ANALISIS PROSES PEMBELAJARAN PADA POKOK BAHASAN KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN DI SMA NEGERI 1 LUBUK ALUNG
TESIS
OLEH YUSLITA DEVY NIM 51621
Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mendapatkan gelar Magister Pendidikan
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN KONSENTRASI PENDIDIKAN KIMIA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2012
ABSTRAK Yuslita Devy. 2012. “Analisis Proses Pembelajaran Pada Pokok Bahasan Kelarutan dan Hasil Kali kelarutan di SMA Negeri 1 Lubuk Alung”. Tesis, Padang: Program Pasca Sarjana Universitas Negri Padang. Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional Indonesia, maka pendidikan harus dilakukan secara sadar dan terencana dengan baik, agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi yang ada pada dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan serta akhlak mulia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan proses pembelajaran pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan, menganalisis bagaimana konsepsi siswa (miskonsepsi dan tidak paham) dan mengetahui penyebab miskonsepsi yang terjadi pada siswa. . Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan objek penelitiannya proses pembelajaran dan subjek penelitiannya adalah siswa kelas XI-IPA1 dan XI-IPA2 SMAN 1 Lubuk Alung. Data penelitian dikumpulkan melalui observasi, wawancara dan tes diagnostik bertingkat dua. Data yang terkumpul dianalisa secara deskriptif. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap data penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan: (1) Proses pembelajaran (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi) yang telah dilakukan belum mengikuti standar proses menurut Permendiknas RI No 41 Tahun 2007, (2) ditemukan banyak siswa yang mengalami miskonsepsi dan tidak paham terhadap konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan, (3) Miskonsepsi dan tidak paham yang terjadi pada siswa terutama disebabkan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran.
i
ABSTRACT
Yuslita Devy. 2012. “The Teaching and Learning Process Analyzed on The Solubility and Solubility Product in SMAN 1 Lubuk Alung”. Thesis, Graduate Program, State University of Padang.
To get the goal of Indonesia’s national education, then education must must be done consciously and well- planned, so that learners can actively develop the existing potential in him to have the spititual strenght of religious, self control, personality, intelligence and good character.The purpose of this study is to describe the teaching and learning process on the solubility and solubility product as well as analyzing how students conceptions (misconceptions and do not understand) on the subject, then find the cause of misconceptions. This type of study is a descriptive study with the subject of research learning process anf the research subject were student in grade XI IPA1 and XI IPA2 SMAN 1 Lubuk Alung. The data of research is concluded by interview observation and diagnostic-II test. The group of data was deccriptively analized. Based on the analysis conducted on research to the data obtained, it was found that : (1) The teaching and learning process that his been done, yet to follow standard process according to The rule of National Education Ministry of Republic of Indonesia, Number 41 year 2007, (2) Many students in both classes who have misconceptions and do not understand the concept of solubility and solubility product, (3) Misconceptions and do not understand that occurs in the student mainly due to the teachers and students were in the teaching and learning process.
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti ucapkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat-Nyalah peneliti dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Analisis Proses Pembelajaran Pada Pokok Bahasan Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan di SMA negeri 1 Lubuk Alung”. Dalam penulisan ini peneliti mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, peneliti menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Ahmad Fauzan, M.Pd.,M.Sc. sebagai Dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Hj. Latisma Dj., M.Si. sebagai Dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk membimbing peneliti dalam penyusunan tesis ini. Kepada Bapak Prof. Dr. Rusdinal, M.Pd , Bapak Dr. Hardeli, M.Si, dan bapak Dr. Budhi Oktavia, M.Si sebagai dosen kontributor yang telah banyak memberikan masukan dan saran untuk kesempurnaan tesis ini. Ucapan terimakasih juga peneliti sampaikan kepada Kepala SMA Negeri 1 Lubuk Alung, Ibu Dra. Dian Mulyati Syarfi, M.Pd. beserta guru kimia, Ibu Dra. Masyitah, RM, M.Si dan Ibu Eriyanti, S.Pd. yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian di sekolah ini. Tak lupa pula ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada keluarga besar penulis, rekan-rekan mahasiswa dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan tesis ini. Semoga semua bantuan, bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis dapat menjadi amal ibadah bagi semua dan mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT, Aamiin.
Padang, januari 2012 Peneliti
Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu sudah selesai dari urusan kerjakanlah sungguh-sungguh urusan yang lain dan hanya kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap. (Qs.Al-Insyirah:6-8) Ya…… Allah,
Ya….Tuhan kami
Engkau telah mengabulkan do’a-do’a hambaMu ini Disetiap kesempitan, Engkau beri aku kelapangan Disetiap kebingungan, Engkau beri aku petunjuk Rasa syukur yang tak terhingga atas Rahmat dan KaruniaMu Yang telah mengiringi langkahku dalam menggapai harapan dan impianku Tiada untaian kata yang terindah Untuk mengungkapkan rasa suka cita ini Selain ucapan terimakasih yang tulus kepada Ayahanda (alm) dan Ibunda tercinta. Dengan cinta dan kasih sayangmu Hahtarkan aku menggapai cita-citaku. Semoga karya kecilku ini dapat menjadi baktiku padamu Teristimewa untuk suamiku (Wedio Armed,,S.Ag) tercinta, yang selalu mendukung keinginan hati dengan sabar dan penuh kasih Anak-anakku tersayang Ardya Fahira dan M. Aridhovi Syahdi, maafkan bunda karena kalian sering terabaikan dan karena kalianlah bunda menjadi kuat. Semoga karya ini menjadi motivasi bagi kalian untuk lebih giat belajar dalam meraih cita-cita.
DAFTAR ISI
HALAMAN
ABSTRACT ......................................................................................................... i ABSTRAK .......................................................................................................... ii PERSETUJUAN AKHIR .................................................................................iii PERSETUJUAN KOMISI ................................................................................. iv SURAT PERNYATAAN ................................................................................... v KATA PENGANTAR ....................................................................................... vi DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii DAFTAR TABEL .............................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... x DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xi BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1 B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 5 C. Batasan Masalah ..................................................................................... 6 D. Rumusan Masalah ................................................................................... 6 E. Tujuan Penelitian .................................................................................... 7 F. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7 BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ........................................................................................ 8 1. Proses Pembelajaran ......................................................................... 8 2. Konsep ............................................................................................ 18 3. Konsepsi dan Miskonsepsi .............................................................. 22 4. Tes Diagnostik Bertingkat dua ........................................................ 31 B. Deskripsi Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan .......................... 35 C. Kerangka Pemikiran .............................................................................. 38
xi
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...................................................................................... 41 B. Obyek dan Subyek Penelitian ............................................................... 41 C. Teknik Pengumpulan Data .................................................................... 42 D. Prosedur Penelitian ............................................................................... 44 E. Teknik Analisis Data ............................................................................. 47 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Temuan Penelitian................................................................................. 50 1. Deskripsi Proses Pembelajaran ....................................................... 50 2. Deskripsi konsepsi siswa ................................................................ 62 B. Pembahasan ........................................................................................... 71 1. Analisis proses pembelajaran .......................................................... 71 2. Analisis konsep ............................................................................... 89 BAB V. SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN A. Simpulan ............................................................................................. 102 B. Implikasi.............................................................................................. 103 C. Saran.................................................................................................... 105 DAFTAR RUJUKAN ...................................................................................106 LAMPIRAN .................................................................................................117
xi
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1. Presentasi Hasil Ulangan Siswa yang Tidak Tuntas pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelaruta .......................................................... 4 2. Penyebab Miskonsepsi .......................................................................... 27 3. Definisi Konsep-Konsep pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ............................................................................................... 37 4. Tehnik Pengumpulan Data Penelitian ................................................... 44 5. Keriteria Pengelompokkan Tingkat Pemahaman Siswa berdasarkan Tes Diagnostik Bertingkat Dua ............................................................. 48 6. Rumusan Indikator dalam RPP guru berdasarkan SK dan KD ............. 51 7. Pelaksanaan Pembelajaran Kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI-IPA1 dan XI-IPA2 ........................................................................... 55 8. Analisis Konsep Ulangan Harian .......................................................... 60 9. Persentase Tingkat Pemahaman Siswa kelas XI-IPA1 ......................... 63 10. Miskonsepsi Siswa yang teridentifikasi pada kelas XI-IPA1 ............... 64 11. Ketidakpahaman Siswa yang teridentifikasi pada kelas XI-IPA1 ........ 64 12. Persentase Tingkat Pemahaman Siswa kelas XI-IPA2 ......................... 65 13. Miskosepsi Siswa yang teridentifikasi pada kelas XI-IPA 2 ................ 66 14. Ketidakpahaman Siswa yang teridentifikasi pada kelas XI-IPA2 ........ 67
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Peta Konsep Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ................................. 37 2. Skema Kerangka Konseptual Penelitian ............................................... 40 3. Skema Kerangka Operasional Penalitian .............................................. 46 4. Diagram Persentase Tingkat Pemahaman Siswa (Paham) ................... 66 5. Diagram Persentase Tingkat Pemahaman siswa (miskonsepsi)........... 67 6. Diagram Persentase Tingkat Pemahaman Siswa (Tidak Paham) ........ 68
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007................................................. 111 2. Silabus SMA negeri 1 Lubuk Alung ................................................... 119 3. Deskripsi Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan ........................ 121 4. Kisi-kisi Tes Diagnostik...................................................................... 126 5. Tes Diagnostik Bertingkat Dua ........................................................... 128 6. Studi Dokumen Rencana Pembelajaran .............................................. 136 7. Lembar Observasi Pelaksanaan Pembelajaran ................................... 140 8. Lembar Validasi ................................................................................. 143 9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran .................................................. 146 10. Profil Sekolah ..................................................................................... 158 11. Surat Izin Penelitian ............................................................................ 159
xi
PROFIL SEKOLAH 1. Nama
: SMA Negeri 1 Lubuk Alung
2. Alamat
: Jln. Sungai Abang, Lubuk Alung
3. Kelurahan
: Sungai Abang
4. Kecamatan
: Lubuk Alung
5. Kabupaten
: Padang Pariaman
6. Propinsi
: Sumatera Barat
7. Sekolah diresmikan
: 7 April 1979
8. Akreditasi
:A
9. Keadaan Sekolah
:
a. Kelas
: 8 rombel (257 siswa)
b. Kelas XI
: 9 rombel (279 siswa), Program IPA 6 rombel, IPS 3 rombel
c.
Kelas
: 7 rombel (199 Siswa) Progrm IPA 5 rombel, IPS 2 rombel
10. Jumlah
: 93 guru tetap, 5 guru tidak tetap
11. Jumlah Guru Kimia
: 5 orang guru perempuan
a. Pendidikan
: 4 orang berijasah S-1,1 orang berijasah S-2
b. Lama mengajar
: - 2 orang guru telah mengajar < 25 tahun - 2 orang guru telah mengajar < 15 tahun - 1 orang guru telah mengajar < 7 tahun
12. Jumlah Labor IPA
: 3 buah Labor ( labor Kimia, fisika dan Bologi)
Ketiga labor tersebut digunakan untuk praktikum
xi
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masalah
mutu
pendidikan
selalu
menjadi
topik
yang
hangat
diperbincangkan dan tidak pernah selesai diperdebatkan. Salah satu persoalan yang dihadapi dunia pendidikan terutama di Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan. Rendahnya mutu pendidikan akan mengakibatkan sulit tercapainya tujuan pendidikan nasional di Indonesia. Tujuan pendidikan nasional menurut UU No. 20 tahun 2003 adalah untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri,
maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja,
profesional, bertanggung jawab dan produktif serta sehat jasmani dan rohani. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pendidikan harus dilakukan secara sadar dan terencana dengan baik, agar peserta didik dapat secara aktif mengembangkan potensi yang ada pada dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.(Sagala, 2003:62) Dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No.22 tahun 2006, dinyatakan bahwa untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan siswa, maka dalam kurikulum tingkat menengah atas, dipelajari ilmu kimia. Ilmu kimia merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam (IPA) yang sebagian besar konsepnya bersifat abstrak. Konsep-konsep kimia pada umumnya merupakan
1
2
penyederhanaan dari keadaan yang sebenarnya dan saling berkaitan satu sama lainnya. Karakteristik inilah yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan dan kegagalan dalam mempelajari kimia. Sastrawijaya (dalam Effendi, 2002:8) mengemukakan bahwa konsep di dalam ilmu kimia merupakan konsep yang berjenjang dari yang sederhana ke konsep yang lebih tinggi tingkatannya. Dengan demikian untuk memahami konsep yang lebih tinggi tingkatannya perlu pemahaman yang benar terhadap konsep-konsep dasar yang membangun konsep tersebut. Jika siswa mengetahui konsep-konsep dasar tentang materi kelarutan dan hasil kali kelarutan, tetapi salah cara menghubungkannya, maka siswa akan mengalami miskonsepsi. Menurut Ratna (1989:131) miskonsepsi biasanya timbul karena adanya keterkaitan antar konsep-konsep yang mengakibatkan proposisi yang salah. Miskonsepsi adalah faktor penghambat bagi siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya secara benar (Asma, 2002:72). Miskonsepsi bisa terjadi pada saat siswa menyusun pengetahuannya. Siswa mengaitkannya dari pengalaman yang tidak lengkap atau tidak cukup atau karena penjelasan yang salah atau ketidakjelasan di persepsinya. Dengan adanya miskonsepsi itu jelas bahwa pengetahuan sungguh merupakan bentukan siswa sendiri atau bukan buatan guru. Penelitian terdahulu mengungkapkan bahwa miskonsepsi tidak hanya terjadi pada siswa, akan tetapi juga terjadi pada guru yang mengajar, buku teks dan metode pembelajaran. Asma (2002:72) mengemukakan bahwa miskonsepsi pada guru juga terjadi, bahkan miskonsepsi siswa dan guru hampir sama, hanya
3
berbeda persentasinya saja. Adanya miskonsepsi dan kondisi pembelajaran yang kurang memperhatikan prakonsepsi yang dimiliki siswa inilah yang menyebabkan masih rendahnya tingkat pemahaman konsep siswa, sehingga prestasi belajar menjadi rendah. Menurut Afifuddin (2010:1), dilihat dari segi guru, penyebab rendahnya pemahaman konsep siswa adalah asumsi sebagian besar guru yang menganggap bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Berdasarkan asumsi tersebut dalam proses pembelajaran guru kurang memperhatikan konsep awal yang dimiliki siswa. Siswa tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran, bagaimana memperoleh dan memahami suatu konsep. Dari segi siswa, penyebab rendahnya pemahaman konsep disebabkan karena siswa salah mengintepretasikan gejala atau peristiwa yang dihadapi dalam hidupnya, dalam hal ini diperlukan peranan guru untuk mengarahkan, sehingga siswa dapat menginterpretasi konsep tersebut dengan benar. Dari segi sarana dan prasarana salah satu penyebabnya adalah fasilitas praktikum yang kurang memadai disekolah. Berdasarkan hal di atas, dapat dikatakan bahwa guru merupakan faktor penting penyebab rendahnya pemahaman konsep siswa. Hal ini disebabkan karena peranan sentral guru dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas. Guru dituntut harus memiliki kompetensi profesional yang baik. Guru yang memiliki kompetensi profesional baik, tentu akan mengajar dengan baik juga. Sebaliknya, guru yang kompetensi profesionalnya kurang, akan cenderung mengejar target
4
penyelesaian silabus semata, dan menyajikan materi apa adanya (Maharta, 2010:3). Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), dipelajari di kelas XI semester 2. Materi ini mempelajari banyak konsep- konsep yang membutuhkan pemahaman yang tinggi. Adanya dugaan banyaknya siswa yang mengalami miskonsepsi dan tidak paham pada materi Kelarutan dan hasil kali kelarutan ini, diperkuat oleh hasil wawancara penulis dengan guru mata pelajaran kimia kelas XI di SMAN 1 Lubuk Alung dan SMAN 1 Kayu Tanam yang menyatakan bahwa siswa umumnya mengalami kesulitan dalam mempelajari pokok bahasan Kelarutan dan hasil kali kelarutan dan sangat sedikit siswa yang paham. Hal ini terbukti dengan rendahnya hasil belajar siswa pada pokok bahasan ini. Tabel 1. menunjukkan bahwa persentase siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan di SMAN 1 Lubuk Alung dan SMAN 1 Kayu Tanam, yang belum mencapai KKM melebihi 50%. Tabel 1. Persentase Hasil Ulangan Harian Siswa yang Tidak Tuntas pada Materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan Tahun Ajaran 2009-2010. Kelas XI IA-1 XI IA-2
Persentase hasil ulangan harian yang tidak tuntas (SMAN I Lubuk Alung) 53% 55%
Persentase Hasil Ulangan harian yang tidak tuntas (SMAN I KayuTanam) 65% 70%
(sumber:Waka Kurikulum SMAN 1 Lubuk Alung dan SMAN 1 Kayu Tanam)
Pengalaman belajar yang diberikan guru tanpa memperhatikan prakonsepsi yang dimiliki siswa dan perencanaan yang matang untuk dapat mengoreksi konsep-konsep siswa yang tidak tepat, akan sangat memungkinkan terjadinya
5
kesalahan pemahaman pada siswa. Hal ini akan menyebabkan tujuan dari pembelajaran kelarutan dan hasil kali kelarutan tidak akan tercapai. Oleh sebab itu, suatu perlakuan khusus perlu diberikan untuk mengatasi kesalahan pemahaman konsep (miskonsepsi). Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan merancang pengalaman belajar yang bertolak dari prakonsepsi siswa dan melaksanakan tes diagnostik. Dari tes diagnostik yang diberikan, dapat diidentifikasi miskonsepsi yang terjadi pada siswa sehingga guru dapat merancang pengalaman belajar yang tepat untuk mengoreksi konsep- konsep yang salah dan konsep yang tidak tepat pada siswa. Berdasarkan hal di atas, maka peneliti ingin mendeskripsikan proses pembelajaran kimia pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dan menganalisis konsepsi (paham, miskonsepsi, tidak paham) yang dibentuk siswa setelah melewati proses pembelajaran tersebut. Hal ini akan dituangkan dalam penelitian yang berjudul : “Analisis Proses Pembelajaran Pada Pokok Bahasan Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan di SMAN 1 Lubuk Alung”
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: 1.
Pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan terdapat konsepkonsep yang bersifat abstrak yang menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi dan tidak paham.
6
2.
Siswa sulit memahami kimia sehingga hasil belajar siswa umumnya rendah dan belum mencapai KKM yang telah ditetapkan.
3.
Ditemukan indikasi bahwa pelaksanaan proses pembelajaran kelarutan dan hasil kali kelarutan belum sesuai dengan standar proses yang telah ditetapkan
C. Batasan Masalah Sebagaimana telah dikemukakan terlebih dahulu dalam latar belakang masalah, ditemukan fenomene-fenomena yang dipilih sebagai objek perhatian untuk dikaji secara ilmiah. Penelitian ini difokuskan pada proses pembelajaran (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran) dan konsepsi siswa yang dihasilkan sebagai dampak dari proses pembelajaran tersebut.
D. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1.
Bagaimana proses pembelajaran ( perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pembelajaran) pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI SMAN 1 Lubuk Alung?
2.
Bagaimana konsepsi siswa pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI SMAN 1 Lubuk Alung?
3.
Apa faktor-faktor penyebab terjadinya miskonsepsi dan tidak paham pada siswa, dalam pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI SMA Negeri 1 Lubuk Alung?
7
E. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mendeskripsikan proses pembelajaran pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan.
2.
Menganalisis konsepsi siswa (paham, miskonsepsi, dan tidak paham) pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan.
3.
Menemukan penyebab miskonsepsi pada siswa melalui analisis proses pembelajaran. .
F. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian yang diharapkan adalah: 1.
Sebagai bahan masukan bagi guru mengenai gambaran konsepsi yang terjadi dalam diri siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan.
2.
Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk merencanakan pelaksanaan pembelajaran yang sesuai agar kesalahan pemahaman pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan di masa yang akan datang bisa diminimalkan.
3.
Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk menjalankan fungsinya sebagai fasilitator dan mediator pembelajaran yang efektif dan efisien
8
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori 1. Proses Pembelajaran Menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses untuk Pendidikan Dasar dan Menengah, standar proses berisikan kriteria minimal proses pembelajaran pada satuan pendidikan dasar dan menengah di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Standar proses meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil belajar dan pengawasan
proses pembelajaran untuk
terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efesien. Dalam proses pembelajaran, komponen proses belajar memegang peranan yang sangat penting. Lufri (2006:10) menyatakan ”belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu yang terjadi akibat interaksi dengan lingkungan”. Oemar (2007:27), ”belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman”. Selanjutnya Wina (2006:130) menyatakan ”belajar adalah berbuat; memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan”. Menurut Gagne (1984) dalam Effendi (2002) belajar adalah sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat dari pengalaman. Belajar adalah suatu
proses perubahan tingkah laku akibat
interaksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan pengalaman belajar.
8
9
Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, ”pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan”. Selanjutnya Lufri (2006:10) menyatakan ,”pembelajaran merupakan hal membelajarkan yang artinya mengacu kesegala daya upaya bagaimana membuat seseorang belajar, bagaimana menghasilkan terjadinya peristiwa belajar di dalam diri orang tersebut”. Jadi pembelajaran itu adalah suatu proses interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam suatu lingkungan tertentu. Prinsip dasar pembelajaran adalah mengembangkan potensi anak didik (kognitif, afektif, psikomotor atau dalam paradigma baru dikenal istilah kecerdasan intelektual, emosional, spiritual dan skill) secara optimal (Lufri, 2006:2). Proses pembelajaran haruslah interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa kreatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007). Belajar bermakna adalah proses belajar dimana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengetahuan yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar (Paul, 1997:53). Proses pembelajaran yang bermakna, sebaiknya melibatkan banyak panca indra sebagai upaya penanaman konsep melalui pengalaman belajar siswa. Diharapkan melalui proses pembelajaran
10
ini,
siswa
mempunyai
kemampuan
bernalar
dan
kemampuan
mengkomunikasikan serta menghubungkan antara suatu gagasan dengan gagasan lain dalam memecahkan suatu permasalahan. Untuk itu diperlukan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dan peranan guru sebagai fasilitator dalam penanaman konsep yang baik dan benar, sehingga siswa memperoleh pengalaman dalam belajar dan pembelajaran menjadi lebih terkesan dan lebih melekat dalam ingatan siswa. Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar dengan memanfaatkan semua sumber belajar yang ada, sehingga terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar. Hal ini berarti guru bukan orang yang tahu segalanya, guru harus dapat memposisikan dirinya sebagai fasilitator dan sebagai pembimbing yang baik, sehingga proses pembelajaran dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, Rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP)
dijabarkan
dari
silabus
yang
bertujuan
untuk
mengarahkan kegiatan belajar peserta didik dalam upaya mencapai KD. Setiap guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun RPP secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan
11
kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik RPP disusun untuk setiap KD yang dapat dilaksanakan dalam satu kali pertemuan atau lebih. Guru merancang penggalan RPP untuk setiap pertemuan yang disesuaikan dengan penjadwalan di satuan pendidikan. Komponen RPP adalah: 1. Identitas mata pelajaran Identitas mata pelajaran meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program, mata pelajaran, jumlah pertemuan. 2. Standar kompetensi Standar kompetensi merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang menggambarkan penguasaan pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diharapkan dicapai pada suatu mata pelajaran. 3. Kompetensi dasar Kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran. 4. Indikator pencapaian kompetensi Adalah perilaku yang dapat diukur dan diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional yang dapat diamati dan diukur, yang mencakup pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
12
5. Tujuan pembelajaran Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dapat dicapai peserta didik sesuai dengan KD 6. Materi ajar Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi dasar. 7. Alokasi waktu Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar. 8. Metode pembelajaran Digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD atau seperangkat indikator yang telah ditetapkan. 9. Kegiatan pembelajaran a. Pendahuluan Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian peserta didik untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.
13
b. Kegiatan inti c. Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi d. Penutup Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik dan tindak lanjut. 10. Penilaian hasil belajar Prosedur dan instrument penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian. 11. Sumber belajar Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran dan indicator pencapaian kompetensi.
3. Pelaksanaan Pembelajaran Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP. Pelaksanaan pembelajaran meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. 1. Kegiatan Pendahuluan Dalam kegiatan pendahuluan, guru:
14
a. menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran; b. mengajukan
pertanyaan-pertanyaan
yang
mengaitkan
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan diajarkan; c. menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai; d. menyampaikan cakupan materi dan pejelasan uraian kegiatan sesuai silabus. 2. Kegiatan Inti Pelaksanaan kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan inti menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran yang dapat meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi. a. Eksplorasi Dalam kegiatan ini, guru: 1) melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas tentang topik/tema materi yang akan dipelajari dengan menggunakan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari aneka sumber; 2) menggunakan beragam pendekatan pembelajaran, media pembelajaran dan sumber belajar lain; 3) memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik dengan guru, lingkungan dan sumber belajar lainnya;
15
4) melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran; 5) memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di laboratorium,studio dan lapangan b.
Elaborasi Dalam kegiatan elaborasi, guru: 1) membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna; 2) memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi dan lain-lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tulisan; 3) .memberi
kesempatan
untuk
berfikir,
menganalisis,
menyelesaikan masalah dan bertindak tanpa rasa takut; 4) memfasilitasi pserta didik dalam pembelajaran kooperatif dan kolaboratif; 5) memfasilitasi peserta didik berkompetensi secara sehat untuk meningkatkan prestasi belajar; 6) memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupau kelompok; 7) memfasilitasi
peserta
didik
melakukan
turnamen, festival serta produk yang dihasilkan;
pameran,
16
8) memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik. c. Konfirmasi Dalam kegiatan konfirmasi, guru: 1) memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan, tulisan,isyarat maupun hadiah terhadap keberhailan pserta didik; 2) memberikan konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber; 3) memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan; 4) memfasilitasi
peserta
didik
untuk
memperoleh
pengalaman yang bermakna dalam mencapai kompetensi dasar; a)
berfungsi sebagai narasumber dan fasilitator dalam menjawab pertanyaan peserta didk yang mengalami kesulitan, dengan menggunakan bahasa yang baku dan benar.
b) membantu menyelesaikan masalah; c)
memberi acuan agar peserta didik dapat melakukan pengecekan hasil eksplorasi;
d) memberikan informasi untuk bereksplorasi lebih jauh;
17
e)
memberikan motivasi kepada peserta didik yang kurang atau belum berpartisipasi aktif.
3. Kegiatan Penutup Dalam kegiatan penutup, guru: a. bersama-sama dengan peserta didik dan/sendiri membuat rangkuman/simpulan pelajaran; b. melakukan penelitian dan/refleksi terhadap kegiatan yang sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram; c. memberikan
umpan
balik
terhadap
proses
dan
hasil
pembelajaran; d. melaksanakan
kegiatan
tindak
lanjut
dalam
bentuk
pembelajaran remedi, program pengayaan, layanan konseling dan/ atau memberikan tugas, baik tugas individu maupun tugas kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik; e. menyampaikan
rencana
pembelajaran
pada
pertemuan
berikutnya.
4 . Penilaian Hasil Pembelajaran Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran, dengan tujuan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran.
18
Penilaian dilakukan secara konsisten, sistematik dan terprogram dengan menggunakan tes dan non tes dalam bentuk tertulis atau lisan, pengamatan kinerja, pengukuran sikap, penilaian hasil karya berupa tugas, proyek dan/atau produk, portofolio, dan penilaian diri. Penilaian hasil pembelajaran menggunakan Standar Penilaian Pendidikan dan Panduan Penelitian Kelompok Mata Pelajaran.
2.
Konsep
a. Pengertian Konsep Walaupun para ahli psikologi menyadari akan pentingnya konsepkonsep, suatu definisi yang tepat belum diberikan. Definisi- definisi yang diberikan dalam kamus, seperti “ sesuatu yang diterima dalam pikiran” atau “suatu ide yang umum dan abstrak”, terlalu luas untuk digunakan. Mungkin tidak ada satu pun definisi yang dapat mengungkapkan arti yang kaya dari konsep atau berbagai macam konsep- konsep yang diperoleh oleh para siswa. Oleh karena konsep- konsep itu merupakan penyajian- penyajian internal dari sekelompok stimulus- stimulus, konsepkonsep itu tidak dapat diamati, konsep- konsep harus disimpulkan dari perilaku. Walaupun kita dapat memberikan suatu definisi verbal tentang suatu konsep, suatu definisi tidak mengungkapkan suatu hubungan – hubungan antara konsep itu dengan konsep- konsep yang lain. Menurut Rosser dalam Ratna (1988:9) konsep adalah suatu abstraksi yang mewakili satu kelas objek- objek, kejadian- kejadian,
19
kegiatan- kegiatan, atau hubungan- hubungan yang mempunyai atributatribut yang sama. Oleh karena setiap orang mengalami stimulus- stimulus yang berbeda , orang membentuk konsep sesuai dengan pengelompokan stimulus- stimulus dengan cara tertentu. Karena konsep- konsep tersebut adalah abstraksi – abstraksi yang berdasarkan pengalaman, dan karena setiap orang tidak ada yang mempunyai pengalaman yang persis sama, maka konsep- konsep yang dibentuk setiap orang akan berbeda juga. Suatu konsep adalah suatu kelas atau kategori stimuli yang memiliki ciri- ciri umum (Oemar, 2002:161). Stimuli adalah objek- objek atau orang (person). Kita menyatakan suatu konsep dengan menyebut “nama” misalnya buku, siswa, perang, guru- guru yang berdedikasi, wanita cantik, dan sebagainya. Contoh- contoh tersebut menunjuk pada stimuli, orang dan peristiwa tertentu yang khusus. Konsep- konsep tidak terlalu kongruen dengan pengalaman pribadi kita, tetapi menyajikan usaha- usaha manusia untuk mengklasifikasikan pengalaman kita. Beberapa ciri umum mengenai konsep, khususnya dalam bidang sains dan pendidikan IPA dikemukakan oleh Ratna (1988:96) sebagai berikut : 1) Konsep adalah hasil berpikir abstrak manusia yang menerangkan banyak pengalaman. 2) .Konsep timbul sebagai hasil dari pengalaman manusia dengan lebih dari satu fakta- fakta, dan konsep merupakan suatu generalisasi dari fakta-fakta tersebut.
20
3) .Suatu konsep dianggap kurang tepat, disebabkan timbulnya faktafakta baru dan karena itu konsep yang bersangkutan harus mengalami perubahan. Hubungannya dengan belajar konsep, Gagne (Ratna, 1988:105) mengemukakan dua kondisi yang dibutuhkan untuk belajar konsep-konsep konkrit, yaitu kondisi internal dan eksternal. Pada kondisi internal seperti kelarutan dan hasil kali kelarutan maka siswa harus memanggil kembali konsep-konsep yang telah dimilikinya seperti konsep keetimbangan ion dalam larutan,larutan asam-basa,reaksi penggaraman dan lain-lain. Pada kondisi eksternal siswa mempelajari dan mengamati yang terjadi dari suatu demonstrasi reaksi pengendapan, misalnya reaksi pengendapan Zn(OH)2 dan Pb(OH)2. b. Pembagian Konsep Vygotsky (Effendy, 2002:3) membedakan konsep menjadi dua kategori, konsep spontan dan konsep ilmiah. Konsep spontan yaitu konsep yang diperoleh siswa dari kehidupan sehari-hari (diluar sekolah). Konsep ilmiah yaitu konsep yang diperoleh siswa dari pelajaran di sekolah. Dua kategori
konsep ini adalah terus-menerus berhubungan atau saling
mempengaruhi. Gagne (Effendy, 2002:4) membagi konsep dalam dua kategori yaitu konsep konkrit dan konsep terdefinisi. Konsep konkrit adalah abstraksi atau gagasan yang ditemukan dari obyek-obyek atau peristiwaperistiwa konkrit. Konsep konkrit contohnya: konsep tentang peleburan,
21
misalnya es bila dipanaskan akan melebur. Konsep terdefinisi merupakan gagasan yang diturunkan dari objek-objek atau peristiwa yang bersifat abstrak. Contoh konsep terdefinisi contohnya konsep atom, ion dan molekul. Konsep terdefinisi yang diturunkan dari obyek-obyek abstrak disebut juga dengan konsep mikroskopik. c. Perolehan Konsep Menurut Ausubel dalam Ratna (1988:98) mengemukakan bahwa konsep-konsep diperoleh dengan dua cara, yaitu formasi konsep (concept formation) dan asimilasi konsep (concept assimilation). Menurut teori belajar Gagne (Ratna, 1988:98), formasi konsep dapat disamakan dengan belajar konsep konkrit sedangkan asimilasi konsep dapat berupa bentuk khusus dari belajar aturan (rule learning) yaitu belajar konsep terdifinisi. Formasi konsep terutama lebih merupakan bentuk perolehan konsepkonsep sebelum anak-anak masuk sekolah. Asimilasi konsep merupakan cara utama untuk memperoleh konsep-konsep selama dan sesudah belajar di sekolah.Untuk memperoleh konsep-konsep melalui asimilasi, orang yang belajar harus sudah memperoleh difinisi formal dari konsep-konsep itu. Rosser dalam Ratna (1988:99) mengungkapkan bahwa difinisi formal dari suatu kata menunjukkan kesamaan (commonalities) dengan konsep tertentu, dan membedakan konsep tersebut dari konsep-konsep lainnya. Sesudah definisi dari konsep itu disajikan, konsep itu dapat
22
diilustrasikan dengan memberikan contoh atau deskripsi verbal dari contoh-contoh. 3. Konsepsi dan Miskonsepsi. a. Konsepsi Seorang
anak
pertama
kali
memperoleh
konsep
melalui
pembentukan konsep, selanjutnya anak tersebut akan mengasimilasi konsep yang diperolehnya dan memodifikasi konsep tersebut sehingga konsep yang dimiliki semakin berkembang karena pengalamannya. Konsep yang dimiliki seseorang berkembang melalui satu seri tingkatan dengan kecepatan pencapaian berbeda-beda, dengan demikian penafsiran tiap orang mengenai konsep akan berbeda-beda. Tafsiran seseorang dari suatu konsep ilmu disebut konsepsi. Tafsiran/konsepsi siswa mengenai suatu konsep dalam ilmu kimia berbeda dari konsep guru atau buku, walaupun dalam ilmu kimia kebanyakan konsepnya mempunyai arti yang jelas dan sudah disepakati bersama oleh para pakar ilmu kimia (kimiawan). Tetapi kalau konsepsi siswa itu bertentangan atau tidak cocok dengan konsepsi para kimiawan, maka dalam hal ini siswa mengalami salah konsepsi yang disebut dengan istilah miskonsepsi (misconception). b. Pengertian Miskonsepsi Miskonsepsi adalah tafsiran (persepsi) yang kurang memadai terhadap suatu konsep. Seseorang dikatakan miskonsepsi bila konsepsi terhadap suatu konsep bertentangan dengan konsepsi para ilmuwan.
23
Miskonsepsi berarti suatu konsep yang berbeda dari pengertian umum yang disajikan dalam materi. Sekali miskonsepsi itu masuk dalam struktur kognitif siswa, maka akan berlanjutlah miskonsepsi tersebut. Siswa selanjutnya akan terhambat menerima informasi baru kedalam struktur kognitifnya yang kurang tepat memahami konsep yang ada. Maka informasi baru tersebut tidak dapat dicerna dan terjadilah kesalahpahaman. Menurut Skelly and Hall (1993) dalam Nakiboglu (2003:1) menyatakan miskonsepsi adalah suatu pemahaman konsep yang tidak sesuai dengan teori ilmiah. Selanjutnya Berg (1991) dalam Efendi (2002:10) menyatakan miskonsepsi sebagai suatu kesalahan yang diperbuat siswa dalam belajar yang terjadi secara terus menerus dari sumber tertentu. Paul (1997:86) memandang misconceptions atau salah pengertian adalah ”pengertian yang ”salah” atau yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah/ilmuwan”. Pengertian Alternatif (alternative conceptions) adalah pengertian atau konsep yang berbeda dengan konsep ilmiah yang sekarang diterima (Paul, 1997:86). Pengertian alternatif banyak dipakai untuk menggantikan istilah ” salah pengertian” yang terlalu keras, sekaligus dengan menggunakan pengertian alternatif, kita menghargai usaha siswa yang telah mengkonstruksi pengertian itu. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah suatu konsepsi yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau yang tidak sesuai dengan pendapat para ilmuwan.
24
Pada umumnya terjadinya kesalahan pemahaman dalam kimia berhubungan dengan kesulitan dalam memahami materi ilmu kimia. Kirkwood dan Symington (1996) dalam Efendi (2002:12) berpendapat bahwa penyebab terjadinya kesalahan pemahaman dalam belajar kimia dapat ditinjau dari siswa, pengajar dan materi pelajaran. Dari segi siswa penyebab terjadinya kesalahan pemahaman antara lain adalah pengetahuan yang telah diperoleh siswa dari hasil proses pembelajaran sebelumnya, pengalaman, interaksi sosial, kemampuan berpikir, motivasi belajar dan kesiapan untuk belajar. Dari segi pengajar penyebab terjadinya kesalahan pemahaman kemungkinan terletak pada metode dan pendekatan belajar yang digunakan. Dari segi materi penyebab terjadinya kesalahan pemahaman antara lain adalah konsep - konsep yang kompleks dan abstrak, aplikasi konsep yang nyata dalam kehidupan dan materi kajian yang terlalu padat. Berg (1991) dalam Efendi (2002:13) mengungkapkan bahwa terjadinya miskonsepsi dapat disebabkan oleh gagasan-gagasan yang muncul dari pikiran siswa yang bersifat pribadi. Gagasan ini umumnya kurang bersifat ilmiah, akan tetapi bila pengajar tidak berupaya untuk melihat gagasan yang dimiliki oleh siswa sebelum mengenalkan konsep yang berhubungan akan memungkinkan untuk terjadinya salah konsep.
Menurut
Paul
(1997:77)
karena
siswa
mengkonstruksi
pengetahuannya sendiri, tidak jarang bahwa hasil konstruksi itu tidak cocok dengan hasil konstruksi para ilmuwan. Inilah yang memunculkan salah pengertian (misconceptions) atau konsepsi alternatif.
25
Menurut yang dilaporkan Berg (1991) (dalam Efendi, 2002:14) beberapa fakta yang dikemukakan oleh para peneliti miskonsepsi seperti Osborne, Freyberg, dan Driver menyimpulkan bahwa : a. Miskonsepsi sulit diperbaiki. b. Seringkali “sisa” miskonsepsi terus-menerus mengganggu. c. Soal - soal sederhana dapat dikerjakan, tetapi pada soal yang lebih sulit miskonsepsi muncul kembali tanpa disadari. d. Seringkali terjadi regresi, yaitu siswa yang sudah pernah mengatas miskonsepsi setelah beberapa bulan akan kambuh lagi. Dengan ceramah, miskonsepsi belum dapat dengan sepenuhnya dihilangkan. e. Guru umumnya tidak mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa, sehingga proses belajar mengajar tidak disesuaikan dengan prakonsepsi yang dimiliki siswa. f. Siswa yang pandai maupun yang kurang pandai keduanya dapat mengalami miskonsepsi. Apabila guru dalam proses pembelajaran tidak memperhatikan miskonsepsi yang dialami siswa sebelumnya, maka guru tidak akan berhasil menanamkan konsep yang benar kepada siswa. Jika miskonsepsi ini dibiarkan berkelanjutan dan tidak diketahui oleh guru, dapat menyebabkan terhambatnya proses rekonstruksi pengetahuan siswa yang berdampak pada hasil belajar siswa. Hasil belajar siswa yang rendah, bisa
26
jadi disebabkan karena siswa tidak paham dengan konsep secara benar dan akan terbawa sampai ke tingkat yang lebih tinggi. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan miskonsepsi dapat terjadi pada siswa di negara maju atau negara berkembang, baik siswa pandai ataupun kurang pandai. Miskonsepsi yang terjadi pada siswa cendrung menetap dan sulit untuk diubah serta akan berpengaruh terhadap hasil belajar berikutnya. Altenatif yang diupayakan oleh para konstruktivisme adalah adanya pergeseran sistem pengajaran dari guru sebagai sumber otoritas ilmu ke guru sebagai fasilitator. Menurut Oemar (2010:2) miskonsepsi merupakan kesalahan siswa dalam pemahaman suatu konsep. Hal ini terjadi disebabkan karena siswa tidak mampu menghubungkan fenomena yang ditemukan dalam kehidupan sehari- hari dengan pengetahuan yang diperoleh di sekolah. Biasanya miskonsepsi menyangkut kesalahan siswa dalam pemahaman hubungan antar konsep sehingga mengakibatkan proposisi salah. Hal tersebut berkaitan dengan konsep prasyarat atau pengetahuan awal yang telah dimiliki siswa. Pada satu sisi konsep tersebut menjadi prasyarat untuk dikaitkan dengan konsep baru agar terjadi belajar bermakna, sedangkan disisi lain umumnya siswa memisahkan pengalaman sehari-hari dengan pengalaman belajar IPA secara formal. Akibatnya pada saat siswa dihadapkan pada situasi baru, seperti ketika diminta memberikan alasan atau hubungan antara konsep, siswa biasanya mengalami miskonsepsi.
27
c. Penyebab terjadinya miskonsepsi Terjadinya miskonsepsi pada dasarnya adalah disebabkan karena siswa kesulitan dalam memahami
materi ilmu kimia yang banyak
mempelajari konsep- konsep abstrak. Terjadinya miskonsepsi dapat pula disebabkan karena gagasan- gagasan yang tidak ilmiah yang muncul dalam pikiran siswa. Guru seringkali tidak mampu merekonstruksi gagasan ini, sehingga menyebabkan terjadinya miskonsepsi pada siswa. Menurut Kirkwood dan Symington (Effendy, 2002:12) terjadinya miskonsepsi dalam belajar kimia dapat ditinjau dari siswa, pengajar, dan materi pelajaran. Dari segi siswa kesalahan pemahaman ini disebabkan pengetahuan yang diperoleh oleh siswa dari hasil belajar sebelumnya, kemampuan berfikir, motivasi belajar, dan kesiapan untuk belajar. Dari segi pengajar miskonsepsi disebabkan karena metode dan media yang digunakan. Sedangkan dari segi materi, miskonsepsi disebabkan karena konsep- konsep yang kompleks dan abstrak serta materi yang terlalu padat. Selain penyebab yang diuraikan di atas, Suparno (Salirawati, 2010:30) memberi ringkasan berkenaan dengan faktor penyebab miskonsepsi, ringkasan tersebut dimuat dalam Tabel 2: Tabel 2. Penyebab Miskonsepsi Sebab utama
Sebab Khusus
Siswa
Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif siswa, kemampuan siswa, minat
28
belajar Pengajar
Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu kimia, tidak membiarkan siswa mengungkapkan gagasan/ide, relasi guru-siswa tidak baik
Buku Teks
Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak tahu membaca buku teks, buku fiksi dan dan kartun sains sering salah konsep karena alasan menariknya yang perlu
Konteks
Pengalaman siswa, bahasa sehari- hari berbeda, teman diskusi yang salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang tua/orang lain yang keliru, konteks hidup siswa (tv, radio, film yang keliru), perasan senang tidak senang, bebas atau tertekan
Cara mengajar
Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung ke dalam bentuk matematika, tidak mengungkapkan miskonsepsi, tidak mengoreksi PR, model analogi yang dipakai kurang tepat, model demonstrasi sempit,dll
d. Upaya Mengatasi Miskonsepsi Bagi pendidik mencari cara/kiat untuk terus memperbaiki mutu pendidikan khususnya kimia adalah sudah menjadi tugas pengelola pendidikan,. Menurut pandangan Konstruktivisme, fungsi guru bukan lagi sebagai satu-satunya penyaji informasi di dalam kelas yang tujuannya mengajari siswa supaya tahu, tetapi seorang narasumber yang berperan aktif dalam mempersiapkan fasilitas belajar dan membangun suasana
29
belajar mengajar yang kondusif. Guru tidak lagi fungsinya hanya mengajar, tetapi dia juga perlu belajar untuk memahami pandangan siswanya atas konsep-konsep sains yang sedang dibahas,mempelajari dan memahami kesulitan siswa dalam memahami konsep-konsp itu,serta mempelajari cara untuk membantu mereka untuk memahaminya. Miskonsepsi juga berhubungan dengan konsepsi-konsepsi lain dalam suatu kerangka berpikir seseorang. Oleh karena itu dalam usaha memperbaiki suatu miskonsepsi, maka perlu bagi seorang guru memahami kerangka berfikir siswanya secara umum. Tidak bisa dia hanya berkonsentrasi pada
perbaikan
miskonsepsi tertentu
saja. Dalam
manjelaskan latar belakang kimia yang menimbulkan suatu peristiwa,siswa tentu mencari keterkaitan peristiwa itu dengan kerangka berfikir yang mendasari pengetahuannya mengenai peristiwa itu. Berarti siswa akan merumuskan penjelasan atas suatu peristiwa alam berdasarkan kerangka berpikir yang sudah dibangun. Untuk mengubah miskonsepsi itu bukanlah suatu yang mudah. Seseorang perlu merubah struktur dan mengorganisasikan kembali pengetahuan yang telah ia miliki.Untuk dapat melakukan restrukturisasi siswa perlu menyadari kelemahan pemahaman yang sudah ia miliki. Yang bersangkutan
perlu
ditunjukan
kelemahan
pemahamannya
lewat
pengamatan langsung atas suatu gejala kimia. Sedangkan proses reorganisasi memerlukan waktu dan prosesnya sangat kompleks, karena
30
siswa harus membangun kembali kerangka berpikir baru dengan mengadakan perubahan pada kerangka berfikir yang sudah dimilikinya. Miskonsepsi dapat bertahan lama dan dapat sangat kuat dipegang siswa. Perubahan hanya terjadi kalau siswa merasa tidak yakin lagi dengan pengetahuan yang dimilikinya sehingga dia berusaha mencari alternative penjelasan. Kalau alternative itu dirasa memuaskan, unggul dan dapat menyelesaikan persoalan yang bervariasi maka dia akan melakukan reorganisasi pengetahuan yang dia miliki. Dalam teori piaget, ada 3 bentuk pengetahuan yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik dan pengetahuan sosial. Pengetahuan sosial seperti nama hari dalam seminggu, tanda atom, nama unsure dapat dipelajari langsung, yaitu dari pikiran guru ke pikiran siswa, tetapi pengetahuan fisik dan pengetahuan logika-matematik tidak dapat secara utuh dipindahkan dari pikiran guru ke pikiran siswa.Setiap siswa harus membangun sendiri pengetahuan itu. Salah satu pendekatan mengajar yang dapat dianggap memenuhi syarat dilihat dari kerangka konseptual adalah pendekatan konstruktivisme. Sesuai dengan prinsip mengajar menurut konstruktivisme, mengajar bukan proses dimana gagasan guru diteruskan kepada para siswa, tetapi proses untuk mengubah gagasan-gagasan anak yang sudah ada yang mungkin” salah”. Dasar pemikiran konstruktivisme
adalah pengajaran efektif
menghendaki guru mengetahui bagaimana para siswa memandang fenomena yang menjadi subjek pengajaran. Belajar menurut teori ini
31
adalah suatu perubahan konseptual, yang dapat berupa pengkonstruksian ide baru atau mengkonstruk ide yang sudah ada sebelumnya. Menurut Efendi (2002:1), miskonsepsi dapat dihilangkan dengan menggunakan konflik kognitif, dimana strategi ini meliputi 4 langkah pokok sebagai berikut : a. Identifikasi miskonsepsi. b. Penciptaan situasi konflik pada struktur kognitif siswa. c. Pemberian bimbingan pada siswa untuk melakukan proses ekuilibrasi. d. Rekonstruksi pemahaman siswa.
Selain untuk mengatasi miskonsepsi siswa strategi konflik kognitif juga dapat untuk meningkatkan kemampuan intelek siswa. 4. Tes Diagnostik Bertingkat Dua Ada bermacam- macam definisi tentang tes. Menurut Muchtar Bukhori (Arikunto, 2005:29), tes merupakan
suatu percobaan yang
diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil- hasil pelajaran tertentu pada seseorang murid atau kelompok murid. Definisi lain dikemukakan oleh Anas Sudijono (2005:67), tes adalah cara ( yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang perlu ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian di bidang pendidikan, yang berbentuk pemberian tugas atau serangkaian tugas (baik berupa pertanyaanpertanyaan yang harus dijawab), atau perintah- perintah (yang harus dikerjakan) oleh testee, sehingga (atas dasar data yang diperoleh dari hasil
32
pengukuran tersebut) dapat dihasilkan nilai yang melambangkan tingkah laku atau perilaku testee. Menurut Anas Sudijono (2005:67), secara umum ada dua macam fungsi yang dimiliki oleh tes, yaitu: a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik. Dalam hubungan ini tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu tertentu. b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan telah dapat dicapai. Sebagai alat pengukur, tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, tergantung dari segi mana atau dengan alasan apa penggolongan tes itu dilakukan. Penggolongan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan/kemajuan belajar peserta didik dibedakan beberapa jenis, salah satunya adalah tes diagnostik. Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu. Dengan diketahuinya jenis- jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik itu maka lebih lanjut akan dapat dicarikan solusi yang tepat. Tes diagnostik juga bertujuan untuk mengetahui apakah peserta didik sudah dapat menguasai pengetahuan yang merupakan dasar atau landasan untuk dapat menerima pengetahuan selanjutnya.
33
Materi yang ditanyakan dalam tes diagnostik pada umumnya ditekankan pada bahan- bahan tertentu yang biasanya atau menurut pengalaman sulit dipahami siswa. Sesuai dengan nama tes itu sendiri (diagnose
=
pemeriksaan),
maka
jika
hasil
“pemeriksaan”
itu
menunjukkan bahwa tingkat penguasaan peserta didik yang sedang “diperiksa” itu termasuk rendah, harus diberi bimbingan secara khusus agar mereka dapat memperbaiki tingkat penguasaannya terhadap mata pelajaran tertentu. Tes obyektif bentuk multiple choice item sering dikenal dengan istilah tes obyektif bentuk pilihan ganda, yaitu salah satu bentuk tes obyektif yang terdiri atas pertanyaan atau pernyataan yang sifatnya belum selesai, dan untuk menyelesaikannya harus dipilih salah satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan pada tiap- tiap butir soal yang bersangkutan. Kemungkinan jawaban (option) terdiri atas satu jawaban yang benar yaitu kunci jawaban dan beberapa pengecoh (distractor). Tes obyektif sifatnya lebih representatif dalam hal mencakup dan mewakili materi yang telah diajarkan kepada siswa, penilaian pada tes ini lebih bersifat obyektif. Selain itu tes obyektif lebih mudah dianalisis butirbutir soalnya, baik analisis dari segi derajat kesukarannya, daya pembeda, validitas, dan reliabilitasnya. Disamping memiliki kebaikan, tes obyektif juga memiliki beberapa kelemahan, salah satunya adalah kemampuan tes ini yang kurang dapat
34
mengukur atau mengungkap proses berpikir siswa yang sebenarnya. Dengan tes ini terbuka peluang bagi siswa untuk bermain spekulasi, menebak, dan adu untung dalam memberikan jawaban soal. Siswa dengan kemampuan rendah bisa saja mendapatkan nilai yang tinggi karena menebak dan berbuat curang. Oleh karena itu akan terjadi kekeliruan (error) dalam pengukuran dan penilaian hasil belajar. Untuk mengatasi kelemahan ini, maka Treagust (1988:299) merancang suatu model tes obyektif yang lebih sensitif dan efektif yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi pada siswa. Model yang dikembangkan ini disebut tes diagnostik bertingkat dua atau two-tier diagnostic test . Tes jenis ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama dari setiap item soal merupakan suatu pertanyaan dengan dua sampai lima pilihan jawaban (option). Bagian kedua terdiri dari beberapa pilihan jawaban yang merupakan alasan pemilihan jawaban pada bagian pertama. Dengan menggunakan tes diagnostik bertingkat dua ini dapat diidentifikasi pada konsep mana saja siswa mengalami miskonsepsi. Data yang diberikan oleh siswa dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok pemahaman konsep yaitu paham, miskonsepsi, dan tidak paham. Kelebihan dari tes diagnostik bertingkat dua diantaranya dapat mengidentifikasi miskonsepsi siswa dalam batas dan konteks yang jelas. Tes ini dapat digunakan secara berulang dan tidak membutuhkan waktu yang lama pada saat menggunakannya. Selain itu pemberian skor hasil tes pun lebih mudah.
35
B. Deskripsi Materi Kelarutan dan Hasil kali Kelarutan Kesetimbangan kelarutan terjadi pada larutan elektrolit ( basa-basa atau garam-garam) yang sukar larut dalam air. Berapa banyak zat bisa larut maksimal dalam air? kita membutuhkan besaran kelarutan atau solubilitas (s).Kelarutan menyatakan jumlah (mol atau massa) zat yang dapat larut maksimum dalam sejumlah tertentu pelarutnya. Satuan kelarutan yang umum digunakan adalah molaritas, tetapi data percobaan dapat memakai besaran gram/L atau gram/100 gram pelarut. Larutan dikatakan belum jenuh, bila jumlah zat terlarut kurang dari batas kelarutannya. Larutan dikatakan jenuh jika jumlah zat terlarut sama dengan batas kelarutannya (siap mengendap) dan larutan lewat jenuh jika jumlah zat terlarut melebihi batas kelarutannya (terjadi endapan). Tetapan kesetimbangan dari larutan jenuh disebut tetapan hasil kali kelarutan atau secara sederhana hasil kali kelarutan
dan
biasa
dilambangkan dengan Ksp. Hasil kali kelarutan adalah kondisi suatu zat yang dapat larut dalam air hingga tercapai kondisi tepat jenuh. Tetapan hasil kali kelarutan adalah hasil kali konsentrasi molar dari ion-ion penyusunnya yang dipangkatkan dengan koefisien stoikiometrinya di dalam persamaan kesetimbangan. Persamaan reaksi kesetimbangan dan tetapan hasil kali kelarutan zat elektrolit untuk senyawa AmBn(s)
mAn+(aq) + nBm-(aq),
Ksp =[An+]m[Bm-] n
Nilai tetapan hasil kali kelarutan dapat memberikan informasi pembentukan endapan suatu senyawa dalam air. Nilai Ksp dapat juga
36
dihitung berdasarkan hubungan Ksp dan kelarutan (s), hubungan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: AxBy (s)
xAy+(aq) + yBx-(aq)
s
xs
ys
Ksp = [Ay+]x [Bx- ]y = (xs)x (ys)y = (xxsx) (yysy) =(x xy y)s(x+y) makin besar nilai Ksp makin sulit terjadi pembentukan endapan. Penambahan ion sejenis memperkecil kelarutan elektrolit yang sukar larut. Berdasarkan nilai hasil kali ion sesaat (Q), ada tiga kemungkinan zat jika diarutkan dalam air. Kemungkinan itu adalah sebagai berikut: 1. Jika Q.>Ksp, makapencampuran itu membentuk endapan 2. Jika Q=Ksp, maka pencampuran itu membentuk larutan jenuh (akan mengendap) 3. Jika Q< Ksp, maka pencampuran itu tidak membentuk endapan. Berikut disajikan peta konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan Selain memberikan informasi tentang kelarutan, harga Ksp dapat dimanfaatkan sebagai salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemisahan zat dalam campuran dengan cara pengendapan selektif.
37
Kesetimbangan dalam larutan
terjadi
Elektolit sukar larut
Kesetimbangan ion
dapat berupa
Larutan jenuh
Larutan lewat jenuh
Larutan tidak jenuh
kelarutan
mempengaruhi dipengaruhi
Hasil kali kelarutan(ksp)
dipengaruhi terbentuk Reaksi pengendapan endapan
dipengaruhi
mempengaruhi
PH
Gambar 1. Peta konsep Kelarutan dan hasil kali kelarutan
Tabel 3. Definisi Konsep-Konsep dalam materi Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan NO
KONSEP
DEFINISI
1.
Kelarutan
Jumlah maksimum zat yang dapat larut dalam suatu pelarut. ( gr/L atau mol/L)
2.
Kesetimbangan
Kesetimbangan yang terjadi pada larutan
larutan
(basa-basa/ garam-garam )yang sukar larut
38
dalam air 3.
Larutan tidak jenuh
Bila jumlah zat terlarut kurang dari batas kelarutannya (belum mengendap)
4.
Larutan jenuh
Bila jumlah zat terlarut tepat sama dengan batas kelarutannya (siap menendap)
5.
Larutan lewat jenuh
Bila jumlah zat terlarut melebihi batas kelarutannya(terjadi endapan)
6.
Hasil
kali Hasil kali konsentrasi molar dari ion-ion
kelarutan(Ksp)
penyusunnya stoikiometrinya
pangkat di
dalam
koefisien peramaan
kesetimbangan. Harga Ksp bergantung pada temperature. 7.
Reaksi pengendapan
Jika Q>Ksp, maka terdapat endapan, Jika Q=Ksp,maka akan mengendap/membentuk larutan jenuh, dan Jika Q
8.
Endapan
Endapan terjadi jika harga kelarutannya semakin kecil
9.
10.
Penambahan
ion Penambahan ion sejenis akan memperkecil
sejenis
kelarutan elektrolit yang sukar larut.
PH larutan
Derajat keasaman, memperbesar pH akan memperkecil kelarutan
(Sumber: Chang, 2005; Purba, 2006; Syukri, 1999)
C. Kerangka Pemikiran Berdasarkan latar belakang dan kajian teori yang telah dikemukakan terdahulu, dapat dipahami bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pencapaian tujuan pendidikan nasional
adalah proses pembelajaran yang
39
melibatkan guru dan siswa. Pada kenyataannya tujuan pendidikan ini belum sepenuhnya tercapai, Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran yang dilaksanakan belum sesuai dengan standar proses menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007. Dalam pembelajaran guru kurang mengidentifikasi konsepsi awal siswa, guru tidak mereview konsep prasyarat yang menyebabkan siswa sulit memahami konsep selanjutnya yang harus dikuasai pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan, metoda dan media yang digunakan guru belum efektif dalam pembelajaran. Penyebab rendahnya pemahaman konsep siswa adalah asumsi sebagian besar guru yang menganggap bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Berdasarkan asumsi tersebut dalam proses pembelajaran guru kurang memperhatikan konsepsi awal yang dimiliki siswa. Siswa tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran, bagaimana memperoleh dan memahami suatu konsep tersebut. Pembelajaran adalah usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar dengan memanfaatkan semua sumber belajar yang ada, sehingga terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar. Pengalaman belajar yang diberikan guru tanpa memperhatikan prakonsepsi yang dimiliki siswa dan proses pembelajaran yang tidak disesuaikan dengan standar yang berlaku
akan
menyebabkan tujuan dari pembelajaran kelarutan dan hasil kali kelarutan tidak akan tercapai. Untuk lebih jelasnya lihat kerangka konsep berikut ini:
40
Kelarutan dan hasil kali kelarutan
siswa
•
•
Belum menguasai konsep prasyarat untumempelajari materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Penguasaan konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan belum maksimal
guru
PBM
•
•
Pelaksanaanpembelajarank urangmemperhatikan penguasaan konsep siswa Pendekatan berpusat pada guru (teacher centerd)
• Pelaksanaan pembelajaran disesuaikan dengan standar proses yang berlaku. • Guru menguasai penguasaan konsep siswa
Miskonsepsi dan tidak paham dapat diminimalisir
Gambar 2. Skema kerangka pemikiran penelitian
41
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif. Menurut Lufri (2007:56) penelitian deskriptif adalah penelitian yang mendeskripsikan suatu gejala, fakta, peristiwa atau kejadian yang sedang atau sudah terjadi. Pada penelitian deskriptif ini, peneliti bertujuan mendeskripsikan informasi berdasarkan data – data yang diperoleh dalam penelitian tanpa memberikan perlakuan dan manipulasi variabel. Fenomena yang akan diungkap melalui penelitian ini adalah proses pembelajaran dan konsepsi siswa sebagai dampak dari proses pembelajaran.
B. Obyek dan Subyek Penelitian Obyek dalam penelitian ini adalah proses pembelajaran dan konsepsi siswa terhadap konsep-konsep pada pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan. Subyek pada penelitian ini terdiri dari dua kelas, yaitu kelas XI IPA-1 dan XI IPA-2 SMA Negeri 1 Lubuk Alung. Alasan peneliti menggunakan 2 kelas ini karena 2 kelas tersebut mempunyai tingkat kemampuan yang sama dan diajar oleh 2 guru yang berbeda. Kelas XI IPA-1 diajar oleh guru yang telah mengajar selama 7 tahun dan berijazah S-1 sedangkan kelas XI IPA-2 diajar oleh guru yang telah mengajar selama 15 tahun berijazah S-2. dengan demikian diharapkan deskripsi yang dilakukan akan lebih mendalam.
41
42
C. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik tes dan teknik non tes. Teknik tes berupa tes diagnostik bertingkat dua. Tes diagnostik bertingkat dua digunakan untuk mengetahui konsepsi siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran.
Teknik non tes berupa observasi, studi dokumentasi dan
wawancara. Observasi, studi dokumentasi dan wawancara digunakan untuk menganalisis proses pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk menentukan secara tepat, jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik dalam suatu mata pelajaran tertentu (Anas:2005). Dengan diketahuinya jenis- jenis kesukaran yang dihadapi oleh peserta didik itu maka lebih lanjut akan dapat dicarikan solusi. Tes diagnostik juga bertujuan untuk mengetahui apakah peserta didik sudah dapat menguasai pengetahuan yang merupakan dasar atau landasan untuk dapat menerima pengetahuan selanjutnya. Tes diagnostik yang diberikan berupa pilihan ganda dengan dua pilihan jawaban disertai empat alternatif alasan mengapa siswa memilih jawaban tersebut. Tes ini telah terlebih dahulu divalidasi dari segi validitas isi. Validitas isi dari suatu tes adalah validitas yang diperoleh setelah dilakukan penganalisisan dan penelusuran terhadap isi yang terkandung dalam tes diagnostik tersebut, atau meninjau sejauh mana tes tersebut isinya telah dapat mewakili secara representatif terhadap keseluruhan materi atau bahan pelajaran yang telah diajarkan. Dalam hal
43
ini digunakan pertimbangan dosen kimia untuk menentukan valid atau tidaknya tes tersebut. Teknik non tes menggunakan instrumen penelitian berupa lembar catatan dokumen, dan lembar observasi. Kedua instrumen ini digunakan untuk mendeskripsikan proses pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Observasi merupakan cara menghimpun bahan- bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan perekaman dan pencatatan secara sistematis terhadap proses pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Observasi yang dilaksanakan
pada penelitian ini adalah observasi
sistematis dengan terlebih dahulu membuat perencanaan secara matang. Pada observasi sistematis ini, observasi dilaksanakan dengan berlandaskan pada kerangka kerja yang memuat faktor- faktor yang telah diatur kategorinya, seperti kesesuaian pelaksanaan proses pembelajaran guru dengan RPP, teknik mengajar guru, media yang digunakan,dll. Faktor- faktor apa saja yang tercantum dalam pedoman observasi itulah yang diamati dan dicatat. Wawancara adalah suatu cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena pertanyaan hanya diajukan oleh peneliti. Melalui wawancara dapat diperoleh data yang lebih lengkap dan mendalam. Data- data yang tidak bisa diperoleh dari hasil observasi akan dapat dilengkapi dengan melaksanakan wawancara. Teknik pengumpulan data pada penelitian ini, secara garis besarnya dapat disimpulkan pada Tabel 4.
44
Tabel 4. Teknik Pengumpulan Data Penelitian Aspek yang diteliti Persiapan
Teknik Pengumpulan Data Analisis Dokumen
Instrumen Lembar
catatan
dokumen Proses Pelaksanaan
Observasi dan Wawancara
Lembar Observasi Lembar Wawancara
Konsepsi
Tes Diagnostik bertingkat Tes Dua
D. Prosedur Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses pembelajaran dan konsepsi siswa serta mengetahui penyebab siswa mengalami miskonsepsi dan tidak paham. Jadi dalam hal ini ada dua tugas utama peneliti yaitu melakukan observasi dan wawancara pada waktu berlangsungnya proses pembelajaran serta memberikan tes diagnostik bertingkat dua kepada siswa setelah siswa mempelajari materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Berikut akan dijelaskan langkah kerja dalam penelitian yang dilakukan 1. Menganalisis materi kelarutan dan hasil kali kelarutan berdasarkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang telah dijabarkan kedalam silabus. 2. Menidentifikasi konsep-konsep pada materi kelaruten dan hasil kali kelarutan, kemudian membuat peta konsep. 3. Merancang kisi-kisi tes diagnostik bertingkat dua dan membuat butir-butir tes diagnostik.
45
4.
Membuat lembar observasi yang berisi tentang faktor-faktor dalam perencanaan pembelajaran yang disusun guru dan proses pelaksanan pembelajaran yang disesuaikan dengan standar proses dalam KTSP
5.
Validasi tes diagnostik dan lembar observasi oleh observer. Validasi soal dilakukan oleh validator yang dalam hal ini adalah dosen kimia. Tes diagnostik bertingkat dua ini digunakan hanya untuk mengidentifikasi konsepsi (paham, miskonsepsi, dan tidak paham) pada siswa setelah mempelajari suatu materi pelajaran dan bukan merupakan tes hasil belajar. Tes diagnostik bertingkat dua ini hanya divalidasi dari segi validitas isi. Item soal yang belum valid kemudian direvisi, sampai pada akhirnya dihasilkan tes diagnostik bertingkat dua yang valid dalam segi validitas isi. Validitas isi dari tes diagnostik bertigkat dua adalah validitas yang diperoleh setelah dilakukan penganalisisan dan penelusuran terhadap isi yang terkandung dalam tes tersebut. Validitas isi dari tes diagnostik bertingkat dua ini dapat diketahui dengan jalan membandingkan antara isi yang terkandung dalam tes dengan indikator atau tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Apakah hal-hal yang tercantum dalam tujuan pembelajaran sudah terwakili secara nyata dalam tes tersebut ataukah belum. Jika penganalisisan
secara
rasional
tersebut
menunjukkan
hasil
yang
membenarkan maka tes diagnostik bertingkat dua yang sedang diuji validitas isinya itu dapat dinyatakan sebagai tes yang telah memiliki validitas isi.
46
6.
Melaksanakan proses observasi dan wawancara. melakukan observasi terhadap proses pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Langkah kerja yang dilakukan ada dua, yang pertama merekam proses pembelajaran dari awal sampai pada akhir materi dengan menggunakan handycam lalu menganalisisnya, langkah kedua hasil analisis rekaman yang berupa kesimpulan dipindahkan ke lembaran observasi. Data yang diperlukan dimasukkan ke dalam lembaran observasi.
7.
Setelah proses pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan selesai dilaksanakan maka diberikan tes diagnostik bertingkat dua.
8.
Menganalisis data yang telah diperoleh. Setelah melaksanakan tes diagnostik, maka dilakukan penilaian terhadap tes diagnostik siswa. Hasil dari penilaian tes tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan perhitungan persentase (%). Berdasarkan analisa hasil tes siswa, akan diperoleh gambaran konsepsi siswa (paham, miskonsepsi, tidak paham) dan berapa % besar konsepsi siswa pada konsep- konsep tersebut. Selanjutnya hasil analisa data hasil observasi, wawancara, dan tes diagnostik dilaporkan dalam suatu kesimpulan.
9.
Melaporkan suatu kesimpulan dari data-data yang diperoleh.
Berikut kerangka operasional penelitian dapat diskemakan dalam Gambar 3:
47
Kelarutan dan hasil kali kelarutan Analisis materi pelajaran kimia
Analisis Silabus
Identifikasi konsep
Penyusunan instrumen(tes diagnostik bertingkat dua,lembar observasi) validasi
Observasi
Pemberian tes
Wawancara
Analisis data
Kesimpulan
Gambar 3. Skema kerangka operasional
E. Teknik Analisis Data Data yang diperoleh dari hasil observasi, studi dokumentasi dan wawancara diolah dengan cara mendeskripsikan dan menganalisis data tersebut
48
sampai diperoleh suatu kesimpulan. Prosedur yang dilakukan dalam menganalisis data hasil penelitian adalah sebagai berikut : a. Pada tahap perencanaan proses pembelajaran, analisis terhadap RPP guru berdasarkan pada standar proses dalam Permendiknas No. 41 Tahun 2007. b. Analisis terhadap tahap pelaksanaan proses pembelajaran berdasarkan kesesuaian antara pelaksanaan proses pembelajaran di kelas dengan RPP buatan guru dan standar proses dalam Permendiknas No. 41 Tahun 2007. c. Pada tahap penilaian, analisis dilakukan terhadap kegiatan penilaian yang dilakukan guru berdasarkan pada standar penilaian dan sistem penilaian KTSP. d. Data dari hasil tes diagnostik bertingkat dua diolah dengan cara : •
Melakukan pengelompokan dari jawaban siswa
Pada
penelitian
ini
digunakan
kriteria
pengelompokkan
tingkat
pemahaman siswa berdasarkan tes diagnostik bertingkat dua yang dapat dilihat pada Tabel 5 berikut: Tabel 5. Kriteria PengelompokkanTtingkat Pemahaman Siswa BerdasarkanTes Diagnostik Bertingkat Dua (Sumber : Chandrasegaran, 2009:15) No
Tingkat Pemahaman
1 2
Paham Miskonsepsi (salah paham)
3
Tidak Paham
Kriteria Pemahaman Tingkat Pertama Tingkat Kedua Benar Benar Benar Salah Salah Benar Salah Salah
Berdasarkan Tabel 5, siswa termasuk pada kategori paham jika kedua tingkat jawaban, baik tingkat pertama dan tingkat kedua, memperlihatkan respon yang benar. Miskonsepsi dikategorikan jika siswa memberikan respon yang benar
49
pada tingkat pertama, tetapi memberikan respon yang salah pada tingkat kedua atau sebaliknya. Tidak paham dikategorikan jika siswa tidak memberikan respon atau memberikan respon yang salah pada kedua tingkat. •
Menggunakan analisis statistik deskriptif dengan menggunakan perhitungan % untuk mengetahui besarnya konsepsi siswa.
Dalam hal ini siswa dikelompokkan kedalam 3 tingkat pemahaman yaitu paham, miskonsepsi, dan tidak paham. Teknik
analisis statistik deskriptif
menggunakan rumus sebagai berikut: % jawaban =
P x100% N
P = Jumlah peserta pada kelompok jawaban (paham, miskonsepsi, tidak paham) N = Jumlah seluruh peserta tes
Untuk mengetahui penyebab terjadinya miskonsepsi dan tidak paham, dilakukan analisis dengan menghubungkan hasil tes diagnostik bertingkat dua dengan proses pembelajaran serta hasil wawancara dengan siswa.
50
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Temuan Penelitian Temuan ini mendeskripsikan bagaimana proses pembelajaran pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI- IPA1 dan XI-IPA2 SMAN 1 Lubuk Alung. Proses pembelajaran yang diamati meliputi perencanaan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran dan penilaian hasil pembelajaran. Proses pembelajaran yang dilaksanakan berlangsung selama 4 x pertemuan (1 x pertemuan untuk ulangan harian ). Data mengenai tahap perencanaan proses pembelajaran disajikan sesuai dengan RPP yang dibuat guru. Begitu juga dengan data pada tahap penilaian disajikan sesuai dengan penilaian yang dilakukan guru. Sementara data pada tahap pelaksanaan proses pembelajaran dideskripsikan tiap pertemuan pada masing-masing kelas. 1.
Deskripsi Proses Pembelajaran a.
Perencanaan Proses Pembelajaran Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dipelajari pada semester 2 di
kelas XI IPA. Guru kimia di kelas XI- IPA1 danXI- IPA2 melakukan beberapa langkah perencanaan untuk mengajarkan materi ini. Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang memuat identitas mata pelajaran, standar kompetensi (SK), kompetensi
dasar
(KD),
indikator
pencapaian
kompetensi,
tujuan
pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metode pembelajaran, kegiatan
51
51
pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber belajar, (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007). Berdasarkan studi dokumentasi, guru telah membuat persiapan yaitu berupa rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang berdasarkan silabus BSNP tahun 2006. Hasil analisis dokumen tentang RPP yang dibuat guru sebagai berikut: 1) RPP yang dibuat oleh kedua guru yang mengajar dikelas XI IPA-1 dan XI IPA-2 cenderung sama. 2) Pada RPP guru telah memuat identitas mata pelajaran yang telah sesuai dengan standar proses. terdiri atas satuan pendidikan, mata pelajaran, materi pokok, kelas/semsester dan alokasi waktu. 3) SK, KD telah sesuai dengan silabus dan pada indikator pencapaian kompetensi, guru menjabarkan indikator pencapaian kompetensi menjadi 7 indikator berdasarkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Penjabaran ketujuh indikator dapat terlihat pada Tabel 6. Tabel 6. Rumusan Indikator dalam RPP guru berdasarkan SK dan KD Standar Kompetensi 4. Memahami sifatsifat larutan asam basa, metoda pengukuran dan penerapannya.
Kompetensi Dasar 4,6. Memprediksi
terbentuknya endapan dari suatu reaksi berdasarkan prinsip kelarutan dan hasil kali kelarutan
Indikator 1. Menjelaskan kesetimbangan dalam larutan jenuh atau larutan dalam garam yang sukar larut. 2. Menghubungkan tetapan hasil kali kelarutan dengan tingkat kelarutan atau pengendapan. 3. Menuliskan ungkapan berbagai Ksp elektrolit yang sukar larut dalam air.
52
4. Menghitung kelarutan suatu larutan elektrolit yang sukar larut berdasarkan harga Ksp atau sebaliknya. 5. Menjelaskan pengaruh penambahan ion senama dalam larutan. 6. Menentukan pH larutan dari harga Kspnya 7. Memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan harga Ksp dan membuktikannya dengan percobaan.
Indikator yang dibuat guru rumusannya jelas, cakupan rumusan lengkap dan sudah sesuai dengan kompetensi dasar. 4) Pada RPP guru, pemilihan dan pengorganisasian materi ajar telah sesuai dengan tujuan pembelajaran. Materi ajar yang direncanakan telah berurutan dan sistematik, tetapi di dalam materi ajar tidak memuat fakta, konsep, prinsip dan prosedur yang relevan. Hal ini tidak sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 yang mengharuskan dituliskan fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. 5) Pada RPP guru, alokasi waktu pembelajaran yang ditetapkan kedua guru untuk materi kelarutan dan hasil kali kelarutan adalah 10 x 45 menit (4 x pertemuan). 6) Metode pembelajaran yang direncanakan belum sesuai dengan tujuan pembelajaran dan materi ajar. 7) Dalam kegiatan pembelajaran guru membagi menjadi tiga tahap, yakni
53
kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Pada kegiatan awal yang direncanakan tidak sesuai dengan standar proses, karena tidak mencantumkan pencapaian tujuan pembelajaran, kegiatan awal hanya meliputi appersepsi dan motivasi. Kegiatan inti dan kegiatan penutup yang direncanakan telah sesuai dengan standar proses, kegiatan inti meliputi proses eksplorasi, elaborasi dan konfirmasi sedangkan kegiatan penutup yang direncanakan meliputi rangkuman, memberikan PR dan tugas baca. Pada kegiatan pembelajaran ini guru tidak mencantumkan pemetaan waktu yang direncanakan dalam setiap kegiatan pembelajaran. 8) Dalam RPP guru, penilaian hasil belajar telah disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan mengacu kepada standar penilaian, tetapi instrumen soal, kunci jawaban/pedoman penskoran tidak lengkap. 9) Sumber belajar yang direncanakan guru terdiri atas kurikulum KTSP, buku kimia 2, bilingual terbitan Tiga Serangkai, Yudhistira, dan A- Level Chemistry for senior high school students vol 2B. Siswa diwajibkan memiliki salah satu buku pegangan tersebut. 10) rencanaan pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang dibuat guru belum sesuai dengan prinsip-prinsip pembuatan RPP. RPP yang dibuat oleh kedua guru belum memperhatikan perbedaan peserta didik.
b Pelaksanaan Proses Pembelajaran Pelaksanaan proses pembelajaran merupakan implementasi dari RPP yang telah dibuat guru. Adapun beberapa persyaratan dalam
54
pelaksanaan proses pembelajaran yang penulis amati, yakni rombongan belajar, buku teks pelajaran dan pengelolaan kelas. Berdasarkan hasil observasi, diperoleh data bahwa jumlah peserta didik pada kelas XI IPA1 dan kelas XI IPA 2 sebanyak 28 orang, berarti telah memenuhi kondisi ideal dimana jumlah maksimum peserta didik setiap rombongan belajar adalah 32 peserta (Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007). Buku teks pelajaran yang digunakan siswa, rasionya adalah 1 buku tiap 1 orang siswa. Hal ini telah sesuai dengan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, dimana rasio buku teks untuk peserta didik yang disyaratkan adalah 1:1. Pengelolaan kelas yang teramati (pada kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2) adalah, guru sudah melaksanakan sesuai dengan standar yang ditetepakan dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, yaitu : Volume dan intonasi guru dalam pelaksanaan pembelajaran dapat didengar dengan baik oleh siswa. Guru menggunakan bahasa tulis dan lisan yang baik dan jelas. Guru menciptakan ketertiban, kenyamanan, dalam
menyelenggarakan
proses
pembelajaran.
Guru
menghargai
pendapat peserta didik dan guru juga memakai pakaian yang sopan, bersih dan rapi. Hasil observasi pelaksanaan proses pembelajaran kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI-IPA1 dan XI-IPA2 di SMAN 1 Lubuk Alung dideskripsikan tiap pertemuan pada masing-masing kelas, dapat dilihat pada Tabel 7.
55
Tabel 7. Pelaksanaan Pembelajaran Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan di Kelas XI- IPA1 dan XI- IPA2. Pertemuan I Kegiatan awal
Kegiatan inti
Kelas XI-IPA2 (26 April 2011) Guru mengabsen siswa, dan menuliskan topik pembelajaran yang akan diajarkan di papan tulis. Guru tidak menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan dicapai dan tidak meriview pelajaran sebelumnya dan konsep prasyarat. Guru langsung menjelaskan pengertian kelarutan dan hasil kali kelarutan, tanpa memberikan motivasi kepada siswa agar tertarik untuk mempelajari materi yang akan diajarkan. Untuk menjelaskan pengertian kelarutan, guru memulai dengan menjelaskan larutan jenuh, tepat jenuh dan lewat jenuh, kemudian menyimpulkan definisi kelarutan. Siswa mencatat definisi kelarutan. Kemudian guru melanjutkan dengan membahas kelarutan dan hasil kali kelarutan. Guru menuliskan reaksi setimbang beberapa larutan elektrolit yang sukar larut dan menentukan persamaan Kspnya. Setelah mendefinisikan pengertian Ksp, guru melanjutkan membahas hubungan kelarutan dengan Ksp. Guru memberikan beberapa contoh soal dan menyuruh beberapa siswa untuk mengerjakan soal
Kelas XI-IPA1 (25 April 2011) Guru mengabsen siswa Guru tidak menjelaskan tujuan pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Guru pun tidak meriview pelajaran sebelumnya dan konsep prasyrat. Guru menuliskan topik yang akan dibahas di papan tulis. Guru langsung menjelaskan apa yang dimaksud dengan larutan jenuh, belum jenuh dan tepat jenuh. dengan mencontohkan memasukkan garam NaCl dengan takaran bervariasi pada segelas air. Kemudian siswa disuruh mendefinisikan apa yang dimaksud larutan jenuh, tepat jenuh, lewat jenuh dan kelarutan. Guru melanjutkan dengan menerangkan kelarutan dan hasil kali kelarutan. Guru memulainya dengan membuat reaksi kesetimbangan garam NaCl dan MgCl2, kemudian menentukan persamaan Kspnya, salah satu siswa disuruh mendefinisikan Ksp. Guru tidak memberikan penekanan bahwa Ksp adalah hasil kali ion-ion dalam larutan jenuh. Guru membahas
melanjutkan pelajaran
56
tersebut ke papan tulis, guru berikutnya yaitu hubungan membantu siswa kelarutan dengan Ksp. Jika menyelesaikan soal-soal kelarutan suatu larutan tersebut. diketahui maka Kspnya dapat dicari, begitu pula Guru memberikan konfirmasi sebaliknya. Guru bahwa: jika senyawa yang mencontohkan mencari sukar larut terdiri atas dua ion hubungan kelarutan dengan maka Ksp= s2, jika terdiri atas Ksp, kemudian guru tiga ion maka Ksp= 4s3, jika memberikan beberapa soal siswa disuruh terdiri atas empat ion maka dan 4 Ksp=27s dan jika terdiri atas mengerjakannya ke papan tulis. lima ion maka Ksp=108s5 Kegiatan penutup
Guru menugaskan siswa Guru tidak menyimpulkan untuk membaca konsep yang pelajaran. akan dipelajari pada Guru memberikan PR dari pertemuan selanjutnya. buku tiga serangkai. guru tidak menyimpulkan pelajaran, dan tidak Guru memberikan tugas untuk konsep memberikan tugas mandiri baca selanjutnya. agar siswa lebih paham.
Pertemuan 2 Kegiatan awal
Kelas XI-IPA2 (29 April 2011) Guru mengabsen kehadiran siswa kemudian meriview pembelajaran sebelumnya dengan menggunakan metode tanya jawab.
Kelas XI-IPA1 (29 April 2011) Guru tidak menyampaikan tujuan pembelajaran.
Guru meriview pelajaran sebelumnya dengan membahas PR yang Guru tidak menyampaikan dianggap sulit. tujuan pembelajaran. Guru tidak mempersiapkan Guru tidak memberikan peserta didik untuk belajar, guru pun tidak motivasi agar siswa dan motivasi tertantang untuk mempelajari memberikan kepada siswa agar tertarik materi yang akan diajarkan. untuk mempelajari materi yang akan diajarkan. Guru langsung masuk kepada kegiatan inti
57
Kegiatan inti
Guru langsung menjelaskan pengertian ion senama dan pengaruhnya terhadap kelarutan, jika kedalam larutan dimasukan ion senama, maka kelarutannya akan berkurang, semakin besar konsentrasi ion senama yang ditambahkan kedalam suatu larutan jenuh semakin kecil pula kelarutannya. Guru menjelaskan konsep ini dengan mengunakan asas lee chatelier dan membahas soal sebagai berikut: Diketahui Ksp AgCl = 1x10-10, tentukan kelarutan AgCl dalam a. Air murni b. Larutan NaCl 0,1M c. Larutan NaCl 0,2 M d. Larutan AgNO3 0,1M Untuk menjawab soal b, guru menjelaskan Ksp= [Ag+][Cl-], konsentrasi Cl- adalah (0,1+s) karena harga s sangat kecil maka s dapat diabaikan. Sehingga kelarutan AgCl dapat di hitung, siswa melanjutkan mengerjakan soal c dan d.
Guru menuliskan materi yang akan diajarkan di papan tulis, dan langsung menjelaskan pengaruh penambahan ion senama terhadap kelarutan. Guru menjelaskan ion senama dan membahas soal hal 82 nomor 2 dari buku tiga serangkai. Guru memberikan contoh soal menghitung kelarutan AgI (Ksp AgI=1x10-16) dalam larutan AgNO3 0,1 M! Ksp AgI= [Ag+][I-], konsentrasi I adalah s dan konsentrasi Ag+ adalah(0,1+s), karena s sangat kecil maka s dapat diabaikan. Guru menyimpulkan pengaruh ion senama akan memperkecil kelarutan. Guru tidak menjelaskan mengapa penambahan ion senama dapat memperkecil kelarutan, guru tidak menjelaskan dengan mengaitkannya pada asas lee chatelier Kemudian guru memberikan soal dan Guru melanjutkan menyuruh siswa untuk pembelajaran dengan mengerjakan soal tersebut di membahas kelarutan dan pH. papan tulis. Guru memberikan contoh soal guru menghitung harga Ksp larutan Selanjutnya jenuh M(OH)3 yang menerangkan materi reaksi Guru mempunyai pH=9. Guru pengendapan. menyelesaikan contoh soal menuliskan, jika Q>Ksp, larutan belum bersama siswa. Guru juga maka memberikan contoh mengendap, jika Q=Ksp, menyelesaikan bagaimana maka larutan dinyatakan menghitung pH larutan jenuh akan mulai mengendap dan jika Kspnya diketahui. jika Q
58
Kegiatan penutup
Pertemuan 3 Kegiatan awal
Kegiatan inti
soal,dan menunjuk beberapa pengendapan, tetapi soal siswa untuk menyelesaikannya yang di contohkan salah, di papan tulis. sehingga siswa sulit untuk memahaminya. Karena banyak siswa yang tidak paham maka guru menambah contoh soal. dan siswa Guru dan siswa Guru pelajaran. menyimpulkan pelajaran. . menyimpulkan Guru memberikan tugas baca Guru memberikan tugas mandiri untuk dikerjakan di untuk konsep selanjutnya. rumah. Guru tidak memberikan Guru juga menyuruh siswa konsep tugas mandiri untuk membaca dikerjakan di rumah agar selanjutnya. siswa lebih paham.
Kelas XI-IPA2 (3 Mai 2011)
Kelas XI-IPA1 (5 Mai 2011)
Guru tidak menyampaikan tujuan pembelajaran dan tidak pula mereview pelajaran sebelumnya.
Guru tidak mengabsen siswa dan tidak menyampaikan tujuan pembelajaran.
Guru tidak memotivasi siswa agar tertarik untuk mempelajari materi yang akan diajarkan dan guru pun tidak mengabsen peserta didik
Guru dan siswa meriview pelajaran sebelumnya dengan jalan Tanya jawab. Guru memotivasi siswa agar tertarik untuk mempelajari materi yang akan diajarkan dengan menanyakan adakah hubungan Ksp dengan pH larutan? Guru menjelaskan hubungan pH larutan dengan Ksp, serta perhitungannya. Guru memberikan contoh dan latihan
Guru langsung menuliskan topik yang akan dipelajari yaitu fungsi Ksp, guru mendiktekan fungsi Ksp kepada siswa. Setiap larutan jenuh mempunyai harga Ksp tertentu, harga Ksp berfungsi menyimak dan untuk mengetahui apakah Siswa suatu elektrolit masih dapat mengerjakan soal latihan
59
larut atau tidak, jika Qs
Ksp , maka larutan mengendap. Guru menerangkan apa yang dimaksud dengan Qs, Qs adalah hasil kali ion-ion semua larutan. Guru membahas contoh soal yang diberikan.siswa menyimak dan mencatat penjelasan guru. Kegiatan penutup
. Guru menyuruh beberapa siswa mengerjakan soal latihan ke papan tulis.
Guru dan siswa menyamakan Guru tidak menyimpulkan konsep terjadinya reaksi pelajaran. pengendapan dari hubungan Guru memberikan soal-soal Qc dengan Ksp. latihan. Guru memberikan peng- Guru memberikan pengarahan mengenai ulangan arahan mengenai ulangan harian untuk minggu depan. harian untuk minggu depan.
Pertemuan 4 Ulangan Harian
b.
Kelas XI-IPA2 (10 Mai 2011)
Kelas XI-IPA1 (9 Mai 2011)
Mengerjakan soal UH sebanyak 8 soal yang terdiri atas 6 soal pilihan berganda dan 2 soal essay
Mengerjakan soal UH sebanyak 8 soal yang terdiri atas 6 soal pilihan berganda dan 2 soal essay ( soal ulangan harian sama dengan kelas XI-IPA2
Penilaian Hasil Pembelajaran Penilaian dilakukan oleh guru terhadap hasil pembelajaran untuk
mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta dapat digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki proses pembelajaran.
60
Pada penilaian hasil pembelajaran ini, guru hanya memberikan penilaian pada ranah kognitif saja. Guru memberikan ulangan harian tentang pokok bahasan kelarutan dan hasil kali kelarutan yang berupa tes tertulis.. Analisis konsep Ulangan Harian dapat digambarkan pada Tabel 8. Tabel 8. Analisis konsep Ulangan Harian Konsep Ksp
Kelarutan
Hubungan dengan Ksp
No soal 1,2
3
pH 4,5
Soal Kelarutan Ba3(PO4)2 adalah a M, ksp Ba3(PO4)2=………. Tentukan Ksp Ag2CrO4 jika Ag2CrO4= 10-2M
kelarutan
Jika Ksp Cr(OH)2 pada suhu 289 K adalah 1,08 x 10-19, tentukanlah kelarutan Cr(OH)2 X(OH)2 mempunyai pH=9, hitunglah Ksp X(OH)2 Kelarutan L(OH)2 dalam air adalah 5x10-4. Hitung pH L(OH)2
Pengaruh senama
Reaksi pengendapan
ion 6
7,8
Kelarutan PbI2 (Ksp PbI2= 1,6x10-8) dalam Pb(NO3)2 adalah….. Jika 100 ml larutan NaCl 0,002 M dicampur dengan 200 ml Pb(NO3)2 0,003 M .Ramalkan apakah terjadi endapan. (Ksp PbCl2=1x10-8) Sebanyak 50 ml larutan K2CrO4 1x10-2M, masing-masing dimasukkan kedalam lima wadah yang berisi ion Ba+2,Ca+2,Cu+2,Sr+2 dan Pb+2 dengan volum dan konsentrasi yang sama. Jika Ksp BaCrO4,CaCrO4,CuCrO4,SrCrO4danPbCrO4 diketahui, tentukan garm yang mengendap.
61
Soal ulangan harian yang dibuat guru sudah mencakup semua tujuan pembelajaran. Dari hasil analisis
ulangan harian pada pokok bahasan
kelarutan dan hasil kali kelarutan masih banyak siswa yang belum mencapai KKM. Siswa kelas XI-IPA1 yang mencapai KKM sebanyak 55% dan siswa kelas XI-IPA2 yang mencapai KKM sebanyak 60%. Siswa yang tidak mencapai KKM diberikan remedial. 2. Deskripsi Data Konsepsi Siswa Data hasil penelitian ini adalah data mengenai konsepsi siswa terhadap konsep-konsep pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Konsepsi adalah tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, dimana konsepsi ini meliputi tiga tingkatan yaitu, paham (P), miskonsepsi (M), dan tidak paham (T). Konsepsi siswa terhadap materi ini dapat diketahui melalui hasil tes yang diberikan kepada siswa di masing-masing kelas berupa tes diagnostik bertingkat dua sebanyak 16 butir soal. Masingmasing butir soal mewakili satu konsep yang terdapat dalam materi kelarutan dan hasil kelarutan. Tes diagnostik bertingkat dua yang diberikan kepada 28 orang siswa kelas XI-IPA1 dan 28 orang siswa kelas XI-IPA2 SMAN 1 Lubuk Alung, pada hari jumat, tanggal 20 mei 2011. Dari hasil tes diagnostik tersebut diperoleh data, yang kemudian dikelompokan atas tiga kelompok tingkat pemahaman yaitu Paham (P), Miskonsepsi (M) dan Tidak Paham (T). Distribusi konsepsi siswa kelas XI-IPA1dan kelas XI-IPA2 ditampilkan pada Gambar 4, 5 dan 6.
62
Analisa data secara kuantitatif bertujuan untuk menentukan persentase miskonsepsi siswa terhadap konsep-konsep pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Siswa dinyatakan mengalami miskonsepsi jika memberikan jawaban yang benar pada tingkat pertama namun memberikan alasan yang tidak tepat atau tidak memberikan alasan (kosong) pada tingkat kedua. Siswa juga dinyatakan mengalami miskonsepsi jika memberikan respon yang salah atau tidak memberikan alasan (kosong) pada tingkat pertama akan tetapi respon yang diberikan pada tingkat kedua menunjukan pemahaman konsep. Tabel 9. Persentase Tingkat Pemahaman Siswa Kelas XI IPA 1
Konsep • Tetapan hasil kali kelarutan • Kelarutan • Pengaruh ion sejenis • Kesetimbangan ion • Pengaruh pH • Larutan jenuh, belum jenuh dan lewat jenuh • Reaksi pengendapan
Item no
% Siswa paham
% Siswa miskonsepsi
1 2 3 4 5 6 7 8 10 11 9
71,4 67,8 67,8 39,3 75,0 42,8 7,2 14,3 35,7 7,2
17,0 21,0 21,0 42,0 17,0 3,50 57.0 78,0 35,7 75,0
% Siswa tidak paham 10,7 10,7 10,7 17 7,10 53,6 35,7 7,10 28,5 25,0
12 13
39,3 35,7 28,6
42,0 28,5 3,50
18,7 35,7 67,8
14 15 16
14,3 3,57 10,7
57,0 60,7 60,7
28,5 35,7 28,5
63
Berdasarkan Tabel 9, siswa kelas XI IPA 1 mengalami miskonsepsi dan tidak paham pada semua konsep dengan persentase yang berbeda-beda. Jika dilihat secara umum, siswa yang mengalami miskonsepsi lebih banyak dari pada siswa yang tidak paham. Setelah dilakukan identifikasi dan analisis
terhadap
jawaban-jawaban
siswa
ditemukanlah
beberapa
miskonsepsi dan ketidakpahaman yang dominan terjadi pada siswa. Tabel 10, menyajikan miskonsepsi dan ketidakpahaman yang muncul dari siswa.
64
Tabel 10. Miskonsepsi Siswa yang Teridentifikasi pada Kelas XI IPA 1 Konsep
Miskonsepsi
• Tetapan hasil • kali kelarutan
% Siswa 42 Pada saat jenuh, hitung Ksp garam Pb(NO3)2, jika diketahui kelarutan Pb(NO3)2 dalam air 33,1 mg/L. Pada dasarnya siswa dapat menentukan konsentrasi dan persamaan Ksp garam tersebut, tetapi pada saat memasukkan nilai konsentrasi kedalam persamaan Ksp tidak dikalikan dengan koefisiennya. Ksp=[Pb2+].[NO3]2 = s.s2 (4) 78 Penambahan ion sejenis akan memperkecil kelarutan, semakin besar konsentrasi ion sejenis yang ditambahkan maka semakin kecil kelarutannya, karena adanya ion sejenis akan mempengaruhi kesetimbangan, kesetimbangan akan bergeser ke kiri. Sesuai dengan asas lee chatelier. (8)(11) 57 Senyawa yang sukar larut bila kelarutannya dalam air sangat besar. Siswa menjawab salah tapi alasannya benar. (7) Berapakah Konsentrasi ion M+ dalam M2CO3 42,0 (Ksp=3,2x10-11)? Pada umumnya siswa dapat menentukan harga kelarutan M2CO3, tetapi pada saat menentukan konsentrasi ion M+ tidak dikalikan dengan koefisiennya. (9) 57 Jika 100 ml AgNO3 0,0004M +100 ml HCl 0,00002M (Ksp AgCl=4x10-8 apa jenis larutan yang terjadi? Siswa menjawab benar tapi alasannya salah, siswa salah menentukan nilai Q (14)
• Pengaruh ion sejenis
•
• Kelarutan
•
• Kesetimbang an ion
•
• Larutan belum jenuh
•
• Reaksi pengendapan
• Terbebtuk endapan jika Q=Ksp. Siswa menjawab benar tetapi alasannya salah.(15) (16)
60,7
Tabel 11. Ketidakpahaman Siswa yang Teridentifikasi pada Kelas XI IPA 1 Konsep • Kelarutan
Ketidak pahaman siswa • Siswa tidak tahu tentang kelarutan yang diencerkan 100x apakah berpengaruh terhadap
% Siswa 35,7
65
Lajutan Tabel 11 Konsep
• pH
• Reaksi pengendapan
Ketidak pahaman siswa
% Siswa
Kps. ( 6 ) • Siswa tidak tahu hubungan Ksp dengan kelarutan. Kelarutan yang bagaimana yang menyebabkan suatu senyawa paling sukar larut dalam air. (7) • Siswa tidak dapat menentukan pH suatu larutan jenuh . Siswa tidak dapat menentukan pH larutan jenuh jika Ksp diketahui. (12) • Siswa tidak paham menentukan Ksp jika pH diketahui. (13) • Siswa tidak paham mengenai reaksi pengendapan. Apa syarat reaksi itu akan mengendap?
35,71
67,8 35,7
Selanjutnya, jika dilihat secara umum di kelas XI IPA 2 siswa yang miskonsepsi lebih banyak jumlahnya dari siswa yang tidak paham. Berikut ini adalah persentase siswa yang paham, miskonsepsi dan tidak paham pada masing-masing item soal. Tabel 12. Persentase Tingkat Pemahaman siswa kelas XI IPA 2
Konsep • Tetapan hasil kali kelarutan • Kelarutan • Pengaruh ion sejenis • Kesetimbangan ion Lanjutan Tabel 12
Item no
% Siswa paham
% Siswa miskonsepsi
1 2 3 4 5 6 7 8 10 11 9
78,6 60,7 50,0 17,9 67,9 39,3 14,3 17,9 28,6 7,1 39,3
10,7 10,7 25,0 25,0 28,5 3,50 53,6 60,7 21,0 67,8 39,3
% Siswa tidak paham 7,10 25,0 21,0 53,6 0,00 53,6 42,0 17,0 42,0 28,5 17,0
66
Konsep •
Pengaruh pH
• Larutan jenuh, belum jenuh dan lewat jenuh • Reaksi pengendapan
Item no
% Siswa paham
% Siswa miskonsepsi
12 13
60,7 28,6
21,0 0,0
% Siswa tidak paham 14,3 64,2
14 15 16
14,3 10,7 10,7
50,0 42,8 71,4
25.0 42,8 14,3
Selanjutnya, setelah dilakukan analisis terhadap jawaban siswa maka ditemukanlah beberapa miskonsepsi dan tidak paham yang terjadi pada siswa, seperti yang diuraikan dalam Tabel 13. Tabel 13. Miskonsepsi Ssiswa yang Teridentifikasi pada Kelas XI IPA 2 Konsep • Pengaruh ion sejenis
• Kelarutan • Kesetimbang an ion
• Larutan belum jenuh
Miskonsepsi • Penambahan ion sejenis akan memperkecil kelarutan, semakin besar konsentrasi ion sejenis yang ditambahkan maka semakin kecil kelarutannya, karena adanya ion sejenis akan mempengaruhi kesetimbangan, kesetimbangan akan bergeser ke kiri. Sesuai dengan asas lee chatelier. (8) (11) • Senyawa yang sukar larut bila kelarutannya dalam air sangat besar. Siswa menjawab salah tapi alasannya benar. (7) • Berapakah Konsentrasi ion M+ dalam M2CO3 (Ksp=3,2x10-11)? Pada umumnya siswa dapat menentukan harga kelarutan M2CO3, tetapi pada saat menentukan konsentrasi ion M+ tidak dikalikan dengan koefisiennya. (9) • Jika 100 ml AgNO3 0,0004M +100 ml HCl 0,00002M (Ksp AgCl=4x10-8 apa jenis larutan yang terjadi? Siswa menjawab benar
Lanjutan Tabel 13
% Siswa 60,7
53,6
39,3
50,0
67
Konsep
• Reaksi pengendapan
Miskonsepsi tapi alasannya salah, siswa salah menentukan nilai Q (14) • Terbebtuk endapan jika Q=Ksp. Siswa menjawab benar tetapi alasannya salah. (16)
% Siswa
71,4
Tabel 14. Ketidakpahaman Siswa yang Teridentifikasi pada Kelas XI IPA 2 Konsep • Kelarutan
• pH
Ketidakpahaman siswa
% Siswa • Siswa tidak tahu tentang kelarutan yang 53,6 diencerkan 100x apakah berpengaruh terhadap Ksp. (6) • Siswa tidak tahu hubungan Ksp dengan kelarutan. Kelarutan yang bagaimana yang 42,0 menyebabkan suatu senyawa paling sukar larut dalam air. (7) • Siswa tidak paham menentukan Ksp suatu 64,2 garam bersifat basa jika pH diketahui. (13)
• Reaksi pengendapan
• Siswa tidak paham mengenai reaksi pengendapan. Reaksi akan mengendap jika Q>Ksp. Jadi siswa harus mencari harga Q dahulu, baru dibandingkan dengan Ksp
42,8
• Pengaruh ion sejenis
• Siswa tidak paham menentukan kelarutan AgI dalam larutan yang mengandung ion sejenis. Adanya ion sejenis akan memperkecil kelarutan.
42,0
Tabel 9 dan Tabel 12, secara nyata dapat membedakan tingkat pemahaman siswa terhadap konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan. Berdasarkan persentase tingkat pemahaman siswa disetiap butir soal, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa siswa di kedua kelas tersebut masih banyak yang mengalami miskonsepsi ataupun tidak paham terhadap
68
konssep dalam materi m kelaruttan dan hasil kali kelaruutan. Persenttase tingkat konssepsi siswa pada p kedua kelas terlihaat pada Gam mbar 4,5 dann 6 sebagai berik kut:
persentase paham
Persentase Tiingkat Pemahaman n Siswa m) (Paham 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
X XI-IA1 X XI-IA2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 100 11 12 13 14 15 16 Nomor soaal Gam mbar 4. Diaagram persenntase tingkat pemahamaan siswa XII IPA1 dan XI IPA2 I yang ppaham dari hasil h tes diaggnostik bertinngkat dua. Ketterangan gam mbar 4,5 dann 6.
Soaal nomor Soaal nomor Soaal nomor Soaal nomor Soaal nomor Soaal nomor
1,,2,3,4 5,,6,7 8,,10,11 9 122,13 1 14
Soaal nomor 155,16
mew wakili konsepp tetapan hasil kali kelarrutan mew wakili konsepp Kelarutann mew wakili konsepp Pengaruh iion senama mew wakili konsepp kesetimbanngan ion mew wakili konsepp pengaruh pH p larutan mew wakili konsepp larutan jennuh, belum jenuh dan lew wat jenuh mew wakili konsepp reaksi pengendapan
69
Dari Gambar 4, terlihat bahwa pada umumnya siswa kelas XI IPA1 dan XI IPA2 paham pada konsep tetapan hasil kali kelarutan (soal nomor 1,2,3) tetapi persentase siswa yang paham pada kelas XI IPA1 lebih banyak dibandingkan persentase siswa yang paham pada kelas XI IPA2. Demikian pula pada soal nomor 5 yang membahas tentang konsep kelarutan persentase siswa yang paham pada kedua kelas lebih dari 65% .
Persentase Tingkat pemahaman Siswa (Miskonsepsi) 90
Persentasi Miskonsepsi
80 70 60 50 40
XI-IA1
30
XI-IA2
20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16
Nomor Soal
Gambar 5. Diagram persentase tingkat pemahaman siswa kelas XI IPA1 dan XI IPA2 yang miskonsepsi dari hasil tes diagnosti bertingkat dua
Dari Gambar 5, terlihat bahwa pada umumnya siswa XI IPA1 cenderung lebih banyak yang mengalami miskonsepsi dibandingkan siswa XI-IPA2. Miskonsepsi terutama terjadi pada konsep pengaruh ion sejenis (soal nomor 8
70
dan 10), konsep kelarutan (soal nomor 7), konsep larutan jenuh (soal nomor 14) dan konsep reaksi pengendapan (soal nomor 15 dan 16).
Persentase Tingkat Pemahaman Siswa (Tidak Paham) Persentasi Tidak Paham
80 70 60 50 40 XI-IA1
30
XI-IA2
20 10 0 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12 13 14 15 16
Nomor Soal
Gambar 6. Diagram persentase tingkat pemahaman siswa kelas XI-IPA1 dan XI-IPA2 yang tidak paham dari hasil tes diagnostik bertingkat dua.
Dari Gambar 6, terlihat bahwa pada umumnya siswa kelas XI-IPA2 cenderung lebih banyak yang tidak paham dibandingkan siswa kelas XIIPA1. Ketidakpahaman siswa terutama pada konsep pengaruh pH (soal no 13), persentase siswa yang tidak paham pada soal ini mencapai lebih dari 60%.
71
B. Pembahasan 1. Analisis Proses Pembelajaran a. Perencanaan Pada tahap perencanaan, analisis yang dilakukan terhadap RPP kedua guru didasarkan pada standar proses dalam Permendiknas No.41 Tahun 2007. Dari hasil studi dokumentasi, RPP yang dibuat kedua guru adalah sama. Hal ini disebabkan karena guru membuat RPP secara bersama-sama didalam suatu kelompok kerja guru (KKG) kimia di SMA Negeri 1 Lubuk Alung. Setiap guru yang mengajar pada tingkat yang sama, membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), bahan ajar, LKS dan revisi silabus secara bersama-sama disetiap awal tahun pelajaran. RPP yang dibuat guru telah memuat semua komponen yang diharuskan dalam Permendiknas No.41 Tahun 2007, yaitu mencakup identitas mata pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, tujuan pembelajaran, materi ajar, alokasi waktu, metoda pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian hasil belajar dan sumber belajar. Akan tetapi ada komponenkomponen yang isinya belum memenuhi standar yaitu komponen materi pembelajaran, metode pembelajaran dan kegiatan pembelajaran Materi pembelajaran yang direncanakan kedua guru sudah mencakup semua tujuan pembelajaran, disajikan secara berurut dan sistematis, akan tetapi komponen materi pembelajaran yang direncanakan tidak lengkap. Menurut Permendiknas No.41 Tahun 2007, materi pembelajaran haruslah memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam
72
bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi. Materi pembelajaran adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang harus dikuasai peserta didik dalam rangka memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan (Buku Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran). Jenis- jenis dari materi pembelajaran kelarutan dan hasil kali kelarutan meliputi fakta, konsep dan prinsip. Contoh fakta, konsep dan prinsip pada KD 4.6. sebagai berikut: Fakta : - AgCl merupakan contoh garam yang sukar larutan dalam air - Kelarutan < Ksp menandakan larutan belum jenuh - Kelarutan = Ksp menandakan larutan tepat jenuh - Kelarutan > Ksp menandakan terjadinya pengendapan Konsep : - Kelarutan (Qc) adalah jumlah maksimum zat yang dapat larut
dalam
sejumlah tertentu pelarut - Ketetapan hasil kali kelarutan (Ksp) adalah Tetapan kesetimbangan dari kesetimbangan anatara s garam atau basa yang sedikit larut Prinsip : Q < Ksp tidak terbentuk endapan Q = Ksp larutan manjadi jenuh tetapi belum terbentuk endapan Q > Ksp terbentuk endapan Guru yang mampu mengidentifikasi jenis materi pembelajaran akan mampu menentukan metode dan media yang tepat untuk digunakan dalam
73
pembelajaran, karena setiap jenis materi pembelajaran memerlukan metode, media, strategi yang berbeda- beda sehingga ketercapaian standar kompetensi dapat terukur. Metode pembelajaran yang direncanakan kedua guru belum sesuai dengan tujuan pembelajaran dan materi ajar. Contohnya pada materi pengendapan sesuai dengan tujuan pembelajaran harus dibuktikan melalui eksperimen tetapi dalam perencanaan pembelajarannya tidak menggunakan metode eksperimen, sehingga indikator yang telah dirumuskan tidak tercapai. Setelah dikonfirmasi dengan kedua guru yang mengajar di kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2, alasan mereka tidak melakukan eksperimen pada materi pengendapan disebabkan karena waktu yang tidak cukup sedangkan materi masih banyak yang belum diselesaikan, sehingga mereka memilih untuk menggunakan metode ceramah. Proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif bila guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep, teori, definisi, dan sebagainya melalui contoh- contoh konkret mengenai materi tersebut, salah satunya dengan melaksanakan kegiatan praktikum. Dalam kegiatan pembelajaran guru tidak melakukan pemetaan waktu dalam perencanaan pembelajarannya, sehingga pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai dengan waktu yang ditetapkan, sering kali guru kehabisan waktu untuk melakukan kegiatan penutup, seperti membuat rangkuman/simpulan, memberikan tugas atau menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan
74
berikutnya. Hal ini dapat menyebabkan tujuan kegiatan pencapaian kompetensi tidak tercapai. RPP yang di buat guru yang mengajar di kelas XI-IPA1 tidak melampirkan soal ulangan harian sebagai bahan penilaian hasil belajar. Sebaiknya guru melampirkan soal ulangan harian sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi lengkap dengan kunci jawaban dan pedoman penskorannya. Penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh guru digunakan untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi peserta didik, serta digunakan sebagai bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar, dan memperbaiki proses pembelajaran. Soal ulangan harian harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya begitu pula dengan soal pengayaan untuk siswa yang sudah mencapai KKM dan soal remedial untuk siswa yang belum mencapai KKM. Sementara penilaian hasil pembelajaran yang direncanakan guru hanya dua aspek yaitu aspek kognitif dengan pemberian tes, dan aspek afektif dengan menilai sikap siswa selama PBM. Secara umum RPP yang disusun oleh kedua guru telah memuat semua komponen yang disyarat dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007. Berdasarkan analisis terhadap RPP yang disusun guru, didapat bahwa RPP guru belum sepenuhnya memperhatikan prinsip-prinsip penyusunan RPP yang terdapat dalam Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007. Penyusunan RPP belum memperhatikan perbedaan individu peserta didik. Hal ini dapat dilihat dalam RPP guru, Didalam kegiatan pembelajaran guru hanya menggunakan metode diskusi dan eksperimen. Dalam eksplorasi guru merencanakan
75
melakukan diskusi, tetapi guru tersebut tidak membagi siswa kedalam suatu kelompok diskusi. Seharusnya guru membuat sutu kelompok diskusi dengan memperhatikan perbedaan individu peserta didik, seperti pembentukkan kelompok berdasarkan jenis kelamin, tingkat inteligensi siswa, minat siswa dan lain-lain sehingga diskusi dapat berjalan dengan baik. Guru tidak menggunakan strategi dan metode mengajar yang bervariasi, dengan menggunakan strategi dan metode mengajar yang bervariasi diharapkan semua peserta didik dapat memahami materi pelajaran yang diajarkan oleh guru sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai sesuai dengan apa yang direncanakan. Selain prinsip tersebut RPP guru juga tidak menerapkan teknologi informasi dan komunikasi, padahal sekolah menyediakan fasilitas teknologi informasi dan komunikasi secara lengkap seperti laptop, LCD, in fokus bahkan jaringan internet yang dapat diakses siswa di sekolah. Dengan menerapkan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran dapat membuat pelajaran tersebut menarik, inspiratif, kreatif, menyenangkan dan memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. RPP merupakan program perencanaan yang disusun sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran untuk setiap kegiatan proses pembelajaran. Jika RPP yang disusun belum sistematis maka tujuan pembelajaran tidak akan tercapai dengan baik, sebab perencanaan adalah proses dan cara berfikir yang dapat membantu menciptakan hasil yang diharapkan. Guru bisa saja mengajar tanpa membuat perencanaan terlebih dahulu, tetapi mengajar yang dilakukan guru hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran saja. Mengajar dalam
76
pengertian sebenarnya adalah proses mengatur lingkungan supaya siswa belajar yang kemudian disebut pembelajaran. Dengan demikian setiap proses pembelajaran selamanya akan bergantung pada tujuan kemudian materi pelajaran serta karakteristik siswa sebagai subjek belajar. Oleh karena itu guru perlu merencanakan pembelajaran atau membuat RPP dengan tepat dan sistematis sebagai bagian tugas profesional guru. b.
Pelaksanaan Pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP, yang
meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup. Berdasarkan analisis terhadap pelaksanaan proses pembelajaran di kelas XIIPA1 dan XI-IPA2 SMAN 1 Lubuk Alung, didapat bahwa RPP kedua guru belum terimplementasikan dengan baik dalam pelaksanaan pembelajaran di dalam kelas. Hal ini disebabkan karena kedua guru tidak membawa RPP ke dalam lokal saat mengajar, sehingga pelaksanaan pembelajaran tidak berpedoman pada RPP yang sudah dibuat sebelumnya. Metode pembelajaran yang dibuat dalam RPP tidak sesuai dengan pelaksanaannya, dalam RPP dibuat metode tanya jawab, diskusi dan eksperimen, tetapi pada pelaksanaannya kedua guru hanya menggunakan metode ceramah yang diselingi dengan sedikit tanya jawab dan
materi
tentang memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan harga Ksp yang didalam silabus menggunakan metode eksperimen tidak dilaksanakan. Setelah dikonfirmasi dengan kedua guru yang mengajar di kelas XI IPA1 dan XI IPA2, alasan tidak dilaksanakan eksperimen pada materi pengendapan
77
disebabkan karena waktu sudah tidak mencukupi lagi sedangkan materi masih banyak yang belum diselesaikan. Dengan tidak dilaksanakan eksperimen tentang materi pengendapan siswa akan mengalami kesulitan memahami materi ini, karena siswa hanya berlatih menyelesaikan soal-soal tentang pengendapan dan menghafal konsep yang bersifat abstrak. Menurut teori belajar bruner, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif bila guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep, teori, definisi, dan sebagainya melalui contoh-contoh konkret mengenai materi tersebut, salah satunya dengan melaksanakan praktikum. Media pembelajarannya pun tidak sesuai dengan RPP yang di buat, dalam RPP dibuat menggunakan power point, charta dll, tetapi pada pelaksanaannya guru tidak menggunakan media pembelajaran apapun. Setelah dikonfirmasi dengan guru yang mengajar di kelas XI IPA1 dan XI IPA2 mengenai hal ini, guru tersebut menyatakan bahwa mereka tidak membuat media karena tidak sempat mempersiapkannya. Sebaiknya guru menggunakan media dalam pembelajaran, agar pembelajaran lebih menarik tidak membosankan dan siswa menjadi lebih termotivasi untuk memahami materi yang diajarkan. Pembelajaran yang efektif harus ditinjau dari pelaksanaan pembelajaran yang diimplementasikan guru di dalam kelas berdasarkan RPP yang disusun dan Permendiknas No.41 Tahun 2007. Berikut adalah uraian analisis pelaksanaan pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
78
1) Kegiatan Pendahuluan Dari hasil observasi diketahui bahwa kedua guru yang mengajar tidak menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai oleh siswa. Padahal menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 kegiatan tersebut harus dilaksanakan. Dengan dijelaskannya tujuan pembelajaran tersebut, siswa akan mengetahui kompetensi dasar apa saja yang harus dikuasainya setelah mempelajari materi kelarutan dan hasil kali kelarutan, sehingga motivasi belajar akan muncul dalam diri siswa. Dengan demikian diharapkan siswa dapat belajar tuntas. Kedua
guru
di
kelas
XI-IPA1
dan
XI-IPA2
juga
tidak
mengidentifikasi pengetahuan awal siswa, Hal ini menyebabkan banyak siswa XI-IPA1 dan XI-IPA2 yang mengalami kesulitan dalam mempelajari materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Menurut teori belajar konstruktivisme, pengetahuan siswa merupakan hasil konstruksi siswa itu sendiri. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui pengalaman siswa ketika berintreraksi dengan lingkungannya. Jadi, siswa hadir di kelas tidak dengan kepala kosong, melainkan mereka telah memiliki pengetahuan awal. Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa belum tentu sesuai dengan pengetahuan ilmiah. Oleh karena itu guru perlu mengidentifikasi pengetahuan awal siswa agar dapat mengoreksi
kesalahan
prakonsepsi
siswa
dan
membantu
siswa
merekonstruksi pengetahuannya. Pada kelas XI-IPA1 guru tidak mereview konsep prasyarat pada kelarutan dan hasil kali kelarutan. Konsep prasyarat yang harus dikuasai
79
siswa sebelum mempelajari materi kelarutan dan hasil kali kelarutan adalah konsep kesetimbangan kimia dalam larutan, konsep asam-basa,dan konsep stoikiometri larutan. Seharusnya guru mereview konsep prasyarat terlebih dahulu sebelum menjelaskan materi inti. Mereview konsep prasyarat sangat penting dilakukan agar siswa mengingat kembali konsep tersebut dan dapat mengaitkan dengan konsep yang akan dipelajari. Guru yang mengajar di kelas XI IPA 2 meriview konsep prasyarat tentang konsep kesetimbangan kimia. Konsep-konsep dalam ilmu kimia saling berkaitan satu dengan yang lainnya dan konsepnya berjenjang dari yang sederhana ke konsep yang lebih tinggi tingkatannya. Oleh karena itu untuk memahami konsep yang lebih tinggi, siswa harus memahami terlebih dahulu konsep-konsep dasar yang membangunnya (Efendi, 2002:8). Kedua guru yang mengajar di kelas XI-IPA tidak memberikan motivasi dan tidak mengaitkan materi ini dengan kehidupan nyata di kegiatan awal, sehingga siswa kurang tertantang untuk mempelajari materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Secara umum kegiatan pendahuluan yang dilakukan oleh kedua guru belum tepat menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007. Wina (2010:84-88) mengemukakan bahwa membuka pelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan guru untuk menciptakan kesiapan mental dan menarik perhatian siswa secara optimal, agar mereka memusatkan diri sepenuhnya pada pelajaran yang akan diberikan. Komponen-komponen yang penting dilakukan untuk membuka pelajaran adalah menarik minat
80
siswa, membangkitkan motivasi siswa, memberikan acuan dan membuat kaitan antara materi sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari. 2) Kegiatan Inti Menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dengan menggunakan metode yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan mata pelajaran. Berdasarkan hasil observasi dalam tiga kali pertemuan pada masing-masing kelas, ditemui beberapa kegiatan inti yang tertulis dalam RPP, namun tidak terlaksanakan selama proses pembelajaran. Kegiatan inti yang meliputi proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi telah dituliskan dalam RPP guru, tetapi pada pada kenyataannya tidak semua dapat dilaksanakan. Pada proses eksplorasi, kedua guru cenderung memberikan informasi sebanyak-banyaknya tentang materi yang diajarkan tanpa melibatkan siswa untuk berperan aktif mencari informasi yang luas dan dalam tentang materi yang akan diajarkan. Guru kurang melibatkan siswa secara aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru tidak menggunakan beragam
pendekatan
pembelajaran,
media
pembelajaran
ataupun
melakukan percobaan di laboratorium dalam menjelaskan materi ini. Sebaiknya guru melakukan praktikum mengenai proses kelarutan dan reaksi pengendapan sesuai dengan RPP yang dibuatnya, karena fasilitas labor dan bahan-bahan yang diperlukan untuk eksperimen ini tersedia di sekolah, berdasarkan wawancara dengan guru yang bersangkutan mereka
81
tidak melaksanakan eksperimen di labor pada materi tersebut disebabkan karena tidak cukup waktu untuk melaksanakannya. Sebaiknya kalaupun tidak bisa melakukan eksperimen, guru dapat menampilkan tayangan melalui media CD sehingga siswa akan lebih mudah memahami pelajaran yang bersifat abstrak. Menurut teori belajar Bruner, proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif bila guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep, teori, definisi, dan sebagainya melalui contoh- contoh konkret mengenai materi tersebut, salah satunya dengan melaksanakan kegiatan praktikum. Melalui eksplorasi siswa memperoleh sendiri pengetahuan melalui bimbingan dan arahan dari guru sehingga siswa belajar aktif. Dengan demikian pengetahuan tersebut dapat tersimpan lama dalam otak siswa dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Pada proses elaborasi tidak terjadi pembelajaran yang melibatkan siswa untuk terlibat secara aktif . Interaksi antara guru dengan siswa dan interaksi antara siswa dengan siswa belum terlihat. Guru melakukan tanya jawab dengan siswa namun hanya satu hingga dua orang siswa yang memberikan respon. Pembelajaran hanya berpusat pada guru, tidak terjadi komunikasi dua arah (siswa hanya menyimak pembelajaran yang diberikan guru). Berdasarkan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, dinyatakan bahwa dalam kegiatan elaborasi salah satu tugas guru adalah memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas, diskusi, dan lain lain untuk memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis. Menurut
82
teori belajar konstruktivisme, keterlibatan siswa secara aktif sangat penting dalam proses pembelajaran. Dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi/akomodasi pengetahuan dan pengalaman dapat terjadi dengan baik. Salah satu cara yang dapat meningkatkan keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran adalah dengan melaksanakan kegiatan diskusi. Pada proses konfirmasi, secara umum guru telah melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan tuntutan pada Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007. Kegiatan tersebut adalah dengan memberikan umpan balik yang positif dan penguatan dalam bentuk lisan dan tulisan, memberikan konfirmasi, menuntun siswa melakukan refleksi dan
membantu siswa
dalam menyelesaikan masalah. Kegiatan ini penting untuk dilaksanakan, agar pemahaman konsep siswa terhadap materi yang dipelajari semakin utuh. 3) Kegiatan Penutup Kegiatan penutup yang dilaksanakan guru selama pelaksanaan proses pembelajaran cenderung belum sesuai dengan standar proses yang ditetapkan. Kegiatan penutup yang dilakukan adalah memberikan soal latihan untuk dikerjakan di rumah dan jarang sekali guru bersama- sama dengan siswa menyimpulkan materi yang telah dipelajari. Guru tidak menyimpulkan pembelajaran dan memberikan tugas kepada siswa karena waktu sudah habis. Hal ini disebabkan karena guru tidak membuat pemetaan waktu yang direncanakan pada RPP, sehingga pelaksanaannya melampaui dari waktu yang ditetapkan dan tujuan kegiatan pencapaian
83
kompetensi tidak tercapai. Menyimpulkan materi yang telah diajarkan dan memberikan
tugas
termasuk
kedalam kegiatan
penutup
menurut
Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, agar siswa paham dengan apa yang telah dipelajarinya pada materi tersebut dan guru sebaiknya mengajar sesuai dengan alokasi waktu yang dibuatnya dalam RPP. Selain itu guru seharusnya menyampaikan rencana pembelajaran untuk pertemuan berikutnya agar siswa dapat mempelajari bahan tersebut terlebih dahulu di rumah, sehingga pada pertemuan berikutnya siswa sudah mempunyai gambaran mengenai materi yang akan dipelajari. Mulyasa (2008:84-89) mengemukakan bahwa menutup pelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan guru untuk mengetahui pencapaian tujuan dan pemahaman siswa terhadap materi yang telah dipelajari serta mengakhiri kegiatan pembelajaran. Berdasarkan
analisis
terhadap
pelaksanaan
pembelajaran,
ditemukan bahwa tidak semua kegiatan pembelajaran yang direncanakan dalam RPP sesuai dengan pelaksanaan di kelas XI-IPA1 dan XI-IPA2. Materi pembelajaran atau sistematika materi ikut mempengaruhi hasil dari pelaksanaan proses pembelajaran. Urutan materi yang disampaikan guru yang mengajar di kelas XI IPA1 adalah sebagai berikut: Pada pertemuan pertama, guru membahas materi kesetimbangan dalam suatu larutan belum jenuh, lewat jenuh dan tepat jenuh. Pada materi ini guru menjelaskan dengan menggambarkan tiga buah larutan garam (NaCl) dimana jumlah garam dibuat bervariasi, guru
84
menyatakan bahwa ketiga larutan garam tersebut ada yang berada dalam keadaan jenuh, lewat jenuh dan tepat jenuh, kemudian mendefinisikan apa yang dimaksud dengan kelarutan, larutan belum jenuh, lewat jenuh dan tepat jenuh tanpa melibatkan siswa, siswa hanya menyimak dan mencatat keterangan guru. Sebaiknya guru melakukan demonstrasi, agar nampak perbedaan antara larutan belum jenuh, tepat jenuh dan lewat jenuh, dan bersama-sama siswa mendefinisikannya. Kemudian guru menerangkan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan, pada materi ini guru memulai dengan menentukan tetapan hasil kali kelarutan. Guru mencontohkan cara mencari tetapan hasil kali kelarutan untuk larutan MgCl2 dan NaCl. Pada materi ini guru memberikan contoh yang kurang tepat, karena tetapan hasil kali kelarutan adalah tetapan kesetimbangan dari larutan yang sukar larut. Contoh yang kurang tepat ini dapat menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi, sebab siswa akan mengalami kesulitan dalam membedakan materi kesetimbangan kimia dengan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Seharusnya sebelum masuk kepada materi inti, guru meriview kembali konsep prasyarat yang erat kaitannya yaitu konsep reaksi kesetimbangan dan konsep stoikiometri larutan. Kemudian guru juga harus menerangkan bagaimana kaitannya tetepan hasil kali kelarutan dengan tingkat kelarutan atau pengendapan. Pada pertemuan kedua, guru menerangkan materi pengaruh ion senama dalam kelarutan. Guru dalam menerangkan materi ini hanya memberikan penjelasan berupa contoh soal, kemudian menyimpulkan
85
bagaiman pengaruh ion senama dalam kelarutan. Seharusnya guru menerangkan
bagaimana
pengaruh
ion
senama
dalam
kelarutan
berdasarkan asas lee chatelier, untuk menjelaskan hal ini dapat diambil contoh penambahan HCl kedalam larutan AgCl jenuh yang berada dalam kesetimbangan. Di dalam larutan HCl akan terurai menjadi ion H+ dan Cl-. Keberadaan ion senama Cl- akan mendorong kesetimbangan ke kiri membentuk endapan AgCl. Dengan demikian kelarutan AgCl menjadi berkurang. Sehingga dapat diambil kesimpulan penambahan ion senama kedalam larutan jenuh akan menurunkan kelarutan. Seharusnya guru menerangkan hubungan antara penambahan ion sejenis dengan daya larut suatu senyawa, sehingga siswa dapat memahami hubungan materi yang diajarkan dengan kompetensi dasar yang ditetapkan. Begitu juga dengan materi hubungan pH dengan Ksp, guru menjelaskan materi tersebut, hanya dengan menggunakan contoh soal tetapi tidak memberikan penjelasan konsep yang jelas tentang hubungan antara pH dan kelarutan. Pada pertemuan ketiga, diterangkan materi memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan Ksp-nya. Guru menerangkan jika Qksp maka larutan lewat jenuh, kemudian siswa menjawab soalsoal yang di berikan guru. Sebaiknya guru melakukan percobaan tentang reaksi pengendapan agar siswa lebih memhami pembentukan endapan berdasarkan nilai Ksp, karena fasilitas labor dan bahan-bahan yang diperlukan untuk percobaan tersebut telah tersedia di sekolah.
86
Di kelas XI-IPA2 urutan materi ajar yang diberikan guru kepada siswa cenderung sesuai dengan RPP yang dibuat. Materi kelarutan dan hasil kali kelarutan diselesaikan dengan 3 kali pertemuan tatap muka dan 1 kali
ulangan
harian.
Pada
pertemuan
pertama
dibahas
tentang
kesetimbangan dalam larutan belum jenuh, tepat jenuh dan lewat jenuh. Sebaiknya
dalam
menerangkan
materi
ini,
guru
menggunakan
demonstrasi, agar siswa lebih mudah membedakan larutan belum jenuh, tepat jenuh dan lewat jenuh dan bersama-sama dengan siswa mendefinisikannya. Kemudian guru melanjutkan dengan menerangkan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Dalam menerangkan materi ini guru menggunakan metode ceramah yang diselingi dengan sedikit tanya jawab, sebaiknya guru menggunakan metode pembelajaran yang kooperatif dan kolaboratif agar pembelajaran menjadi tidak membosankan. Menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007, Proses pembelajaran haruslah interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang dan memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang lingkup yang cukup bagi prakarsa kreatifitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologi peserta didik. Pada pertemuan kedua guru langsung menerangkan materi pengaruh ion senama dalam kelarutan, dalam menerangkan materi ini, sebaiknya guru memotivasi siswa agar siswa tertantang untuk mempelajari materi yang akan dipelajari. Guru melibatkan siswa dalam proses pembalajaran. Bersama-sama dengan siswa, guru menyelesaikan soal-soal
87
tentang pengaruh ion senama dalam kelarutan. Kemudian guru menjelaskan pengaruh ion senama dalam kelarutan dengan menggunakan asas lee chatelier. Guru juga menerangkan hubungan pH dengan Ksp. Guru menerangkan dengan membahas sebuah contoh soal yang berhubungan dengan materi, kemudian memberikan kesimpulannya. Pada pertemuan ketiga, diterangkan materi memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan Ksp-nya. Guru menerangkan jika Qksp maka larutan lewat jenuh, kemudian siswa menjawab soalsoal yang di berikan guru. Sebaiknya guru melakukan percobaan tentang reaksi pengendapan agar siswa lebih mendalami pembentukan endapan berdasarkan nilai Ksp. Berdasarkan analisis terhadap proses pembelajaran, pada kedua kelas belum optimal interaksi yang terjadi antara guru-siswa dan siswa-siswa. Hal ini terlihat ketika guru melakukan tanya jawab dengan siswa. Hanya sedikit siswa yang memberikan respon dengan cara menjawab pertanyaan guru tersebut. Interaksi antara siswa dengan siswa tidak terlihat pada waktu siswa mengerjakan soal yang diberikan guru. Penyajian materi kelarutan dan hasil kali kelarutan sudah sistematis, tetapi pada saat guru menjelaskan masing-masing sub materi kurang terlihat adanya keterkaitan satu sama lain. Hal ini dapat menyebabkan siswa kurang memahami materi kelarutan dan hasil kali kelarutan dengan utuh.
88
c.
Penilaian Berdasarkan observasi terhadap proses pembelajaran, penilaian yang
dilaksanakan hanya menyangkut 2 aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Penilaian aspek kognitif dilakukan dengan pemberian tes ulangan harian. Ulangan harian adalah proses yang dilaksanakan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, pembelajaran
untuk dan
memantau
menentukan
kemajuan, keberhasilan
melakukan belajar
perbaikan
peserta
didik
(Permendiknas Nomor 20 Tahun 2007). Penilaian aspek afektif, guru hanya menilai melalui keaktifan dan ketertiban siswa dalam pelaksnaan pembelajaran. Penilaian afektif tidak dapat dideteksi dengan tes tetapi dapat diperoleh melalui angket, inventori dan pengamatan yang berkelanjutan. Penilaian aspek psikomotor tidak dilakukan oleh guru, karena praktikum tidak dilaksanakan. Penilaian psikomotor berhubungan dengan keterampilan siswa misalnya keterampilan siswa melakukan percobaan di laboratorium. Setelah dikonfirmsi dengan guru yang bersangkutan ternyata praktikum tidak dilaksanakan karena waktu yang terbatas. Berdasarkan analisis terhadap soal ulangan harian dibuat guru, soal ulangan harian sudah berdasarkan tujuan pembelajaran yang terdapat dalam silabus. Penilaian dalam KTSP menggunakan acuan kriteria. Dimana hasil yang dicapai siswa dibandingkan dengan kriteria atau standar yang ditetapkan oleh guru dan sekolah. Apabila nilai siswa telah mencapai standar yang
89
ditetapkan maka siswa tersebut dinyatakan tuntas dan apabila nilai siswa belum mencapai standar yang ditetapkan, maka siswa tersebut dinyatakan belum tuntas dan harus mengikuti program remedial sehingga mencapai kompetensi minimal yang diharapkan. Sebaiknya guru melakukan analisis terhadap hasil jawaban siswa, sehingga guru mengetahui materi-materi apa saja yang belum dikuasai oleh siswa. Materi-materi yang belum dikuasai siswa diulang kembali kemudian baru diberikan remedial hingga mencapai kompetensi minimal yang diharapkan. 2.
Analisis Konsep Berdasarkan data hasil tes diagnostik pilihan ganda bertingkat dua yang
disajikan pada Gambar 4, 5 dan 6, dapat diketahui bahwa terjadi miskonsepsi dan tidak paham di berbagai konsep pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Miskonsepsi dan tidak paham pada konsep materi kelarutan dan hasil kali kelarutan tersebut terjadi pada siswa kelas XI-IPA1 dan kelas XI-IPA2 SMAN 1 Lubuk Alung. Adapun hasil analisis tingkat pemahaman dari tiap-tiap konsep yang diujikan, diuraikan pada bagian di bawah ini. a.
Analisis konsepsi pada konsep tetapan hasil kali kelarutan Tetapan hasil kali kelarutan merupakan materi pokok KD 4.6. Konsepsi siswa pada konsep tetapan hasil kali kelarutan dalam soal tes diagnostik bertingkat dua ini dapat dilihat dari jawaban siswa pada soal nomor 1 sampai 4. Dari hasil tes diagnostik yang diperoleh siswa pada umumnya telah memahami konsep tersebut dengan baik. Hal ini dapat terlihat
90
lebih dari setengah dari jumlah siswa pada kelas XI IPA 1 dan XI IPA 2 menjawab dengan benar. Untuk soal nomor 1 hanya sedikit siswa yang mengalami miskonsepsi dan tidak paham. Kelas XI-IPA1 yang miskonsepsi 17% dan kelas XI-IPA2 yang miskonsepsi 10%. Sedangkan siswa XI IPA 1 dan siswa XI IPA2 yang tidak paham hanya 7,10% saja. Hal ini disebabkan karena dalam proses pembelajaran baik di kelas XI IPA1 maupun di kelas XI IPA2, kedua guru telah mengajarkan konsep persamaan hasil kali kelarutan dengan tepat dan mudah dipahami oleh siswa. Berdasarkan analisis terhadap soal tes, ketidakpahaman dua orang siswa disebabkan karena siswa tidak memangkatkan ion-ion penyusun senyawa dengan koefisien reaksinya, sehingga mereka mendapatkan persamaan rumus Ksp yang salah. Pengertian tetapan hasil kali kelarutan yaitu hasil kali dari konsentrasi ion-ion penyusun suatu senyawa dipangkatkan dengan koefisiennya masing-masing. Mengenai konsep tetapan hasil kali kelarutan pada soal nomor 2, siswa yang paham lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang mengalami miskonsepsi dan tidak paham. Siswa XI IPA1 yang miskonsepsi adalah 21% dan siswa XI IPA2 yang miskonsepsi adalah 10,7%. Siswa yang tidak paham di kelas XI IPA1 adalah 10,7% dan di kelas XI IPA2 siswa yang tidak paham adalah 25%. Dilihat dari proses pembelajaran yang dilaksanakan dikedua kelas, kedua guru telah menerangkan konsep ini dengan cukup baik hanya saja kurang melibatkan siswa dalam mendapatkan suatu konsep dan tidak meriview konsep kesetimbangan yang menjadi konsep prasyarat.
91
Ketidakpahaman siswa dalam menentukan rumus Ksp Ag2CO3(S) yang diketahui kelarutannya dalam air, disebabkan karena siswa salah dalam menentukan kesetimbangan Ag2CO3(S) dalam air, sehingga salah juga dalam menentukan rumus Kspnya, karena tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) adalah hasil kali konsentrasi molar ion-ion penyusunnya yang dipangkatkan dengan koefisien stoikiometrinya di dalam persamaan kesetimbangan. Berdasarkan hasil jawaban siswa yang miskonsepsi, pada umumnya mereka menjawab benar, tetapi salah dalam memberikan alasan, hal ini disebabkan karena mereka hanya menghafal rumus yang diberikan guru. Dalam proses pembelajaran guru menyimpulkan bahwa jika jumlah ion suatu senyawa 2, maka rumus Ksp nya = s2, jika jumlah ion suatu senyawa 3, maka rumus Kspnya = 4s3, guru kurang melibatkan siswa dalam menemukan suatu konsep. Mengenai konsep tetapan hasil kali kelarutan yang berhubungan dengan mencari Ksp garam jika kelarutannya diketahui seperti soal nomor 4, persentase siswa yang miskonsepsi di kelas XI-IPA1 lebih banyak dibandingkan siswa kelas XI-IPA2. Sedangkan siswa XI IPA 2 lebih banyak yang mengalami tidak paham dibandingkan siswa XI IPA1. Siswa XI IPA 1 yang tidak paham adalah 17% dan di kelas XI IPA2 yang tidak paham adalah 53,7%. Setelah dilakukan analisis terhadap hasil tes pada soal tersebut, ternyata siswa kesulitan dalam menentukan konsentrasi dari senyawa Pb(NO3)2, sehingga siswa juga kesulitan dalam menentukan berapa banyak senyawa tersebut dapat larutan. Hal ini disebabkan karena siswa kurang
92
menguasai konsep stoikiometri larutan. Guru juga tidak meriview konsep stoikiometri larutan yang menjadi konsep prasyarat dalam KD 4.6. Pada umumnya siswa cukup paham tentang konsep kelarutan dan tetapan hasil kali kelarutan dan hanya sedikit yang mengalami miskonsepsi dan tidak paham. Penyebab miskonsepsi dan tidak paham yang dialami siswa bersumber dari siswa itu sendiri karena siswa tidak begitu memahami konsepkonsep pada materi sebelumnya, terutama konsep kesetimbangan kimia dalam larutan, konsep asam-basa dan konsep stoikiometri. Konsep dalam pembelajaran kimia ini selalu berhubungan. Akibatnya jika tidak paham konsep sebelumnya, akan menjadi lebih sulit untuk memahami konsep selanjutnya. Seharusnya guru dapat mengetahui bahwa siswa masih belum paham dengan konsep materi sebelumnya sehingga guru dapat mereview sedikit konsep tersebut sebelum masuk kepada konsep baru. Jadi, penyebab miskonsepsi dan tidak paham siswa sesuai dengan pendapat Kirkwood dan Symington (Effendy, 2002:12) yang menyatakan bahwa dari segi siswa kesalahan pemahaman disebabkan karena pengetahuan yang diperoleh siswa dari hasil belajar sebelumnya dan kemampuan berfikir siswa yang rendah. b. Analisis konsepsi pada konsep kelarutan Konsep kelarutan merupakan materi pokok pada KD 4.6. Dari hasil tes diagnostik bertingkat dua diperoleh banyak siswa yang mengalami miskonsepsi dalam menentukan senyawa garam yang sukar larut dalam air seperti pada soal nomor 7. Siswa kelas XI IPA 1 yang mengalami miskonsepsi adalah 57% sementara siswa kelas XI IPA 2 yang mengalami
93
miskonsepsi adalah 53,6%. Siswa kelas XI IPA 1 yang tidak paham adalah 35,7% sementara siswa kelas XI IPA 2 yang tidak paham adalah 42%. Dari jawaban siswa yang miskonsepsi, banyak ditemukan siswa menjawab benar tetapi salah dalam menentukan alasannya. Siswa cenderung memberikan alasan semakin kecil nilai Ksp suatu larutan, semakin sukar larut dalam air, Siswa tidak memperhatikan bahwa garam-garam tersebut berbeda rumus umum molekulnya (AXBY). Menurut Brady untuk garam-garam dengan rumus
umum molekulnya (AXBY) yang sama, Ksp yang lebih kecil
mempunyai kelarutan lebih sedikit dalam air, sedangkan untuk garam yang berbeda rumus umum molekulnya (AXBY), harus dicari nilai kelarutannya terlebih dahulu, kemudian garam yang mempunyai kelarutan yang paling kecillah yang paling sukar larut dalam air. Dilihat dari proses pembelajaran dikelas, kedua guru tidak menerangkan bagaimana kaitannya antara tetapan hasil kali kelarutan dengan kelarutan dan kedua gurupun tidak pernah memberikan soal seperti ini baik dalam proses pembelajaran maupun PR. Mengenai konsep pengaruh pengenceran dalam kelarutan seperti pada soal nomor 6, lebih banyak siswa yang tidak paham dibandingkan dengan yang miskonsepsi. Siswa yang tidak paham dikedua kelas mencapai 53,6%, Hal ini disebabkan karena siswa tidak memahami pengaruh pengenceran terhadap Ksp suatu senyawa. Berdasarkan analisis pembelajaran di kedua kelas, guru sama sekali tidak pernah menerangkan faktor pengenceran dalam kelarutan kepada siswa dan tidak mengaitkan konsep kelarutan dengan factorfactor yang mempengaruhi kesetimbangan (asas Lee Chatelier), sehingga
94
siswa kurang dapat memahami bahwa pada proses pengenceran (air murni) tidak ada yang mempengaruhi kelarutan zat tersebut sehingga nilai Ksp tetap. Penyebab miskonsepsi dan tidak paham yang dialami siswa pada konsep ini bersumber dari siswa itu sendiri karena siswa tidak begitu memahami konsep-konsep pada materi sebelumnya, (terutama konsep kesetimbangan kimia dalam larutan dan konsep asam-basa) sedangkan konsep dalam pembelajaran kimia ini selalu berhubungan. Akibatnya jika tidak paham konsep sebelumnya, akan menjadi lebih sulit untuk memahami konsep selanjutnya. Seharusnya guru dapat mengetahui bahwa siswa masih belum paham dengan konsep materi sebelumnya sehingga guru dapat mereview sedikit konsep tersebut sebelum masuk kepada konsep baru.
c. Analisis konsepsi pada konsep ion sejenis Untuk meanganalisis konsepsi siswa pada konsep ion sejenis ini, dapat dilihat melalui jawaban siswa terhadap soal tes diagnostik bertingkat dua pada soal nomor 8, 10, dan 11. Siswa banyak mengalami miskonsepsi dalam menentukan pengaruh ion sejenis pada kelarutan AgCl seperti pada soal nomor 8. Siswa yang mengalami miskonsep lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang paham dan tidak paham. Jumlah siswa yang mengalami miskonsepsi di kelas XI-IPA1 sebanyak 22 siswa (78%) dan XI-IPA2 sebanyak 17 siswa (61%), sedangkan siswa kelas XI IPA1 yang tidak paham adalah 7,10% dan siswa XI IPA2 yang tidak paham adalah 17%.
95
Setelah dilakukan analisis terhadap jawaban siswa, miskonsepsi pada konsep ini disebabkan karena siswa memberikan jawaban yang salah, tetapi siswa benar dalam memberikan alasan tentang pengertian pengaruh ion sejenis. Siswa kebanyakan memilih kelarutan AgCl yang paling kecil terdapat dalam AgNO3 0,1 M, seharusnya siswa menjawab kelarutan AgCl yang paling kecil terdapat dalam Ag2CrO4 0,1 M. Karena larutan Ag2CrO4 0,1 M konsentrasi ion sejenis (Ag) lebih besar. Menurut Brady, jika suatu garam dilarutkan dalam larutan yang sudah mengandung salah satu ionnya, maka kelarutannya akan berkurang apabila dibandingkan dengan kelarutannya dalam air murni. Semakin besar konsentrasi larutan yang mengandung ion sejenis, semakin kecil kelarutan garam tersebut. Berdasarkan analisis terhadap proses pembelajaran pada kedua kelas, ternyata guru kurang memberikan penjelasan pengaruh ion sejenis dalam kelarutan, guru hanya memberikan contoh soal dan menerangkan bagaimana meyelesaikan
soal
tersebut.
Siswa
hanya
menghafal
bagaimana
menyelesaikan soal pada konsep ini. Guru pun tidak menjelaskan bahwa adanya
penambahan
ion sejenis dalam larutan akan mempengaruhi
kesetimbangan dan akan memperkecil kelarutan. Akibatnya siswa mengalami kesulitan dalam menjawab soal ini. Pada soal nomor 10, dimana siswa harus mencari kelarutan AgI dalam larutan AgNO3 0,1 M. Konsepsi siswa setelah dilakukan analisis terhadap soal tes, siswa yang mengalami miskonsepsi di kelasXI-IPA1 sebanyak 35,7% dan di kelas XI-IPA2 sebanyak 21%. Sedangkan siswa yang tidak
96
paham di kelas XI IPA1 adalah 28,5% dan siswa XI IPA2 yang tidak paham adalah 42%. Ketidakpahaman pada soal ini disebabkan karena siswa salah memberikan jawaban dan alasannya, siswa salah dalam menentukan rumus s (kelarutan senyawa) sehingga salah juga dalam perhitungannya. Seharusnya rumus s:
⁄0,1 , karena konsentrasi Ag+ dalam larutan sama dengan
konsentrasi AgNO3 yaitu 0,1 M. Berdasarkan analisis pada proses pembelajaran guru sudah banyak memberikan contoh soal tentang hal ini, tetapi siswa tidak banyak terlibat dalam menemukan rumus kelarutan dan pemecahan soal. PR yang diberikan guru tentang pengaruh ion sejenis tidak dibahas dan dikoreksi. Berdasarkan analisis proses pembelajaran di kedua kelas, miskonsepsi disebabkan oleh guru dan siswa, guru kurang memperhatikan konsep awal yang dimiliki siswa. Siswa tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran, bagaimana memperoleh dan memahami suatu konsep. Guru berasumsi bahwa pengetahuan dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa (Afifuddin, 2010:1). Dari segi siswa, miskonsepsi disebabkan karena pengetahuan yang diperoleh siswa dari hasil belajar sebelumnya dan kemampuan berfikir siswa yang masih rendah.
d.
Analisis konsepsi pada konsep pH larutan Untuk konsepsi siswa pada konsep pH larutan ini dilihat melalui distribusi jawaban siswa terhadap soal tes diagnostik bertingkat dua pada soal nomor 12 dan 13. Pada soal nomor 12, menentukan pH larutan jenuh
97
Pb(OH)2, jika Ksp Pb(OH)2 diketahui. Berdasarkan analisis terhadap jawaban siswa didapat bahwa persentase siswa yang tidak paham di kedua kelas mencapai lebih dari 60%. Ketidakpahaman siswa pada soal ini disebakan karena siswa tidak mengalikan konsentrasi OH- yang didapat dengan koefisien reaksinya, sehingga mengakibatkan kesalahan dalam perhitungan hasilnya. Dilihat dari proses pembelajaran, kedua guru sudah menjelaskan konsep ini dengan baik, kedua guru memberikan contoh soal yang hampir sama dengan tes diagnostik, kemudian membahasnya bersama-sama dengan siswa. Guru yang mengajar di kelas XI IPA2 tidak pernah memberikan PR yang berhubungan dengan soal ini, sedangkan guru yang mengajar di kelas XI IPA1 ada memberikan PR, tetapi PR tersebut tidak diperiksa. Mengenai konsep pengaruh pH juga ditemukan ketidakpahaman siswa pada soal nomor 13, yaitu menentukan Ksp suatu garam jika pH garam diketahui. Siswa yang tidak paham pada kedua kelas lebih dari 64%. Berdasarkan analisis terhadap jawaban siswa yang tidak paham, ternyata masih banyak siswa yang ragu mengkonversikan pH larutan terhadap konsentrasi masing-masing ion yang menjadi komponennya. Senyawa Mg(OH)2 yang mempunyai pH 10 jika dilarutkan dalam air, maka senyawa ini akan terion menjadi Mg+2 dan 2OH-. Karena pH larutan adalah 10 maka konsentrasi OH- dalam larutan tersebut adalah 1x10-4. Ternyata setelah dilakukan analisis terhadap hasil jawaban siswa, miskonsepsi dan tidak paham disebabkan karena siswa mengalikan konsentrasi OH- dengan
98
koefisien reaksinya, kemudian memangkatkannya dengan dua. Hal ini mengakibatkan siswa mendapatkan hasil yang salah. Pada umumnya dari kedua soal yang mewakili konsep pengaruh pH ini, miskonsepsi dan tidak paham disebabkan oleh guru dan siswa, guru kurang memperhatikan konsep awal yang dimiliki siswa. Siswa tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran, bagaimana memperoleh dan memahami suatu konsep. Guru terlalu sedikit memberikan soal latihan dan latihan yang diberikan tidak di koreksi, sehingga siswa tidak tahu dimana kesalahannya. Dari segi siswa, miskonsepsi disebabkan karena pengetahuan yang diperoleh siswa dari hasil belajar sebelumnya dan kemampuan berfikir siswa yang masih rendah.
E. Analisis konsepsi pada konsep kesetimbangan ion Konsep kesetimbangan ion di dalam soal tes ini hanya diwakili oleh satu buah soal yaitu soal nomor 9. Kesetimbangan ion membahas mengenai terjadinya kesetimbangan dalam reaksi pengionan. Jika telah terjadi kesetimbangan, maka akan dapat diketahui konsentrasi untuk masing-masing ion yang menjadi komponen dalam suatu larutan. Berdasarkan tes diagnostik pada soal nomor 9 ini, didapat bahwa siswa yang mengalami miskonsepsi untuk kelas XI-IPA1 mencapai 57% dan kelas XI-IPA2 mencapai 39,3%. Banyaknya miskonsepsi pada konsep ini disebabkan karena siswa memberi alasan yang salah. Siswa sudah benar menentukan kelarutan M2CO3 , tetapi
99
dalam menentukan konsentrasi ion M+, siswa tidak mengalikan konsentrasi M+ dengan koefisien reaksinya. Berdasarkan analisis proses pembalajaran pada konsep ini, guru kurang memperhatikan kemampuan awal siswa, dan kurang memberikan penekanan terhadap konsep kesetimbangan ion, sehingga siswa banyak yang mengalami miskonsepsi dan tidak paham. Dari segi siswa, miskonsepsi disebabkan karena pengetahuan yang diperoleh siswa dari hasil belajar sebelumnya dan kemampuan berfikir siswa yang masih rendah.
F. Analisis konsepsi pada konsep larutan tak jenuh, jenuh, dan lewat jenuh Soal nomor 14 membahas mengenai konsep larutan tak jenuh, jenuh, dan lewat jenuh. Untuk menentukan suatu larutan dapat dikategorikan larutan tak jenuh, jenuh, ataupun lewat jenuh dapat diketahui melalui perbandingan angka tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) senyawa tersebut dengan hasil kali konsentrasi ion-ion (Q) penyusun senyawa dalam larutan tersebut. Apabila hasil kali konsentrasi ion-ionnya lebih kecil jika dibandingkan dengan tetapan hasil kali kelarutannya, maka larutan tersebut dapat dikategorikan ke dalam larutan tak jenuh. Jika harga Q nya sama dengan harga Ksp, maka larutan dikategorikan sebagai larutan jenuh. Sedangkan jika Q lebih besar dari Ksp, maka larutan termasuk ke dalam larutan lewat jenuh. Pada soal ini, setelah dilakukan analisis terhadap jawaban siswa, siswa yang mengalami miskonsepsi di kedua kelas melebihi 50%, hal ini disebabkan
karena siswa salah
dalam memberikan
alasan.
Dalam
100
menentukan harga Q, sebagian siswa tidak mencari konsentrasi ion-ion dalam campuran, tetapi siswa tersebut memasukan konsentrasi ion-ion sebelum dicampur, hal inilah yang membuat siswa menjawab salah, sedangkan konsep larutan jenuh, belum jenuh dan lewat jenuh sebagian besar sudah memahaminya. Berdasarkan analisis proses pembelajaran pada konsep ini, guru sudah menjelaskan konsep ini dengan baik, bahkan contoh soal yang diberikan juga cukup banyak. Miskonsepsi pada konsep ini disebabkan karena murid yang kurang menguasai konsep yang diberikan guru.
G. Analisis konsepsi pada konsep endapan Konsepsi siswa pada konsep endapan, dapat diketahui melalui jawaban siswa terhadap soal tes diagnostik nomor 15. Dari hasil analisis jawaban siswa terlihat bahwa siswa banyak yang mengalami miskonsepsi . Pada soal ini siswa harus mencari pH larutan MgCl2 yang akan mengendap. Berdasarkan analis tes diagnostik siswa yang mengalami miskonsepsi pada kedua kelas melebihi 60%. Miskonsepsi
disebabkan
karena siswa memberikan alasan yang salah, siswa pada umumnya menjawab benar, (pH larutan adalah 9), tetapi alasannya salah. Siswa tahu bagaimana mencari konsentrasi ion OH-, tetapi lupa bahwa larutan akan mengendap jika Q= Ksp. Berdasarkan analisis proses pembalajaran pada konsep ini, guru kurang memperhatikan kemampuan awal siswa, dan kurang memberikan penekanan terhadap konsep mencari harga Q, sehingga siswa banyak yang mengalami miskonsepsi dan tidak paham. Dari segi siswa, miskonsepsi
101
disebabkan karena pengetahuan yang diperoleh siswa dari hasil belajar sebelumnya dan kemampuan berfikir siswa yang masih rendah.
102
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan 1.
Berdasarkan Standar Proses dalam Permendiknas No.41 tahun 2007 proses pembelajaran meliputi tahap perencanaan proses pembelajaran, tahap pelaksanaan proses pembelajaran dan tahap penilaian hasil pembelajaran. Simpulan penelitian dari masing-masing tahap adalah sebagai berikut ini. a. Pada tahap perencanaan proses pembelajaran, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat oleh guru telah memuat semua komponen yang diharuskan berdasarkan Permendiknas No.41 tahun 2007. b. Pada tahap pelaksanaan proses pembelajaran, secara umum apa yang dilaksanakan guru dalam proses pembelajaran belum sesuai dengan yang direncanakan dalam RPP. Ada beberapa kekurangan yang teramati yaitu, guru tidak menjelaskan dengan singkat tujuan pembelajaran, guru tidak mengidentifikasi pengetahuan awal siswa dan tidak meriview konsep prasyarat, guru tidak membawa RPP selama pelaksanaan pembelajaran, sehingga proses pembelajaran sedikit berbeda dengan yang direncanakan dan metode pembelajaran yang didominasi oleh teknik ceramah sehingga pembelajaran lebih bersifat “teacher centered” bukan “student centered”. c. Pada tahap penilaian hasil pembelajaran, guru hanya mengadakan penilaian yang meliputi aspek kognitif dan afektif, sedangkan aspek psikomotor tidak dilaksanakan. Penilaian aspek kognitif dilakukan guru dengan memberikan tes ulangan harian dan penilaian aspek afektif 101
103
dilakukan guru melalui keaktifan dan ketertiban siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Siswa yang tidak mencapai KKM diberikan remedial pada indikator soal yang tidak tuntas. 2.
Siswa kelas XI-IPA1 dan XI-IPA2 mengalami miskonsepsi dan tidak paham pada berbagai konsep dalam materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Siswa kelas XI-IPA1 dan XI-IPA2 cenderung mengalami miskonsepsi dan tidak paham pada konsep yang sama, tetapi persentase miskonsepsi dan tidak paham siswa XI-IPA1 lebih besar dibandingkan siswa XI-IPA2. Miskonsepsi cenderung terjadi pada konsep pengaruh ion senama dalam kelarutan dan reaksi pengendapan, Sedangkan tidak paham cenderung terjadi pada konsep hubungan kelarutan dengan pH.
3.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi dan ketidakpahaman siswa pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan adalah faktor pembelajaran yang didalamnya terlibat guru, siswa dan materi pembelajaran. Dari segi guru yang mempengaruhi adalah metode yang digunakan guru lebih cenderung teacher center, guru tidak mereview konsep yang menjadi prasyarat dalam pembelajaran. Dari segi siswa yang cenderung belajar dengan teknik hafalan tanpa adanya pemahaman dan dari segi materi adalah karena karekteristik materi yang bersifat abstrak.
B. Implikasi Berdasarkan hasil observasi proses pembelajaran materi kelarutan dan hasil kali kelarutan terlihat bahwa proses pembelajaran belum sesuai dengan
104
standar proses menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007. Metoda yang digunakan guru pada kedua kelas belum efektif dalam menanamkan konsep terhadap siswa. Terbukti dengan masih banyak siswa yang mengalami miskonsepsi dan tidak paham pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan ini. Dalam pembelajaran guru tidak menggunakan media dan metode yang bervariasi, guru tidak mereview materi prasyarat, dan guru tidak mengidentifikasi pengetahuan awal siswa. Hal ini menyebabkan pemahaman konsep siswa rendah pada materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. Melihat berbagai faktor yang menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi dan tidak paham, memberikan peluang kepada guru untuk memperbaiki kualitas pembelajaran mulai dari tahap perencanaan, pelaksaaan dan penilaian. Guru harus berusaha untuk meningkatkan kualitas pembelajaran agar tujuan pembelajaran dapat dicapai. Pelaksanaan pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru sebaiknya berdasarkan pada standar proses menurut Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007. Selain itu, guru sebaiknya memberikan tes diagnostik segera setelah
proses
pembelajaran selesai dilaksanakan. Agar miskonsepsi dan tidak paham yang dialami siswa dapat diidentifikasi dan segera diberikan tindak lanjut. Dalam mengajarkan konsep-konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan sebaiknya guru membantu siswa menghubungkan konsep-konsep yang sedang dipelajari. Misalnya dengan menggali kembali ingatan siswa terhadap konsepkonsep prasyarat melalui tanya jawab. Dengan demikian miskonsepsi dan tidak paham siswa akan berkurang. Dalam hal ini diperlukan peran aktif antara guru dengan siswa.
105
Pada konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan, salah satu cara untuk menghindari atau mengurangi terjadinya miskonsepsi dan tidak paham siswa yaitu dengan cara melakukan eksperimen. Dengan eksperimen, suatu fenomena alam dapat difaktakan dalam suatu model yang memiliki keterkaitan dengan hukum atau teori yang menunjang, sehingga konsep yang dimiliki siswa semakin utuh. Miskonsepsi dan tidak paham yang dialami siswa sebaiknya segera diperbaiki karena akan mempengaruhi dalam penanaman konsep berikutnya.
C. Saran Berdasarkan hasil penelitian mengenai proses pembelajaran dan konsepsi siswa pada konsep-konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan di kelas XI- IPA I dan IPA2 SMAN 1 Lubuk Alung dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut : 1.
Disarankan agar guru dalam mengajarkan materi kelarutan dan hasil kali kelarutan meninjau konsepsi awal siswa, terutama
mengenai konsep
kesetimbangan larutan dan reaksi kesetimbangan, konsep asam-basa dan konsep stoikiometri larutan, karena konsep-konsep tersebut merupakan konsep awal yang penting untuk mempelajari materi kelarutan dan hasil kali kelarutan. 2.
Disarankan agar peneliti melakukan perekaman data pada saat observasi proses pembelajaran menggunakan kamera tersembunyi agar proses pembelajaran yang sedang berlangsung tidak terganggu dan berjalan sesuai dengan apa adanya.
106
DAFTAR RUJUKAN
Afifuddin, Nur. 2009. Penggunaan Model Pembelajaran Konstruktivisme Dalam Meminimalkan Miskonsepsi Siswa Untuk Mata Pelajaran Fisika di SMP 3 Jekulo Kudus Tahun Pelajaran 2008/2009. (Online) (http://www.jurnalanalisismiskonsepsi.com , diakses 3 Mei 2010 Anas Sudijono. 2009. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Brady, James E. 1982. General Chemistry : Principles and Structure. New York : John Wiley & Sons. Chang, Raymond. 2005. Kimia Dasar: Konsep-Konsep Inti. Edisi ketiga Jilid 1 (Alih bahasa Departemen Kimia ITB). Jakarta: Erlangga. ChandraSegaran. 2007. ”The Development of a Two-tier Multiple-choice Diagnostic Instrument For Evaluating Secondary School Students Ability to Describe and Explain Chemical Reaction Using Multiple Levels Of Representation”. The Royal Society of Chemistry, 8 (3): 293307. Das salirawati,2011. Pengembangan Model Instrumen Pendeteksian Miskonsepsi Kimia padaPeserta Didik SMA. Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta. Effendy 2002. Upaya untuk Mengatasi Kesalahan Konsep dalam Pengajaran Kimia dengan Menggunakan Strategi Konflik Kognitif. Media Komunikasi kimia, Jurnal Ilmu Kimia dan Pembelajaran, 2(6)1-22. Ernella 2009. Analisis Pembelajaran Kimia kelas XI IPA Di Kota Padang. Tesis. Tidak Diterbitkan. Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang. Lufri, Arlis, Yuslidar Yunus, Sudirman, 2006. Strategi Pembelajaran Biologi. Buku Ajar. Padang: Jurusan Biologi FMIPA UNP Michael Purba. 2006. Kimia untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga. Maruli Simamora 2007. Identifikasi Miskonsepsi Guru Kimia pada Pembelajaran Konsep Struktur Atom. Lembaga Penelitian Undiksha, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan, 1(2)148-160. Nana Sudjana, 2008. Dasar – Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
107
Nengah Maharta, 2010. Analisis Miskonsepsi Fisika Siswa SMA di Bandar Lampung. FKIP Unila. Nur Asma, 2002. Model Pembelajaran untuk Menanggulangi Miskonsepsi Bidang Studi Fisika SMU dalam Rangka Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sumatera Barat, FMIPA UNP. Oemar Hamalik,. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Pannen, P., dkk. 2005. Konstruktivisme Dalam Pembelajaran. Jakarta : Pusat Antar Universitas Untuk Peningkatan dan Pengembangan Aktivitas Instruksional Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Deppennas Paul Suparno 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar proses Pendidikan Dasar dan Menengah. 2007. Jakarta: BSNP Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan. 2007. Jakarta: BSNP Petrucci, Ralph.1999. Kimia Dasar prinsip dan Terapan Modern.Alih Bahasa Suminar Achmadi. Institut Pertanian Bogor: Erlangga. Program Pascasarjana 2009. Buku Panduan Penulisan Tesis dan Disertasi. Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang. Ratna Wilis Dahar. 1989. Teori-teori Belajar. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. Syaiful Sagala. 2009. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfa Beta Syukri S. 1999. Kimia Dasar Jilid 2. Bandung: Penerbit ITB. Suharsimi Arikunto 1991, Manajemen penelitian. Jakarta: Depdikbud Dirjen Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan LPTK. Wina Sanjaya, 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media.
139
Lampiran 7 LEMBAR OBSERVASI PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Nama Observer Lokasi No.
: ________________________________ : ________________________________ Indikator
Ya
Tidak
A. Kegiatan Pendahuluan 1.
Guru menyiapkan peserta didik secara psikis untuk mengikuti
v
proses pembelajaran 2.
Guru mempersiapkann peserta didik secara fisik untuk
v
mengikuti proses pembelajaran 3.
Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan
v
pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan di pelajari 4..
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar
v
yang akan dicapai 5.
Guru menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian
v
kegiatan sesuai dengan silabus B. Kegiatan Inti 6.
Guru melibatkan peserta didik mencari informasi yang luas dan dalam, tentang topik / tema materi yang akan dipelajari dengan menerapkan prinsip alam takambang jadi guru dan belajar dari
v
aneka sumber 7.
Guru menggunakan beragam pendekatan pembelajaran.
v
8.
Guru menggunakan beragam media pembelajaran.
v
9.
Guru menggunakan beragam sumber belajar lain selain buku pelajaran dan LKS
10.
Guru memfasilitasi terjadinya interaksi antar peserta didik.
11.
Guru memfasilitasi terjadinya interaksi antara peserta didik dan guru
v v
140
12.
Guru memfasilitasi terjadinya interaksi antara peserta didik
v
dengan lingkungannya. 13.
Guru memfasilitasi terjadinya interaksi antara peserta didik
v
dengan sumber belajar lainnya seperti internet, dll 14.
Guru melibatkan peserta didik secara aktif dalam setiap
v
kegiatan pembelajaran 15.
Guru memfasilitasi peserta didik melakukan percobaan di
v
laboratorium. 16.
Guru membiasakan peserta didik membaca dan menulis yang
v
beragam melalui tugas-tugas tertentu yang bermakna 17.
Guru memfasilitasi peserta didik melalui pemberian tugas untuk v memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tertulis
18.
Guru memfasilitasi peserta didik melalui diskusi unuk
v
memunculkan gagasan baru baik secara lisan maupun tulisan. 19.
Guru memberikan kesempatan untuk berpikir, menganalisis,
v
menyelesaikan masalah, dan bertindak tanpa rasa takut 20.
Guru memfasilitasi peserta didik dalam pembelajaran
v
kooperatif can kolaboratif 21.
Guru memfasilitasi peserta didik berkompetisi secara sehat
v
untuk meningkatkan prestasi belajar 22.
Guru memfasilitasi peserta didik membuat laporan eksplorasi
v
yang dilakukan baik lisan maupun tertulis, secara individual maupun kelompok 23.
Guru memfasilitasi peserta didik untuk menyajikan kerja
v
individual maupun kelompok 24.
Guru memfasilitasi peserta didik melakukan pameran,
v
turnamen, festival, serta produk yang dihasilkan 25.
Guru memfasilitasi peserta didik melakukan kegiatan yang
v
141
menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri peserta didik 26.
Guru memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam
v
bentuk lisan, tulisan, isyarat, maupun hadiah terhadap keberhasilan peserta didik 27.
Guru memberikan informasi terhadap hasil eksplorasi dan
v
elaborasi peserta didik melalui berbagai sumber 28.
Guru memfasilitasi peserta didik melakukan refleksi untuk
v
memperoleh pengalaman belajar yang telah dilakukan 29.
Guru memfasilitasi peserta didik untuk memperoleh
v
pengalaman yang bermakna C. Kegiatan Penutup 30.
Guru bersama-sama dengan peserta didik membuat
v
rangkuman/simpulan pelajaran 31.
Guru melakukan penilaian atau refleksi terhadap kegiatan yang
v
sudah dilaksanakan secara konsisten dan terprogram 32.
Guru memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil
v
pembelajaran 33.
Guru merencanakan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk
v
pembelajaran remedi atau memberikan tugas baik tugas individual maupun kelompok sesuai dengan hasil belajar peserta didik 4.
Guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya
v
125
Kisi-Kisi Soal Diagnostik
Mata Pelajaran
: Kimia
Satuan Pendidikan
: Sekolah Menengah Atas
Pokok Bahasan
: Kelarutan dan Hasil kali kelarutan
Kelas
: XI / 2
Waktu
: 90 menit
Standar Kompetensi : 4. Memahami sifat-sifat larutan asam-basa, metode pengukuran Serta terapannya. Kompetensi Dasar
: 4.6. Mempresiksikan terbentuknya endapan dari suatu reaksi Berdasarkan prinsip kelarutan dan hasil kali kelarutan.
Kisi-kisi soal untuk materi prasyarat.
NO
Indikator soal
Konsep
No. Soal
Jumlah Soal 2
1.
Siswa dapat menuliskan reaksi ionisasi suatu larutan elektrolit
Larutan Elektrolit
1,2
2.
Siswa dapat menuliskan rumus tetapan kesetimbangan.
Rumus tetapan kesetimbangan
3,4
2
3.
Siswa dapat menentukan arah pergeseran kesetimbangan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kesetimbangan
5,6
2
4.
Siswa dapat menghitung molaritas suatu larutan.
Molaritas larutan
7
1
126
Kisi-kisi soal untuk materi inti (Kelarutan dan Hasil kali kelarutan) No
Indikator soal
Konsep
No. Soal
1.
Siswa dapat menuliskan rumus Ksp.
Ksp
1,2
Jumlah Soal 2
2.
Siswa dapat menentukan rumus Ksp jika kelarutan suatu zat diketahui.
Ksp
3,4,5,6,7
5
3.
Jika Ksp suatu zat diketahui, siswa dapat menghitung kelarutan zat tersebut
Kelarutan
8,9,10,11,12,15 6
4.
Siswa dapat menentukan kelarutan suatu zat yang sukar larut, jika ditambahkan ion sejenis
Pengaruh ion sejenis
13,14, 16,
3.
17,18,19 5.
Siswa dapat menghitung harga Ksp jika pH larutan jenuh diketahui.
Pengaruh pH
6.
Siswa dapat meramalkan apakah garam yang dihasilkan belum jenuh, tepat jenuh dan lewat jenuh.
Larutan belum jenuh Larutan tepat jenuh Larutan lewat jenuh Reaksi pengendapan
3
20,21,22
3
135
Lampiran 6
STUDI DOKUMEN PRENCANAAN PEMBELAJARAN Nama observer
: ……………………………..
Lokasi
:………………………………
Materi Pelajaran
:……………………………....
Kelas
:……………………………...
No Indikator A.Komponen RPP 1. Identitas mata pelajaran 2. Standar kompetensi 3. Kompetensi dasar 4. Indikator pencapaian kompetansi 5. Tujuan pembelajaran 6. Materi ajar 7. Alokasi waktu 8. Metode pembelajaran 9. Kegiatan pembelajaran a. Pendahuluan b. Inti c. Penutup 10. Penilaian hasil belajar 11. Sumber belajar B. Prinsip-prinsip Penyusunan RPP 12. Memperhatikan perbedaan individu peserta didik 13. Mendorong partisipasi aktif peserta didik 14. Mengembangkan budaya membaca dan menulis 15. Memperhatikan keterkaitan antar komponen RPP a. Memperhatikan keterkaitan antar standar kompetensi dan kompetensi dasar b. Memperhatikan keterkaitan antara kompetensi dasar dengan indikator pencapaian kompetensi c. Memperhatikan keterkaitan antara kompetensi dasar dengan tujuan pembelajaran. d. Memperhatikan keterkaitan antara indikator pencapaian kompetensi dengan tujuan
ada
Tidak
v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v
136
16.
pembelajaran e. Memperhatikan keterkaitan antara indikator pencapain kompetensi dengan materi ajar f. Memperhatikan antara tujuan pembelajaran dengan materi ajar g. Memperhatikan keterkaitan antara indikator pencapaian kompetensi dan alokasi waktu h. Memperhatikan keterkaitan antara tujuan pembelajaran dan alokasi waktu i. Memperhatikan keterkaitan antara materi ajar dengan alokasi waktu j. Memperhatikan keterkaitan antara indikator pencapaian kompetensi dan metode pembelajaran k. Memperhatikan keterkaitan antara tujuan pembelajaran dan metode pembelajaran l. Memperhatikan keterkaitan antara materi ajar dan metode pembelajaran m. Memperhatikan keterkaitan antara alokasi waktu dan metode pembelajaran n. Memperhatikan keterkaitan antara indikator pencapaian kompetensi dan penilaian hasil belajar o. Memperhatikan keterkaitan antara tujuan pembelajaran dan penilaian hasil belajar p. Memperhatikan keterkaitan antara metode pembelajaran dan penilaian hasil belajar q. Memperhatikan keterkaitan antara materi ajar dan sumber belajar Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi
v v v v v v
v v v v
v v v v
142 LEMBAR VALIDASI SOAL TES DIAGNOSTIK BERTINGKAT DUA Mata Pelajaran
: Kimia
Kelas / Semester
: XI / 2
Standar Kompetensi : 4. Memahami sifat-sifat larutan asam basa, metode pengukuran dan terapannya Kompetensi Dasar
: 4.6. Memprediksi terbentuknya endapan dari suatu reaksi berdasarkan prinsip kelarutan dan hasil kali kelarutan
A. Petunjuk Berilah tanda (√) pada kolom penilaian yang sesuai menurut pendapat Bapak / Ibu, dengan skala penilaian adalah sebagai berikut: 1. Tidak baik 2. Kurang baik 3. Cukup baik 4. Baik 5. Sangat baik
143 B. Penilaian ditinjau dari beberapa aspek NO.
ASPEK YANG DINILAI
Format 1.
Kejelasan dalam pembagian materi
2.
Sistem penomoran
3.
Penulisan dan ukuran huruf
Isi 1.
Kebenaran isi materi dalam soal
2.
Di kelompokkan dalam bagian-bagian yang logis
3.
Kesesuaian butir soal dengan konsep / materi
4.
Kesesuaian butir soal dengan silabus
Bahasa 1.
Kebenaran tata bahasa
2.
Kesederhanaan kalimat dengan taraf berpikir siswa
3.
Kesederhanaan kalimat dengan kemampuan siswa
4.
Kalimat soal tidak mengandung arti ganda
5.
Kejelasan petunjuk penggunaan soal
SKALA PENILAIAN 1
2
3
4
5
144 C. Penilaian umum terhadap soal (Kesimpulan umum) Lingkarilah angka yang sesuai dengan penilaian umum Bapak / Ibu terhadap soal tes diagnostik ini •
Penilaian umum terhadap soal tes diagnostik bertingkat dua a. Tidak baik b. Kurang baik c. Cukup baik d. Baik e. Sangat baik
•
Secara umum, soal tes ini: a. Belum dapat digunakan dan masih memerlukan konsultasi lebih lanjut b. Dapat digunakan dengan banyak perbaikan c. Dapat digunakan dengan sedikit perbaikan d. Dapat digunakan langsung tanpa perbaikan
•
Nomor butir soal yang perlu diperbaiki
: …………………………………………….
•
Nomor butir soal yang perlu dibuang
: …………………………………………….
Komentar dan Saran ……………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………………………………
Padang,
Mei 2011
Validator,
(Dr. Mawardi A, M.Si)
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan
: SMA
Mata Pelajaran
: Kimia
Materi Pokok
: Kelarutan dan Hasil kali Kelarutan
Kelas Semester
: XI/ II
Waktu
: 8 x 45 menit
I.
Standar Kompetensi
4. Memahami sifat‐sifat larutan asam basa, metode pengukuran serta terapannya
II.
Kompetensi Dasar 4.6. Memprediksi terbentuknya endapan dari suatu reaksi berdasarkan prinsip kelarutan dan hasil kali kelarutan.
III. Indikator 1. Menjelaskan kesetimbangan dalam larutan jenuh atau larutan garam yang sukar larut. 2. Menghubungkan tetapan hasil kali kelarutan dengan tingkat kelarutan atau pengendapannya. 3. Menuliskan ungkapan berbagai Ksp elektrolit yang sukar larut dalam air. 4. Menghitung kelarutan suatu larutan elektrolit yang sukar larut berdasarkan data harga Ksp atau sebaliknya. 5. Menjelaskan pengaruh penambahan ion senama dalam larutan 6. Menentukan pH larutan dari harga Ksp nya. 7. Memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan harga tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) dan membuktikannya dalam percobaan IV. Tujuan Pembelajaran 1. Siswa dapat menjelaskan kesetimbangan dalam larutan jenuh atau larutan garam yang sukar larut. 2. Siswa dapat menghubungkan tetapan hasil kali kelarutan dengan tingkat kelarutan atau pengendapannya. 3. Siswa dapat menuliskan ungkapan berbagai Ksp elektrolit yang sukar larut dalam air. 4. Siswa dapat menghitung kelarutan suatu larutan elektrolit yang sukar larut berdasarkan data harga Ksp atau sebaliknya.
5. Siswa dapat menjelaskan hubungan harga Ksp dengan pH. 6. Siswa dapat memperkirakan terbentuknya endapan berdasarkan harga tetapan hasil kali kelarutan (Ksp) dan membuktikannya dengan percobaan. V.
Materi Pokok/Uraian Kelarutan dan hasil kali kelarutan •
Kelarutan dan hasil kali kelarutan
•
Pengaruh penambahan ion senama terhadap kelarutan
•
Kelarutan dan pH
•
Reaksi pengendapan.
VI. Pendekatan pembelajaran. Pendekatan
: Keterampilan proses.
Metode
: Tanya jawab, eksperimen dan diskusi
VII. Media pembelajaran
Charta, peta konsep, flas mx dan bahan percobaan VIII. Sumber pembelajaran 1. Kurikulum KTSP 2. Buku kimia Erlangga 3. Buku kimia Esis IX . Alokasi Waktu Tatap Muka
Alokasi Waktu
PT/KMTT
Alokasi Waktu
•
•
Menentukan
•
Latihan
persamaan Ksp
menentukan
garam yang
persamaan Ksp
sukar larut
dari garam yang
Menghitung Ksp
sukar larut
jika diketahui
•
6 x 45 menit
•
Latihan
kelarutannya dan
menghitung Ksp
sebaliknya
jika kelarutan
Menentukan
diketahui,
4x 45 menit
•
harga Ksp jika
penambahan ion
diberi ion
senama dan
senama
menentukan
Menentukan
apakah terjadi
apakah terjadi
reaksi
pengendapan
pengendapan
X Kegiatan Pendahuluan NO
Langkah‐Langkah
1
A. Kegiatan awal
Appersepsi
Tanya jawab tentang pengertian larutan belum
jenuh, tepat jenuh dan larutan lewat jenuh dalam
kehidupan sehari‐hari.
Prasyarat
Peserta didik mengerti tentang kelarutan dan Ksp
B. Kegiatan Inti
Eksplorasi
‐
Seminggu sebelum mempelajari materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan, siswa
diberi tugas baca di rumah.
‐
suatu larutan encer.
Diskusi dan tanya jawab tentang kelarutan
‐
Pada larutan jenuh terjadi reaksi kesetimbangan.
Elaborasi
‐
Siswa dibimbing menghubungkan kelarutan dengan Ksp.
Konfirmasi
‐
Guru dan siswa menyamakan konsep kelarutan dan hasil kali kelarutan
Waktu
Ket
‐
C. Kegiatan Penutup
Guru memberikan tugas kepada siswa
Tugas baca tentang hubungan pH dengan
kelarutan dan pengaruh ion sejenis terhadap
kelarutan.
2.
A. Kegiatan awal 1. Appersepsi
Guru mereview kembali pengertian kelarutan. 2. Motivasi
Bagaimana pengaruh pH dan ion sejenis
terhadap kelarutan/
B. Kegiatan inti Eksplorasi ‐
‐
Diskusi dan tanya jawab tentang pengaruh ion sejenis terhadap kelarutan.
‐
Diskusi dan tanya jawab tentang pengaruh pH terhadap kelarutan
PH dan ion sejenis mengurangi kelarutan
Elaborasi ‐
Siswa dibimbing menghubungkan pengaruh dan ion sejenis terhadap kelarutan.
Konfirmasi.
‐
Siswa dan guru menyamakan konsep adanya
pengaruh pH dan ion sejenis terhadap
kelarutan. ‐
3.
Siswa mengerjakan soal‐soal latihan.
Siswa mengerjakan soal‐soal latihan.
C. Kegiatan Penutup
Guru memberikan soal‐soal pada siswa
Tugas baca tentang reaksi‐reaksi pengendapan.
A. Kegiatan Awal 1. Appersepsi
Guru mereview tentang reaksi dekomposisi yang terjadi pada reaksi garam1 dan Garam2 2. Motivasi Apakah terbentuk endapan garam atau tidak suatu reaksi dekomposisi garam? B. Kegiatan Inti Eksplorasi ‐
Diskusi dan tanya jawab tentang reaksi garam
‐
Diskusi dan tanya jawab cara menghitung harga Ksp dari garam‐garam yang terbentuk
‐
Menghubungkan Qc dan Ksp
Elaborasi ‐
Siswa dibimbing menentukan kapan terjadi reaksi pengendapan
Konfirmasi ‐
Siswa dan guru menyamakan konsep terjadinya reaksi pengendapan dari hubungan Qc dan Ksp
‐
Siswa mengerjakan soal‐soal latihan.
C. Kegiatan Penutup Guru memberikan soal‐soal pada siswa. Siswa siap untuk ulangan harian. XI. Penilaian Hasil Belajar a. Penilaian Aspek Kognitif 1. Jenis Tagihan ‐
Tugas terstruktur (individu)
‐
Ulangan harian
2. Bentuk Instrumen 3. Uraian ( terlampir ) Mengetahui, Lubuk Alung, januari 2011 Kepala SMAN 1 Lubuk ALUNG Guru mata pelajaran (Dra. Dian Mulyati Syarfi.) ( Masyitah RM, M.Si/ Eriyanti,S.Pd) (
SOAL TES DIAGNOSTIK Nama
:
Kelas
:
Petunjuk soal Pilih dan berilah tanda silang pada salah satu jawaban yang anda anggap paling benar beserta salah satu alasannya yang sesuai, Jika tidak ada alasan yang sesuai dengan jawaban yang anda pilih, tuliskan alasan anda pada point alasan yang masih kosong. 1. Persaman hasil kali kelarutan dari Ag2CrO4 yang benar adalah…. A. Ksp Ag2CrO4 = [Ag+]2 [CrO42-] B. Ksp Ag2CrO4 = [Ag+]2 [CrO42-] /[Ag2CrO4] C. Ksp Ag2CrO4 = [Ag2CrO4] / [Ag+ ]2 [CrO42-] D. Ksp Ag2CrO4 = [2Ag+] [CrO42-] E. Ksp Ag2CrO4 = [Ag2+] [CrO42-]2 Alasannya: 1. Ag2CrO4 ' 2 Ag+ + CrO42- . Ksp = [Ag+]2 [CrO42-] /[Ag2CrO4] 2. Ag2CrO4 ' 2 Ag+ + CrO42- . Ksp = [Ag+]2 [CrO42-] 3. Ag2CrO4 ' 2 Ag+ + CrO42- . Ksp = [Ag2CrO4] / [Ag+ ]2 [CrO42-] 4. Ag2CrO4 ' 2 Ag+ + CrO42- . Ksp = [Ag+] [CrO42-]2 2. Jika kelarutan Ag2CO3 dalam air adalah a mol/L , maka hasil kali kelarutan Ag2CO3 dapat dinyatakan dengan…. A. a2 B. 2a3 C. 4a3 D. 27a4 E. 108a5 Alasannya : 1. Ag2CO3(s)' 2Ag+(Aq) + CO32-(Aq) Ksp Ag2CO3 = [Ag+]2[CO32-] = a2.a 2. Ag2CO3(S)' 2Ag+(Aq) + CO32(Aq) Ksp Ag2CO3 = [Ag+]2[CO32-] = 2(a)2.a 3. Ag2CO3(S)' 2Ag+(Aq) + CO32-(Aq) Ksp Ag2CO3 = [Ag2+][CO32-] = (2a)2 a 4. Ag2CO3(S) ' 2Ag+(Aq) + 3CO2-(Aq) Ksp Ag2CO3 = [Ag+]2[CO2-]3 = 2a2.3a3 3. Kelarutan perak oksalat Ag 2C 2O4 dalam air adalah 1,1 x 10-4 M. Pada suhu 25oC. Harga Ksp Ag 2 C 2 O 4 adalah….. A. 5,8 x 10-16 C. 5,3 x 10-12 E. 1,21,x,10-8 B. 1,3 x 10-12 D. 2,4 x 10-8
Alasannya: 1. Ksp Ag 2C 2O4 = [Ag+]2[C2 O42-]2 , Ksp= ( 2 x 1,1 x 10-4)2 (1,1 x10-4)2 2. Ksp Ag 2C 2O4 = [Ag+]2[C2 O42-] , Ksp= (1,1 x 10-4)2 (1,1 x 10-4) 3. Ksp Ag 2C 2O4 = [Ag+]2[C2 O42-] , Ksp= ( 2 x 1,1 x 10-4)2 (1,1 x 10-4) 4. Ksp Ag 2C 2O4 = [Ag2+][C2 O42-] ,Ksp= (1,1 x 10-4) (1,1 x 10-4) 5. ………. 4. Pada saat jenuh, kelarutan Pb(NO3)2 dalam air adalah 33,1 mg/L. Berapakah hasil kali kelarutan garam tersebut? (Mr Pb(NO3)2 =331g/mol) C. 4 x 10-10 E. 4 x 10-3 A. 1 x 10-12 B. 4 x 10-12 D.1 x 10-8 Alasannya: 1. Kelarutan Pb(NO3)2 = 33,1x10-3/331x 1/L = 1x 10-4M, Ksp= (1x10-4). (1x10-4)2 2. Kelarutan Pb(NO3)2 = 33,1x10-3/331x 1/L = 1x 10-4M, Ksp = (1x10-4). 2(1x10-4)2 3. Kelarutan Pb(NO3)2 = 33,1 x 10-3/331x 1/L = 1x 10 -4 Ksp= 2(1x10-4).(1x10-4)2 4. Kelarutan Pb(NO3)2 = 33,1x10-3/331x 1/L = 1x 10-4M, Ksp= (1x10-4).(2x10-4)2 5. …………………………………………………………………………….. 5. Jika diketahui Ksp Ag2CO3 = 3,2 x 10-5, maka kelarutan Ag2CO3 pada saat jenuh adalah…. A. 5,6 x 10-3M C. 2 x 10-3M E. 1 x 10-2M B. 3,17 x 10-2 M D. 2 x 10 -2M Alasannya: 1.
Ag2CO3(S) ' 2Ag+(Aq) + CO32-(Aq) ,
2.
Ag2CO3(S) ' 2Ag+(aq) + CO32- (aq) , s=
3.
Ag2CO3(S)' 2Ag+(aq) + CO32-(aq) , s=
4.
Ag2CO3(S)' 2Ag+(aq) + CO32- (aq) , s=
S
=
5. ………………….. 6. Suatu larutan mengandung PbSO4 jenuh dengan Ksp PbSO4 = 1,2 x 10-10. Jika larutan itu diencerkan 100 kali, maka Ksp PbSO4 adalah…. A. 1,2 x 10-10 mol/ B. 1,1 x 10-12 mol/ C. 1,1 x 10-5 mol/L Alasannya: 1. 2.
Pengenceran menyebabkan Ksp menjadi lebih kecil Pengenceran tidak mempengaruhi Ksp
3. 4.
7.
Pengenceran menyebabkan Ksp menjadi lebih besar ___________________________________________
Diketahui harga Ksp dari senyawa-senyawa berikut: a. AgBr = 1x10-10
c. Ag2SO4 =1x10-12
= 1x10-16
d.Ag2CO3 = 1x10-11
b.AgI
e. Ag2CrO4 = 1x10-19
Diantara senyawa tersebut yang paling sukar larut adalah…… E. Ag2CrO4 A. AgBr C. Ag2SO4 B. AgI D. Ag2CO3 Alasannya: 1. Harga Ksp yang sangat besar, sehingga paling sukar larut dalam air. 2. Harga Ksp yang sangat kecil, sehingga paling sukar larut dalam air. 3. Kelarutannya yang sangat besar , sehngga paling sukar larut dalam air 4. Kelarutannya yang sangat kecil, sehingga paling sukar larut dalam air. 5. …………………………… 8. Kelarutan AgCl yang paling kecil terdapat dalam ……. A. Air murni B. Larutan HCl 0,01 M C. Larutan AgNO3 0,1M D. Larutan Ag2 CrO4 0,1 M E. Larutan Ag2CO3 0,01 M. Alasannya: 1. Adanya penambahan ion sejenis akan mempengaruhi kesetimbangan AgCl, sehingga menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kiri. 2.
Adanya penambahan ion sejenis akan mempengaruhi kesetimbangan AgCl,sehingga menyebabkan kesetimbangan bergeser ke kanan.
9.
3.
Dalam air murni tidak ada yang mempengaruhi kesetimbangan AgCl
4.
Adanya penambahan ion sejenis tidak akan mempengaruhi kesetimbangan AgCl.
5.
……….
Hasil kali kelarutan M2CO3 = 3,2x10-11, konsentrasi ion M+ adalah…..
A. 2x10-4 M
C.3,2x10-4 M
B. 4x10-4 M
D. 4x10-6M
E. 5,6x10-6M
Alasannya: 1. M2CO3(S) ' 2M+(Aq) + CO32-(aq)
S
=
, [ M+] sebanding dengan S
2. M2CO3(S) ' 2M+(Aq) + 3CO2-(aq)
S=
, [ M+] sebanding dengan S
3. M2CO3(S) ' 2M+(Aq) + CO32-(aq)
S=
, [ M+] sebanding dengan 2S
4. M2CO3(S) ' 2M+(Aq) +3 CO2-(aq)
S=
, [ M+ ] sebanding dengan 2S
5. ……………………………………………………………………………… 10. Jika Ksp AgI : 4x10-16. Berapakah kelarutan AgI dalam larutan AgNO3 0,1 M? A. 4x10-17 M
C. 2x 10-8 M
B. 4x10-15 M
D. 3,2x10-8 M
E. 6,3x10-8M
Alasannya: 1.
AgI ' Ag++ I-, maka
2.
AgI ' Ag++ I-, maka S:
3.
AgI ' Ag++ I-, maka S: Ksp x 0,1M
4.
AgI ' Ag++ I-, maka, S :
5.
……………………………………………….
S: ,
,
11. Larutan AgCl akan lebih banyak mengendap jika dilarutkan dalam…. A. Larutan CaCl2 0,1 M B. Larutan NaBr 0,1 M C. Larutan AgNO3 0,1 M D. Air panas E.
Larutan NaCl 0,1 M
Alasannya: 1. Penambahan konsentrasi ion sejenis akan menggeser kesetimbangan ke kanan, sehingga larutan AgCl mudah mengendap. 2. Penambahan konsentrasi ion sejenis akan menggeser kesetimbangan ke kiri, sehingga larutan AgCl mudah mengendap. 3. Penambahan konsentrasi ion sejenis akan menggeser kesetimbangan ke kanan, sehingga larutan AgCl sulit mengendap. 4. Penambahan konsentrasi ion sejenis tidak akan mempengaruhi kesetimbangan. 5. …………………………………………………………………… 12.
Harga Ksp Pb(OH)2 pada suhu tertentu adalah 4 x 10-15, pH larutan jenuh Pb(OH)2 yang terbentuk adalah sebesar …. A. 9 B. 9 + log 2 C. 9 – log 2 Alasannya: 1. Pb(OH)2
(s)
' Pb+2(aq) + 2OH-(aq),
s =
,
[OH-] = s,
pOH = - log [OH-],
pH = pKw - pOH 2. Pb(OH)2 (s) ' Pb+2(aq) + 2OH-(aq),
s=
,
[OH-] = 2s,
pOH = - log [OH-],
s=
,
[OH-] = 4s,
pOH = - log [OH-],
pH = pKw - pOH 3. Pb(OH)2 (s) ' Pb+2(aq) + 2OH-(aq),
pH = pKw - pOH 4. ______________________________________________________________
13. Larutan Mg(OH)2 jenuh mempunyai pH = 10, harga Ksp Mg(OH)2 adalah….. A. 5x10-13 B. 4x10-12 C. 1x10-12 D. 5x10-9 E. 1x10-6 Alasannya:
1.
Mg2(OH) ' Mg2+ dan 2OH-,
[OH-]= 1x10-4M
Ksp : [1x10-4] [1x10-4]2
2.
Mg2(OH)2 ' Mg2+ dan 2OH-,
[OH-]= 1x10-4M
Ksp : [5x10-5] [1x10-4]2
3.
Mg2(OH)2 ' Mg2+ dan 2OH-,
[OH-]= 1x10-4M
Ksp : [1x10-4] [2x10-4]2
4.
Mg2(OH)2 ' 2Mg+ dan 2OH-,
[OH-]= 1x10-4M
Ksp : [1x10-4]2 [1x10-4]2
5.
………………………………………………………………………………
14. Pada suhu tertentu diketahui Ksp AgCl = 4x10-8. Apakah yang akan terjadi jika 100 ml larutan AgNO3 0,0004 M dicampur dengan 100 ml larutan HCl 0,0002M? A. Terbentuk endapan AgCl B. Larutan tepat jenuh. C. Belum terbentuk endapan. D. Terbentuk endapan jika larutan dipanaskan. E. Terbentuk endapan jika konsentrasi HCl di kurangi . Alasannya: 1.
AgCl (s) ' Ag+(aq) + Cl-(aq), Q > Ksp, ( Q= 8x10-8 )
2.
AgCl (s) ' Ag+(aq) + Cl-(aq), Q= Ksp,
( Q= 4x10-8 )
3.
AgCl (s) ' Ag+(aq) + Cl-(aq), Q< Ksp,
( Q= 2x10-8 )
4.
AgCl (s) ' Ag+(aq) + Cl-(aq), Q< Ksp,
( Q= 1x10-8 )
5.
……………………………………………………………….
15. Diketahui Ksp Mg(OH)2 = 4x10-12. Jika larutan MgCl2 0,04 M dinaikan pHnya, akan mulai terbenuk endapan pada pH kira-kira…. A. 12 B. 10 C. 10-log 2 D. 9 E. 8+log 5 Alasannya: 1.
Mg2(OH) ' Mg2+ dan 2OH- , pH= 14-pOH
Q = Ksp,
[OH-] =
2.
Mg2(OH) ' Mg2+ dan 2OH- ,
Q = Ksp,
[OH-] =
Q >Ksp,
[OH-] =
/
,
pH= 14-pOH 3.
Mg2(OH) ' Mg2+ dan 2OH- ,
/
,
pH= 14-pOH 4.
Mg2(OH) ' Mg2+ dan 2OH- ,
Q= Ksp,
[OH-] = 2 (Ksp/4x10-2)
pH = 14-pOH 16. Apakah yang akan terjadi jika larutan NaCl 0,1M sebanyak 200 ml dicampurkan dengan 200 ml larutan Pb(NO3)2 0,1 M? Ksp PbCl2 = 1,7x10-5. A. Terbentuk endapan PbCl2 B. Larutan tepat jenuh. C. Belum terbentuk endapan. D. Terbentuk endapan jika larutan dipanaskan. E. Terbentuk endapan jika konsentrasi NaCl dikurangi. Alasannya:
7
1.
PbCl2(s)' Pb2+(aq) + 2Cl-(aq) Q > Ksp,
(Q= [Pb2+] [Cl-]2 = 1,25x10-4)
2.
PbCl2(s)' Pb2+(aq) + 2Cl-(aq)
Q = Ksp
(Q= [Pb2+] [Cl-]2 = 1,7x10-5)
3.
PbCl2(s)' Pb2+(aq) + 2Cl-(aq)
Q < Ksp
(Q= [Pb2+] [Cl-]2 = 1,25x10-10)
4.
PbCl2(s)' Pb2+(aq) + 2Cl-(aq)
Q > Ksp,
(Q= [Pb2+] [Cl-]2 = 1,25x10-5)
Diketahui harga Ksp dari senyawa-senyawa berikut: a. AgBr = 1x10-10
c. Ag2SO4 =1x10-12
= 1x10-16
d.Ag2CO3 = 1x10-11
b.AgI
e. Ag2CrO4 = 1x10-19
Diantara senyawa tersebut yang paling sukar larut adalah…… A. .AgBr C. Ag2SO4 E. Ag2CrO4 B. AgI D. Ag2CO3 Alasannya: 1. Harga Ksp yang sangat besar, sehingga paling sukar larut dalam air. 2. Harga Ksp yang sangat kecil, sehingga paling sukar larut dalam air. 3. Kelarutannya yang sangat besar , sehngga paling sukar larut dalam air 4. Kelarutannya yang sangat kecil, sehingga paling sukar larut dalam air.
157
PROFIL SEKOLAH
1. Nama
: SMA Negeri 1 Lubuk Alung
2. Alamat
: Jln. Sungai Abang, Lubuk Alung
3. Kelurahan
: Sungai Abang
4. Kecamatan
: Lubuk Alung
5. Kabupaten
: Padang Pariaman
6. Propinsi
: Sumatera Barat
7. Sekolah diresmikan
: 7 April 1979
8. Akreditasi
:A
9. Keadaan Sekolah
:
a. Kelas
: 8 rombel (257 siswa)
b. Kelas XI
: 9 rombel (279 siswa), Program IPA 6 rombel, IPS 3 rombel
c.
Kelas
: 7 rombel (199 Siswa) Progrm IPA 5 rombel, IPS 2 rombel
10. Jumlah
: 93 guru tetap, 5 guru tidak tetap
11. Jumlah Guru Kimia
: 5 orang guru perempuan
a. Pendidikan
: 4 orang berijasah S-1,1 orang berijasah S-2
b. Lama mengajar
: 2 orang guru telah mengajar < 25 tahun 2 orang guru telah mengajar < 15 tahun 1 orang guru telah mengajar < 7 tahun
12. Jumlah Labor IPA
: 3 buah Labor ( labor Kimia, fisika dan Bologi)
Ketiga labor tersebut digunakan untuk praktikum