ANALISIS RISIKO PASCA PANEN TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT (Kasus : Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau)
NAZAR AL HADDAD SAMOSIR
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Risiko Pasca Panen Tandan Buah Segar (TBS) (Kasus: Desa Tanah Datar kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013
Nazar Al Haddad Samosir NIM H34090057
ABSTRAK NAZAR AL HADDAD SAMOSIR. Analisis Risiko Pasca Panen Tandan Buah Segar (TBS) (Kasus: Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau). Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA Desa Tanah Datar merupakan salah satu sentra perkebunan kelapa sawit yang ada di Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Hasil produksi kelapa sawit yang dihasilkan oleh petani adalah tandan buah segar (TBS). Pada proses pasca panen TBS kelapa sawit memiliki beberapa tahap yang harus dilalui, mulai dari TBS berada di lahan sampai ke pabrik kelapa sawit (PKS). Produksi TBS yang dihasilkan oleh petani kurang maksimal, karena hilangnya hasil produksi di setiap tahap pasca panen kelapa sawit. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar kehilangan hasil produksi yang ada serta menganalisis dampak yang ditimbulkan dari kehilangan hasil produksi TBS disetiap tahap pasca panen kelapa sawit. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan bahwa hilangnya hasil produksi TBS berada di lahan, pada proses pengecekan TBS mentah, di TPH, dan sortasi pabrik. Adapun besar persentasi kehilangan hasil produksi terhadap total produksi TBS yang dihasilkan adalah sebesar 1.70 persen untuk di lahan, 0.51 persen untuk proses pengecekan TBS mentah (TPH), 0.27 persen untuk TBS di TPH (brondolan) dan 2.70 persen di sortasi pabrik (PKS). Dampak kerugian yang ditimbulkan dari loss post-harvest TBS secara total per dua hektar lahan sebasar Rp 412 207.24 perbulan dan jika dijumlahkan selama satu tahun akan mencapai dampak kerugian sebesar Rp 4 946 486.88. Kata kunci : Produksi, Kelapa sawit, Loss post-harvest. ABSTRACT Tanah Datar village is one of the centers of oil palm plantations in the Rokan Hulu Regency of Riau Province. Palm oil production generated by farmers is the fresh fruit bunches (FFB). On the post-harvest process oil palm FFB has several stages that must be traversed, from FFB are on land to palm oil factory. Production of FFB produced by farmers less than the maximum, due to loss of production results in every phase of post harvest oil palm. The purpose of this research is to know the result of large production loss and analyze the impacts of lost production at every stage of the FFB post harvest oil. Analysis of the results obtained shows that the loss of production result in the FFB land, on checking process FFB raw, FFB in TPH, and sorting plant. As for the large percentage of total production loss of production of FFB produced amounted to 1.70 percent at the land, 0.51 percent on the process of checking the FFB raw, 0.27 percent when FFB in TPH and 2.70 percent at sorting plant. The impact of the losses arising from the loss of post-harvest TBS in total per two hectares of land is Rp 412 265.14 per month and if combined for one year will reach Rp 4 946 486.88. Keyword : Production, Palm Oil, Loss post-harvest.
ANALISIS RISIKO PASCA PANEN TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT (Kasus : Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau)
NAZAR AL HADDAD SAMOSIR
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi: Analisis Risiko Pasca Panen Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit (Kasus : Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Provinsi RIAU) Nama : Nazar Al Haddad Samosir NIM : H34090057
Disetujui oleh
Dr Ir Netti Tinaprilla, MM Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah risiko pasca panen, dengan judul Analisis Risiko Pasca Panen Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit (Kasus : Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau) Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku pembimbing skripsi yang telah banyak membimbing dalam proses penelitian ini. Begitu juga dengan pihak Koperasi Sawitra yang telah banyak membantu memberikan data yang dibutuhkan serta pendekatan kepada petani di Desa Tanah Datar. Teman-teman Agribisnis angkatan 46, BOS (Budaya Olahraga dan Seni) Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tingkat Persiapan Bersama (TPB) angkatan 46, serta BEM Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) IPB yang telah memberikan masukan dan dukungan dalam proses penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga besar Muladi Samosir, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Bogor, Juni 2013 Nazar al Haddad Samosir
DAFTAR ISI DAFTAR ISI DARTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit Kriteria Matang Panen Tandan Buah Segar Penanganan Tandan Buah Segar Kehilangan Hasil dalam Penanganan Pasca Panen KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Metode Analisis KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Risiko Pasca panen Analisis Kemungkinan Terjadinya (Probabilitas) Loss post-harvest TBS Analisis Dampak Kehilangan Hasil Produksi (loss post-harvest) TBS Pemetaan Kehilangan Hasil Produksi (loss post-harvest) TBS Rekomendasi Strategi Penanganan Loss post-harvest TBS SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii ix ix ix 1 1 4 5 6 6 6 6 7 7 8 9 9 18 18 18 18 19 24 26 26 33 37 39 41 46 46 47 47 49 50
DARTAR TABEL 1 Jumlah petani dan tenaga kerja (KK+TK) pada subsektor unggulan perkebunan Nasional 2010a 2 Nilai ekspor komoditi perkebunan indonesia 2010a 3 Luas perkebunan kelapa sawit dan produksi CPO pada tahun 2010a 4 Metode Pengambilan Data 5 Tabel data potensi Desa Tanah Datar tahun 2012a 6 Jumlah penduduk Desa Tanah Datar tahun 2012a 7 Sebaran persentase kehilangan hasil pasca panen kelapa sawit di Desa Tanah Datar 8 Analisis perhitungan probabilitas losses di bagian lahan 9 Analisis probabilitas TBS mentah 10 Analisis probabilitas TPH (brondolan tertinggal) 11 Probabilitas kehilangan hasil produksi di pabrik (sortasi) 12 Analisis dampak kehilangan hasil produksi TBS 13 Status risiko pada loss post-harvest kelapa sawit di Desa Tanah Datar
1 2 3 19 25 25 32 34 35 36 37 38 39
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8
Perkembangan produk CPO tahun 2011 Hubungan total utility dengan kekayaan Proses pengelolaan risiko Kerangka pemikiran operasional Peta risiko Peta risiko Preventif dan Mitigasi Peta hasil identifikasi loss postharvest TBS Strategi penanganan Preventif loss post-harvest TBS di Desa Tanah Datar 9 Strategi penanganan Mitigasi loss post-harvest TBS di Desa Tanah Datar
2 11 13 17 21 22 40 43 45
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5
Gambar keadaan perkebunan kelapa sawit di Desa Tanah Datar Produksi tandan buah segar (TBS) petani responden tahun 2012 Jumlah brondolan yang tertinggal di lahan Jumlah TBS mentah yang terpanen oleh petani responden tahun 2012 Jumlah brondolan tertinggal di TPH petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar 6 Potongan sortasi pabrik yang diterima oleh petani Desa Tanah Datar
49 51 52 53 54 54
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam perekonomian Indonesia, sektor pertanian dikenal sebagai sektor penting karena sebagai sumber utama pangan dan pertumbuhan ekonomi. Terbukti sektor pertanian telah menyumbang pendapatan perekonomian negara dari segi ekspor, penyaluran tenaga kerja, dan menjadi bahan baku alternatif energi (Statistik makro sektor pertanian 2012) Salah satu keunggulan dari pertanian di Indonesia yaitu subsektor perkebunan dimana mengalami pertumbuhan yang konsisten setiap tahunnya. Seperti kontribusi dalam PDB, penerimaan ekspor, penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, dan pembangunan wilayah di luar Jawa (Kementerian pertanian 2012). Salah satu komoditas perkebunan nasional adalah kelapa sawit. Kelapa sawit memiliki peranan penting pada sektor perkebunan di Indonesia karena mampu menjadi salah satu andalan perekonomian Negara. Seperti yang tertera pada tabel 2, bahwa nilai ekspor komoditi kelapa sawit tahun 2010 mencapai 15 milyar US dollar atau paling tinggi dibandingkan komoditi perkebunan lainnya. Selain itu, perkebunan kelapa sawit juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja dimana pada tahun 2011 subsektor perkebunan kelapa sawit menempati urutan kedua terbanyak dalam penyerapan tenaga kerja yang dijelaskan pada tabel 1.
Tabel 1 Jumlah petani dan tenaga kerja (KK+TK) pada subsektor unggulan perkebunan Nasional 2010a Penyerapan Tenaga Kerja Komoditi Perkebunan (orang) Karet (Rubber) 2 293 130 Kelapa Sawit (Palm Oil) 3 375 398 Kelapa (Coconut) 7 043 369 Kopi (Coffee) 1 940 684 Kakao (Cocoa) 1 611 139 Jambu Mete (Cashewnut) 829 577 Lada (Pepper) 321 498 Cengkeh (Clove) 1 060 877 Teh (Tea) 278 700 Jarak Pagar (Jatropha C) 94 595 Kemiri Sunan 1 892 Tebu (Sugar cane) 956 466 Kapas (Cotton) 22 496 Tembakau (Tobacco) 68 936 Nilam (Pacthouli) 63 615 Jumlah 20 582 733 a
Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan Kementrian Pertanian (2011).
2 Perkembangan kelapa sawit di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan tersebut berupa jumlah produksi dan kegiatan ekspor CPO (crude palm oil). Sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2010, volume ekspor kelapa sawit Indonesia mencapai 20.4 juta ton dan menempati ranking satu dunia, dengan share sebesar 74 persen dari keseluruhan produksi CPO yang ada di dunia. Hal ini merupakan prestasi dalam perkebunan kelapa sawit walaupun yang di ekspor masih berwujud bahan baku mentah atau CPO (crude palm oil). Bahkan Direktorat Jendral Pajak tahun 2009 memproyeksikan bahwa pada tahun 2025 produksi CPO yang dihasilkan Indonesia mencapai 30 juta ton.
Tabel 2 Nilai ekspor komoditi perkebunan Indonesia 2010a Komoditas Nilai Ekspor (dalam 000 US$) Kelapa 703 239 Karet 7 470 112 Kelapa Sawit 15 413 639 Kopi 814 311 Teh 178 549 Lada 245 924 Tembakau 672 597 Kakao 1 643 773 Cengkeh 12 581 Lainnya 3 548 138 Total 30 702 864 a
Sumber : BPS 2011
Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 55.3 persen dari total keseluruhan luas perkebunan kelapa sawit dunia yang luasnya lebih kurang 15 juta hektar (Patriawan, 2010) bahkan untuk produksi yang dihasilkan, Indonesia telah menjadi urutan pertama penghasil CPO dunia, mengalahkan para pesaing utama yaitu Malaysia. Seperti yang ditampilkan pada Gambar 1.
30
juta ton
25 20 15
22.1
23.9 18.9
17
0
Malaysia Thailand Others
10 5
Indonesia
5.4
6.2
1.4
1.5 2010
2011
Gambar 1 Perkembangan produk CPO tahun 2011 Sumber : Tinjauan ekonomi regional, BI 2012
3 Pada Gambar 1 terlihat bahwa hasil produk CPO Indonesia menempati urutan pertama dan di tahun 2011, sumbangan CPO Indonesia menguasai hampir seperempat juta ton dari total seluruh CPO yang ada di dunia. Produksi CPO Indonesia memiliki tren yang positif seiring dengan permintaan dunia terhadap CPO meningkat setiap tahunnya. Salah satu sentra perkebunan kelapa sawit Indonesia adalah terletak di Provinsi Riau dimana memiliki luas perkebunan kelapa sawit terbesar dibandingkan dengan Provinsi lainnya seperti yang dijelaskan pada tabel 1. Kelapa sawit memang menjadi komoditas unggulan di Provinsi Riau bahkan hampir 70 persen masyarakat Riau menjadikan kelapa sawit sebagai mata pencaharian mereka (Zulher 2012). Selain menjadi mata pencaharian masyarakat Riau secara umum, hasil CPO Provinsi Riau menjadi penyumbang terbanyak dari total produksi CPO nasional. ini terlihat dari data Badan Kebijakan Fiskal Kementrian Keuangan RI tahun 2012, bahwa penerimaan bea keluar dari ekspor CPO secara Nasional adalah 28.9 triliun rupiah dan 9.55 triliun rupiah berasal dari Provinsi Riau. Tabel 3 Luas perkebunan kelapa sawit dan produksi CPO pada tahun 2010a Luas Areal Produktivitas Provinsi Produksi CPO (Ton) (ha) (Ton/ha) Aceh 329 562 662 201 2.009 Sumatera Utara 1 054 849 3 113 006 2.951 Sumatera Barat 353 412 962 782 2.724 Riau 2 031 817 6 358 703 3.129 Kepualauan Riau 8 488 13 367 1.574 Jambi 488 911 1 509 560 3.087 Sumatera Selatan 777 716 2 227 963 2.864 Bangka Belitung 164 482 511 33 0.310 Bengkulu 274 728 689 643 2.510 Lampung 157 402 396 587 2.519 Jawa Barat 12 323 23 787 1.930 Banten 15 734 25 972 1.650 Kalimantan Barat 750 948 1 102 860 1.468 Kalimantan Tengah 911 441 2 251 077 2.469 Kalimantan Selatan 353 724 698 702 1.975 Kalimantan Timur 446 094 800 362 1.794 Sulawesi Tengah 55 214 157 257 2.848 Sulawesi Selatan 19 853 32 849 1.654 Sulawesi Barat 95 770 285 157 2.977 Papua 35 664 84 349 2.365 Irian Jaya Barat 21 798 50 606 2.321 Total 8 385 394 21 958 120 73.935 a
Sumber : Kementrian Indonesia, 2011
Kabupaten Rokan Hulu merupakan kabupaten yang menjadi sentra perkebunan kelapa sawit kedua setelah kabupaten Kampar. Hasil TBS maupun
4 CPO yang dihasilkan oleh Kabupaten Rokan Hulu setiap tahunnya mengalami tren yang positif seiring dengan permintaan CPO di pasar domestik maupun internasional (Riau dalam angka 2010). Apalagi dengan tingginya minat masyarakat perdesaan terhadap usahatani kelapa sawit, luas area perkebunan dan hasil TBS bisa semakin bertambah setiap tahunnya. Permintaan terhadap minyak kelapa sawit di dunia meningkat setiap tahunnya tetapi hasil produksi sawit (CPO) mengalami fluktuasi, walaupun masih dalam garis tren yang positif (BI 2012). Di benua Amerika dan Eropa sangat membutuhkan energi terbaharukan dan ramah lingkungan seperti biofuel maupun biodiesel yang dihasilkan dari minyak nabati. CPO merupakan salah satu alternatif energi yang dibutuhkan karena mengandung minyak nabati yang lebih banyak, biaya yang lebih murah serta kandungan minyak nabati yang lebih baik dibanding dengan tanaman pengasil minyak nabati lainnya. Sehingga peluang permintaan minyak kelapa sawit dunia akan semakin meningkat dan berdampak pada permintaan tandan buah segar (TBS). Oleh karena itu dibutuhkan penanganan dalam mengoptimalkan produksi TBS agar dapat memenuhi permintaan yang ada. salah satunya adalah penanganan yang optimal di bagian pasca panen kelapa sawit. Kelapa sawit merupakan tanaman yang dapat berkembang dengan baik di lingkungan tropis, salah satunya di Indonesia. Dibandingkan dengan tanaman perkebunan yang lain, kelapa sawit mampu bertahan terhadap serangan hama dan kondisi lingkungan yang cukup ekstrim bahkan risiko yang dihadapi oleh petani kelapa sawit lebih terlihat dari segi pasca panen. Seperti penanganan panen TBS, pengangkutan dan rotasi pemanenan buah kelapa sawit (belum matang atau kelewat matang) (Tyas 2008). Salah satu kerugian yang diterima petani dari pasca panen kelapa sawit adalah kehilangan hasil tandan buah segar (TBS) dari setiap rantai yang dilalui sampai ke pengolahan akhir (loss post-harvest). Di bagian awal pemanenan, aktivitas pemanenan yang tidak sesuai dengan standar mengakibatkan kurang optimalnya hasil TBS yang diperoleh seperti brondolan yang terlepas maupun TBS mentah yang terpanen. Ketika di pabrik, TBS kelapa sawit yang dihasilkan oleh petani akan diseleksi sesuai dengan standar pabrik sehingga menimbulkan losses berupa pengurangan hasil produksi akibat TBS tidak sesuai dengan kriteria pabrik. Sehingga dampak risiko pasca panen sangat merugikan bagi petani baik dari segi produksi maupun dari pendapan usahataninya. Oleh karena itu analisis risiko pasca panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit sangat dibutuhkan dalam mengurangi kehilangan hasil produksi dan kerugian bagi petani kelapa sawit.
Perumusan Masalah Dalam dunia agribisnis selalu dihadapkan oleh suatu risiko yang ada di setiap subsistemnya. Begitu juga agribisnis kelapa sawit yang tidak lepas dari risiko (Pahan 2008). Salah satu risiko yang sering dihadapi agribisnis kelapa sawit adalah risiko pasca panen yaitu kehilangan hasil tandan buah segar (TBS) dari setiap rantai pasca panen yang dilaluinya (loss post-harvest). Penanganan pasca panen yang belum sesuai dengan standar mengakibatkan kehilangan hasil TBS pada proses pemanenan apalagi teknologi yang digunakan
5 dalam proses panen kelapa sawit masih sederhana. Hal ini disebabkan karena buah kelapa sawit (brondolan) yang rentan terlepas dari tandan nya apalagi pada saat matang penuh dimana brondolan akan terlepas sebanyak 2 butir perkilogram TBS kelapa sawit (Pahan 2008). Selain brondolan yang terlepas dari tandan kelapa sawit, penanganan pasca panen yang belum sesuai standar mengakibatkan TBS mentah terpanen oleh pemanen kelapa sawit. Begitu juga dengan pengangkutan hasil TBS menuju tempat pengolahan, banyak brondolan yang berserakan dan tertinggal di setiap tahap (post) pasca panen TBS. selain itu, TBS yang telah di panen harus segera dibawa ke tempat pengolahan (pabrik) pada hari panen itu juga karena jika TBS dibiarkan lebih dari 1 hari akan membuat kandungan CPO dan mutu buah menjadi lebih rendah akibat peningkatan kandungan asam lemak bebas (ALB) yang ada di dalam buah kelapa sawit (pahan 2008). Keadaan tersebut terus terjadi setiap pelaksanaan panen kelapa sawit di Desa Tanah Datar dan secara umum tidak diketahui oleh petani kelapa sawit yang ada di Desa Tanah Datar. Adapun dampak yang ditimbulkan adalah hasil TBS maupun kandungan CPO kurang optimal serta kerugian terhadap turunnya pendapatan petani. Berdasarkan uraian yang disampaikan diatas, maka dapat disimpulkan rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Apa saja sumber-sumber yang mengakibatkan loss post-harvest TBS kelapa sawit di setiap rantai pasca panen yang dilalui hingga ke tempat pengolahan akhir (pabrik)? 2. Berapa besar kehilangan hasil TBS kelapa sawit di setiap rantai pasca panen yang dilalui mulai dari lahan sampai ke tempat pengolahan akhir (pabrik)? 3. Berapa kemungkinan kejadian, dampak dan status loss post-harvest TBS kelapa sawit di setip rantai yang dilalui? 4. Bagaimana rekomendasi manajemen risiko pasca panen yang tepat agar bisa diterapkan oleh petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar?
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Mengindentifikasi sumber-sumber loss post-harvest tandan buah segar (TBS) di setiap rantai (tahap) pasca panen yang dialami oleh petani di Desa Tanah Datar. 2. Menganalisis besar kehilangan hasil TBS di setiap rantai yang dilalui mulai dari petani (panen) sampai ke tempat pengolahan akhir (pabrik). 3. Menganalisis probabilitas dan dampak yang ditimbulkan dari loss post-harvest TBS serta status loss post-harvest disetiap rantai (tahap) pasca panen. 4. Merekomendasi manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar dalam meminimalisasi loss post-harvest di setiap tahap (rantai) nya.
6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi petani, perusahaan, lembagalembaga terkait serta pembaca. Bagi perusahaan maupun lembaga terkait, penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan serta menjadi bahan referensi dalam penanganan risiko produksi pada kehilangan pasca panen tandan buah segar (TBS). Kemudian bagi petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar diharapkan dapat membantu menangani kehilangan hasil produksi yang dihadapi serta dapat memberikan alternatif manajemen risiko yang sesuai dengan petani. Sedangkan bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat memberikan ilmu yang bermanfaat dan dapat digunakan sebagai masukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
Ruang Lingkup Penelitian Dalam sistem agribisnis kelapa sawit di Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu terdapat dua alur distribusi Tandan Buah Segar (TBS) dari Petani hingga tempat pengolahan akhir (Pabrik). Pertama, alur distribusi TBS dari petani langsung ke pabrik dan alur kedua adalah dari petani – tengkulak – pabrik. Namun dalam penelitian kali ini, alur distribusi TBS yang diteliti adalah alur yang pertama yaitu dari petani langsung ke pabrik karena memudahkan dalam pengambilan data dan sampel yang dibutuhkan dalam proses penelitian.
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa Sawit Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir, kelapa sawit memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Kelapa sawit menjadi salah satu komoditi andalan untuk ekspor dan komoditi yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan harkat petani perkebunan Indonesia. Kelapa sawit bukanlah tanaman asli Indonesia, tanaman baru ini mulai ditanam secara komersil pada tahun 1991. Istilah kelapa mungkin dimaksudkan sebagai istilah umum untuk jenis palm. Meskipun demikian perkataan sawit sudah ada sejak lama. Beberapa tempat (Desa di pulau jawa) sudah ada yang menggunakan nama “sawit” sebelum kelapa sawit masuk ke Indonesia (Sihotang 2010). Hasil panen kelapa sawit dikenal dengan istilah Tandan Buah Segar (TBS). tujuan utama dari agribisnis kelapa sawit di Indonesia adalah untuk menghasilkan hasil olah TBS menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan Palm Kernel Oil (PKO) (Sihotang 2010). Hasil olahan inilah yang nantinya akan digunakan untuk bahan baku industri dan sebagai salah satu komoditi ekspor andalan Indonesia. Untuk menghasilkan mutu minyak yang baik, maka diperlukan adanya pengawasan pada sistem agribisnis kelapa sawit, mulai dari hulu hingga hilir serta penanganan dalam pemanenan hasil (pasca panen) sangat dibutuhkan sesuai dengan standar yang berlaku. Hal ini dilakukan agar minyak kelapa sawit yang dihasilkan sesuai
7 dengan standar yang ditetapkan dan dapat memenuhi permintaan pasar maupun memenuhi persedian dalam negeri.
Kriteria Matang Panen Tandan Buah Segar Persiapan panen yang akurat akan memperlancar pelaksanaan panen. Persiapan ini meliputi kebutuhan tenaga kerja, peralatan, pengangkutan, dan pengetahuan kerapatan panen, serta sarana panen. Panen adalah pekerjaan penting di perkebunan kelapa sawit, karena langsung menjadi sumber pemasukan uang ke perusahaan melalui penjualan minyak kelapa sawit (MKS) dan inti kelapa sawit (IKS). Tujuan panen kelapa sawit adalah memperoleh produksi yang baik dengan rendemen minyak yang tinggi. Kualitas minyak sangat dipengaruhi oleh cara pemanenan, maka kriteria panen yang menyangkut matang panen, cara dan alat panen, rotasi dan sistem panen, serta mutu panen harus diikuti (Tim Penulis Penebar Swadaya 1992). Kelapa sawit berbuah setelah berumur 2.5 tahun dan buahnya masak 5.5 bulan setelah penyerbukan. Suatu areal sudah dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60 persen buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat satu tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada dua buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada satu buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih (Lubis 1992).
Penanganan Tandan Buah Segar Penanganan tandan buah segar merupakan seluruh kegiatan yang dilakukan dari memetik buah sampai dengan tandan buah segar tersebut akan diolah di tempat pengolahan. Penanganan TBS sangat dipengaruhi oleh kegiatan sistem potong buah yang dilakukan, seperti kegiatan persiapan panen dan bagaimana organisasi potong buah dilaksanakan. Hal-hal yang perlu dilakukan dalam mempersiapkan pelaksanaan pekerjaan potong buah menurut Pahan (2008) yaitu: (1) persiapan kondisi areal, (2) penyediaan tenaga potong buah, (3) pembagian seksi potong buah, dan (4) penyediaan alat-alat kerja. Selain itu perlu juga dilakukan perbaikan jalan dan jembatan, pembersihan piringan tanaman, pasar rintis, dan rintis tengah, pemasangan titi rintis, pembuatan tempat pengumpulan hasil (TPH), serta pembuatan tangga-tangga dan tapak kuda untuk areal berbukit. Organisasi potong buah dimulai dari penyusunan seksi potong buah dan penentuan ancak (panen diusahakan terkonsentrasi), kemudian pengaturan penggunaan alat panen yang tepat, penentuan jumlah tenaga kerja yang efisien, bagaimana teknis urutan pemotongan buah, sampai dengan pemeriksaan kriteria mutu buah dan potongan buah. Urutan pemotongan buah yang sebaiknya dilakukan menurut Pahan (2008) yaitu: (1) semua pelepah songgo dipotong rapat ke batang (pada tanaman tua), sedangkan pada tanaman muda pemotongan buah harus dilakukan tanpa memotong pelepah (curi buah); (2) janjang masak dipotong dan dibiarkan tetap di piringan, gagang/tangkai buah dipotong rapat tetapi jangan
8 sampai terkena tandan; (3) mengorek dan sogrok semua berondolan yang tersangkut di ketiak pelepah; (4) pelepah disusun di gawangan mati; (5) mengutip berondolan, tetapi masih tetap dipiringan serta bebas dari sampah-sampah dan batu; dan (6) memindahkan atau memajukan berondolan ke pokok berikutnya. Setelah memotong satu ancak, pemanen harus mengeluarkan buah ke TPH dan menyusun tandan dengan rapi, kemudian diberi nomor pemanen. Transport buah sudah dapat dimulai paling lambat pukul 09.00 waktu setempat. Terdapat beberapa alat angkut yang dapat digunakan untuk mengangkut TBS dari perkebunan ke pabrik, yaitu lori, traktor gandengan, atau truk. Pengangkutan dengan lori lebih baik daripada dengan alat angkut lain. Guncangan selama perjalanan lebih banyak terjadi pada pengangkutan dengan truk atau traktor gandengan sehingga pelukaan pada buah sawit juga lebih banyak dan dapat meningkatkan kadar ALB pada buah yang diangkut. Asam lemak bebas terbentuk karena adanya kegiatan enzim lipase yang terkandung di dalam buah dan berfungsi memecah lemak/minyak menjadi asam lemak dan gliserol. Kerja enzim tersebut semakin aktif bila struktur sel buah matang mengalami kerusakan (Pahan 2008). Penanganan TBS yang baik bertujuan untuk meningkatkan kualitas TBS, meningkatkan produktivitas pekerja, menjaga agar asam lemak bebas (ALB) 2 sampai 3 persen, menjaga keamanan TBS di lapangan, dan pengeluaran biaya yang minimum. Menurut Pahan (2008), cara panen yang tepat akan mempengaruhi kuantitas produksi (ekstraksi), sedangkan waktu yang tepat akan mempengaruhi kualitas produksi.
Kehilangan Hasil dalam Penanganan Pasca Panen Dunia pertanian memiliki berbagai risiko yang dihadapi dalam menjalakan kegiatan pertanian tersebut. Salah satu risiko yang dihadapi oleh para petani dalam menjalankan pertanian adalah risiko pasca panen. Risiko kehilangan pasca panen merupakan salah satu faktor dalam risiko pasca panen yang melibatkan kapasitas barang serta keterlambatan dalam penanganan. Berdasarkan tinjauan langsung di lapang perkebunan kelapa sawit, risiko kehilangan pasca panen yang dihadapi masih belum disadari oleh petani. Ini menyangkut dengan tata cara pemanenan, karena cara pemanenan yang tepat akan mempengaruhi kuantitas produksi, sedangkan waktu pemanenan yang tepat akan mempengaruhi kualitas produksi. Produksi akan dapat mencapai maksimal apabila kehilangan (losses) produksi minimal (Pahan 2006). Sehingga penanganan pasca panen secara tidak tepat dapat menimbulkan kerugian, terutama susut atau kehilangan baik mutu maupun fisik. Berdasarkan penelitian Nugraha et al. (2007) dalam menentukan keragaan kehilangan hasil pada komoditas padi, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kehilangan hasil yaitu berupa varietas padi, umur panen, alat dan cara panen, perilaku atau budaya petani, ekosistem serta transportasi (distribusi). Metode yang digunakan oleh Nugraha et al. (2007) adalah dengan rancangan faktor tunggal (standar deviasi) dengan 10 kali ulangan dengan objek kegiatan pemanenan, penumpukan, pengumpulan, perontokan, penundaan panen, penjemuran, penyimpanan gabah, penggilingan dan pengangkutan. Hasil
9 penelitian tersebut didapat bahwa dari semua objek perlakuan yang dilakukan, risiko kehilangan yang paling besar terdapat pada bagian pemanenan sebesar 2.573.07 persen dari 13.35 persen total kehilangan hasil pasca panen padi, kemudian dari segi penggilingan menempati urutan kedua yaitu sebesar 2.16 persen. Kehilangan pada bagian pemanenan paling dominan dipengaruhi oleh alat beserta alat panen dan perilaku tenaga pemanen tersebut (budaya). Pada penelitian Tyas (2008) mengenai pengelolaan risiko panen kelapa sawit di Perkebunan Pantai Bunati Estate, Kalimantan Selatan. Penyebab utama kehilangan produksi karena rotasi panen yang tinggi/terlambat dalam penanganannya. Rotasi panen yang terlambat menyebabkan tingginya persentase buah lewat matang dan janjang kosong. Selain itu rotasi panen terlambat juga berpengaruh terhadap tingginya rasio brondolan tinggal dan rasio brondolan tinggal tertinggi berdasarkan pengamatan terdapat pada piringan dan ketiak pelepah. Kehilangan hasil pada proses pengangkutan antara lain buah restan atau buah yang tidak terangkut dan diolah pada hari setelah pemanenan. Nilai angka kerapatan panen di Pantai Bunati Estate menurut data pengamatan sebesar 20 sampai 25 persen. Dari data pengamatan disimpulkan bahwa sumber - sumber kehilangan produksi di Pantai Bunati Estate antara lain buah mentah, buah masak tinggal di pokok, brondolan tidak dikutip, buah atau brondolan di curi dan administrasi yang tidak akurat. Sumber utama penyebab angka losses atau kehilangan hasil tinggi di Pantai Bunati Estate adalah terlambatnya rotasi panen. metode yang digunakan oleh Tyas (2008) adalah dengan cara metode diskriptif dan pengamatan langsung di perkebunan Pantai Bunati Estate. Berdasarkan literatur diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar risiko kehilangan hasi TBS disetiap rantai pasca panen dan pengaruhnya terhadap pendapatan petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu dengan menggunakan metode Nilai Standar seperti yang dilakukan oleh Nugraha et al. (2007) dan pendekatan deskriptif maupun pendekatan nilai risiko yang dilakukan oleh Tyas (2008). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugraha et al. (2007) dan Tyas (2008) adalah besarnya risiko yang ditimbulkan dari faktor-faktor penyebab kehilangan hasil pasca panen digambarkan dengan bentuk nominal pendapatan petani. Sehingga terlihat besaran kehilangan finansial (pendapatan) dari setiap tahap pasca panen yang mengalami losses hasil produksi.
KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Penelitian ini disusun melalui kerangka pemikiran, yang berasal dari penelusuran teori yang relevan dengan masalah penelitian. Berikut adalah kerangka pemikiran teoritis yang akan dijelaskan secara terperinci.
10 Konsep Risiko Risiko merupakan suatu kejadian yang dapat diramalkan dan mendatangkan kerugian bagi pengambil keputusahan atau pengusaha. Menurut Kountur (2006), risiko adalah kemungkinan kejadian yang menimbulakan kerugian. Risiko memiliki tiga unsur yang sangat penting yaitu : 1) risiko itu adalah suatu kejadian, 2) kejadian tersebut masih mengandung kemungkinan yang bisa terjadi atau tidak bisa terjadi, dan 3) jika terjadi, ada akibat yang ditimbulkan berupa kerugian. Risiko menurut Umar (1998) adalah kesempatan timbulnya kerugian, peluang terjadinya kerugian, ketidakpastian, penyimpangan aktual dari yang diharapkan, terjadi jika probabilitas suatu hasil akan berbeda dari yang diharapkan. Risiko sering disamakan dengan ketidakpastian dan digunakan secara bersamaan. Namun secara ilmiah, risiko dan ketidakpastian itu memiliki arti yang berbeda. Risiko merupakan peluang kejadian yang dapat diperhitungkan oleh pengambil keputusan, sedangkan ketidakpastian merupakan suatu peluang yang tidak dapat diperhitungan kejadiannya. Menurut Kountur (2008), ketidakpastian terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. Sedangkan risiko terjadi karena adanya pengaruh dari dalam perusahaan dan luar perusahaan. Pengaruh terjadinya risiko yang berasal dari luar perusahaan diantaranya terjadi karena kondisi dunia internasional sehingga mempengaruhi kondisi ekonomi negara Indonesia, teknologi yang dapat menimbulkan inovasi usaha atau efesien dalam operasional usaha, peraturan pemerintah terhadap dunia usaha serta kekuatan ekonomi masyarakat dalam membeli produk yang dihasilkan perusahaan. Pengaruh terjadinya risiko dari dalam perusahaan dapat berupa sumber daya manusia perusahaan kurang ahli dibidangnya sehingga mempengaruhi produktivitas produk yang dihasilkan dan dapat mempengaruhi pendapatan perusahaan. Selain itu. Kondisi keuangan perusahaan juga akan mempengaruhi risiko yang akan dihadapi oleh perusahaan, apabila perusahaan banyak melakukan pinjaman maka pendapatan dari perusahaan tersebut akan berkurang karena sebagian pendapatan perusahaan dikeluarkan untuk membayar bunga pinjaman. Dalam menghadapi risiko, setiap pelaku bisnis memiliki pandangan yang berbeda dan perilaku yang berbeda atas keputusan yang akan diambil. Ada pelaku usaha yang sengaja mengambil risiko dengan prinsip bahwa high risk high return namun ada juga yang selalu berusaha agar menghindari risiko. Bahkan ada juga pelaku usaha yang tidak terpengaruh (netral) terhadap risiko. Menurut Kountur (2006), pada teori tentang utility (Utility theory) pembuat keputusan dalam menghadapi risiko dapat klarifikasikan menjadi tiga kategori yaitu yang menyukai risiko (risk taker), yang tidak menyukai risiko (risk avertion) dan orang yang tidak terpengaruh terhadap risiko (risk netral). 1. Risk Avertion yaitu pelaku usaha yang selalu sebisa mungkin menghindari risiko. Semakin banyak kekayaan yang didapat maka pertambahan manfaat (utility) dari kekayaan semakin kecil. Begitu pula sebaliknya semakin kecil kekayaan, semakin besar manfaat (utility) yang dikorbankan. Jika diaplikasikan kepada risiko, semakin rugi semakin besar penderitaan atas kerugian tersebut dibandingkan kenikmtan yang diperoleh jika menguntungkan.
11 2. Risk Netral merupakan orang yang tidak terpengaruh dengan ada atau tidaknya risiko. Rendah atau tingginya kekayaan yang didapat tidak berpengaruh terhadap manfaat yang diterima oleh pembuat keputusan. 3. Risk Taker menunjukkan bahwa utility yang diterima dengan adanya peningkatan kekayaan lebih besar dari utility yang dikorbankan dengan penurunan kekayaan pada jumlah yang sama. Kebahagiaan yang diterima jika berhasil lebih besar dari sengsara yang diderita jika rugi dengan jumlah yang sama. Berikut gambar hubungan antar risk taker, risk avertion dan risk netral :
Total Utility Risk Taker
Risk Netral
Risk Aversion
Kekayaan (Rp) Gambar 2 Hubungan total utility dengan kekayaan Sumber : Kountur 2008
Sumber-Sumber Risiko Menurut Harwood et al (1999), ada beberapa risiko yang dapat mempengaruhi perusahaan secara langsung maupun tidak langsung, diantaranya adalah : 1. Risiko pasar yaitu pergerakan harga yang berdampak negatif terhadap perusahaan. Risiko pasar atau yang lebih dikenal dengan market risk merupakan risiko yang terjadi karena adanya pergerakan harga pada input dan output yang dihasilkan oleh perusahaan. 2. Risiko produksi yaitu risiko yang berasal dari kejadian-kejadian yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan dan biasanya berhubungan dengan keadaan alam seperti curah hujan yang berubah secara tidak menentu, perubahan cuaca yang tidak sesuai dengan perkiraan, serta serangan hama dan gulma. 3. Risiko institusional yaitu risiko yang terjadi karena adanya perubahan kebijakan pemerintah yang dapat mempengaruhi perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti kebijakan harga bibit tanaman, kebijakan harga, kebijakan penggunaan bahan kimia, maupun kebijakan ekspor dan impor. 4. Risiko sumber daya manusia yaitu risiko yang dihadapi oleh perusahaan yang berkaitan dengan prilaku manusia, maupun hal-hal yang dapat mempengaruhi perusahaan, seperti kesalahan dalam pencatatan data,
12 kesalahan dalam memberikan pupuk, mogok kerja, ataupun meninggalnya tenaga kerja dalam menjalankan pekerjaannya. 5. Risiko finansial yaitu risiko yang dihadapi perusahaan dalam bidang finansial, seperti perubahan modal, perubahan bunga kredit bank, maupun perubahan UMR (Upah Minimum Regional). Resiko juga dapat diklasifikasi dari sudut pandang penyebab timbulnya risiko, akibat yang ditimbulkan, aktivitas yang dilakukan dan sudut pandang kejadian (Kountur 2008) 1. Risiko dari sudut pandang penyebab Berdasarkan sudut pandang penyebab kejadian, risiko dapat dibedakan kedalam risiko keuangan dan risiko operasional. Risiko keuangan disebabkan oleh faktor-faktor keuangan seperti perubahan harga, tingkat bunga, dan mata uang asing. Risiko operasional disebabkan oleh faktorfaktor non keuangan seperti manusia, teknologi, dan alam. 2. Risiko dari sudut pandang akibat Berdasarkan dari sudut pandang akibat, risiko ini dibagi atas tiga, yaitu : a) Risiko murni versus risiko spekulatif Risiko dianggap sebagai risiko murni jika suatu ketidakpastian terjadi, maka kejadian tersebut pasti menimbulkan kerugian, tidak ada kemungkinan akan menghasilkan keuntungan seperti barang rusak karena terbakar, barang hilang karena banjir, kerusakan mesin, dan kahancuran gudang. Risiko spekulatif yaitu risiko dimana perusahaan mengharapkan terjadinya untung dan rugi seperti dalam usaha kerugian akibat spekulatif akan merugiakan individu tertentu tetapi akan menguntungkan individu lainnya. b) Risiko statis versus risiko dinamis Munculnya risiko statis ini dari kondisi keseimbangan tertentu. Contonya risiko murni statis adalah ketidakpastian terjadinya sambaran petir dan angin topan. Risiko dinamis mungkin murni mungkin juga spekulatif. Contoh risiko dinamis adalah urbanisasi, perkembangan teknologi yang kompleks dan perubahan undang-undang atau peraturan pemerintah. c) Risiko subjektif versus risiko objektif Risiko subjektif adalah ketidakpastian secara kejiwaan yang berasal dari sikap mental atau kondisi pemikiran seseorang. Risiko objektif adalah probabilitas penyimpangan aktual yang diharapkan (dari rata-rata) sesuai pengalaman. Risiko objektif lebih mudah diamati secara akurat dibandingkan dengan risiko subjektif karena dapat diukur. 3. Risiko dari sudut pandang aktifitas Banyakanya risiko dari sudut pandang penyebab adalah sebanyak jumlah aktivitas yang ada. Segala aktivitas dapat menimbulkan berbagai macam risiko misalnya aktivitas pemberian kredit oleh bank yang dikenal dengan risiko kredit. 4. Risiko dari sudut pandang kejadian Risiko yang dinyatakan berdasarkan kejadian merupakan pernyataan risiko yang paling baik, misalnya terjadinya kebakaran.
13 Manajemen Risiko Menurut Lam (2007) manajemen risiko dapat didefenisikan dalam pengertian bisnis seluas-luasnya. Manajemen risiko adalah mengelola keseluruhan risiko yang dihadapi oleh perusahaan sehingga dapat mengurangi potensi risiko yang bersifat merugikan yang terkait dengan upaya untuk meningkatkan peluang keberhasilan sehingga perusahaan dapat mengoptimalkan profit. Menurut Kountur (2008) manajemen risiko perusahaan adalah cara bagaimana menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan tanpa memilih risiko tertentu saja. Penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi dari manajemen. Ada beberapa fungsi manajemen yang telah diketahui yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan (actuating), dan pengendalian (controling) atau dikenal dengan istilah POAC. Ada beberapa alasan mengapa penanganan risiko dapat dianggap sebagai salah satu fungsi manajemen yaitu manajer adalah orang yang harus bertanggungjawab atas risikorisiko yang terjadi di unitnya. Semua manajer bertanggungjawab atas risiko di unitnya masing-masing. Itu sebabnya manajemen risiko merupakan pekerjaan yang harus dilakukan oleh setiap manajer sehingga menjadi salah satu fungsi manajemen yang tidak boleh diabaikan. Manejemen risiko bertujuan agar mengelola risiko dengan baik dan pelaku usaha menjadi sadar akan apa risiko yang di hadapi maupun yang akan dihadapi. Berdasarkan gambar 3, terlihat bahwa strategi pengelolaan risiko merupakan proses yang berulang pada periode produksi (Kountur 2008).
PROSES
Evaluasi
OUTPUT
Identifikasi Risiko
Daftar Risiko
Pengukuran Risiko
Expected Return
StrategiPengelolaan Risiko
Penanganan Risiko Keterangan :
garis proses
garis output
Gambar 3 Proses pengelolaan risiko Sumber: Kountur 2008
Konsep Penanganan Risiko Menurut Kountur (2008) berdasarkan hasil dari penilaian risiko dapat diketahui stategi penanganan risiko seperti apa yang tepat untuk dilaksanakan. Ada dua strategi penanganan risiko, yaitu : 1. Preventif Strategi preventif merupakan strategi menghindari terjadinya risiko. Strategi ini dilakukan apabila probabilitas risiko besar. Strategi preventif dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya :
14 a) Membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur b) Mengembangkan sumber daya manusia c) Memasang atau memperbaiki fasilitas fisik 2. Mitigasi Strategi ini dimaksudkan untuk memperkecil dampak yang ditimbulkan oleh risiko. Strategi mitigasi ini dilakukan untuk menangani risiko yang memiliki dampak yang sangat besar. Adapun beberapa cara yang termasuk ke dalam strategi ini adalah sebagai berikut : a) Diversifikasi Cara diversifikasi yaitu dengan menempatkan komoditi atau harta dibeberapa tempat sehingga jika salah satu terkena musibah maka tidak akan menghabiskan semua komoditi yang ada. strategi ini merupakan salah satu strategi yang paling efektif dalam mengurangi dampak risiko. b) Penggabungan Cara ini merupakan salah satu menanggulangi risiko dengan cara melakukan kegiatan penggabungan dengan perusaan lain. Sebagai contoh adalah kegiatan merger atau akuisisi. c) Risiko Cara ini dikenal juga dengan istilah transfer of risk yaitu merupakan cara penanganan risiko dengan mengalihkan dampak risiko ke pihak lain. Sebagai contoh perusahaan melakukan kegiatan asuransi kepada semua asset agar resiko yang diterima bisa di alihkan ke jasa asuransi. Dan contoh lainnya melakukan leasing, autsourcing, dan hedging. Loss Postharvest (Kehilangan Hasil Pasca panen) Pasca panen merupakan salah satu kegiatan yang berada di subsistem hulu pada sistem agribisnis. Kegiatan pasca panen ini sangat penting karena proses nilai tambah dan kualitas mutu komoditas ada pada proses ini. Sehingga penanganan yang tepat sangat dibutuhkan pada kegiatan pasca panen. menurut spurgeon (1976) sistem pasca panen meliputi dari pasca pemanenan hasil, pengiriman, waktu serta tempat komoditi yang dihasilkan hingga ke proses akhir dengan kerugian yang minimum, efisiensi yang maksimal serta memaksimalkan keuntungan dari rantai yang terlibat. Sistem pasca panen meliputi serangkaian aktivitas yang dapat dibedakan menjadi dua yaitu dari kegiatan teknis dan kegiatan ekonomis. Dari kegiatan teknis pasca panen meliputi pemanenan, pengeringan, perontokan, pembersihan, pengeringan tambahan, penyimpanan dan pengolahan. Sedangkan untuk kegiatan ekonomis meliputi transportasi, pemasaran, kontrol kualitas, gizi, penyuluhan dan informasi, administrasi serta manajemen. Namun yang menjadi elemen utama dalam sistem pasca panen yaitu berupa pemanenan, pengeringan, transportasi/pengangkutan, pengumpulan, penyimpanan, proses pengolahan dan pemasaran (Grolleaud 2002). Di Negara berkembang, risiko yang dihadapi oleh petani yang berada pada sektor pertanian masih sangat tinggi khususnya pada proses pasca panen. contoh kasus pada tanaman holtikultura, kehilangan hasil produksi akibat salah panen, suhu ekstrim, kekeringan serta persaingan dalam pasar mencapai 40 persen (Clark et al 1997). Bahkan menurut Martin Greeley (ahli budaya asia dan masyarakat) menyebutkan kalau petani yang telah mengembangkan sistem pasca panen
15 mandiri secara berabad-abad harus mengalami kerugian makanan (hasil) 20 persen atau lebih (Ceres 1982). Kehilangan hasil panen tidak hanya berdampak pada keadaan kuantitas atau fisik hasil tanaman (produksi) semata, namun berdampak pada kerugian tenaga kerja, lingkungan, sumberdaya dan sebagainya yang dibutuhkan untuk memproduksi komoditas tersebut. Jika kehilangan hasil pasca panen mencapai 30 persen maka 30 persen dari semua faktor yang berkontribusi untuk memproduksi tanaman juga terbuang (Ceres 1998) Kebanyakan petani yang berada di Negara berkembang memiliki kendala berupa keterbatasan sumber daya khususnya keterbatasan dalam finansial dan teknologi sehingga kehilangan hasil pasca panen masih sangat rentan. Apalagi bagi petani kecil yang bergantung pada sektor pertanian. Kebanyakan kehilangan hasil produksi disebabkan oleh hasil produksi yang kelewat matang, kerusakan pada saat pemanenan, pembusukan dan kerusakan fisik yang dialami ketika proses pengangkutan, pengemasan dan pengemasan (Acedo & Weinberger 2006). Berdasarkan data di atas, penanganan pasca panen yang sesuai dengan standar sangat penting dilakukan agar dapat mengurangi kerugian yang diterima oleh petani apalagi di Negara berkembang seperti Indonesia ini. Dalam jurnal publikasi FAO karangan Michel Grolleaud (2002) kerugian pada pertanian terdapat perbedaan dari segi kualitas dan kuantitas. Kerugian kuantitatif yaitu kerugian dalam hal substansi fisik baik kehilangan volume, berat, dan sesuatu yang dapat di ukur. Sedangkan kerugian kualitatif adalah kerugian yang berhubungan nilai makanan atau nilai hasil produksi yang membutuhkan berbagai jenis evaluasi. Ada berbagai teknologi pasca panen yang dapat di adopsi untuk meminimalisasi kerugian yang ditimbulkan dari kehilangan hasil produksi pasca panen. seperti penanganan pra-panen, pendinginan, teknologi transportasi, penyimpanan, dan penanganan area pasar. teknologi yang direkomendasikan tergantung pada jenis kerugian yang dialami pada kondisi tanaman. Contoh teknologi yang bisa diterapkan adalah penyortiran produk sesuai dengan kualitas, pengendalian serangga, memberikan perlindungan dari sinar matahari langsung (tenda dan alat teduh lainnya), tempat pendinginan, pengendalian suhu, transportasi yang aman dan lebih efisien dalam pengangkutan (Kader 2003). Kerangka Pemikiran Operasional Hasil tandan buah segar (TBS) petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu setiap tahunnya mengalami peningkatan namun hasil yang diperoleh masih terdapat perbedaan yang menonjol terhadap produksi potensial tanaman kelapa sawit. selain itu adanya perbedaan jumlah hasil yang di produksi di petani dengan jumlah hasil buah segar ketika sampai di pabrik (tempat pengolahan akhir). Salah satu penyebab berkurangnya hasil produksi tersebut terjadi karena penanganan pasca panen yang belum memadai serta tidak sesuai dengan standarnya. Hal ini akan menimbulkan risiko dimana hasil menjadi berkurang, tidak efisien serta hasil produksi kurang optimal. Selain itu, kerugian yang diterima petani tidak hanya perubahan dari segi jumlah produksi namun dari segi pendapatan yang diterima petani lebih rendah, tenaga kerja maupun waktu yang dibutuhkan sangat tidak efisien.
16 Sumber-sumber risiko pasca panen yang menyebabkan hilangnya hasil produksi tersebut tersebar disetiap tahap pasca panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Desa Tanah Datar. Sumber – sumber risiko pasca panen yang tersebar di setiap tahap pasca panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit diperoleh dan dijelaskan dengan cara analisis deskriptif melalui wawancara dengan petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar, karyawan yang bertugas di pabrik kelapa sawit (PKS) terkait serta observasi dan pengamatan langsung ke lahan perkebunan kelapa sawit di Desa Tanah Datar maupun tempat sortasi TBS yang ada di pabrik kelapa sawit (PKS). Setelah mengetahui permasalahan yang ada, langkah selanjutnya adalah menggambarkan kehilangan risiko yang terdapat pada setiap post yang dilalui oleh TBS mulai dari di petani sampai ke tempat pengolahan akhir (pabrik) dengan menunjukkan seberapa besar persentase losses di setiap tahap pasca panen. Dari risiko pasca panen tersebut memiliki dampak kerugian, dimana losses TBS yang ada di setiap tahap proses pasca panen memiliki dampak kerugian berupa berkurang nya hasil produksi yang dikonversi kedalam bentuk rupiah (pendapatan). Sehingga dari seluruh kerugian yang ada di setiap tahap pasca panen tersebut akan ditotal menjadi besar dampak kerugian loss post-harvest tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Desa Tanah Datar. Selain itu, kemungkinan kejadian (probabilitas) losses TBS yang ada di setiap tahap pasca panen dapat dihitung melalui perhitungan metode nilai standar (z-score). Sehingga dari nilai z-score yang diketahui dan nilai besar nya dampak kerugian yang ditimbulkan di setiap tahap pasca panen TBS akan menunjukkan status risiko. Dalam hal ini status risiko yang ditampilkan adalah status loss post-harvest yang ada di setiap tahap pasca panen tandan buah segar (TBS) kelapa sawit kemudian digambarkan kedalam peta risiko yang menunjukkan probabilitas dan dampak yang dihasilkan termasuk kategori besar atau kecil. Setelah mengetahui status loss post-harvest dan digambarkan ke dalam peta risiko, langkah selanjutnya adalah mengrekomendasikan penanganan risiko yang dapat diterapkan bagi petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar dalam menanggulangi hilangnya hasil produksi di setiap tahap pasca panen TBS. adapun penangan risiko bersifat preventif dan mitigasi. Prefentif merupakan penanganan yang dimaksudkan agar probabilitas losses TBS di setiap tahap pasca panen menjadi lebih kecil. Begitu juga dengan penanganan dengan cara mitigasi, dimana penanganan ini dimaksudkan agar dampak kerugian yang ditimbulkan oleh loss post-harvest di setiap tahap pasca panen menjadi lebih kecil. Adapun kerangka operasional penelitian ini, dapat dijelaskan pada Gambar 4.
17
Perbedaan Jumlah produksi tandan buah segar (TBS) disetiap tahap pasca panen
Sumber-sumber risiko pasca panen Kelapa sawit : Waktu panen SDM proses pasca panen Kebersihan lahan Kebersihan TPH Ukuran TPH Tangkai janjang Rendemen Pabrik
Adanya risiko pasca panen yaitu kehilangan hasil produksi (loss post-harvest) TBS disetiap tahap yang dilalui
Tahap Pasca panen
Lahan Pengecekan TBS mentah TPH
Dampak Kerugian
Probabilitas (kemungkinan kejadian)
Transportasi ke Pabrik Pabrik
Pemetaan dan Status Risiko
Rekomendasi Strategi Penanganan Keterangan : ------------- Cakupan penelitian Gambar 4 Kerangka pemikiran operasional
18
METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perkebunan kelapa sawit yang berada di Provinsi Riau tepatnya petani kelapa sawit yang berada di Desa Tanah Datar Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu. Pemilihan lokasi penelilitian dilakukan secara sengaja (Purposive) dengan mempertimbangkan bahwa Desa Tanah Datar merupakan salah satu sentra Penghasil TBS yang ada di Kabupaten Rokan Hulu. Adapun waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2013.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung, pencatatan, dan wawancara langsung dengan 30 (tiga puluh) petani perkebunan kelapa sawit yang ada di Desa Tanah Datar untuk mengetahui jumlah produksi, risiko kehilangan pasca panen yang dihadapi oleh petani serta upaya-upaya yang telah dilakukan untuk menanggulangi sumber risiko tersebut. Selain dengan petani, pengamatan serta wawancara langsung dilakukan kepada lembaga terkait seperti perusahaan pengolah hasil produksi kelapa sawit (TBS) yaitu pabrik kelapa sawit (PKS) PTPN V Sei Intan. Data sekunder diperoleh melalui data yang ada pada organisasi kelompok tani disetiap blok kelapa sawit Desa Tanah Datar berupa produksi yang dihasilkan setiap bulannya selama satu tahun (tahun 2012) dan perusahaan pengolah kelapa sawit (dalam hal ini PTPN V Kebun Sei Intan) yang ada di Desa Tanah Datar berupa data potongan tandan buah segar (TBS) yang diberikan kepada petani di Desa Tanah Datar, data harga yang berlaku dan jumlah pasokan Tandan Buah Segar (TBS). Data lain yang mendukung dalam penelitian ini adalah data dari BPS kabupaten Rokan Hulu, BPS Provinsi Riau, Departemen Pertanian Provinsi maupun Kabupaten, serta literatur dan jurnal-jurnal pertanian yang berhubungan dengan penelitian ini
Metode Pengumpulan Data Metode ini dilakukan dengan wawancara, diskusi langsung dan observasi terhadap 30 petani yang diambil secara sengaja (purposive). Sampel yang dipilih adalah petani yang memiliki 2 hektar lahan perkebunan kelapa sawit di Desa Tanah Datar dan memiliki data produksi yang lengkap mulai dari data produksi bulan Januari sampai data produksi bulan Desember tahun 2012. Pengambilan sampel 2 hektar setiap petani karena petani di Desa Tanah Datar minimal memiliki lahan 2 hektar perkebunan kelapa sawit. Adapun petani yang diambil adalah petani perwakilan dari setiap blok perkebunan kelapa sawit yang ada di Desa Tanah Datar yaitu berjumlah 22 blok dan diambil 1-2 orang petani yang direkomendasikan oleh ketua kelompok tani disetiap blok.
19 Pengambilan sampel sebanyak 30 petani juga dimaksudkan agar dapat menggambarkan keseluruhan perkebunan kelapa sawit yang ada di Desa Tanah Datar Secara ringkas akan dijelaskan dalam tabel berikut:
Tabel 4 Metode Pengambilan Data Jumlah No Responden Responden
1
2
3
Petani
Jasa angkut (truk buah) TBS
Pabrik
30
8
1
Data yang dibutuhkan Jumlah Produksi panen perbulan tahun 2012 Waktu panen Jumlah brondolan yang tinggal (perpohon) Jumlah pohon per hektar Luas lahan Jumlah TBS ketika di angkut Rata-rata jumlah brondolan yang tertinggal di tempat angkut Jumlah TBS yang masuk Rata-rata TBS maupun brondolan yang tidak layak olah (di tolak) Harga per kilogram TBS
Tujuan Untuk megetahui persentasi kehilangan TBS yang ada di petani
Untuk mengetahui presentasi kehilangan TBS pada saat di angkut
Untuk mengetahui persentasi TBS yang di tolak (tidak layak olah)
Metode Analisis Analisis Deskriptif Metode deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran pada fenomenafenomena, menerangkan hubungan, menguji hipotesis-hipotesis, membuat prediksi serta mendapatkan makna dan implikasi dari suatu masalah yang akan dipecahkan (Nasir 2005). Analisis deskriptif digunakan untuk mengindentifikasi sumber-sumber risiko dan faktor yang mempengaruhi kehilangan hasil pasca panen TBS. analisis deskriptif ini juga digunakan dalam menganalisis manjemen risiko yang dapat diterapkan oleh petani maupun pabrik untuk meminimalisasi kehilangan hasil produksi TBS.
20 Analisis deskriptif dilakukan berdasarkan penilaian objektif yang ada pada aktivitas pemanenan, teknik panen, serta kegiatan pasca panen selanjutnya hingga tandan buah segar (TBS) menuju ke tempat pengolahan akhir (pabrik). Pengukuran Kemungkinan Terjadinya Risiko Risiko dapat diukur jika diketahui kemungkinan terjadinya risiko dan besarnya dampak risiko terhadap perusahaan. Ukuran pertama dari risiko adalah besarnya kemungkinan terjadinya yang mengacu pada seberapa besar probabilitas risiko akan terjadi. Metode yang digunakan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya risiko adalah metode nilai standar atau z-score. Metode ini dapat digunakan apabila ada data historis dan berbentuk kontinus. Pada penelitian kali ini, data yang digunakan adalah data hasil produksi tandan buah segar (TBS) petani kelapa sawit perbulan yaitu pada bulan Januari sampai Desember tahun 2012. menurut Kountur (2008), langkah yang perlu dilakukan untuk melakukan perhitungan kemungkinan terjadinya risiko menggunakan metode ini dan di aplikasikan pada kehilangan hasil yang terjadi pada tandan buah segar (TBS) kelapa sawit adalah : 1. Menghitung rata-rata kejadian berisiko (kehilangan tandan buah segar) Rumus yang digunakan adalah : 𝑛 𝑖=1 𝑥𝑖
𝑥=
𝑛
Dimana : 𝑥 = Rata-rata dari kejadian risiko pasca panen (lost post-harvest) xi= Nilai per periode kajadian berisiko (selama 12 bulan) n = Jumlah data (12 bulan) 2. Menghitung nilai standar deviasi dari kejadian berisiko Menggunakan rumus :
𝑠 =
𝑛 𝑖=1(𝑥𝑖
− 𝑥 )2 𝑛−1
Dimana : S = Standar Deviasi dari kejadian berisiko xi= Nilai per periode kejadian berisiko n = Jumlah data (12 bulan) 3. Menghitung z-score Menggunakan rumus : 𝑧=
𝑥−𝑥 𝑠
Dimana : z = Nilai z-score dari kejadian risiko x = Batas minimum produksi TBS yang dianggap masih taraf normal s = Standar deviasi
21 jika hasil z-score yang diperoleh bernilai negatif, maka nilai tersebut berada di sebelah kiri nilai rata-rata pada kurva distribusi normal dan sebaliknya jika nilai z=score positif, maka nilai tersebut berada di sebelah kanan kurva distribusi z (normal). 4. Mencari probabilitas terjadinya risiko produksi Probabilitas diperoleh dari tabel distribusi z. Cari nilai z pada sisi kiri dan bagian atas, pertemuan antara nilai z pada isi tabel merupakan probabilitas. Sehinga dapat diketahui berapa persen kemungkinan terjadinya keadaan dimana produksi TBS mendatangkan kerugian. Analisis Dampak Risiko Metode yang paling efektif digunakan dalam mengukur dampak risiko adalah VaR (Value at Risk). VaR adalah kerugian terbesar yang mungkin terjadi dalam rentang waktu tertentu yang diprediksikan dengan tingkat kepercayaan tertentu. Penggunaan VaR dalam mengukur dampak risiko hanya dapat dilakukan apabila terdapat data historis sebelumnya. Analisis ini dilakukan untuk mengukur dampak dari risiko pasca panen berupa kehilangan hasil dari tandan buah segar (TBS) kelapa sawit. adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut : 𝑉𝑎𝑅 = 𝑥 + 𝑧 (
𝑠 𝑛
)
Dimana : VaR = Dampak kerugian yang ditimbulkan oleh kejadian berisiko 𝑥 = Nilai rata-rata kerugian (kehilangan hasil) z = Nilai z-score s = Standar deviasi kerugian akibat kejadian berisiko n = Banyaknya kejadian berisiko Status dan Pemetaan Risiko Menurut (Kountur 2008), sebelum dapat menangani risiko, hal pertama yang dilakukan adalah membuat peta risiko. Peta risiko adalah gambaran mengenai posisi risiko pada suatu peta dari dua sumbu, yaitu sumbu vertikal yang menggambarkan probabilitas dan sumbu horizontal yang menggambarkan dampak, ataupun sebaliknya. Contoh layout peta risiko dapat dilihat pada Gambar 5.
Probabilitas (%) Kuadran 1
Kuadran 2
Kuadran 3
Kuadran 4
Besar
Kecil
Dampak (Rp) Kecil
Besar
Gambar 5 Peta risiko Sumber : Kountur (2008)
22 Probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko dibagi menjadi dua bagian, yaitu besar dan kecil. Dampak risiko juga dibagi menjadi dua bagian, yaitu besar dan kecil. Batas antara probabilitas atau kemungkinan besar dan kecil ditentukan oleh manajemen, tetapi pada umumnya risiko yang probabilitasnya diatas 20 persen atau lebih dianggap sebagai kemungkinan besar, sedangkan dibawah 20 persen dianggap sebagai kemungkinan kecil (Kountur 2008). Penempatan risiko pata peta risiko didasarkan atas perkiraan posisinya berada dimana dari hasil perhitungan probabilitas dan dampak. Untuk mengetahui posisi yang sebenarnya, maka perlu dihitung status risiko nya (Kountur 2008). Status Risiko diperoleh dari hasil perkalian antara probabilitas dan dampak. Dari status risiko tersebut akan diketahui mana risiko – risiko yang paling besar dan seterusnya sampai yang paling kecil. Status risiko hanya menggambarkan urutan risiko dari yang paling berisiko sampai dengan yang paling tidak berisiko. Penanganan Risiko berdasarkan hasil pemetaan risiko, maka selanjutnya dapat ditetapkan strategi penanganan risiko yang sesuai. Terdapat dua strategi yang dapat dilakukan untuk menangani risiko, yaitu :
Probabilitas (%) Besar
Kuadran 1
Kuadran 2
Kecil
Kuadran 3
Kuadran 4 Dampak (Rp)
Kecil Keterangan :
Besar
Preventif,
Mitigasi
Gambar 6 Peta risiko Preventif dan Mitigasi Sumber : Kountur (2008)
1. Penghindaran risiko (Preventif) Strategi preventif dilakukan untuk risiko yang tergolong dalam probabilitas risiko yang besar. Strategi preventif akan menangani risiko yang berada pada kuadran 1 dan 2. Penanganan risiko dengan menggunakan strategi preventif akan membuat risiko yang ada pada kuadran 1 bergeser menuju kuadran 3 dan risiko yang berada pada kuadran 2 akan bergeser menuju kuadran 4 (Kountur 2008). Penanganan risiko menggunakan strategi preventif dapat dilihat pada Gambar 6.
23 2. Mitasi risiko Strategi mitigasi digunakan untuk meminimalkan dampak risiko yang terjadi. Penanganan mitigasi ini bertujuan agar risiko yang memiliki dampak yang besar akan berkurang menjadi lebih kecil. Strategi mitigasi akan menangani risiko sedemikian rupa sehingga risiko yang berada pada kuadran 2 bergeser ke kuadran 1 dan risiko yang berada pada kuadran 4 bergeser ke kuadran 3. Strategi mitigasi dapat dilakukan dengan metode diversifikasi, penggabungan, dan pengalihan risiko (Kountur 2008). Mitigasi risiko dapat dilihat pada Gambar 6. Pengukuran Kehilangan Hasil TBS Pengukuran kehilangan hasil TBS ini dihitung sesuai dengan alur yang dilewati oleh TBS dari petani hingga ke tempat pengolahan akhir (pabrik). Pengukuran ini akan menggambarkan seberapa besar kehilangan tandan buah segar (TBS) di setiap alur yang dilewatinya dengan menggunakan rumus berdasarkan referensi jurnal ilmiah Nugraha et al. (2007) yaitu besarnya kehilangan ketika pemanenan adalah sebagai berikut : KHPP =
G1 x 100% G1 + G2
Dimana : KHPP = Kehilangan hasil pada saat panen (%) G1 = Berat berondolan atau buah yang tercecer pada saat pemanenan G2 = Berat TBS yang dipanen Ketika selesai pemanenan, biasanya TBS akan diangkut menuju ke tempat berikutnya dan akan dikumpulkan di suatu tempat agar bisa diangkut dengan hasil produksi TBS petani lainnya. Maka dengan kata lain, TBS akan menuju ketempat kedua, dimana TBS akan di angkut dan disimpan dan biasanya TBS tersebut dikumpulkan dan dingkut keesokan harinya. Berat TBS ketika diangkut ke tempat lain dan diangkut kembali akan ada perbedaan berat dari total TBS yang dibawa karena terdapat brondolan atau buah kecil yang tidak terangkut. Maka rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kehilangan ketika pengangkutan berdasarkan referensi jurnal ilmiah Enobakhare and Law-Ogbomo (2002) yaitu : Wt. loss =
(Wi − Wf) x 100% Wi
Dimana: Wt.loss = Jumlah yang hilang (%) = Berat awal sebelum di angkut (kg) Wi Wf = Berat setelah di angkut (kg) Setelah mengetahui berapa jumlah kehilangan tiap jalur yang dilalui, maka dilakukan pemetaan sesuai dengan jalur yang dilalui TBS hingga sampai ke pabrik pengolahan kelapa sawit dengan mencantumkan setiap kerugian yang ada dalam bentuk nominal rupiah sesuai dengan banyaknya berat TBS yang hilang (bentuk brondolan) menggunakan rumus :
24
TR = P x Q Dimana : TR = Total Revenue dari brondolan yang hilang (Rp) P = harga kelapa sawit per kg Q = jumlah brondolan atau TBS yang hilang (kg)
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanah Datar, Kecamatan Kunto Darussalam, Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Desa Tanah Datar Memiliki potensi yang baik untuk ditanami tanaman perkebunan, khususnya tanaman kelapa sawit yang memiliki produktivitas yang tinggi. Kecamatan Kunto Darussalam memiliki 12 Desa diantaranya Desa Kota Intan, Desa Kota Raya, Desa Koto Baru, Desa Pasir Luhur, Desa Pasir Indah, Desa Sei Kuti, Desa Tanah Datar, Desa Intan Jaya, Desa Muara Intan, Desa Bukit Intan Makmur, Desa Bagan Tujuh dan Desa Kota Lama. Secara administratif, Kecamatan Kunto Darussalam berbatasan dengan : Sebelah utara : Kecamatan Bonai Darussalam Sebelah selatan : Kecamatan Tandun Sebelah timur : Kecamatan Sinamanenek Sebelah barat : Kecamatan Pagaran Tapah Desa Tanah Datar yang memiliki luas 20 065 Ha ini merupakan Desa yang terletak di daerah paling ujung di kecamatan Kunto Darussalam dengan wilayah yang cukup datar dibanding Desa lainnya. Secara administrative, wilayah Desa Tanah Datar berbatasan dengan : Sebelah utara : PT Sumber Jaya Indonesia Sebelah selatan : Desa Kepanasan Sebelah Timur : Desa Intan Jaya Sebelah Barat : PT SIP Komoditas pertanian unggulan di Desa Tanah Datar adalah kelapa sawit. hal ini karena kondisi dan bentuk wilayah di Desa kecamatan Kunto Darussalam sangat cocok untuk ditanami perkebunan kelapa sawit khususnya Desa Tanah Datar yang memiliki lahan cukup datar dibandingkan dengan Desa lainnya. Adapun selain menjadi primadona unggulan Desa Tanah Datar, Perkebunan kelapa sawit juga menjadi mata pencaharian utama bagi masyarakat di Desa Tanah Datar yang secara keseluruhan berprofesi sebagai petani. Ini terbukti dengan semua luas lahan pertanian di Desa Tanah Datar sebesar 1039 hektar merupakan tanaman perkebunan kelapa sawit yang terdiri dari 24 hektar dimiliki oleh pemerintahan Desa dan 1015 hektar dimiliki oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan keadaan tanah di Desa Tanah Datar berupa tanah gambut dan sedikit liat sangat cocok untuk perkebunan kelapa sawit sedangkan untuk tanaman pertanian lain seperti padi dan tanaman holtikultura lainnya tidak sesuai dengan karakteristik tanah yang ada di Desa Tanah Datar.
25 Tabel 5 Tabel data potensi Desa Tanah Datar tahun 2012a No 1 2 3 4 5 a
Jenis Potensi Desa
Luas Lahan Keseluruhan
Pertanian (sawah) Perkebunan (Kelapa sawit) Perikanan Kehutanan Perternakan Total
Kepemilikan Lahan Pemerintah Masyara Perusaha Desab katb anb
1039
24
1015
1039
24
1015
Sumber: Monografis Desa Tanah Datar tahun 2012. ;bDalam hektar (Ha)
Tanaman Perkebunan kelapa sawit di Desa Tanah Datar pertama kali ditanam serentak seluruh Desa Tanah Datar pada tahun 1989/1990 sehingga umur tanam kelapa sawit di Desa Tanah Datar adalah 24/23 tahun. Walaupun memiliki umur yang tidak ekonomis lagi (diatas 23 tahun) namun produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Desa Tanah Datar bisa dibilang masih konsisten bahkan produksi perbulannya masih diatas jumlah rata-rata normal produksi perbulan. (diatas 4000 kg perbulan) Jarak lokasi penelitian dengan pemerintahan Kecamatan Kunto Darussalam sekitar 12 km dan dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor selama ± 45 menit. Kondisi jalan menuju lokasi penelitian cukup bagus dan cukup besar bahkan ketika memasuki wilayah Desa jalan utama nya sudah berbentuk aspal yang panjangnya ± 3 km sehingga memudahkan akses untuk menuju ke tempat lokasi penelitian. Jalan yang di tempuh menuju ke Desa Tanah Datar melewati jalan utama menuju perkebunan – perkebuna swasta maupun perkebunan BUMN sehingga kondisi jalan cukup bagus walaupun ketika musim penghujan datang akan mempengaruhi kondisi jalan seperti jalan menjadi berlubang dan berlumpur namun masih dapat di akses menuju ke lokasi penelitian. Adapun kendaraan yang banyak digunakan oleh masyarakat Desa Tanah Datar adalah sepeda motor, mobil truk / dump truck, dan mobil pribadi lainnya. Desa Tanah Datar merupakan Desa dengan populasi penduduk yang dibilang cukup sedikit. Tabel 5 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk Desa Tanah Datar tahun 2012 adalah sebanyak 1568 jiwa yang terdiri atas laki-laki sebanyak 803 orang (51.21 persen) dan perempuan sebanyak 765 orang (48.79 persen). Tabel 6 Jumlah penduduk Desa Tanah Datar tahun 2012a Kategori Laki-laki Perempuan Total laki-laki dan perempuan a
Sumber : Monografis Desa Tanah Datar 2012
Jumlah (orang) 803 765 1568
Persentase (%) 51.21 48.79 100.00
26 Penduduk Desa Tanah Datar sebahagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani maupun buruh tani (pemanen) di sub-sektor perkebunan yaitu perkebunan kelapa sawit. walaupun data mengenai jumlah penduduk Desa berbasarkan pencaharian tidak di temukan di administrasi Desa, jumlah penduduk yang bekerja sebagai petani kelapa sawit sebanyak 90% dan sisanya bekerja sebagai buruh tani atau disebut juga dengan pemanen sawit. informasi ini diambil berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada kepala Desa dan Penyuluh Praktek Lapang (PPL) setempat pada bulan Maret tahun 2012. Tingginya profesi petani kelapa sawit pada masyarakat di Desa Tanah Datar disebabkan karena tradisi yang diteruskan oleh keluarga sebagai petani kelapa sawit dan pada umumnya petani di Desa Tanah Datar memiliki kepemilikan lahan minimal 2 hektar (1 kapling). Sehingga banyak pemuda yang ada di Desa memutuskan untuk meneruskan usaha keluarga dan bahkan menjadi pemanen kelapa sawit. selain itu lemahnya kepedulian terhadap pendidikan juga menjadi faktor utama tingginya profesi petani di Desa Tanah Datar. Kegiatan organisasi kelompok tani di Desa Tanah Datar sudah baik dan teratur. Gabungan kelompok tani (Gapoktan) di Desa tanah datar sudah memiliki struktur organisasi yang baik dan manajemen keanggotaan yang cukup mapan sehingga kegiatan rutin bulanan maupun tahunan selalu terlaksana. Dari segi lembaga penunjang agribisnis, di Desa Tanah Datar memiliki satu koperasi yang menaungi seluruh kelompok tani yang ada di Desa Tanah Datar yaitu koperasi Sawitra. Koperasi Sawitra sendiri merupakan salah satu mitra dari PTPN V kebun Sei Intan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Risiko Pasca panen Petani perkebunan kelapa sawit di Desa Tanah Datar dalam menjalankan kegiatannya, mengalami beberapa risiko. Salah satunya adalah risiko dalam penanganan pasca panen TBS dari proses pemanenan hingga berada di tempat pengolahan akhir (pabrik). Kegiatan pasca panen kelapa sawit merupakan salah satu kegiatan yang sangat mempengaruhi keadaan atau kondisi produksi TBS. Pada penanganan panen tanaman kelapa sawit memiliki beberapa tahap yang dilalui hingga sampai ke tempat pengolahan akhir TBS (Pabrik). Dari semua tahap yang dilalui, terdapat beberapa tempat atau rantai yang menimbulkan kehilangan (loss post-harvest) dari produksi TBS yang berbentuk brondolan maupun TBS mentah yang terpanen. Kehilangan hasil produksi pada proses pasca panen kelapa sawit akan mempengaruhi jumlah produksi tandan buah segar (TBS) yang kurang optimal sehingga berbanding lurus dengan kurang optimalnya pendapatan petani. Pada penelitian ini akan dibahas apa saja yang menjadi sumber terjadinya risiko pasca panen yaitu kehilangan hasil produksi TBS di setiap tempat (post) proses pemanenan sampai ke pabrik (pengolahan TBS) dan menggambarkan sebaran kehilangan produksi di setiap rantainya.
27 Proses pasca panen tandan buah segar kelapa sawit di Desa Tanah Datar adalah melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah tahap pemanenan buah kelapa sawit yang berbentuk tandan buah segar (TBS). Pemanenan tersebut dilakukan oleh pemanen kelapa sawit maupun petani itu sendiri. Tahap kedua adalah pengangkutan TBS yang telah jatuh di area lingkaran pohon atau disekitar lahan sawit menuju ke tempat pengumpul hasil (TPH) dengan menggunakan alat sorongan atau angkong. Tahap ketiga adalah proses pengecekan TBS yang telah dipanen sebelum disusun ke TPH. Biasanya pada tahap ini akan terlihat TBS mentah yang terpanen oleh pemanen kelapa sawit. Tahap keempat adalah proses penimbangan, dimana TBS yang telah disusun di TPH akan ditimbang dan diangkut menuju mobil angkutan sawit atau truck. Tahap kelima, TBS yang berada di truck kemudian dibawa ke tempat pengolahan atau pabrik kelapa sawit (PKS). Tahap keenam atau tahap terakhir adalah TBS yang dibawa ke pabrik akan diseleksi di tempat sortasi. Proses sortasi ini dilakukan oleh karyawan pabrik yang bertugas menyeleksi TBS sehingga akan diperoleh TBS bersih yang didapat oleh petani. Berdasarkan uraian tahap tersebut diperoleh bahwa tempat yang dilalui TBS di Desa Tanah Datar pasca pemanenan adalah lahan sawit (piringan), tempat pengumpul hasil (TPH), transpotrasi (mobil angkutan/truck) dan pabrik (sortasi pabrik). Kehilangan hasil produksi yang terjadi di mobil angkutan TBS atau truck, berdasarkan pengamatan dan wawancara terhadap sopir mobil truck di Desa Tanah Datar diperoleh kehilangan produksi yang terjadi relatif sangat kecil dan bisa dianggap nol (tidak ada). Kapasitas rata-rata TBS yang diangkut oleh truck adalah 7 sampai 8 ton dan hanya terdapat maksimal 10 butir buah kelapa sawit (brondolan) yang tertinggal di bak truck, bahkan ada truck yang brondolan nya tidak tertinggal sama sekali. Maka berdasarkan pengamatan tersebut, kehilangan (losses) pada transportasi TBS di Desa Tanah Datar dianggap tidak ada. Berdasarkan pengamatan di lapang, loss post-harvest TBS kelapa sawit di Desa Tanah Datar terdapat di lahan, TPH (pengecekan TBS mentah dan brondolan tertinggal) dan sortasi pabrik. Dari ketiga tempat tersebut terdapat beberapa sumber risiko yang mengakibatkan hilangnya hasil produksi tandan buah segar (TBS). Kehilangan Hasil Produksi di Lahan Pada proses pemanenan kelapa sawit, hal utama yang harus dipersiapkan oleh seorang pemanen adalah peralatan panen sesuai dengan kriteria pohon kelapa sawit. Tanaman kelapa sawit di Desa Tanah Datar sendiri sudah berumur 23/24 tahun (>20 tahun) sehingga alat untuk memanen buah berupa egrek (alat panen berbentuk parang sabit dengan tangkai yang panjang) yang tinggi bambunya disesuaikan dengan tinggi tanaman. Selain menyiapkan alat-alat pemanenan, hal terpenting berikutnya adalah dengan menentukan rotasi panen dari tanaman kelapa sawit tersebut. Pada umumnya di perusahaan perkebunan kelapa sawit terdapat suatu data taksiran (taksasi) dan data lain mengenai keadaan tanaman kelapa sawit di lapang sehingga dapat ditentukan sebaran perkiraan panen setiap blok yang akan dipanen (rotasi panen). Rotasi panen sendiri berguna dalam menentukan (dalam bentuk taksiran/ramalan) seberapa banyak jumlah TBS yang akan dipanen di setiap kapling atau blok. Kegunaan rotasi panen lainnya adalah sebagai target banyaknya TBS yang akan di panen.
28 Petani perkebunan kelapa sawit di Desa Tanah Datar pada umumnya memanen buah kelapa sawit dengan menggunakan alat yang biasa digunakan oleh pemanen secara umum yaitu egrek karena tanaman kelapa sawit di Desa Tanah Datar sudah cukup tinggi. Salah satu yang membedakan proses pemanenan di Desa Tanah Datar adalah pemanen tidak menggunakan prinsip rotasi panen. pemanen memilih buah yang dipanen berdasarkan pengamatan dan feeling (kebiasaan). Pengamatan disini berarti bahwa setiap pemanen melakukan pemanenan dengan pengamatan langsung di lapang ketika panen, tanpa adanya perhitungan atau taksasi terlebih dahulu. Maka hasil panen bisa maksimal jika si pemanen mampu melihat buah matang secara maksimal. Sebaliknya, jika pemanen kurang maksimal dalam penglihatan buah matang maka akan menimbulkan losses yaitu TBS matang tertinggal di pohon. Akibatnya, buah yang seharusnya dipanen tidak dipanen oleh pemanen dan akan dipanen pada periode panen berikutnya sehingga buah kelapa sawit akan membrondol. Selain buah matang yang tertinggal dipohon, hilangnya hasil panen TBS disebabkan oleh buah mentah yang terpanen oleh pemanen. Padahal buah tersebut seharusnya dipanen pada periode panen berikutnya. TBS mentah ini akan terdeteksi oleh petugas yang akan menimbang hasil produksi ketika TBS berada ditempat pengumpul hasil (TPH). Berdasarkan observasi langsung di lapang dan wawancara kepada petani di Desa Tanah Datar, diketahui bahwa kehilangan produksi TBS yang terjadi di lahan kelapa sawit adalah berbentuk brondolan yang terlepas dari janjang (tandan sawit) dan TBS mentah yang terpanen oleh pemanen. Sumber hilangnya brondolan TBS yang ada di area lahan petani disebabkan oleh beberapa sumber, diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Waktu panen TBS yang matang ditandai dengan membrondolnya buah sawit sebanyak 2 butir per kilogram TBS (Pahan 2006) jika tidak dipanen maka akan meningkatkan persentasi brondol sampai TBS berbentuk janjang kosong dan menjadi kehilangan hasil produksi TBS (losses). Siklus panen kelapa sawit di Desa Tanah Datar dilakukan dua kali selama satu bulan. Selang waktu panen pertama ke panen berikutnya adalah selama 14 hari, namun terkadang tidak untuk kondisi penghujan atau pada masa panen puncak. Pada umumnya selang waktu panen pertama ke panen berikutnya bisa lebih dari 14 hari bahkan ada yang kurang dari 14 hari. Kejadian panen yang lebih dari 14 hari disebabkan karena jalanan rusak / becek akibat air hujan yang menggenangi jalan sehingga TBS yang akan dipanen sulit untuk dibawa keluar dari lahan perkebunan dan kegiatan panen terganggu. Alhasil buah matang yang tidak dipanen akan meningkatkan persentasi brondolan buah kelapa sawit. Selain itu, pada musim panen puncak TBS matang yang berada dipohon sudah terlalu banyak sehingga waktu pelaksanaan panen dipercepat dari waktu panen sebelumnya. 2. Teknik pemanenan dan SDM panen Salah satu sumber membrondolnya buah kelapa sawit dari TBS diakibatkan dari teknik pemanenan. Petani perkebunan kelapa sawit memiliki pemanen yang berbeda-beda. Ada pemanen yang disepakati oleh kelompok taninya maupun pemanen yang disewa secara pribadi (individu)
29 oleh masing-masing petani. Dari pemanen yang ada, tidak semua yang memiliki skill atau kemampuan panen yang sama. Apalagi panen TBS di Desa Tanah Datar tidak memakai sistem rotasi panen (peramalan panen) dimana, pemanen memanen TBS dengan penglihatan secara langsung di lapang sehingga kemampuan dan teknik panen sangat mempengaruhi kondisi dan bentuk TBS yang berhasil dipanen. Contohnya seperti memotong TBS yang berada di antara pelepah (TBS terhimpit oleh 2 pelepah), jika pemanen tidak memiliki teknik potong yang baik, tangkai janjang buah akan tidak terpotong dengan sempurna sehingga berakibat pada brondolan buah kelapa sawit yang berserakan (terlepas) ketika TBS jatuh ke tanah. Buah TBS mentah yang terpanen juga diakibatkan oleh ketelitian dan pengetahuan pemanen dalam menentukan TBS apakah sudah bisa dipanen atau belum. Apalagi tanaman kelapa sawit di Desa Tanah Datar berumur lebih dari 20 tahun dimana tinggi pohon sudah mencapai 8 meter lebih (> 8 meter) sehingga dibutuhkan pengamatan yang baik dalam proses pemanenannya. Selain itu sinar matahari yang mengenai buah kelapa sawit akan menyebabkan buah terlihat sangat kilat dan berwarna kemerahmerahan, sehingga jika pemanen tidak mampu mengetahui karakteristik buah yang matang akan menyebabkan TBS mentah tersebut terpanen. Kerugian akibat memotong buah mentah yaitu kehilangan sebahagian potensi produksi minyak kelapa sawit (MKS), menggangu pelestarian produksi, dan melukai pokok sehingga mengalami stress (Pahan 2008). Kejadian lain yang sering dilakukan oleh pemanen di Desa Tanah Datar adalah buah matang yang tidak terpanen akibat pemanen kurang teliti dalam melihat TBS yang akan dipanen. Buah matang yang tidak terpanen tersebut akan membrondol sampai masuk ke waktu panen berikutnya dan menjadi kehilangan (losses) hasil produksi TBS. 3. Kebersihan piringan disekitar pohon dan area lahan Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman hutan dimana sekeliling tanaman terdapat beberapa tanaman liar yang mudah tumbuh dan berkembang secara cepat. Tanaman gulma yang sering menyerang tanaman kelapa sawit adalah gulma ilalang. Ilalang sendiri adalah gulma yang sangat berbahaya dan mutlak harus dikendalikan. Perkembangan gulma ilalang sangat cepat karena proses perkembangbiakannya dengan bunga dan rhizoma (akar-akaran). Selain itu gulma ilalang menyerap unsur hara yang disimpan dalam rhizome sehingga merugikan bagi tanaman kelapa sawit sendiri. Untuk itu, setiap pohon tanaman kelapa sawit dibuat piringan pohon yang berbentuk lingkaran di sekitar area pohon kelapa sawit. piringan tersebut berukuran jari-jari 2 meter untuk tanaman belum menghasilkan (TBM) dan berjari-jari 2,5 meter untuk tanaman menghasilkan (TM). Fungsi dari piringan tersebut adalah sebagai pengendalian rumput dan gulma ilalang, memudahkan kontrol dan penyebaran pupuk serta daerah tempat jatuhnya buah dan brondolan. Piringan tersebut harus dibersihkan secara rutin terutama rumput dan ilalang yang berada diarea piringan. selain memudahkan untuk penyebaran pemupukan, piringan yang bersih akan memudahkan pengutipan brondolan yang jatuh. Jika piringan tersebut tidak dirawat dan banyak terdapat
30 tanaman liar (gulma) maka akan mengganggu petani dalam pengutipan brondolan yang berserakan, bahkan brondolan tidak terlihat sama sekali akibat tertutup oleh rumput. Hal tersebut akan merugikan bagi petani karena brondolan yang hilang akan menjadi kehilangan (losses) hasil produksi buah kelapa sawit. Kehilangan Hasil Produksi di Tempat Pengumpul Hasil (TPH) Setelah proses panen TBS, pemanen akan membawa TBS yang berhasil diturunkan dari pohon dengan menggunakan angkong atau sorongan menuju ke tempat pengumpul hasil (TPH) dan disusun secara berbaris di area TPH agar mempermudah dalam perhitungan buah. TPH merupakan tempat pengumpulan seluruh TBS yang telah dipanen sebelum diangkut oleh truck/dump truck menuju ke pabrik kelapa sawit (PKS). TPH tersebut berada dipinggir lahan sawit atau lebih tepatnya berada disamping jalan pasar (utama) agar memudahkan untuk proses pengangkutan buah ke dalam truck/dump truck. Bentuk dan ukuran TPH berupa persegi panjang dengan ukuran 4 x 7 meter dan biasanya setiap satu kapling yang dimiliki oleh petani terdapat satu TPH. TPH di lahan petani perkebunan kelapa sawit Desa Tanah Datar permukaannya berupa tanah biasa yang rentan terhadap rumput atau gulma ilalang. Selain rentan terhadap tanaman liar, ketika hujan maka area TPH akan sedikit rusak bahkan bagi TPH yang tidak dirawat dengan benar akan tergenang oleh air/lumpur. Hal ini akan menjadi sumber risiko bagi mutu buah sendiri khususnya bagi brondolan. Ketika proses penimbangan, buah yang telah tersusun di TPH akan diangkut ke tempat penimbangan kemudian buah langsung diangkut kembali menuju mobil angkutan (truck). Ketika pengangkutan antara TPH-alat timbangan-truck, beberapa brondolan akan terlepas dari janjang nya (TBS) dan jatuh maupun berserakan di area TPH. Bagi TPH yang lahannya datar, bersih dan kering maka proses pengumpulan brondolan akan mudah dilakukan. Brondolan yang berserakan di TPH akan di ambil dengan cara dikeruk dengan alat pengerukan sampai brondolan tersebut diangkut semua sebersih mungkin. Namun TPH di Desa Tanah Datar tidak semua yang bersih dan datar, bahkan ada TPH yang mudah tergenang air. Sehingga brondolan yang ada di area TPH tidak terambil secara maksimal dan brondolan yang tertinggal di TPH menjadi kehilangan (loss) hasil produksi TBS bagi petani di Desa Tanah Datar. Selain proses pengangkutan dan penimbangan, banyaknya brondolan yang tertinggal di TPH disebabkan karena buah yang dipanen tidak langsung dibawa ke pabrik. Buah yang telah disusun di TPH akan diangkut pada keesokan harinya sehingga menimbulkan penyusutan TBS serta brondolan yang meningkat akibat di diamkan selama satu hari. Brondolan yang jatuh tersebut diakibatkan oleh ALB (asam lemak bebas) yang terkandung didalam minyak kelapa sawit menjadi meningkat dan mempengaruhi mutu minyak kelapa sawit. Kehilangan Hasil Produksi di Pabrik (sortasi TBS) Setelah proses penimbangan di tempat pengumpul hasil (TPH), maka TBS akan di angkut kedalam truck dan langsung dibawa ke pabrik kelapa sawit (PKS). Sampai di PKS, tandan buah segar (TBS) akan dibawa menuju tempat sortasi dimana buah akan diseleksi kembali oleh petugas/karyawan sortasi pabrik. Proses
31 sortasi sendiri dilakukan oleh petugas sortasi (karyawan pabrik) dengan cara pengamatan langsung pada buah yang akan diturunkan menuju tempat perebusan buah (pengolahan buah). Jumlah petugas sortasi sendiri sebanyak 2-3 orang per truck yang mengangkut TBS dari Desa Tanah Datar. Jumlah potongan yang diberikan berdasarkan rata-rata pengamatan oleh petugas sortasi. Setelah disepakati, maka ditentukan berapa besar potongan yang diberikan kepada petani. Pada umumnya potongan yang diberikan bervariasi tergantung kondisi dan keadaan buah. Selama ini berdasarkan wawancara langsung dengan beberapa petugas sortasi yang ada di pabrik kelapa sawit (PKS), maksimal potongan yang diterima oleh petani sebesar 5% dan minimalnya sebesar 1 % dari total yang diangkut. Setelah proses seleksi TBS di sortasi selesai, maka akan diperoleh berat bersih produksi yang dihasilkan dari lahan kelapa sawit di petani. Sedangkan potongan persentase dari petugas sortasi tersebut menjadi kehilangan (losses) produksi yang diterima oleh petani. Besarnya persentase potongan tersebut diambil berdasarkan pengamatan oleh petugas sortasi terhadap beberapa aspek. Aspek tersebut merupakan menjadi sumber risiko kehilangan hasil yang diterima oleh petani. Adapun sumber-sumber nya sebagai berikut : 1. Rumput, pasir dan sampah yang terbawa oleh TBS Rumput, pasir maupun sampah yang terbawa bersama TBS dikarenakan TPH yang berada di lahan petani tidak bersih dan kotor. Apalagi permukaan TPH berupa tanah biasa yang rentan terhadap rumput, gulma maupun sampah. 2. Tangkai janjang yang masih panjang Secara teori tangkai janjang buah tidak boleh melebihi 2 cm di pangkal ujung buah atau TBS. Jika tidak dipotong akan merugikan bagi PKS karena tangkai tersebut akan mempengaruhi berat TBS serta akan ikut diolah bersama TBS sehingga menjadi sampah bagi pabrik kelapa sawit (PKS) 3. Janjang kosong atau mentah terbawa oleh petani Walaupun TBS yang akan diangkut ke PKS sudah diseleksi oleh petugas timbangan di TPH petani, namun terkadang masih saja janjang yang sudah kosong (tidak ada buah kelapa sawit) dan TBS mentah terbawa sampai ke pabrik. Hal ini disebabkan karena petugas yang menyeleksi di lapangan kurang teliti melihat buah yang ada di TPH. Biasanya terjadi pada saat TBS sangat banyak di TPH dan pada masa panen puncak. Selain kurang telitinya petugas timbangan yang menyeleksi di lapangan, adanya human error yang dilakukan petani dengan sengaja memasukkan janjang kosong ke mobil angkutan agar hasil TBS yang dibawa menjadi lebih banyak dan bisa menambah pendapatannya. 4. Target rendemen yang ditetapkan oleh pabrik Setiap pabrik memiliki target rendemen minyak kelapa sawit yang harus dihasilkan pada periode tertentu. Jika rendemen pabrik tidak tercapai maka pabrik akan mengalami kerugian dan sebaliknya jika pabrik mencapai target rendemen yang ditentukan atau bahkan melebihi target tersebut, maka perusahaan mengalami surplus pendapatan. Rendemen tersebut akan tercapai jika TBS yang masuk dan diolah di pabrik sesuai dengan standarnya. Maka bentuk buah, kebersihan serta kematangan buah sangat
32 diperhatikan oleh pabrik. Hal ini juga berpengaruh terhadap persentasi potongan yang diberikan kepada petani terhadap hasil TBS nya. Jika target rendemen pabrik tercapai, maka potongan yang diberikan kepada petani relatif lebih kecil. Sedangkan target rendemen pabrik belum tercapai maka potongan yang diberikan petani relatif tinggi. Berdasarkan hasil indentifikasi tersebut, loss post-harvest TBS di perkebunan kelapa sawit milik petani Desa Tanah Datar adalah lahan, TPH, dan sortasi pabrik. Pada tahap buah berada di tempat pengumpul hasil (TPH), terdapat dua kegiatan yaitu pemerikasaan buah mentah dan kegiatan penimbangan TBS. dimana masing-masing kegiatan tersebut terdapat losses yang diterima oleh petani yaitu buah mentah terpanen dan brondolan yang tersisa di TPH. Berikut besar persentasi kehilangan hasil produksi tandan buah segar (TBS) di setiap pos nya (loss post-harvest) yang akan dijelaskan pada Tabel 7:
Tabel 7 Sebaran persentase kehilangan hasil pasca panen kelapa sawit di Desa Tanah Datar No
Tempat kehilangan (Post-losses)
% Kehilangan Hasil Produksi (Losses) per 2 ha
1 2 3 4
Losses di Lahan Losses pengecekan TBS mentah Losses brondolan di TPH Losses di Sortasi Pabrik Total
1.73 0.51 0.27 2.70 5.21
Sumber : Data hasil penelitian (diolah)
Kehilangan hasil yang dijelaskan pada Tabel 7 diperoleh dengan cara membagi jumlah rata-rata kehilangan hasil produksi kelapa sawit disetiap rantai pasca panen dengan penjumlahan rata-rata hasil produksi petani responden (lampiran 2) dengan rata-rata kehilangan hasil produksi di setiap rantai pasca panen kelapa sawit. Maka dengan perhitungan tersebut diperoleh bahwa besar kehilangan hasil produksi di lahan sebesar 1.73 persen dari total hasil produksi kelapa sawit yang dihasilkan oleh petani. Kehilangan hasil produksi akibat TBS mentah yang terpanen serta brondolan yang tertinggal di TPH masing – masing sebesar 0.51 persen dan 0.27 persen dari total hasil produksi kelapa sawit yang dihasilkan. Kemudian, kehilangan hasil produksi kealapa sawit yang terjadi di sortasi pabrik adalah sebesar 2.70 persen dan pada tahap ini merupakan tahap yang paling banyak mengalami losses produksi. Berdasarkan besar kehilangan hasil produksi kelapa sawit di Desa Tanah Datar yang telah diketahui, maka dapat dijumlahkan besar loss post-harvest yang terjadi pada perkebunan kelapa sawit di Desa Tanah Datar adalah sebesar 5.21 persen dari total rata-rata produksi TBS yang dihasilkan oleh petani kelapa sawit yaitu sebesar 4405.36 kilogram perbulan. Adapun kehilangan ini terus terjadi setiap proses pasca panen yang dilakukan oleh petani di Desa Tanah Datar dan banyak petani yang tidak mengetahuinya.
33 Analisis Kemungkinan Terjadinya (Probabilitas) Loss post-harvest TBS Kegiatan pasca panen perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh petani di Desa Tanah Datar terdapat suatu risiko dimana dapat mengakibatkan kurang maksimalnya hasil produksi TBS yang dihasilkan oleh petani. Hal tersebut diakibatkan karena hasil panen TBS yang dihasilkan menyusut (hilang) mulai dari TBS dipanen (dilahan) sampai TBS diangkut ke pabrik untuk diolah. Kehilangan (loss) hasil TBS ditiap pos yang dilalui akan mengurangi produksi yang seharusnya didapat oleh petani dan akibatnya adalah pendapatan yang diterima petani tidak maksimal. Dalam pengendalian risiko tersebut dibutuhkan suatu pengukuran kemungkinan terjadinya risiko (probabilitas) agar dapat mengetahui tingkat risiko yang dihadapi tersebut. Pada penelitian kali ini akan dianalisis berapa persen kemungkinan terjadinya hasil produksi yang hilang (loss post-harvest) disetiap tahap (rantai) nya. Data yang digunakan untuk mengetahui probabilitas kehilangan hasil produksi disetiap pos nya adalah data produksi TBS tahun 2012, yaitu mulai dari produksi TBS bulan Januari sampai produksi TBS bulan Desember. Data tersebut merupakan rata-rata jumlah produksi 30 responden petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar. Adapun analisis probabilitas yang dilakukan adalah sebagai berikut : Probabilitas Kehilangan Hasil Produksi di Lahan Data yang digunakan dalam menghitung probabilitas losses yang terjadi di lahan adalah produksi bersih TBS yang telah dikurangi losses yang terjadi di lahan perbulan nya dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2012. Jumlah produksi yang telah dikurangi dengan jumlah losses TBS perbulan nya akan dijumlahkan selama satu tahun (2012) dan dihitung rata-rata produksi TBS nya. Setelah itu dilanjutkan dengan menghitung nilai z-score losses di bagian lahan pada proses pasca panen kelapa sawit. Berikut akan dijelaskan pada Tabel 8. Data produksi TBS perbulannya selama satu tahun (2012) diperoleh dengan cara meminta langsung data produksi yang ada di petani responden. Sedangkan jumlah losses yang terjadi di lahan diperoleh dengan cara wawancara dan observasi langsung ke lahan perkebunan petani kelapa sawit Desa Tanah Datar dengan mengambil nilai rata-rata losses produksi dari 30 petani responden per bulan nya. Adapun perhitungan besar kehilangan hasil produksi di lahan dapat dilihat pada lampiran 3.
34 Tabel 8 Analisis perhitungan probabilitas losses di bagian lahan Produksi awal Jumlah losses Produksi akhir Bulan (Kg) (X)/ 2 ha (Kg) (Xi)/ 2 ha (Kg) (X-Xi)/ 2 ha Januari 4251.80 72.48 4179.32 Februari 3900.91 66.15 3834.76 Maret 4004.44 68.26 3936.18 April 4141.96 71.08 4070.88 Mei 4151.97 71.08 4080.89 Juni 4757.18 81.63 4675.55 Juli 4366.31 75.30 4291.01 Agustus 4040.06 68.97 3971.10 September 5739.37 99.23 5640.14 Oktober 5204.02 89.40 5114.62 November 4957.58 85.15 4872.43 Desember 4691.64 80.23 4611.42 53278.29 Total 4439.86 Rata-rata ( 𝑥 ) 552.90 Standar Deviasi (s) 4000 X -0.795544161 Z 0.215 Nilai pada tabel Z 21.50 Probabilitas (%)
Berdasarkan analisis yang dilakukan, kemungkinan terjadimya loss (kehilangan) hasil produksi dibagian lahan adalah sebesar 21.50%. Hasil perhitungan tersebut didapat dari perhitungan nilai standar dengan hasil nilai zscore nya sebesar -0 79. Tanda minus menjelaskan bahwa nilai z-score kejadian loss di lahan berada di sebelah kiri nilai rata-rata pada kurva sebaran normal. Setelah diketahui nilai z-score nya, maka selanjutnya adalah melihat nilai yang tertera di tabel sebaran normal (nilai tabel Z) yaitu sebesar 0.215. Maka kemungkinan kejadian kehilangan hasil produksi (loss postharvest) di bagian lahan adalah sebesar 0.215 atau 21,50 persen. Probabilitas Kehilangan Hasil Produksi di TPH (Pengecekan TBS mentah) Data yang digunakan untuk menganalisis probabilitas kejadian kehilangan (losses) produksi pada proses pengecekan TBS mentah adalah produksi bersih TBS yang seharusnya diterima oleh petani setiap bulan mulai dari Bulan Januari sampai Dengan Bulan Desember tahun 2012. Produksi bersih TBS tersebut diperoleh dengan mengurangi jumlah TBS ketika di lahan (awal) dengan jumlah rata-rata TBS mentah terpanen perbulannya. Adapun perhitungan jumlah TBS mentah yang terpanen oleh petani kelapa sawit Desa Tanah Datar setiap bulannya dapat dilihat pada lampiran 4. Berikut perhitungan probabilitas kehilangan hasil produksi pada saat pengecekan TBS mentah akan dijelaskan pada Tabel 9.
35 Tabel 9 Analisis probabilitas TBS mentah Produksi awal Jumlah losses Bulan (Kg) (X)/ 2 ha (Kg) (Xi)/ 2 ha Januari 4179.32 46.66 Februari 3834.76 59.33 Maret 3936.18 30 April 4070.88 25.33 Mei 4080.89 21.33 Juni 4675.55 13.33 Juli 4291.01 16 Agustus 3971.10 20.66 September 5640.14 2.66 Oktober 5114.62 4.66 November 4872.43 8 Desember 4611.42 23.33 Total Rata-rata ( 𝑥 ) Standar Deviasi (s) X Z Nilai pada tabel Z Probabilitas (%)
Produksi akhir (Kg) (X-Xi)/ 2ha 4132.66 3775.43 3906.18 4045.55 4059.56 4662.22 4275.01 3950.44 5637.48 5109.96 4864.43 4588.09 53007.01 4417.25 565.39 4000 -0,737986139 0.233 23.30
Berdasarkan analisis yang dilakukan, probabilitas kejadian loss akibat TBS mentah terpanen adalah 23.30%. Hasil perhitungan ini diperoleh dari perhitungan nilai standar yang menghasilkan nilai z-score sebesar -0.73. Tanda minus yang tertera pada nilai z-score menandakan bahwa nilai z-score kejadian losses produksi pada pengecekan TBS mentah adalah di sebelah kiri nilai rata-rata pada kurva sebaran normal. Setelah diketahui nilai z-score, selanjutnya adalah melihat nilai yang tertera pada nilai tabel sebaran normal (tabel Z) yaitu sebesar 0.233. Maka kemungkinan kejadian kehilangan hasil produksi yang terjadi pada proses pemeriksaan TBS mentah terpanen adalah sebesar 0.233 atau 23.30%. Probabilitas Kehilangan Hasil Produksi di TPH (Brondolan Tertinggal) Selain adanya proses pengecekan TBS yang mentah terpanen oleh pemanen, di TPH juga terdapat aktifitas penimbangan dan pengangkutan buah ke dalam mobil truck. Pada proses tersebut terdapat brondolan yang berserakan dan tertinggal di area TPH. Brondolan tersebut yang akhirnya menjadi kehilangan (losses) produksi bagi petani. Sehingga untuk mengatasi kehilangan tersebut, salah satunya adalah dengan menentukan kemungkinan kejadian (probabilitas) kehilangan (losses) hasil produksi yang terjadi di TPH. Adapun besar kehilangan hasil produksi yang terjadi di TPH dapat dilihat pada lampiran 5. Berikut perhitungan probabilitas losses produksi yang terjadi di TPH akan dijelaskan pada Tabel 10.
36 Tabel 10 Analisis probabilitas TPH (brondolan tertinggal) Produksi awal Jumlah losses Bulan (Kg) (X)/ 2 ha (Kg) (Xi)/ 2 ha Januari 4132.66 11.13 Februari 3775.43 10.17 Maret 3906.18 10.52 April 4045.55 10.89 Mei 4059.56 10.93 Juni 4662.22 12.55 Juli 4275.01 11.51 Agustus 3950.44 10.64 September 5637.48 15.18 Oktober 5109.96 13.76 November 4864.43 13.10 Desember 4588.09 12.35 Total Rata-rata ( 𝑥 ) Standar Deviasi (s) X Z Nilai pada tabel Z Probabilitas (%)
Produksi akhir (Kg) (X-Xi)/ 2 ha 4121.53 3765.26 3895.66 4034.66 4048.63 4649.67 4263.50 3939.80 5622.30 5096.20 4851.33 4575.74 52864.28 4405.36 563.86 4000 -0.718884326 0.239 23.90
Berdasarkan analisis yang dilakukan, probabilitas kehilangan hasil produksi di TPH adalah sebesar 23.90%. Hasil ini diperoleh dari perhitungan nilai standar dengan hasil z-score yang diperoleh sebesar -0.71. Tanda minus yang tertera pada nilai z-score menandakan bahwa niali z-score tersebut berada di sebelah kiri nilai rata-rata kurva sebaran normal. Setelah diketahui nilai z-score nya, langkah selanjutnya adalah melihat nilai yang tertera pada tabel sebaran normal (tabel Z) yaitu sebesar 0.239. Maka probabilitas kejadian loss post-harvest yang terdapat di TPH adalah sebesar 0.239 atau 23.90%. Probabilitas Kehilangan Hasil Produksi di Pabrik (Sortasi) Dalam menentukan probabilitas kejadian losses yang terdapat di sortasi pabrik menggunakan data produksi TBS bersih. Jumlah TBS bersih tersebut merupakan jumlah TBS yang telah dikurangi oleh jumlah TBS yang ditolak oleh pabrik. Dimana hasil TBS bersih ini menjadi hasil produksi bersih yang dihasilkan oleh petani dan menjadi sumber pendapatan petani. Adapun penentuan besar potongan yang diberikan oleh pabrik terhadap hasil produksi TBS petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar dapat dilihat pada lampiran 6. Berikut perhitungan probabilitas losses produksi yang terjadi di sortasi pabrik akan dijelaskan pada Tabel 11.
37 Tabel 11 Probabilitas kehilangan hasil produksi di pabrik (sortasi) Produksi awal Potongan Jumlah Produksi akhir Bulan (Kg) (X) / 2 ha pabrik (%) / losses (Kg) (Kg) (X-Xi) 2 ha (Xi) / 2 ha / 2 ha Januari 4121.53 2.01 82.84 4038.69 Februari 3765.26 2.12 79.82 3685.44 Maret 3895.66 2.11 82.20 3813.46 April 4034.66 2.32 93.60 3941.06 Mei 4048.63 2.07 83.81 3964.82 Juni 4649.66 3.14 146.00 4503.66 Juli 4263.50 4.19 178.64 4084.86 Agustus 3939.80 3.44 135.53 3804.27 September 5622.30 3.47 195.09 5427.21 Oktober 5096.20 2.35 119.76 4976.44 November 4851.33 2.65 128.56 4722.77 Desember 4575.74 2.57 117.60 4458.14 51420.81 Total 4285.10 Rata-rata ( 𝑥 ) 538.23 Standar Deviasi (s) 4000 X -0.529638455 Z 0.302 Nilai pada tabel Z 30.20 Probabilitas (%)
Berdasarkan analisis yang dilakukan, probabilitas kejadian hilangnya hasil produksi di bagian sortasi pabrik adalah sebesar 30.20% dan menjadi probabilitas terbesar diantara pos (rantai) yang ada. Hasil ini diperoleh dari perhitungan nilai standar yang menghasilkan nilai z-score sebesar -0.52. Tanda minus yang tertera pada nilai z-score menandakan bahwa nilai z-score kehilangan hasil produksi di bagian sortasi pabrik berada di sebelah kiri rata-rata nilai pada kurva sebaran normal. Setelah diketahui nilai z-score, maka selanjutnya adalah melihat nilai yang terdapat pada tabel sebaran normal (tabel Z) yaitu sebesar 0.302. Sehingga kemungkinan terjadinya kejadian loss post-harvest yang terdapat di bagian sortasi pabrik adalah sebesar 0.302 atau 30.20 persen.
Analisis Dampak Kehilangan Hasil Produksi (loss post-harvest) TBS Pada proses pemetaan risiko, langkah yang harus dianalisis setelah mengetahui probabilitas suatu kejadian adalah analisis dampak risiko yang ditimbulkan. Analisis dampak risiko dilakukan untuk mengetahui seberapa besar dampak yang ditimbulkan akibat kejadian berisiko tersebut. Pada penelitian ini akan dianalisis seberapa besar dampak yang ditimbulkan akibat kehilangan hasil produksi di setiap rantai TBS (loss post-harvest). Adapun yang akan dihitung adalah kehilangan hasil produksi di lahan, TPH (TBS mentah dan brondolan) dan sortasi pabrik. Data yang digunakan dalam menganalisis dampak loss post-harvest
38 yang ditimbulkan adalah dengan mengetahui besar kerugian (dalam bentuk rupiah) akibat losses disetiap rantai tersebut. Besarnya kerugian diketahui dari perkalian antara jumlah loss TBS disetiap rantai dengan harga TBS per kilogram sebesar Rp 1 410.00 . Berikut akan dijelaskan analisis dampak kehilangan hasil pada Tabel 12.
Tabel 12 Analisis dampak kehilangan hasil produksi TBS Kerugian (Rp) Bulan TBS Mentah Lahan / 2 ha TPH / 2 ha / 2 ha Januari 102 202.44 65 790.60 15 690.66 Februari 93 271.50 83 655.30 14 334.34 Maret 96 249.42 42 300.00 14 830.78 April 100 218.57 35 715.30 15 359.95 Mei 100 218.57 30 075.30 15 413.13 Juni 115 102.53 18 795.30 17 701.26 Juli 106 171.59 22 560.00 16 231.14 Agustus 97 240.65 29 130.60 14 998.82 September 139 908.66 3 750.60 21 404.10 Oktober 126 049.77 6 570.60 19 401.23 November 120 062.91 11 280.00 18 469.01 Desember 113 117.25 32 895.30 17 419.80 1 309 813.86 382 518.90 201 254.24 Total Rata-rata 109 151.16 31 876.58 16 771.19 (𝑥) Standar 14 074.56 23 510.16 2 146.65 Deviasi 1.645 1.645 1.645 Z (5%) 115 834.75 43 040.86 17 790.57 VaR (Rp)
Sortasi Pabrik / 2 ha 116 808.28 112 551.15 115 899.78 131 981.80 118 167.36 205 859.05 251 883.32 191 096.06 275 082.27 168 862.59 181 269.95 165 811.09 2 035 272.69 169 606.06 54 614.88 1.645 195 541.06
Berdasarkan analisis yang dilakukan pada penggunaan selang kepercayaan 95 persen atau nilai pada distribusi tabel z pada tingkat 5 persen menunjukkan kerugian Value at Risk (VaR) pada kejadian risiko di bagian lahan sebesar Rp 115 834.75. Nilai tersebut menjelaskan bahwa kerugian maksimal yang disebabkan loss hasil produksi di bagian sebesar Rp 155 834.75 , namun ada 5 persen kemungkinan kerugian lebih besar dari Rp 155 834.75. Kehilangan hasil produksi akibat TBS mentah yang terpanen menunjukkan Value at Risk sebesar Rp 43 040.86 dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa kerugian maksimal yang disebabkan oleh TBS mentah adalah sebesar Rp 43 040.86 namun ada 5 persen kemungkinan kerugian yang diterima lebih dari Rp 43 040.86.
39 Pada kehilangan (losses) yang terjadi dibagian TPH diketahui Value at Risk sebesar Rp 17 790.57 dimana nilai tersebut menunjukkan bahwa kerugian maksimal dari loss yang terjadi di bagian TPH sebesar Rp 17 790.57 namun ada 5 persen kemungkinan kerugian yang diterima lebih besar dari Rp 17 790.57. Begitu juga dengan loss di bagian sortasi pabrik diketahui Value at Risk nya sebesar Rp 195 541.06 , dimana nilai tersebut menunjukkan nilai maksimum kerugian yang diterima, namun ada 5 persen kemungkinan kerugian yang diterima lebih besar dari Rp 195 541.06.
Pemetaan Kehilangan Hasil Produksi (loss post-harvest) TBS Setelah menganalisis probabilitas dan dampak yang ditimbulkan dari hilangnya hasil produksi TBS maka losses yang terjadi di setiap rantai dapat dipetakan berdasarkan tingkat kemungkinan (probabilitas) dengan besarnya dampak yang dihasilkan dari hilangnya hasil produksi di setiap rantai nya (post). Sebelum melakukan pemetaan risiko, perlu dilakukannya perhitungan status risiko yang diperoleh dari hasil perkalian antara probabilitas dan dampak. Dari status tersebut akan diketahui mana losses yang paling besar dan seterusnya sampai yang paling kecil. Berdasarkan nilai probabilitas dan dampak kerugian loss post-harvest disetiap tahap pasca panen, diketahui losses yang terjadi di tahap sortasi menempati urutan pertama dengan nilai status risiko sebesar Rp 5 905 340.01 sedangkan urutan kedua yaitu losses yang terjadi di lahan dengan nilai status risiko sebesar Rp 3 350 447.12 . urutan ketiga dan keempat yaitu losses yang terjadi pada proses pengecekan TBS mentah dan di TPH (brondolan tertinggal) dengan masing – masing nilai status risiko sebesar Rp 1 002 852.03 dan Rp 425 194.62 . Adapun urutan tingkat status risiko dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13 Status risiko pada loss post-harvest kelapa sawit di Desa Tanah Datar No 1 2 3 4
Tempat Loss post-harvest Losses di Sortasi Pabrik Losses di Lahan Losses pengecekan TBS mentah Losses brondolan di TPH
Nilai status Risiko 5 905 340.01 3 350 447.12 1 002 852.03 425 194.62
Penentuan besar atau kecilnya probabilitas adalah berdasarkan tingkat persentase terjadinya loss post-harvest TBS di Desa Tanah Datar dan batas antara probabilitas besar dan kecil adalah sebesar 22 persen. Jika nilai probabilitas yang dihasilkan lebih besar dari pada 22 persen, maka losses yang terjadi ditahap pasca panen tersebut memiliki probabilitas yang besar. Begitu juga sebaliknya, jika probabilitas yang dihasilkan lebih kecil dari pada 22 persen, maka losses yang terjadi ditahap pasca panen tersebut memiliki probabilitas yang kecil. Batas probabilitas tersebut ditentukan berdasarkan nilai rata-rata dari hasil wawancara dengan petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar yang berjumlah 30 sampel petani.
40 Batas antara dampak besar dan kecil loss post-harvest TBS di Desa Tanah Datar adalah sebesar Rp 110 000.00. Jika dampak yang dihasilkan lebih besar dari Rp 110 000.00, maka losses yang terjadi ditahap pasca panen tersebut memiliki dampak yang besar. Begitu juga sebaliknya, jika dampak yang dihasilkan lebih kecil dari nilai Rp 110 000.00, maka losses yang terjadi ditahap pasca panen tersebut memiliki dampak yang kecil. Adapun penentuan batas tersebut berdasarkan nilai rata – rata dari jumlah kerugian yang ditimbulkan dari loss postharvest tandan buah segar (TBS) di Desa Tanah Datar. Dengan mengetahui tingkat probabilitas dan dampak dari loss hasil produksi disetiap rantai pasca panen TBS di Desa Tanah Datar, maka dapat diklarifikasikan kedalam empat kuadran risiko berdasarkan tingkat kemungkinan terjadinya dan dampak yang ditimbulkan dari loss post-harvest pada rantai pasca panen TBS. penggolongan tingkat risiko tersebut dapat dilihat pada Gambar 7 .
Probabilitas (%)
Besar
22
Kuadran I
Kuadran II
Loss di TPH (brondolan) Loss di TPH (pengecekan TBS mentah)
Loss di sortasi pabrik
Kuadran III
Kuadran IV Loss di lahan
Kecil
110 000 Kecil
Besar Dampak (Rp)
Gambar 7 Peta hasil identifikasi loss postharvest TBS
Dari hasil pemetaan risiko yang telah dilakukan, dapat dilihat posisi di setiap loss yang terdapat pada rantai pasca panen TBS di Desa Tanah Datar. Kehilangan (loss) hasil produksi yang berada pada kuadran I merupakan loss yang terjadi dibagian TPH dan pada saat pengecekan TBS mentah dimana loss yang terjadi pada hasil produksi TBS memiliki kemungkinan kejadian (probabilitas) yang tinggi dengan besar masing-masing probabilitas adalah 23.30 persen dan 23.90 persen, namun dampak yang ditimbulkan kecil dengan besar dampak loss dibagian TPH adalah Rp 17 790.57 dan dampak loss TBS mentah sebesar Rp 43 040.86. Pada kuadran II terdapat loss hasil produksi di bagian sortasi pabrik dimana pada kuadran ini probabilitas kehilangan hasil produksi TBS besar dan dampak yang ditimbulkan juga besar. Probabilitas hilangnya (losses) hasil produksi yang terjadi dibagian sortasi pabrik adalah sebesar 30.20 persen dengan dampak
41 kerugian yang ditimbulkan sebesar Rp 195 541.06. Sementara itu, hilangnya (loss) hasil produksi TBS di bagian lahan terletak pada kuadran IV dimana tingkat probabilitas yang dapat muncul dari hilangnya hasil produksi TBS sebesar 21.50 persen dengan dampak kerugian yang dihasilkan adalah sebesar Rp 155 834.75.
Rekomendasi Strategi Penanganan Loss post-harvest TBS Tahap akhir dari anailis loss postharvest TBS kelapa sawit di Desa Tanah Datar yaitu alternatif strategi penanganan yang baik terhadap loss hasil produksi di setiap rantai (post) nya. Alternatif strategi penanganan ini sangat erat kaitannya dengan pemetaan besarnya loss hasil produksi yang telah dihasilkan. Terdapat dua strategi penanganan loss post-harvest yang dapat dilakukan yaitu strategi penanganan preventif dan strategi penanganan mitigasi. Strategi penanganan preventif merupakan strategi penanganan yang digunakan untuk menangani losses produksi yang terdapat di dalam kuadran I dan II, sedangkan strategi penanganan mitigasi merupakan strategi penanganan yang digunakan untuk menangani loss hasil produksi yang berada di dalam kuadran III dan IV. Adapun rekomendasi alternatif strategi yang dapat dilakukan oleh petani perkebunan kelapa sawit di Desa Tanah Datar dalam menangani loss post-harvest TBS kelapa sawit adalah sebagai berikut : Penghindaran Risiko (Preventif) Strategi penanganan preventif dilakukan agar kemungkinan terjadinya (probabilitas) risiko menjadi lebih kecil. Pada penelitian ini dilakukan strategi penanganan preventif agar probabilitas loss post-harvest di setiap rantai pasca panen TBS menjadi lebih kecil. Penanganan preventif dilakukan untuk menangani kejadian losses yang berada pada kuadran I dan II dimana terdapat probabilitas atau kemungkinan terjadinya besar. Strategi penanganan preventif dibuat sedemikian rupa agar kejadian losses yang terdapat pada kuadran I bergeser kearah kuadran III dan losses yang berada pada kuadran II akan bergeser ke kuadran IV. Adapun penanganan preventif yang dapat dilakukan oleh petani kelapa sawit di Desa Tanah Datar adalah : 1. Pengembangan SDM pemanen TBS Pada umumnya hasil produksi tandan buah segar (TBS) di Desa Tanah Datar berpengaruh terhadap manajemen pasca panen TBS, salah satunya adalah penanganan panen yang baik dan benar. Pada proses panen yang baik dan efisien akan menghasilkan TBS serta mutu sawit yang sesuai dengan standar pabrik (PKS). Sebahagian besar TBS yang telah dipanen di Desa Tanah Datar, bentuk dan kondisi buah juga dapat dipengaruhi oleh SDM pemanen kelapa sawit. seperti ketepatan sistem potong panen buah TBS, buah tepat matang ataupun buah mentah yang terpanen dan sebaginya. Sehinga pengetahuan akan buah kelapa sawit dan teknik pemanenan sangat dibutuhkan bagi pemanen kelapa sawit. Kondisi yang ditemukan di Desa Tanah Datar kebanyakan tandan buah segar (TBS) mentah yang terpanen disebabkan oleh pemanen yang kurang mengerti akan kriteria masak buah yang baik dan benar. Apalagi ketika buah yang mengkal (setengah matang) terkena oleh cahaya matahari,
42 maka buah tersebut akan terlihat kilat kemerah-merahan seperti TBS matang sehingga banyak pemanen yang tertipu. Selain itu, pemanen berusaha agar hasil panennya banyak sehingga upah yang diberikan juga maksimal. Tetapi kebanyakan pemanen hanya memikirkan hasil TBS yang dapat dia panen tanpa memikirkan bentuk dan kriteria matang panen yang benar sehingga dapat merugikan petani tersebut. Pengembangan akan pengetahuan si pemanen terhadap kriteria buah yang layak panen sangat dibutuhkan agar dapat meminimalkan kejadian losses khususnya TBS mentah yang terpanen. Seperti mengikuti penyuluhan tentang kriteria TBS yang layak panen baik dari petugas penyuluh pertanian atau pengawasan langsung (mandor) dari karyawan perkebunan pabrik BUMN dan swasta. Selain itu, petani dapat memberikan sangsi kepada pemanen yang melakukan kesalahan panen sehingga pemanen tersebut akan berusaha meningkatkan kemampuan panen nya agar terhindar dari sangsi yang diberikan oleh patani. 2. Merawat dan memperbaiki area tempat pengumpul hasil (TPH) Tempat pengumpul hasil (TPH) merupakan dimana tempat pengumpulan seluruh hasil panen (TBS) sebelum diangkut menuju pabrik kelapa sawit (PKS). TPH yang ada dilahan perkebunan milik petani di Desa Tanah Datar secara umum masih belum sesuai dengan standar TPH. Kebanyakan TPH yang ada disesuaikan dengan lahan seadanya tanpa memperhatikan ukuran standar TPH. Ukuran TPH yang seharusnya dibuat untuk tanaman kelapa sawit diatas 5 tahun adalah 4 x 7 meter menghadap ke jalan utama sehingga memudahkan proses pengangkutan TBS. Maka buah yang sudah dipanen akan mudah disusun dan tidak saling bertumpukan sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya brondolan yang jatuh akibat tumpukan TBS yang ada. Selain ukuran bentuk TPH, kebersihan dan keadaan lahan TPH juga harus diperhatikan. TPH harus selalu bersih dan tidak ditumbuhi oleh tanaman liar (ilalang) dan struktur permukaan tanah TPH diusahakan datar dan keras. Lebih baik lagi jika alas TPH berbahan semen yang datar sehingga brondolan yang tersebar di TPH akan mudah untuk diangkut dan kotoran (tanah) tidak tercampur dengan brondolan maupun TBS yang ada sehingga kualitas (mutu) buah bisa terjaga. Selain itu dengan alas TPH yang datar dan keras akan mengindari TPH dari genangan air maupun lumpur pada saat musim hujan. 3. Menjaga kualitas TBS dan menjalankan sistem PAO (panen-angkut-olah) Dalam menghasilkan mutu TBS yang baik sangat memperhatikan kebersihan, tangkai janjang yang dipotong pendek serta kematangan panen (fraksi 3). Penyeleksian oelh petani terhadap TBS yang akan diangkut sangat penting terutama sampah rumput dan tanah yang terangkut bersama TBS. Selain itu tangkai yng berada dipangkal buah TBS (tangkai janjang) harus dipotong sampai habis. Selain itu kriteria matang panen harus diperhatikan bagi petani khususnya bagi pemanen kelapa sawit sehingga akan menghasilkan TBS yang baik dan berdampak pada target rendemen pabrik yang tercapai dengan potongan yang diberikan oleh pabrik kepada petani lebih kecil.
43 Kondisi buah kelapa sawit yang dihasilkan oleh petani di Desa Tanah Datar secara umum merupakan buah restan. Buah restan merupakan buah yang telah didiamkan selama satu hari atau lebih sehingga akan meningkatkan asam lemak bebas (ALB) yang terkandung didalam buah kelapa sawit. ALB ini akan berdampak pada peningkatan brondolan yang tinggi serta mempengaruhi kualitas minyak kelapa sawit yang dihasilkan sehingga pabrik menjadi rugi dan menaikkan target rendemen pabrik sehingga potongan yang akan diterima oleh petani semakin tinggi. Oleh karena itu sistem PAO atau panen-angkut-olah harus diterapkan bagi petani perkebunan kelapa sawit di Desa Tanah Datar. Dengan sistem PAO, kegiatan TBS akan dilakukan pada hari itu juga sehingga kandungan ALB tidak meningkat dan akan menjaga kualitas TBS yang dihasilkan. Dari rekomendasi strategi penanganan diatas berdasarkan penanganan preventif, maka pada kuadran I terdapat penanganan kehilangan hasil produksi (loss post-harvest) berupa pengembangan sumber daya manusia (SDM) pemanen kelapa sawit untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kehilangan hasil produksi akibat TBS mentah sedangkan merawat dan memelihara area TPH adalah penanganan dalam meminimalkan kemungkinan losses yang ada di bagian tempat pengumpul akhir (TPH). Pada kuadran II terdapat penanganan berupa PAO (panen-angkut-olah) agar dapat meminimalkan kemungkian losses yang terdapat di bagian sortasi pabrik. Hasil pengelompokan strategi penanganan preventif akan membuat losses yang berada di kuadaran I bergeser ke kuadran III begitu juga dengan losses pada kuadran II akan bergeser ke kuadran IV yang dapat dilihat pada Gambar 8.
Probabilitas (%)
Kuadran I Pengembangan SDM pemanen TBS Merawat dan memperbaiki area TPH
Besar
22
Kuadran II Sistem PAO dan menjaga kualitas TBS
Kuadran III
Kuadran IV
Kecil
110 000 Kecil
Besar Dampak (Rp)
Gambar 8 Strategi penanganan Preventif loss post-harvest TBS di Desa Tanah Datar
44 Mitigasi Risiko Strategi penanganan secara mitigasi merupakan strategi penanganan risiko agar dapat memperkecil dampak yang ditimbulkan dari risiko tersebut. Pada penelitian ini, penanganan secara mitigasi bertujuan agar dampak yang ditimbulkan akibat hilangnya hasil produksi (loss post-harvest) TBS menjadi lebih kecil. Strategi penanganan mitigasi dilakukan untuk menangani losses yang berada di kuadran II dan IV dimana dampak yang ditimbulkan besar. Hal ini bertujuan agar losses yang berada di kuadran II akan bergeser ke kuadran I dan losses yang berada di kuadran IV akan bergeser ke kuadran III. Adapun rekomendasi stategi penanganan secara mitigasi dapat dilakukan oleh petani adalah sebagai berikut : 1. Pembagian pekerja panen khusus brondolan Setiap petani perkebunan kelapa sawit di Desa Tanah Datar mempekerjakan pemanen rata-rata sebanyak 2 orang. 2 orang pemanen tersebut akan memanen kelapa sawit seluas 1 kapling atau 2 hektar setiap kali melakukan panen. Kebanyakan para pemanen yang ada di Desa Tanah Datar hanya memanen dan mengangkut TBS yang jatuh disetiap pohon menuju tempat pengumpul hasil (TPH) tanpa memikirkan brondolan yang jatuh. Mereka hanya memikirkan bagaimana memanen TBS secara maksimal yang berdampak pada upah yang diterima juga maksimal, sebab upah yang diberikan tergantung banyaknya hasil TBS yang dapat di panen sehingga para pemanen jarang yang memperhatikan brondolan yang tertinggal area piringan pohon kelapa sawit. Hal lain yang menjadi alasan mengapa para pemanen jarang memungut brondolan adalah para pemanen akan melakukan dua kali perlakuan yaitu mengangkut buah TBS ke TPH kemudian kembali lagi ke lahan untuk memungut brondolan yang terjatuh disetiap pohon yang terpanen. Selain melakukan pemungutan brondolan memakan waktu yang relatif lebih lama, pemanen biasanya memanen bukan hanya dalam satu kapling saja (2 hektar) namun ada beberapa kampling yang biasanya dikerjakan dalam satu haru masa panen. Oleh karena itu untuk menangani keadaan tersebut, petani dapat membagi pekerjaan pemanen khusus untuk mengambil brondolan yang terjatuh di area lahan kelapa sawit baik dipiringan maupun di jalan tikus (jalan untuk mengankut buah dari lahan ke TPH). Upah yang diberikan disesuaikan dengan keadaan dan kesulitan dalam mengumpulkan berondolan seperti lahan yang bersih atau lahan yang banyak di tumbuhi ilalang sehingga menyulitkan dalam mengumpulkan brondolan yang terjatuh di area pohon kelapa sawit. Jika petani tidak ingin mempekerjakan atau menambah orang lain untuk mengumpulkan brondolan, Petani juga bisa turun langsung untuk memungut brondolan yang berserakan dilahan. Selain dapat mengurangi losses yang ada, petani juga bisa mengontrol secara langsung proses pemanenan. 2. Sistem kontrak atau kerjasama antara Gapoktan kelapa sawit di Desa Tanah Datar dengan pabrik (PKS) terkait. Melakukan kerja sama antara pihak petani yang diwakili oleh gapoktan dengan parbik kelapa sawit yang di suplay dari hasi petani di Desa Tanah Datar sangat penting, karena selain menjaga suplay chain agribisnis kelapa sawit juga dapat mengontrol kualitas tandan buah segar (TBS) yang
45 dihasilkan oleh petani di Desa Tanah Datar. Hasil TBS yang berasal dari petani Desa Tanah Datar terkenal dengan buah yang besar dan kualitas yang lebih unggul dibanding TBS yang ada di daerah lain sehingga menjadi unggulan bagi petani dalam melakukan kerjasama dengan perusahaan kelapa sawit (PKS) melalui sistem kontrak. Dengan adanya kerjasama tersebut, petani akan mendapat pengawasan langsung dari perusahaan baik kualitas dan kriteria matang panen yang sesuai dengan standar pabrik sehingga potongan yang diterima oleh menjadi lebih kecil akibat pengawasan langsung oleh perusahaan (Pabrik). Dari analisis rekomendasi strategi penanganan mitigasi diatas, pada kuadran IV terdapat pembagian pekerja panen khusus brondolan yang merupakan penanganan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan dari losses hasil produksi di bagian lahan. Sedangkan pada kudran II terdapat penanganan untuk mengurangi dampak dari losses di bagian sortasi berupa sistem kontrak kerjasama antara Gapoktan kelapa sawit di Desa Tanah Datar dengan PKS terkait. Hasil strategi penanganan secara mitigasi ini akan menyebabkan losses yang berada di kuadran II akan bergeser ke kuadran I dan losses yang berada di kuadran IV akan bergeser ke kuadran III. Berikut dapat dilihat gambar 9 strategi penanganan secara mitigasi :
Probabilitas (%)
Kuadran I
Besar
22
Kuadran III
Kuadran II Sistem kotrak kerjasama antara Gapoktan dengan Perusahaan kelapa sawit Kuadran IV Pembagian kerja khusus mengumpulkan Brondolan
Kecil
110 000 Kecil
Besar Dampak (Rp)
Gambar 9 Strategi penanganan Mitigasi loss post-harvest TBS di Desa Tanah Datar Berdasarkan hasil analisis status risiko dan besar probabilitas maupun dampak yang ditimbulkan dari kehilangan hasil produksi pada proses pasca panen (loss post-harvest) tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Desa Tanah Datar dapat diurutkan prioritas strategi yang dilakukan dalam menangani loss postharvest TBS kelapa sawit di Desa Tanah Datar. Adapun prioritas strategi yang pertama dalam menangani loss post-harvest adalah di bagian sortasi pabrik, dan
46 prioritas yang kedua adalah ketika TBS berada di lahan dengan nilai status risiko yang lebih besar dibandingkan di tahap pasca panen lainnya. Adapun keadaan dan kondisi lahan perkebunan kelapa sawit sangat berhubungan dengan hasil kehilangan produksi tandan buah segar (TBS) di bagian sortasi pabrik sehingga pada proses penanganan losses TBS di Desa Tanah Datar lebih memprioritaskan losses di tahap sortasi pabrik dengan memperhatikan tahap pasca panen TBS yang ada di bagian lahan perkebunan kelapa sawit.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, bahwa jumlah persentasi loss postharvest tandan buah segar (TBS) adalah sebesar 5.21 persen dari seluruh total rata-rata TBS yang dihasilkan per kaplingnya (2 hektar). Losses tersebut berada di bagian lahan, TPH, pengecekan TBS mentah dan sortasi pabrik. Besar persentase losses di bagian lahan adalah 1.73 persen dari total keseluruhan hasil TBS. ketika TBS berada di TPH terdapat dua proses yang dilakukan yaitu proses pengecekan TBS mentah dan penimbangan TBS yang masing-masing besar persentase losess nya 0.51 persen dan 0.27 persen. Sedangkan besarnya losses yang ada di sortasi pabrik adalah sebesar 2.70 persen dan menjadi losses terbesar bagi loss postharvest TBS di Desa Tanah Datar. 2. Sumber-sumber loss post-harvest TBS di Desa Tanah Datar adalah waktu panen, teknik panen yang dilakukan oleh pemanen, kebersihan lahan perkebunan maupun tempat pengumpul hasil (TPH), sinar matahari, sumberdaya manusia (SDM) dari pemanen kelapa sawit, kualitas buah serta rendemen pabrik. 3. Dampak kerugian loss post-harvest TBS di Desa Tanah Datar secara total adalah sebesar Rp 412 207.24 perbulannya. Losses yang terdapat di bagian lahan menimbulkan dampak kerugian sebesar Rp 155 834.75 perbulan dengan persentase kemungkinan kejadian (probabilitas) sebesar 21.50 persen. Losses yang ada di bagian TPH yaitu pada proses pengecekan TBS mentah menimbulkan dampak kerugian sebesar Rp 43 040.86 perbulan dengan persentase probabilitas sebesar 23.30 persen. Sedangkan losses akibat brondolan yang tertinggal di TPH menimbulkan dampak kerugian sebesar Rp 17 790.57 perbulan dengan probabilitas sebesar 23.90 persen. Untuk dampak kerugian yang ditimbulkan paling besar terdapat pada losses yang terjadi di sortasi pabrik yaitu Rp 195 541.06 perbulannya dengan persentase probabilitas sebesar 30.20 persen. Hasil kerugian yang ditimbulkan oleh loss post-harvest TBS di Desa Tanah Datar terbilang cukup kecil perbulannya karena pengaruh kegiatan pasca panen yang relatif lebih singkat. Namun jika ditotal selama satu tahun maka akan menimbulkan dampak kerugian yang lumayan besar yaitu sebesar Rp 4 946 486.88 pertahunnya. 4. Rekomendasi strategi penanganan yang tepat bagi petani terdiri dari strategi penanganan preventif dan strategi penanganan mitigasi. Strategi penanganan
47 preventif yaitu berupa pengembangan SDM pemanen, perawatan dan perbaikan area TPH serta menjalankan sistem panen-angkut-olah (PAO). Sedangkan strategi penanganan mitigasi yaitu berupa pembagian pekerja khusus brondolan serta sistem kontrak kerjasama yang dilakukan antara Gapoktan dan perusahaan Pabrik kelapa sawit (PKS) yang terkait.
Saran 1. Manajemen pasca panen yang baik sangat mempengaruhi tingkat losses maupun kualitas TBS yang dihasilkan sehingga petani yang ada di Desa Tanah Datar diharapkan mampu meningkatkan manajemen pasca panen yang baik. Khususnya proses pemanenan masih menggunakan sebatas penglihatan visual semata sehingga tidak adanya perencanaan panen (taksasi dan rotasi panen) yang menjadi acuan (target) untuk hasil yang akan dipanen. Maka TBS yang dipanen kebanyakan tidak sesuai dengan kriteria matang panen yang baik dan akan menjadi loss pada rantai berikutnya. 2. Kebersihan lahan maupun TPH harus diperhatikan setiap minggunya. Karena sumber utama yang menyebabkan tingginya losses adalah dari kebersihan. Baik kebersihan lahan dari tanaman liar (gulma) maupun kebersihan dari TBS sendiri yang mempengaruhi kualitas dan mutu buah.
DAFTAR PUSTAKA Acedo, L.A. and Weinberger, K. (2006). RETA 6208 Postharvest Technology Training and Development of Training Master Plan. AVRDC – The World Vegetable Center, pp. 1–72 [BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2011. Nilai Ekspor Komoditas Perkebunan Indonesia (dalam US$). Indonesia : BPS Indonesia [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Riau. 2010. Riau dalam Angka 2010. Pekanbaru : BPS Provinsi Riau [BI] Departemen Riset dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia. 2012. Tinjauan Ekonomi Regional Triwulan I 2012. Jakarta: Bank Indonesia Clark, K. E. E., Levy, S. L., Spurgeon, A. and Calvert, A. I. (1997). The Problems Associated with Pesticide use by Irrigation Workers. Occupational Medicine, 47(5), 301-308. Fauzi, Y, Y.E. Widyastuti, Iman S., dan R. Hartono. 2006. Kelapa sawit: Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Penebar Swadaya, Jakarta. Grolleaud, Michel. 2002. Post – Harvest Losses: Discovering The Full Story.Viale delle Terme di Caracalla, Rome-Italy : Food and Agriculture Organization of the United Nations. Hardon, J.J. 1976. Oil Palm Breeding Introduction. In Oil Palm Research Edited R H V. Corley; J.J Hardon and B.J.Wood. Elsivier scientific Publishing Company: 89-108.
48 Harwood, et al. 1999. Market and Trade Division and Resource Economics Division. US Department of Agriculture. K.E. Law-Ogbomo , 2007. Reduction of Post-Harvest Loss Caused by Callosobruchus maculatus (F.) in Three Varieties of Cowpea Treated with Plant Oils. Journal of Entomology, 4: 194-201. [Kementan] Kementrian Pertanian. 2010. Jumlah Petani dan Tenaga Kerja di Subsektor Unggulan Perkebunan. Indonesia : Kementan Indonesia [Kementan] Kementrian Pertanian. 2012. Statistik Makro Dalam Sektor Pertanian. Indonesia : Kementan Indonesia [Kementan] Kementrian Pertanian. 2011. Luas Perkebunan Kelapa Sawit Dan Produksi CPO pada Tahun 2010. Indonesia : Deptan Indonesia Kountur, R. 2006. Manajemen Risiko. Jakarta: Penerbit Abdi Tandur. Kountur, R. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan. Jakarta: Penerbit PPM. Lam J.2007. Enterprise Risk Management. Jakarta Pusat. PT Ray Indonesia Lubis, A. 1992. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) di Indonesia. Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. Sumatera Utara. 453 hal Naibaho, P.M., H.S. Arifin, dan Djamin. 1992. Peranan Premi dan Kriteria Matang Panen terhadap Peningkatan Efisiensi Pemanenan Tandan Buah Segar. Buletin Perkebunan 23(3):135-152. Nugraha, Sigit et al. . 2007. Keragaan Kehilangan Hasil Pasca panen Padi Pada 3 (tiga) Agroekosistem. Jakarta : BBPP Pahan, I. 2008. Kelapa Sawit Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta. 411 hal. Patriawan, Teguh. 2010. Isu-isu Negatif Tekan Kelapa Sawit http://www.mediaperkebunan.net/index.php?option=com_content&view=articl e&id=97&catid=9&Itemid=5. [12 September 2010] Sihotang, B. 2010. Sejarah Perkembangan Tanaman Kelapa Sawit di Indonesia. http://www.ideelok.com/budidaya-tanaman/kelapa-sawit [2 januari 2010] Sutarta, E.S,. 2003. Pemupukan Kelapa Sawit Secara Rasional.Wall PPKS: Vol 1 (2-3) Tyas, Camellia Kusumaning. 2008. Pengelolaan Risiko Panen Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di Perkebunan Pantai Bunati Estate PT Jajang Heulang Minamas Plantation Kalimantan Selatan [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor Umar, H. 1998. Manajemen Risiko Bisnis, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Zulher 2012. Mendorong Industri Hilir Sawit. http://www.hariansumutpos.com/2012/10/ 43203/mendorong-industri-hilirsawit#axzz2LPZYGq4D [9 Oktober 2012]
49
LAMPIRAN Lampiran 1 gambar keadaan perkebunan kelapa sawit di Desa Tanah Datar
Salah satu contoh TBS mentah
Kondisi Lahan perkebunan kelapa sawit
Proses Pemotongan Tangkai Janjang
Brondolan di Lahan (piringan)
Proses Penimbangan TBS
50
Proses sortasi pabrik
Hasil Sortasi Pabrik (TBS yang ditolak)
Keadaan brondolan yang berserakan di TPH
51 Lampiran 2 Produksi tandan buah segar (TBS) petani responden tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama
Luas Lahan
Jumlah pohon
Daroji 2 ha 264 Rusli 2 ha 264 Slamet Riadi 2 ha 264 Adi waston 2 ha 264 Susanto 2 ha 264 Nurziah 2 ha 264 Badrun 2 ha 264 Sukarman 2 ha 264 Gongmatullah Siregar 2 ha 264 Ribut Sukirman 2 ha 264 Suwito 2 ha 264 Waluyo 2 ha 264 Sidik 2 ha 264 amin 2 ha 264 Suheri 2 ha 264 Taryono 2 ha 264 Medi 2 ha 264 Aziz Saputra 2 ha 264 Sunarto 2 ha 264 Arianto 2 ha 264 Supriono 2 ha 264 Sulani 2 ha 264 Sujana 2 ha 264 Sabar 2 ha 264 Aan 2 ha 264 A. Rajak 2 ha 264 Asim 2 ha 264 Rudi 2 ha 264 Parno 2 ha 264 Kaman 2 ha 264 Rata-rata Rata-rata keseluruhan (gabungan 30 petani)
Januari 3485 4070 3300 3881 5260 4350 4610 3200 3740 3875 3510 3080 4050 3300 4130 4920 5045 4130 3715 4420 4510 4550 5340 4415 3435 4040 3570 4590 4590 4535 4121.53
Februari 4170 3715 2750 3695 4365 3463 4180 2760 4060 4250 2870 3800 4480 2750 4220 4650 4800 3720 3460 3580 3875 4340 4100 4050 3120 3235 3560 3910 3930 3100 3765.27
Maret 3675 3130 3220 3240 4760 3640 4730 3775 4160 4260 4370 3200 4300 3220 4600 4480 4030 4000 3430 5020 3530 4500 4320 4475 3810 3520 2970 3485 3820 3200 3895.67
April 4620 3630 4000 3185 4700 3620 4560 3870 3710 4100 4240 3000 4800 4000 4350 4060 4125 4340 4450 4950 3755 4970 3900 4675 3580 3815 3300 3525 3490 3720 4034.67
Mei 3475 4740 3125 3850 5490 4230 4220 3495 4150 5120 4110 3100 4410 3125 4610 4575 4280 4990 3845 4410 4235 4240 4800 4615 3835 3095 3050 3489 3350 3400 4048.63
Jumlah Produksi /2 ha (Kg) Juni Juli Agustus 5170 4250 4150 5455 5370 4770 5400 3800 3340 3205 4940 4175 4245 6580 5930 3950 4770 3870 5160 4200 4870 4640 3420 2860 4620 3145 3620 4225 3870 3245 4905 3700 4860 3750 3400 2960 5080 3780 4730 5400 3800 3340 4550 5270 2220 5130 5585 2500 6240 5090 2870 3800 3980 2720 4110 3835 4240 4540 5270 4500 4995 3640 3725 5250 4165 3040 5710 5145 6450 4770 4430 3530 4700 4580 5600 3860 2915 3770 3640 2600 3260 4820 4535 4670 4220 3880 4260 3950 3960 4120 4649.67 4263.50 3939.83 4405.36
September 6490 8910 7050 5225 6320 4950 5290 3550 5105 4565 4120 2985 4750 7050 8250 8570 8510 5415 4770 4650 4315 5430 5900 5610 5090 4425 4110 5680 6440 5145 5622.33
Oktober 5190 6340 4850 5400 5540 5180 5530 3740 4070 4650 5215 3920 5200 4850 5726 6200 5540 4850 5870 4720 4880 4785 6105 4570 5800 4355 4265 5025 5500 5020 5096.20
November 5110 7060 3840 4265 5550 5200 4675 3860 4335 3850 3635 4200 4950 3840 6600 4850 5380 5925 5650 4980 3970 5075 5060 4485 5150 4415 3660 5320 5805 4845 4851.33
Desember 3965 5970 5100 4360 5135 4342 4600 3635 3725 3780 3970 3210 5030 5100 4330 4680 5310 4985 4885 4270 4350 5135 5550 4890 4070 3345 4070 5525 5080 4875 4575.73
52 Lampiran 3 jumlah brondolan yang tertinggal di lahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama
Brondolan tinggal (perpanen / pohon) 20 40 15 15 17 40 40 40 40 25 15 25 20 40 30 17 15 15 40 15 20 20 15 17 10 13 25 40 30 40
Daroji Rusli Slamet Riadi Adi waston Susanto Nurziah Badrun Sukarman Gongmatullah Siregar Ribut Sukirman Suwito Waluyo Sidik amin Suheri Taryono Medi Aziz Saputra Sunarto Arianto Supriono Sulani Sujana Sabar Aan A. Rajak Asim Rudi Parno Kaman Rata-rata Berat brondolan (1 butir x 0.014 kg)
Total brondolan per bulan (butir) Januari 4120 8240 3090 3090 3502 8240 8240 8240 8240 5150 3090 5150 4120 8240 6180 3502 3090 3090 8240 3090 4120 4120 3090 3502 2060 2678 5150 8240 6180 8240 5177.47 72.48
Februari 3760 7520 2820 2820 3196 7520 7520 7520 7520 4700 2820 4700 3760 7520 5640 3196 2820 2820 7520 2820 3760 3760 2820 3196 1880 2444 4700 7520 5640 7520 4725.07 66.15
maret 3880 7760 2910 2910 3298 7760 7760 7760 7760 4850 2910 4850 3880 7760 5820 3298 2910 2910 7760 2910 3880 3880 2910 3298 1940 2522 4850 7760 5820 7760 4875.87 68.26
April 4040 8080 3030 3030 3434 8080 8080 8080 8080 5050 3030 5050 4040 8080 6060 3434 3030 3030 8080 3030 4040 4040 3030 3434 2020 2626 5050 8080 6060 8080 5076.93 71.08
mei 4040 8080 3030 3030 3434 8080 8080 8080 8080 5050 3030 5050 4040 8080 6060 3434 3030 3030 8080 3030 4040 4040 3030 3434 2020 2626 5050 8080 6060 8080 5076.93 71.08
Juni 4640 9280 3480 3480 3944 9280 9280 9280 9280 5800 3480 5800 4640 9280 6960 3944 3480 3480 9280 3480 4640 4640 3480 3944 2320 3016 5800 9280 6960 9280 5830.93 81.63
juli 4280 8560 3210 3210 3638 8560 8560 8560 8560 5350 3210 5350 4280 8560 6420 3638 3210 3210 8560 3210 4280 4280 3210 3638 2140 2782 5350 8560 6420 8560 5378.53 75.30
Agustus 3920 7840 2940 2940 3332 7840 7840 7840 7840 4900 2940 4900 3920 7840 5880 3332 2940 2940 7840 2940 3920 3920 2940 3332 1960 2548 4900 7840 5880 7840 4926.13 68.97
September 5640 11280 4230 4230 4794 11280 11280 11280 11280 7050 4230 7050 5640 11280 8460 4794 4230 4230 11280 4230 5640 5640 4230 4794 2820 3666 7050 11280 8460 11280 7087.60 99.23
Oktober 5080 10160 3810 3810 4318 10160 10160 10160 10160 6350 3810 6350 5080 10160 7620 4318 3810 3810 10160 3810 5080 5080 3810 4318 2540 3302 6350 10160 7620 10160 6383.87 89.37
November 4840 9680 3630 3630 4114 9680 9680 9680 9680 6050 3630 6050 4840 9680 7260 4114 3630 3630 9680 3630 4840 4840 3630 4114 2420 3146 6050 9680 7260 9680 6082.27 85.15
Desember 4560 9120 3420 3420 3876 9120 9120 9120 9120 5700 3420 5700 4560 9120 6840 3876 3420 3420 9120 3420 4560 4560 3420 3876 2280 2964 5700 9120 6840 9120 5730.40 80.23
53
Lampiran 4 Jumlah TBS mentah yang terpanen oleh petani responden tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama Daroji Rusli Slamet Riadi Adi waston Susanto Nurziah Badrun Sukarman Gongmatullah Siregar Ribut Sukirman Suwito Waluyo Sidik amin Suheri Taryono Medi Aziz Saputra Sunarto Arianto Supriono Sulani Sujana Sabar Aan A. Rajak Asim Rudi Parno Kaman Total Janjang rata-rata perbulan (kg)
Januari
Februari 5 3 2 4 4 4 2 2
Maret
April
4 4 3 2 3 4 4 4
2 2 1
3 3 2 1 2 1 2 2 3 4
7 1 4 5 5 3 4 2 2
2
2 3 1 3 4 4 2 2 3 5 89 59.33
3 3 5 2 1 4 2 70 46.67
1 2 3 3 2 2 3 1 4 1
1
2 2 4 1
1 2 5 4 2 1
Jumlah tandan buah segar (TBS) mentah perbulan (janjang) Mei Juni Juli Agustus September 1 3 1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2 1 3 2 3 2 2
4 1 4
1 2
November
Desember
1
1
3 1 2 2
1 1
1 1 1
1 2 4
2
2 2 2 2 4 1
2 2 2
1 2 3
1 2 1
4 2 3
2 2
2 1
3 1 2 2 5 45 30.00
1 1 2
Oktober
3 1 1 3 38 25.33
32 21.33
1
1
1 1 2
1 1
1 1 2 2
3
3 1 2
2 3 1
1 4 20 13.33
2 24 16.00
1 5 31 20.67
1 4 2.67
1 7 4.67
12 8.00
3 3 35 23.33
Rata -rata berat perjanjang(kg) 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20 20
54
Lampiran 5 Jumlah brondolan tertinggal di TPH petani kelapa sawit di Desa Tanah datar Bulan
Produksi
Lampiran 6 Potongan sortasi pabrik yang diterima oleh petani Desa Tanah Datar
Total Brondolan yang tertinggal (Kg)
Bulan
Jumlah TBS yang masuk dari Desa Tanah Datar (Kg)
Potongan TBS (Kg)
Rata-rata persentasi potongan (%)
januari
4121.53
11.13
januari
232780
4670
2.01
februari
3765.26
10.17
februari
194290
4120
2.12
maret
3895.66
10.52
maret
390790
8250
2.11
april
4034.66
10.89
april
294280
6840
2.32
mei
4048.63
10.93
mei
208430
4320
2.07
juni
4649.66
12.55
juni
41370
1300
3.14
juli
4263.50
11.51
juli
32910
1380
4.19
agustus
3939.80
10.64
agustus
40980
1410
3.44
september
5622.30
15.18
september
101240
3510
3.47
oktober
5096.20
13.76
oktober
238260
5590
2.35
november
4851.33
13.1
november
167910
4450
2.65
desember
4575.73
12.35
desember
159060
4080
2.57
55
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Binjai (Sumatera Utara), pada tanggal 13 Juni 1991. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan ayahanda Muladi Samosir dan ibunda Netty Yusnizar Hz. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri 048 Kecamatan Kunto Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau pada tahun 2003 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2006 di MTS Muhammadiyah Padangpanjang. Pendidikan menengah atas di SMA Negeri 2 Padangpanjang pada tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis tercatat sebagai mahasiswa Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahsiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan organisasi kampus. Tercatat penulis pernah menjadi anggota Departemen Olahraga Badan Eksekutf Mahasiswa (BEM) Tingkat Persiapan Bersama (TPB) Kabinet Keluarga tahun 2010, Ketua Departemen Olahraga Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) Kabinet Sinergi tahun 2011, Kepala Bidang Budaya Olahraga dan Seni Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ekonomi dan Manajemen (FEM) Kabinet Progresif tahun 2012 dan anggota Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis (HIPMA) tahun 2010 sampai sekarang. Selain itu penulis tercatat pernah mengikuti kepanitiaan berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh BEM TPB, BEM FEM, maupun HIPMA dan peserta berbagai kegiatan seminar terkait bidang ilmu maupun di luar bidang ilmu.