopling dan dispersi intermodal.
Berdasarkan hasil visualisasi pada gambar 4.1, dapat diamati bahwa jumlah peak gelombang selalu menurun seiring dengan bertambahnya nilai dispersi intermodal yang semakin kuat. Daya yang ditransfer dari core pertama ke core kedua sedikit, terlihat dari intensitas pulsa pada
4
core kedua lebih rendah dari core pertama. Hal ini disebabkan karena koefisien kopling yang rendah, sehingga transfer daya pada core kedua tidak sempurna.
kenonlinerannya rendah pula dan tidak dapat mengimbangi efek dari dispersi intermodal dan dispersi kecepatan grup.
Jika daya masukan dibuat menjadi lebih besar yaitu P = 4, dengan nilai dispersi intermodal R1 yang sama yaitu a) R1 = -0.15, b) R1 = -0.5, c) R1 = -1.0, d) R1 = -1.5, e) R1 = -2.0 dan koefisien kopling R = 1, maka didapatkan hasil visualisasi sebagai berikut :
0 0
0
0 10
2 0
6
6
−10 T
10
2 0
(a) 10
0
4 −10 T
6
Z/LW
6
1 0
0 10
Z/LW
0 0
2 0
4 −10 T
6
|a2|2/P0
1
|a1|2/P0
2
(b)
4 −10 T
|a2|2/P0
|a1|2/P0
0
0
Z/LW
2
1
1
6
0
0
Z/LW
2
4
0
Z/LW
1
(a)
4 −10 T
|a2|2/P0
|a1|2/P0
1
−10 T
2 10
4
0
2
0 0
2 10
2
|a2|2/P0
1
|a1|2/P0
1
Z/LW
0 0
2 10
4
0 −10 T
6
2 10
4
0 −10 T
Z/LW
6
Z/LW
0
0 0
6
0
0
(c)
4 −10 T
1 10
2 0
Z/LW
4 −10 T
6
Z/LW
1
1
1 0
0
|a1|2/P0
10
2 0
6
1 0
0
2 0
4 −10 T
6
Z/LW
(e)
0 0
1 10
0
−10 T
−10 T
6
Z/LW
6
2 10
4
0
2 4
0 0
2 10
0
0
Z/LW
2
10
2
(d)
4 −10 T
|a2|2/P0
2
|a2|2/P0
|a1|2/P0
|a1|2/P0
10
2
2
|a2|2/P0
1
|a2|2/P0
|a1|2/P0
(b) 2
4
0 −10 T
Z/LW
6
Z/LW
(c)
Gambar 4. 3 Perambatan pulsa dalam serat nonlinear dua-core dengan P0 = 1, pada R1 = -0.15, untuk a) R = 5, b) R = 10, dan c) R = 20, dimana Lw = 1/(2|R1|)
2 1 0
0 10
2 0
4 −10 T
6
Jika daya masukan dibuat lebih besar, yaitu P = 4, dengan nilai dispersi intermodal R1 = -0.15 dan koefisien kopling R yaitu a) R = 10, b) R = 20, maka didapatkan hasil visualisasi seperti pada gambar 4.4. Dengan daya masukan yang besar, dapat diamati pada gambar 4.4 (a) dan (b) intensitasnya tinggi, namun masih terjadi sedikit splitting pulsa untuk koefisien kopling a) R = 5 dan b) R = 10, sedangkan pada gambar 4.4 (b) nilai koefisien kopling R = 20, sehingga terlihat bahwa tidak ada splitting pulsa pada gambar 4.4 (c).
Z/LW
Gambar 4. 2 Perambatan pulsa dalam seratnonlinear dua-core dengan P0 = 4, pada R = 1 untuk a) R1 = -0.15, b) R1 = -0.5, c) R1 = -1.0, d) R1 = -1.5, dan e) R1 = -2.0, dimana Lw = 1/(2|R1|)
Pada gambar 4.2, daya masukan yang digunakan menjadi lebih besar, sehingga jumlah peak gelomban yang dihasilkan juga semakin banyak, dengan intensitas pulsa menjadi sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena efek kenonlinearan menjadi lebih dominan akibat daya masukan yang besar. Namun masih terjadi splitting pulsa, akibat koefisien kopling yang rendah. Pada gambar 4.3 menjelaskan tentang perambatan pulsa pada serat optik dua-core dengan daya masukan P0 =1, nilai dispersi intermodal R1 = 0.15 dan dengan variasi koefisien kopling a) R = 5, b) R = 10, dan c) R = 20. Dapat diamati pada gambar 4.3, bahwa dengan semakin besarnya koefisien kopling, maka daya yang ditransfer pada core kedua hampir sama dengan daya yang ditransfer pada core pertama. Namun pada gambar 4.3 pulsa terlihat melebar. Hal tersebut terjadi dikarenakan daya masukan rendah, sehingga 5
2 |a2|2/P0
|a1|2/P0
2 1 0 0 4
0 −10 T
6
0 2 10
(a)
4
0 −10 T
Z/LW
6
Z/LW
2 |a2|2/P0
2 |a1|2/P0
1 0
2 10
1 0 0 4
0 −10 T
6
1 0 0
2 10
2 10
(b)
4
0 −10 T
Z/LW
6
Z/LW
2 |a2|2/P0
2 |a1|2/P0
Boumaza, N et all. 2009. Numerical simulation of nonlinear pulse propagation in a nonlinear optical directional coupler Vol. 4 (No.9). Chiang, Kin Seng et all. 1999. Switching Dynamics of Short Optical Pulses in a Nonlinear Directional Coupler. Vol. 35 (No.1) Hasan, Mahmudin et all. 2011. Study of Soliton Propagation Inside Optical Fiber for ultra-short pulse. Department of Electrical & Electronic Engineering. Dhaka : BRAC University. Lee, Jeong-Min. 2005. Optical Directional Coupler Based on Si-Wire Waveguides. Vol. 17 (No.3). Li, Jin Hua et all. 2013. Suppression of pulse splitting in two-core optical fibers with Kerr nonlinearity Vol. 90 (No.2). Liu, M. 2007. Pulse Propagation in a Nonlinear Two-Core Fiber under the Effects of Intrapulse Stimulated Raman Scattering Vol. 86 (No.11). Shimu, Samia Sharmin. 2005. Analysis of Self and Cross-Phase Modulation Effect in Optical WDM System with Dispersion Compensation. Science in Electrical and Electronic Engineering. Supadi. 2006. Fabrikasi dan Karakterisasi Directional Coupler sebagai Devais Pembagi Daya. Vol. 2 (No. 1)
1 0 0 4
0 −10 T
6
0 0
2 10
1
(c)
Z/LW
2 10
4
0 −10 T
6
Z/LW
Gambar 4. 4 Perambatan pulsa dalam serat nonlinear dua-core dengan P = 4, pada R1 = -0.15, untuk a) R = 10, b) R = 20, dimana Lw = 1/(2|R1|)
V. PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa semakin besar daya yang dimasukkan dalam serat optik, maka intensitasnya juga akan semakin tinggi, dan kenonlinearannya semakin besar. Jika efek dispersi intermodal semakin kuat dengan tidak diimbangai kenonlinearan yang besar dan koefisien kopling yang kuat, maka akan terjadi splitting pulsa. Ketika nilai dispersi intermodal semakin besar, maka jumlah peak gelombang pada masing- masing core akan semakin menurun. Kemudian jika daya masukan yang berikan besar, dengan efek dispersi intermodal kecil dan koefisien kopling menjadi semakin kuat, maka tidak terjadi splitting pulsa.
VI. DAFTAR PUSTAKA Agrawal, Govind P. 2001. Applications Of Nonlinear Fiber Optics, Third ed. Academic Press, New York. Agrawal, Govind P. 2001. Nonlinear Fiber Optics, Third ed. Academic Press, New York. Bahtiar, Ayi. 2008. Rekayasa Optik. Bandung : Universitas Padjadjaran. 6